BAB III

download BAB III

of 16

description

BAB III

Transcript of BAB III

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Infeksi saluran kemih atas terdiri dari pielonefritis dan pielitis. Pielonefritis terbagi menjadi pielonefritis akut (PNA) dan pielonefritis kronik (PNK). Istilah pielonefritis lebih sering dipakai dari pada pielitis, karena infeksi pielum (pielitis) yang berdiri sendiri tidak pernah ditemukan di klinik.4 Pielonefritis akut (PNA) adalah radang akut dari ginjal, ditandai primer oleh radang jaringan interstitial sekunder mengenai tubulus dan akhirnya dapat mengenai kapiler glomerulus, disertai manifestasi klinik dan bakteriuria tanpa ditemukan kelainan radiologik. PNA ditemukan pada semua umur dan jenis kelamin walaupun lebih sering ditemukan pada wanita dan anak-anak. Pada laki-laki usia lanjut, PNA biasanya disertai hipertrofi prostat.4Pielonefritis Kronik (PNK) adalah kelainan jaringan interstitial (primer) dan sekunder mengenai tubulus dan glomerulus, mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri (immediate atau late effect) dengan atau tanpa bakteriuria dan selalu disertai kelainan-kelainan radiologi. PNK yang tidak disertai bakteriuria disebut PNK fase inaktif. Bakteriuria yang ditemukan pada seorang penderita mungkin berasal dari pielonefritis kronik fase aktif atau bakteriuria tersebut bukan penyebab dari pielonefritis tetapi berasal dari saluran kemih bagian bawah yang sebenarnya tidak memberikan keluhan atau bakteriuria asimtomatik. Jadi diagnosis PNK harus mempunyai dua kriteria yakni telah terbukti mempunyai kelainan-kelainan faal dan anatomi serta kelainan-kelainan tersebut mempunyai hubungan dengan infeksi bakteri. Dari semua faktor predisposisi ISK, nefrolithiasis dan refluks vesiko ureter lebih memegang peranan penting dalam patogenesis PNK. Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Pada PNK juga sering ditemukan pembentukan jaringan ikat parenkim.5Ginjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas organ organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih ( urine ) keluar tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen komponen ginjal, antara lain yaitu infeksi ginjal.3.2 EpidemiologiInfeksi saluran kemih dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki. Kejadian infeksi saluran kemih pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar disbanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar infeksi saluran kemih terjadi pada anak perempuan. Misalnya pada anak usia pra sekolah di mana infeksi saluran kemih pada perempuan mencapai 0,8%, sementara pada laki-laki hanya 0,2% dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian infeksi saluran kemih pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Pada anak laki-laki yang disunat, risiko infeksi saluran kemih menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat. Pada usia 2 bulan 2 tahun, 5% anak dengan infeksi saluran kemih mengalami demam tanpa sumber infeksi dari riwayat dan pemeriksaan fisik. Sebagian besar infeksi saluran kemih dengan gejala tunggal demam ini terjadi pada anak perempuan.7Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 % selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30% pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi1. Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif secara seksual dan jarang pada laki-laki 8 (alkalis) selalu menunjukkan adanya infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan mikroorganisme pemecah urea (ureasplitting organism). Albuminuria hanya ditemukan ISK. Sifatnya ringan dan kurang dari 1 gram per 24 jam.Pemeriksaan mikroskopik urin terdiri dari sedimen urin tanpa putar (100 x) dan sedimen urin dengan putar 2500 x/menit selama 5 menit. Pemeriksaan mikroskopik dengan pembesaran 400x ditemukan bakteriuria >105 CFU per ml. Lekosituria (piuria) 10/LPB hanya ditemukan pada 60-85% dari pasien-pasien dengan bakteriuria bermakna (CFU per ml >105). Kadang-kadang masih ditemukan 25% pasien tanpa bakteriuria. Hanya 40% pasien-pasien dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >105. Analisa ini menunjukkan bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100% untuk >50 leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit, 44 % untuk 6-12 leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu sebesar 10%10.3.6.2 Uji BiokimiaUji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit dari bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya sebagai uji saring (skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat menentukan tipe bakteriuria.3.6.3 MikrobiologiPemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin. Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam pada suhu kamar atau disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >105 (2x) berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai lekositouria > 10 per ml tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK, atau CFU per ml >105 dari aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >105 (3x) berturut-turut dari UTK..3.6.4 Renal Imaging ProceduresRenal imaging procedures digunakan untuk mengidentifikasi faktor predisposisi ISK, yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi intravena, micturating cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria, hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp), serta ISK berulang dengan interval 6 minggu.

a. Foto polos abdomenDapat mendeteksi sampai 90% batu radio opak

b. Pielografi intravena (PIV)Memberikan gambaran fungsi eksresi ginjal, keadaan ureter, dan distorsi system pelviokalises. Untuk penderita: pria (anak dan bayi setelah episode infeksi saluran kemih yang pertama dialami, wanita (bila terdapat hipertensi, pielonefritis akut, riwayat infeksi saluran kemih, peningkatan kreatinin plasma sampai < 2 mg/dl, bakteriuria asimtomatik pada kehamilan, lebih dari 3 episode infeksi saluran kemih dalam setahun. PIV dapat mengkonfirmasi adanya batu serta lokasinya. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi batu radiolusen dan memperlihatkan derajat obstruksi serta dilatasi saluran kemih. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setelah > 6 minggu infeksi akut sembuh, dan tidak dilakukan pada penderita yang berusia lanjut, penderita DM, penderita dengan kreatinin plasma > 1,5 mg/dl, dan pada keadaan dehidrasi.

c. Sistouretrografi saat berkemihPemeriksaan ini dilakukan jika dicurigai terdapat refluks vesikoureteral, terutama pada anak anak.

d. Ultrasonografi ginjalUntuk melihat adanya tanda obstruksi/hidronefrosis, scarring process, ukuran dan bentuk ginjal, permukaan ginjal, masa, batu, dan kista pada ginjal.

e. Pielografi antegrad dan retrogradePemeriksaan ini dilakukan untuk melihat potensi ureter, bersifat invasive dan mengandung factor resiko yang cukup tinggi. Sistokopi perlu dilakukan pada refluks vesikoureteral dan pada infeksi saluran kemih berulang untuk mencari factor predisposisi infeksi saluran kemih.

f. CT-scanPemeriksaan ini paling sensitif untuk menilai adanya infeksi pada parenkim ginjal, termasuk mikroabses ginjal dan abses perinefrik. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk menunjukkan adanya kista terinfeksi pada penyakit ginjal polikistik. Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan in lebih baik hasilnya jika memakai media kontras, yang meningkatkan potensi nefrotoksisitas.

g. DMSA scanningPenilaian kerusakan korteks ginjal akibat infeksi saluran kemih dapat dilakukan dengan skintigrafi yang menggunakan (99mTc) dimercaptosuccinic acid (DMSA). Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk anak anak dengan infeksi saluran kemih akut dan biasanya ditunjang dengan sistoureterografi saat berkemih. Pemeriksaan ini 10 kali lebih sensitif untuk deteksi infeksi korteks ginjal dibanding ultrasonografi.

3.6.4 Histopatologi

3.7 PenatalaksanaanAda 3 prinsip penatalaksanaan: Memberantas infeksi Menghilangkan faktor predisposisi Memberantas penyulitPengobatan pielonefritis akut, untuk bayi dengan ISK dan untuk anak dengan ISK disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel urin diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa menunggu hasil biakan urin) untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Sebaiknya anak dirawat di rumah sakit terutama bula disertai tanda toksik.11Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48 jam penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama 10-14 hari,disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya. Biakan urin ulang dilakukan setelah 48 jam tidak makan obat untuk melihat hasil pengobatan, apakah bakteriuria masih ada. Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan MSU, dan bila ditemukan refluks antibiotik profilaksis diteruskan.11Tabel 3. Dosis antibiotika parenteral (A), oral (B), dan profilaksis (C)Obat Dosis mg/kgBB/hari Frekuensi/ (umur bayi)

(A) ParenteralAmpisilin 100 tiap 12 jam (bayi < 1 minggu) tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu) Sefotaksim 150 dibagi setiap 6 jamGentamisin 5 tiap 12 jam (bayi < 1 minggu) tiap 8 jam (bayi > 1 minggu)Seftriakson 75 sekali sehariSeftazidim 150 dibagi setiap 6 jamSefazolin 50 dibagi setiap 8 jamTobramisin 5 dibagi setiap 8 jamTicarsilin 100 dibagi setiap 6 jam

(B) OralRawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)Amoksisilin 20-40 mg/kgBB/hari q8hAmpisilin 50-100 mg.kgBB/hari q6hAugmentin 50 mg/kgBB/hari q8hSefaleksin 50 mg/kgBB/hari q6-8h (C) Terapi propilaksisSefiksim 4 mg/kg q12h 1x malam hariNitrofurantoin* 6-7 mg/kgBB/hari q6h 1-2 mg/kgSulfisoksazole* 120-150 mg q6-8h 50 mg/kg Trimetoprim* 6-12 mg/kg q6h 2 mg/kgSulfametoksazole 30-60 mg/kg q6-8h 10 mg/kg

* Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal

BedahKoreksi bedah sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk menghilangkan faktor predisposisi.

SuportifSelain pemberian antibiotik, penderita perlu mendapat asupan cairan cukup, perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi.11

3.8 KomplikasiPielonefritis berulang dapat mengakibatkan hipertensi, parut ginjal, hidronefrosis, gagal ginjal kronik dan sepsis (Pielonefritis berulang timbul karena adanya faktor predisposisi).11

3.9 Prognosis Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotik yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien pielonefritis kronik ( PNK ) yang didiagnosis terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata mata untuk mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat merupakan pilihan utama.