BAB III

download BAB III

of 9

description

bab 3

Transcript of BAB III

BAB III

TINJAUAN PUSTAKAA. DefinisiOsteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Seringkali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulangulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya (Mansjoer, 2000).A. EtiologiEtiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Hasil penelitian menunjukan 87% adalah kasus OA primer, dan 13% kasus OA sekunder. Menurut klasifikasi rontgentography, 38% adalah jenis awal, 28,5% jenis patellofemoral dan 23,2% jenis medio-patellofemoral. Klasifikasi radiologi itu terkait dengan manifestasi klinis jika varus dan deformitas valgus lebih parah, penilaian X ray juga akan menjadi lebih parah (Yongping et al., 2000).Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:

a. Usia lebih dari 40 tahun

b. Jenis kelamin

c. Suku bangsa

d. Genetik

e. Kegemukan den penyakit metabolik

f. Cedera sendi, pekerjaan, olahraga

g. Kelainan pertumbuhan

h. Kepadatan tulang, dan lain-lain (Mansjoer, 2000). A. Epidemiologi

Insidensi dan prevalensi osteoarthritis bervariasi pada masing masing negara, tetapi data pada berbagai negara menunjukkan, bahwa arthritis jenis ini adalah yang paling banyak ditemui, terutama pada kelompok usia dewasa dan lanjut usia. Prevalensinya meningkat sesuai pertambahan usia (Bethesda, 2013).

Prevalensi meningkat dengan meningkatnya usia dan pada data radiografi menunjukkan bahwa osteoarthritis terjadi pada sebagian besar usia lebih dari 65 tahun, dan pada hampir setiap orang pada usia 75 tahun (Hansen & Elliot, 2005). Osteoarthritis ditandai dengan terjadinya nyeri pada sendi, terutamanya pada saat bergerak (Priyanto, 2008).

B. PatofisiologiAkibat peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi secara progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi serta tepi sendi (osteofit). Osteofit terbentuk sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif (Mansjoer, 2000).

C. Gejala KlinisGejala utama OA ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mulamula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi tulang (Mansjoer, 2000).

Tempat prediksi osteoarthritis adalah sendi karpometakarpal I, metatarsofalangeal I, apofiseal tulang belakang, lutut, paha. Pada falang distal timbul nodus Heberden dan pada sendi interfalangproksimal timbul nodus Bouchard. Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan (Mansjoer, 2000).

D. Faktor ResikoRisiko terkena osteoarthritis juga dapat berubah dari waktu ke waktu tergantung pada usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat dilihat pada pasien osteoarthritis secara umumnya seperti berikut (Anonim, 2006):

1). Usia

Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat sering dengan dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin meningkat usia seseorang, semakin bertambah rasa nyeri dan keluhan pada sendi.

2). Berat badan

Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan seseorang untuk menderita osteoarthritis. Hal ini adalah disebabkan karena seiring dengan bertambahnya berat badan seseorang, beban yang akan diterima oleh sendi pada tubuh makin besar. Beban yang diterima oleh sendi akan memberikan tekanan pada bagian sendi yang berpengaruh, contohnya pada bagian lutut dan pinggul.

3). Trauma

Trauma pada sendi atau pengunaan sendi secara berlebihan. Atlet dan orang-orang yang memiliki pekerjaan yang memerlukan gerakan berulang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena osteoarthritis karena mengalami kecederaan dan peningkatan tekanan pada sendi tertentu. Selain itu, terjadi juga pada sendi dimana tulang telah retak dan telah dilakukan pembedahan.

4). Genetika

Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis.Kelainan warisan tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi dapat menyebabkan osteoarthritis. Nodus Herberden adalah 10 kali lebih banyak terjadi pada wanita dibanding laki-laki, dengan risiko dua kali lipat jika ibu kepada wanita itu mengalami osteoarthritis (Hansen & Elliot, 2005). Nodus Herberden dan Nodus Bouchard terjadi pada bagian sendi pada tangan.

5). Kelemahan pada otot Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis. Kelemahan otot dapat berkurang disebabkan oleh faktor usia, inaktivasi akibat nyeri atau karena adanya peradangan pada sendi.

6). Nutrisi

Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang untuk merespons secara optimal proses terjadinya osteoarthritis dan akan mempengaruhi perkembangannya. Kemungkinan vitamin D mempunyai efek langsung terhadap kondrosit di kartilago yang mengalami osteoarthritis, yang terbukti membentuk kembali reseptor vitamin D.

E. DiagnosisDiagnosis osteoarthritis dapat dilakukan mendasari pada gambaran klinis dan temuan pada hasil radiografis. Antara diagnosis yang sering dilakukan adalah seperti:

1). Gejala/keluhan utama

Nyeri pada sendi, lokalisasi tidak jelas, nyeri bertambah ketika terjadi pergerakan dan berkurang ketika beristirahat, nyeri dan kaku pada sendi pada pagi hari, kaku setelah tidak beraktivitas, umumnya akan timbul secara perlahan-lahan (Iskandar, 2012).

2). Pemeriksaan fisik

Peradangan pada sendi dapat dilihat karena adanya hipertrofi tulang, dimana kulit di bagian atasnya berwarna merah, terasa nyeri, dan juga terdapat Nodus Bouchard pada proksimal interphalangeal yang dapat terjadi deformitas (kelainan bentuk) (Iskandar, 2012).

3). Pemeriksaan laboratorium

Hasil pemeriksaan darah dan cairan sendi biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi laju endap darah (LED) meninggi (Iskandar, 2012).

4). Gambaran radiologi

Terdapat beberapa metode yang dapat digunnakan untuk mendapatkan gambaran radiologi, yaitu seperti berikut:

a). Plain radiography Diagnosis dapat dilakukan menggunakan metode plain radiography ini karena metode ini merupakan metode yang costeffective dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Metode radiografi ini dapat menggambarkan terjadinya hilangnya sendi, atau terdapatnya ruang, serta tulang subchondral sclerosis dan formasi kista (Lozada, 2013).

b). Computed tomography (CT) scanning Metode ini jarang digunakan dalam diagnosis osteoarthritis primer (idiopatik). Namun dapat digunakan dalam mendiagnosis malaligment dari sendi patellofemoral atau sendi pada kaki dan pada pergelangan kaki (Lozada, 2013).

c). Magnetic resonance imaging (MRI) Metode ini tidak perlu dilakukan pada kebanyakan pasien dengan osteoarthritis, kecuali pada kondisi tertentu yang mengharuskan menggunakan metode ini. MRI dapat langsung memvisualisasikan tulang rawan artikular dan jaringan sendi lainnya (misalnya meniskus, tendon, otot, atau efusi) (Lozada, 2013).

d). Ultrasonography Metode ini tidak ada peran dalam penilaian klinis rutin bagi pasien dengan osteoarthritis. Namun, metode ini sedang diselidiki sebagai alat untuk pemantauan degenerasi tulang rawan, dan dapat digunakan untuk suntikan pada sendi yang sukar untuk dilihat tanpa di scan (Lozada, 2013). e). Bone Scanning Metode ini mungkin membantu dalam diagnosis awal osteoarthritis tangan. Selain itu, metode ini juga dapat membantu membedakan osteoarthritis dari osteomyelitis dan metastase tulang (Lozada, 2013).

f). Arthrocentesis

Kehadiran cairan sendi peradangan membantu membedakan osteoarthritis dari penyebab lain dari nyeri sendi. Selain temuan cairan sinovial yang membantu dalam diferensiasi osteoarthritis dari kondisi lain adalah adanya gram negatif serta tidak adanya kristal ketika dilihat dibawah mikroskop (Lozada, 2013). Sasaran diagnosis osteoarthritis adalah membedakan antara arthritis primer dan sekunder, serta menegaskan lokasi sendi yang terkena, keparahan dan respon terhadap terapi sebelumnya, menjadi dasar pengobatan selanjutnya (Hansen & Elliot, 2005).

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu : a. Terapi non Farmakologi

1) Edukasi

Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai (Soeroso, 2006).

Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa edukasi memiliki manfaat sebesar 59% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al., 2007).

2) Terapi fisik atau rehabilitasi

Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit (Soeroso, 2006).

Hasil penelitian yang telah dilakukan Zhang et al., bahwa rehabilitasi memiliki manfaat sebesar 67% untuk terapi non farmakologi pada pasien OA (Zhang et al., 2007).

3) Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih (Soeroso, 2006).

b. Terapi Farmakologis

Penanganan terapi farmakologi meliputi penurunan rasa nyeri yang timbul, memeriksa gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi klinis dari ketidakstabilan sendi (Felson, 2006).

1) (Non-steroidanti-inflammatory drugs) NSAIDs, Inhibitor Siklooksigenase-2 (COX-2), dan Asetaminofen.

Hasil penelitian yang dilakukan Rahme et al., menunjukan proporsi penggunaan NSAIDs di populasi geriatrik sebanyak 61% dan penggunaan NSAIDs memiliki efek samping GI sebanyak 29,9% (Rahme et al., 2002). Untuk mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA, penggunaan obat NSAIDs dan Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun karena risiko toksisitas obat NSAIDs lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain untuk mengurangi dampak toksisitas dari NSAIDs adalah dengan cara mengkombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2 (Felson, 2006).

Keterbatasan penggunaan NSAIDs adalah toksisitasnya. Toksisitas NSAIDs yang sering dijumpai efek sampingnya pada traktus gastrointestinal, terutama jika NSAIDs digunakan bersama obat lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaaan stres. Usia juga merupakan faktor resiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat NSAIDs. Bagi pasien yang sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs dalam bentuk supositoria, pro drug, enteric coated, slow realease atau non-acidic. Preparat dalam bentuk ini kurang berpengaruh pada mukosa lambung dibanding dengan preparat biasa. Pada pihak lain walaupun NSAIDs dalam bantuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan timbulnya iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan gastroduodenal umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama dalam menekan sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga harus digunakan secara hatihati terutama pada pasien yang telah memiliki gangguan mukosa gastroduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAIDs antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan hematopoetik (Anonim, 1996).

2) Chondroprotective Agent Chondroprotective Agent adalah obatobatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Obatobatan yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan sebagainya (Felson, 2006).

c. Terapi Pembedahan

Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas seharihari.

G. PrognosisPrognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait dengan sendi yang terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder, prognosisnya terkait dengan faktor penyebab terjadinya osteoarthritis. Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan, yaitu apabila pengobatan dengan menggunakan obat tidak rasional pada pasien (Hansen & Elliot, 2005).