BAB II1 PE

19
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak di tengah toraks, dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300 g (10,6 oz), meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme( Brunner & Suddarth, 2002). Aritmia merupakan : a. Aritmia merupakan abnormalias kecepatan jantung (ritmi) b. Aritmia merupakan gangguan daya atau konduksi impuls listrik di dalam jantung. c. irama yang berasal bukan dari nodus SA d. frekuensi kurang dari 60 x/menit(sinus bradikardi)atau lebih dari 100 x/menit (sinus takikardi), buku ajar ilmu penyakit dalam.

description

tinjauan pustaka Atrial fibrilation

Transcript of BAB II1 PE

Page 1: BAB II1 PE

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak di tengah toraks, dan

ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300 g (10,6

oz), meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat

badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi jantung

adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain

sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme( Brunner &

Suddarth, 2002).

Aritmia merupakan :

a. Aritmia merupakan abnormalias kecepatan jantung (ritmi)

b. Aritmia merupakan gangguan daya atau konduksi impuls listrik di dalam

jantung.

c. irama yang berasal bukan dari nodus SA

d. frekuensi kurang dari 60 x/menit(sinus bradikardi)atau lebih dari 100

x/menit (sinus takikardi), buku ajar ilmu penyakit dalam.

2.2 Etiologi

Etiologi dari aritmia jantung dalam garis besarnya adalah dapat disebabkan

oleh:

a. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard

(miokarditis karena infeksi).

b. Gangguan sirkulasi koroner (arterosklerosis koroner / spasire arteri koroner),

misalnya iskemia miokard, infark miokard.

c. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat

antiritmia lainnya.

6

Page 2: BAB II1 PE

7

d. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)

e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom yang mempengaruhi kerja

dan irama jantung.

f. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.

g. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).

h. Gangguan endokrin (hiperthyroidisme, hypothyroidisme).

i. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.

j. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.

k. Gangguan tumor jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system

konduksi jantung).

l. Hambatan pada hantaran (konduksi) aliran rangsang yang disebut Blokade.

2.3 Klasifikasi Aritmia

a. Irama berasal dari nodus SA

1) Irama sinus normal, yaitu irama jantung normal pada umumnya

2) Sinus aritmia, baik yang disebabkan pernapasan ataupun tidak

3) Sinus takikardi,peningkatan aktivitas node SA 100x/menit atau lebih

b. Aritmia Atrial

1) Fibrilasi atrial dengan respon ventrikel cepat, normal atau lambat

2) Fluter atrial

3) Atrial takikardi

4) Ekstrasistol atrial yaitu bila denyut dari atrial tersebut hanya datang

satu persatu, mungkin dari satu focus (unifokal) atau lebih.

c. Aritmia jungsional

Ada yang timbul pasif, yaitu karena nodus SA kurang aktif sehingga

diambil alih:

1) Irama jungsional, biasanya bradikardi: bisa tinggi, sedang atau rendah

2) AV jungsional takikardi non paroksismal, yaitu irama ad 1 dg HR yang

cepat ( 70- 130/menit). Tapi ada pula yang secara aktif mendominasi

Page 3: BAB II1 PE

8

nodus SA dan focus lainnya.

d. Aritmia supra ventricular(SV) lainnya

1) Aritmia SV multifocal

2) Multifocal SV takikardi

3) Multifocal SV takikardi dengan blok

4) SV ekstrasistol”non conducted”

e. Aritmia ventrikuler

f. Gangguan hantaran pada sekitar berkas his dan percabangan Bundle

Branch

2.4 Atrium Fibrilasi

Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium

berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel

menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin

pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada kontraksi

atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan keluar

ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan

kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).

Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,

menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi.

Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium

(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).

Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas

listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja

terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel

menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan

umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun  (Berry and Padgett, 2012).

Page 4: BAB II1 PE

9

2.5 Etiologi

a. Penyebab penyakit kardiovaskuler

1) Penyakit jantung iskemik

2) Hipertensi kronis

3) Kelainan katup mitral (stenosis mitral)

4) Perikarditis

5) Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH

6) Tumor intracardiac

b. Penyebab non kardiovaskuler

1) Kelainan metabolik :

a) Tiroksikosis

b) Alkohol akut/kronis

2) Penyakit pada paru

a) Emboli paru

b) Pneumonia

c) PPOM

d) Kor pulmonal

3) Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium

4) Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

2.6 Klasifikasi

Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa

hal diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi,

berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir

berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa

sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti:

a. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :

1) AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100

kali permenit.

Page 5: BAB II1 PE

10

2) AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang

dari 60 kali permenit.

3) Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100

kali permenit.

b. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat

diklasifikasikan menjadi :

1) AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark

miokard akut).

2) AF dengan hemodinamik stabil.

c. Klasifikasi menurut AmericanHeartAssociation(AHA), atrialfibriasi (AF)

dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

1) AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF

sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.

2) AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari.

Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama

sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang

episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.

3) AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi

kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk

mengembalikan ke irama sinus.

4) AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7

hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke

irama sinus (resisten).

2.7 Tanda dan gejala

a. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar”

dalam dada).

b. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).

c. Sesak napas/dispnea.

Page 6: BAB II1 PE

11

d. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat

peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.

e. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National

Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat

terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya

kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan

ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya

serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007).

2.8 Patofisiologi

Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding

atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan pencetus

AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron,

namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan

timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered. Triggered yang

dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan inisiasi lingkaran-

lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple.

Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat (multiple)

dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam

berbagai ukuran dengan amplitudo yang rendah (microreentrant

tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium yang merupakan suatu

lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam atrium (macroreentrant

tachycardias).

AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan

muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan

adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan

terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry. Setelah AF

timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical

Page 7: BAB II1 PE

12

remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada

awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya

perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.

Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun

demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel,

dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh

karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel,

orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan

fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa

jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi

lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup

waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru

dan tubuh.

Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada

atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan

resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut

mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya

tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor

von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin

1,2. AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini

dipengaruhi oleh lamanya AF.

2.9 Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan Fisik :

1) Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,

tekanan darah, dan pernapasan meningkat.

2) Tekanan vena jugularis.

3) Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung

kongestif.

Page 8: BAB II1 PE

13

4) Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan

terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi

kemungkinan adanya penyakit katup jantung.

5) Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.

6) Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.

b. Laboratorium :

1) Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.

2) TSH (Penyakit gondok)

3) Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.

4) Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.

5) PT/APTT.

c. Pemeriksaan EKG :

Merupakan standar baku cara diagnostik AF

1) Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa

normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial

fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial

fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit

disebut  atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).

2) Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi

cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.

3) Interval segmen PR tidak dapat diukur.

4) Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat

d. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor

pulmonal.

e. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium

dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi

outflow.

f. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di

atrium kiri.

Page 9: BAB II1 PE

14

2.10 Penatalaksanaan

AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan

pada kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang

persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba

mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju

denyut ventrikular (rate control) saja.Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF

yaitu :

a. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli

b. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal

c. Memperbaiki irama yang tidak teratur.

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS

Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:

a. Farmakologi

1) Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama

sinus / irama jantung yang normal.Diberikan anti-aritmia gol. I

(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat

diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi

dengan DC shock.

2) Rate control.Rate control bertujuan untuk mengembalikan /

menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang

bekerja pada AV node seperti :digitalis, verapamil, dan obat penyekat

beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai

untuk rate control.

3) Profilaksis tromboemboli.Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan

AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk

mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai

kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.

Page 10: BAB II1 PE

15

b. Non-farmakologi

1) Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan

pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,

seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.

Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan

antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3

minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat

emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila

sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan

transesofageal ekhokardiografi.

2) Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan ini

beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu jantung

yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan

bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber), terbukti dapat

mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar

tunggal (single chamber).

3) Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE

procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-

vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV

dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu

jantung permanen.

2.11 Komplikasi

a. Cardiac arrest / gagal jantung

b. Stroke

c. Demensia

Page 11: BAB II1 PE

16

2.12 Asuhan keperawatan secara teori

a. Pengkajian

1) Aktivitas / istirahat

Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan

berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah

dan denyut jantung saa aktivitas.

2) Sirkulasi

Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %

mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi,

kardiomiopati, dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi

cepat/lambat/tidak teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi hipotensi

atau hipertensi selama episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut

berkurang.Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara

ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis,pucat, sianosis.Edema

dependen, distensi vena jugularis,penurunan urine output.

3) Neurosensori

Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik :

status mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan

pola bicara,stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah,

halusinasi; reaksi pupil berubah.Reflek tendon dalam hilang

menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa (ventrikuler

tachicardi atau bradikardia berat).

4) Kenyamanan

Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang

dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.

5) Respirasi

Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat

penyakit paru,riwayat merokok.Temuan fisik perubahan pola nafas

selam periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem

paru atau fenomena thromboemboli paru.

Page 12: BAB II1 PE

17

6) Cairan dan Nutrisi

Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah.Temuan

fisik berupa tidak nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan

kulit. Perubahan berat badan akibat odema.

7) Apakah ada riwayat pengguna alkohol.

8) Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.

9) Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan

mudah tersinggung.

b. Diagnosa keperawatan

Page 13: BAB II1 PE

18

Diagnosa Keperawatan/Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Penurunan curah jantungb/d gangguan irama jantung,stroke volume, pre load danafterload, kontraktilitasjantung.

NOC :Setelah dilakukan asuhanSelama3 x 24 jam penurunankardiak output klienteratasi dengan criteria hasil:

1. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan

2. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites

3. Tidak ada penurunan kesadaran

4. AGD dalam batas normal

5. Tidak ada distensi vena leher

6. Warna kulit normal

NIC :1. Evaluasi adanya nyeri

dada2. Catat adanya disritmia

jantung3. Catat adanya tanda

dan gejala penurunan cardiac putput

4. Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung

5. Monitor balance cairan

6. Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia

7. Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan

8. Monitor toleransi aktivitas pasien

9. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu

10. Anjurkan untuk menurunkan stress

11. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

12. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

13. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

14. Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung

15. Monitor pola pernapasan abnormal

16. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

17. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

18. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

19. Jelaskan pada