BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat...

13
18 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2012-Mei 2013 dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Desember 2012-Februari 2013 di Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian utama dilaksanakan pada bulan Maret 2013-Mei 2013 di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan di Laboratorium Mikroteknik Hewan Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran sedangkan analisis preparat histopatologi dilaksanakan di Balai Uji Standar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat : Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Timbangan analitik merek Precisa untuk menimbang bahan yang akan digunakan dengan ketelitian 0,0001g. 2. Timbangan manual untuk menimbang daun teh. 3. Blender, sebagai alat untuk menghaluskan daun teh. 4. Maserator sebagai alat untuk maserasi daun teh. 5. Rotary Evaporator sebagai alat untuk mengentalkan larutan ekstrak daun teh tua hasil maserasi menjadi pasta kental. 6. Gelas ukur merek Iwaki Pyrex, sebagai alat untuk mengukur volume zat cair yang akan digunakan. 7. Botol kaca untuk tempat menyimpan larutan hasil maserasi. 8. Hot plates untuk memanaskan bahan-bahan penelitian. 9. Magnetic stirrer untuk mengaduk media bahan-bahan penelitian.

Transcript of BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat...

18

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2012-Mei 2013 dalam

dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian

pendahuluan dilaksanakan pada bulan Desember 2012-Februari 2013 di

Laboratorium Bioteknologi Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium

Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Padjadjaran. Penelitian utama dilaksanakan pada bulan Maret 2013-Mei 2013 di

Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Padjadjaran. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan di

Laboratorium Mikroteknik Hewan Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran

sedangkan analisis preparat histopatologi dilaksanakan di Balai Uji Standar

Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat :

Peralatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Timbangan analitik merek Precisa untuk menimbang bahan yang akan

digunakan dengan ketelitian 0,0001g.

2. Timbangan manual untuk menimbang daun teh.

3. Blender, sebagai alat untuk menghaluskan daun teh.

4. Maserator sebagai alat untuk maserasi daun teh.

5. Rotary Evaporator sebagai alat untuk mengentalkan larutan ekstrak daun teh

tua hasil maserasi menjadi pasta kental.

6. Gelas ukur merek Iwaki Pyrex, sebagai alat untuk mengukur volume zat cair

yang akan digunakan.

7. Botol kaca untuk tempat menyimpan larutan hasil maserasi.

8. Hot plates untuk memanaskan bahan-bahan penelitian.

9. Magnetic stirrer untuk mengaduk media bahan-bahan penelitian.

19

10. Cawan petri merek Steriplan sebagai wadah perkembangbiakan bakteri dalam

media lempeng agar (agar plate).

11. Autoclave untuk sterilisasi alat dan medium pada suhu 121oC dengan prinsip

tekanan uap.

12. Tabung erlenmeyer sebagai wadah dalam pembuatan media agar.

13. Laminar flow sebagai tempat untuk proses inokulasi bakteri dan ruang kerja

aseptis dengan bantuan sterilisasi sinar UV.

14. Vortex mixer sebagai alat untuk menghomogenkan bahan-bahan penelitian.

15. Micro pipet sebagai alat untuk mengambil bahan cair dalam ukuran mikroliter

(µL).

16. Pipette tips sebagai pipet untuk mengambil zat cair dalam ukuran mikroliter

(µL).

17. Tabung Falcon 15 mL sebagai tempat pencampuran bakteri.

18. L glass sebagai alat untuk meratakan kultur bakteri dalam cawan petri.

19. Pinset sebagai alat untuk menjepit kertas saring Whatman no.42 dan

memindahkannya kedalam cawan petri yang telah berisi biakan bakteri.

20. Parafilm sebagai segel untuk penutup pada cawan petri.

21. Kapas sebagai penutup pada tabung Erlenmeyer.

22. Alumunium foil, untuk menimbang bahan.

23. Kertas saring Whatman no. 42, untuk uji in vitro.

24. Jarum ose sebagai alat untuk mengambil dan menginokulasi bakteri.

25. Bunsen, untuk mensterilkan jarum ose.

26. Inkubator sebagai tempat untuk membiakkan (inkubasi) mikroorganisme

(bakteri).

27. Spektrofotometer, untuk menghitung dan menentukan kepadatan bakteri.

28. Mikroskop, untuk pengamatan bakteri dan hasil uji histopatologi.

29. Jangka sorong, untuk mengukur zona hambat bakteri.

30. Alat suntik sebagai alat untuk memindahkan media cair dan memasukkan

bakteri ke dalam tubuh ikan.

31. Aerator dan selang aerasi untuk memasok oksigen pada setiap wadah

32. Akuarium untuk wadah aklimatisasi ikan dengan ukuran 40 x 20 x 30 cm3.

20

33. Bak fiber untuk tempat ikan stok.

34. pH meter merek Lutron untuk mengukur derajat keasaman air media

pemeliharaan.

35. DO meter merek Lutron untuk mengukur nilai oksigen terlarut pada media

pemeliharaan.

36. Termometer air raksa dengan skala 0-100oC untuk mengukur suhu air.

37. Penggaris sebagai alat untuk mengukur.

38. Tabung reaksi sebagai tempat pengujian fitokimia daun teh.

39. Penjepit kayu untuk menjepit tabung reaksi ketika dipanaskan.

40. Kertas saring untuk menyaring filtrat.

41. Pipet tetes untuk mengambil cairan kimia yang akan digunakan.

42. Mikrotom sebagai alat untuk memotong blok parafin pada pembuatan

preparat histopatologi.

3.2.2 Bahan :

Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Benih ikan mas uji diperoleh dari Maleber, Cianjur yang berukuran 7-10

cm/ekor. Jumlah ikan uji yang digunakan untuk penelitian pendahuluan

sebanyak 150 ekor dengan kepadatan 15 ekor per akuarium dan untuk

penelitian utama sebanyak 225 ekor dengan kepadatan 15 ekor per akuarium

serta 100 ekor ikan untuk stok.

2. Daun teh sebagai bahan herbal untuk pengobatan penyakit yang berasal dari

pohon teh disekitar daerah Panjalu, Ciamis Jawa Barat.

3. Bakteri biakan murni Aeromonas hydrophila yang berasal dari Balai Riset

Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor dengan kode isolat AHL-13-A.

4. Agar NA (Nutrient Agar) sebagai Media kultur bakteri.

5. Etanol 96% sebagai pelarut daun teh pada proses maserasi.

6. Pakan ikan komersial merek Hi-Pro-Vite 781 sebagai pakan ikan selama

penelitian

7. Akuades sebagai zat pelarut.

8. NaCl fisiologis sebagai pelarut untuk melarutkan bakteri.

21

9. Bahan-bahan kimia untuk pengujian fitokimia daun teh seperti kloroform,

ammonium (NH4OH) 10%, H2SO4 2N, pereaksi Meyer (Kl+HgCl2), HCl 2N,

pereaksi FeCl 1%.

10. Bahan- bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat histopatologi organ

antara lain : larutan fiksatif berjenis Buoin, alkohol 70%, alkohol 80%,

alkohol 90%, alkohol 96%, alkohol 100%, larutan xylen dan parafin.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental

dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang

diberikan adalah perendaman benih ikan mas yang telah terinfeksi bakteri

Aeromonas hydrophila sebanyak 15 ekor per akuarium dalam ekstrak daun teh tua

selama 48 jam dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Konsentrasi yang

digunakan untuk penelitian utama didasarkan atas penelitian pendahuluan.

Perlakuan yang diberikan berjumlah lima perlakuan dan tiga kali ulangan, yaitu :

- Perlakuan A = 0 ppm

- Perlakuan B = 75 ppm

- Perlakuan C = 150 ppm

- Perlakuan D = 225 ppm

- Perlakuan E = 300 ppm

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Penelitian Pendahuluan

A. Pembuatan Ekstrak Daun Teh Tua

Pembuatan ekstrak daun teh tua dilakukan di Laboratorium Bioteknologi

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran untuk mendapatkan ekstrak

yang akan digunakan dalam penelitian. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan

ekstrak daun teh tua adalah sebagai berikut (Lampiran 1) :

1. Menimbang berat daun teh tua segar yang akan digunakan yaitu sebesar

1200g.

22

2. Mengeringkan daun teh tua dengan cara di angin-anginkan pada suhu ruang

selama ±7 hari sampai kering.

3. Memotong-motong daun teh tua kering hingga kecil kemudian blender

sampai halus/bubuk.

4. Menimbang bubuk daun teh tua kering yang dihasilkan yaitu sebesar 600 g.

5. Memasukkan bubuk daun teh tua kering kedalam maserator.

6. Menambahkan pelarut etanol 96% sampai bubuk daun teh tua kering

terendam.

7. Merendam bubuk daun teh tua kering selama 24 jam.

8. Mengeluarkan larutan hasil maserasi bubuk daun teh tua kering dari

maserator dan simpan dalam botol kaca.

9. Melakukan kembali point 6-8 sampai tiga kali ulangan

10. Larutan daun teh tua hasil maserasi dimasukkan kedalam Rotary Evaporator

dengan suhu 600C dan kecepatan 120 rpm sampai menjadi ekstrak daun teh

tua yang kental.

11. Hasil ekstrak daun teh tua kental sebesar 66 g dan siap digunakan untuk

penelitian.

B. Pengujian Komponen Fitokimia Daun Teh Tua

Pengujian komponen fitokimia daun teh tua bertujuan untuk mengetahui

keberadaan senyawa-senyawa aktif terutama yang bersifat antibakteri dalam daun

teh tua yang digunakan. Tahapan yang dilakukan dalam pengujian komponen

fitokimia daun teh tua adalah sebagai berikut (Lampiran 2) :

- Uji Alkaloid

Serbuk daun teh tua kering seberat 1 g ditambahkan 5 ml kloroform dan 3

tetes ammonium (NH4OH) 10% kemudian kocok hingga tercampur. Terbentuk

lapisan kloroform berupa cairan kemudian lapisan tersebut dilarutkan dalam 1 ml

H2SO4 2N dan kocok hingga homogen. Tambahkan 1 tetes pereaksi Meyer

(Kl+HgCl2). Apabila terbentuk endapan putih pada dasar tabung reaksi maka

sampel posifif mengandung alkaloid.

23

- Uji Flavonoid

Serbuk daun teh tua kering seberat 1g ditambahkan 25 ml methanol

kemudian dididihkan selama ±10 menit. Dalam keadaan panas campuran larutan

disaring dengan menggunakan kertas saring. Larutan yang dihasilkan kemudian

diuapkan sampai kering. Tambahkan kloroform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml

kemudian kocok dan biarkan sampai terbentuk dua lapisan kloroform-air (lapisan

kloroform terdapat di bagian bawah sedangkan lapisan air di bagian atas).

Kemudian sebagian lapisan air di ambil dengan pipet ke dalam tabung reaksi dan

tambahkan 0,1g bubuk magnesium. Kemudian ditetesi asam klorida pekat dan

amil alcohol. Amati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk warna orange

merah maka sampel positif mengandung flavonoid.

- Uji Saponin

Serbuk daun teh tua kering seberat 1 g ditambahkan akuades sebanyak 20

ml kemudian panaskan selama 5 menit. Dalam keadaan panas, campuran larutan

disaring dengan menggunakan kertas saring. Ambil filtrat hasil saringan sebanyak

10 ml kemudian kocok dengan kuat secara vertikal selama 10 detik. Apabila

terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 1-10cm dan tidak hilang pada

penambahan 1 tetes HCl 2N maka sampel tersebut positif mengandung saponin.

- Uji Tanin

Sebanyak 2 ml filtrat hasil penyaringan pada uji saponin ditambahkan 1-2

tetes pereaksi FeCl 1% kemudian kocok hingga homogen. Apabila terbentuk

warna biru tua atau hijau kehitaman maka sampel tersebut positif mengandung

tanin.

- Uji Katekin

Ekstrak pekat sebesar 0,5 g dididihkan dengan 1-2 mL HCl 2 M. Jika

ekstrak menunjukkan warna coklat kuning, maka positif mengandung katekin.

Berdasarkan hasil pengujian komponen fitokimia (Lampiran 3), daun teh

tua yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan ekstrak positif

mengandung senyawa-senyawa antibakteri seperti alkaloid, flavonoid, saponin,

tanin dan katekin.

24

C. Uji In Vitro (Zona Daya Hambat)

Tujuan dari uji in vitro adalah untuk mengetahui kemampuan dari ekstrak

daun teh tua sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Aeromonas hydrophila. Kemampuan ekstrak daun teh tua dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila diperoleh dengan mengukur zona

bening disekitar kertas saring Whatman pada masing-masing perlakuan. Adapun

prosedur pengerjaan uji in vitro adalah sebagai berikut :

1. Pembuatan konsentrasi ekstrak daun teh tua sesuai dengan perlakuan

(Lampiran 4).

2. Pembuatan media nutrient agar (NA) sebagai media pertumbuhan bakteri

Aeromonas hydrophila (Lampiran 5).

3. Sterilisasi alat dan bahan.

4. Memasukkan media NA yang telah steril ke dalam cawan petri dan tunggu

hingga media memadat.

5. Memasukkan bakteri sebanyak 100µl ke dalam cawan petri secara aseptis

yang telah berisi media NA kemudian ratakan dengan menggunakan L glass.

6. Menempelkan kertas saring Whatman no.42 pada permukaan media NA yang

telah diinokulasi dengan bakteri Aeromonas hydrophila dalam cawan petri.

7. Meneteskan ekstrak daun teh tua sesuai konsentrasi di atas kertas saring

whatman no.42 sebanyak 5µl.

8. Cawan petri di inkubasi pada suhu 32OC selama ±48 jam.

9. Melakukan pengamatan dan pengukuran zona bening yang terbentuk disekitar

kertas saring Whatman no.42 dengan menggunakan jangka sorong.

25

Tabel 2. Hasil Pengamatan Zona Daya Hambat (Uji In Vitro)

No Konsentrasi (ppm) Zona bening (mm) ulangan ke- Rata-rata zona

bening (mm) I II II

1. Kontrol (Ampisilin)

10.000 ppm 12,71 15 - 13.86

1.000 ppm 11,11 10,74 - 10.93

100 ppm 10.4 9.71 - 10.06

2. Ekstrak daun teh tua

10 ppm 7,51 8,16 7,4 7,69

100 ppm 7,67 8,33 7,23 7,74

1.000 ppm 8,79 8,27 7,95 8,34

10.000 ppm 9,58 9,16 8,56 9,10

100.000 ppm 6,45 6,12 6,22 6,26

Dari hasil pengujian in vitro (Tabel 2) (Lampiran 6) menunjukkan bahwa

ekstrak daun teh tua memberikan hasil pengukuran zona bening terhadap bakteri

Aeromonas hydrophila mengalami kenaikan diameter zona bening pada

konsentrasi 10 ppm, 100 ppm, 1.000 ppm, dan 10.000 ppm yaitu dengan rata-rata

zona bening berurutan sebesar 7,69; 7,74; 8,34; dan 9,10 mm. Diameter zona

bening mengalami penurunan pada konsentrasi 100.000 ppm yaitu sebesar

6,26mm. Kenaikan diameter zona bening berbanding lurus dengan kenaikan

konsentrasi, semakin besar konsentrasi maka diameter zona bening yang

dihasilkan juga semakin besar. Namun pada konsentrasi 100.000 ppm diameter

zona bening mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena bakteri mengalami

resistensi terhadap ekstrak daun teh tua. Resistensi sel bakteri adalah suatu

keadaan tidak terganggunya pertumbuhan sel bakteri akibat aktivitas antibakteri.

D. Pengujian Toksisitas Konsentrasi Ekstrak Daun Teh LC50 48 jam pada

Benih Ikan Mas

Pengujian LC50 48 jam bertujuan untuk mengetahui tingkat toksisitas

ekstrak daun teh tua terhadap benih ikan mas. Hasil yang didapatkan akan

dijadikan tolak ukur untuk menentukan konsentrasi yang akan digunakan dalam

penelitian utama.

26

Pengujian ini dilakukan dengan cara merendam benih ikan mas sebanyak

15 ekor per akuarium selama 48 jam dalam akuarium yang berisi ekstrak daun teh

tua dengan konsentrasi yang berbeda-beda (Lampiran 7). Perlakuan yang

diberikan berjumlah lima perlakuan dengan dua kali ulangan, yaitu :

- Perlakuan A = 50 ppm

- Perlakuan B = 100 ppm

- Perlakuan C = 300 ppm

- Perlakuan D = 600 ppm

- Perlakuan E = 0 ppm

Hasil uji LC50 48 jam perendaman ekstrak daun teh terhadap benih ikan

mas pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji LC50 48 Jam Ekstrak Daun Teh pada Benih Ikan Mas

Perlakuan Mortalitas pada Jam ke-

Jumlah 24 48

A1 (50ppm) - - -

A2 (50ppm) - - -

B1 (100ppm) 1 - 1

B2 (100ppm) - - -

C1 (300ppm) 4 - 4

C2 (300ppm) 3 - 3

D1 (600ppm) 15 - 15

D2 (600ppm) 15 - 15

E1 (0ppm) - - -

E2 (0ppm) - - -

Nilai LC50 48 jam dianalisis dengan menggunakan software EPA Probit

Analysis dan didapatkan nilai LC50 48 jam sebesar 334,673 ppm (Lampiran 8).

Nilai LC50 48 jam menunjukkan bahwa pada konsentrasi 334,673 ppm ekstrak

daun teh tua dapat mengakibatkan mortalitas benih ikan mas sebesar 50% dalam

waktu 48 jam.

Berdasarkan hasil uji in vitro dan uji LC50 48 jam, konsentrasi yang paling

efektif untuk menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila dengan

menggunakan ekstrak daun teh tua berada di atas nilai uji in vitro dengan diameter

27

zona bening terkecil dan dibawah nilai LC50 48 jam. Sehingga perlakuan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

A = Kontrol yaitu benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila tanpa

direndam ekstrak daun teh tua.

B = Benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam

ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi 75 ppm.

C = Benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam

ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi 150 ppm.

D = Benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam

ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi 225 ppm.

E = Benih ikan mas diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan direndam dalam

ekstrak daun teh tua dengan konsentrasi 300 ppm.

Model umum rancangan yang digunakan adalah :

Xij = µI + τj + єij (Gasperz 1991)

Keterangan :

Xij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

µI = Rata-rata umum

τj = Pengaruh perlakuan ke-i

єij = Pengaruh faktor random perlakuan ke-i ulangan ke-j

3.4.2.Penelitian Utama

1. Persiapan wadah penelitian

Pencucian akuarium dan bak fiber.

Pengisian air ke dalam akuarium sebanyak 15 liter kemudian diberi aerasi

Menempatkan akuarium perlakuan secara acak

2. Aklimatisasi benih ikan mas

Memasukkan ikan mas ke dalam bak fiber.

Ikan dipelihara 1 minggu dan diberi pakan komersial sebanyak tiga kali

sehari pada pagi, siang dan sore hari secara ad libitum.

3. Ekstrak daun teh tua

Menimbang ekstrak daun teh tua sesuai dengan konsentrasi perlakuan

masing-masing (Lampiran 9).

28

Ekstrak daun teh tua yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam air 200ml

yang diambil dari akuarium media pemeliharaan.

Mencampurkan ekstrak daun teh tua dan air dengan cara dipanaskan

menggunakan hot plates dan magnetic stir pada suhu 10-20oC

Larutan ekstrak daun teh tua yang telah tercampur homogen kemudian

ditebar ke masing-masing akuarium wadah pemeliharaan sehingga volume

air dalam akuarium tetap 15 liter.

4. Persiapan biakan bakteri Aeromonas hydrophila

Pemanenan bakteri Aeromonas hydrophila secara aseptik dengan

menggunakan jarum ose kemudian dimasukkan ke dalam tabung falcon

yang telah berisi NaCl steril, setelah itu vortex hingga homogen.

Pembuatan larutan bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml dengan

menggunakan spektrofotometer (Lampiran 10).

5. Penginjeksian bakteri Aeromonas hydrophila 108 cfu/ml sebanyak 0,1 ml/ekor

secara intramuscular kepada benih ikan mas uji.

6. Memasukkan benih ikan mas ke dalam akuarium perlakuan kemudian

melakukan pemantauan sampai memperlihatkan gejala terinfeksi bakteri

Aeromonas hydrophila.

7. Memasukkan ekstrak daun teh tua sesuai dengan konsentrasi ke dalam

akuarium perlakuan yang berisi benih ikan mas yang telah terinfeksi bakteri

Aeromonas hydrophila.

8. Ikan mas direndam selama 48 jam dengan ekstrak daun teh tua dengan

konsentrasi sesuai dengan perlakuan yang diberikan.

9. Setelah 48 jam air pemeliharaan diganti 100% dengan air baru tanpa diberikan

ekstrak daun teh tua.

10. Melakukan pengamatan gejala klinis, kelangsungan hidup dan kualitas air

selama 14 hari.

11. Pembuatan preparat histopatologi organ limpa dari benih ikan mas sebelum

diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila, benih ikan mas setelah diinfeksi

bakteri Aeromonas hydrophila, dan benih ikan mas setelah pengobatan pada

semua perlakuan perendaman (Lampiran 11).

29

3.5 Parameter yang Diamati

1. Gejala Klinis

Gejala klinis yang diamati adalah kerusakan struktur organ tubuh dan

tingkah laku ikan yang mencakup respon terhadap pakan dan uji refleks (respon

terhadap kejutan) dengan pengamatan selama 14 hari.

2. Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup benih ikan mas diamati dengan cara menghitung

jumlah benih ikan mas yang hidup pada akhir pengamatan dibagi dengan jumlah

ikan pada awal pengamatan dikali seratus persen. Rumus kelangsungan hidup

diukur dengan menggunakan rumus Goddar (1996) dalam Khasani et al. (2010)

sebagai berikut:

𝑆𝑅 = 𝑁𝑡

𝑁𝑜 x 100%

Keterangan :

SR = Tingkat Kelangsungan hidup ikan (%)

Nt = Jumlah ikan uji yang hidup pada akhir penelitian (ekor)

No = Jumlah ikan uji yang hidup pada awal penelitian (ekor)

3. Histopatologi Organ

Histopatologi organ yang diamati adalah organ limpa dilakukan pada enam

sample benih ikan mas yang berbeda yaitu benih ikan mas sebelum diinfeksi

bakteri Aeromonas hydrophila (ikan sehat), benih ikan mas setelah diinfeksi

bakteri Aeromonas hydrophila (ikan sakit), dan benih ikan mas setelah

pengobatan atau pemberian perlakuan. Histopatologi ini bertujuan untuk

mengetahui tingkat kerusakan jaringan pada organ limpa benih ikan mas yang

terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

4. Kualitas air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, kandungan oksigen

terlarut (DO), pH, dan amonia. Parameter ini diamati sebanyak tiga kali, yaitu

pada tahap awal penelitian (hari pertama), tahap pertengahan penelitian (hari

ketujuh) dan akhir penelitian (hari keempat belas).

30

3.6 Analisis Data

Data kelangsungan hidup ikan mas yang diperoleh dianalisis dengan uji F.

Apabila terdapat perbedaan antar perlakuan dilakukan uji lanjutan dengan

menggunakan uji jarak berganda Duncan dengan selang kepercayaan 95 % dan uji

Regresi untuk menentukan konsentrasi terbaik dari perlakuan yang diberikan.

Data gejala klinis, histopatologi dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.