BAB III
-
Upload
martyson-yudha-prawira -
Category
Documents
-
view
379 -
download
0
Transcript of BAB III
BAB III
DASAR TEORI
Salah satu metode pembongkaran pada batuan adalah metode pemboran dan
peledakan. Metode pemboran dan peledakan bertujuan untuk membongkar batuan
dari keadaan aslinya ke dalam ukuran – ukuran tertentu, guna memenuhi target
produksi dan memperlancar proses pemuatan dan pengangkutan.
Salah satu indikator untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan
pemboran dan peledakan adalah tingkat fragmentasi batuan yang dihasilkan dari
kegiatan pemboran dan peledakan tersebut. Diharapkan ukuran fragmentasi
batuan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pada kegiatan penambangan
selanjutnya.
Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan
penambangan apabila (Koesnaryo, 2001) :
Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).
Penggunaan bahan peledak yang efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan
yang dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder factor).
Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkahan.
Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak dan
overhang, retakan-retakan).
Aman.
Dampak terhadap lingkungan (flyrock, kebisingan, gas beracun, dll) yang
minimal.
Untuk memenuhi kriteria-kriteria di atas, diperlukan kontrol dan
pengawasan terhadap teknis pemboran guna mempersiapkan lubang ledak dalam
suatu operasi peledakan.
16
Pada lapisan penutup dilakukan dua macam peledakan, yaitu peledakan
untuk produksi dan peledakan untuk jenjang akhir. Peledakan produksi bertujuan
untuk membongkar lapisan penutup yang berada di atas lapisan batubara
sebanyak mungkin. Pada gambar dapat dilihat lereng akhir yang terbentuk.
Lereng akhir tersebut merupakan batas dari suatu pit. Pada batas tersebut secara
teknis kegiatan penambangan masih dapat dilakukan dan dari segi ekonomis
masih menguntungkan.
17
Gambar 3.1. Pembentukan Lereng pada Akhir Kegiatan Tambang.
3.1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Peledakan
Kegiatan peledakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor rancangan
yang tidak dapat dikendalikan dan faktor rancangan yang dapat
dikendalikan.
3.1.1. Faktor Rancangan yang Tidak Dapat Dikendalikan
Faktor Rancangan yang Tidak Dapat Dikendalikan adalah
faktor - faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh kemampuan
manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi secara alamiah.
Yang termasuk faktor – faktor ini adalah karakteristik massa batuan,
struktur geologi, pengaruh air,dan kondisi cuaca.
3.1.1.1. Karateristik Massa Batuan
Dalam kegiatan pemboran dan peledakan,
karakteristik massa batuan yang perlu diperhatikan dalam
kaitannya dengan fragmentasi batuan yaitu kekerasan
batuan, kekuatan batuan, elastisitas batuan, abrasivitas
batuan, dan kecepatan perambatan gelombang pada batuan,
serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan
diledakkan.
Semakin tinggi tingkat kekerasan batuan, maka akan
semakin sukar batuan tersebut untuk dihancurkan demikian
18
juga dengan batuan yang memiliki kerapatan tinggi. Hal ini
disebabkan karena semakin berat massa suatu batuan, maka
bahan peledak yang dibutuhkan untuk membongkar atau
menghancurkan batuan tersebut akan lebih banyak
Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk
kembali ke bentuk atau keadaan semula setelah gaya yang
diberikan pada batuan tersebut akan dihilangkan.
Secara umum batuan memiliki sifat Elastis Fragile
yaitu batuan dapat dihancurkan apabila mengalami
regangan yang melewati batas elastisitasnya. Abrasivitas
batuan merupakan suatu parameter batuan yang
mempengaruhi keausan (umur) dari mata bor yang
digunakan untuk melakukan pemboran pada suatu batuan.
Abrasivitas batuan tergantung kepada mineral penyusun
batuan. Semakin keras mineral penyusun batuan maka
tingkat abrasivitasnya akan semakin tinggi pula.
Kecepatan perambatan gelombang pada setiap batuan
berbeda. Batuan yang keras mempunyai kecepatan rambat
gelombang yang tinggi, secara teoritis batuan yang
memiliki kecepatan rambat gelombang yang tinggi akan
hancur apabila diledakkan dengan menggunakan bahan
peledak yang memiliki kekuatan yang tinggi.
Sifat kuat tekan dan kuat tarik batuan juga digunakan
dalam penggolongan terhadap mudah atau tidaknya batuan
untuk dibongkar. Batuan akan hancur atau lepas dari batuan
induknya apabila bahan peledak yang digunakan memiliki
tegangan tarik yang lebih besar daripada kuat tarik batuan
itu sendiri.
3.1.1.2. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berpengaruh pada kegiatan
peledakan adalah struktur rekahan (kekar) dan struktur
19
perlapisan batuan. Kekar merupakan rekahan – rekahan
dalam batuan yang terjadi karena tekanan atau tarikan yang
disebabkan oleh gaya – gaya yang bekerja dalam kerak
bumi atau pengurangan bahkan kehilangan tekanan dimana
pergeseran dianggap sama sekali tidak ada. Dengan adanya
struktur rekahan ini maka energi gelombang tekan dari
bahan peledak akan mengalami penurunan yang disebabkan
adanya gas-gas hasil reaksipeledakan yang menerobos
melalui rekahan, sehingga mengakibatkan penurunan daya
tekan terhadap batuan yang akan diledakkan. Penurunan
daya tekan ini akan berdampak terhadap batuan yang
diledakkan sehingga bisa mengakibatkan terjadinya
bongkah pada batuan hasil peledakan bahkan batuan hanya
mengalami keretakan. Berkaitan dengan struktur kekar ini
penentuan arah peledakan menurut R.L. Ash (1963) adalah
sebagai berikut :
1) Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu
dengan yang lain, sudut horizontal yang dibentuk oleh
bidang kekar vertikal biasanya membentuksudut tumpul
dan pada bagian lain akan membentuk sudut lancip.
2) Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti
bentuk perpotongan bidang kekar. Apabila peledakan
diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan
pecahan melebihi batas (overbreak) dan retakan-retakan
pada jenjang. Peledakan selanjutnya menghasilkan
bongkah, getaran tanah (ground vibration), ledakan
udara (air blast) dan batu terbang (fly rock). Untuk
menghindari hal tersebut peledakan diarahkan keluar
dari sudut tumpul.
3) Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring
maka lubang ledak miring akan memberikan
20
keuntungan karena energi peledakan berfungsi secara
efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih
seragam dapat dicapai bila peledakan dilakukan sejajar
dengan kemiringan kekar.
Struktur perlapisan batuan juga mempengaruhi hasil
peledakan. Apabila lubang ledak yang dibuat berlawanan
dengan arah perlapisan, maka akan menghasilkan
fragmentasi yang lebih seragam dan kestabilan lereng yang
lebih baik bila dibandingkan dengan lubang ledak yang
dibuat searah dengan bidang perlapisan.
Secara teoritis, bila lubang ledak arahnya berlawanan
dengan arah kemiringan bidang pelapisan, maka pada posisi
demikian kemungkinan terjadinya backbreak akan sedikit,
lantai jenjang tidak rata, tetapi fragmentasi hasil peledakan
akan seragam dan arah lemparan batuan tidak terlalu jauh.
Sedang jika arah lubang ledak searah dengan arah
kemiringan bidang perlapisan, maka kemungkinan yang
terjadi adalah timbul backbreak lebih besar, lantai jenjang
rata, fragmentasi batuan tidak seragam dan batu akan
terlempar jauh serta kemungkinan terhadap terjadinya
longsoran akan lebih besar .
3.1.1.3. Pengaruh Air
Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak
dapat mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak yang
sudah diisikan kedalam lubang ledak. Kerusakan sebagian
isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi
bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan,
atau bahkan isian akan gagal meledak (missfire). Untuk
mengatasi pengaruh air, digunakan bahan peledak yang
mempunyai ketahanan terhadap air. Contoh bahan peledak
yang tahan terhadap pengaruh air adalah Powergel.
21
Powergel mempunyai komposisi Amonium nitrate, Fuel oil,
Parafin oil, Chemical gassing, Microballons, Emulsifier.
Powergel mampu bertahan didalam lubang ledak berair
selama 21 hari dengan syarat batuan unreaktif. Apabila
lubang ledak berada pada batuan yang reaktif maka
powergel hanya mampu bertahan 12 jam (load and shoot).
3.1.1.4. Kondisi Cuaca
Kondisi cuaca mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap kegiatan peledakan, terutama untuk kondisi
hujan. Dengan kondisi hujan maka akan sering terjadi petir,
yang akan membahayakan proses peledakan, terutama
untuk peledakan yang menggunakan metode listrik.
3.1.2. Faktor Rancangan Dapat Dikendalikan
Faktor Rancangan Dapat Dikendalikan adalah faktor-faktor
yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia dalam merancang
suatu peledakan untuk memperoleh hasil peledakan yang diharapkan.
Adapun faktor-faktor tersebut.
3.1.2.1. Diameter Lubang Ledak
Di dalam menentukan diameter lubang ledak
berdasarkan dari volume massa batuan yang akan
dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang
diinginkan, mesin bor yang digunakan, dan kapasitas alat
muat yang akan dipergunakan untuk kegiatan pemuatan
material hasil peledakan. Penentuan diameter lubang ledak
akan berpengaruh terhadap penentuan panjang burden.
3.1.2.2. Kedalaman Lubang Ledak
Kedalaman lubang ledak biasanya
disesuaikan dengan tinggi jenjang yang
diterapkan. Untuk mendapatkan lantai jenjang
22
yang rata maka hendaknya kedalaman lubang
ledak harus lebih besar dari tinggi jenjang,
yang mana kelebihan daripada kedalaman ini
disebut subdrilling.
3.1.2.3. Kemiringan Lubang Ledak
Kemiringan pemboran secara teoritis ada
dua, yaitu pemboran tegak dan pemboran
miring. Menurut Mc Gregor K. (1967),
kemiringan lubang ledak antara 10 – 20 dari
bidang vertikal yang biasanya digunakan pada
tambang terbuka telah memberikan hasil yang
baik. Adapun arah pemboran dalam membuat
lubang bor pada sistem jenjang ada dua
macam, yaitu :
1. Pemboran dengan Lubang Ledak Miring
a. Keuntungan dari Lubang Ledak Miring
yaitu :
Dinding jenjang dan lantai jenjang
yang dihasilkan relatif lebih rata.
Mengurangi terjadinya pecah
berlebihan pada batas baris lubang
ledak.
Bagian belakang (back break).
Fragmentasi dari hasil tumpukan hasil
peledakan yang dihasilkan lebih.
Baik, karena ukuran burden sepanjang
lubang yang dihasilkan relatif lebih
rata.
Powder factor lebih rendah, ketika
gelombang kejut yang dipantulkan.
23
Untuk menghancurkan batuan pada
lantai jenjang lebih efisien.
b. Kerugian dari Lubang Ledak Miring ysitu :
Kesulitan dalam penempatan sudut
kemiringan yang sama antar lubang.
Ledak serta dibutuhkan lebih banyak
ketelitian dalam pembuatan lubang.
Ledak, sehingga membutuhkan
pengawasan yang ketat.
Mengalami kesulitan dalam pengisian
bahan peledak.
3.2. Pengertian Umum Bahan Peledak
Bahan peledak pada industri pertambangan pada umumnya terbuat dari
campuran bahan-bahan kimia, sehingga disebut bahan peledak kimia.
Definisid dari bahan peledak kimia adalah suatu bahan kimia senyawa
tunggal atau campuran berbentuk padat, cair dan gas atau campurannya yang
apabila diberi aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan bereaksi
dengan sangat cepat dan bersifat panas (eksotermis) yang hasil reaksinya
sebagian atau seluruhnya berbentuk gas bertekanan sangat tinggi dan
bertemperatur sangat panas.
Panas dari gas yang dihasilkan hasil reaksi peledakan tersebut sekitar
4000c.Adapun tekananannya menurut Langerfors dam Kihlstrom (1978),
bisa, mencapai lebih dari 100.000 atm setara dengan 101.500 kg /cm2 atau
9850 Mpa (setara dengan 10.000 Mpa), sedangkan energi per satuan waktu
yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s. Perlu dipahami
bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan merefleksikan jumlah energi
yang sedemikian besar yang memang tersimpan di dalam bahan peledak
yang dimana kecepatannya berkisar antara 2500 - 7500 meter per second
(m/s).
3.2.1. Reaksi dan Produk Peledakan
24
Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang
diharapkan karena tergantung pada kondisi eksternal saat pekerjaan
tersebut dilakukan yang mempengaruhi kualitas bahan kimia
pembentuk deflagrasi dan terakhir detonasi. Proses dekomposisi
bahan peledak diuraikan sebagai berikut :
a. Peledakan adalah reaksi kimia yang bersifat panas pada
permukaan objek yang terbakar dan dijaga keberlangsungan
proses pembakarannya oleh panas yang dihasilkan oleh reaksi
itu sendiri dan produknya berupa pelepasan gas-gas. Reaksi
Pembakaran memerlukan unsur Oksigen (O2), baik yang terdapat
di alam bebas maupun dari ikatan molekular bahan atau material
yang terbakar. Untuk menghentikan kebakaran cukup dengan
mengisolasikan material yang terbakar oksigen. Contoh reaksi
minyak diesel (diesel oli) yang terbakar sebagai berikut :
CH 3(CH 2)10CH 3+1812
→12 CO2+13 H 2 O
b. Deflagrasi adalahh reaksi pembakaran dengan kecepatan sangat
tinggi dan menghasilkan gas-gas bertekanan yang tekananannya
meningkat (ekspansi) selama proses pembakaran berlangsung,
sehingga menimbulkan ledakan. Akibat dari tekanan ini, maka
terjadi efek pengangkatan (heaving action atau heaving effect)
yang besarnya sebanding dengan proses pembakaran yang
terjadi.
Fenomena reaksi deflagrasi yang menimbulkan ledakan akan
menimbulkan gelombang dengan kecepatan ramba berkisar
antara 300 - 1000 m/s yang disebut subsonic. Deflagrasi
merupakan ciri reaksi peledakan pada bahan peledak kimia lemah
(low explosive), misalnya black powder dengan reaksi kimia
sebagai berikut :
Sodium Nitrat + Charcoal + Sulfur
25
20 NaNo3+30 C+10 S → 6 Na2CO3+Na2 SO4+3 Na2 S+14 CO2+10 CO2+10 N2
Potasium Nitrat + Charcoal + Sulfur
20 KNO3+30 C+10 S → 6 K2CO3+K2 SO4+3 K2 S+14 CO2+10CO+10 N2
c. Ledakan adalah ekspansi seketika yang cepat dari gas menjadi
bervolume lebih besar dan diringi suara keras serta efek mekanis
yang merusak (outburst).Dari definisi tersebut tersirat bahwa
ledakan tidak melibatkan reaksi kimia, tapi kemunculannya
disebabkan oleh transfer energi ke gerakan massa yang
menimbulkan efek mekanis yang merusak disertai panas dan
bunyi yang keras. Contoh ledakan antara lain balon karet yang
ditiup terus akhirnya meledak dan tangki BBM yang terkena
panas bisa meledak.
d. Detonasi adalah proses kimia dengan kecepatan yang tinggi yang
dapa menghasilkan gas dan temperatur sangat besar serta
membangun ekpansi gaya yang sangat besar pula, Kecepatan
reaksi tersebut menyebarkan (progate). tekanan panas ke seluruh
zona peledakan dalam bentuk gelombang kejut (shock
compression wave) dan proses ini terus menerus untuk
membebaskan energi hingga berakhir dan memberikan efek
merusak (shattering effect).
Kecepatan rambat reaksi pada proses detonasi berkisar antara
3000 - 7500 m/s, misalnya kecepatan reaksi ANFO sekitar 4500
m/s. Gas pun dapat menyebabkan retakan karena pengaruh oleh
tekanan yang tinggi. Gelombang kejut dapat menimbulkan
symphatetic detonation, oleh sebab itu peranannya sangat penting
di dalam menentukan jarak aman (safety distance) antar lubang.
Berikut ini contoh proses detonasi pada beberapa jenis bahan
peledak., yaitu :
26
BAHANPELEDAK
MEKANIK KIMIA
BAHAN PELEDAK
KUAT (HIGH
EXPLOSIVE)PRIMER
SEKUN
DER
BAHAN PELEDAK
LEMAH(LOW
EXPLOSIVE)PERMISSIBLE
NON-
PERMISSIBLE
NUKLIR
TNT :
C7 H 5 N6 →1 , 75CO2+2 ,5 H 2 O+1 ,5 N2+5 , 25C
ANFO : 3 NH 4 N O3+CH 2→ CO2+7 H 2 O+3 N2
NG :
C3 H 5 N3O 9→ 3CO2+2 ,5 H 2 O+1 ,5 N2+0 ,25 O2
NG + AN :
2 C3 H 5 N 3O9+NH 4 NO3 → 6CO2+7 H 2O+4 N4+O2
3.2.2. Klasifikasi Bahan Peledak
Bahan peledak diklasifikasikan berdasarkan sumber energinya
menjadi bahan peledak mekanik, kimia dan nuklir. Karena
pemakaian bahan peledak dari sumber kimia lebih luas dibanding
dari sumber energi lainnya, maka pengklasifikasian bahan peledak
kimia lebih intensif diperkenalkan. Pertimbangan pemakaiannya
antara lain, harga relatif murah, penanganan teknis lebih mudah,
lebih banyak variansi waktu tunda (delay time) dan dibanding nuklir
tingkat bahayanya lebih rendah. Oleh sebab itu modul ini hanya akan
menampakan bahan peledak kimia.
Gambar 3.2. Skema Klasifikasi bahan peledak menurut J.J.
Mannon (1978).
Bahan peledak permissible dalam klasifikasi di atas perlu
dikoreksi karena saat ini bahan peledakan tersebut sebagian besar
27
merupakan bahan peledak kuat. Bahan peledak permissible
digunakan khusus untuk memberaikan batubara tambang bawah
tanah dan jenisnya adalah blasting agent yang tergolong bahan
peledak kuat.
Sampai saat ini terdapat berbagai cara pengklasifikasian
bahan peledak kimia, namun pada umumnya kecepatan reaksi
merupakan dasar klasfikikasi tersebut. Contohnya antara lain
sebagai berikut :
1. Menurut R. L Ash (1962), bahan peledak kimia dibagi
menjadi :
a. Bahan peledak kuat (high explosive) bila memiliki sifat
detonasi atau meledak dengan kecepatan reaksi antara
5.000 - 24.000 fps (1.650 - 8.000 m/s).
b. Bahan Peledak lemah (low explosive) bila memiliki sifat
deflagrasi atau terbakar dengan kecepatan reaksi kurang
dari 5.000 fps (1.650 m/s).
2. Menurut Annon (1977), bahan peledak kimia dibagi menjadi
3 jenis seperti terlihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.1. Klasifikasi Bahan Peledak menurut Annon (1977)
28
JENIS REAKSI CONTOH
Bahan peledak
lemah
(low explosive)
Deflagrate (terbakar) Black powder
Bahan peledak
kuat
(high explosive)
Detonate (meledak) NG, TNT, PETN
Blasting agentDetonate (meledak) ANFO, Slurry, emulsi
3. Menurut Mike Smith (1988), selain bahan peledak yang telah dijelaskam oleh
R. L. Ash (1902) dan Annon (1977) adapun bahan peledak yang dirancang
khusus untuk keperluan pembangunan terowongan yang melintasi batuan
keras pada teknik sipil atau pembuatan stasiun listrik di bawah tanah dan
keperluan militer sehingga dinamakan bahan peledak industri. Jenis bahan
peledak industri selalu terbuat dari kimia dan memiliki sifat explosive, tetapi
ada pula yang terbuat dari bahan lain yang dibuat agar memecahkan,
membelah dan menghancurkan batuan, contohnya pengganti bahan peledaka
antara lain tekanan gas atau tekanan air yang tinggi, memberikan agen pemuai
atau penambah volume (expansion agent).
3.2.3. Sifat Fisik Bahan Peledak
Sifat bahan peledak merupakan suatu kenampakan nyata dari
sifat peledak ketika menghadapi perubahan kondisi lingkungan
sekitarnya. Kenampakan nyata inilah yang harus diamati dan
diketahui tanda-tandanya oleh seorang juru ledak. Kualitas bahan
peledak umunya akan menurun seiringnya dengan derajat
kerusakannya, artinya suatu bahan peledak yang rusak sehingga
energi yang dihasilkan akan berkurang. Adapun yang perlu diketahui
kualitas bahan peledak ditinjau oleh beberapa hal yang dapat
diketahui sebagai berikut :
a. Densitas
Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan
perbandingan berat per volume. Pernyataan densitas pada bahan
peledak dapat mengekspresikan beberapa pengertian yang perlu
ditinjau dan diperhatikan dalam menentukan densitas bahan
peledak. Adapun yang perlu dilihat untuk perdandingan tersebut,
yaitu :
1) Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit
volume dinyatakan dalam satuan gr/cc.
2) Densitas pengisian (loading density) adalah berat bahan
peledak per meter kolom lubang tembak (kg/m).
29
3) Cartridge count atau stick count adalah jumlah cartridge
(dodol bahan peledak) dengan ukuran 11/4" x 8" di dalam
kotak seberat 50 lb (merupakan standar dari Amerika
Serikat).
Densitas bahan peledak berkisar antara antara 0,6 - 17
gr/cc, sebagai contoh densitas ANFO antara 0,8 - 0,85 gr/cc.
Biasanya bahan peledak yang mempunyai densitas tinggi akan
menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi. bila
diharapkan fragmentasi hasil peledakan berukuran kecil-kecil
diperlukan bahan peledak dengan densitas tinggi.Densitas
pengisian ditentukan dengan cara perhitungan volume silinder,
karena lubang ledak berbentuk silinder yang tingginya sesuai
dengan kedalaman lubang, contoh dari perhitungannya
Digunakan diameter lubang ledak 4 inci = 102 mm.
Tinggi kolom lubang ledak (t) = 1 m, maka volumenya dapat
dilakukan dengan = πr2 t=π ¿ = 8.107 m3/m.
Bila digunakan dengan ANFO dengan densitas 0,80 gr/cc,
maka volume ANFO per meter ketinggian lubang :
= 0,80 gr
ccx
8.170 ccm
=6.536 gr/m = 6,53 kg/m
b. Sensitivitas
Sensitivitas adalah alat yang menunjukan tingkat
kemudahan atau kerentanan suatu bahan peledak untuk terinisiasi
(meledak) akibat adanya impuls atau dorongan dari luar dalam
bentuk benturan (impact), gelombang kejut (shock wave), panas
(heat atau flame), atau gesekan (friction). Sensitivitas bahan
peledak utama (primary charge) di dalam kolom lubang ledak
diukur oleh booster minimum yang diperlukan atau berat
primernya. Derajat kepekaaan (sensitiveness) adalah ukuran
kemampuan proses propagasi suatu bahan bahan peledak
berbentuk dodol (cartridge) melalu pengujian gap sensitivity atau
30
"sensitivitas ruang", yaitu pengujian dua cartridge yang masing-
masing sebagai "donor atau primer" dan 'receptor" pada jarak
tertentu.
c. Ketahanan terhadap air (water resistance)
Ketahanan bahan peledak terhadap air adalah ukuran
kemampuan suatu bahan peledak untuk melawan air disekitarnya
tanpa kehilangan sensitifitasnya. ANFO mudah larut dalam air
sehinga dikategorikan mudah larut dalam air dan sangat buruk
sedangkan jenis emulsi, cartridge, watergel atau slurries
termasuk dalam kategori sangat baik karena tidak mudah larut
dalam air (excellent atau sangat bagus).
d. Kestabilan Kimia (chemical stability)
Kestabilan kimia adalah kemampuan untuk tidak berubaha
secara kimia dan tetap mempertahankan sensitifitasnya selama
dalam penyimpanan di dalam gudang dengan kondisi tertentu.
Bahan Peledak yang tidak stabil, misalnya nitrogliserin atau NG-
based explosives yang mempunyai kemampuan stabilitas lebih
pendek dan cepat rusak. Adapun beberapa faktor yang
mempengaruhi rusaknya kestabilan bahan peledak sebagai
berikut :
Panas, dingin.
Kelembaban.
Kualitas bahan baku.
Kontaminisasi.
Pengepakan.
Fasilitas gudang bahan peledak.
e. Karakteristik gas (fumes characteristic)
Detonasi bahan peledak akan menghasilkan fume, yaitu gas
hasil ledakan yang mengandung racun (toxic), apabila proses
pencampuran ramuan bahan peledak tidak sempurna yang
menyebabkan terjadinya kelebihan atau kekurangan oksigen
31
selama proses dekomposisi kimia bahan peledak berlangsung.
Gas hasil ledakan yang tergolong fume antara lain nitrogen
monoksida (NO), Nitrogen Oksida (NO2) dan Karbon Dioksida
(CO2). Diharapkan dari detonasi suatu bahan peledak komersial
tidak menghasilkan gas-gas beracun (smoke), namun kenyataan
dilapangan hal tersebut sulit dihindari akibat beberapa faktor :
Pencampuran ramuan bahan peledak yang meliputi unsur
oksida dan bahan bakar (fuel) tidak seimbang, sehingga tidak
mencapai zero oxygen balance.
Letak primer yang tidak tepat.
Kurang tertutup karena pemasangan stemming kurang padat
dan kuat.
Adanya air dalam lubang ledak.
Sistem waktu tunda (delay time system) tidak tepat.
kemungkinan adanya reaksi antara bahan peledak dengan
batuan (sulfida atau karbonat).
Fumes hasil peledakan memperlihatkan warna yang
berbeda yang dapat dilihat sesaat setelah peledakan terjadi.Fumes
berwarna coklat-orange adalah fumes dari gas NO hasil reaksi
bahan peledak berair. Fumes berwarna putih diduga akibat uap
air yang menandakan banyaknya air dalam lubang ledak serta ada
juga fumes berwarna hitam yang menunjukan hasil pembakaran
tidak sempurna.
3.3. Tipe dan Jenis Detonator
Detonator adalah alat pemicu awal yang menimbulkan inisiasi dalam
bentuk letupan (ledakan kecil) sebagai bentuk aksi yang memberikan efek
kejut terhadapa bahan peledak peka detonator atau primer. Detonator disebut
juga dengan blasting capsule atau blasting cap. Adapun penggelompokan
jenis detonator didasarkan atas alat pemicunya, yaitu api, listrik dan
benturan (impact) yang mampu memberikan energi panas dalam detonator,
32
sehingga detonator meletup. Spesifikasi fisik dari detonator secara umum
sebagai berikut :
Bentuk : tabung silinder.
Diameter : 6 - 8 mm
Tinggi : 50 - 90 mm
bahan selubung luar : terbuat dari alumunium. tembaga
Seperti diuraikan di atas bahwa setiap tabung detonator bermuatan
bahan peledak kuat. Terdapat dua jenis muatan bahan peledak di dalam
detonator yang masing-masing fungsinya berbeda pada setiap detonator
tersebut, yaitu :
Isian utama (primary charge) berupa bahan peledak kuat yang sangat
peka (sensitif) yang dimana fungsinya adalah menerima efek panas
dengan sangat cepat dan meledak sehingga menimbulkan gelombang
kejut.
Isian dasar (base charge) disebut juga isian sekunder adalah bahan
peledak kuat dengan Vod tinggi yang dimana fungsinya adalalah
menerima gelombang kejut dan meledak dengan besarnya kekuatan
tergantung pada berat isi bahan peledak.
3.3.1. Detonator Biasa (Plain Detonator)
Detonator biasa (plain detonator) merupakan detonator pertama kali
digunakan untuk keperluan peledakan baik industri maupun militer.
Gambar 3.3. Sketsa Penampang Detonator Biasa
33
isian dasar(base charge)
isian utama(primer charge)
ramuan pembakar(Ignition mixture)
tabung silinder(shell)
ruang kosong disediakan untuksumbu bakar (safety fuse)
Ukuran Tabung detonator biasa adalah diameter 6.40 mm dan
panjang 42 mm dengan bagian-bagian sebagai berikut :
Ramuan pembakar (ignition mixturei)
Isian bahan peledak kuat (campuran Lead azid, lead stypnate dan
alumunium).
Kandungan PETN atau TNT (Tri Nitro Gliserin).
Tabung silinder terbuat dari tembaga dan alumunium.
Ruang kosong untuk safety fuse atau sumbu api.
Detonator biasa selalu dipakai atau dikombinasi dengan sumbu
api atau sumbu bakar atau safety fuse apabila digunakan untuk
meledakan bahan galian.
3.3.2. Detonator Listrik (Electric Detonator)
Kandungan isian pada detonator listrik sama dengan pada
detonator biasa yang membedakan keduanya adalah energi panas
yang dihasilkan. Pada setiap detonator listrik akan selalu dilengkapi
dengan dua kawat yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan
detonator tersebut. Ditinjau dari tenggang waktu peledakan setelah
arus menimbulkan pijar maksimum maka detonator listrik
dikelompokan pada detonator langsung (instantaneous detonator)
dan detonator tunda (delay detonator)
Gambar 3.4. Sketsa Penampang Detonator Listrik.
34
3.3.3. Detonator Nonel
Detonator nonel dirancang untuk mengatasi kelemahan yang
ada pada detonator listrik, yaitu dipengaruhi oleh arus listrik liar,
statis dan kilat serta air. Akhirnya diketemukan suatu proses
transmisi signal energi rendah gelombang kejut menuju detonator
tanpa mempengaruhi bahan peledak yang digunakan.
Gambar 3.5. Bagian-bagian Sumbu Nonel (Dyno Nobel).
Keterangan :
- Lapisan luar : untuk ketahanan terhadap goresan
dan perlindungan terhadap ultra
violet
- Lapisan tengah : untuk daya regang dan ketahanan
terhadap zat kimia
- Lapisan dalam : menahan bahan kimia reaktif, yaitu
jenis HM atau octahydrotetranitro-
tetrazine dan aluminium. HMX
35
Lapisan luar
Lapisan tengah
Lapisan dalamHMX satu layer
Dari Dyno Nobel
bersuhu stabil dan memiliki
densitas serta kecepatan detonasi
yang tinggi.
3.3.4. Detonator Elektronik
Perbedaan sistem peledakan elektronik dengan sistem
peledakan tunda listrik dan non-listrik terletak pada cara
pengontrolan waktu tunda yang dapat diprogram secara integrasi,
sehingga menghasilkan pengaturan waktu yang akurat karena
dukung komponen elektronik berupa microchip dan kapasitor yang
dipasang sebagai modul tunda (delay module).
Umumnya pada sistem peledakan elektronik terdapat empat
komponen terintegrasi yang dapat diprogram yaitu ;
1. Detonator elektronik.
2. Alat pemberi masukan (penginput) data waktu tunda.
3. Pemicu ledak (blasting machine).
4. Perangkat lunak (sofware).
.
Gambar 3.6. Bagian-bagian Detonator Elektronik buatan Nitro.
3.4. Peralatan Peledakan
36
a. Isian dasar (PETN) e. Kapasitorb. Isian utama (Lead azide) f. Elemen
proteksi teganganc. Matchhead (fusehead) g. Kabel detonator
(Lead-in wire)d. Microchip h. Penyumbat (Scaling plug)
Secara umum perlengkapan (komponen) peledakan didefinisikan
sebagai bahan-bahan atau alat bantu peledakan yang habis pakai.
3.4.1. Alat Pemicu Ledak Alat pemicu ledak ini sangat digunakan untuk jenis detonator
yang biasa digunakan untuk peledakan sebagai berikut :
a) Alat Picu pada peledakan listrik
Alat yang sering digunakan untuk peledakan detonator
listrik adalah blasting machine. Blasting Machine berfungsi
untuk untuk menyuplai energi listrik yang cukup pada sistem
peledakan listrik. Ciri-ciri khusus terdapat dua slot kutub listrik,
terdapat engkol atau kunci kontak, dan lampu indikator. Tipe
generator yaitu mengumpulkan energi listrik menggunakan
gerakan mekanis dengan cara memutar engkol (handle) yang
telah disediakan. Putaran engkol dihentikan setelah lampu
indikator menyala yang menandakan arus sudah maksimum dan
siap dilepaskan. Saat ini tipe generator sudah jarang digunakan.
b) Alat pemicu peledakan nonel
Alat picu peledakan nonel disebut dengan shot gun atau
shot firer atau nonel starter dan berfungsi sebagai penyuplai
gelombang kejut pada detonator nonel melalui sumbu nonel
(nonel tube).
Jenis tipe didasarkan atas pemicunya, digerakkan secara
mekanis atau oleh baterai untuk membentuk gelombang kejut
terhadap HMX yang terdapat di dalam sumbu nonel .Ciri-ciri
untuk tipe yang digerakkan secara mekanis dilengkapi Shot Shell
Primer, sedangkan yang menggunakan baterai dapat
menimbulkan percikan api bertekanan tinggi.
3.4.2. Alat Bantu Peledakan Listrik
Dalam kegiatan peledakan diperlukan beberapa alat bantu
peledakan.Alat bantu ini berfungsi untuk membantu kelancaran
37
sistem peledekan listrik agar tidak terjadi gagal ledak. Adapun jenis-
jenis dari alat bantu peledakan listrik :
a) Pengukur tahanan (blastohmeter).
b) Pengukur kebocoran arus (earth leakage tester ).
c) Penguji kapasitas BM (rheostat dan fussion tester).
d) Multimeter peledakan (blasting multimeter).
e) Detektor kilat (lightning detector), dan
f) Kawat utama (lead wire atau lead lines atau firing line).
3.5. Mekanisme Pecahnya Batuan
Konsep yang dipakai diseni adalah proses pecahan dan reaksi –reaksi
mekanik dalam batuan homogen .Perlu ditekankan bahwa sifat mekanis
dalam batuan yang homogen akan berbeda dari sifat mekanis batuan yang
mempunyai rekahan dan heterogen seperti yang sering dijumpai dalam
pekerjaan peledakan. Proses pemecahan batuan dibagi menjadi 3 (tiga)
tahap :
a) Proses Pemecahan Tahap I (Pertama)
Pada tahap bahan peledak meledak , tekanan tinggi yang
ditimbulkan akan menghancurkan batuan di daerah sekitar lubang
tembak . Gelombang kejut (Shock Wave) yang meninggalkan lubang
tembak merambat dengan kecepatan 2.750 – 5.200 ft/det akan
mengakibatkan tegangan tangensial (tangensial stresses) yang
menimbulkan rekahan radial (radial cracks) yang mejalar dari daerah
lubang tembak Rekahan radial pertama terjadi dalam waktu 1 – 2 ms.
b) Proses Pemecahan Tahap II (Kedua)
Tekanan akibat gelombang kejut yang meninggalkan lubak tebak
pada proses pemecahan tahap 1 adalah positif. Apabila gelombang kejut
mencapai bidang bebas (free face), gelombang tersebaut akan
dipantulkan. Bersamaan dengan tekanannya akan terun dengan cepat
dan kemudian berubah menjadi negatip serta menimbulkan gelombang
38
tarik (tension wave) ini merambat kembali didalam batuan .Oleh kerena
kuat tarik batuan lebih kecil dari pada kaut tekan, maka akan terjadi
rekahan-rekahan (primary failure cracks) kerena tegangan tarik (tensile
stress) yang cukup kaut sehingga menyebabkan terjadinya “scabbing”
atau “spalling” pada bidang bebas.
Dalam proses pecahan tahap I dan II fungsi dari energi yang
ditembulkan oleh gelombang kejut adalah membuat sejumlah rekahan-
rekahan kecil pada batuan . Secara teoritis jumlah energi gelombang
kejut hanya berkisar antara 5 - 15 % dari energi total bahan
peledak .jadi gelombang kejut tidak secara langgsung memecah batuan ,
tetapi merpersiapkan kondisi batuan untuk pemecahan batuan terakhir.
c) Proses Pemecahan Tahap III (Ketiga)
Dibawah pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil
peledakan maka rekahan radial utama (tahap II) akan diperlebar
/diperbesar secara cepat oleh efek kombinasi dari tegangan tarik yang
disebabkan oleh kompresi radial (radial compression) dan Pneumatic
Wedging (pembajian).
Apabila massa didepan lubang tembak gagal mempertahankan
posisinya dan bergerak kedepan maka tegangan tekan (Compressive
Stress), tinggi yang ada dalam batuan akan lepas (unloaded), seperti
spiral kawat yang dilepaskan. Akibat pelepasan tegangan tekan ini akan
menimbulkan tegangan tarik yang beasar di dalam masa batuan .
Tegangan tarik ini yang melengkapi proses pemecahan batuan yang
sudah dimulai pada tahap II. Rekahan yang terjadi dalam proses
pemecahan tahap II merupakan bidang-bidang lemah yang membantu
frakmentasi utama pada proses peledakan.
Dalam periode selama dan diikuti merambatnya gelombang
detonasi (Detonation Wave) sepanjang mautan bahan peledak , batuan
sekitar lubang tembak dikenai pembebanan sebagai berikut :
Pembebanan dinamik (proses pemecahan tahap I).
39
Pembebanan kuasi-statik (proses pemecahan tahap II).
Pelepasan beban (proses pemecahan tahap III).
Proses mekanisme pecahnya batuan dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Mekanisme Pecahnya Batuan pada halaman berikutnya.
Pada tahap pertama terjadi penghancuran batuan disekitar lubang ledak dan diteruskannya energi ledakan kesegala arah.
Bidang Bebas
Energi ledakan menghancurkan batuan disekitar lubang tembak Energi ledakan diteruskan ke segala arah
Retakan disekitar lubang ledak
Pada tahap kedua energi ledakan yang bergerak sampai bidang bebas menghancurkan batuan pada dinding jenjang tersebut
Bidang Bebas
Pecahnya batuan pada dinding jenjang diakibatkan tegangan tarik
Bidang Bebas
Lubang ledak
Bidang Bebas Batas bidang bebas
Pada tahap terakhir, energi ledakan yang dipantulkan oleh bidang bebas pada tahap sebelumnya,dan ekspansi gas akan menghancurkan batuan dengan lebih sempurna
Gambar 3.7. Mekanisme Pecahnya Batuan.
3.6. Teknik Peledakan
Teknik peledakan adalah kegiatan teknis maupun tindakan
pengamanan yang ditunjukan untuk melaksanakan suatu peledakan dengan
efisien dan aman.
3.6.1. Persiapan Sebelum Pengeboran
Sebelum melaksanakan peledakan diperlukan persiapan khusus
seperti persiapan pengeboran dan peledakan. Beberapa faktor yang
menyebabkan perbedaan pola pengeboran pada tambang terbuka dan
tambang bawah tanah meliputi luas area, volume hasil peledakan,
suplai udara segar dan keselamatan kerja. Faktor rancangan dapat
dilihat pada Tabel 3.2. Faktor Penyebab yang membedakan
40
rancangan pola pengeboran di tambang terbuka dan tambang bawah
tanah pada halaman berikutnya.
Tabel 3.2. Faktor Penyebab yang membedakan rancangan pola
pengeboran di tambang terbuka dan tambang bawah tanah.
a) Pola pengeboran pada tambang terbuka
41
Faktor Tambang
Bawah Tanah
Tambang
Terbuka
Luas Area Terbatas, sesuai dimensi bukaan yang
luasnya dipengaruhi oleh kestabilan
bukaan tersebut.
Lebih luas karena terdapat
dipermukaan bumi dan dapat
memiilih area yang cocok.
Volume
hasil peledakan
Terbatas, karena dibatasi oleh luas
permukaan, diameter mata bor dan
kedalaman pengeboran, sehingga
produksi kecil.
Lebih besar, bisa mencapai
ratusan ribu meterkubik per
peledakan, sehingga dapat
direncanakan target yang
besar.
Suplai udara
segar
Tergantung dari sistem ventilasi Tidak bermasalah karena
dilakukan pada udara terbuka
Keselamatan
Kerja
Ruang yang terbatas, guguran batu
dari atap, terbatasnya tempat
penyelamatan diri
Relatif lebih aman karena
seluruh pekerjaan dilakukan
pada area terbuka
Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada
ketersediaan bidang bebas yang mencukupi. minimal dua bidang
bebas yang harus ada. Peledakan dengan hanya satu bidang bebas
(dinding bebas dan puncak jenjang. Selanjutnya terdapat tiga
pola yang dibuat secara teratur, yaitu :
Pola bujursanngkar (square pattern), yaitu jarak spasi dan
burden sama.
Pola persegipanjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi
dalam satu baris lebih besar dibanding burden.
Pola zigzag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat
zigzag yang berasal dari pola bujursangkar maupun persegi
panjang..
Gambar 3.8. Memperlihatkan sketsa pola pengeboran pada tambang terbuka.
b) Pola pengeboran pada bukaan bawah tanah
42
3 m
3 m
Bidang bebas
3 m
2,5 m
Bidang bebas
3 m
3 m
Bidang bebas
3 m
2,5 m
Bidang bebas
(a)
(b)
(c)
(d)
3 m
3 m
3 m
3 m
3 m
2,5 m
3 m
2,5 m
Mengingat ruang sempit yang membatasi kemajuan
pengeboran dan hanya terdapat satu bidang bebas, maka
harus dibuat suatu pola pengeboran yang disesuaikan dengan
kondisi tersebut. Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya
terdapat sayu bidang bebas, yaitu permuka kerja atau face
sehingga untuk itu diperlu buat tambahan bidang bebas yang
dinamakan cut. sehingga ada empat jenis tipe cut ;
Center Cut disebut juga pyramid atau diamond cut.
Wedge Cut disebut juga V-cut, angle-cut atau cut
berbentuk baji.
Drag cut atau pola kipas.
Burn Cut disebut juga cylinder cut.
Gambar 3.9. Sketsa dasar Center Cut.
43
Gambar 3.10. Sketsa Wedge Cut.
Gambar 3.11. Sketsa Drag Cut/pola kipas.
44
Gambar 3.12. Sketsa Burn Cut
3.6.2. Pola Peledakan
Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau
sekuensial ledakan dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada
tambang terbuka dan bukaan tambang bawah tanah berbeda.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu
tunda pada sistem peledakan antara lain, adalah :
Mengurangi getaran.
Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock).
Mengurangi gegaran akibat airblast dan suara (noise).
Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan.
Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang
diledakan sekaligus, maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan,
yaitu peledakan yang menggangu lingkungan dan hasilnya tidak
efektif dan tidak efisien.
a). Pola peledakan pada tambang terbuka
Dengan area peledakan yang luas maka peranan pola
peledakan menjadi penting jangan sampai urutan peledakannya
tidak logis. Urutan peledakan yang tidak logis bisa disebabkan
oleh beberapa hal sebagai berikut :
Penentuan waktu tunda yang terlalu dekat.
Penentuan urutan ledakannya yang salah,
Dimensi geometri peledakan tidak tepat,
45
Bahan peledaknya kurang atau tidak sesuai dengan
perhitungan
Terdapat beberapa kemungkinan sebagai acuan dasar
penentuan pola peledakan pada tambang terbuka, yaitu sebagai
berikut
Peledakan serentak atau instaneous atau simultaneous.
Peledakan tunda antar baris.
Peledakan tunda antar beberapa lubang.
Peledakan tunda antar lubang.
Orientasi retakan cukup besar pengaruhnya terhadap
penentuan pola pemboran dan peledakan yang pelaksannannya
diatur melalui perbandingan kondisi di lapangan dari pola
peledakan sebagai berikut :
1. Bila orientasi antar retakan hampir tegak lurus, sebaiknya S =
1,41 B.
2. Bila orientasi antar retakan mendekati 60° sebaiknya S = 1,15
B dan menerapkan interval waktu long-delay.
3. Bila peledakan dilakukan serentak antar baris, maka ratio
spasi dan burden (S/B) dirancang dengan pola bujursangkar
(square pattern).
4. Bila peledakan dilakukan pada bidang bebas yang
memanjang, maka arah lemparan sebaiknya terfokus ke
depan (tidak menyebar).
1.1. Geometri Peledakan
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanaan peledakan dengan memperhatikan
besaran-besaran geometri peledakan. Dan salah satunya dengan
menggunakan teori coba-coba atau yang sering disebut dengan Geometri
Peledakan “Rules of Thumb” . Dasar dari penggunaan Teori “Rules of
Thumb” adalah dari percobaan para praktisi di lapangan maupun dari
46
produsen bahan peledak yang tujuannya ingin mempermudah dalam
menentukan geometri peledakan karena geometri yang selama ini digunakan
seperti R.L. Ash (1963) dan C.J. Konya (1972). Perhitungan dalam
menentukan geonetri peledakan sebagai berikut :
a) Diameter Lubang Ledak/Blast Hole Diametre,
Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting
dalam merancang suatu peledakan, karena akan mempengaruhi dalam
penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak yang digunakan pada
setiap lubangnya. Untuk diameter lubang tembak yang kecil, maka
energi yang dihasilkan akan kecil. Sehingga jarak antar lubang bor dan
jarak ke bidang bebas haruslah kecil juga, dengan maksud agar energi
ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan. Begitu pula
sebaliknya.Pemilihan diameter lubang ledak di didalam teori “Rules of
Thumb” dipengaruhi oleh besarnya tinggi jenjang / bench height .
Namun dalam pengamatan saya kali ini pemilihan diameter lubang
ledaknya berdasarkan laju produksi yang direncanakan. Karena makin
besar diameter lubang akan diperoleh laju produksi yang besar pula
dengan persyaratan alat bor dan kondisi lapangan yang baik. Berikut
adalah formula dari teori “Rules of Thumb” dalam penentuan diameter
lubang ledak :
b) Burden
Burden dapat didefinisikan sebagai jarak dari lubang bor terhadap
bidang bebas (free face) yang terdekat pada saat terjadi peledakan.
Peledakan dengan jumlah baris (row) yang banyak, true burden
tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang digunakan delay
detonator dari tiap-tiap baris delay yang berdekatan akan menghasilkan
free face yang baru.
Burden merupakan variabel yang sangat penting dan kritis dalam
mendesain peledakan. Dengan jenis bahan peledak yang dipakai dan
47
Blast Hole Diametre (mm) ≤ 15 x Bench Height (m)
jenis batuan yang dihadapi, terdapat jarak maksimum burden agar hasil
ledakan menjadi baik. Jarak burden sangat erat hubungannya dengan
besar kecilnya lubang bor yang digunakan, secara garis besar jarak
burden optimum sebagai berikut :
c) Spacing
Spacing adalah jarak antara lubang tembak dalam satu baris (row).
Spacing merupakan fungsi daripada burden dan dihitung setelah burden
ditetapkan terlebih dahulu. Spacing yang lebih kecil dari ketentuan akan
menyebabkan ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika
spacing lebih besar dari ketentuan akan menyebabkan banyak terjadi
bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua lubang ledak
setelah peledakan. Pada Geometri Rules of Thumb menerapkan
peledakan dengan pola equilateral (segitiga sama sisi) dan beruntun tiap
lubang ledak dalam baris yang sama.
d) Subdrilling
Subdrilling adalah tambahan kedalaman daripada lubang bor
dibawah rencana lantai jenjang. Subdrilling perlu untuk menghindari
problem tonjolan pada lantai (toe), karena dibagian ini adalah tempat
yang paling sukar diledakkan. Dengan demikian, gelombang ledak yang
ditimbulkan pada lantai dasar jenjang yang akan bekerja secara
maksimum. Subdrilling dapat dihitung sebagai berikut :
e) Stemming
Stemming adalah panjang isian lubang ledak yang tidak diisi
dengan bahan peledak tapi diisi dengan material seperti tanah liat atau
48
Burden = (25 – 40) x Blast Hole Diametre
Spacing = 1,15 x Burden
Subdrilling = (3 – 15) x Blast Hole Diametre
material hasil pemboran (cutting), dimana stemming berfungsi untuk
mengurung gas yang timbul sehingga air blast dan flyrock dapat
terkontrol. Untuk bahan stemming batuan hasil dari crushing jauh lebih
baik daripada cutting rock (material bekas pemboran). Namun dalam hal
ini panjang stemming juga dapat mempengaruhi fragmentasi batuan hasil
peledakan. Dimana stemming yang terlalu panjang dapat mengakibatkan
terbentuknya bongkah apabila energi ledakan tidak mampu untuk
menghancurkan batuan di sekitar stemming tersebut, dan stemming yang
terlalu pendek bisa mengakibatkan terjadinya batuan terbang dan
pecahnya batuan menjadi lebih kecil Panjang pendeknya stemming juga
akan mempengaruhi hasil dari peledakan, jika stemming terlalu panjang,
maka :
Ground vibration tinggi (getar tinggi).
Lemparan kurang.
Fragmentasi area jelek.
Suara kurang.
Jika stemming terlalu pendek :
Fragmentasi diarea bawah jelek.
Terdapat toe di floor (tonjolan di floor).
Terjadi flying rock (batu terbang).
Suara keras (noise) or (airblast).
f) Bench Height/Tinggi Jenjang
Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri
peledakan kainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau terkadang
ditentukan kemudian setelah parameter atau aspek-aspek lainnya
diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya dipengaruhi oleh
kemampuan alat bor dan ukuran mangkoksrta tinggi jangkauan alat
muat. Umumnya peledakan pada tambang terbuka dengan diameter
lubang besar, tinggi jenjang berkisar antara 10 -15 m. pertimbangan lain
49
Stemmnig ≥ 20 x Blast Hole Diametre or (0,7 – 1,2) x Burden
yang harus diperhatikan adalah kestabilan jenjang jangan sampai runtuh,
baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran peledakan. Dapat
disimpulkan bahwa dengan jenjang yang pendek memerlukan diameter
lubang bor yang kecil, sementara untuk diameter lubang bor yang besar
dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi.
g) Blast Hole Depth/Kedalaman Lubang Ledak
Kedalaman lubang ledak sangat berhubungan erat dengan
ketinggian jenjang, burden dan arah pemboran. Kedalaman lubang
tembak merupakan penjumlahan dari besarnya stemming dan panjang
kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang ledak biasanya
disesuaikan dengan tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan
pertimbangan geoteknik.
h) Charge Length/Panjang Kolom Isian
Bagian dari lubang tembak yang berisikan bahan peledak dan juga
primer. Dalam perhitungan besarnya kolom isian bahan peledak
menggunakan rumus sebagai berikut :
i) Waktu Tunda
Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan
secara beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakai delay
detonator adalah :
Dapat menghasilkan fragmentasi yang lebih baik.
Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah.
Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya
Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan
pada baris depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material
50
Bench Height ≥ Blast Hole Diametre / 15Bench Height ≥ Blast Hole Diametre / 15
Blast Hole Depth = Bench Height + Subdrilling
Charge Length = ≥ 20 x Blast Hole Diametre
pada baris kedua akan tersembur kearah vertikal dan membentuk
tumpukan. Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama, maka produk hasil
bongkaran akan terlempar jauh ke depan serta kemungkinan besar akan
mengakibatkan flyrock. Hal ini dikarenakan tidak ada dinding batuan
yang berfungsi sebagai penahan lemparan batuan di belakangnya. Untuk
menentukan interval tunda antar baris tidak kurang dari 2 ms/ft dan tidak
lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persamaan dibawah ini dapat
digunakan untuk menentukan besarnya interval waktu antar baris.
Keterangan :
tr : Interval waktu antar baris (ms)
Tr : Konstanta waktu antar baris
B : Burden (m)
j) Powder Factor
Suatu bilangan yang menyatakan jumlah material yang diledakan
atau dibongkar oleh sejumlah bahan peledak.
PF dipengaruhi oleh :
Pola peledakan.
Free face.
Empat cara perhitungan Powder Factor sebagai berikut :
1) Perbandingan berat penggunaan bahan peledak dengan volume
batuan yang akan diledakan (kg/m3)
2) Perbandingan volume batuan yang akan diledakan dengan berat
penggunaan bahan peledak (m3/kg).
3) Perbandingan berat penggunaan bahan peledak dengan tonnage
batuan yang akan diledakan (kg/ton).
4) Perbandingan tonnage batuan yang akan diledakan dengan berat
penggunaan bahan peledak (ton/kg).
Secara umum rumus perhitungan bahan peledak sebagai berikut :
51
tr = Tr x Burden
Powder Faktor ( PF )= Jumlah Bahan Peled ak (kg)Volume Hasil Ledakan(m3)
k) Volume Fragmentasi
Menaksir volume fragmentasi hasil peledakan (dalam keadaa
loose)merujuk ke volume berdasarkan perhitungan geometri dengan
mempertimbangkan faktor berai (swell factor). Dalam pertimbangan
faktor berai (Swell Factor) itu didapat berdasarkan hasil pengamatan
secara visual (media foto) oleh pengamat peledakan yang dimana
pengamat peledaka itu oleh Group Leader Drill/Blast atau Blasterd.
Secara umum rumus perhitungan volume Fragmentasi Hasil Ledakan
sebagai berikut :
3.8. Kerangka Kosep
Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan
bagaiman seseorang peneliti menyusun teori atau menhubungkan secara
52
Volume Fragmentasi=Volume Blasting (m3)
SF
Perhitungan.Pengumpulan Data.
Volume Hasil Pemboran,Volume Hasil Ledakan,Volume Hasil Fragmentasi.Jumlah Total HandakPowder Factor.Kesimpulan.
Metode KerjaDrillingBlasting
Input Proses Output
StandardOperationalProcedurePT. SISJob SitePT. SKB
Geometri. PemboranGeometri Peledakan.Peralatan Peledakan.Perlengkapan Peledakan.Jumlah Bahan Peledak.
Reaksi individu(mahasiswa)
logis beberapa faktor yang dianggap penting dalam masalah. Penyusunan
kerangka konsep dapat dilihat pada flow chart dibawah ini :
Gambar 3.13. Kerangka Konsep Kegiatan Drilling dan Blasting.
Keterangan :: Diteliti.
: Data.
: Mahasiswa.
53