BAB III BIOGRAFI DAN PONDOK MODERN GONTOR...

download BAB III BIOGRAFI DAN PONDOK MODERN GONTOR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/21/jtptiain-gdl-s1... · Al-Tamrinat I, II dan II, merupakan buku latihan dan pendalaman qawa’id

If you can't read please download the document

Transcript of BAB III BIOGRAFI DAN PONDOK MODERN GONTOR...

  • 46

    BAB III

    BIOGRAFI DAN PONDOK MODERN GONTOR

    MENURUT KH. IMAM ZARKASYI

    A. Biografi KH. Imam Zarkasyi

    1. Masa Kelahiran KH. Imam Zarkasyi

    Imam Zarkasih dilahirkan sebagai putra bungsu dari tujuh

    bersaudara. Seperti saudara-saudaranya, Imam Zarkasyi dilahirkan

    dikompleks pondok Gontor lama pada tanggal 21 Maret 1910 dari seorang

    ibu bernama Nyai Sudarmi. Ayahnya Kyai Santoso Anom besari adalah

    Kyai terkahir pondok Gontor lama. Sikap waranya sangat menonjol.

    Wataknya yang pandai, zuhud dalam beribadah, berbudi pekerti luhur

    lebih mencerminkan seorang keturunan kyai dari pada keturunan kelurga

    periyai atau bangsawan.1

    Ibu Nyai Sudarmi adalah sosok wanita shalehah, berwatak keras

    dan cekatan dalam mengangani bemacam-macam pekerjaan. Sifatnya

    keras ini nampak dalam caranya mendidika putra-putranya. Kecekatannya

    tampak ketika ia mampu menggarap sawah dan ladang suaminya yang

    luas. Masa kanak-kanak Imam Zarkasyi bukanlah masa yang

    menyenangkan, ia lahir dan dibesarkan dalam masa penjajahan, zaman

    paceklik. Meski termasuk keluarga berada, ia dan keluarganya terpaksa

    makan sawut (parut singkong yang dimasak) untuk menyambung hidup

    dan bersekolah. Dalam usia belum genap 10 tahun, Imam Zarkasyi telah

    menjadi anak yatim. Ayahnya meninggal dunia saat kondisi pondoknya

    sangat mundur dan belum memiliki generasi penerus. Ia bersama dengan

    keenam saudaranya sangat terpukul, sebab ayahnya adalah satu-satunya

    orang yang menjadi figur dalam keluarga dan masyarakat saat itu.

    Keprihatinan yang sangat mendalam juga dirasakan oleh ibunya. Ibu Nyai

    1Tim Penyusun Biografi, KH. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pondok Modern,

    (Ponorogo: Gontor Perss, 1996), hlm,. 4.

  • 47

    Sudarmi Santoso selain kehilangan pendamping yang sangat berperan

    dalam hidupnya, ia juga harus menggantikan peran suaminya sebagai figur

    dalam keluarga. Dengan demikian ia harus menghidupi tujuh putra-

    putrinya.

    Ditengah keprihatinannya, ibu nyai Sudarmi Santoso bermimpi

    seakan melihat bahwa di dalam masjid pondok ada seekor ayam betina

    dengan tiga ekor anaknya. Dan tiba-tiba seorang yang tak dikenal

    berpesan agar ketiga ekor anak ayam itu dijaga dan dipelihara. Dalam

    keadaan jiwa yang bersih, mimpi adalah salah satu petunjuk yang benar.

    Pikiran dan firasatnya segera tertuju kepada ketiga anaknya (Ahmad

    Sahal, Zaenudin Fanani, dan Imam Zarkasyi). Mereka itukah yang harus

    dipelihara, dididik, dibesarkan dan di arahkan pendidikannya agar menjadi

    anak yang alim, saleh, dan terhormat seperti ayahnya dan nenek moyang

    mereka.2

    Suatu saat ibu Nyai Santoso dan ketiga purtanya dipanggil oleh R.

    Anompuro yang merupakan ipar, dan paman dari anak-anaknya. Setelah

    sampai di rumah R. Anom puro yang terleta di kota Ponorogo, satu

    persatu dari ketiga putranya secara berurutan dipanggil memasuki sebuah

    bilik. Di dalam bilik tersebut ketiganya disuruh membaca doa dan surat-

    surat pendek. Setelah selesai, tiba-tiba R. Anompuro mengatakan kepada

    ibu Santoso. Yo wis yu tamponono ! (Sudahlah mbakyu, terimalah !).

    Menopo ingkang kulo tampi? (apa yang saya terima ?), tanya Ibu

    Santoso. Anaku ora ono sing kuat (anak saya tidak ada yang kuat)

    jawab pak Anompuro. Menopo ingkang kulo tampi? Ibu Santoso

    mangulang Wis to iyanono wae (sudah terima saja), kata R. Anompuro,

    Inggih!, Jawab Ibu Santoso.

    Sesudah itu Ibu Santoso beserta ketiga putranya berpamitan pulang

    ke Gontor, meskipun belum juga mengerti apa maksud R. Anompuro tadi.

    Belakangan, Imam Zarkasyi baru mengerti bahwa kejadian itu merupakan

    2Ibid., hlm 6.

  • 48

    simbol pemberian restu dari generasi tua. Setelah kejadian itu Ibu Santoso

    lebih keras lagi dalam mendidik Imam Zarkasih dan kedua kakaknya.

    Tak lama kemudian setelah pristiwa tersebut Ibu Santoso

    meninggal dunia dengan penuh ketenangan. Pesannya yang selalu teringat

    adalah supaya ketiga putranya tersebut belajar dengan sungguh-sungguh,

    agar menjadi orang yang alim dan saleh. Kematian ibunya merupakan

    penderitaan yang berat bagi Imam Zarkasi dan kedua kakaknya, yang saat

    itu masih belum menginjak usia dewasa. Selain itu ketiganya masih belum

    cukup umur untuk berdiri sendiri. Meski demikian, tidak sedikit hasil

    pendidikan yang telah ditanamkan sang ibu kepada mereka sebagai dasar

    bekal hidup. Karenanya Imam Zarkasyi bertekad untuk terus belajar

    mengejar ilmu seperti yang ditanamkan oleh ibunya dengan menolong diri

    sendiri dan percaya kepada diri sendiri.

    Sesuai pesan Ibunya, Imam Zarkasyi mulai mondok dan

    bersekolah pada usia kurang lebih 10 tahun. Sekolah yang dimasukinya

    pada tingkat dasar adalah sekolah desa. Untuk mondok ia masih di pondok

    Joresan seperti kedua kakaknya.di pondok Joresan Imam Zarkasyi

    mempelajari kitab Talim Mutaalim, as-Sulam, Safinatun Najah, dan

    Taqrib, dibawah asuhan dan bimbingan Kyai Anwar dan Kyai Syarif.

    Setelah menyelesaikan sekolah desa selama tiga tahun, Imam

    Zarkasyi melanjutkan sekolahnya ke sekolah Ongko Loro di Jetis. Sama

    seperti ketika sekolah di desa, di sore harinya ia mondok di pondok

    Joresan di bawah bimbingan Kyai Mansyur. Di Joresan Imam Zarkasyi

    mengaji Tauhid, Khatmu al-Quran, Berjanji, dan Khitobah.3

    Setelah menyelesaikan belajarnya di sekolah Ongko Loro dan

    pondok Joresan Imam Zarkasyi berencana melanjutkan pelajarannya ke

    Solo. Ketika itu kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan dan belajar

    telah mendorong kepeduliannya untuk memperhatikan dan mengamati

    kondisi lembaga pendidikan yang ia masuki. Kesadaran itulahyang

    3Ibid., hlm. 19.

  • 49

    mendorong dirinya untuk melihat kota Solo sebagai tempat belajar

    selanjutnya.

    Di kota solo Imam Zarkasyi mendaftarkan dirinya di tiga lembaga

    pendidikan Islam, yaitu : Pondok Jamsaren tempat ia mengaji kitab di

    malam hari, di madrasah Arabiyah Islamiyah untuk sekolah pagi, dan di

    madrasah Manbaul Ulum tempat belajarnya di sore hari. Di pondok

    Jamsaren, kitab-kitab yang di pelajari antara lain : Shahih Bukhari, Shahih

    Muslim, Fathul Wahab, al-Hikam, Ihya Ulumuddin, Tafsir Jalalain,

    Safinatun Najah dan Qiraat Syatibi. Sedangkan di madrasah Arabiyah

    Islamiyah di bawah asuhan Ustadz Mahmud Omar al-Hasyimi. Di

    Manbaul Ulim materinya sama dengan di pondok tetapi menggunakan

    metode yang lebih modern yaitu metode langsung (direct method). Belum

    sampai tamat di MAI dan Manbaul Ulum, Imam Zarkasyi tertarik untuk

    mengikuti program takhasus Ustadz Muhammad Omar al-Hasyimi.

    Tampaknya program takhasus di asrama Ustadz Muhammad Omar al-

    Hasyimi jauh lebih penting dari pada meneruskan pelajaran di MAI dan

    Manbaul Ulum. Yang jelas ia sangat menghomati dan mengagumi

    gurunya, karena omar al-Hasyimi merupakan figur yang perlu diteladani

    terutama dalam cara mendidik dan mengajar murid-muridnya.

    Bersama dengan Muhammad Omar al-Hasyimi Imam Zarkasyi

    benar-benar menemukan sosok seorang pendidik, pemikir, politikius,

    berwawasan luas yang baik dan terbukti setelah ia benar-benar mahir

    dalam berbahasa Arab dan dapat berbantah-bantahan dengan orang

    Hadramaut. Di Solo Imam Zarkasyi menuntut ilmu selama lima tahun

    termasuk di takhassus Omar al-Hasyimi. Sebenarnya setelah selesai

    belajar di Solo, Imam Zarkasyi mendapatkan tawaran untuk belajar ke

    Mesir, tetapi nasibnya belum baik, ia tergeser oleh calon lain dari

    keturunan Arab karena tidak jadi belajar ke Mesir, ia tetap mencari jalan

    lain untuk mencari guru yang pernah belajar ke Mesir. Untuk itu al-

  • 50

    Hasyimi menyarankan kepadanya untuk melanjutkan studi ke padang

    Panjang, Sumatra Barat. Di daerah ini telah banyak ulama lulusan Mesir.4

    Di Pandang Panjang sekolah yang pertama dimasuki oleh Imam

    Zarkasyi adalah Sumatra Thawalib Scholl. Masa belajar di sekolah ini

    tujuh tahun, terdiri atas 4 tahun tingkat Ibtidaiyah dan 3 tahun tingkat

    Tsanawiyah. Imam Zarkasyi mulai belajar di Thawalib Scholl langsung

    duduk di kelas VI atau kelas dua Tsanawiyah, dan berhasil menamatkan

    dalam waktu 2 tahun. Di thawalib scholl selain pelajaran agama juga

    diajarkan pengetahuan umum, bahasa belanda, dan bahasa Inggris. Setelah

    lulus dari tahawalib scholl, Imam Zarkasyi melanjutkan pendidikannya di

    Normal Islam Scholl. Normal Islam pada masa itu dianggap sebagai

    sekolah yang modern. Baik kurikulum maupun dimaupun didaktik

    metodiknya, disampung bangunan fisiknya. Isi kurikulumnya meliputi

    ilmu pengetahuanumum, bahasa Arab dan bahasa Asing.

    Dari ustadz Mahmud Yunus sebagai pimpinannya, Imam Zarkasyi

    mempelajari beberapa khusus bahasa Arab. Di sini ia menemukan cara-

    cara mengajarkan bahasa Arab dan bahasa Inggris yang betul. Disamping

    itu dipelajarinya ilmu pendidikan dan ilmu jiwa.

    Imam Zarkasyi termasuk kesayangan Ustadz Mahmud Yunus.

    Mahmud Yunus tahu benar potensi yang ada pada diri Muridnya, Imam

    Zarkasyi. Ketekunannya membaca buku, kesungguhannya mengingat

    pelajaran, keaktifannya dalam berorganisasi dan dalam kegiatan ekstra

    kurikuler, sejak dini telah menarik perhatian Direktur Normal Islam. Maka

    setelah menyelesaikan pelajarannya di Normal Islam tahun 1935, Imam

    Zarkasyi langsung ditugasi oleh Ustadz Mahmud Yunus untuk menjadi

    direktur Kweekschool Muhammadiyah selama satu tahun, lalu diserahkan

    kepada rekannya H. Oemar Bakri untuk meneruskannya, kemudian ia

    pulang ke Gontor Ponorogo Jawa Timur.

    Setelah menyelesaikan pendidikannya di Padang Panjang,

    lengkaplah sudah pengalamannya. Ia mengetahui kelemahan dan

    4Ibid., hlm. 21-29.

  • 51

    kelebihan dua sistem pendidikan Islam, yaitu pondok dan madrasah.

    Pondok memiliki kelemahan dalam bidang metodologi pengajaran,

    sedangkan madrasah memiliki kelebihan dalam bidang ini. Pondok

    memiliki keunggulan dalam sistem pendidikan dengan sistem kehidupan

    pondoknya di bawah pengasuhan kyai, sedangkan madrasah tidak

    memiliki keunggulan ini.5

    Setelah pulang ke Gontor KH. Imam Zarkasyi benar-benar

    mencurahkan segala kemampuannya untuk membangun pondok

    peninggalan leluhurnya. Sebagian besar kehidupannya dicurahkan untuk

    kemajuan pondok yang dicita-citakan bersama kedua kakaknya. Terbukti

    hingga saat ini Gontor merupakan pondok modern yang banyak

    menghasilkan lulusan yang berprestasi dan diakui oleh lembaga

    pendidikan dalam maupun luar Negeri. Semua ini tidak lain karena prinsip

    KH. Imam Zarkasyi dan kedua kakaknya yaitu Bahu, Bondo, pikir, nek

    perlu sak Nyawane Pisan (Tenaga, Harta, Pikiran kalau perlu Nyawa

    sekalian).6

    Walaupun segala perhatiannya sebagaian besar dicurahkan kepada

    kemajuan pondok KH. Imam Zarkasyi tidak lupa terhadap pendidikan

    anak-anaknya. Pendidikan KH. Imam Zarkasyi kepada urta-putrinya

    sangat keras dan dengan disiplin ketat serta mengutamakan ketaatan

    penuh dari putra-putrinya. Ketentuan dan kesungguhan putra-putrinya

    dalam belajar dan mengajarkan segala sesuatu juga sangat diperhatikan.

    Sejak kecil belajar dengan tekun sudah dibiasakannya. Setelah selesai

    shalat maghrib sebelum makan malam dan sesudah shalat Isya adalah

    masa belajar bagi putra-putrinya yang masih duduk di sekolah dasar.

    Kepada putra-putrinya juga diajarkan kesederhanaan hidup dan tanggung

    jawab terhadap penataan rumah dan pekerjaan rumah tangga lainnya

    seperti memasak, menyediakan air panas, membuat kue hari raya bagi

    anak putri, mengepel, mengatur tempat tidur dan lain-lain. Di luar rumah

    5Ibid., 29-34. 6Ibid., hlm. 247.

  • 52

    putra-putrinya juga diharuskan mengikuti pekerjaannya, seperti ke sawah

    pada waktu musim tanam dan musim panen, membagikan zakat fitrah

    pada malam hari raya, menanam pohon kelapa ke kebun dan lain

    sebagainya. Beliau selalu berpesan agar tidak merasa hina atau malu

    dalam mengerjakan setiap pekerjaan yang halal.

    Kalau saya dapat mendidik santri ratusan bahkan ribuan, mengapa

    saya tidak mampu mendidik anak saya sendiri, begitulah beliau sering

    berkata. Begitulah tekad, nalar dan gambaran tentang cara KH. Imam

    Zarkasyi dalam mendidik putra-putrinya. Setelah sekian lama mendidik

    santri, KH. Imam Zarkasyi mengakhiri hidupnya pada hari selasa 30 April

    1985. Kyai yang tidak hanya sukses mendidik santri, melainkan juga

    putra-putrinya itu meningal dunia sesuai keinginannya, hidup enak dan

    bermanfaat bagi orang banyak, mati pun enak, tidak menyusahkan orang

    banyak. Beliau meninggal dengan penuh konsekwen sesuai dengan

    selogan yang selalu didengung-dengungkan kepada santri-santrinya bahwa

    dalam perjuangan kita harus mengerahkan harta, tenaga, pikiran dan jika

    kerlu sekaligus nyawa. Beliau meninggal dunia ketika telah gencar-

    gencarnya dalam mendidik santri.7

    2. Karya-Karya KH. Imam Zarkasyi

    Sebelum memahami karya-karya yang dihasilkan KH. Imam

    Zarkasyi, layak kiranya jika terlebih dahulu dipahami pemikiran tentang

    makna karya. Karya dalam pandangan KH. Imam Zarkasyi, secara

    mendasar dihubungkan dengan prinsip amal jariyah yang membawa

    manfaat kepada orang lain. Semakin besar manfaat karya seseorang

    semakin besar nilai amal jariyah dari karya itu. Sehingga, karya yang

    bermanfaat merupakan salah satu bentuk ibadah dan realisasi ketaqwaan

    serta menjadi ukuran kebesaran seseorang.

    7lok-cit

  • 53

    Karangan KH. Imam Zarkasyi dalam bentuk tulisan diantaranya

    adalah:

    1. Darus al-Lugha al-Arabiyyah I dan II, merupakan buku pelajaran

    bahasa Arab dasar dengan sistem Gontor.

    2. Kamus Darus al Lugah al-Arabiyyah I dan II

    3. Al-Tamrinat I, II dan II, merupakan buku latihan dan pendalaman

    qawaid (kaidah-kaidah tata bahasa), uslub (gaya bahasa), kalimat, dan

    mufradat (kosa kata).

    4. Dalil at-Tamrinat I, II dan III.

    5. Amtsilah al-Jumal I dan II, merupakan buku yang berisi contoh-

    contoh irab dari kalimat lengkap yang benar.

    6. Al-Alfazh al-Mutaradifah, buku tentang sinonim beberapa kata dari

    bahasa Arab.

    7. Qawaid al-Imla, buku tentang kaidah-kaidah penulisan arab secara

    benar.

    8. Pelajaran Membaca Huruf Arab I A, I B, dan II, dalam bahasa Jawa.

    9. Pelajaran Tajwid, dalam bahasa Arab, lanjutan pelajaran tentang

    kaidah membaca al-Quran secara benar.

    10. Bimbingan Keimanan, buku pelajaran aqidah untuk tingkat dasar dan

    bacaan anak-anak.

    11. Ushuluddin, buku pelajaran akidah Ahlussunnah wal Jamaah untuk

    tingkat menengah dan tingkat lanjutan.

    12. Pelajaran Fiqih I dan II, buku pelajaran fiqih tingkat menengah dan

    dapat dipergunakan untuk praktek beribadah secara praktis dan

    sederhana bagi pemula.

    13. Senjata pengandjoer, ditulis bersama kakak kandungnya, KH.

    Zaenuddin Fanani.

    14. Pedoman Pendidikan Modern

    15. Kursus Agama Islam ditulis bersama kakanya KH. Zaenuddin Fanani.8

    8Ibid., hlm. 253-254.

  • 54

    B. Pondok Modern Menurut KH. Imam Zarkasyi

    1. Sistem Pendidikan Pondok Modern Gontor

    Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani sisteam yang berarti

    komponen yang berhubungan secara teratur dan merupakan suatu

    keseluruhan.9 Dengan demikian sistem pendidikan pondok modern adalah

    totalitas interaksi dari seperangkat unsur-unsur pendidikan pondok

    modern yang bekerja sama secara terpadu dan saling melengkapi satu

    sama lain menuju tercapainya tujuan pendidikan pondok modern yang di

    cita-citakan.10

    Perkembangan dunia telah melahirkan suatu kemajuan zaman yang

    modern. Perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosio-kultural

    seringkali membentuk pada aneka kemapanan. Dan berakibat pada

    keharusan untuk mengadakan usaha kontekstualitas bangunan-bangunan

    sosio-kultural dengan dinamika modernisasi, tak terkecuali dengan sistem

    pendidikan pondok modern. Karena itu sistem pendidikan pondok modern

    harus selalu melakukan upaya rekontruksi pemahaman tentang ajaran-

    ajarannya agar tetap relevan dan survive.11

    Pondok modern Gontor walaupun namanya pondok pesantren, tetapi

    pendidikannya dan pengajarannya adalah bukan seperti pondok pesantren

    tradisional ataupun tidak seperti model madrasah sekarang. Pondok

    modern Gontor memiliki corak khusus yang merupakan modifikasi dari

    sistem pendidikan pondok pesantren dan sistem pengajaran madrasah.

    Kita dapat melihat dengan jelas bahwa sistem pendidikan agama

    yang paling baik adalah sistem pondok pesantren, sedangkan sistem

    pengajaran di nilai sebagai sistem terbaik untuk pengajaran agama.

    Dengan demikian sistem pendidikan dan pengajaran adalah sistem

    9Abdurrahman Masud, Pesantren dan Walisongo, Sebuah Interaksi dalam Dunia Pendidikan, dalam Drs. Darori Amin, M.A., (ed), Islam dan Kebudayaan Jawa, (Yogyakarta: Gema Media, 2002). Hlm. 244

    10Mastuhu, op.cit., hlm. 6 11Suwendi, Rekontruksi Sistem Pendidikan Pesantren: Beberapa Catatan, Marzuki Wahid,

    (des), Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdayaan dan transformasi Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 216.

  • 55

    madrasah dalam pesantren. Madrasah dalam pesantren inilah menurut

    mereka yang dimaksud dengan modern dalam pondok modern Gontor.12

    Diantara sistem pendidikan pondok modern yang diterapkan KH.

    Imam Zarkasyi adalah sistem klasikal. Dalam sistem klasikal yang

    dilakukan KH. Imam Zarkasyi pada awalnya adalah mendirikan madrasah,

    nama madrasah yang didirikan KH. Imam Zarkasyi sama dengan

    madrasah yang didirikan gurunya Mahmus Yunus, yaitu Kulliyyatul

    Muallimin al-Islamiyah (KMI). KH. Imam Zarkasyi mengembangkan

    madrasahnya ke arah tujuan pondok pesantren yaitu tafaqquh fi ad-din,

    guna mencetak ulama dan tokoh masyarakat dengan menerapkan sistem

    belajar yang efektif dan efisien. Hal ini ditempuh dalam rangka

    menerapkan eksistensi dalam pengajaran, dengan harapan bahwa dengan

    biaya dan waktu yang relatif sedikit dapat menghasilkan produk yang

    besar dan bermutu.13 Disamping secara klasikal juga diperkenalkan sistem

    ekstra kurikuler dan untuk terlaksananya kegiatan tersebut diadakan

    sistem asrama agar tujuan dan asas pendidikan dapat dibina secara

    efektif.14

    2. Kurikulum Pendidikan Pondok Modern Gontor

    Sebagaimana pondok modern pada umumnya, Pondok modern

    Gontor mandiri dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran,

    karena itu kurikulumnya pun disusun secara mandiri. Materi ketrampilan,

    kesenian, dan olahraga tidak dimasukkan dalam kurikulum intra,

    melainkan menjadi aktivitas ekstra-kurikuler, agar para santri dapat lebih

    bebas memilih serta mengembangkan bakat sesuai dengan aktivitas yang

    ada.

    12Win Ushuluddin, Sintesa Pendidikan Islam Asia Afrika, (Yogyakarta: Paramadina,

    2002), hlm. 101. 13Ali Saefuddin, Darus Salam Pondok Modern Gontor, dalam Dawam Raharjo, (ed)

    Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1974), cet I, hlm. 141 14Said Aqiel Siradj, Pesantren Masa Depan: Wacana Pemberdaya dan Transformasi

    Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 210-211.

  • 56

    a. Intra-Kurikuler

    Sebelum membahas item ini secara lebih lanjut, perlu dijelaskan

    lebih dulu mengenai program belajar dan jam belajar di KMI.

    1) Program

    Terdapat dua macam program yang ditempuh siswa di KMI

    PMDG: program reguler untuk lulusan SD/MI, dengan masa belajar 6

    tahun; dan program intensif untuk lulusan SMP/MTs dan di atasnya, masa

    belajar 4 tahun (kelas 1-3-5-6).

    2) Jam Belajar

    Kegiatan intra kurikuler di KMI berlangsung dari jam 07.00WIB-

    12.50 WIB, dengan istirahat 2 kali: pertama jam 08.30-09.00 dan kedua

    jam 11.15-11.30. Waktu belajar itu dibagi menjadi 7 jam pelajaran,

    masing-masing mendapat alokasi waktu 45 menit, kecuali pelajaran jam

    ketujuh yang mendapat alokasi waktu 35 menit.

    3) Tujuan

    Tujuan institusional umum dari kurikulum KMI adalah mencetak

    santri yang mukmin muslim, taat menjalankan dan menegakkan syari'at

    Islam, berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran

    bebas, serta berkhidmat kepada bangsa dan negara.

    4) Isi

    Kurikulum ini dapat dibagi menjadi beberapa bidang studi sebagai

    berikut:

    a) Bahasa Arab (Semua disampaikan dalam Bahasa Arab): al-Imla', al-

    Insya', Tamrin al-Lughah, al-Muthala'ah, al-Nahwu, al-Sharf, al-

    Balaghah, Tarikh al-Adab, dan al-Khat al-`Arabi.

    b) Dirasah Islamiyah (kelas II ke atas, seluruh materi ini menggunakan B.

    Arab): al-Qur'an, al-Tajwid, al-Tauhid, al-Tafsir, al-Hadits,

    Mushthalah al-Hadits, al-Fiqh, Ushul al-Fiqh, al-Fara'idl, al-Din al-

    Islami, Muqaranat al-Adyan, Tarikh al-Islam, al-Mantiq, dan al-

    Tarjamah (Arab-Indonesia)

  • 57

    c) Keguruan: al-Tarbiyah wa al-Ta'lim (dengan B. Arab) dan Psikologi

    Pendidikan (dengan B. Indonesia)

    d) Bahasa Inggris (dengan B. Inggris): Reading and Comprehension,

    Grammar, Composition, dan Dictation,

    e) Ilmu Pasti: Berhitung, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Fisika,

    dan Biologi.

    f) Ilmu Pengetahuan Sosial: Sejarah Nasional dan Internasional,

    Geografi, Sosiologi, dan Psikologi Umum

    g) Keindonesiaan/Kewarganegaraan: Bahasa Indonesia dan Tata Negara

    5) Kegiatan KMI

    Kegiatan yang dimaksudkan di sini tidak melulu bersifat intra-

    kurikuler, tetapi juga meliputi beberapa kegiatan ko-kurikuler yang

    ditangani oleh KMI. Kegiatan tersebut terdiri dari kegiatan harian,

    mingguan, tengah tahunan, dan tahunan.

    a) Kegiatan Harian meliputi: (1) Supervisi proses pengajaran, (2)

    Pengecekan persiapan mengajar, (3) Pengawasan disiplin masuk kelas,

    (4) Pengontrolan kelas dan asrama santri saat pelajaran berlangsung,

    (5) Penyelenggaraan belajar malam bersama wali kelas, berlangsung

    dari jam 20.00-21.45.

    b) Kegiatan Mingguan meliputi: (1) Pertemuan guru KMI setiap Kamis

    (Kemisan) untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar selama

    seminggu. Forum ini juga digunakan oleh Pimpinan Pondok untuk

    memberikan pengarahan dan menyampaikan program-program dan

    masalah-masalah Pondok secara keseluruhan, (2) Pertemuan ketua-

    ketua kelas (Jum'at malam).

    c) Kegiatan Tengah Tahunan yang meliputi ujian semester I dan II.

    d) Kegiatan Tahunan meliputi (1) Fath al-Kutub: yaitu latihan membaca

    kitab-kitab berbahasa Arab (terutama kitab klasik) untuk kelas V dan

    VI. Santri diberi tugas untuk membahas persoalan-persoalan tertentu

    dalam akidah, fiqih, hadis, tafsir, tasawwuf, dll., serta kemudian

  • 58

    membuat dan menyerahkan laporan tertulis mengenai hasil kajiannya

    kepada guru pembimbing untuk dievaluasi. Kegiatan ini berlangsung

    seminggu. (2) Fath al-Mu'jam: latihan dan ujian membuka kamus

    berbahasa Arab untuk meningkatkan ketrampilan dan kemampuan

    berbahasa Arab santri, terutama dalam mencari akar dan makna kosa

    kata. (3) Manasik al-Haj: latihan ibadah haji bagi siswa baru, berlokasi

    di lingkungan kampus, di bawah bimbingan guru ahli. (4) Amaliyat al-

    Tadris, yakni praktek mengajar untuk siswa kelas 6. (5) Al-Rihlah al-

    Iqtishadiyah (economic study tour): orientasi tentang dan kunjungan ke

    dunia usaha dan kewiraswastaan, untuk menanamkan jiwa kemandirian

    dan kewiraswastaan kepada para santri. (6) Penulisan karya ilmiah

    mengenai berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan dalam

    bahasa Arab. (7) Pembekalan wawasan mengenai berbagai persoalan

    untuk santri kelas 6 menjelang tamat belajar di KMI, yang meliputi:

    "Orientasi tentang: dunia pers dan jurnalistik, belajar di perguruan

    tinggi, wawasan pengembangan kemasyarakatan, kepondok-

    modernan, perpustakaan, studi Islam, dan metode dakwah." Ceramah

    dan dialog mengenai gerakan-gerakan Islam kontemporer di

    Indonesia. Penataran untuk mengajar TPA/Q.

    b. Kegiatan Ekstra Kurikuler

    Kegiatan ini sebenarnya tidak sepenuhnya bersifat ekstra,

    karena ada yang sebenarnya bersifat ko-kurikuler. Kegiatan ini

    ditangani oleh Pengasuhan Santri melaui Organisasi Pelajar Pondok

    Modern (OPPM) dan Gerakan Pramuka. Kegiatan ini terbagi menjadi

    kegiatan harian, mingguan, tengah tahunan, dan tahunan (lihat

    lampiran).

    Semua kegiatan dalam berbagai bentuknya seperti yang telah

    dijelaskan di atas merupakan satu kesatuan "kurikulum" yang tak

    terpisahkan yang mengatur seluruh kahidupan santri guna mencapai

    tujuan pendidikan dan pengajaran yang dikehendaki. Dengan kata lain

  • 59

    semua kegiatan yang ada memiliki nilai pendidikan dalam berbagai

    aspeknya, sehingga "segala yang dilihat, didengarkan, dirasakan, dan

    dialami oleh santri adalah untuk pendidikan".15

    3. Pengajaran Bahasa Asing Pondok Modern Gontor

    Selain diberi pelajaran umum KH. Imam Zarkasyi juga memberi

    pelajaran bahasa asing bagi santri pondok modern Gontor. Bahkan

    kemahiran berbahasa asing inilah yang menjadi daya tarik pada orang tua

    untuk menyekolahkan anak-anaknya di pondok modern Gontor.

    Alasan diberikan pengajaran bahasa asing terutama bahasa Arab di

    pondok modern ini menurut KH. Imam Zarkasyi adalah pengalaman

    beliau ketika mondok di pondok tradisional. Pada waktu itu santri yang

    belum bisa bahasa Arab langsung disuruh oleh kyai untuk membaca kitab.

    Pertama kyai membaca dulu santri disuruh menirukan. Begitulah terus

    menerus sampai menamatkan satu kitab. Ketika tidak tahu santri tidak

    boleh bertanya karena dianggap tidak sopan. Walaupun bisa membaca

    suatu kitab, belum tentu santri bisa membaca kitab lain yang belum pernah

    dikaji. Dari pengalaman inilah akhirnya diadakan pelajaran bahasa Arab di

    pondok Modern Gontor baru setelah memahami bahasa Arab santri bebas

    membaca kitab apapun tulisan yang berbahasa arab.16

    Para santri pondok Modern Gontor diwajibkan berbicara dengan

    bahasa asing setelah mukim selama 6 bulan, baik bahasa arab maupun

    bahasa Inggris. Santri dilarang dengan bahasa daerah. Bahasa Indonesia

    digunakan hanya untuk melayani tamu yang berkunjung. Menurut

    Steenbrink alasan yang dikemukakan untuk menunjukkan pentingnya

    bahasa arab di luar motif agama adalah:

    15Abdullah Syukri Zarkasyi MA, Peran Agama dan Budaya Islam dalam Mendorong

    Perkembangan IPTEK (Sebuah Model dari Pondok Modern Darussalam Gontor), http://www. gontor. co.id

    16Tim Penyusun, op.cit., hlm. 450.

  • 60

    1. Bahasa Arab kaya sekali dalam kosa kata dan struktur bahasanya,

    sehingga bahasa ini cocok sebagai alat untuk mengekspresikan pikiran

    dan emosi, serta sebagai alat untuk mengajarkan berbagai macam ilmu

    pengetahuan.

    2. Bahasa Arab mempunyai kepustakaan besar pada semua bidang ilmu

    pengetahuan.

    3. Bahasa Arab adalah bahasa yang dengan bahasa ini semua ilmu

    pengetahuan modern dan kesusastraan modern dapat dikemukakan,

    baik dengan bahasa asli maupun bahasa terjemah.

    4. Bahasa Arab adalah bahasa dari kelompok terbesar dunia ketiga.

    Untuk itu mempersatukan dunia ketiga, bahasa ini patut diperhatikan

    di Indonesia. Bahasa Arab kosa katanya banyak yang dijadikan bahasa

    Indonesia.17

    Dengan mempelajari bahasa Arab, para santri diharapkan mampu

    membaca kitab yang berbahasa Arab secara mandiri tanpa tergantung

    kepada bimbingan kyai atau guru. Tidak saja membaca kitab-kitab kuning

    klasik, tetapi juga membaca kitab-kitab, majalah serta tulisan yang

    berbahasa Arab yang lain. Dalam mengajarkan bahasa Arab ini, KH.

    Imam Zarkasyi menggunakan metode thariqah mubasyarah atau metode

    langsung. Ada cerita menarik dari hasil penerapan metode ini, yaitu kisah

    Nurchalis Madjid ketika ia mulai mondok di pondok modern Gontor,

    ayahnya telah memiliki kitab-kitab yang sangat banyak, dan tidak ada

    yang mampu membacanya selain ayahnya sendiri. Namun, ketika suatu

    saat Nurchalis pulang ke rumah, dibawanya sebuah bacaan berbahasa arab

    dari mesir, kemudian ditunjukkan kepada ayahnya untuk dibaca. Namun,

    ayahnya tidak dapat membacanya. Akan tetapi, kemudian ia menunjukkan

    kepada ayahnya bahwa ia telah mampu membaca semua kitab-kitab yang

    dimiliki ayahnya.18

    17 Karel A. Streenbrink, Pondok Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1974), hlm. 176. 18Tim Penyusun, op.cit., hlm. 54.

  • 61

    Bahasa asing yang diterapkan KH. Imam Zarkasyi di pondok

    modern ini adalah bahasa Inggris, sebab bahasa Inggris merupakan

    medium penting untuk komunikasi internasional. Bahasa Inggris

    merupakan bahasa terbesar di dunia sekarang ini dan merupkan salah satu

    bahasa resmi PBB. Dapat dikatakan bahwa bahasa Inggris adalah kunci

    untuk ilmu pengetahuan dunia, karena digunakan untuk medium diskusi

    ilmiah.19

    Menurut Matsuhu ciri khas pondok modern Gontor ini adalah

    kedisiplinan yang tinggi dalam penggunaan bahasa asing dalam

    percakapan sehari-hari. Bahkan dalam memberi komentar pada siaran

    sepak bola juga dilakukan dalam bahasa Arab atau Inggris, di pohon-

    pohon atau di tempat-tempat tertentu ditempel daftar kata-kata atau ideom-

    ideom yang perlu dikuasai oleh santri. Pemakaian bahasa Arab dan Inggris

    ini sehari-hari selalu diawasi dan dibimbing oleh santri senior dan para

    ustadz. Untuk itu ustadz semaksimal mungkin harus selalu bersama

    mereka. Dengan kedisiplinan tinggi dalam bahasa Arab dan Inggris,

    diharapkan nantinya para santri dalam berbicara secara aktif dalam kedua

    bahasa tersebut, disamping membaca dan menulis. Dengan mahir

    berbahasa asing terutama bahasa Inggris maka para santri akan bisa

    mengikuti perkembangan zaman yang cenderung dalam globalisasi yang

    selalu berubah20 karena pondok modern merupakan yang selalu tanggap

    terhadap perubahan dan tuntutan zaman, berwawasan masa depan dan

    mengutamakan prinsip efektifitas dan efisien.21 Dan khusus untuk

    pelajaran bahasa, metode ini tempuh dengan metode langsung (direct

    method) yang diarahkan pada penguasaan bahasa secara efektif dengan

    cara memperbanyak latihan (drill) baik lisan maupun tulisan. Dengan

    demikian tekanan lebih banyak diarahkan pada pembinaan kemampuan

    anak untuk memfungsikan kalimat secara sempurna dan bukan pada alat

    19Steenbrink, op.cit., hlm. 180. 20Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 123. 21Suwendi, Rekuntruksi Pendidikan Pondok Beberapa Catatan dalam Said Aqiel Siradj

    (ed), Pondok Masa Depan, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999, hlm. 217.

  • 62

    atau gramatika tanpa mampu bahasa.22 Disamping pelajaran bahasa atau

    pelajaran kelas juga diajarkan etika dan tatakrama yang berupa kesopanan

    lahir dan kesopanan batin dan diberikan juga pelajaran ketrampilan.23

    4. Nilai dan Jiwa Pondok Modern Gontor

    Pandangan-pandangan KH. Zarkasyi tentang pondok modern

    bertentangan dengan para orientalis. Para orientalis pada umumnya seperti

    Snouck Hurgronye, hanya melihat pondok dari sisi dan bentuk lahirnya.

    Misalnya, bentuk rumah, cara berpakaian, peralatan yang digunakan, tata

    letak bangunan dan tradisi-tradisi yang statis.

    Dalam masyarakat santri, tradisi pondok pesantren adalah sebuah

    sistensi. Artinya budaya tersebut diakui sebagai salah satu kultur yang

    harus dipertahankan eksistensinya, sekalipun karena tuntutan modernitas

    pondok pesantren mesti melaksanakan pendidikan formal. Sebenarnya

    mengkaitkan modernitas pondok pesantren dengan budaya kaum santri

    dapat mempekuat karakteristik tradisi pondok pesantren, namun tetap

    tidak akan membuang keterkaitannya dengan dunia luar. Sebab pondok

    pesantren bukan lembaga eksklusif yang enggan mengakomodasikan arus

    eksternal.24 Menurut KH. Abdulrrahman Wahid, pondok pesantren tidak

    dapat dilihat lagi sebagai sub kultur dalam gejala yang unik dan terpisah

    dari dunia luar. Sementara Hadimulyo menyebutkan pondok pesantren

    sebagai institusi kultural untuk mengembangkan sebuah budaya yang

    mempunyai karakteristik tersendiri, tetapi juga membuka diri terhadap

    pengaruh-pengaruh dari luar.25

    Menurut Abdurrahman Wahid ada tiga elemen yang mampu

    membentuk pondok modern sebagai sebuah sub kultur diantaranaya:

    22Abuddin Nata, op.cit., hlm. 206. 23Ibid., hlm. 207 24Zubaidi Habibullah Asyari, Moralitas Pendidikan Pesantren, (Yogyakarta: LKPSM,

    1995), hlm. 19. 25Abdurrahman Wahid, Pondok Sebagai Sub Kultur dalam Pondok dan Pembaharuan,

    (Jakarta: LP3ES, 1993), hlm. 39.

  • 63

    1. Pola kepemimpinan pondok pesantren yang mandiri tidak terkooptasi

    oleh negara. Kepemimpinan kyai di pondok pesantren adalah sangat

    unik dan mutlak, karena mereka memakai sistem kepemimpinan.

    Relasi sosial antara santri dan kyai dibangun atas landasan

    kepercayaan, bukan karena faktor klien sebagaimana dilakukan

    masyarakat pada umumnya. Ketaatan santri pada kyai lebih diharapkan

    karena berkah, sebagaimana dipahami pada konsep sufi. Kyai juga

    berfungsi sebagai sumber nasihat bagi santri-santrinya dengan

    memberikan wejangan-wejangan yang berguna bagi santrinya bagi

    kehidupan selanjutnya. Dalam ilmu pendidikan, segi-segi yang paling

    penting dari pendidikan adalah prestasi. Perasaan kuat langsung

    diberikan dari seorang kyai kepada santrinya melalui wejangan-

    wejangan dan restu. Hal ini sering dilakukan oleh kyai KH. Imam

    Zarkasyi kepada para santrinya ketika telah menginjak kelas akhir.

    2. Pondok pesantren adalah memelihara dan mentransfer literatur-

    literatur dari generasi ke generasi dalam berbagai abad. Pesantren

    merupakan model utama bagi pencarian pengetahuan agama dan

    lainnya bagi masyarakat muslim.

    3. Pondok pesantren dengan sistem nilai. Dengan bertumpu pada

    pemahaman literal tentang ajaran Islam, dalam kenyataan praktis,

    sistem nilai tidak bisa dipisahkan dari elemen lain, yakni

    kepemimpinan kyai dengan penggunaan literatur umum. Pelembagaan

    ajaran-ajaran Islam menyeluruh dan praktek kehidupan kyai-santri

    sehari-hari sama artinya dengan memberikan legitimasi kepada

    kepemimpinan kyai. Keunikan sistem nilai memainkan peranan

    penting sebagai framework yang diinginkan komunitas pondok

    pesantren demi kepentingan masyarakat pada umumnya. Keshalihan,

    misalnya adalah suatu nilai yang digunakan oleh pondok pesantren

    untuk mempromosikan solidaritas antara berbagai status sosial,

    sebagaimana dapat dilihat dalam metode yang digunakan untuk

    mengalihkan abangan menjadi seorang yang berpandangan santri.

  • 64

    Ketiga elemen tersebut sesungguhnya menekankan usaha rekontruksi

    dalam bentuk jiwa dan isi pondok pesantren. Kyai, kesinambungan

    budaya dan sistem nilai serta metode merupakan seperangkat penataan

    yang mesti dibentuk guna persyaratan nilai-nilai yang lebih

    sempurna.26

    Sistem pendidikan pondok modern yang dibangun dalam rangkai

    sejarah telah melahirkan sejumlah jiwa pondok modern yang

    meniscayakan standarisasi nilai. Sebelum membahas jiwa pondok modern

    lebih dahulu harus diketahui apa pokok isi dari pondok modern. Menurut

    KH. Imam Zarkasyi pokok isi pondok modern adalah pendidikan mental

    dan karakternya. Selama beberapa abad sejak belum ada sekolah model

    Barat, pondok modern telah memberikan pendidikan yang berharga bagi

    para santri sebagai kader-kader mubalig dan pemimpin umat dalam

    berbagai bidang kehidupan. Di dalam pondok modern itulah terjalin jiwa

    yang sangat kuat, yang sangat menentukan falsafah hidup para santri.

    Adapun pengetahuan yang mereka dapatkan selama bertahun-tahun

    tinggal di pondok modern merupakan bekal kelengkapan (alat) dalam

    kehidupan mereka kelak.

    Kehidupan dalam pondok pesantren dijiwai oleh suasana yang

    dapat disebut panca jiwa. Jiwa yang dibangun ini secara keseluruhan akan

    menjadi karakteristik-karakteristik yang belum pernah di bangun oleh

    sistem pendidikan manapun. Panca jiwa pondok pesantren menurut KH.

    Imam Zarkasyi adalah:

    a. Jiwa Keikhlasan

    Jiwa keikhlasan di pondok modern dipertahankan sekali agar

    menjadi sesuatu yang utama serta mewarnai kehidupan seluruh santri

    dan keluarga pondok. Pelaksanaan tidak didasarkan atas suatu

    manajemen, tapi atas refleksi dan pribadi kyai. Kyai di pondok modern

    26Abdurrahman Wahid, Pondok Pesantren Masa Depan dalam Said Aqiel Siradj, (ed),

    Pesantren Masa Depan Wacana Memperdaya dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 13-18.

  • 65

    Gontor tidak mendapatkan gaji dari pondok dan tidak sedikit pun

    menggunakan uang pondok untuk kepentingan pribadi. Kyai ikhlas

    mengorbankan hartanya untuk kepentingan pondok.

    Guru-guru yang membantu kyai dalam mengajar dan

    membimbing santri bukanlah pegawai yang menerima gaji. Mereka

    adalah orang-orang yang dengan tulus ikhlas mengamalkan ilmunya

    dan menanamkan amal jariyahnya serta berjuang menghidupkan

    pondok. Jiwa ikhlas inilah yang telah diabaikan, bahkan ada guru yang

    sebenarnya tidak senang mengajar. Menurut Zakiyah Daradjat

    pekerjaan guru dilakukan hanyalah sekedar untuk mencari nafkah,

    maka pekerjaannya sebagai guru hanya dinilainya dari segi materi.27

    Jiwa-jiwa keikhlasan yang meliputi seluruh kegiatan guru dan

    kyai yang demikian ini adalah sesuatu yang wajib diketahui oleh

    semua santri agar menjadi uswah hasanah (teladan yang baik). Dengan

    keteladanan itu terciptalah tata batin dan tata pikir bahwa mereka

    sedang berada dalam suatu kancah perjuangan yang dipenuhi dengan

    jiwa dan suasana keikhlasan. Motto yang tertulis dan diucapkan di

    berbagai tempat di pondok ini adalah al-Ikhlas Ruh al-Amal (ikhlas

    adalah jiwa pekerjaan). Dengan demikian para santri secara ikhlas

    belajar kepada kyai dan guru serta menerima segala apa yang

    diperintahkan kepada mereka.28

    b. Jiwa Kesederhanaan

    Sederhana dalam pandangan KH. Imam Zarkasyi, tidak berarti

    miskin, tetapi harus sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Orang

    yang naik becak dari Ponorogo ke Jakarta bukanlah orang yang

    sederhana. Sebaliknya orang yang memaksakan naik pesawat, padahal

    dia tidak mampu berarti orang tersebut bukan orang yang sederhana.

    27Zakiyah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta:Bulan Bintang, 1980, hlm. 14. 28Tim Penyusun, op.cit., hlm. 59.

  • 66

    Jiwa kesederhanaan di pondok modern ditanamkan kepada

    santri melalui cara hidup mereka sehari-hari. Dalam hal makan cukup

    memenuhi kriteria makanan yang sehat dan bergizi, tidak perlu enak-

    enak, tempat tidur tidak pernah kasur yang empuk, tetapi cukup yang

    dapat dipakai istirahat. Sedangkan pakaian tidak perlu mahal-mahal,

    tetapi cukup yang suci dan menutupi aurat.

    Kesederhanaan juga ditanamkan dalam pikiran. Santri

    dianjurkan tetap sederhana, apa adanya (realistis), tidak mengkhayal

    yang bukan-bukan. Maka di pondok modern Gontor ini tidak ada

    perbedaan antara anak orang kaya dan anak orang miskin. Yang

    membedakan antara satu santri dengan santri yang lain adalah prestasi

    masing-masing di dalam kelas. Kesederhanaan mengandung unsur-

    unsur kekuatan dan ketabahan hati dalam menghadapi segala kesulitan.

    Maka dibalik kesederhanaan itu, terpancar jiwa besar, berani maju

    terus dalam menghadapi perjuangan hidup dan pandang mundur dalam

    segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental /

    karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan

    dalam segala kehidupan.29

    c. Jiwa Kemandirian

    Jiwa kemandirian di pondok modern Gontor berjalan seiring

    dengan diterapkannya sistem asrama atau pondok. Seperti di pondok

    pesantren pada umumnya, di pondok modern Gontor para santri belajar

    hidup menolong diri sendiri dalam kebersamaan dengan santri lain.

    Setiap santri sejak awal memasuki pondok modern Gontor dituntut

    untuk dapat memikirkan sekaligus kebutuhannya sendiri.

    Dalam lingkup yang lebih luas, para santri dalam sistem ini

    juga didik mandiri dengan mengakomodasikan mereka secara

    bersama-sama mengatur kehidupan mereka sendiri di bawah

    bimbingan dan pengawasan kyai. Untuk itulah di dalam asrama para

    29Ibid, hlm. 60.

  • 67

    santri didik melalui berbagai kegiatan yang bertujuan menanamkan

    jiwa kemandirian kepada para santri. Kegiatan tersebut misalnya, klub

    olah raga, pramuka, organisasi daerah dan sebagainya.

    Bahkan menurut panji No. 850 edisi 6 1996 menyebutkan

    Gontor lewat jasa-jasa alumnusnya ternyata mampu membuktikan cita-

    cita guru mereka KH. Imam Zarkasyi yaitu menegakkan kalimah Allah

    dengan banyak mendirikan pondok yang berpola pada sistem

    pendidikan serupa. Sekarang saja banyak alumni pondok modern

    Gontor yang berhasil mengembangkan pesantren di daerah-daerah.

    Selain itu para alumninya pun sudah banyak yang berkiprah, baik

    sebagai birokrat dan pejabat pemerintah, pengusaha serta tokoh

    masyarakat. Semua itu adalah hasil penerapan dari jiwa kemandirian

    dan panca jiwa pondok.

    Selain menjadi prinsip pendidikan pesantren, kemudian juga

    merupakan ciri khas keberadaan pesantren. Seperti pesantren-pesantren

    lainnya, pondok modern Gontor berstatus swasta yang hidup dan

    berkembang atas usaha-usaha mandiri. Tidak menggantungkan kepada

    bantuan dan belas kasihan pihak lain. Untuk mengembangkan prinsip

    ini KH. Imam Zarkasyi sering mengungkapkan dengan kata-kata yang

    diplomatist. Kami bukan maju karena bantuan, tetapi dibantu karena

    kami maju.30

    d. Jiwa Ukhuwah Islamiyah

    Para santri yang belajar di Kuliatul Mualimin al-Islamiyah

    (KMI) berasal dari berbagai daerah, suku, budaya, dan kelompok

    keagamaan. Mereka tinggal bersama di dalam asrama, serta saling

    mengenakan dan berbagi pengalaman antara mereka. Pada masa awal

    diberlakukannya sistem asrama ini, perbedaan-perbedaan dapat

    menjadi sumber konflik dan perpecahan antara santri. Padahal saat

    berdirinya Kuliatul Mualimin al-Islamiyah (KMI) bangsa Indonesia

    30Ibid., hlm. 62-63.

  • 68

    sedang berusaha menggalang rasa persatuan dan kebangsaan. Untuk

    mengatasi hal ini, hal-hal yang berbau kesukuan dihilangkan. Tidak

    jarang KH. Imam Zarkasyi berteriak-teriak kepada santrinya. saya

    bukan orang Jawa saya orang Indonesia.

    Selain itu upaya-upaya sistematis juga dilakukan sepanjang

    proses pendidikan di dalam pondok. Upaya-upaya tersebut antara lain:

    Pertama, ketika para calon santri resmi diterima sebagai santri,

    mereka harus meninggalkan bahasa daerah masing-masing dan wajib

    menggunakan bahasa Indonesia dan harus mendisiplinkan diri dalam

    berbicara dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris.

    Kedua, para santri yang datang dari berbagai suku dan daerah,

    ditempatkan secara acak dalam beberapa kamar, dan tidak

    dikelompokkan berdasarkan suku dan daerah, seperti kebudayaan

    pondok pesantren pada waktu itu.

    Menghilangkan sifat fanatisme kesukuan dan kedaerahan serta

    menggalang rasa kebangsaan. Hal ini dimaksudkan sebagai jembatan

    menuju tertanamnya ukhuwah Islamiyah.

    Keinginan kuat KH. Imam Zarkasyi dan kedua kakaknya untuk

    menanamkan jiwa ukhuwah Islamiyah dan semangat kebangsaan

    terlihat juga dari penanaman bangunan-bangunan asrama dan sekolah,

    seperti gedung Indonesia satu, Indonesia dua, Indonesia tiga, Tujuh

    Belas Agustus, Mesir, Tunis Saudi, dan seterusnya. Meskipun

    demikian kesenian daerah tidak dilarang, dan tetap ditampilkan yaitu

    dalam acara-acara tertentu untuk memperluas wawasan santri tentang

    keanekaragaman budaya dan kebhinekaan bangsa Indonesia.

    Organisasi daerah santri diperbolehkan, tetapi hanya disebut konsultan

    atau perwakilan, dengan tujuan untuk mempermudah urusan-urusan

    para santri dan daerah masing-masing.31

    31Ibid., 64

  • 69

    e. Jiwa Kebebasan

    Bebas dalam berpikir dan berbuat, bebas dalam menentukan

    masa depannya, dalam memilih jalan hidup di dalam masyarakat kelak

    bagi para santri, dengan berjiwa besar dan optimis dalam menghadapi

    kehidupan. Kebebasan itu sampai kepada bebas kepada pengaruh

    asing.

    Hanya saja dalam kebesaran ini sering kali ditemui unsur-unsur

    negatif, yaitu apabila kebebasan itu sampai disalahgunakan, sehingga

    terlalu bebas, kehilangan arah dan tujuan atau prinsip. Sebaliknya, ada

    pula yang bebas, berpegang teguh kepada tradisi yang dianggap paling

    baik sendiri yang pernah menguntungkan pada zamannya, sehingga

    tidak pernah menoleh ke arah keadaan sekitar dengan perubahan

    zamannya. Akhirnya tidak bebas lagi, karena mengikatkan diri kepada

    yang diketahui saja.

    Menurut KH. Abdullah Zarkasyi kebebasan di pondok modern

    harus dikembangkan kepada aslinya, yaitu di dalam garis-garis disiplin

    yang positif yang penuh tanggung jawab. Salah satu prinsip yang

    dijadikan pendidikan dasar oleh KH. Imam Zarkasyi di pondoknya

    adalah sikap demokratis. Kepemimpinan kyai menjadi kepemimpinan

    yang demokratis. Peran kepemimpinan kyai dalam beberapa kegiatan

    didistribusikan kepada guru-guru senior dan santri-santri senior. Hal

    ini didorong oleh suatu sistem, juga sangat kondusif bagi pendidikan

    dan kaderisasi. Para guru senior diberi kepercayaan untuk mengatur

    jalannya pelajaran di KMI dan sebagai bagian keamanan pondok serta

    dilibatkan dalam membimbing kegiatan santri. Sementara santri senior

    diharuskan menjadi khatib shalat jumat, memimpin organisasi,

    memimpin club olah raga serta kelompok diskusi.

    Sebagai pendidik, KH. Imam Zarkasyi sejak merintis pondok

    modern telah aktif terjun langsung dan membimbing para santri,

    mengenal secara langsung satu persatu. Menurut H. Gusti Abdullah

    Muis, santri pertama asli kalimantan tahun 40-an, KH. Imam Zarkasyi

  • 70

    dengan tekun mengunjungi asrama santri dan membimbing mereka

    belajar serta mengajak mereka berbicara bahasa Arab.

    Dalam sistem madrasah dan dengan kualitas santri yang terus

    bertambah, hubungan kyai dan santri berkembang sedemikian rupa,

    sehingga hubungan kyai dan santri menjadi tampak rasional.

    Hubungan antara kyia dan santri hanya untuk urusan pengelolaan

    pondok dalam hubungannya dengan distribusi wewenang tadi.

    Meskipun demikian, ikatan batin serta kasih sayang guru terhadap

    murid tetap seperti layaknya seorang bapak terhadap anaknya. Hak

    tersebut dibuktikan dengan masih mengenalnya KH. Imam Zarkasyi

    secara dekat dengan santri senior sewaktu menjelang akhir hayatnya.

    Cara melakukan ini, menurutnya dimulai dengan mengenal anak yang

    paling pintar atau yang paling taat, atau sebaliknya, yaitu anak yang

    paling nakal dan anak yang paling bodoh.32

    Untuk mempertahankan ciri khas pendidikan pesantren panca

    jiwa tersebut dijadikan acuan bagi terciptanya sistem dan nilai

    kehidupan di dalam pondok, sehingga berbagai kegiatan di dalam

    pondok tetap harus berpijak pada lima jiwa tersebut. Itulah sebabnya

    mengapa di dalam berbagai kesempatan dan kegiatan KH. Imam

    Zarkasyi terus mengingatkan pada santrinya bahwa, meskipun

    modern (lembaga pendidikan di pondok modern Gontor) ini tetap

    merupakan pondok pesantren.

    5. Struktur dan Manajemen Pondok Modern

    Demi kepentingan pendidikan dan pengajaran. Lembaga pendidikan

    tidak lagi di pandang oleh kyai secara turun temurun akan tetapi sudah di

    pegang oleh badan wakaf, struktur pengurusan sepenuhnya diserahkan

    oleh badan wakaf. Dalam hal ini badan wakaf mempunyai lima program

    yaitu yang berkenaan dengan pendidikan dan pengajaran, bidang pelajaran

    dan pergedungan, bidang perwakafan dan sumber dana, bidang kaderisasi

    32Ibid., hlm. 69

  • 71

    serta bidang kesejahteraan, dengan demikian pengaturan jalannya

    organisasi pendidikan menjadi lebih dinamis terbuka dan obyektif. 33

    Oleh karena itu proses keberhasilan sistem pendidikan pondok

    modern sangat dipengaruhi oleh penataan manajerialnya. Sehingga

    dewasa ini, pesantren harus membuka mata untuk melihat dunia luas.

    Keharusan dan keniscayaan kebutuhan pola kerjasama yang simbolis

    mutualistis antara pondok modern dengan institusi-institusi yang dianggap

    mamapu memberikan kontribusi dan nuansa transformatif.34

    6. Mengintegrasikan dua Sistem Pondok dan Madrasah

    Santri dan pondok akhir-akhir ini banyak menjadi sorotan, baik

    dari dalam maupun dari luar Islam bahkan dari luar negeri. Sorotan

    tersebut bermacam-macam, ada yang positif yaitu untuk mencari sistem

    pendidikan alternatif. Hal ini dorong adanya anggapan bahwa sistem

    pendidikan yang sudah ada tidak sesuai dengan tuntutan zaman, bahkan

    dirasakan perlu mencari sistem pengganti, sehingga pondok bisa menjadi

    pendidikan alternatif.35

    Terlepas dari sorotan tersebut, dibicarakannya pondok akhir-akhir

    ini merupakan fenomena adanya keraguan tentang keberadaan santri dan

    pondok sekarang ini apakah masih relevan dengan pembangunan umat ?.

    Dalam hal ini pembahasannya dikhususkan kepada santri. Definisi santri

    telah banyak dikemukakan orang, namun secara umum ciri gambarannya,

    santri memiliki tiga ciri. Pertama, seorang santri mempunyai kepedulian

    terhadap kewajiban-kewajiban baik dengan sesama makhluk.

    Namun pondok, terutama kata pondok dapat dilihat sebagai suatu

    pikiran yang maju dalam dunia pendidikan. ciri pendidikan ini

    menampilkan santri sebagai sentralnya. Pondok diadakan untuk melayani

    kepentingan para santri. Ini jarang, atau hampir tidak ada lembaga

    33Ibid., 208-209. 34Said Aqil Siradj, op.cit., hlm. 214. 35Abdul Wahid Zaeni, Dinamika Pondok Kaum Santri, (Yogyakarta: LKPSM, 1996),

    hlm.85.

  • 72

    pendidikan yang menempatkan cita mengutamakan siswa secara

    eksplisit.36

    Alasan seperti itulah yang membuat KH. Imam Zarkasyi memilih

    pondok sebagai model lembaga pendidikannya. Hal ini dapat ditangkap

    dari ungkapan KH. Imam Zarkasyi setelah beliau merantau menuntut ilmu,

    pemikiran tentang pondok dan pendidikan timbul kembali.

    Pondok adalah tempat menggembleng bibit-bibit umat. Ini terjadi

    sejak 1000 tahun yang lalu, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.

    Maka dari itu pendidikan pemuda-pemuda Indonesia yang berupa pondok

    ini sudah ada sebelum adanya sekolah-sekolah ala Barat. KH. Imam

    Zarkasyi pun selalu berkata bahwa pendidikan di pondok itulah

    sebenarnya pendidikan nasional yang tulen atau pure national. Sesudah

    mengetahui pondok merupakan tempat yang baik untuk mendidik, maka

    KH. Imam Zarkasyi, pak Sahal, pak Fanani memiliki naluri untuk

    meneruskan perjuangan ayah kami menghidupkan kembali pondok. Tapi

    pondok yang bagaimana yang harus kita hadapi ?. di sanalah akhirnya

    timbul satu pemikiran-pemikiran baru.

    Menurut pandangan KH. Imam Zarkasyi, lembaga pendidikan

    pesantren tetap merupakan tempat yang ideal untuk mencetak kader-kader

    umat. Pondok mampu menanamkan sikap, pandangan dan filsafat hidup

    yang bermanfaat bagi kehidupan santri pada kehidupannya masa depan. Di

    pondok pula pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan akhlak dapat kita

    lakukan secara efektif. Dari pendidikan pondok ini telah lahir tokoh-tokoh

    pejuang dan pemimpin masyarakat. Bahkan ada salah satu presiden

    Indonesia adalah seorang alumni pondok pesantren sekaligus pengasuh

    sebuah pondok pesantren.

    Sementara itu pengalaman belajar KH. Imam Zarkasyi tentang

    sistem madrasah menunjukkan satu perkembangan yang berarti. Dari

    pengalaman ini lalu KH. Imam Zarkasyi mendirikan madrasah seperti

    36Suyoto, Pondok dalam Alam Pendidikan Nasional, dalam Pondok dan Pembaharuan,

    (Jakarta: LPES, 1995), hlm. 57.

  • 73

    madrasah tempatnya dulu bersekolah yaitu Kulliyatul Mualimin. Menurut

    Danasaputra madrasah yang didirikan di pondok modern Gontor ini

    berbeda dengan madrasah pada umumnya. Perbedaannya yaitu madrasah

    ini menggunakan cara baru dalam mendidik pada santrinya. Pada waktu

    itu sudah banyak lembaga sejenis yang berdiri, seperti Kulliyatul

    muallimin di Yogyakarta, madrasah-madrasah yang didirikan di pondok

    Tebuireng, Tambakberas, Rejoso dan Krapyak. 37 Akan tetapi madrasah-

    madrasah itu terpisah dari pondok. Madrasah-madrasah itu hanya sebagai

    tambahan dari sistem pondok yang tetap mengajarkan kitab-kitab kuning

    yang khas itu.38 Sedangkan Kulliyatul Mualimin al-Islamiyah (KMI)

    dalam konsep KH. Imam Zarkasyi dikembangkan dan diarahkan ke arah

    tujuan pondok modern yang tafaqquh fi ad-din, guna mengecek ulama dan

    tokoh masyarakat dengan menerapkan metode yang efektif dan efisien.

    Jika di pondok lain seperti Tebuireng, Rejoso, Tambak Beras, dan

    Krapyak terpisah dari pondok, maka di pondok modern Gontor antara

    madrasah dan pondok merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan.

    Disini sesuai dengan ide KH. Imam Zarkasyi, madrasah dan pondok

    merupakan integrasi atau terpadu.

    Dalam sistem madrasah ini KH. Imam Zarkasyi bertindak sebagai

    direktur KMI sekaligus guru yang mengajar di depan kelas, sementara di

    dalam pondok berperan sebagai kyai yang selalu memberikan wejangan-

    wejangan moral serta pengarahan-pengarahan tentang wawasan keislaman

    dan falsafah hidup yang lebih luas. Dalam hal ini peran M.O. al-Hasyimi

    sangat besar dan inilah yang membedakan dari ustadz Muhamad Yunus

    dan Normal Islammnya.39

    37Danasaputra dan Jumhur, Sejarah Pendidikan, (Bandung: CV. Ilmu, 1976), hlm. 192. 38Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya, 1985), hlm. 237. 39Tim Penyusun, , op.cit., hlm. 53.