BAB III
Transcript of BAB III
BAB III
M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MISBAH
A. Riwayat Hidup M. Quraish Shihab
Dalam sejarah pemikiran Islam, khususnya kajian tafsir, kehadiran
Muhammad Quraish Shihab menambah deretan panjang nama-nama mufasir dari
Nusantara, seperti Hamka, Hasbi ash-Shiddiqiey, dan lain-lain. Quraish Shihab
dilahirkan disebuah Kabupaten Rappang Propinsi Sulawesi Selatan, tanggal 16
Februari 1944.1 Ia hidup, tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang
terpelajar dan sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
Ayahnya Abdurrahman Syihab (1905-1986) merupakan lulusan Jami'atul
khair Jakarta, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang didirikan
dipermulaan abad XX tepatnya tahun 1901 oleh organisasi politik yang bergerak di
bidang sosial kemasyarakatan yang telah menginspirasi lahirnya Boedi Oetomo.
Kurikulum yang diberlakukan di lembaga Jami'atul khair, tidak seperti lembaga-
lembaga pendidikan pada umumnya, yang hanya mengedepankan kurikulum-
kurikulum keagamaan, namun lembaga ini juga memberlakukan kurikulum umum.2
Dengan adanya perpaduan kurikulum, maka Jamiatul Kheir dapat dikategorikan
sebagai salah satu sekolah yang mengedepankan gagasan-gagasan Islam modern.
Lembaga pendidikan inilah yang membentuk sang ayah menjadi seorang ilmuan
yang mempunyai pemikiran-pemikiran yang modern, bahkan sebagai guru besar
1Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'a>n; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), hal. 6. Kasmantoni, Lafaz Karam dalam Tafsir al-Misbah M. Quraish Shihab Studi Analisis Semantik, Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008, hlm. 19
2Djauhari Muhsin, dkk., Sejarah dan Dinamika Universitas Islam Indonesia, (Yogyakarta: Badan Waqaf UII, 2002), hlm. 21
62
dalam ilmu tafsir dan menduduki jabatan Rektor di IAIN Alaudin Ujung Pandang, di
samping tercatat sebagai salah seorang pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI)
di Ujung Pandang.3
Sebagai seorang ilmuan, Abdurrahman Syihab melakukan aktivitas-aktivitas
keilmuannya, khususnya ilmu tafsir dengan mengajar dan berdakwah. Dan ini sudah
digelutinya sejak ia masih muda. Dalam menyampaikan dakwah dan mengajar, ia
selalu memberikan petuah-petuah keagamaan yang bersumber dari al-Qur'an, hadits,
qaul sahabat, serta pakar-pakar al-Qur'an. Adapun petuah-petuah yang
disampaikannya adalah:
Aku akan palingkan (tidak memberikan) ayat-ayat-Ku kepada mereka yang bersikap angkuh dipermukaan bumi….(QS 7:146)."Al-Qur'an adalah jamuan Tuhan", demikian bunyi sebuah hadits. Rugilah bagi yang tidak menghadiri jamuan-Nya, dan lebih rugi lagi yang hadir tetapi tidak menyantapnya."Biarlah al-Qur'an berbicara (istanthiq al-Qur'an)", sabda Ali bin Abi Thalib."Bacalah al-Qur'an seakan-akan ia diturunkan kepadamu", kata Muhammad Iqbal."Rasakanlah keagungan al-Qur'an, sebelum kau menyentuhnya dengan nalarmu", kata Syaikh Muhammad Abduh."Untuk mengantarmu mengetahui rahasia ayat-ayat al-Qur'an tidak cukup kau membacanya empat kali sehari", seru al-Mawdudi.4
Kegiatan tersebut, ia lakukan tidak hanya kepada orang lain, namun ia selalu
mengikutsertakan anak-anaknya. Menurut Quraish Shihab semenjak usia enam
sampai tujuh tahun, ia sudah diharuskan untuk ikut mendengarkan ayahnya
mengajar al-Qur'an. Pada saat kondisi demikian, selain memerintahkan untuk
mengaji, ia juga menjelaskan secara global kisah-kisah dalam al-Qur'an. Jadi, peran
Abdurrahman Shihab bagi anak-anaknya menjadi rangkap, sebagai ayah sekaligus
guru. Sehingga apa yang disampaikan oleh ayahnya selalu teringat sampai sekarang,
3 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan, hlm. 144Ibid
63
seperti petuah yang disampaikannya juga dikutip oleh Quraish Shihab dalam
tafsirnya. 5
Selain peran ayah dalam memberikan motivasi kepadanya, peran seorang Ibu
juga tidak diragukan dalam memberikan dorongan kepada putra-putrinya untuk
belajar juga Sangat "ketat" terutama berkaitan dengan soal agama, yakni selalu
menjadikan al-Qur'an dan hadits sebagai tolok ukurnya.
Dilihat dari kondisi keluarga yang sangat mendukung masalah pendidikan,
ditambah lagi dengan kemampuan sang ayah sebagai seorang ilmuan, khususnya
tafsir merupakan dasar pembentukan sosok Quraish Shihab sebagai seorang mufassir.
Jadi, tidak mengherankan jika sosok Quraish Shihab menjadi seorang mufassir yang
termasyhur di Indonesia baik bagi kalangan intelektual maupun masyarakat biasa.
B. Karir Intelektualnya
Muhammad Quraish Shihab, secara kultural-akademik termasuk orang
yang paling beruntung, jika dilihat kondisi keluarga yang sangat mendukung,
secara psikologis turut membentuk kepribadian Quraish Shihab dan
menumbuhkan kecintaannya terhadap ilmu, khususnya studi al-Qur'an.
Karir pendidikan di awali di kampung halamannya sendiri, yaitu Sekolah
Dasar Ujung Pandang. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, dia
melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil nyantri di Pondok
Pesantren Darul Hadist Al-Faqihiyyah yang merupakan pesantren yang memberikan
pengetahuan tentang hadits. Pada tahun 1958, dalam usianya yang masih menginjak
14 tahun, Quraish Shihab berangkat ke Kairo, Mesir. Keinginan untuk belajar ke
5Lihat, Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, vol.I, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hlm. v
64
Kairo ini terlaksana atas bantuan beasiswa dari pemerintahan Daerah Sulawesi
(waktu itu belum ada pemekaran wilayah antara utara dan selatan). Beliau diterima di
kelas II Tsanawiyah al-Azhar.6
Nampaknya, belajar di Kairo fakultas Ushuluddin studi al-Qur'an dan hadits
merupakan sebuah obsesi yang sudah lama diimpikannya, yang barangkali
muncul secara evolutif di bawah bayang-bayang pengaruh
ayahnya. Hal ini terlihat dari tekadnya yang bersedia mengulang satu tahun karena
nilai bahasa arab yang diperolehnya tidak mengijinkan untuk masuk ke jurusan
tersebut. Padahal dengan nilai yang dicapainya ketika itu, sejumlah jurusan lain
dilingkungan Universitas al-Azhar bersedia menerimanya. Bahkan, dia juga diterima
di Universitas Cairo dan Dar al-'Ulum.7
Tekad bulat Quraish Shihab membuahkan hasil, karena dilingkungan al-
Azhar inilah untuk sebagian karir intelektualnya dibina dan dimatangkan selama
lebih kurang 11 tahun. Pada tahun 1967, dia meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas
Ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadits Universitas Al-Azhar. Kemudian dia
melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 meraih gelar
MA untuk spesialis bidang tafsir Al-Qur`ān dengan tesis berjudul Al-I’jaj al-Tasri’īy
al-Qur`ān al-Karīm. Selama menempuh perkuliahan Quraish Shihab tidak
menyibukkan diri dengan organisasi-organisasi yang didirikan oleh mahasiswa
Indonesia, melainkan ia sering menghabis masa luangnya untuk bergaul dengan
mahasiswa dari negara lain yang tujuannya untuk menambah wawasan dan bahasa.
6Lihat Harun Nasution, Metodologi Barat Lebih Unggul dalam beberapa Persoalan tentang studi Islam di Timur dan Barat, Ulumul Qur'an, Vol 3, No. V, 1994, hlm. 29
7Ibid
65
Kebiasaannya ini ikut memberi bias terhadap pemikirannya yang agak modern,
seperti terlihat dari karya Wawasan al-Qur'an.
Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercayakan untuk
menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin
Ujung Pandang. Selain itu ia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik itu di dalam
kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (wilayah VII Indonesia bagian
Timur), maupun di luar kampus seperti pembantu Pimpinan Kepolisian Bagian
Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang ini, ia juga sempat
melakukan berbagai penelitian; antara lain, “Penerapan Kerukunan Hidup Beragama
di Indonesia Timur” (1975) dan "Masalah Wakaf di Sulawesi Selatan” (1978). Selain
itu ia juga menulis sebuah makalah berjudul "Korelasi antara al-Qur'an dan Ilmu
Pengetahuan", yang ditulis sebagai kuliah umum yang disampaikan di IAIN Alaudin
Ujung Pandang tahun 1972.
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan
pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada 1982,
dengan disertasi berjudul Nazham al-Dhurār li al-Biqa’īy, Tahqiq wa Dirāsah, dia
berhasil memperoleh gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur`ān dengan yudisium
Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat pertama (Mumtaz ma’a Martabat
al-Syaraf al-‘Ula).8
Dilihat dari pendidikan yang ditempuhnya, keilmuan Quraish Shihab dalam
studi al-Qur'an tidak diragukan lagi sehingga banyak gagasan-gagasan yang
8Muhammad Quraish Shihab, Lentera al-Qur'an; Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2008), hlm. 5
66
diberikannya sebagai pencerahan dalam studi al-Qur'an. Senada dengan pernyataan
tersebut, Howard mengatakan:
"Dengan pendidikan yang diterimanya, menjadikan Quraish Shihab terdidik lebih baik dibandingkan dengan hampir semua pengarang lainnya yang terdapat dalam Popular Indonesian Literatura of The Qur'an, dan lebih dari itu, dengan pendidikannya di Timur Tengah menjadikan ia unik bagi Indonesia pada saat dimana sebagian pendidikan pada tingkat itu diselesaikan di Barat".9
Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas
Ushuluddin dan Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.10
Pengabdiannya dibidang pendidikan mengantarkannya menjadi Rektor IAIN Syarif
Hidayatullah periode 1992- 1998. Jabatan Rektor pada IAIN yang dianggap sebagai
"kampus pembaharu", dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Posisi strategis ini
memberikan peluang baginya untuk merealisasikan berbagai ide dan gagasannya.
Salah satu obsesinya ialah melakukan penafsiran dengan menggunakan pendekatan
multidisipliner, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah ilmuwan dari berbagai
bidang spesialisasi, karena hal ini akan lebih berhasil untuk mengungkapkan
petunjuk-petunjuk dari al-Qur'an secara maksimal.11
Selain sebagai seorang akademisi, ia juga dipercayakan untuk menduduki
berbagai jabatan dipemerintahan. Seperti: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pusat periode 1985 – 1998; Anggota Lajnah Pentashih Al-Qur`an Departemen
Agama sejak 1989; Anggota MPR-RI periode 1982-1987 dan 1987-2002; Anggota
Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sejak 1989, dan Ketua Lembaga
Pengembangan; Pada tahun 1998 ia dipercaya menjadi Menteri Agama Kabinet
9 Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur'an di Indonesia; dari Muhammad Yunus ingá Quraish Shihab, terj. Tajul Arifin, (Bandung: Mizan, 1994), hlm.295
10Muhammad Quraish Shihab, Membumikan, hlm. 6 11 Kasmantoni, Lafaz Karam, hlm. 31
67
Pembangunan VII hingga kabinet itu tumbang oleh gerakan reformasi tahun 199812.
Di samping bergelut dibidang politik, ia juga banyak terlibat dalam beberapa
organisasi profesional, seperti: pengurus Himpunan Ilmu-Ilmu Syari’ah, Pengurus
Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Asisten Ketua Umum Ikatan cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).13
Di sela-sela segala kesibukannya itu, Quraish Shihab juga sering tampil
diberbagai media untuk memberikan siraman rohani dan intelektual, diantaranya
media cetak, seperti: Surat kabar Pelita, pada setiap hari rabu ia menulis dalam rubrik
"Pelita Hati", mengasuh rubrik "Tafsir al-Manar", dan media eletronik, seperti:
Siraman rohani dan kultum menjelang buka puasa maupun menjelang imsak di
Stasion Televisi Indonesia. Di samping keterlibatannya dalam berbagai kegiatan
ilmiah di dalam maupun di luar negeri.14 Adapun aktivitas utamanya sekarang adalah
Dosen (Guru Besar) Pascasarjana UIN Syarif Hidatullah Jakarta dan ketua Pusat
Studi Qur'an Hadits (PSQ).15
Berdasarkan latar belakang pendidikan dalam keluarga yang memiliki
reputasi yang sangat baik serta ditunjang dengan pendidikan yang terkosentrasi,
menjadikan M. Quraish Shihab tidak diragukan lagi upayanya membumikan al-
Qur'an dalam kehidupan masyarakat, khususnya umat Islam Indonesia.
C. Karya-karyanya
12 Zainal Abidin, Pluralitas Agama dalam Tafsir al-Qur'an; Konsep Ahl al-Kita>b dalam Pemikiran M. Quraish Shihab, dalam Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'a>n, vol. VII, No. 2, Juli 2006, hlm. 212
13 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan, hlm. 614Ibid. Lihat juga Muhammad Quraish Shihab, Lentera al-Qur'an, hlm. 5 15Muhammad Quraish Shihab, Ensiklopedi al-Qur'an
68
Padatnya aktivitas-aktivitas yang ditekuni Quraish Shihab, baik di
lapangan akademisi maupun bukan, tidak menjadi penghalang bagi dirinya
untuk menghasilkan berbagai judul karya tulis. Diantara karya-karyanya adalah:
1. Tafsi>r al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya 1984
diterbitkan di Ujung Pandang (IAIN Alaudin,).
2. Filsafat Hukum Islam 1987 diterbitkan di Jakarta (Depag,)
3. Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surat al-Fatihah 1988
diterbitkan Jakarta (Untagma)
4. Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat 1994 diterbitkan di Bandung (Mizan,)
5. Studi Kritik Tafsir al-Manar 1994 diterbitkan di Bandung
(Pustaka Hidayah)
6. Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan 1994 diterbitkan
di Bandung: (Pustaka Hidayah)
7. Untaian Permata Buat Anakku: Pesan al-Qur'an untuk
Mempelai (Jakarta: al-Bayan), 1995.
8. Wawasan al-Qur'an: Tafsir Mawdhu'iy atas pelbagai persoalan
Umat 1996 diterbitkan di Bandung (Mizan,).
9. Hidangan Ilahi Ayat-ayat Tahlil 1997 diterbitkan di Jakarta
(Lentera Hati).
10. Pengantin al-Qur'an; Kado buat Anakku, 1997 diterbitkan di
Bandung (al-bayan)
69
11. Tafsir al-Qur'an al-Karim; Tafsir Surat-surat pendek
Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu , 1997 diterbitkan di
Bandung (Pustaka Hidayah).
12. Mukjizat al-Qur'an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib, 1997 diterbitkan di
Bandung (Mizan)
13. Menyingkap Tabir Ilahi; al-Asma al-Husa> dalam
Perspektif al-Qur'an, 1988 diterbitkan di Jakarta (Lentera
Hati)
14. Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab; Seputar Ibadah
Mahdhah, 1999 diterbitkan di Bandung (Mizan)
15. Fatwa-fatwa M. Quraish Shihab; Seputar al-Qur'an dan
Hadits 1999 diterbitkan di Bandung (Mizan)
16. Fatua-fatwa M. Quraish Shihab; Seputar Ibadan dan
Muamalah, 1999 diterbitkan di Bandung (Mizan)
17. Fatua-fatwa M. Quraish Shihab; Seputar Wawasan
Agama, 1999 diterbitkan di Bandung (Mizan)
18. Anda Bertanya, Quraish Shihab Menjawab; Berbagai
Masalah Keagamaan, 1999 diterbitkan di Bandung (al-Bayan)
19. Sahur Bersama Quraish Shihab di RCTI , 1997
diterbitkan di Bandung (Mizan).
20. Haji Bersama Quraish Shihab; {Panduang Praktis Untuk
Menuju Haji Mabrur, 1988 diterbitkan di Bandung (Mizan).
70
21. Yang Tersembunyi Jin, Setan dan Masyarakat; dalam al-
Qur'an dan as-Sunnah Serta Wacana Ulama Masa Lalu dan
Masa Kini, 1999 diterbitkan Jakarta (Lentera Hati)
22. Panduan Puasa Bersama Quraish Shihab, 2000
diterbitkan di Jakarta (Republika)
23. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur'an, 15 Jilid/Volume 2000-2003 diterbitkan di Jakarta
(Lentera Hati)
24. Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga, dan
Ayat-ayat Tahlil, 2000 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
25. 40 Hadits Qudsi Pilihan, 2002 diterbitkan di Jakarta
(Lentera Hati)
26. Panduan Shalat Bersama Quraish Shihab, 2003
diterbitkan di Jakarta (Republika)
27. Kumpulan Tanya Jawab Bersama Quraish Shihab:
Mistik, Seks dan Ibadan, 2004 diterbitkan di Jakarta
(Republika)
28. Kalung Mutiara Buat Anakku, 2005 diterbitkan di
Bandung (al-Bayan)
29. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas
Akal dalam Islam, 2005 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
30. Wawasan al-Qur'an tentang zikir dan Doa, 2006
diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati dan PSQ)
71
31. Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendikiawan
Kontemporer; Pakaian Wanita Muslimah, 2006 diterbitkan di
Jakarta (Lentera Hati)
32. Dia Dimana-mana "tangan" Tuhan Dibalik Setiap
Fenomena, 2006 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati, Pusat
Studi Qur'an)
33. Perempuan "Dari Cinta Sampai Seks, Dari Nikah Mut'ah
sampai Nikah Sunnah, Dari Bias Lama sampai Bias Baru,
2006 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
34. Menjemput Maut Bekal Perjalanan Menuju Allah, 2006
diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
35. Rasionalitas al-Qur'an; Studi Iritis atas Tafsir al-Manar,
2006 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
36. Menabur Pesan Ilahi; al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan
Masyarakat, 2006 diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
37. Pengantin al-Qur'an Kalung Permata Buat Anakku, 2007
diterbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
38. Secercah Cahaya Hidup bersama al-Qur'an, 2007
diterbitkan di Bandung (Mizan)
39. Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah?
Kajian Atas Konsep Ajaran dan Pemikiran, 2007 di terbitkan di
Jakarta (Lentera Hati)
72
40. Yang Ringan dan Yang Jenaka, 2007 di terbitkan di
Jakarta (Lentera Hati)
41. Ensiklopedi al-Qur'an; Kajian Kosakata, 3 Jilid, 2007 di
terbitkan di Jakarta (PSQ, Lentera Hati dan Yayasan
Paguyuban Ikhlas)
42. Ayat-ayat Fitna; Sekelumit Keadaban Islam di Tengah
Purbasangka, 2008, di terbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
43. al-Lubab; Makna dan Tujuan dan Pelajaran dari al-
Fatihah dan Juz 'amma, 2008 di terbitkan di Jakarta (Lentera
Hati)
44. Berbisnis dengan Allah; Tips Situ Jadi Pebisnis Sukses
Dunia-Akhirat, 2008 di terbitkan di Jakarta (Lentera Hati)
Banyaknya karya yang ada dengan kondisi yang berbeda-
beda, yang pasti Quraish Shihab adalah sosok yang sangat
produktif, meskipun ia mempunyai banyak aktivitas-aktivitas. Bagi
Howard, karya-karya Quraish Shihab layak diberikan nilai yang
tinggi karena ia memusatkan perhatiannya pada isu-isu kotemporer
yang cocok digunakan oleh berbagai kalangan.16
D. Tafsir al-Misbah
1. Latar Belakang Penulisannya
16 Howard M. Federspiel, Kajian al-Qur'an, hlm. 298
73
Munculnya berbagai sudut pandang dalam menafsirkan al-Qur'an,
sesungguhnya suatu keniscayaan sejarah, sebab setiap generasi ingin selalu
mengkonsumsi dan menjadikan al-Qur'an sebagai pedoman hidup, bahkan kadang-
kadang sebagai legitimasi bagi tindakan dan perilakunya.17
Al-Qur'an tidak hanya dipandang sebagai mukjizat bagi pengingkarnya,
namun sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa, dan petunjuk-petunjuk
tersebut tidak akan bersibah dengan sendirinya tanpa adanya usaha-usaha manusia
dalam hal tersebut. Ali bin Abi Thalib berkata: "Al-Qur'an tidak bisa berbicara apa-
apa, tetapi yang berbicara adalah manusia".18
Meskipun banyak orang-orang yang berusaha mendekati, mengenai dan
menyibakkan hidayah di dalam al-Qur'an, namun menurut Muhammad Quraish
Shihab mereka masih menghadapi kendala yang tidak mudah di atasi seperti
keterbatasan dari segi waktu atau ilmu dasar maupun kelangkaan buku-buku rujukan
yang sesuai dengan standar selera masyarakat, sehingga yang terjadi adalah ketidak
fahaman dalam memahami al-Qur'an.19 Itu merupakan salah alasan ditulisnya Tafsir
al-Misbah. Adapun alasan lain, fenomena masyarakat Islam dewasa yang
mengagumi al-Qur'an tetapi kebanyakan berhenti dalam pesona bacaan ketika
dilantunkan seakan-akan kitab suci hanya diturunkan untuk dibaca.20
Factor social yang dicontohkan oleh penulis tafsir ini adalah tradisi membaca
surat yasin, al-waqi'ah, ar-rahman dan lain-lain dikalangan masyarakat awam21,
mereka mampu membacanya tetapi berat dan sulit bagi mereka memahami apa yang
17 Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir; Madzahibut Tafsir dari Masa Klasik hingg Kotemporer, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), hlm. 4
18Ignaz Goldziher, Mazhab-mazhab Tafsir, terj. M. Alaika Salamullah, dkk, (Yogyakarta: Elsaq, 2006), hlm. xii
19Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. I, hlm. ix 20 Ibid, hlm. vi21 Ibid, hlm. x
74
dibacanya, walau telah mengkaji terjemahnya. Kesalahpahaman tentang kandungan
atau pesan surat akan semakin menjadi-jadi bila membaca beberapa buku-buku yang
menjelaskan keutamaan surah-surah al-Qur'an atas dasar hadits-hadits dha'if.
Lain halnya dengan fenomena yang terjadi dikalangan pelajar, yang notabene
berkecimpung dalam studi Islam, masih sering timbul dugaan-dugaan kerancuan
sistematika penyusunan ayat-ayat dan surah-surah al-Qur'an. Apalagi jika mereka
membandingkannya dengan karya-karya ilmiah, seperti ditambahkan lagi oleh
Quraish Shihab, banyak mereka yang tidak mengetahui bahwa sistematika
penyusunan ayat-ayat dan surah-surah yang sangat unik mengandung unsur
pendidikan yang amat menyentuh.22
Dilatar belakangi oleh persoalan-persoalan tersebut, Muhammad Quraish
Shihab ikut mengatasi kendala-kendala dalam pengenalan al-Qur'an dengan menulis
tafsir al-Misbah ini. Sebagai seorang mufasir ia berkewajiban memperkenalkan dan
menghidangkan pesan-pesannya sesuai dengan kebutuhan dan harapan itu.23
2. Metode dan corak (laun) Penafsiran
Metode diistilahkan oleh para mufasir dengan manhaj.
Menurut al-Rumi, manhaj adalah cara menuju kepada tujuan
yang direncanakan. Sedangkan Mustafa al-Sawi al-Juwaini dalam
bukunya Mana>hij fi> al-Tafsir, mendefinisikan manhaj dengan
langkah-langkah teratur dan seperangkat ulasan materi yang
disiapkan untuk penulisan tafsir al-Qur'an, agar dapat sampai
pada maksud dan tujuan.24
22 Ibid, hlm.x23 Ibid, hlm. vii24Mustafa al-Sawi al-Juwaini, Mana>hij fi> al-Tafsi>r, (t.tp, Kutb al-Dirasah
al-Qur'a>niyyah, t.t), hlm. 7
75
Menurut al-Farmawi, sebagaimana yang dikutip oleh Indal
Abrar dalam bukunya Studi Kitab Tafsir, metode tafsir dapat
diklasifikasikan menjadi empat: Pertama, metode tahalí>li>
atau analisis, yaitu metode penafsiran yang berusaha
menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-ayat al-
Qur'an dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju.
Dari metode ini seorang peminat tafsir dapat menemukan
pengertian secara luas dari ayat-ayat al-Qur'an. Kedua, metode
Ijmali>, yaitu ayat-ayat al-Qur'an dijelaskan dengan pengertian-
pengertian garis besarnya saja. Ketiga, Metode Muqa>rran,
yaitu menjelaskan ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan apa yang
pernah ditulis oleh mufassir sebelumnya dengan cara
membandingkannya. Keempat, metode maudhu'i>, yaitu di
mana seorang mufasir mengumpulkan ayat-ayat di bawah suatu
topik tertentu kemudian ditafsirkan.25
Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam tafsir al-
Misbah, perlu kiranya terlebih dahulu melihat langkah-langkah
yang ditempuh oleh Quraish Shihab dalam menafsirkan al-
Qur'an. Adapun langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
Pertama, memberikan kupasan dari aspek bahasa. Dalam hal ini,
Quraish Shihab menafsirkan al-Qur'an dengan menganalisis
aspek bahasa, baik dari segi kosa kata seperti menafsirkan kata
25Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir; Menyuarakan Teks yang Bisu, (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm. 69
76
"shirath" yang berasal dari kata "sirath" bermakna "menelan".
Pemaknaan "shirath" dengan "jalan" berarti jalan yang lebar
karena sedemikian lebarnya sehingga bagaikan menelan
sipenjalan26, maupun aspek struktur bahasa (gramatika) seperti
ketika menafsirkan ذلك الكتاب ال ريب فيه هدى للمتقين (itulah al-
Kitab, tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang
bertaqwa)27, menurutnya, ayat ini menggunakan isyarat jauh
untuk menunjukkan al-Qur'an. Di tempat lain, semua yang
menunjukkan kepada al-Qur'an menggunakan isyarat dekat.
Tujuan penggunaan isyarat jauh memberi kesan bahwa kitab
suci ini menduduki tempat yang tinggi dan sangat jauh dari
jangkauan manusia, karena ia bersumber dari Allah Yang Maha
Tinggi. Sedang kata al-kitab dengan dibubuhi al pada awalnya
dipahami dalam arti kesempurnaan.28
Kedua, menafsirkan ayat demi ayat dan surah demi surah
secara berurutan, serta tidak ketinggalan mengutip asbab al-
Nuzul. Artinya penafsiran yang dilakukan dengan perpedoman
terhadap susunan ayat dan surah-surah dalam mushaf, dengan
dimulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai
surat al-Nas dan menyebutkan asbab al-nuzulnya kalau ada.
Ketiga, Mengutip pendapat-pendapat penafsir sebelumnya.
Mengenai dengan pengutipan pendapat-pendapat penafsir 26 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. I, hlm. 67 27QS. Al-Baqarah [2]: 2 28Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,, vol. I, hlm. 87 -88
77
sebelumnya, Quraish cukup kritis dalam menerima pendapat-
pendapat tersebut. Apabila pendapat tersebut tidak sesuai
menurut logikanya maka pendapatnya ditolak, seperti pendapat
yang menafsirkan "faz}a>dahumu Allahu maradha" dalam arti
doa semoga Allah menambahnya. Menurutnya pendapat ini
kurang tepat bukan saja karena adanya kata "maka" tetapi juga
karena mendoakan agar keburukan seseorang bertambah,
tidaklah merupakan hal yang terpuji bahkan bertentangan
dengan sikap Rasul Saw yang seringkali berdoa semoga Allah
memberikan petunjuk kepada umatnya yang beriman.29
Keempat, mengutip ayat-ayat sebagai pendukung
penafsirannya, seperti ayat "fa azallhuma> al-Syaitha>n" (QS.
Al-Baqarah [2]: 36) (maka keduanya tergelincir oleh syaithan)
ditafsirkan dengan "sesungguhnya telah Kami perintahkan
kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan
tidak kami dapati padanya kemauan yang kuat"(QS. Thaha [20]:
15). Jadi, maksud dari fa azallhuma bahwa tergelencir Nabi
Adam bukan sepenuhnya dalam keadaan sadar namun ia terlupa
dengan apa yang diperitahkan oleh Allah.30
Kelima, mengutip hadits-hadits Nabi sebagai pendukung
penafsirannya, seperti manafsirkan "al-rahma>n dan al-rahi>m"
(QS.al-Fatihah [1]: 3), menurutnya kedua kata tersebut diambil
29 Ibid, hlm. 10330 Ibid, hlm. 158
78
dari akar kata "rahmat" dengan alasan bahwa timbangan
(wazan) kata tersebut dikenal dalam bahasa Arab. Rahman
setimbang dengan fa'la>n, dan rahi>m dengan fa'i>l.
Timbangan rahma>n menunjukkan kepada kesempurnaan atau
kesementaraan, sedangkan timbangan rahi>m menunjukkan
kepada kesinambungan dan kemantapan. Selanjutnya ia
mengatakan, kata rahman menunjukkan sifat Allah Swt,
sedangkan kata rahi>m menunjukkan Rasulullah yang
menaruh belas kasihan yang amat dalam terhadap umatnya.
Untuk menguatkan pendapat ini, ia mengutip sebuah hadits
qudsi: "Aku adalah ar-Rahma>n, aku menciptakan rahi>m, Ku-
ambilkan untuknya nama yang berakar dari nama-Mu, siapa
yang menyambungnya (silaturrahim) akan Aku Samsung
(rahmat-Ku) untuknya, dan siapa yang memutuskannya
Kuputuskan (rahmat-Ku baginya)" (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi
melalui Abdurrahman Ibn 'Auf)31
Selain langkah-langkah tersebut, sebagaimana lazimnya
metode tahli>li>, tafsir al-Misbah juga menjelaskan
muna>sabat (kaitan) antara satu ayat dengan ayat yang lain,
juga satu surat dengan surat yang lain serta menjelaskan sekilas
tentang qira'ah, seperti ketika menafsirkan مالك dengan ملك
dalam surat al-Fatihah.
31 Ibid, hlm. 36
79
Berdasarkan langkah-langkah yang dilakukan oleh Quraish
Shihab dalam menafsirkan al-Qur'an, maka dapat disimpulkan
bahwa tafsir al-Misbah mengunakan metode tahli>li> dalam
menafsirkan al-Qur'an karena ia berupaya menjelaskan seluruh
aspek yang terkandung dalam al-Qur'an dan mengungkapkan
segenap pengertian yang dituju.
Meskipun tafsir al-Misbah dikategorisasi menggunakan
metode tahli>li> namun dalam beberapa masalah tafsir ini tidak
murni menerapkan metode tahli>li>, seperti menggunakan
ayat-ayat lain yang setema untuk menjelaskan makna yang
dimaksud dari ayat yang ditafsirkan. Misalnya menafsirkan
"an'amta" dalam surat al-fatihah ayat 7, menurutnya nikmat
dalam ayat tersebut berarti nikmat Islam dan penyerahan diri
kepada Allah. Pemaknaan nikmat dengan nikmat Islam ia
mengutip surat ali-Imran [3]: 103, surat adh-Dhuha [93]: 11.
sedangkan pemaknaan nikmat dengan penyerahaan diri kepada
Allah, ia mengutip surat an-Nisa' [4]: 69.32 Dilihat dari upaya
penafsiran tersebut, Quraish Shihab juga menggunakan metode
maudhu'i> karena dalam menafsirkan suatu ayat ia
menggunakan ayat yang setema dengan ayat tersebut yang
tujuannya untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya.
Selain adanya kecendrungan Quraish Shihab terhadap
metode maudhu'i> , ia juga menggunakan metode
32 Ibid, hlm. 71
80
interdispliner, di mana ia menafsikan ayat menggunakan disiplin
ilmu-ilmu lain, seperti dalam surat Ya>sin(36): 80, ia
menafsirkan kata "al-syajara al-ahdhar" dengan pohon yang
hijau, menunjukkan kepada zat hijau daun yang sangat
diperlukan dalam proses asimilasi gas karbon dioksida. Istilah
yang digunakan al-Qur'an lebih tepat dikatakan dengan klorofil
yang berarti zat hijau daun, karena zat-zat yang dimaksud tidak
hanya pada daun tumbuh-tumbuhan, tetapi pada seluruh bagian
tumbuhan yang hijau.33
Dilihat dari kecendrungan metode, nampak adanya
terobosan baru yang diberikan oleh Quraish Shihab dalam
menafsirkan al-Qur'an. Atau ia ingin menghilangkan konsekuensi
yang diakibatkan oleh metode tahli>li> seperti parsial dan
otomistik yang mengakibatkan lahirnya tafsir yang literal
sebagaimana tafsir-tafsir di era afirmatif.34 Di samping itu perlu
dipertegas di sini, meskipun tafsir al-Misbah mengkomparasikan
metode dalam menafsirkan al-Qur'an, namun metode tahli>li>
merupakan metode yang dominan terdapat dalam tafsir al-
Misbah.
Penafsiran al-Qur'an dengan menggunakan manhaj
tahli>li> ini memiliki corak dan orientasi pemikiran yang
berbeda-beda, sejalan dengan corak dan orientasi pemikiran
33 Ibid, vol 11, hlm. 57934 Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistimologi Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), hlm. 93
81
masing-masing mufasir. Dalam hal ini al-Farmawi, sebagaimana
dikutip oleh Suryadi dalam bukunya Studi Kitab Tafsir,
memilahnya dalam tujuh corak dan orientasi: tafsi>r bi al-
Ma'tsur, tafsi>r bi al-ra'yi, tafsi>r sufi, tafsi>r fiqhi, tafsir falsafi,
tafsir 'ilmu, dan tafsir ijtima'i.35
Corak dan orientasi yang mewarnai metode tahli>li>
dalam tafsir al-Misbah adalah bi al-ma'tsur dan kadang-kadang
menggunakan bi al-ra'yi. Dikatakan bi al-ma'tsur karena tafsir ini
sering menggunakan ayat-ayat lain untuk menjelaskan suatu
ayat, mengunakan hadits, dan pendapat-pendapat ulama
terdahulu. Sedangkan bi al-ra'yi karena tafsir ini juga
menggunakan logika dan lebih banyak menjelaskan ayat dengan
menggunakan analisis bahasa, baik dari makna kosa kata
maupun gramatikal.
3. Sistematika Penafsiran
Sistematika penafsiran al-Misbah mengikuti tartib mushafi.
Dalam sistematika ini, sang mufassir menguraikan
penafsirannya berdasarkan urutan ayat dan surat dalam mushaf
Usmani. Sekalipun demikian, pada beberapa bagian tertentu, ia
juga menggunakan pendekatan semi tematis. Pendekatan ini
terlihat ketika menguraikan penafsiran suatu ayat dengan
memberikan sejumlah ayat-ayat lain yang berhubungan sebagai
35 Suryadi, Luba>b al-Ta'wi>l fi> Ma'a>ni> al-Tanzi>l Karya al-Kha>zin, dalam Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir, hlm. 108
82
penguat penafsirannya. Namun, secara umum tidak keluar dari
sistem mushafi.
Sebelum memulai proses penafsiran, Quraish Shihab
terlebih dahulu memberikan penjelasan yang berbentuk
pengantar terhadap surat yang akan ditafsirkan, dan hal ini juga
dilakukan terhadap surat yang akan ditafsirkannya. Pengantar
tersebut memuat penjelasan antara lain: Pertama, menjelaskan
tentang penamaan surat, dan menyebutkan nama-nama lain
dari surat tersebut jika ada, serta memberikan alasan
penamaannya dengan merujuk kepada ayat-ayat lain, hadits
dan pendapat-pendapat ulama, seperti penamaan terhadap
surah al-Fatihah. Kedua, menyebutkan tempat turun surat
(Makkiyah, Madaniyyah) serta menyebutkan jumlah ayat dalam
satu surat. Ketiga, tema-tema pokok atau tujuan surat dan
pendapat-pendapat ulama tentang hal tersebut. Keempat,
munasabah antar surat sebelum dan sesudahnya.
Melihat sistematika penyusunan Tafsir al-Misbah ditempuh
dengan sistematika tartib mushafi, yakni menafsirkan ayat
menurut susunan urutannya dalam mushaf, maka dapat
dikatakan bahwa sistematika dalam tafsir ini sama dengan
tafsir-tafsir klasik, seperti: Tafsir al-Thabari>, Ibnu Katsi>r, dan
lain-lain.
4. Sumber Penafsiran
83
Sebagaimana yang disebutkan oleh Quraish Shihab bahwa
apa yang dihidangkannya (tafsir al-Misbah) bukan sepenuhnya
ijtihadnya.36 Ini artinya penyusunan tafsir al-Misbah merujuk
kepada karya-karya lain, baik dari ulama klasik maupun
kotemporer.
Adapun sumber-sumber yang dijadikan oleh Quraish
Shihab dalam menulis kitab tafsir ini meliputi: Tafsir Ibrahim Ibn
Umar al-Biqa'i (w. 885H-1480M) yang tafsirnya masih berbentuk
manuskrip dan dijadikan sebagai referensi dalam menyusun
desertasinya. Sementara referensi yang digunakan dalam
mencari makna pada tafsir al-Misbah diantaranya: Shahih
Bukhari karya Ismail al-Bukhari, Shahih Muslim karya Ibn
Hajja>j, Nazham al-Durar karya Ibrahim Ibn Umar al-Biqa'i, Fi
Dzilalil al-Qur'an karya Sayyid Qutb, Tafsir al-Mizan karya Husain
al-Thabathaba'i, Tafsir Asma al-Husna karya Az-Zajjah, Tafsir al-
Qur'an al-A'zim karya Ibn Katsir, Tafsir Jalalain karya as-Suyuti,
Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin ar-Razi, al-Kasysyaf an
Haqqaiqit Tanjil wa 'Uyunil Aqawil fi Wujuhi Ta'wil karya
Zamakhsyari, Nahw Tafsir Maudhu'iy li Suwar al-Qur'an al-Karim
karya Muhammad al-Ghazali, ad-Dur al-Mansur karya as-Sayuti,
Attahir at-Tanwir.
Diantara banyaknya literature yang digunakan Quraish
Shihab dalam Tafsir al-Misbah yang paling mendominasi adalah 36M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah,…, vol. I, hal. xiii
84
Tafsir al-Mizan karya Husain al-Thabathaba'i, sebab hampir
ditiap penafsirannya selalu mengutip pendapat Thabathaba'i.
85