BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian...

35
BAB III ANALISIS A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal 1 ayat (5) UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pengertian pelaku usaha adalah: “Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”. Menurut Abdul Halim dalam bukunya yang berjudul “Hak-Hak Konsumen” dimana yang termasuk dalam pelaku usaha adalah Perusahaan, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor, dan lain-lain. Pelaku usaha dibagi menjadi dua yaitu pelaku usaha yang melakukan kartel dengan pelaku usaha pesaingnya (yang tidak ikut dalam perjanjian kartel). Sedangkan pelaku usaha yang ikut dalam perjanjian kartel ada dua jenis, yang pertama pelaku usaha yang memiliki bidang usaha sejenis dengan pelaku usaha yang memiliki satu rantai distribusi. Berikut akan diuraikan jenis pelaku usaha dalam gambar.

Transcript of BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian...

Page 1: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

BAB III

ANALISIS

A. POLA PERJANJIAN KARTEL

1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel

a. Subjek

Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal 1 ayat (5) UU

No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat, pengertian pelaku usaha adalah:

“Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk

badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian penyelenggaraan berbagai kegiatan usaha dalam bidang

ekonomi”.

Menurut Abdul Halim dalam bukunya yang berjudul “Hak-Hak

Konsumen” dimana yang termasuk dalam pelaku usaha adalah Perusahaan,

BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor, dan lain-lain. Pelaku usaha

dibagi menjadi dua yaitu pelaku usaha yang melakukan kartel dengan pelaku

usaha pesaingnya (yang tidak ikut dalam perjanjian kartel).

Sedangkan pelaku usaha yang ikut dalam perjanjian kartel ada dua jenis,

yang pertama pelaku usaha yang memiliki bidang usaha sejenis dengan pelaku

usaha yang memiliki satu rantai distribusi. Berikut akan diuraikan jenis pelaku

usaha dalam gambar.

Page 2: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Gambar 1

Jenis Pelaku Usaha

Berikut akan dijelaskan siapa saja subjek dari setiap perjanjian, mulai dari

pelaku usaha yang melakukan kartel dan termasuk dalam bidang usaha sejenis

atau merupakan satu rantai distribusi.

(a) Putusan Perkara Nomor: 10/KPPU-L/2005 tentang Kartel

Perdagangan Garam ke Sumatera Utara

Pelaku usaha yang melakukan kartel antara lain:

- Terlapor I, Perseroan Terbatas Garam (Persero) (PT Garam)

- Terlapor II, Perseroan Terbatas Budiono Madura Bangun Perkasa (PT

Budiono),

- Terlapor III, Perseroan Terbatas Garindo Sejahtera Abadi (PT

Garindo)

- Terlapor IV, Perseroan Terbatas Graha Reksa Manunggal (PT Graha

Reksa)

- Terlapor V, Perseroan Terbatas Sumatera Palm Raya (PT Sumatera

Palm),

- Terlapor VI, Usaha Dagang Jangkar Waja (UD Jangkar Waja)

- Terlapor VII, Usaha Dagang Sumber Samudera (UD Sumber

Samudera)

Pelaku usaha

Bidang Usaha

Sejenis

Pelaku kartel Pesain

g

Satu Rantai

Distribusi

Page 3: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Dalam perjanjian ini, pelaku usaha yang melakukan kartel, termasuk

dalam jenis satu rantai distribusi, dimana G3 merupakan distributor dan G4

merupakan retail. Sedangkan diluar G3 dan G4 merupakan pelaku usaha pesang.

(b) Putusan Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007 tentang Kartel SMS

Pelaku usaha yang melakukan kartel SMS ini adalah:

- PT Excelcomindo Pratama, Tbk

- PT Telekomunikasi Selular

- PT Indosat, Tbk

- PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk

- PT Hutchison CP Telecommunication

- PT Bakrie Telecom, Tbk

- PT Mobile-8 Telecom

- PT Smart Telecom

- PT Natrindo Telepon Seluler

Perjanjian ini merupakan perjanjian horisontal antara pelaku usaha yang

memiliki produk sejenis, antara operator yang telah memiliki nama besar di pasar

(incumbent) dengan operator pendatang baru (new entrant).

(c) Putusan Perkara Nomor: 01/KPPU-I/2010 tentang Penetapan

Harga dan Kartel Dalam Industri Semen

Pelaku usaha yang melakukan kartel Semen ini adalah:

- Terlapor I, PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk,

- Terlapor II, PT Holcim Indonesia, Tbk,

Page 4: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

- Terlapor III, PT Semen Baturaja (Persero),

- Terlapor IV, PT Semen Gresik (Persero) Tbk,

- Terlapor V, PT Semen Andalas Indonesia,

- Terlapor VI, PT Semen Tonasa,

- Terlapor VII, Semen Padang,

- Terlapor VIII, PT Semen Bosowa Maros

Perjanjian ini menjelaskan bahwa pelaku usaha dalam kartel semen ini

merupakan pelaku usaha dengan satu rantai distribusi, antara produsen dengan

distributor.

(d) Putusan Perkara Nomor: 05/KPPU-I/2013 tentang Kartel

Impor Bawang Putih.

Pelaku usaha yang melakukan kartel Bawang Putih adalah

- Terlapor I, CV Bintang,

- Terlapor II, CV Karya Pratama

- Terlapor III, CV Mahkota Baru,

- Terlapor IV, CV Mekar Jaya

- Terlapor V, PT Dakai Impex

- Terlapor VI, PT Dwi Tunggal Buana

- Terlapor VII, PT Global Sarana Perkasa,

- Terlapor VIII, PT Lika Dayatama,

- Terlapor IX, PT Mulya Agung Dirgantara,

- Terlapor X, PT Sumber Alam Jaya Perkasa,

- Terlapor XI, PT Sumber Roso Agromakmur

- Terlapor XII, PT Tritunggal Sukses,

Page 5: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

- Terlapor XIII, PT Tunas Sumber Rezeki

- Terlapor XIV, CV Agro Nusa Permai

- Terlapor XV, CV Kuda Mas

- Terlapor XVI, CV Mulia Agro Lestari

- Terlapor XVII, PT Lintas Buana Unggul,

- Terlapor XVIII, PT Prima Nusa Lentera Agung

- Terlapor XIX, PT Tunas Utama Sari Perkasa

Pelaku usaha dalam perjanjian kartel bawang putih ini, merupakan jenis

perjanjian horisontal antara pelaku usaha sejenis.

(e) Putusan Perkara Nomor: 08/KPPU-L/2014 tentang Kartel Ban

Roda Empat

Pelaku usaha yang melakukan kartel Ban Roda Empat ini adalah:

- Terlapor I, PT Bridgestone Tire Indonesia,

- Terlapor II, PT Sumi Rubber Indonesia,

- Terlapor III, PT Gajah Tunggal, Tbk.,

- Terlapor IV, PT Goodyear Indonesia, Tbk.,

- Terlapor V, PT Elang Perdana Tyre Industry,

- Terlapor VI, PT Industri Karet Deli,

Dalam perjanjian kartel Ban Roda Empat, merupakan jenis pelaku usaha

yang memiliki bidang usaha sejenis. Dimana mereka para pelaku usaha yang

melakukan kartel merupakan produsen produk yang sama yaitu Ban.

Page 6: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

b. Objek

Konsumen kerap kali menjadi objek semata bagi pencarian keuntungan

pelaku usaha, dimana konsumen berada pada posisi tawar yang lemah dan

semakin melemah, hal ini disebabkan karena: (1) terdapat lebih banyak produk,

merek, dan cara penjualannya, (2) daya beli konsumen makin meningkat, (3) lebih

banyak variasi merek yang beredar di pasaran, sehingga belum diketahui semua

orang, (4) model-model produk lebih cepat berubah, (5) kemudahan transportasi

dan komunikasi sehingga membuka akses yang lebih besar kepada macam-macam

pelaku usaha, (6) iklan yang menyesatkan, (7) wanprestasi oleh pelaku usaha.1

Pasal 1 ayat (15) UUPK yang dimaksud dengan konsumen adalah

“Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”

Berbeda dengan pengertian konsumen dalam UU Anti Monopoli, dalam Pasal 1

ayat (15) yang dimaksud dengan konsumen adalah

“Setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik

untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain”

Perbedaaannya terlihat dalam kalimat terakhir yang menjelaskan bahwa dalam

UUPK konsumen adalah pemakai barang atau jasa terakhir, barang atau jasa

tersebut bukanlah untuk diperjualbelikan. Sedangkan dalam UU Anti Monopoli,

tidak ada kalimat “tidak unntuk diperjualbelikan”, jadi konsumen menurut UU

Anti Monopoli bukan semata-mata hanya sebagai pengguna terakhir. Gambar

berikut akan menjelasakan tentang konsumen dalam UU Anti Monopoli.

1 Abdul Halim, Hak-hak konsumen, Nusa Media, Bandung, 2010, h.9.

Page 7: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Gambar 2

Bentuk Konsumen

Dalam hukum perlindungan konsumen, konsumen adalah sebagai subjek.

Yang dimaksud dengan konsumen dalam hal ini adalah end user (pengguna

terakhir), yaitu orang yang membeli barang dari produsen atau pelaku usaha untuk

kepentingan tertentu baik untuk diri sendiri, keluarga, orang lain bahkan makhluk

hidup lain dengan tujuan tidak untuk memperjualbelikannya. istilah “orang”

sebenarnya menimbulkan pertanyaan, apakah hanya orang sebagai individual

(natuurlijke person) atau termasuk juga badan hukum (rechts person). Menurut

AZ. Nasution, orang yang dimaksud adalah orang alami bukan badan hukum.

Sebab yang memakai, menggunakan dan atau memanfaatkan barang dan atau jasa

untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain tidak

untuk diperdagangkan hanyalah orang alami atau manusia.2

Sedangkan konsumen dalam ranah hukum persaingan usaha adalah

sebagai objek. Dimana dalam hal ini konsumen dibagi menjadi dua, yang pertama

konsumen sebagai end user, yaitu konsumen melakukan pembelian untuk

dikonsumsi sendiri, ataupun untuk keluarga, orang lain atau makhluk hidup lain

2 AZ. Nasution, Perlindungan Hukum Konsumen, Tinjauan Singkat UU No. 8 Tahun 1999-LN

1999 No. 42, Makalah Disampaikan Pada Diklat Mahkamah Agung, Batu Malang, 14 Mei 2001,

h.5.

Konsumen

End user Pelaku Usaha

Produsen

Retailer Distributor

Page 8: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

dan tidak bretujuan untuk memperjualbelikan. Yang kedua adalah konsumen

sebagai pelaku usaha, dimana konsumen membeli barang dan atau jasa bukan

untuk dikonsumsi sendiri melainkan untuk diperjualbelikan kembali. Konsumen

sebagai pelaku usaha mencakup distributor dan retailer. Konsumen dalam hal ini

adalah konsumen dalam ranah hukum persaingan usaha.

Dari penjelasan diatas, kita dapat melihat perbedaan kedudukan konsumen

dalam ranah hukum perlindungan konsumen dengan ranah hukum persaingan

usaha. Dimana dalam ranah hukum persaingan usaha pengertian konsumen cukup

luas dibandingkan dalam ranah hukum perlindungan konsumen.

2. Terbentuknya Kartel Dalam Setiap Putusan

(a) Putusan Perkara Nomor: 10/KPPU-L/2005 tentang kartel perdagangan

Garam ke Sumatera Utara

Bahwa kebutuhan garam bahan baku di Sumatera Utara dipasok hanya oleh

3 (tiga) perusahaan yaitu PT Garam, PT Budiono, dan PT Garindo yang dikenal

dengan istilah “G3”. G3 menjual garam bahan baku secara kontinu kepada PT

Graha Reksa, PT Sumatera Palm, UD Jangkar Waja dan UD Sumber Samudera

yang dikenal dengan istilah “G4” dan sesama anggota G3 sendiri.

Perusahaan pengolah garam di luar G4 sangat bergantung pasokannya dari

G3. Perusahaan pengolah garam tersebut mengalami kesulitan untuk membeli

garam bahan baku secara langsung dan kontinu dari G3. Apabila dapat membeli

langsung dari G3 maka perusahaan pengolah garam tersebut mendapatkan harga

yang lebih tinggi dibanding harga yang diberikan G3 kepada G4. Dengan

ketergantungangannya perusahaan pengolahan garam diluar G4, maka G3

Page 9: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

membuat perjanjian kartel dengan memberikan harga yang tinggi. Perjanjian ini

dilakukan secara tidak tertulis diantara para terlapor.

(b) Putusan Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007 Tentang kartel SMS

Kegiatan Telekomunikasi di Indonesia awalnya dikuasai oleh negara

melalui BUMN, yaitu PT Telkom, Tbk. yang sampai tahun 2006 sahamnya

dimiliki oleh pemerintah sebesar 51,19%. Pada awal periode tahun 1994-2004

SMS hanya dapat dilakukan ke sesama operator saja, baru sekitar tahun 2000-

2001 SMS antar operator mulai diberlakukan. Perbedaan tarif SMS on-net

(sesama operator) dan off-net (lintas operator) terjadi pada tahun 2004 keatas.

Para operator incumbent (Telkomsel, Indosat, dan XL) membuat

perjanjian secara tertulis dengan membuat kalusul yang harus disepakati antara

ketiganya dan para operator new entrant. Kalusul tersebut berisi tentang

penetapan tariff SMS off net yang tidak boleh lebih rendah dari Telkomsel,

Indosat, dan XL, yaitu sebesar Rp.250.

Klausul penetapan tarif minimal tersebut dilakukan guna menjaga tidak

melonjaknya traffic SMS dari operator new entrant kepada operator incumbent.

Tarif SMS minimal sangat dikehendaki oleh para operator incumbent untuk

menjaga pangsa pasar dan kalusul tariff SMS tersebut dapat dipaksakan oleh

operator incumbent kepada operator new entrant dengan menggunakan posisi

tawarnya yang lebih kuat karena memiliki jumlah pelanggan yang lebih banyak.

Operator new entrant terpaksa menerima klausul tersebut karena operator new

entrant memerlukan interkoneksi dengan operator incumbent.

Page 10: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Penetapan yang dilakukan oleh Telkomsel, Indosat dan XL bertujuan agar

para operator baru tidak melakukan banting harga dan melakukan promosi besar-

besaran untuk mendapatkan konsumen. Apabila terjadi banting harga oleh

operator baru, maka dapat dipastikan akan terjadi distorsi pasar. Dampak dari

banting harga ini juga dapat menimbulkan spamming SMS melalui broadcasts

oleh mesin SMS yang biasanya digunakan untuk promosi produk.

(c) Putusan Perkara Nomor: 01/KPPU-I/2010 tentang Penetapan Harga

dan Kartel Dalam Industri Semen.

Industri semen yang di maksud dalam putusan ini, memiliki kegiatan

usaha dengan menambang atau menggali dan/atau mengolah bahan-bahan mentah

tertentu menjadi bahan pokok yang diperlukan guna pembuatan semen atau

produk lainnya, mengolah bahan-bahan pokok tersebut menjadi berbagai macam

semen (portland, semen putih dan lainnya) serta mengolah berbagai macam

semen atau produk lainnya atau lebih lanjut menjadi barang-barang jadi lebih

bermanfaat

Produsen semen dengan para distributornya melakukan pengaturan

wilayah pendistribusian dan pemasaran produk terhadap para distributornya

dengan maksud untuk penataan dan kelancaran berkaitan dengan pendistribusian

produk dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini dilakukan untuk

meratakan pasokan agar tidak memperebutkan konsumen.

Produsen dengan para distributornya bekerjasama untuk mendistribusikan

produk semen yang dihasilkannya. Dalam perjanjian distribusinya, memuat antara

lain distributor wajib untuk tidak menjual/memasarkan semen produksi

Page 11: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

produsennya ke daerah lain selain dari yang telah dibagi dan ditentukan

sebelumnya. Perjanjian kartel ini dilakukan secara tertulis melalui rapat ASI

(Asosiasi Semen Indonesia) yang harus di setujui oleh para anggotanya.

(d) Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013 tentang kartel impor

bawang putih.

Pelaku usaha dalam kartel bawang putih ini bersekongkol dengan

Pemerintah. Pemerintah dalam hal ini adalah Kemeterian Pertanian dan

Kementerian Perdagangan. Pemerintah membuat kebijakan dengan menerapkan

pengaturan volume impor dan dengan memilih siapa saja pelaku usaha yang dapat

melakukan import bawang putih. Pemerintah disini sebagai fasilitator dimana

pemerintah memfasilitasi kartel antar pelaku usaha.

Proses kartel importasi bawang putih telah menyebabkan berkurangnya

import yang juga berdampak pada kelangkaan pasokan bawang putih di dalam

negeri. Konsentrasi importir hanya pada beberapa pelaku usaha karena adanya

cross ownership (kepemilikan silang) dan juga jabatan rangkap mendorong

struktur pasar bawang putih mengarah pada struktur pasar oligopoli dengan hanya

beberapa pelaku usaha. Pemerintah melakukan perjanjian kartel ini secara lisan,

tidak ada perjanjian secra tertulis.

Page 12: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

(e) Putusan Perkara Nomor: 08/KPPU-L/2014 Tentang Kartel Ban roda

empat.

Pasokan ban dipenuhi oleh pabrik ban yang telah memiliki kerjasama

dengan pabrik kendaraan bermotor. Kerjasama langsung dilakukan oleh Produsen

kendaraan bermotor dalam hal ini Agen Tunggal Pemegang Merk (ATPM)

dengan produsen ban. Dalam rapat Presidium, anggota APBI membuat suatu

kesepakatan yang isinya “Anggota APBI jangan melakukan banting membanting

harga”. Kesepakatan yang dilakukan ini adalah secara lisan.

Kesepakatan tersebut wajib dilaksanakan oleh Para Terlapor. Jika Para

Terlapor tidak melakukan apa yang didiskusikan dalam Rapat Presidium tersebut,

APBI akan memberikan sanksi yang bersifat memaksa bagi Para Terlapor, karena

apabila satu pabrikan satu merek membanting harga, yang terkena kerugiannya

adalah merek dengan harga yang di bawah. Padahal, harga itu sama-sama

bertahap. Jadi jika misalnya banting harga diikuti dengan harga yang lain maka

akan mengakibatkan harga menjadi tidak adil dan semua tidak dapat menjual

produk.

3. Dampak Dari Terbentuknya Kartel

Perlu diketahui tentang perlunya tercipta suatu iklim persaingan usaha

yang sehat. Persaingan usaha yang sehat akan memberikan manfaat positif bagi

perekonomian. Dengan terbentuknya kartel akan memberikan dampak negatif

bagi pelaku usaha maupun konsumen. Berikut akan dijelaskan tentang dampak

kartel bagi subjek (pelaku usaha) maupun objek (konsumen).

Page 13: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

a. Bagi Subjek

Persaingan usaha yang sehat akan mendorong terciptanya efisiensi

produksi dan alokasi input, serta akan mendorong para pelaku usaha atau

produsen untuk memperbanyak inovasi di segala lini produksi, termasuk pula

infrastruktur produksi. Situasi semacam itu tidak akan terwujud apabila pelaku

usaha melakukan kartel.

Sesuatu yang tidak dikehendaki oleh produsen dalam iklim persaingan

adalah ketidakpastian bisnis. Tidak sedikit nama-nama besar perusahaan dunia

akhirnya tenggelam akibat semakin tingginya intensitas persaingan. Ada ribuan

perusahaan-perusahaan besar yang sudah tidak lagi terdengar namnya karena

begitu ketatnya persaingan bisnis. Inovasi adalah segalanya, bahwa siapapun

mereka yang unggul dalam inovasi yang akan mampu bertahan.

Lalu manfaat apa yang pelaku usaha dapatkan dengan membentuk kartel?

sebenarnya tidak ada sama sekali manfaatnya, mereka hanya mencoba untuk

bertahan dalam pasar. Mereka mungkin masih bisa melakukan ekspansi bisnis,

tetapi tidak satupun diantaranya yang berpeluang menjadi perusahaan level dunia,

mereka hanya sekedar bisa memutar uang. Manfaatnya mungkin hanya karena

mereka bisa bertahan dalam pencapaian yang telah ada.

Dengan adanya kartel, pelaku usaha dapat mengendalikan harga,

meningkatkan keuntungan, serta menguasai pangsa pasar. Tujuan dari kartel

sendiri adalah menghilangkan persaingan untuk mendapatkan keuntungan yang

lebih besar.

Gambar 3

Dampak kartel bagi pelaku usaha

Mengendalikan

harga

Meningkatkan

keuntungan

Menguasai

pangsa pasar

Page 14: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Dalam putusan kartel garam terlihat bahwa kebutuhan garam bahan baku

ke Sumatera Utara hanya dipasok tiga perusahaan yang disebut dengan G3, oleh

karena tidak adanya produsen lain diluar G3 maka untuk mendapatkan

keuntungan yang tinggi para anggota G3 menetapkan harga dengan membuat

perjanjian kartel dengan memberikan harga yang tinggi kepada retail lain di luar

G4.

Dalam putusan kartel SMS, para operator mengendalikan harga dengan

melakukan penetapan tarif SMS off net. Karena semakin banyaknya operator-

operator baru yang ingin mencari pelanggan atau konsumen melakukan tarif

promo bahkan melakukan praktik banting harga. Dengan melakukan hal tersebut

pelaku usaha yang melakukan tarif promo dan banting harga akan merugi

sedangkan mereka yang tidak melakukan peraktik tersebut tidak akan rugi dalam

hal finansial tetapi mereka akan kehilangan konsumen. Dengan situasi tersebut

para pelaku usaha baik new entrant ataupun incumbent menetapkan tarif SMS

minimal agar mereka tidak merugi dan mendapatkan keuntungan yang besar.

Kartel semen juga mengindikasikan adanya pengendalian harga dengan

membuat pola harga yang paralel, dimana produsen dan distributor melakukan

perjanjian untuk melakukan penetapan harga yang tinggi dan setiap kenaikan

harga satu pelaku usaha, pelaku usaha yang lain juga melakukan kenaikan harga.

Hal ini terjadi karena pelaku usaha memiliki pasokan dan biaya per ton cukup

rendah dibandingkan dengan pesaingnya.

Permintaan konsumen bersifat downward sloping yang artinya penurunan

harga akan meningkatkan permintaan, dan sebaliknya kenaikan harga akan

mengurangi permintaan. Dengan adanya kartel, pelaku usaha dapat

Page 15: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

mengendalikan dan menetapkan harga tinggi tanpa harus takut permintaan turun,

oleh karena itu pelaku usaha dapat mendapatkan keuntungan yang besar.

Seluruh produsen ban tergabung dalam satu asosiasi yang disebut dengan

APBI, adanya rapat APBI memerintahkan anggotanya untuk mengontrol produksi

dan tidak melakukan praktik banting harga. Hal ini dikarenakan supaya harga

dapat dikendalikan dan dinaikkan dengan tinggi mengingat semua produsen ban

adalah anggota APBI. Dengan kenaikkan harga tersebut produsen ban akan

memperoleh keuntungan yang tinggi tanpa harus takut kehilangan konsumen.

Dengan mengendalikan harga dan meningkatkan keuntungan, pelaku

usaha yang melakukan kartel secara otomatis dapat mengausai pangsa pasar.

b. Bagi Objek

Praktik kartel memberikan dampak yang tidak baik dalam masalah

perlindungan konsumen. Kegiatan kartel semacam ini justru melemahkan posisi

konsumen dibandingkan dengan pelaku usaha. Konsumen hanya menjadi objek

yang sering dieksploitasi hak-haknya. Dengan terbentuknya kartel, pelaku usaha

dapat menaikkan harga dan mengatur produksi sesuai keinginan, dengan kondisi

seperti ini konsumen merasa dirugikan karena yang dikehendaki konsumen adalah

mendapatkan harga yang relatif rendah dengan produk dan pelayanan yang baik.

Kartel menyebabkan konsumen akan kehilangan pilihan harga, kualitas yang

bersaing, dan pelayanan yang baik. Perjanjian semacam ini menyebabkan

persaingan usaha menjadi tidak stabil.

Hal tersebut akan menjadi sangat merugikan bagi konsumen, apabila

terjadi pada pelaku usaha-usaha tertentu yang sangat dibutuhkan, misalnya kartel

tersebut terjadi pada bisnis obat-obatan. Jika terjadi kartel disana maka

Page 16: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

masyarakat sebagai konsumen akan dihadapkan dengan harga dan pilihan yang

tidak wajar karena tidak adanya persaingan dan ada pengupayaan untuk

menghilangkan persaingan sehingga masyarakat yang seharusnya mendapatkan

pelayanan terhadap kesehatan menjadi tak terjangkau bagi mereka. Atau dengan

kata lain mau tidka mau karena kebutuhan yang mendesak maka akan tetap

membeli dengan keterpaksaan.

Praktik kartel dalam bentuk apapun pasti akan berujung pada kondisi yang

merugikan konsumen. Sekalipun praktik tersebut diatur oleh pemerintah, kecuali

praktik kartel dilakukan oleh perusahaan milik pemerintah yang notabene tidak

selalu berorientasi untuk mengejar laba. Kartel akan menutup adanya peluang bagi

masukknya inovasi maupun perusahaan pendatang baru yang bisa menawarkan

harga lebih murah dan pelayanan serta produksi yang lebih baik, sehingga akan

mampu menciptakan harga yang lebih efisien.

Dampak yang dirasakan oleh konsumen dari adanya kartel adalah

konsumen akan mendapatkan harga yang relatif tinggi dibandingkan jika tidak ada

kartel. Dalam putusan garam, jelas terlihat bahwa dalam isi perjanjian G3

memberikan harga yang lebih mahal kepada konsumen diluar G4.

Penetapan tarif SMS off net juga dialami oleh konsumen, dimana dengan

adanya penetapan tarif SMS off net pelaku usaha tidak akan merasa tersaingi oleh

para pesaingnya sehingga mereka tidak akan menurunkan harga untuk

mendapatkan konsumen. hal ini menyebabkan konsumen merugi karena

mendapatkan harga yang tinggi.

Dalam putusan semen, konsumen juga mendapatkan harga yang tinggi

dimana setiap keniakan harga satu pelaku usaha, pelaku usha lain juga akan

Page 17: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

meniakkan harga. Kenaikan harga ini terjadi secara sistematis. Begitupun yang

terjadi pada kartel bawang putih.

Sedangkan dalam kartel ban, konsumen dirugikan karena adanya harga

yang tinggi disebabkan oleh para anggota APBI melakukan perjanjian untuk

penetapan harga yang tinggi dan tidka melakukan praktik banting harga.

Mengingat semua produsen ban tergabung dalam APBI menyebabkan karena

kebutuhan yang mendesak konsumen terpaksa membeli dengan harga yang relatif

mahal.

4. Pola Perjanjian

(a) Putusan Perkara Nomor: 10/KPPU-L/2005 tentang kartel

perdagangan Garam ke Sumatera Utara

Gambar 4

Pola Perjanjian Kartel Garam

Produse

n

Retail

er

Perjanjian

Kartel

Harga produk PT

Garam lebih tinggi Mengatur

jumlah pasokan

Menetapkan harga

jual secara sistematis

dan teratur

Produsen Memberikan harga

kepada kepada beberapa retailer

lebih murah

Produse

n

Perjanjian

Kartel

Page 18: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Dalam putusan ini ditemukan adanya perjanjian kartel antara produsen

dengan produsen yang isinya menetapkan harga produk dari satu produsen lebih

tinggi serta penguasaan atas jumlah pasokan ke Sumatera Utara. Dan perjanjin

antara produsen dengan retailer dimana isi dari perjanjian itu berupa pemberian

harga jual yang sistematis dan teratur kepada sejumlah retailer dan dengan

memberikan harga yang lebih rendah kepada sejumlah retailer yang bersepakat

melakukan kartel di banding dengan retailer lain yang tidak ikut kartel.

(b) Putusan Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007 Tentang kartel SMS

Gambar 5

Pola Perjanjian Kartel SMS

Pada mulanya, XL mengeluarkan produk Jempol yang menawarkan SMS

dengan tarif on-net murah. Pada tahun yang sama Telkomsel juga mengeluarkan

produk As yang juga menawarkan SMS dengan tariff on-net murah. Tetapi

dengan masuknya para operator new entrant yang awalnya melakukan tariff

promo dengan menawarkan harga yang jauh lebih murah maka para operator

incumbent, karena mereka takut kehilangan konsumen dan pangsa pasarnya maka

mereka para operator incumbent membuat klausul.

Isi dari kalusul tersebut adalah tentang penetapan tarif minimlal SMS off-

net yang tidak boleh lebih rendah dari tarif yang dikenakan oleh operator

Incumbent New Entrant

Menetapkan tarif

SMS off net minimal

Perjanjian kartel

Page 19: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

incumbent yaitu Indosat, Telkomsel dan XL sebesar Rp.250. Penetapan tarif

minimal tersebut dilakukan guna menjaga tidak melonjaknya traffic sms dari

operator new entrant kepada operator incumbent, dan agar tidak terjadinya

spamming SMS.

New entrant berada pada posisi tidak dapat menolak kalusul yang telah

dibuat oleh incumnet, karena mereka adalah pendatang baru yang membutuhkan

interkoneksi dari operator incumbent yang pangsa pasarnya sudah tinggi dan

memiliki pelanggan tetap.

(c) Putusan Perkara Nomor: 01/KPPU-I/2010 tentang Penetapan

Harga dan Kartel Dalam Industri Semen.

Gambar 6

Pola Perjanjian Kartel Semen

Produsen dan distributor membagi setiap daerah pemasaran mereka, dan

harga yang diatur oleh produsen dan distributor adalah harga loco pabrik dimana

biaya pengangkutan ditanggung sepenuhnya oleh distributor. Produsen

menentukan berapa harga yang akan diberikan kepada konsumen sebagai

distributor, pengguna akhir, ataupun kepada toko pengecer. Harga loco pabrik

pada setiap penjualan adalah harga kesepakatan dari negosiasi yang dilakukan

Produsen

Perjanjian

Kartel

Distributor

Membagi aera

pemasaran

Retailer

Perjanjian

Kartel

Mengontrol

harga

Membentuk

harga loco

Page 20: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

antara produsen dengan distributor. Produsen akan berusaha menjual dengan

harga setinggi-tingginya, sementara distributor yang bertindak sebagai pembeli,

akan berusaha mendapatkan harga paling rendah. Produsen akan tetap menjual

meski hanya mendatangkan keuntungan yang rendah asalkan tidak sampai jual

dibawah biaya produksi.

Perjanjian kartel semen ini juga terjadi antara distributor dengan retailer

dimana terdapat pergerakan harga paralel, hal ini bertujuan untuk

mempertahankan harga pasar melihat beberapa Pelaku Usaha memiliki pasokan

dan biaya per ton yang cukup rendah dibandingkan dengan pesaingnya serta

adanya upaya mengatur harga pada level yang cukup tinggi untuk

mempertahankan tingkat keuntungan. Pergerakan harga yang terjadi hampir

bersamaan dan paralel serta dengan selisih harga yang relatif tipis. Terdapat upaya

untuk mengatur harga sehingga masing-masing perusahaan tetap dapat

mempertahankan pangsa pasar

(d) Putusan Perkara Nomor 05/KPPU-I/2013 tentang kartel impor

bawang putih.

Gambar 7

Pola Perjanjian Kartel Bawang Putih

Kartel dalam putusan ini terjadi antara importir bawang putih dengan

pemerintah (Kementerian Perdagangan dan Kementrerian Pertanian). Dimana

Importir Pemerintah

Perjanjian

Kartel

Kebijakan

Mengatur jumlah

volume import

Memilih importir

Page 21: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

pemerintah membuat kebijakan yang berisi tentang penetapan volume import

bawang putih dan pemilihan siapa saja yang dapat melakukan import bawang

putih.

Para importir bawang putih memiliki pola pengaturan pemasukan bawang

putih untuk dapat mengatur pasokan bawang putih ke Indonesia. Para Importir

tidak menjalankan kewajibannya dalam memenuhi kuota yang telah diberikan

dalam jumlah dan waktu yang telah ditentukan karena didasarkan pada

kepentingan bisnis belaka tergantung kepentingan perusahaan-perusahaan yang

saling terkait.

(e) Putusan Perkara Nomor: 08/KPPU-L/2014 Tentang Kartel Ban

roda empat.

Gambar 8

Pola Perjanjian Kartel Ban

Adanya rapat APBI yang memerintahkan seluruh anggotanya untuk

bertukar informasi (menyampaikan laporan produksi, ekspor, penggunaan bahan

baku, penjualan, dan sebagainya), serta terdapat paksaan untuk menahan diri dan

APBI

Perjanjian Kartel

Bertukar

Informasi

Paksaan Menahan Diri

Dan Mengontrol Produksi

Tidak Melakukan

Praktik Banting Harga

Produsen Produsen

Page 22: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

mengontrol produksi ban guna menjaga agar pasar tetap kondusif sesuai dengan

perkembangan permintaannya.

Tindakan menahan diri dipahami agar anggota APBI tidak melakukan

praktik banting harga, karena jika pasar dibanjiri ban dengan dengan harga murah,

harga akan turun. Dan ketika harga turun, akan sulit bagi anggota APBI untuk

mengakselerasi harga dikemudian hari.

B. KONSTRUKSI HUKUM KARTEL

Undang-Undang Anti Monopoli di Indonesia dibuat dalam waktu yang

relative singkat pada jaman pemerintahan Presiden Habibie, dipahami lebih

sebagai solusi politik sesuai dengan jamannya, dengan segala keterbatasan dan

muatan kepentingannya kemudian berkembang dan dilengkapi dengan praktik

penerapan hukumnya. Perkembangan hukum persaingan usaha di Indonesia

memperjelas kebutuhan akan revisi ketentuan-ketentuan di dalamnya.

Kesulitan-kesulitan pembuktian adanya perjanjian menimbulkan

pertanyaan, apakah diktomi perjanjian dan kegiatan yang dilarang perlu

dipertahankan. Semakin terdidik para pelaku usaha maka semakin banyak yang

tercerahkan sehingga hampir tidak ada pelaku usaha dalam kasus-kasus besar

yang mengikatkan diri dalam perjanjian tertulis maupun tidak tertulis yang

dilarang oleh UU Anti Monopoli. Sementara itu disisi lain penegak hukum

mampu menjangkau bentuk-bentuk perbuatan sesuai dengan ketentuan yang ada.

Hal demikian memungkinkan terjadinya pemaksaan penafsiran sepihak yang sulit

dihindari mengingat masih adanya keraguan terhadap kemampuan lembaga

pemutus.

Page 23: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Praktik penegakan hukum di Indonesia menunjukkan bahwa meski

sebagian besar dari perkara yang diperiksa oleh badan pengawasyang dibentuk

untuk mengawasi pelaksanaan UU Anti Monopoli yaitu KPPU adalah persoalan-

persoalan kartel yang sebagian besar diantaranya berupa pelanggaran-pelanggaran

terhadap larangan persekongkolan untuk mengatur sebuah perjanjian.

Terdapat beberapa perkara pelanggaran kartel sehubungan dengan

penetapan harga, peraturan kapasitas dan jenis produksi ataupun pembagian

wilayah pemasaran. Jika dilihat dari jumlahnya jauh lebih kecil, namun jika

dilihat dari perannya didalam perkembangan hukum persaingan usah, telah

memberikan makna yang sangat penting karena bermuara kepada pertimbangan

hukum di dalam putusan-putusan KPPU yang sangat mempengaruhi struktur

pasar dan perilaku pasar Indonesia.

Concered Action dalam pengertian sebuah perbuatan merupakan bentuk

perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh lebih dari satu pelaku (mutual action)

dan menghasilkan sebuah keadaan tertentu yang menghambat persaingan.

Masing-masing perilaku yang terlibat di dalam sebuah concered action tidak

mengikatkan diri dalam suatu perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, namun

bertindak secara terpisah dan menimbulkan akibat yang diharapkan. Sejauh

pengetahuan penulis, concered action tidak pernah dibahas secara mendalam

didalam literatur Indonesia. Batasan pengertian dapat menjadi rancu oleh presepsi

yang menyamakan secara penuh makna concered action dengan conspiracy

(persekongkolan).

Dengan syarat-syarat tertentu, ide Concered Action dapat diterapkan

sebagai alat bantu bagi konstruksi hukum sebagai elemen penjerat dalam

Page 24: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

penerapan hukum persaingan usaha di Indonesia, apabila ada usnur konspirasi

tidak terbukti karena ketiadaan unsur perjanjian tertulis maupun tidak tertulis.

Substansinya tersirat di dalam banyak pasal-pasal yang memuat tindakan mutual

(mutual act) namun memerlukan pembahasan mendalam.

Penulis berpendapat bahwa kajian mendalam tentang konstruksi ide

hukum concered action dapat menjadi masukanyang penting untuk diuji ketika

ketentuan-ketentuan larangan praktik anti monopoli sulit untuk diterapkan akbiat

tidak adanya unsur perjanjian (tertulis maupun tidak tertulis) dan unsur

komunikasi yang konkret terarah kepada satu tujuan tertentu, tidak dapat

dibuktikan secara meyakinkan. Pembuktian concered action memerlukan analisa

terhadap bukti ekonomi, namun bukti ekonomi tetap diperlukan sebagai unsure

pembuktian yang signifikan.3

a. Definisi kartel dalam putusan

Dalam setiap putusan terdapat definisi kartel yang berbeda-beda, berikut

definisi kartel dalam lima putusan KPPU akan dijelaskan dalam tabel.

Tabel 1

Perbandingan Definisi Kartel Dari Lima Putusan

3 Etd.repository.ugm.ac.id

Page 25: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

N

o

Putusan

Definisi Kartel

1 Garam Didalam putusan ini definisi tentang kartel mengacu

pada Pasal 11 UU Anti Monopoli .

2 SMS Kesamaan harga antar pesaing tidak semata mata

menunjukkan adanya kartel. Kartel baru dianggap

terjadi apabila terdapat kesamaan harga ditambah

dengan adanya komunikasi antar pesaing untuk

menetapkan harga yang sama tersebut, baik secara

langsung maupun tidak langsung.4

3 Semen Kartel adalah agreement untuk menyepakati dalam

menentukan harga maupun pasar untuk tujuan

bersama. Dalam kartel harus ada perencanaan dalam

suatu program, ada kesepakatan dan ada proses untuk

memonitor efektivitasnya sehingga harus ada

koordinasi sebagai bukti implementasi. Bahwa direct

evidence dapat berupa dokumen cetak biru proses

kartel dan ada dokumen kesepakatan mengenai

bagaimana pelaksanaan dan monitoringnya.

4 Bawang

Putih

kesepakatan yang dibuat oleh pelaku usaha dengan

pelaku usaha lainnya dalam bentuk suatu koordinasi

untuk mengatur distribusi untuk mempengaruhi harga

dalam rangka mempertahankan harga dan

mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi.

5 Ban Roda

Empat

Dalam putusan ini menjelaskan bahwa suatu pelaku

usaha dapat menjadi anggota kartel apabila produknya

telah menguasai pasar.

Dari lima definisi kartel dalam putusan KPPU, dapat diambil kesimpulan

bahwa kartel merupakan suatu komunikasi, kesepakatan atau perjanjian oleh

4 Putusan Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007 Tentang kartel SMS, h. 29

Page 26: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

pelaku usaha yang telah menguasai pangsa pasar untuk menetapkan harga untuk

kepentingan bersama.

b. Unsur-Unsur Kartel Dalam Putusan

Telah dijelaskan sebelumnya tentang definisi kartel menurut beberapa

pakar dan menurut lima putusan KPPU.

Tabel 2

Perbandingan Definisi Kartel

no Menurut Definisi

1 Pakar Kartel merupakan suatu kesepakatan tertulis maupun tidak

tertulis antara pelaku usaha dengan produk sejenis yang

memiliki market power untuk mengendalikan harga dan

wilayah pemasaran dengan maksud untuk meniadakan

persaingan dan melakukan monopoli pasar.

2 Putusan kartel merupakan bentuk komunikasi, kesepakatan atau

perjnajian oleh pelaku usaha dengan pesaingnya yang telah

menguasai pangsa pasar untuk menetapkan harga untuk

kepentingan bersama

Karena dalam UU Anti Monopoli tidak dijelaskan secara jelas dan spesifik

mengenai definisi kartel, maka kita dapat melihat definisi kartel dari berbagai

pakar dan menurut KPPU dilihat dari lima putusan tentang kartel. Dari berbagai

definisi yang telah dibahas sebelumnya baik dari para pakar maupun dari putusan,

terdapat beberapa unsur kartel.

Dari definisi dalam tabel, terdapat beberapa unsur dari kartel. dapat

disimpulkan bahwa unsur kartel menurut beberapa pakar antara lain: (1) pelaku

Page 27: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

usaha, (2) perjanjian tertulis maupun tidak tertulis, (3) produk sejenis, (4) Market

power, (5) mengendalikan harga dan wilayah pemasaran, (6) meniadakan

persaingan, dan yang terakhir (7) monopoli.

Dalam definisi kartel menurut putusan dapat terlihat ada lima unsur dari

kartel, yaitu: (1) pelaku usaha dan pelaku usaha pesaing, (2) adanya komunikasi,

kesepakatan dan perjanjian, (3) menguasai pangsa pasar, dan yang terakhir, (4)

menetapkan harga. Berikut akan dijelaskan satu-persatu dari unsure kartel dalam

lima putusan KPPU, yaitu:

1. Unsur pelaku usaha dan pelaku usaha pesaing

Unsur yang pertama adalah pelaku usaha dan pesaingnnya. Pelaku usaha

merupakan unsur muthlak dari kartel, dimana pelaku usaha merupakan subjek

yang dapat menciptakan suatu kartel. Pelaku usaha adalah orang yang menjual

barang dan atau jasa kepada konsumen dengan maksud mencari keuntungan.

Bahwa dalam lima putusan yang di analisis, pelaku usaha yang di maksud

meliputi produsen, distributor ataupun retailer, karena ketiganya sama-sama

menjual barang dan atau jasa untuk mencari keuntungan. Apabila dilihat dari sisi

produsen, distributor dan retailer merupakan konsumen. Tetapi jika kita melihat

dari disisi konsumen, distributor dan retailer adalah pelaku usaha. Sedangkan

pesaingnya adalah mereka yang menjual barang dan atau jasa dengan produk

sejenis.

2. Adanya komunikasi, kesepakatan dan perjanjian

Yang dimaksud perjanjian berdasarkan Pasal 1 angka 7 Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1999 adalah “suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk

Page 28: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa

pun, baik tertulis maupun tidak tertulis”.

Suatu kartel dapat terbentuk apabila ada komunikasi, kesepakatan atau

perjanjian diantara para pelaku usaha. Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian

baik tertulis maupun tidak tertulis. Apabila suatu kartel dibentuk dengan

perjanjian tertulis akan lebih mudah KPPU melakukan pemeriksan, dan

sebaliknya apabila kartel terbentuk dengan perjanjian tidak tertulis dengan kata

lain hanya dengan komunikasi secara lisan tanpa adanya hitam diatas putih akan

sulit bagi KPPU untuk memeriksa perkara tersebut adalah kartel atau tidak.

Dalam putusan Garam, kartel terbentuk dengan adanya kesepakatan lisan

antara G3 dengan G4 untuk menetapkan harga produk PT Garam lebih tinggi

dibandingkan dengan harga produk PT Budiono dan PT Garindo, adanya

pemberian harga yang lebih tinggi untuk garam bahan baku yang dibeli oleh

perusahaan di luar G3 dan G4 serta adanya penguasaan pasokan garam bahan

baku ke Sumatera Utara oleh G3. Kesepakatan ini mengakibatkan keteraturan dan

keseragaman jumlah pasokan dan kebijakan harga. Dengan kata lain unsur

perjnjian terpenuhi dalam putusan garam.

Tim Pemeriksa menemukan adanya beberapa perjanjian tertulis dalam

kartel SMS mengenai harga yang ditetapkan oleh operator sebagai satu kesatuan

PKS Interkoneksi sebagaimana terlihat dalam Matrix Klausula Penetapan Tarif

SMS dalam PKS Interkoneksi pada bagian Fakta dan Temuan. Sehingga secara

formil, hal ini sudah termasuk dalam kategori kartel yang dilakukan oleh XL,

Telkomsel, Telkom, Hutchison, Bakrie, Mobile 8, Smart, dan NTS

Page 29: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Dalam putusan semen, kartel dapat terbentuk karena kesepakatan secara

lisan, hal ini menyulitkan Tim Pemeriksa untuk membuktikan adanya kartel. Tim

Pemeriksa menyebutkan bahwa terlihat pergerakan harga yang paralel serta

dengan selisih harga yang relatif tipis bahkan untuk wilayah-wilayah di luar

wilayah pabrikan. Ketidaklinearan antara biaya per ton dengan harga yang

ditetapkan merupakan sebagai upaya untuk mengatur harga sehingga masing-

masing perusahaan tetap dapat mempertahankan pangsa pasar dan kelangsungan

usaha pesaingnya.

Tim Investigator menemukan adanya bukti dokumen ataupun perjanjian

tertulis yang membuktikan terlapor pernah membuat perjanjian tertulis yang

bermaksud mengatur harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran

bawang putih. Tim Investigator juga menemukan adanya bukti tidak langsung

seperti pernah adanya komunikasi (misal telepon, email dan sebagainya) diantara

para terlapor yang bermaksud mengatur harga dengan mengatur produksi dan atau

pemasaran bawang putih.

Dalam putusan ban, semua terlaporterbukti membuat suatu perjanjian tisak

tertulis atau secara lisan melalui rapat APBI dengan isi perjanjiannya adalah

bahwa setiap produsen yang tergabung dalam APBI harus saling bertukar

informasi (menyampaikan laporan produksi,eksport, penggunaan bahan baku,

penjualan, dsb), dan mengontrol setaip produksi mereka serta tidak melakukan

praktik banting harga untuk menjaga harga untuk tidak turun.

3. Menguasai pangsa pasar

Page 30: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

Market segment atau pangsa pasar merupakan bagian dari keseluruhan

permintaan suatu barang yang mencerminkan golongan konsumen menurut ciri

khasnya, seperti dari tingkat pendapatan,umur, jenis kelamin, pendidikan, dan

juga status sosial. Pangsa pasar adalah bagian dari pasar yang dapat dicapai oleh

perusahaan. Pangsa pasar dapat menjadi salah satu dari indikator meningkatnya

kinerja pemasaran suatu perusahaan.

Bahwa dalam kartel garam, G3 telah menguasai pasar sebesar 50%.

Sedangkan sisanya dikusasai oleh G4 dan retailer lain yang tidak disebutkan

secara rinci tentang berapa pembagian persen dalam penguasaan pasar oleh G4

dan retailer lain.

Jasa telekomunikasi di Indonesia awalnya dikuasai oleh Telkom sampai

tahun 2006 dengan kepemilikan saham sebesar 51,19%. Namun stelah tahun

2006, Telkom tidak lagi menguasai pasar. Revolusi teknologi telekomunikasi di

Indonesia diawali dengan lahirnya PT Satelit Palapa Indonesia (“Satelindo”) pada

tahun 1993 yang memperoleh lisensi untuk Sambungan Langsung Internasional,

telepon selular, dan hak penguasaan eksklusif atas beberapa satelit komunikasi.

Hal ini menyebabkan banyak operator baru yang muncul. Dan pada akhirnya

dengan inovasi baru telkomsel, indosat dan XL menguasai pasar hingga saat ini.

Dalam kartel semen, pangsa pasar SBM (terlapor VIII) secara nasional

terus mengalami peningkatan dari 3.0% di tahun 2007 menjadi 3.6% di tahun

2008 dan 4.64% untuk tahun 2009. Bahkan, dalam rangka meningkatkan

kapasitas produksi dan ekspansi pasar ke wilayah Indonesia bagian barat, Bosowa

Corporation, yang merupakan induk perusahaan SBM, telah mendirikan PT

Semen Bosowa Batam dan membangun pabrik semen dengan kapasitas produksi

Page 31: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

sebesar 1,2 juta ton/tahun dan telah mulai beroperasi sejak tahun tahun 2008.

Meskipun demikian, SBM sebagaimana layaknya pelaku usaha lainnya pada

umumnya, tidak dapat menjamin bahwa produk yang dijualnya akan selalu ada di

setiap wilayah di Indonesia, apalagi jika memperhatikan tingkat persaingan dan

jangkauan pemasaran produsen semen yang sifatnya lokal.

Dalam kartel bawang putih, semua terlapor menguasai pasokan bawang

putih dalam negeri untuk bulan November 2012 – Februari 2012 sebesar 56,68%

(lima puluh enam koma enam puluh delapan persen) atau sebesar 23.518.018

(Dua Puluh Tiga Juta Lima Ratus Delapan Belas Ribu Delapan Belas).

Sedangkan dalam putusan ban, pangsa pasar dapat dilihat dalam kurun

waktu empat tahun mulai dari tahun 2008 sampai dengan 2011 sebagai berikut:

Goodyear 6,2% 5,8% 4,6% 3,4%, Bridgestone 34,0% 33,6% 30,3% 30,4%. Gajah

Tunggal 33,2% 32,2% 35,2% 35,1%. Industri Karet Deli 3,7% 3,4% 4,7% 7,8%.

Sumi Rubber Indonesia 17,4% 18,3% 19,5% 17,9%. Elangperdana Tyre Industry

5,6% 6,6% 5,7% 5,5%. Goodyear adalah satu-satunya perusahaan yang

mengalami penurunan setiap tahunnya.

4. Menetapkan harga

Tujuan dari pembentukan kartel adalah supaya pelaku usaha bisa

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, keuntungan yang besar bisa didapat

salah satunya dengan menetapkapkan harga. Penetapan harga ini dilakukan oleh

pelaku usaha untuk menghilangkan persaingan. dengan tidak adanya persaingan

maka pelaku usaha tidak berfikir untuk bagaimana cara mendapatkan banyak

Page 32: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

pelanggan tanpa harus memberikan harga yang rendah. Sedangkan konsumen

menginginkan harga yang relatif rendah.

Penetapan harga oleh produsen terjadi pada kartel garam, dimana harga

produk PT Garam lebih tinggi di banding dengan PT Budiono dan PT Garindo.

Begitupun dalam kartel SMS, operator incumbent dengan new entrant

menetapkan harga tariff SMS off net tidak boleh kurang dari Rp.250. dalam

putusan semenpun ditemukan adanya harga yang stabil, dimana bila perusahaan

satu menaikkan harga, perusahaan lainpun ikut menaikkan harga, pola harga ini

terjadi dengan selisih yang sama, beitupun yang terjadi dalam kartel bawang

putih. Dalam kartel ban, melalui rapat APBI, produsen-produsen ban menetapkan

harga dan tidak boleh para anggotanya melakukan praktik banting harga.

c. Prinsip Rule Of Reason

Asril mengemukakan prinsip Rule of Reason adalah suatu pendekatan

dengan menggunakan pertimbangan akan akibat suatu perbuatan, apakah

mengakibatkan praktek monopoli dan akan menimbulkan kerugian dipihak lain.5

Sedangkan susanti mengemukakan bahwa kartel merupakan pertimbangan yang

digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dituduhkan melanggar hukum

persaingan dimana penggugat dapat menunjukkan akibat-akibat yang

menghambat persaingan atau kerugian nyata terhadap persaingan.6 Dari dua

pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bawha prinsip Rule Of Reason

merupakan suatu pertimbangan hakim untuk menentukan apakah suatu perbuatan

tertentu melanggar hukum persaingan atau tidak. Rule Of Reason adalah prinsip

5 Asril Sitompul, Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (ditinjau terhadap undang

undang no 5 tahun 1999), PT Citra Aditya, Bandung, 1999. 6 Susanti Adi, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Puslitbang/Diklat Mahkamah Agung, 2001.

Page 33: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

yang akan digunakan untuk menentukan perbuatan tertentu melanggar atau tidak

berdasarkan pada akibat yang muncul dari perbuatan, yaitu menghambat

persaingan atau melahirkan kerugian pada pelaku usaha lain.7

Mengapa kartel masuk dalam prinsip Rule of Reason? Hampir semua

negara menghukum praktik kartel secara per se illegal, bahkan anggota kartel

pada umumnya mengahdapi tanggung jawab atas potensi criminal. Namun

ketentuan dalam Pasal 11 UU Anti Monopoli menetapkan bahwa pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian dengan para pesaingnya untuk mempengaruhi harga

hanya jika perjanjian tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Ketentuan ini mengarahkan pihak komisi

(KPPU) untuk menggunakan pendekatan rule of reason dalam menganalisis

kartel.

Gambar 9

Langkah KPPU Menganalisis Prinsip rule of reason

7 https//yakubadikrisanto.wordpress.com/2008/06/03/prinsip-rule-or-reason-dan-per-se-ilegal/.

Diakses pada 2 juni 2016 pukul 00.49

KPPU Rule of reason Menimbulkan

akibat

Praktik

monopoli

Kerugian

pihak lain

Page 34: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

KPPU melakukan analisis pendekatan rule of reason dengan

mempertimbangkan akan akibat suatu perbuatan, apakan mengakibatkan praktik

monopoli dan akan menimbulkan kerugian dipihak lain. Pendekatan ini

memungkinkan pengadilan melakukan interpretasi terhadap UU seperti

mempertimbangkan faktor-faktor kompetitif dan menetapkan layak atau tidaknya

suatu hambatan perdagangan. Hal ini disebabkan karena perjanjian-perjanjian

maupun kegiatan usaha yang termasuk dalam UU Anti Monopoli tidak semuanya

dapat menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat atau akan

merugikan masyarakat. Sebaliknya, perjanjian tersebut dapat juga menimbulkan

dinamika persaingan usaha yang sehat. Oleh karenanya pendekatan ini digunakan

sebagai penyaring untuk menentukan apakah mereka menimbulkan praktik

monopoli atau persaingan usaha yang sehat atau tidak.

Larangan yang berkaitan dengan kartel hanya berlaku apabila perjanjian

kartel tersebut dapat mengakibatkan terjadinya monopoli dan/atau persaingan

usaha tidak sehat. Berarti pendekatan yang digunakan dalam kartel adalah rule of

reason. Keunggulan dari rule of reason adalah dapat dengan akurat dari sudut

efisiensi menetapkan apakah suatu tindakan pelaku usaha menghambat

persaingan. Sedangkan kekurangannya, penilaian yang akurat tersebut bisa

menimbulkan perbedaan hasil analisa yang mendatangkan ketidakpastian.

Kesulitan penerapan rule of reason antara lainpenyelidikan akan memakan waktu

yang lama dan memerlukan pengetahuan ekonomi.

Kata-kata mengatur produksi dan/atau pemasaran yang bertujuan

mempengaruhi harga adalah menunjukkan uapaya untuk meniadakan kesempatan

pihak lawan dalam pasar untuk memilih secara bebas diantara penawaran anggota

Page 35: BAB III ANALISIS...BAB III. ANALISIS. A. POLA PERJANJIAN KARTEL 1. Subjek dan Objek dari Perjanjian Kartel . a. Subjek Subjek dari perjanjian kartel adalah pelaku usaha, dalam Pasal

kartel. Pasal ini menunjukkan cakupan hanya dalam hal produksi dan penjualan,

tidak meliputi pengembangan dan pembelian.

Dalam lingkup doktrin rule of reason, jika suatu kegiatan yang dilarang

dilakukan oleh seorang pelaku usaha akan dilihat seberapa jauh efek negatifnya.

Jika terbukti secara signifikan adanya unsur yang mengahmbat persaingan, baru

diambil tindakan hukum.