BAB III
-
Upload
maulia-wisda-era-chresia -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
description
Transcript of BAB III
BAB III
ANALISIS KASUS
Seorang anak perempuan, usia 5 tahun, datang dengan keluhan utama sembab
pada seluruh tubuh. Dari hasil alloanamnesis dengan ibu penderita, didapatkan bahwa
sejak +1 tahun SMRS, penderita awalnya mengeluh sembab. Sembab pertama kali
muncul pada pagi hari di kelopak mata dan wajah kemudian dirasakan berpindah ke
kedua tungkai bawah. Semakin lama, sembab dirasakan semakin memberat. Sembab
menjadi menyeluruh yaitu pada kelopak mata, pipi, kedua tungkai dan perut hingga
disertai kenaikan berat badan. Mual dan muntah (-), nafsu makan menurun (-). Batuk
pilek (-), nyeri tenggorokan (-), nyeri ketika menelan (-), nyeri persendian (-), demam
(-). Tidak ada gangguan BAK dan BAB. Frekuensi BAK 5-6x/hari, warna keruh, urin
seperti air cucian daging (-), urin bercampur darah (-), urin berbusa (-), nyeri saat
BAK (-). BAB cair (-). Sesak nafas ada, sesak tidak dipengaruhi aktifitas dan waktu.
Sesak dirasakan seiring dengan semakin beratnya sembab. Riwayat batuk pilek, sakit
tenggorokan sebelumnya disangkal. Riwayat sakit kulit dan sakit persendian
sebelumnya disangkal.
Dari keluhan utama sembab, kita dapat memikirkan beberapa kemungkinan
diagnosis seperti sindrom nefrotik, sindrom nefritis akut dan gagal jantung. Pada
keadaan sindrom nefritis akut, selain gejala utama yang menonjol ialah sembab,
penderita biasanya juga akan mengeluhkan perubahan pada BAK nya dimana urin
nya berwarna seperti air cucian daging yang mengindikasikan terjadinya hematuria
makroskopis. Selain itu, sindrom nefritis akut biasanya didahului dengan adanya
infeksi saluran pernafasan seperti batuk pilek dan nyeri tenggorok 1-2 minggu
sebelum sembab terjadi ataupun adanya infeksi kulit 3-4 minggu sebelum sembab
terjadi. Pada hasil alloanamnesis, tidak dijumpai adanya perubahan air seni yang
menjadi merah seperti air cucian daging dan tidak adanya riwayat batu pilek, sakit
32
tenggorokan ataupun infeksi kulit sebelumnya. Sehingga untuk saat ini, sembab yang
disebabkan keadaan sindrom nefritis akut dapat disingkarkan.
Pada keadaan gagal jantung, sembab dapat terjadi yang diakibatkan gagal
jantung sebelah kanan sehingga meretensi aliran balik ke jantung. Namun, pada gagal
jantung, keluhan utama yang paling menonjol selain sembab ialah adanya sesak
nafas. Sesak nafas pada keadaan gagal jantung bercirikan sesaknya dipengaruhi oleh
aktifitas dan berkurang pada saat istirahat. Sesak akan bertambah jika penderita
beraktifitas dan sesak akan berkurang pada saat beristirahat. Sesak juga biasanya
muncul terutama pada malam hari. Sesak juga dipengaruhi posisi, pada saat berbaring
sesak akan semakin bertambah dan berkurang pada saat berdiri. Keadaan ini tidak
dijumpai pada penderita, sehingga untuk saat ini sembab yang disebabkan oleh
keadaan gagal jantung dapat disingkarkan.
Pada pemeriksaan fisik umum, didapatkan anak tampak sakit sedang, kesadaran
E4M6V5 dengan tekanan darah 120/70 mmHg, nadi, pernafasan dan suhu dalam
batas normal. Anak tampak edema dan anemis. Dari hasil pemeriksaan keadaan
spesifik, pada mata, dijumpai edema palpebra, konjungtiva anemis, pada abdomen
dijumpai abdomen yang cembung, shifting dullness (+), undulasi (-), dan pada
ekstremitas dijumpai pitting edema serta akral pucat. Sedangkan pemeriksaan yang
lainnya seperti kepala, leher, thorax baik paru ataupun jantung, lipat paha genitalia
dan pemeriksaan neurologis dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik, edema
palpebral, abdomen yang cembung, shifting dullness (+), pitting edema menunjukkan
kepastian bahwa telah terjadi edema anasarka pada kasus ini. Selain edema, penderita
ini juga mengalami anemia yang terlihat dari keadaan umum nya yang tampak
anemis, konjungtiva anemis dan akral pucat.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, kita dapat mengarah ke suatu
kondisi sindrom nefrotik karena edema anasarka yang terjadi. Namun, hal itu juga
harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan kadar
albumin, kadar profil lipid dan urinalisis yang menujukkan ada atau tidaknya protein
dalam urin. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan fungsi ginjal yang
33
terdiri dari ureum, kreatinin dan asam urat semuanya mengalami peningkatan. Hal
ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan fungsi ginjal. Sedangkan kadar
albumin pada penderita ialah 1,3 g/dl yang menujukkan keadaan hipoalbuminemia
dan pada pemeriksaan urinalisis dijumpai protein yang positif. Sehingga dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, dijumpai
kondisi edema anasarka, proteinuria dan hipoalbuminemia yang dapat kita tegakkan
diagnosis sindrom nefrotik.
Selain itu, pada hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan darah rutin, maka pada penderita ini juga dijumpai kondisi anemia.
Kemungkinan besar anemia pada kasus ini disebabkan karena proses penyakit kronis
yang penderita alami. Dan dari hasil pemeriksaan fisik berupa tekanan darah dijumpai
peningkatan tekanan darah atau yang kita kenal sebagai kondisi hipertensi. Oleh
karena itu, kami menengakkan diagnosis pada pasien ini ialah sindrom nefrotik
resisten, anemia penyakit kronis dan hipertensi stage I. Sindrom nefrotik yang terjadi
pada kasus ini ialah sindrom nefrotik resisten steroid.
Pada kasus ini, diberikan tatalaksana berupa rencana kemoterapi dengan
siklofosfamid 500 mg dalam D5% 500 cc gtt 8/m makro. Pada kasus sindrom nefrotik
resisten steroid, pengobatan lini pertama yang diberikan ialah siklofosfamid.
Siklofosfamid dapat diberikan per oral dengan dossi 2-3 mg/kgBB/hati dosis tunggal
selama 3-6 bulan, namun siklofosfamid ini juga dapat diberikan dengan metode puls
dosis 500-750 mg/m2 diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan yang
dapat dilanjutkan tergantung keadaan pasien. Pemberian ondansentron dilakukan
sebelum dan sesudah kemoterapi. Kortikosteroid tetap diberikan pada kasus ini.
Karena, pada sindrom nefrotik resisten steroid yang mengalami remisi dengan
pemberian siklofosfamid, tetap harus diberikan steroid lagi karena yang tadinya SN
resisten steroid dapat menjadi sensitive steroid kembali. Metilprednisolon diberikan
dengan cara alternating dose dengan dosis tunggal setiap setelah makan pagi.
Selain itu, penderita ini juga diberikan kombinasi diuretic berupa furosemide dan
spirinolakton. Pemberian diuretic ini bertujuan untuk restriksi cairan pada kondisi
34
edema berat. Furosemid yang merupakan loop diuretic adalah diuretic boros kalium
sehingga dapat dikombinasikan dengan spironolakton yang merupakan diuretic hemat
kalium. Dengan pemberian diuretic ini, tetap harus dilakukan pemantauan terhadap
kadar elektrolit terutama natrium dan kalium satu kali seminggu. Captopril dan
losartan yang merupakan golongan ACEI dan ARB diberikan untuk mengurangi
proteinuria yang terjadi. Cara kerja kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi
protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas
glomerulus. ACEI juga mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis
TGF beta 1 yang dapat menyebabkan sclerosis glomerulus. Dalam kepustakaan,
dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil penurunan
proteinuria lebih banyak.
Pada penderita ini juga diberikan aspilet yang bertujuan untuk mengatasi
komplikasi trombosis yang terjadi. Pada sindrom nefrotik, dapat terjadi trombosis
pembuluh darah paru yang asimptomatik. Pada pemeriksaan laboratorium juga
didapatkan hasil trombositosis. Disinilah manfaat pemberian aspilet yaitu untuk
mengatasi keadaan trombosis yang terjadi. Sedangkan pemberian calnic syrup yang
merupakan suplementasi kalsium berguna untuk mengatasi hipokalsemia yang
merupakan komplikasi dari sindrom nefrotik. Hipokalsemia ini dapat disebabkan
karena penggunaan steroid jangka panjang. Dan pemberian ferriz syrup merupakan
supementasi besi yang dapat membantu mengatasi kondisi anemia nya yang terjadi.
Prognosis pada kasus ini untuk quo ad vitam ialah dubia ad bonam. Karena,
berdasarkan literatur, prognosis jangka panjang dari sindrom nefrotik dalam
pengamatan selama 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal
yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Sedangkan quo ad
fungsionam ialah dubia ad malam karena sindrom nefrotik pada kasus ini telah
berulang dan resisten terhadap steroid. Akibatnya pasien harus terus mengkonsumsi
siklofosfamid dan dibarengi dengan steroid yang memiliki berbagai macam dampak
negatif. Fung ginjal penderita ini juga terlihat dari hasil pemeriksaan laboratorium
dimana pada hasil pemeriksaan ginjal, terlihat terjadi peningkatan fungsi ureum,
35
kreatinin dan asam urat serta penurunan laju filtrasi glomerulus. Hal ini menunjukka
bahwa telah terjadi penurunan fungsi ginjal. Oleh karena itulah prognosis kami untuk
quo ad fungsionam nya ialah dubia ad malam.
36