BAB III DESKRIPSI DAN HASIL PENELITIAN RUMAGES UM … · Sulawesi Utara dengan Ibukota Amurang....
Transcript of BAB III DESKRIPSI DAN HASIL PENELITIAN RUMAGES UM … · Sulawesi Utara dengan Ibukota Amurang....
34
BAB III
DESKRIPSI DAN HASIL PENELITIAN RUMAGES UM BANUA SEBAGAI
BUDAYA DALAM MERAWAT KEMAJEMUKAN DI MINAHASA SELATAN
3.1. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MINAHASA SELATAN
3.1.1. Letak Geografis
Kabupaten Minahasa Selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Sulawesi Utara dengan Ibukota Amurang. Jarak dari Amurang ke Manado Ibukota
Provinsi Sulawesi Utara ± 64 km. Secara geografis, Kabupaten Minahasa Selatan
terletak antara 00,47‟-1
0,24‟ Lintang Utara dan 124
0,18‟-124
045‟ Bujur
Timur. Sedangkan secara administratif terletak di sebelah Selatan Kabupaten
Minahasa, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa
Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Minahasa Tenggara
Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow dan
Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
Barat :Berbatasan dengan Laut Sulawesi
35
Dalam perspektif regional, Kabupaten Minahasa Selatan berada pada posisi strategis,
karena berada pada jalur lintas darat Trans Sulawesi yang menghubungkan jalur jalan seluruh
provinsi di Pulau Sulawesi. Demikian pula jalur laut untuk bagian utara, merupakan
daerah perlintasan (transit) sekaligus stop over arus penumpang, barang dan jasa pada
kawasan Indonesia Tengah dan Kawasan Indonesia Timur, bahkan untuk Kawasan Asia
Pasifik. Sementara untuk jalur laut bagian selatan, sangat strategis untuk pengembangan
produksi perikanan di Kawasan Timur Indonesia.
3.1.2. Topografi Wilayah
Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan sebagian besar mempunyai topografi berbukit-
bukit/pegunungan yang membentang dari utara ke selatan, berpantai dan dataran rendah
bergelombang dengan ketinggian 0 meter (daerah pantai) sampai dengan 1.500 meterdpl.
Luas wilayah Kabupaten Minahasa Selatan sesuai hasil analisis GIS (Geography Information
System) adalah 1.484 km² (148.447 ha), yang terdiridari 17 (tujuh belas) kecamatan, 167desa,
10 kelurahan, 1047 jaga (dusun) dan 106 lingkungan dengan jumlah penduduk 204.983 jiwa
(sampai dengan Juni 2016).1
1 http://minselkab.go.id/v02/kondisi-wilayah, diunduh pada tanggah 11 Oktober 2017, Pukul 23.27
WIB.
36
3.1.3. Iklim dan Cuaca
Jumlah hari hujan tertinggi adalah pada bulan januari (sebanyak 29 hari hujan)
dengan curah hujan terbesar 866 mm. Menurut data hasil pengukuran, diperoleh
angka suhu udara rata-rata minimum bervariasi antara 17 s/d 23 derajat celcius,
sedangkan suhu rata-rata maksimum berkisar antara 29 s/d 35 derajat celcius. Hal
ini menunjukkan bahwa di Kota Amurang (Kab. Minahasa Selatan) suhu udara
cenderung lebih panas dari kawasan perkotaan lainnya. Tekanan udara rata- rata
berkisar antara 1000 s/d 1012 mb. Kelembaban rata- rata per bulan adalah berkisar
antara 50 s/d 90 %. Kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar antara 1.0 s/d 9.0
m/s, dengan angka maksimum terjadi pada bulan Agustus (30.00 m/s).
3.1.4. Agama
Menurut Sensus Penduduk 2015, Mayoritas Penduduk Kabupaten Minahasa
Selatan beragama Kristen Protestan 85.41%, sedangkan Islam 10.58%, Katolik
3.30%, Buddha 0.70%, Konghucu 0.006% Dan Hindu 0.004%.2
3.2. POTENSI WILAYAH MINAHASA SELATAN3
3.2.1. Perekonomian
Perekonomian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah salah satu
indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah/wilayah dalam
suatu periode waktu tertentu. Dilihat dari struktur ekonomi Kabupaten Minahasa
Selatan pada tahun 2011 masih di dominasi oleh sektor pertanian sebesar 33%, diikuti
oleh sektor bangunan sebesar 17%. Sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar
2 "Kabupaten Minahasa Selatan Dalam Angka 2016", diunduh pada tanggah 11 Oktober 2017, Pukul
01.20 WIB. 3 https://regionalinvestment.bkpm.go.id/sipid_new/userfiles/daerah/7105/attachment/ind_7105.pdf,
diunduh pada tanggal 13 Oktober 2017, pukul 07.29 WIB.
37
10%, sektor industri pengolahan sebesar 11%, sektor Pertambangan & penggalian
sebesar 8 % , Perdagangan, hotel,&restoran sebesar 8%, Keuangan, sewa, &
jasaPerusahaan sebesar 2 % dan faktor - faktor jasa 11%. Dan kontribusi paling kecil
oleh sektor listrik, gas dan air yang hanya 1%. Diluar sektor pertanian, sektor
konstruksi memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian kabupaten
Minahasa selatan. Berbagai sarana dan prasarana daerah sedang dikembangkan dan
dibangun dalam rangka menjadikan Kabupaten Minahasa Selatan sebagai Kota
Minapolitan.
3.2.2. Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Berdasarkan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Minahasa Selatan,
ditetapkan tiga kota sebagai pusat pelayanan wilayah kabupaten yaitu Amurang,
Tumpaan dan Tenga dimana memiliki letak yang strategis dan pertumbuhan
penduduk yang cukup besar. Dilihat dari jumlah penduduk masing-masing
kecamatan, kecamatan motoling memiliki tingkat kepadatan yang tinggi yaitu 479
jiwa/Km2 . Sedangkan kepadatan penduduk yang rendah terdapat di kecamatan
Maesaan yaitu sebesar 67 Jiwa/km2 . Dalam rangka menyeimbangkan daya dukung
masing-masing wilayah kecamatan terhadap perkembangan penduduk dan
perekonomian maka Kabupaten Minahasa Selatan dalam RT/RW nya telah menata
pola ruang wilayahnya seperti dibawah ini. Peluang terjadinya pusat-pusat pelayanan
jasa dan perdagangan tingkat Kecamatan dan Regional telah diidentifikasi dan
ditetapkan dalam RT/RW Kabupaten Minahasa Selatan.
Amurang merupakan pusat pemerintahan kabupaten, pelayanan distribusi
barang dan jasa, pengembangan Industri, Pelabuhan pendaratan ikan, pengembangan
pelabuhan bongkar dan pengembangan energi kelistrikan. Daerah Tumpaan
38
merupakan pusat pelayanan pengelolaan perikanan tangkap, pengelolaan budidaya
tambak, Industri pengolahan pertanian dan pelayanan kegiatan pertanian tanaman
pangan. Sedangkan daerah Tenga merupakan pusat pelayanan pengelolaan pertanian
tanaman pangan, pelayanan pengelolaan perkebunan rakyat dan pelayanan Industri
Pengolahan Hasil Pertanian.
Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Minahasa Selatan adalah 93.221 Jiwa,
dengan jenis kelamin laki – laki sebanyak 62.464 jiwa dan jenis kelamin perempuan
sebanyak 30.757 jiwa. serta jumlah total angkatan kerja sebanyak 847.997 jiwa. Bila
dilihat angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan, kelompok yang terbesar adalah
berasal dari jenjang pendidikan SD yaitu dengan total 39.567 jiwa dengan jumlah
laki-laki sebesar 28.795 jiwa dan perempuan 10.772 jiwa.
3.2.3. Upah Minimum Kabupaten
Upah Minimum Provinsi (UMP) wilayah Sulawesi Utara (Sulut) dipastikan
akan mengalami kenaikan pada tahun 2017 menyusul dikeluarkan Peraturan
Gubernur (Pergub) Nomor 46 Tanggal 1 November 2016 tentang penetapan
UMP Sulut yang mulai berlaku 1 januari 2017. Diketahui Upah Minimum
Provinsi (UMP) Sulut Tahun 2017 sebesar Rp2.598 juta. Dan hal ini akan
diberlakukan di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel). 4
3.2.4. Sektor Pertanian
Di Kabupaten Minahasa Selatan, usaha perekonomian di sektor primer
masih dominan, sementara sektor sekunder seperti Industri Wisata atau Agro
wisata, industri pengolahan juga terdapat di wilayah ini belum memberikan
banyak kontribusi pada perekonomian masyarakat.
4 http://beritakawanua.com/berita/minsel/2017-ump-sulut-rp2.598-juta#sthash.xJ6KGehc.dpbs,
diunduh pada tanggal 13 Oktober 2017, pukul 08.10 WIB.
39
Komoditi Kelapa memiliki luas areal : 45.507,50 Ha (Terluas di
Sulawesi Utara) yang melibatkan sekitar 65 % penduduk Minahasa Selatan.
Terdapat 3 (tiga) wilayah Kecamatan yang memiliki perkebunan kelapa
terluas yaitu Tenga 7.599,50 Ha, Amurang Barat : 6.931,70 Ha dan
Sinonsayang : 6.210,10 Ha. Setiap tahunnya Produksi yang dihasilkan adalah
49,349 Ton Kopra dan Produksi Lainnya yang dihasilkan adalah Virgin
Coconut Oil (VCO), Tepung Kelapa, Arang Tempurung, Minyak Klentik.
Sedangkan untuk komoditi Cengkih Kabupaten Minahasa Selatan memiliki
luas area 20.378,50 Ha (Kedua terluas di Sulawesi Utara), melibatkan sekitar
65 % penduduk Minahasa Selatan. 3 (tiga) Kecamatan yang memiliki
perkebunan cengkih terluas di Kabupaten Minahasa Selatan yaitu Tumpaan :
4.779,00 Ha, Tareran : 4.397,70 Ha dan Tatapaan : 2.021,80 Ha. Total
produksi cengkih kabupaten Minahasa Selatan pada tahun 2010 adalah 10.267
Ton Bunga Kering/Tahun dan Produksi Lainnya adalah Minyak Atsiri.5
3.3. PEMAKNAAN MASYARAKAT MINAHASA SELATAN TENTANG TRADISI
RUMAGES UM BANUA
3.3.1. Asal tradisi Rumages Um Banua
Dalam pemahaman orang Minahasa tradisi Rumages Um Banua
merupakan tradisi atau ritual yang dilakukan sebagai bentuk pengucapan
syukur atau lebih dikenal tradisi „makan-makan besar‟. Rumages um banua
dilakukan sejak dahulu oleh „tou‟ Minahasa dan dikenal sebagai tradisi turun
temurun yang memiliki makna mendalam bagi „tou‟ Minahasa.6 Rumages Um
5https://regionalinvestment.bkpm.go.id/sipid_new/userfiles/daerah/7105/attachment/ind_7105.pdf,
diunduh pada tanggal 13 Oktober 2017, pukul 09. 00 WIB. 6 Hasil Wawancara dengan Bapak Jantje Suoth, Masyarakat Desa Tenga, pada tanggal 14 September
2017.
40
Banua adalah tradisi tua „tou‟ Minahasa sejak kekristenan belum memasuki
tanah Minahasa. Pada masa itu, masyarakat Minahasa masih menyembah
pohon-pohon karena percaya bahwa Roh leluhur berdiam di dalamnya atau
dikenal dengan paham totemisme. Persembahan atau sesajen dipersembahkan
kepada para leluhur mereka yang dianggap menjaga mereka dari malapetaka.
Tradisi ini awalnya dilaksanakan oleh masyarakat Minahasa
khususnya masyarakat yang memiliki mata pencaharian dalam sektor
pertanian, dikarenakan saat itu masyarakat umumnya bekerja sebagai petani,7
akan tetapi pada perkembangannya setelah kekristenan datang, tradisi ini
melibatkan Gereja lewat ibadah dan doa dalam kebersyukuran, sehingga
tradisi atau ritual ini juga dikenal dengan nama pengucapan syukur masa
panen yang dirangkaikan dengan makan bersama.8
Rumages sendiri merupakan bahasa tua tou (orang) Minahasa yang
berasal dari kata rages, yang berarti persembahan yang diberikan dengan
keutuhan atau ketulusan hati untuk Empung Wailan Wangko (Tuhan Yang
Maha Besar). Sejak dulu, usai melaksanakan panen, terutama panen padi, para
leluhur biasa melaksanakan foso (ritual) rumages um banua atau ucapan
syukur atas panen. Semua masyarakat merayakannya. Disamping sebagai
wujud syukur terhadap Opo Wananatas, juga merupakan upaya untuk semakin
mendekatkan diri dengan-Nya, di dalamnya juga ada wujud penghormatan
terhadap leluhur. Dalam pelaksanaan foso „rummages um banua’, ada
beberapa bentuk persembahan yang diberikan. Biasa ada yang untuk
7 Hasil Wawancara dengan Ibu Grace Sondakh, Masyarakat Desa Motoling, pada tanggal 20 September
2017. 8 Hasil Wawancara dengan Bapak Pdt. Stenly, Masyarakat Desa Motoling, pada tanggal 20 September
2017.
41
rerumetaan (persembahan khusus bagi ysng dianggap sakral) dan ada yang
untuk weteng (persembahan sebagai simbol penghormatan bagi leluhur).
Biasanya, padi hasil panen perdana, dimasak di dalam bambu dan dikhususkan
untuk Opo Wananatas. Sebagian lagi dimasak dan disediakan untuk
persembahan sebagai wujud hormat bagi leluhur atau weteng. Tradisi
“Rumages” atau pengucapan syukur sebenarnya terkait dengan cara berpikir
tou Minahasa. Aktivitas ini bagi tou Minahasa merupakan siklus hidup. Di
siklus ini ada fase menanam benih, memelihara sampai panen. Disaat panen
mereka mengucap sykur, sekaligus sebagai fase awal untuk menanam yang
baru.9
3.3.2. Pelaksanaan Tradisi Rumages Um Banua di Minahasa Selatan
Berdasarkan hasil penelitian dari jumlah responden 20 orang yang tersebar
dikabupaten Minahasa Selatan, setiap kecamatan terdiri dari 4 responden diantaranya
kecamatan Motoling, Amurang, Tenga, Tareran dan Tumpaan. Ditemukan rata-rata
responden menjawab bahwa tradisi rummages um banua dilaksanakan setiap
tahunnya pada bulan Juni atau Juli di Minahasa Selatan. Meskipun pada awalnya
pelaksanaan tradisi ini berkaitan dengan musim panen terutama padi, cengkih dan
juga kelapa namun sekarang ini telah menyesuaikan dengan peraturan pemerintah dan
dan gereja. Dan setiap hasil panen yang didapatkan sepuluh persennya
dipersembahkan untuk kepentingan gereja. Responden rata-rata menjawab tradisi
rumages um banua harus dilaksanakan setiap tahun karena kegiatan ini merupakan
budaya yang telah mengakar turun temurun dalam budaya Minahasa.
9 http://www.seputarsulut.com/sejarah-pengucapan-syukur-atau-rumages/, diunduh pada tanggal
23 Oktober 2017.
42
“Rumages Um Banua ato tradisi pengucapan syukur for etnis Minahasa ini
so menjadi tradisi secara turun temurun sampe skarang ini. Biasa torang ja beking
tiap pertengahan tahun antara juni atao juli noh. Kong itu musti torang selaku
masyarakat Minahasa musti tetap pertahankan karena itu warisan dari torang pe
nenek moyang. Selain itu, musti bersyukur katu karena selama setahun Empu Wailan
Wangko so kase berkat-berkat pa torang. Nyanda kaya sekali memang mar selalu jo
berkecukupan.”10
(Rumages um banua atau tradisi pengucapan syukur bagi etnis Minahasa
sudah menjadi tradisi secara turun temurun hingga sekarang ini. Biasanya kami
sebagai masyarakat melaksanakan tradisi ini setiap pertengahan tahun antara bulan
jnui atau juli. Kami sebagai masyarakat Minahasa merasa perlu untuk terus
mempertahankan tradisi ini karena ini adalah warisan dari para leluhur. Selain dari
pada itu, kami merasa perlu untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat-berkat yang telah diberikan kepada kami. Memang kami tidak kaya akan tetapi
kami selalu merasa berkecukupan).
Berdasarkan dari hasil wawancara penulis kepada responden, diketahui bahwa
tradisi pengucapan syukur ini juga merupakan acara gerejawi dalam bentuk ucapan
syukur kepada Tuhan dimana selama setahun Tuhan telah memberikan kelimpahan
mulai dari kesehatan jasmani maupun kesehatan rohani serta kelimpahan dalam
bentuk materi dimana pada bulan ucapan syukur mereka telah memetik hasil panen
yang terdiri dari panen padi, cengkih dan kelapa. Serta hasil lain yang didapatkan dari
masyarakat baik PNS maupun swasta dimana pendapatan mereka sepuluh persennya
dipersembahkan untuk Tuhan, karena sebelum dilaksanakan pengucapan syukur
disetiap rumah, masyarakat yang beragama Kristen mulai dari anak-anak sampai
orang tua melaksanakan ibadah terlebih dahulu digereja sekaligus mempersembahkan
10
Hasil Wawancara dengan Ibu Femmy Najoan, Masyarakat Amurang, pada tanggal 15 September
2017.
43
berkat Tuhan.11
Setelah dari gereja dimana persembahan korban hasil panen telah di
doakan acara berlangsung di rumah masyarakat masing-masing. Tiap rumah
melaksanakan open house dan siap menjamu setiap tamu yang datang. Dalam open
house ini setiap tamu disajikan makanan yang beraneka ragam mulai dari makanan
khas Minahasa yaitu sayur pangi, nasi jaha, dodol, babi tinorangsak dan masih banyak
jenis makanan lain yang bisa dijumpai.12
Dari hasil penelitian penulis juga ditemukan bahwa dalam pelaksanaan tradisi
rummages um banua, rata-rata masyarakat melaksananya kecuali, masyarakat yang
memiliki halangan misalnya sedang berada dalam kondisi sakit atau bertepatan
dengan kedukaan. Dalam pelaksanaan tradisi ini juga diketahui lewat hasil penelitian
penulis bahwa rata-rata jumlah dana yang dikeluarkan setiap rumah adalah minimal
Rp. 2.000.000,- sampai dengan maksimal Rp. 15.000.000,- .
“Kalo torang di Amurang sini tiap rumah biasanya minimal 2 juta mar ada
noh keluarga yang ada usaha cengkeh biasa se abis doi for acara ini sampe 20 juta.
So itu katu nih acara biasa di anggap pesta pora karena memang banyak tu mo se
kaluar akang doi” 13
(Kalau di Amurang tiap keluarga biasanya mengeluarkan dana sebesar Rp.
2.000.000,- akan tetapi ada keluarga yang memiliki usaha cengkih biasanya
menghabiskan dana untuk acara ini sampai Rp. 15.000.000,-. Oleh karena itu, acara
ini sering dianggap pesta pora dikarenakan banyak sekali pengeluarannya).
Akan tetapi hal yang menarik diungkapkan oleh rata-rata responden yang
diwawancarai oleh penulis bahwa bagi mereka tradisi ini bukanlah tradisi konsumtif
11
Hasil Wawancara dengan Bapak Rudy Pantow, Masyarakat Tumpaan, pada tanggal 28 September
2017. 12
Hasil Wawancara dengan Ibu Annabeth Sinaulan, Masyarakat Motoling, pada tanggal 20 September
2017. 13
Hasil Wawancara dengan Bapak Wempi Manengkey, Selaku Ketua Camat, Masyarakat Amurang,
pada tanggal 15 September 2017.
44
atau peroyalan meskipun bagi orang yang bukan berasal dari Minahasa menilai tradisi
ini merupakan tradisi yang menghambur-hamburkan uang. Responden menepis hal itu
dengan mengatakan bahwa untuk melaksanakan tradisi rumages um banua ini,
mereka telah menabung terlebih dahulu. Jadi, tradisi ini sudah masuk dalam daftar
perencanaan setiap tahunnya, karena bagi mereka yang merupakan masyarakat
Minahasa tradisi ini wajib untuk dilaksanakan tanpa paksaan.14
Dalam pelaksanaan tradisi ini juga ada hal menarik yang ditemukan oleh
penulis, bahwa ternyata tradisi rumages um banua memberikan dampak ekonomi
yang cukup signifikan bagi para pedagang yang ada di Minahasa Selatan.
Dikarenakan tradisi ini merupakan saat bagi masyarakat untuk berbelanja kebetuhan
untuk acara yaitu berupa beras, rempah-rempah, daging, dll.
“Kita selain yang merayakan ni acara pengucapan kita le yang ja ba jual di
pasar, biasa kita ja jual babi. Biasa oras pengucapan, jam 3 subuh so dipasar karena
katu so banyak orang tu ba belanja, biasanya pas pengucapan permintaan daging
nae sampe 4 kali lipat. Tentunya tradisi ini bawa berkat tersendiri for torang para
pedagang noh. Bukang hanya pedagang daging, mar amper smua pedangang-
pedagang yang bawarong bukang Cuma panen padi mar panen doi le lewat ni
tradisi. Karena biasanya orang-orang yang datang (tamu) karena macet ja ba
singgah ba beli di warong-warong. Jadi katu torang selaku masyarakat saling
membantu pas tradisi ini.”15
(Saya, selain yang merayakan acara pengucapan ini, saya juga adalah seorang
pedagang di pasar yang menjual daging babi. Biasanya pada pengucapan ini, pukul 3
subuh saya harus ke pasar karena sudah banyak sekali masyarakat yang berbelanja.
Biasanya pada saat pengucapan seperti ini permintaan daging babi meningkat menjadi
4 kali lipat. Oleh karena itu, tentunya tradisi ini membawa berkat tersendiri bagi
kemai selaku pedagang. Bukan hanya saya sebagai pedagang daging, melainkan
semua pedagang-pedagang yang lain pun mendapatkan berkat lewat tradisi ini, karena
biasanya tamu-tamu yang terjebak macet sering singgah untuk berbelanja di warung-
14
Hasil Wawancara dengan 18 orang responden, dari masyarakat (Tenga, motoling, Amurang,
Tumpaan dan Tareran) 15
Hasil Wawancara dengan Ibu Imelda Manayang, Masyarakat Motoling, pada tanggal 20 September
2017.
45
warung. Sehingga, sebagai masyarakat kami merasa ada unsur tolong menolong
dalam tradisi ini).
3.3.3. Makna dan Tujuan tradisi Rumages Um Banua bagi Masyarakat Minahasa
Selatan
Ritual atau tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Minahasa ini secara umum
masih terus dipegang dirawat dan dilestarikan sebagai identitas dari tou Minahasa sampai
dengan sekarang ini karena dianggap memiliki makna dan tujuan yang positif bagi
keberlangsungan masyarakat.
Adapun tujuan dari dilaksanakannya tardisi rumages um banua ini menurut hasil
penelitian penulis kepada responden adalah sebagai bentuk solidaritas bersama, bentuk
persekutuan yang menggambarkan kesetaraan, dan keakraban dalam satu kesatuan sebagai
sesama manusia.16
Pendapat lain yang di utarakan berkaitan dengan tujuan tradisi ini
dilaksanakan adalah karena merupakan sebuah tradisi yang telah mengakar sejak dahulu dan
diwariskan secara turun temurun sampai dengan saat ini. Dan tradisi ini juga dipercaya bagi
masyarakat Minahasa sebagai penolak bala baik penyakit maupun hama yang merusak
tanaman.17
Selain daripada itu tujuan dari tradisi ini adalah ajang “bakudapa” antara saudara,
kerabat, dan handai tolan. Bahkan dalam tradisi ini juga menjadi momentum untuk saling
merekatkan diri dari yang belum kenal untuk saling mengenal dan yang sudah kenal lebih
mengenal lagi.18
Masyarakat yang hadir pada tardisi rumages um banua ini bukan hanya
masyarakat setempat melainkan adalah masyarakat dari luar daerah baik yang dikenal
16
Hasil Wawancara dengan Bapak Roy Kimbal, Masyarakat Amurang, pada tanggal 15 September
2017. 17
Hasil Wawancara dengan Bapak Matias Palit, Masyarakat Tumpaan, pada tanggal 28 September
2017. 18
Hasil Wawancara dengan Bapak Robby Mambu, Masyarakat Tenga, pada tanggal 14 September
2017.
46
maupun yang tidak dikenal., karena tradisi rumages um banua ini merupakan tradisi yang
bebas didatangi oleh siapa saja, tanpa memandang suku dan agama.
“yang menarik dari acara ini kwa selain makang-makang depe persaudaraan,
bayangkan jo samua orang boleh datang dari yang kanal sampe yang nda kanal bebas mo
datang makan di rumah-rumah yang merayakan. So ini kalo torang orang Kristen bilang
kasih yang tidak memandang rupa.19
(Hal yang menarik dari acara ini adalah selain makan-makan yaitu terciptanya
persaudaraan. Bayangkan semua orang bisa datang dalam acara ini, baik yang dikenal
maupun yang tidak dikenal bebas untuk datang makan di rumah-rumah yang merayakan.
Inilah yang bagi orang Kristen di anggap Kasih yang tidak memandang rupa).
3.4. Rumages Um Banua dalam Perspektif Kemajemukan
Mendalami makna Rumages Um Banua sebagai budaya yang dipeliahara sebagai
perekat sosial maka berikut ini akan dipaparkan Rumages Um Banua dalam perspektif
kemajemukan.
Dari hasil penelitian terhadap 20 responden yang ada, ditemukan bahwa rata-rata
responden setuju bahwa tradisi rumages um banua atau pengucapan syukur ini sebagai wadah
dalam mempererat toleransi umat beragama khususnya di Minahasa Selatan sendiri. Lewat
tradisi ini, masyarakat bisa saling mengenal dan menjalin relasi dengan berbagai macam
orang dari suku dan latar belakang yang beragam sehingga lewat tradisi ini pengamalan
Pancasila bisa terealisasi secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.20
Hal yang serupa juga diutarakan oleh Bapak Pietter Kambey mengenai makna dari
tardisi ini, menurutnya makna dari pengucapan syukur ini selain utuk mengucap syukur
19
Hasil Wawancara dengan Bapak Prana Ruturambi, Masyarakat Tumpaan, pada tanggal 28 September
2017. 20
Hasil Wawancara dengan 20 responden (Masyarakat Tenga, Amurang, Motoling, Tumpaan dan
Tareran)
47
karena hasil panen, memiliki makna penting yakni mepererat persatuan dan toleransi antar
umat beragama, mempertahankan kebudayaan, dan mempersatukan masyarakat. Hal ini
dikarenakan masyarakat yang hadir atau ikut berpartisipasi dalam tradisi ini bukan hanya
berasal dari kalangan Minahasa, akan tetapi dari suku-suku yang tersebar di Sulawesi Utara
diantaranya suku sangihe talaud, suku bolaang mongondow dan suku gorontalo, meskipun
hal yang diketahui bahwa suku bolaang mongondow dan suku gorontalo bermayoritaskan
agama muslim tetapi tetap dengan penuh antusias berpartisipasi dalam tradisi ini.21
Pada penelitian yang dilakukan diketahui bahwa para responden merasakan perasan
senang ketika mereka kedatangan tamu yang tidak mereka kenal bahkan tamu yang berbeda
keyakinan dengan mereka, karena pada umumnya tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat
yang beragama Kristen. Hal ini diutarakan oleh semua responden bahwa ada sukacita
tersendiri yang mereka rasakan ketika mereka dapat berbagi dengan orang lain sekalipun
berbeda keyakinan.
Hal menarik yang ditemui dari hasil penelitian ini juga adalah bahwa pada saat
jamuan makan bersama, menu yang tersedia di meja makan bukan hanya menu nasional akan
tetapi ada menu makanan yang menyediakan aneka jenis babi. Meskipun demikian kaum
keluarga tetap memisahkan meja untuk makanan nasional dan yang tidak. Bagi mereka perlu
rasa untuk saling menghargai dan menajga sikap toleransi karena tamu yang datang bukan
hanya dari kalangan sesama agama saja tetapi juga ada yang berbeda keyakinan.
“Biasanya banyak orang yang ja datang ba tamu, bukang hanya orang Kristen mar
islam dgn katolik ja datang ba tamu le. So itu for antisipasi tetap katu torang momasa
makanan yang nyanda babi samua, musti ada ayam dengan ikang le supaya tu tamu yang
datang yang bukang agama Kristen boleh mo rasa tu sedap ja ba acara.”22
21
Hasil Wawancara dengan bapak Pietter Kansil, Masyarakat Tenga, pada tanggal 14 September 2017. 22
Hasil Wawancara dengan Ibu Riska Longkutoy, masyarakat Tareran, pada tanggal 02 Oktober 2017.
48
(Biasanya banyak orang yang datang bertamu, bukan hanya orang yang beragama
Kristen tetapi agama Islam dan Katolik pun datang bertamu. Oleh karena itu, untuk antisipasi
kami tetap memasak makanan yang tidak mengandung daging babi, harus ada ayam dan ikan.
Agar supaya tamu yang bukan beragam Kristen bisa merasakan nyamannya ikut dalam
acara).
Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis, menurut rata-rata responden tamu yang
hadir atau datang dalam tradisi ini biasanya adalah masyrakat dari luar daerah Minahasa
Selatan diantaranya yang bertempat tinggal, di kota Manado, Bitung, Tomohon, dan
Minahasa Utara. Rata-rata responden menjawab tamu yang datang bukan hanya mayoritas
orang Minahasa akan tetapi masyarakat yang berlatar belakang suku sangir, batak, bugis,
jawa dan gorontalo juga yang menyempatkan diri berpartisipasi hadir dalam tradisi yang
diadakan ini.23
“Saat yang paling senang itu pas makang-makang, disitu saat torang mo bacirita
kong baku kanal satu sama laeng, abis itu ada yang so baku tukar nomor kong tiap di acara
pengucapan taon depan pasti dorang so datang ulang noh, kadang katu kalo dapa yang beda
agama pas idul fitri torang yang ja baku ganti pasiar pa dorang di manado sana. Jadi lebe
enak bagitu torang dapa banyak kenalan kong baku-baku sayang samua”.24
(Hal yang paling menyenangkan adalah pada saat makn-makan, pada saat itu kami
saling bercerita dan saling berkenalan satu dengan yang lainnya, bahkan ada yang saling
bertukar nomor handphone sehingga tiap diadakan acara pengucapan pasti mereka selalu
datang lagi. Terkadang pada saat idul fitri kami yang gentian datang bertamu ke rumah
mereka yang ada di Manado. Jadi, sangat menyenangkan, kami memiliki banyak kenalan dan
saling mengasihi).
Oleh karena itu berdasarkan pemaparan para responden diatas, secara langsung
menyatakan bahwa dalam tradisi Rumages Um Banua termuat makna yang mendalam bukan
23
Hasil Wawancara dengan 16 responden 24
Hasil Wawancara dengan Ibu Peggy Lasut, Masyarakat Tenga, pada tanggal 14 September 2017.
49
hanya sekedar tradisi kebudayaan masyarakat setempat saja yang telah mengakar akan tetapi
ada perspektif kemajemukan yang terkandung di dalamnya. Pelaksanaan tradisi Rumages um
Banua ini melibatkan semua orang dari segala kelangan agama, suku dan strata sosial ikut
bergabung dalam tradisi ini sehingga tradisi ini mampu menjadi wadah pemersatu dari
banyaknya pelbagaian dan keberagaman yang dimiliki.
3.5. Kesimpulan
Secara keseluruhan, isi bab ini dipaparkan dengan fokus serangkaian hasil temuan
dan penelitian yang dilakukan saat penulis berada dilapangan, sebagai data
empiris yang diperlukan bagi penulisan tesis ini. Adapun beberapa hal penting,
yakni sebagai berikut :
1. Masyarakat Minahasa Selatan adalah masyarakat yang berada
di daerah yang strategis karena terletak di daerah perlintasan (transit)
sekaligus stop over arus penumpang, barang dan jasa pada kawasan Indonesia
Tengah dan Kawasan Indonesia Timur, bahkan untuk Kawasan Asia Pasifik.
2. Rata-rata masyarakat yang ada di Minahasa Selatan bekerja di
sektor pertanian dan perikanan akan tetapi yang lebih dominan adalah di
sektor pertanian.
3. Rumages sendiri merupakan bahasa tua tou (orang) Minahasa
yang berasal dari kata rages, yang berarti persembahan yang diberikan
dengan keutuhan atau ketulusan hati untuk Empung Wailan Wangko (Tuhan
Yang Maha Besar).
4. Rumages Um Banua adalah kebudayaan masyarakat Minahasa
dan menjadi identitas „tou‟ Minahasa yang dipahami secara turun temurun
sebagai ritual korban persembahan kepada leluhur. Akan tetapi, pada
perkembangannya setelah kekristenan masuk ke tanah Minahasa tradisi ini
50
mengalami perkembangan menjadi acara gerejawi. Sehingga dilaksanakan
pengucapan syukur di gereja.
5. Tradisi Rumages Um Banua memiliki beberapa tujuan, yaitu
sebagai proses pewarisan budaya dari generasi ke generasi, sebagai ajang
„bakudapa‟ dari keluarga yang jauh bisa berkumpul bersama-sama, sebagai
wadah mempersatukan berbagai macam orang dari latar belakang yang
berbeda-beda baik suku agama dan status sosial.
6. Filosofis Rumages Um Banua adalah pengucapan syukur panen
yang dilaksanakan untuk mensyukuri penyertaan Tuhan dalam kehidupan
sepanjang tahun. Oleh karena itu, ucapan syukur ini dilaksanakan lewat
persembahan korban sesajian di gereja dan dilanjutkan dengan tradisi makan-
makan yang dilaksanakan di setiap rumah masyarakat karena orang Minahasa
percaya bahwa „Yang Ilahi‟ juga berdiam dalam diri manusia sehingga tradisi
makan-makan ini dilaksanakan sebagai wujud penghargaan terhadap sesama
manusia.
7. Pelaksanaan Rumages Um Banua disesuaikan dengan masa
panen biasanya pertengahan tahun antara bulan juni dan juli, karena tradisi ini
telah masuk sebagai acara gerejawi pelaksanaannya pun ditetapkan pada hari
Minggu. Setelah pelaksanaan ibadah bersama di gereja, masyarakat kembali
ke rumah masing-masing untuk menyiapkan jamuan kasih atau makan-makan
bagi para tamu yang akan datang baik dari dalam daerah maupun luar daerah.