BAB III

32
BAB III M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab Dalam sejarah pemikiran Islam, khususnya kajian tafsir, kehadiran Muhammad Quraish Shihab menambah deretan panjang nama-nama mufasir dari Nusantara, seperti Hamka, Hasbi ash-Shiddiqiey, dan lain-lain. Quraish Shihab dilahirkan disebuah Kabupaten Rappang Propinsi Sulawesi Selatan, tanggal 16 Februari 1944. 1 Ia hidup, tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang terpelajar dan sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Ayahnya Abdurrahman Syihab (1905-1986) merupakan lulusan Jami'atul khair Jakarta, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang didirikan dipermulaan abad XX tepatnya tahun 1901 oleh organisasi politik yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan yang telah 1 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'a>n; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 6. Kasmantoni, Lafaz Karam dalam Tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab Studi Analisis Semantik, Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008, hlm. 19 62

Transcript of BAB III

Page 1: BAB III

BAB III

M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH

A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab

Dalam sejarah pemikiran Islam, khususnya kajian tafsir, kehadiran

Muhammad Quraish Shihab menambah deretan panjang nama-nama mufasir dari

Nusantara, seperti Hamka, Hasbi ash-Shiddiqiey, dan lain-lain. Quraish Shihab

dilahirkan disebuah Kabupaten Rappang Propinsi Sulawesi Selatan, tanggal 16

Februari 1944.1 Ia hidup, tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang

terpelajar dan sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya.

Ayahnya Abdurrahman Syihab (1905-1986) merupakan lulusan Jami'atul

khair Jakarta, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang didirikan

dipermulaan abad XX tepatnya tahun 1901 oleh organisasi politik yang bergerak di

bidang sosial kemasyarakatan yang telah menginspirasi lahirnya Boedi Oetomo.

Kurikulum yang diberlakukan di lembaga Jami'atul khair, tidak seperti lembaga-

lembaga pendidikan pada umumnya, yang hanya mengedepankan kurikulum-

kurikulum keagamaan, namun lembaga ini juga memberlakukan kurikulum umum.2

Dengan adanya perpaduan kurikulum, maka Jamiatul Kheir dapat dikategorikan

sebagai salah satu sekolah yang mengedepankan gagasan-gagasan Islam modern.

Lembaga pendidikan inilah yang membentuk sang ayah menjadi seorang ilmuan

yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang modern, bahkan sebagai guru besar

1Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'a>n; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 6. Kasmantoni, Lafaz Karam dalam Tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab Studi Analisis Semantik, Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008, hlm. 19

2Djauhari Muhsin, dkk., Sejarah dan Dinamika Universitas Islam Indonesia, (Yogyakarta: Badan Waqaf UII, 2002), hlm. 21

62

Page 2: BAB III

dalam ilmu tafsir dan menduduki jabatan Rektor di IAIN Alaudin Ujung Pandang, di

samping tercatat sebagai salah seorang pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI)

di Ujung Pandang.3

Sebagai seorang ilmuan, Abdurrahman Syihab melakukan aktivitas-aktivitas

keilmuannya, khususnya ilmu tafsir dengan mengajar dan berdakwah. Dan ini sudah

digelutinya sejak ia masih muda. Dalam menyampaikan dakwah dan mengajar, ia

selalu memberikan petuah-petuah keagamaan yang bersumber dari al-Qur'an, hadits,

qaul sahabat, serta pakar-pakar al-Qur'an. Adapun petuah-petuah yang

disampaikannya adalah:

Aku akan palingkan (tidak memberikan) ayat-ayat-Ku kepada mereka yang bersikap angkuh dipermukaan bumi….(QS 7:146)."Al-Qur'an adalah jamuan Tuhan", demikian bunyi sebuah hadits. Rugilah bagi yang tidak menghadiri jamuan-Nya, dan lebih rugi lagi yang hadir tetapi tidak menyantapnya."Biarlah al-Qur'an berbicara (istanthiq al-Qur'an)", sabda Ali bin Abi Thalib."Bacalah al-Qur'an seakan-akan ia diturunkan kepadamu", kata Muhammad Iqbal."Rasakanlah keagungan al-Qur'an, sebelum kau menyentuhnya dengan nalarmu", kata Syaikh Muhammad Abduh."Untuk mengantarmu mengetahui rahasia ayat-ayat al-Qur'an tidak cukup kau membacanya empat kali sehari", seru al-Mawdudi.4

Kegiatan tersebut, ia lakukan tidak hanya kepada orang lain, namun ia selalu

mengikutsertakan anak-anaknya. Menurut Quraish Shihab semenjak usia enam

sampai tujuh tahun, ia sudah diharuskan untuk ikut mendengarkan ayahnya

mengajar al-Qur'an. Pada saat kondisi demikian, selain memerintahkan untuk

mengaji, ia juga menjelaskan secara global kisah-kisah dalam al-Qur'an. Jadi, peran

Abdurrahman Shihab bagi anak-anaknya menjadi rangkap, sebagai ayah sekaligus

guru. Sehingga apa yang disampaikan oleh ayahnya selalu teringat sampai sekarang,

3 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan, hlm. 144Ibid

63

Page 3: BAB III

seperti petuah yang disampaikannya juga dikutip oleh Quraish Shihab dalam

tafsirnya. 5

Selain peran ayah dalam memberikan motivasi kepadanya, peran seorang Ibu

juga tidak diragukan dalam memberikan dorongan kepada putra-putrinya untuk

belajar juga Sangat "ketat" terutama berkaitan dengan soal agama, yakni selalu

menjadikan al-Qur'an dan hadits sebagai tolok ukurnya.

Dilihat dari kondisi keluarga yang sangat mendukung masalah pendidikan,

ditambah lagi dengan kemampuan sang ayah sebagai seorang ilmuan, khususnya

tafsir merupakan dasar pembentukan sosok Quraish Shihab sebagai seorang mufassir.

Jadi, tidak mengherankan jika sosok Quraish Shihab menjadi seorang mufassir yang

termasyhur di Indonesia baik bagi kalangan intelektual maupun masyarakat biasa.

B. Karir Intelektualnya

Muhammad Quraish Shihab, secara kultural-akademik termasuk orang

yang paling beruntung, jika dilihat kondisi keluarga yang sangat mendukung,

secara psikologis turut membentuk kepribadian Quraish Shihab dan

menumbuhkan kecintaannya terhadap ilmu, khususnya studi al-Qur'an.

Karir pendidikan di awali di kampung halamannya sendiri, yaitu Sekolah

Dasar Ujung Pandang. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, dia

melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil nyantri di Pondok

Pesantren Darul Hadist Al-Faqihiyyah yang merupakan pesantren yang memberikan

pengetahuan tentang hadits. Pada tahun 1958, dalam usianya yang masih menginjak

14 tahun, Quraish Shihab berangkat ke Kairo, Mesir. Keinginan untuk belajar ke

5Lihat, Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, vol.I, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hlm. v

64

Page 4: BAB III

Kairo ini terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintahan Daerah Sulawesi

(waktu itu belum ada pemekaran wilayah antara utara dan selatan). Beliau diterima di

kelas II Tsanawiyah al-Azhar.6

Nampaknya, belajar di Kairo fakultas Ushuluddin studi al-Qur'an dan hadits

merupakan sebuah obsesi yang sudah lama diimpikannya, yang barangkali

muncul secara evolutif di bawah bayang-bayang pengaruh

ayahnya. Hal ini terlihat dari tekadnya yang bersedia mengulang satu tahun karena

nilai bahasa arab yang diperolehnya tidak mengijinkan untuk masuk ke jurusan

tersebut. Padahal dengan nilai yang dicapainya ketika itu, sejumlah jurusan lain

dilingkungan Universitas al-Azhar bersedia menerimanya. Bahkan, dia juga diterima

di Universitas Cairo dan Dar al-'Ulum.7

Tekad bulat Quraish Shihab membuahkan hasil, karena dilingkungan al-

Azhar inilah untuk sebagian karir intelektualnya dibina dan dimatangkan selama

lebih kurang 11 tahun. Pada tahun 1967, dia meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas

Ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al-Azhar. Kemudian dia

melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 meraih gelar

MA untuk spesialis bidang tafsir Al-Qur`ān dengan tesis berjudul Al-I’jaj al-Tasri’īy

al-Qur`ān al-Karīm. Selama menempuh perkuliahan Quraish Shihab tidak

menyibukkan diri dengan organisasi-organisasi yang didirikan oleh mahasiswa

Indonesia, melainkan ia sering menghabis masa luangnya untuk bergaul dengan

mahasiswa dari negara lain yang tujuannya untuk menambah wawasan dan bahasa.

6Lihat Harun Nasution, Metodologi Barat Lebih Unggul dalam beberapa Persoalan tentang studi Islam di Timur dan Barat, Ulumul Qur'an, Vol 3, No. V, 1994, hlm. 29

7Ibid

65

Page 5: BAB III

Kebiasaannya ini ikut memberi bias terhadap pemikirannya yang agak modern,

seperti terlihat dari karya Wawasan al-Qur'an.

Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercayakan untuk

menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin

Ujung Pandang. Selain itu ia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik itu di dalam

kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (wilayah VII Indonesia bagian

Timur), maupun di luar kampus seperti pembantu Pimpinan Kepolisian Bagian

Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang ini, ia juga sempat

melakukan berbagai penelitian; antara lain, “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama

di Indonesia Timur” (1975) dan "Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan” (1978). Selain

itu ia juga menulis sebuah makalah berjudul "Korelasi antara al-Qur'an dan Ilmu

Pengetahuan", yang ditulis sebagai kuliah umum yang disampaikan di IAIN Alaudin

Ujung Pandang tahun 1972.

Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan

pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada 1982,

dengan disertasi berjudul Nazham al-Dhurār li al-Biqa’īy, Tahqiq wa Dirāsah, dia

berhasil memperoleh gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur`ān dengan yudisium

Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat pertama (Mumtaz ma’a Martabat

al-Syaraf al-‘Ula).8

Dilihat dari pendidikan yang ditempuhnya, keilmuan Quraish Shihab dalam

studi al-Qur'an tidak diragukan lagi sehingga banyak gagasan-gagasan yang

8Muhammad Quraish Shihab, Lentera al-Qur'an; Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2008), hlm. 5

66

Page 6: BAB III

diberikannya sebagai pencerahan dalam studi al-Qur'an. Senada dengan pernyataan

tersebut, Howard mengatakan:

"Dengan pendidikan yang diterimanya, menjadikan Quraish Shihab terdidik lebih baik dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular Indonesian Literatura of The Qur'an, dan lebih dari itu, dengan pendidikannya di Timur Tengah menjadikan ia unik bagi Indonesia pada saat dimana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat".9

Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas

Ushuluddin dan Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.10

Pengabdiannya dibidang pendidikan mengantarkannya menjadi Rektor IAIN Syarif

Hidayatullah periode 1992- 1998. Jabatan Rektor pada IAIN yang dianggap sebagai

"kampus pembaharu", dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Posisi strategis ini

memberikan peluang baginya untuk merealisasikan berbagai ide dan gagasannya.

Salah satu obsesinya ialah melakukan penafsiran dengan menggunakan pendekatan

multidisipliner, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah ilmuwan dari berbagai

bidang spesialisasi, karena hal ini akan lebih berhasil untuk mengungkapkan

petunjuk-petunjuk dari al-Qur'an secara maksimal.11

Selain sebagai seorang akademisi, ia juga dipercayakan untuk menduduki

berbagai jabatan dipemerintahan. Seperti: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Pusat periode 1985 – 1998; Anggota Lajnah Pentashih Al-Qur`an Departemen

Agama sejak 1989; Anggota MPR-RI periode 1982-1987 dan 1987-2002; Anggota

Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sejak 1989, dan Ketua Lembaga

Pengembangan; Pada tahun 1998 ia dipercaya menjadi Menteri Agama Kabinet

9 Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur'an di Indonesia; dari Muhammad Yunus ingá Quraish Shihab, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1994), hlm.295

10Muhammad Quraish Shihab, Membumikan, hlm. 6 11 Kasmantoni, Lafaz Karam, hlm. 31

67

Page 7: BAB III

Pembangunan VII hingga kabinet itu tumbang oleh gerakan reformasi tahun 199812.

Di samping bergelut dibidang politik, ia juga banyak terlibat dalam beberapa

organisasi profesional, seperti: pengurus Himpunan Ilmu-Ilmu Syari’ah, Pengurus

Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan

Asisten Ketua Umum Ikatan cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).13

Di sela-sela segala kesibukannya itu, Quraish Shihab juga sering tampil

diberbagai media untuk memberikan siraman rohani dan intelektual, diantaranya

media cetak, seperti: Surat kabar Pelita, pada setiap hari rabu ia menulis dalam rubrik

"Pelita Hati", mengasuh rubrik "Tafsir al-Manar", dan media eletronik, seperti:

Siraman rohani dan kultum menjelang buka puasa maupun menjelang imsak di

Stasion Televisi Indonesia. Di samping keterlibatannya dalam berbagai kegiatan

ilmiah di dalam maupun di luar negeri.14 Adapun aktivitas utamanya sekarang adalah

Dosen (Guru Besar) Pascasarjana UIN Syarif Hidatullah Jakarta dan ketua Pusat

Studi Qur'an Hadits (PSQ).15

Berdasarkan latar belakang pendidikan dalam keluarga yang memiliki

reputasi yang sangat baik serta ditunjang dengan pendidikan yang terkosentrasi,

menjadikan M. Quraish Shihab tidak diragukan lagi upayanya membumikan al-

Qur'an dalam kehidupan masyarakat, khususnya umat Islam Indonesia.

C. Karya-karyanya

12 Zainal Abidin, Pluralitas Agama dalam Tafsir al-Qur'an; Konsep Ahl al-Kita>b dalam Pemikiran M. Quraish Shihab, dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'a>n, vol. VII, No. 2, Juli 2006, hlm. 212

13 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan, hlm. 614Ibid. Lihat juga Muhammad Quraish Shihab, Lentera al-Qur'an, hlm. 5 15Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi al-Qur'an

68

Page 8: BAB III

Padatnya aktivitas-aktivitas yang ditekuni Quraish Shihab, baik di

lapangan akademisi maupun bukan, tidak menjadi penghalang bagi dirinya

untuk menghasilkan berbagai judul karya tulis. Diantara karya-karyanya adalah:

1. Tafsi>r al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya 1984

diterbitkan di Ujung Pandang (IAIN Alaudin,).

2. Filsafat Hukum Islam 1987 diterbitkan di Jakarta (Depag,)

3. Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surat al-Fatihah 1988

diterbitkan Jakarta (Untagma)

4. Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat 1994 diterbitkan di Bandung (Mizan,)

5. Studi Kritik Tafsir al-Manar 1994 diterbitkan di Bandung

(Pustaka Hidayah)

6. Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan 1994 diterbitkan

di Bandung: (Pustaka Hidayah)

7. Untaian Permata Buat Anakku: Pesan al-Qur'an untuk

Mempelai (Jakarta: al-Bayan), 1995.

8. Wawasan al-Qur'an: Tafsir Mawdhu'iy atas pelbagai persoalan

Umat 1996 diterbitkan di Bandung (Mizan,).

9. Hidangan Ilahi Ayat-ayat Tahlil 1997 diterbitkan di Jakarta

(Lentera Hati).

10. Pengantin al-Qur'an; Kado buat Anakku, 1997 diterbitkan di

Bandung (al-bayan)

69

Page 9: BAB III

11. Tafsir al-Qur'an al-Karim; Tafsir Surat-surat pendek

Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu , 1997 diterbitkan di

Bandung (Pustaka Hidayah).

12. Mukjizat al-Qur'an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,

Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, 1997 diterbitkan di

Bandung (Mizan)

13. Menyingkap Tabir Ilahi; al-Asma al-Husa> dalam

Perspektif al-Qur'an, 1988 diterbitkan di Jakarta (Lentera

Hati)

14. Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab; Seputar Ibadah

Mahdhah, 1999 diterbitkan di Bandung (Mizan)

15. Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab; Seputar al-Qur'an dan

Hadits 1999 diterbitkan di Bandung (Mizan)

16. Fatua-fatwa M. Quraish Shihab; Seputar Ibadan dan

Muamalah, 1999 diterbitkan di Bandung (Mizan)

17. Fatua-fatwa M. Quraish Shihab; Seputar Wawasan

Agama, 1999 diterbitkan di Bandung (Mizan)

18. Anda Bertanya, Quraish Shihab Menjawab; Berbagai

Masalah Keagamaan, 1999 diterbitkan di Bandung (al-Bayan)

19. Sahur Bersama Quraish Shihab di RCTI , 1997

diterbitkan di Bandung (Mizan).

20. Haji Bersama Quraish Shihab; {Panduang Praktis Untuk

Menuju Haji Mabrur, 1988 diterbitkan di Bandung (Mizan).

70

Page 10: BAB III

21. Yang Tersembunyi Jin, Setan dan Masyarakat; dalam al-

Qur'an dan as-Sunnah Serta Wacana Ulama Masa Lalu dan

Masa Kini, 1999 diterbitkan Jakarta (Lentera Hati)

22. Panduan Puasa Bersama Quraish Shihab, 2000

diterbitkan di Jakarta (Republika)

23. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-

Qur'an, 15 Jilid/Volume 2000-2003 diterbitkan di Jakarta

(Lentera Hati)

24. Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga, dan

Ayat-ayat Tahlil, 2000 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

25. 40 Hadits Qudsi Pilihan, 2002 diterbitkan di Jakarta

(Lentera Hati)

26. Panduan Shalat Bersama Quraish Shihab, 2003

diterbitkan di Jakarta (Republika)

27. Kumpulan Tanya Jawab Bersama Quraish Shihab:

Mistik, Seks dan Ibadan, 2004 diterbitkan di Jakarta

(Republika)

28. Kalung Mutiara Buat Anakku, 2005 diterbitkan di

Bandung (al-Bayan)

29. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas

Akal dalam Islam, 2005 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

30. Wawasan al-Qur'an tentang zikir dan Doa, 2006

diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati dan PSQ)

71

Page 11: BAB III

31. Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendikiawan

Kontemporer; Pakaian Wanita Muslimah, 2006 diterbitkan di

Jakarta (Lentera Hati)

32. Dia Dimana-mana "tangan" Tuhan Dibalik Setiap

Fenomena, 2006 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati, Pusat

Studi Qur'an)

33. Perempuan "Dari Cinta Sampai Seks, Dari Nikah Mut'ah

sampai Nikah Sunnah, Dari Bias Lama sampai Bias Baru,

2006 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

34. Menjemput Maut Bekal Perjalanan Menuju Allah, 2006

diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

35. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Iritis atas Tafsir al-Manar,

2006 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

36. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan

Masyarakat, 2006 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

37. Pengantin al-Qur'an Kalung Permata Buat Anakku, 2007

diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

38. Secercah Cahaya Hidup bersama al-Qur'an, 2007

diterbitkan di Bandung (Mizan)

39. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?

Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran, 2007 di terbitkan di

Jakarta (Lentera Hati)

72

Page 12: BAB III

40. Yang Ringan dan Yang Jenaka, 2007 di terbitkan di

Jakarta (Lentera Hati)

41. Ensiklopedi al-Qur'an; Kajian Kosakata, 3 Jilid, 2007 di

terbitkan di Jakarta (PSQ, Lentera Hati dan Yayasan

Paguyuban Ikhlas)

42. Ayat-ayat Fitna; Sekelumit Keadaban Islam di Tengah

Purbasangka, 2008, di terbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

43. al-Lubab; Makna dan Tujuan dan Pelajaran dari al-

Fatihah dan Juz 'amma, 2008 di terbitkan di Jakarta (Lentera

Hati)

44. Berbisnis dengan Allah; Tips Situ Jadi Pebisnis Sukses

Dunia-Akhirat, 2008 di terbitkan di Jakarta (Lentera Hati)

Banyaknya karya yang ada dengan kondisi yang berbeda-

beda, yang pasti Quraish Shihab adalah sosok yang sangat

produktif, meskipun ia mempunyai banyak aktivitas-aktivitas. Bagi

Howard, karya-karya Quraish Shihab layak diberikan nilai yang

tinggi karena ia memusatkan perhatiannya pada isu-isu kotemporer

yang cocok digunakan oleh berbagai kalangan.16

D. Tafsir al-Misbah

1. Latar Belakang Penulisannya

16 Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur'an, hlm. 298

73

Page 13: BAB III

Munculnya berbagai sudut pandang dalam menafsirkan al-Qur'an,

sesungguhnya suatu keniscayaan sejarah, sebab setiap generasi ingin selalu

mengkonsumsi dan menjadikan al-Qur'an sebagai pedoman hidup, bahkan kadang-

kadang sebagai legitimasi bagi tindakan dan perilakunya.17

Al-Qur'an tidak hanya dipandang sebagai mukjizat bagi pengingkarnya,

namun sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, dan petunjuk-petunjuk

tersebut tidak akan bersibah dengan sendirinya tanpa adanya usaha-usaha manusia

dalam hal tersebut. Ali bin Abi Thalib berkata: "Al-Qur'an tidak bisa berbicara apa-

apa, tetapi yang berbicara adalah manusia".18

Meskipun banyak orang-orang yang berusaha mendekati, mengenai dan

menyibakkan hidayah di dalam al-Qur'an, namun menurut Muhammad Quraish

Shihab mereka masih menghadapi kendala yang tidak mudah di atasi seperti

keterbatasan dari segi waktu atau ilmu dasar maupun kelangkaan buku-buku rujukan

yang sesuai dengan standar selera masyarakat, sehingga yang terjadi adalah ketidak

fahaman dalam memahami al-Qur'an.19 Itu merupakan salah alasan ditulisnya Tafsir

al-Misbah. Adapun alasan lain, fenomena masyarakat Islam dewasa yang

mengagumi al-Qur'an tetapi kebanyakan berhenti dalam pesona bacaan ketika

dilantunkan seakan-akan kitab suci hanya diturunkan untuk dibaca.20

Factor social yang dicontohkan oleh penulis tafsir ini adalah tradisi membaca

surat yasin, al-waqi'ah, ar-rahman dan lain-lain dikalangan masyarakat awam21,

mereka mampu membacanya tetapi berat dan sulit bagi mereka memahami apa yang

17 Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir; Madzahibut Tafsir dari Masa Klasik hingg Kotemporer, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 4

18Ignaz Goldziher, Mazhab-mazhab Tafsir, terj. M. Alaika Salamullah, dkk, (Yogyakarta: Elsaq, 2006), hlm. xii

19Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. I, hlm. ix 20 Ibid, hlm. vi21 Ibid, hlm. x

74

Page 14: BAB III

dibacanya, walau telah mengkaji terjemahnya. Kesalahpahaman tentang kandungan

atau pesan surat akan semakin menjadi-jadi bila membaca beberapa buku-buku yang

menjelaskan keutamaan surah-surah al-Qur'an atas dasar hadits-hadits dha'if.

Lain halnya dengan fenomena yang terjadi dikalangan pelajar, yang notabene

berkecimpung dalam studi Islam, masih sering timbul dugaan-dugaan kerancuan

sistematika penyusunan ayat-ayat dan surah-surah al-Qur'an. Apalagi jika mereka

membandingkannya dengan karya-karya ilmiah, seperti ditambahkan lagi oleh

Quraish Shihab, banyak mereka yang tidak mengetahui bahwa sistematika

penyusunan ayat-ayat dan surah-surah yang sangat unik mengandung unsur

pendidikan yang amat menyentuh.22

Dilatar belakangi oleh persoalan-persoalan tersebut, Muhammad Quraish

Shihab ikut mengatasi kendala-kendala dalam pengenalan al-Qur'an dengan menulis

tafsir al-Misbah ini. Sebagai seorang mufasir ia berkewajiban memperkenalkan dan

menghidangkan pesan-pesannya sesuai dengan kebutuhan dan harapan itu.23

2. Metode dan corak (laun) Penafsiran

Metode diistilahkan oleh para mufasir dengan manhaj.

Menurut al-Rumi, manhaj adalah cara menuju kepada tujuan

yang direncanakan. Sedangkan Mustafa al-Sawi al-Juwaini dalam

bukunya Mana>hij fi> al-Tafsir, mendefinisikan manhaj dengan

langkah-langkah teratur dan seperangkat ulasan materi yang

disiapkan untuk penulisan tafsir al-Qur'an, agar dapat sampai

pada maksud dan tujuan.24

22 Ibid, hlm.x23 Ibid, hlm. vii24Mustafa al-Sawi al-Juwaini, Mana>hij fi> al-Tafsi>r, (t.tp, Kutb al-Dirasah

al-Qur'a>niyyah, t.t), hlm. 7

75

Page 15: BAB III

Menurut al-Farmawi, sebagaimana yang dikutip oleh Indal

Abrar dalam bukunya Studi Kitab Tafsir, metode tafsir dapat

diklasifikasikan menjadi empat: Pertama, metode tahalí>li>

atau analisis, yaitu metode penafsiran yang berusaha

menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-ayat al-

Qur'an dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju.

Dari metode ini seorang peminat tafsir dapat menemukan

pengertian secara luas dari ayat-ayat al-Qur'an. Kedua, metode

Ijmali>, yaitu ayat-ayat al-Qur'an dijelaskan dengan pengertian-

pengertian garis besarnya saja. Ketiga, Metode Muqa>rran,

yaitu menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan apa yang

pernah ditulis oleh mufassir sebelumnya dengan cara

membandingkannya. Keempat, metode maudhu'i>, yaitu di

mana seorang mufasir mengumpulkan ayat-ayat di bawah suatu

topik tertentu kemudian ditafsirkan.25

Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam tafsir al-

Misbah, perlu kiranya terlebih dahulu melihat langkah-langkah

yang ditempuh oleh Quraish Shihab dalam menafsirkan al-

Qur'an. Adapun langkah-langkah tersebut sebagai berikut:

Pertama, memberikan kupasan dari aspek bahasa. Dalam hal ini,

Quraish Shihab menafsirkan al-Qur'an dengan menganalisis

aspek bahasa, baik dari segi kosa kata seperti menafsirkan kata

25Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir; Menyuarakan Teks yang Bisu, (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm. 69

76

Page 16: BAB III

"shirath" yang berasal dari kata "sirath" bermakna "menelan".

Pemaknaan "shirath" dengan "jalan" berarti jalan yang lebar

karena sedemikian lebarnya sehingga bagaikan menelan

sipenjalan26, maupun aspek struktur bahasa (gramatika) seperti

ketika menafsirkan ذلك الكتاب ال ريب فيه هدى للمتقين (itulah al-

Kitab, tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang

bertaqwa)27, menurutnya, ayat ini menggunakan isyarat jauh

untuk menunjukkan al-Qur'an. Di tempat lain, semua yang

menunjukkan kepada al-Qur'an menggunakan isyarat dekat.

Tujuan penggunaan isyarat jauh memberi kesan bahwa kitab

suci ini menduduki tempat yang tinggi dan sangat jauh dari

jangkauan manusia, karena ia bersumber dari Allah Yang Maha

Tinggi. Sedang kata al-kitab dengan dibubuhi al pada awalnya

dipahami dalam arti kesempurnaan.28

Kedua, menafsirkan ayat demi ayat dan surah demi surah

secara berurutan, serta tidak ketinggalan mengutip asbab al-

Nuzul. Artinya penafsiran yang dilakukan dengan perpedoman

terhadap susunan ayat dan surah-surah dalam mushaf, dengan

dimulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai

surat al-Nas dan menyebutkan asbab al-nuzulnya kalau ada.

Ketiga, Mengutip pendapat-pendapat penafsir sebelumnya.

Mengenai dengan pengutipan pendapat-pendapat penafsir 26 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. I, hlm. 67 27QS. Al-Baqarah [2]: 2 28Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,, vol. I, hlm. 87 -88

77

Page 17: BAB III

sebelumnya, Quraish cukup kritis dalam menerima pendapat-

pendapat tersebut. Apabila pendapat tersebut tidak sesuai

menurut logikanya maka pendapatnya ditolak, seperti pendapat

yang menafsirkan "faz}a>dahumu Allahu maradha" dalam arti

doa semoga Allah menambahnya. Menurutnya pendapat ini

kurang tepat bukan saja karena adanya kata "maka" tetapi juga

karena mendoakan agar keburukan seseorang bertambah,

tidaklah merupakan hal yang terpuji bahkan bertentangan

dengan sikap Rasul Saw yang seringkali berdoa semoga Allah

memberikan petunjuk kepada umatnya yang beriman.29

Keempat, mengutip ayat-ayat sebagai pendukung

penafsirannya, seperti ayat "fa azallhuma> al-Syaitha>n" (QS.

Al-Baqarah [2]: 36) (maka keduanya tergelincir oleh syaithan)

ditafsirkan dengan "sesungguhnya telah Kami perintahkan

kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan

tidak kami dapati padanya kemauan yang kuat"(QS. Thaha [20]:

15). Jadi, maksud dari fa azallhuma bahwa tergelencir Nabi

Adam bukan sepenuhnya dalam keadaan sadar namun ia terlupa

dengan apa yang diperitahkan oleh Allah.30

Kelima, mengutip hadits-hadits Nabi sebagai pendukung

penafsirannya, seperti manafsirkan "al-rahma>n dan al-rahi>m"

(QS.al-Fatihah [1]: 3), menurutnya kedua kata tersebut diambil

29 Ibid, hlm. 10330 Ibid, hlm. 158

78

Page 18: BAB III

dari akar kata "rahmat" dengan alasan bahwa timbangan

(wazan) kata tersebut dikenal dalam bahasa Arab. Rahman

setimbang dengan fa'la>n, dan rahi>m dengan fa'i>l.

Timbangan rahma>n menunjukkan kepada kesempurnaan atau

kesementaraan, sedangkan timbangan rahi>m menunjukkan

kepada kesinambungan dan kemantapan. Selanjutnya ia

mengatakan, kata rahman menunjukkan sifat Allah Swt,

sedangkan kata rahi>m menunjukkan Rasulullah yang

menaruh belas kasihan yang amat dalam terhadap umatnya.

Untuk menguatkan pendapat ini, ia mengutip sebuah hadits

qudsi: "Aku adalah ar-Rahma>n, aku menciptakan rahi>m, Ku-

ambilkan untuknya nama yang berakar dari nama-Mu, siapa

yang menyambungnya (silaturrahim) akan Aku Samsung

(rahmat-Ku) untuknya, dan siapa yang memutuskannya

Kuputuskan (rahmat-Ku baginya)" (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi

melalui Abdurrahman Ibn 'Auf)31

Selain langkah-langkah tersebut, sebagaimana lazimnya

metode tahli>li>, tafsir al-Misbah juga menjelaskan

muna>sabat (kaitan) antara satu ayat dengan ayat yang lain,

juga satu surat dengan surat yang lain serta menjelaskan sekilas

tentang qira'ah, seperti ketika menafsirkan مالك dengan ملك

dalam surat al-Fatihah.

31 Ibid, hlm. 36

79

Page 19: BAB III

Berdasarkan langkah-langkah yang dilakukan oleh Quraish

Shihab dalam menafsirkan al-Qur'an, maka dapat disimpulkan

bahwa tafsir al-Misbah mengunakan metode tahli>li> dalam

menafsirkan al-Qur'an karena ia berupaya menjelaskan seluruh

aspek yang terkandung dalam al-Qur'an dan mengungkapkan

segenap pengertian yang dituju.

Meskipun tafsir al-Misbah dikategorisasi menggunakan

metode tahli>li> namun dalam beberapa masalah tafsir ini tidak

murni menerapkan metode tahli>li>, seperti menggunakan

ayat-ayat lain yang setema untuk menjelaskan makna yang

dimaksud dari ayat yang ditafsirkan. Misalnya menafsirkan

"an'amta" dalam surat al-fatihah ayat 7, menurutnya nikmat

dalam ayat tersebut berarti nikmat Islam dan penyerahan diri

kepada Allah. Pemaknaan nikmat dengan nikmat Islam ia

mengutip surat ali-Imran [3]: 103, surat adh-Dhuha [93]: 11.

sedangkan pemaknaan nikmat dengan penyerahaan diri kepada

Allah, ia mengutip surat an-Nisa' [4]: 69.32 Dilihat dari upaya

penafsiran tersebut, Quraish Shihab juga menggunakan metode

maudhu'i> karena dalam menafsirkan suatu ayat ia

menggunakan ayat yang setema dengan ayat tersebut yang

tujuannya untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya.

Selain adanya kecendrungan Quraish Shihab terhadap

metode maudhu'i> , ia juga menggunakan metode

32 Ibid, hlm. 71

80

Page 20: BAB III

interdispliner, di mana ia menafsikan ayat menggunakan disiplin

ilmu-ilmu lain, seperti dalam surat Ya>sin(36): 80, ia

menafsirkan kata "al-syajara al-ahdhar" dengan pohon yang

hijau, menunjukkan kepada zat hijau daun yang sangat

diperlukan dalam proses asimilasi gas karbon dioksida. Istilah

yang digunakan al-Qur'an lebih tepat dikatakan dengan klorofil

yang berarti zat hijau daun, karena zat-zat yang dimaksud tidak

hanya pada daun tumbuh-tumbuhan, tetapi pada seluruh bagian

tumbuhan yang hijau.33

Dilihat dari kecendrungan metode, nampak adanya

terobosan baru yang diberikan oleh Quraish Shihab dalam

menafsirkan al-Qur'an. Atau ia ingin menghilangkan konsekuensi

yang diakibatkan oleh metode tahli>li> seperti parsial dan

otomistik yang mengakibatkan lahirnya tafsir yang literal

sebagaimana tafsir-tafsir di era afirmatif.34 Di samping itu perlu

dipertegas di sini, meskipun tafsir al-Misbah mengkomparasikan

metode dalam menafsirkan al-Qur'an, namun metode tahli>li>

merupakan metode yang dominan terdapat dalam tafsir al-

Misbah.

Penafsiran al-Qur'an dengan menggunakan manhaj

tahli>li> ini memiliki corak dan orientasi pemikiran yang

berbeda-beda, sejalan dengan corak dan orientasi pemikiran

33 Ibid, vol 11, hlm. 57934 Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistimologi Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2008), hlm. 93

81

Page 21: BAB III

masing-masing mufasir. Dalam hal ini al-Farmawi, sebagaimana

dikutip oleh Suryadi dalam bukunya Studi Kitab Tafsir,

memilahnya dalam tujuh corak dan orientasi: tafsi>r bi al-

Ma'tsur, tafsi>r bi al-ra'yi, tafsi>r sufi, tafsi>r fiqhi, tafsir falsafi,

tafsir 'ilmu, dan tafsir ijtima'i.35

Corak dan orientasi yang mewarnai metode tahli>li>

dalam tafsir al-Misbah adalah bi al-ma'tsur dan kadang-kadang

menggunakan bi al-ra'yi. Dikatakan bi al-ma'tsur karena tafsir ini

sering menggunakan ayat-ayat lain untuk menjelaskan suatu

ayat, mengunakan hadits, dan pendapat-pendapat ulama

terdahulu. Sedangkan bi al-ra'yi karena tafsir ini juga

menggunakan logika dan lebih banyak menjelaskan ayat dengan

menggunakan analisis bahasa, baik dari makna kosa kata

maupun gramatikal.

3. Sistematika Penafsiran

Sistematika penafsiran al-Misbah mengikuti tartib mushafi.

Dalam sistematika ini, sang mufassir menguraikan

penafsirannya berdasarkan urutan ayat dan surat dalam mushaf

Usmani. Sekalipun demikian, pada beberapa bagian tertentu, ia

juga menggunakan pendekatan semi tematis. Pendekatan ini

terlihat ketika menguraikan penafsiran suatu ayat dengan

memberikan sejumlah ayat-ayat lain yang berhubungan sebagai

35 Suryadi, Luba>b al-Ta'wi>l fi> Ma'a>ni> al-Tanzi>l Karya al-Kha>zin, dalam Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir, hlm. 108

82

Page 22: BAB III

penguat penafsirannya. Namun, secara umum tidak keluar dari

sistem mushafi.

Sebelum memulai proses penafsiran, Quraish Shihab

terlebih dahulu memberikan penjelasan yang berbentuk

pengantar terhadap surat yang akan ditafsirkan, dan hal ini juga

dilakukan terhadap surat yang akan ditafsirkannya. Pengantar

tersebut memuat penjelasan antara lain: Pertama, menjelaskan

tentang penamaan surat, dan menyebutkan nama-nama lain

dari surat tersebut jika ada, serta memberikan alasan

penamaannya dengan merujuk kepada ayat-ayat lain, hadits

dan pendapat-pendapat ulama, seperti penamaan terhadap

surah al-Fatihah. Kedua, menyebutkan tempat turun surat

(Makkiyah, Madaniyyah) serta menyebutkan jumlah ayat dalam

satu surat. Ketiga, tema-tema pokok atau tujuan surat dan

pendapat-pendapat ulama tentang hal tersebut. Keempat,

munasabah antar surat sebelum dan sesudahnya.

Melihat sistematika penyusunan Tafsir al-Misbah ditempuh

dengan sistematika tartib mushafi, yakni menafsirkan ayat

menurut susunan urutannya dalam mushaf, maka dapat

dikatakan bahwa sistematika dalam tafsir ini sama dengan

tafsir-tafsir klasik, seperti: Tafsir al-Thabari>, Ibnu Katsi>r, dan

lain-lain.

4. Sumber Penafsiran

83

Page 23: BAB III

Sebagaimana yang disebutkan oleh Quraish Shihab bahwa

apa yang dihidangkannya (tafsir al-Misbah) bukan sepenuhnya

ijtihadnya.36 Ini artinya penyusunan tafsir al-Misbah merujuk

kepada karya-karya lain, baik dari ulama klasik maupun

kotemporer.

Adapun sumber-sumber yang dijadikan oleh Quraish

Shihab dalam menulis kitab tafsir ini meliputi: Tafsir Ibrahim Ibn

Umar al-Biqa'i (w. 885H-1480M) yang tafsirnya masih berbentuk

manuskrip dan dijadikan sebagai referensi dalam menyusun

desertasinya. Sementara referensi yang digunakan dalam

mencari makna pada tafsir al-Misbah diantaranya: Shahih

Bukhari karya Ismail al-Bukhari, Shahih Muslim karya Ibn

Hajja>j, Nazham al-Durar karya Ibrahim Ibn Umar al-Biqa'i, Fi

Dzilalil al-Qur'an karya Sayyid Qutb, Tafsir al-Mizan karya Husain

al-Thabathaba'i, Tafsir Asma al-Husna karya Az-Zajjah, Tafsir al-

Qur'an al-A'zim karya Ibn Katsir, Tafsir Jalalain karya as-Suyuti,

Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi, al-Kasysyaf an

Haqqaiqit Tanjil wa 'Uyunil Aqawil fi Wujuhi Ta'wil karya

Zamakhsyari, Nahw Tafsir Maudhu'iy li Suwar al-Qur'an al-Karim

karya Muhammad al-Ghazali, ad-Dur al-Mansur karya as-Sayuti,

Attahir at-Tanwir.

Diantara banyaknya literature yang digunakan Quraish

Shihab dalam Tafsir al-Misbah yang paling mendominasi adalah 36M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,…, vol. I, hal. xiii

84

Page 24: BAB III

Tafsir al-Mizan karya Husain al-Thabathaba'i, sebab hampir

ditiap penafsirannya selalu mengutip pendapat Thabathaba'i.

85