BAB-3 DESKRIPSI DAERAH PERENCANAAN Akhir... · Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi...
Transcript of BAB-3 DESKRIPSI DAERAH PERENCANAAN Akhir... · Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi...
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 1
BAB-3 DESKRIPSI DAERAH PERENCANAAN
3.1. ARAH PENGEMBANGAN WILAYAH PERKOTAAN (RTRW)
3.1.1. Strategi Penataan Ruang Sesuai amanat UU No 26 Tahun 2007, strategi penataan ruang pada tingkat
provinsi ditujukan untuk mewujudkan struktur dan pola ruang wilayah, kawasan
strategis provinsi, pemanfatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah provinsi. Adapun strategi penataan ruang DKI Jakarta melalui hal-hal
sebagai berikut:
1. Mengembangkan Jakarta ke arah Barat, Timur dan Utara serta
mengendalikan dan membatasi pengembangan ke arah Selatan,
2. Mengembangkan pembangunan ke arah Utara sekaligus optimalisasi
pengelolaan Teluk Jakarta melalui reklamasi, revitalisasi, dan pembangunan
pelabuhan bertaraf internasional,
3. Mengoptimalkan dan mengembangkan sistem pusat-pusat kegiatan jasa,
perdagangan, distribusi barang, pariwisata dan ekonomi kreatif skala
nasional dan internasional yang didukung prasarana dan sarana transportasi
dan utilitas yang memadai dan terpadu,
4. Mengembakan sistem angkutan umum massal disertai dengan
pengembangan kawasan berkepadatan tinggi, campuran dan kompak
melalui konsep TOD,
5. Mengembangkan peremajaan kota di kawasan strategis yang berpotensi
tinggi melalui perbaikan lingkungan, pemeliharaan lingkungan, peremajaan
lingkungan (redevelopment), pemugaran lingkungan dan pembangunan baru
(new development),
6. Mengembangkan prasarana dan sarana untuk pengendalian banjir dengan
pengembangan sistem polder dan banjir kanal,
7. Pemulihan dan pengembangan situ dan waduk, normalisasi sungai serta
pembangunan tanggul pengaman sungai dan laut,
8. Mengintergrasikan sistem prasarana DKI Jakarta dan Bodetabek,
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 2
9. Memprioritaskan pemanfaatan ruang udara dan ruang bawah tanah
dikaitkan dengan pengembangan sistem transportasi,
10. Mendorong pemanfaatan lahan permukiman baik vertikal maupun horisontal
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana kota yang memadai,
11. Mengendalikan pembangunan yang bersifat pita dnegan mengembangkan
kawasan pembangunan campuran (mixed use) yang terpadu,
12. Mempertahankan dan mengembangkan lingkungan dan bangunan cagar
budaya untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
pariwisata,
13. Melaksanakan konservasi kawasan lindung dan sumber daya air, serta
pengembangan ruang terbuka hijau untuk keseimbangan ekologi kota,
14. Mengantisipasi dampak pemanasan global dengan menerapkan konsep
bangunan ramah lingkungan (green building) dan konsep perancangan kota
yang berkelanjutan (suistainable urban design).
3.1.2. Arah Pengembangan Tata Ruang Sistem pusat kegiatan di Provinsi DKI Jakarta diarahkan untuk menunjang sistem
di Ibukota Negara, Kota Jasa serta mendekatkan pelayanan kepada masyarakat
sesuai arah pengembangan kota.
Pusat kegiatan, dapat berupa kawasan yang memiliki:
1. fungsi pemerintahan;
2. fungsi perkantoran, perdagangan, dan jasa;
3. fungsi industri dan pergudangan;
4. fungsi sosial dan kebudayaan;
5. fungsi simpul pergerakan angkutan umum massal; dan
6. beberapa fungsi sekaligus.
3.2. KONDISI FISIK WILAYAH
3.2.1. Batas Administrasi Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah administrasi dan 1 wilayah
Kabupaten Administrasi, yaitu Wilayah Administrasi Jakarta Pusat, Wilayah
Administrasi Jakarta Utara, Wilayah Administrasi Jakarta Barat, Wilayah
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 3
Administrasi Jakarta Selatan, Wilayah Administrasi Jakarta Timur dan Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu.
Provinsi DKI Jakarta berbatasan secara administratif dengan beberapa provinsi
lainnya yaitu:
§ Sebelah Utara : Laut Jawa
§ Sebelah Barat : Provinsi Banten
§ Sebelah Selatan : Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten
§ Sebelah Timur : Provinsi Jawa Barat
Sehingga Provinsi DKI Jakarta terlihat dalam peta seperti pada Gambar 3.1.
berikut:
Gambar 3.1. Peta Wilayah Administrasi DKI Jakarta
Wilayah yang dikaji pada pekerjaan Master Plan dan Kajian Akademis
Gambar 3.1. Peta Wilayah Administrasi DKI Jakarta
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 4
Sedangkan Kabupaten Administrasi Pulau Seribu tidak termasuk dalam kajian ini.
Tiap wilayah administrasi terdiri atas Kecamatan dan Kelurahan. Tiap kelurahan
terdiri dari para Rukun Warga dan Rukun Tetangga (RW/RT). Saat Ini Provinsi
DKI Jakarta terdapat 44 Kecamatan dan 267 Kelurahan. Data Nama Kecamatan
dan Kelurahan di tiap Wilayah Administrasi disajikan pada Tabel 3.1. berikut:
Tabel 3.1. Data Nama Kecamatan dan Kelurahan di Provinsi DKI JakartaTahun 2010
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
I. Jakarta Pusat
1. Tanah Abang 1. Bendungan Hilir
2. Karet Tengsin
3. Kebon Melati
4. Kebon Kacang
5. Kampung Bali
6. Petamburan
7. Gelora
2. Menteng 1. Menteng
2. Pegangsaan
3. Cikini
4. Kebon Sirih
5. Godangdia
3. Senen 1. Senen
2. Kwitang
3. Kenari
4. Paseban
5. Kramat
6. Bungur
4. Johar Baru 1. Galur
2. Tanah Tinggi
3. Kampung Rawa
4. Johar Baru
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 5
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
5. Cempaka Putih 1. Cempaka Putih Timur
2. Cempaka Putih Barat
3. Rawasari
6. Kemayoran 1. Gunung Sahari Selatan
2. Kemayoran
3. Kebon Kosong
4. Cempaka Baru
5. Harapan Mulya
6. Sumur Batu
7. Serdang
8. Utan Panjang
7. Sawah Besar 1. Pasar Baru
2. Gunung Sahari Utara
3. Mangga Dua Selatan
4. Karang Anyar
5. Kartini
8. Gambir 1. Gambir
2. Kebon Kelapa
3. Petojo Utara
4. Duri Pulo
5. Cideng
6. Petojo Selatan
II. Jakarta Utara
1. Penjaringan 1. Penjaringan
2. Pluit
3. Penjagalan
4. Kapuk Muara
5. Kamal Muara
2. Pademangan 1. Pademangan Timur
2. Pademangan Barat
3. Ancol
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 6
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
3. Tanjung Priok 1. Tanjung Priok
2. Kebon Bawang
3. Sungai Bambu
4. Papannggo
5. Warakas
6. Sunter Agung
7. Sunter Jaya
4. Koja 1. Koja Utara
2. Koja Selatan
3. Rawa Badak Utara
4. Rawa Badak Selatan
5. Tugu Utara
6. Tugu Selatan
7. Lagoa
5. Kelapa Gading 1. Kelapa Gading Barat
2. Kelapa GadingTimur
3. Pegangsaan Dua
6. Cilincing 1. Kalibaru
2. Cilincing
3. Semper Barat
4. Semper Timur
5. Rorotan
6. Sukapura
7. Marunda
III. Jakarta Barat
1. Kembangan 1. Kembangan Utara
2. Kembangan Selatan
3. Meruya Utara
4. Meruya Selatan
5. Srengseng
6. Joglo
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 7
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
2. Kebon Jeruk 1. Duri Kepa
2. Kedoya Utara
3. Kedoya Selatan
4. Kebon Jeruk
5. Sukabumi Utara
6. Sukabumi Selatan
7. Slipi
3. Palmerah 1. Slipi
2. Kota Bambu Utara
3. Kota Bambu Selatan
4. Jatipulo
5. Kemanggisan
6. Palmerah
4. Grogol Petamburan 1. Tomang
2. Grogol
3. Jelambar
4. Jelambar Baru
5. Wijaya Kusuma
6. Tanjung Duren Selatan
7. Tanjung Duren Utara
5. Kali Deres 1. Kamal
2. Tegal Alur
3. Pegadungan
4. Kalideres
5. Semanan
6. Tambora 1. Tanah Sereal
2. Tambora
3. Roa Malaka
4. Pekojan
5. Jembatan Lima
6. Kerendang
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 8
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
7. Duri Selatan
8. Duri Selatan
9. Kali Anyar
10 Jembatan Besi
11. Angke
7. Taman Sari 1. Pinangsia
2. Glodok
3. Keagungan
4. Krukut
5. Taman Sari
6. Maphar
7. Tangki
8. Mangga Besar
8. Cengkareng 1. Kedaung Kali Angke
2. Kapuk
3. Cengkareng Timur
4. Cengkareng Barat
5. Rawa Buaya
6. Duri Kosambi
IV. Jakarta Selatan
1. Jagakarsa 1. Tanjung Barat
2. Lenteng Agung
3. Jagakarsa
4. Ciganjur
5. Cipedak
6. Srengseng Sawah
2. Pasar Minggu 1. Pejaten Barat
2. Pejaten Timur
3. Pasar Minggu
4. Kebagusan
5. Jatipadang
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 9
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
6. Ragunan
7. Cilandak Timur
3. Cilandak 1. Cipete Selatan
2. Gandaria Selatan
3. Cilandak Barat
4. Lebak Bulus
5. Pondok Labu
4. Pesanggrahan 1. Ulujami
2. Petukangan Utara
3. Petukangan Selatan
4. Pesanggrahan
5. Bintaro
5. Kebayoran Lama 1. Grogol Utara
2. Grogol Selatan
3. Cipulir
4. Kebayoran Lama Utara
5. Kebayoran Lama Selatan
6. Pondok Pinang
6. Kebayoran Baru 1. Selong
2. Gunung
3. Kramat Pela
4. Gandaria Utara
5. Cipete Utara
6. Melawai
7. Pulo
8. Petogogan
9. Rawa Bara
10. Senayan
7. Mampang Perapatan 1. Kuningan Barat
2. Pela Mampang
3. Bangka
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 10
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
4. Pancoran
5. Mampang Prapatan
6. Tegal Parang
8. Pancoran 1. Kalibata
2. Rawajati
3. Durentiga
4. Cikoko
5. Pengadegan
9. Tebet 1. Tebet Barat
2. Tebet Timur
3. Kebon Baru
4. Bukit Duri
5. Manggarai
6. Manggarai Selatan
7. Menteng Dalam
10. Setia Budi 1. Setiabudi
2. Karet
3. Karet Semanggi
4. Karet Kuningan
5. Kuningan Timur
6. Menteng Atas
7. Pasar Manggis
8. Guntur
V. Jakarta Timur
1. Pasar Rebo 1. Pekayon
2. Gedong
3. Cijantung
4. Baru
5. Kalisari
2. Ciracas 1. Cibubur
2. Kelapa Dua Wetan
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 11
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
3. Ciracas
4. Susukan
5. Rambutan
3. Cipayung 1. Lubang Buaya
2. Ceger
3. Cipayung
4. Munjul
5. Pondok Ranggon
6. Cilangkap
7. Setu
8. Bambu Apus
4. Makasar 1. Pinang Ranti
2. Makasar
3. Halim Perdanakusuma
4. Cipinang Melayu
5. Kebon Pala
5. Kramat Jati 1. Kramat Jati
2. Batu Ampar
3. Balekambang
4. Kampung Tengah
5. Dukuh
6. Cawang
7. Cililitan
6. Jatinegara 1. Balimester
2. Kampung Melayu
3. Bidaracina
4. Cipingan Cempedak
5. Rawa Bunga
6. Cipinang Besar Selatan
7. Cipinang Besar Utara
8. Cipingan Muara
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 12
Wilayah Administrasi Kecamatan Kelurahan
7. Duren Sawit 1. Pondok Bambu
2. Duren Sawit
3. Pondok Kelapa
4. Malaka Jaya
5. Malaka Sari
6. Pondok Kopi
7. Klende
8. Cakung 1. Cakung Barat
2. Cakung Timur
3. Rawa Terate
4. Jatinegara
5. Penggilingan
6. Pulogebang
7. Ujung Menteng
9. Pulo Gadung 1. Kayu Putih
2. Rawamangun
3. Jati
4. Pisangan Timur
5. Cipinang
6. Jatinegara Kaum
7. Pulogadung
10. Matraman 1. Pisangan Baru
2. Utan Kayu Utara
3. Utan Kayu Selatan
4. Kayu Manis
5. Palmeriam
6. Kebon Manggis
Sumber:BPS Provinsi Jakarta,Tahun 2010
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 13
3.2.2. Letak geografi Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di
atas permukaan laut, terletak pada posisi 6o 12’ Lintang Selatan dan 106o 48’
Bujur Timur. Luas wilayah Propinsi DKI Jakarta terdiri dari daratan seluas 662,33
km2 dan lautan seluas 6.977,5 km2. Selain itu terdapat + 110 pulau seluas 869,61
Ha yang tersebar di Kepulauan Seribu dan 29 buah sungai/saluran/kanal yang
sebagian digunakan sebagai sumber air minum dan usaha perikanan.
Di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur sepanjang + 35
km yang menjadi tempat bermuaranya 19 buah sungai/kali menurut sumber
BPLHD Prov. DKI Jakarta yaitu Ciliwung, Krukut, Mookervart, Kali Angke, Kali
Pesanggrahan, Sungai Grogol, Kali Cideng, Kalibaru Timur, Cipinang, Sunter,
Cakung, Buaran, Kalibaru Barat, Cengkareng Drain, Jati Kramat, Cakung Drain,
Ancol, Banjir Kanal Barat, Banjir Kanal Timur. Sementara di sebelah Selatan dan
Timur berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat (Kapubaten Bekasi dan
Depok) sebelah Barat dengan Provinsi Banten (Kabupaten Tangerang), dan di
sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.
Di sebelah Selatan dan Timur Jakarta terdapat rawa/situ dengan total luas
mencapai 96,5 ha. Kedua wilayah ini cocok digunakan sebagai daerah resapan
air, dengan iklimnya yang lebih sejuk sehingga ideal dikembangkan sebagai
wilayah penduduk. Kegiatan industri lebih banyak terdapat di Jakarta Utara dan
Jakarta Timur sedangkan untuk kegiatan usaha dan perkantoran banyak terdapat
di Jakarta Barat, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
3.2.3. Hidrologi Berdasarkan Kepmen ESDM nomor 716 K/10/MEM/2003 tentang Batas
Horizontal Cekungan Air Tanah di Pulau Jawa dan Pulau Madura yang saat ini
sedang diproses menjadi Perpres RI, menempatkan Jakarta menjadi salah satu
dari 5 Cekungan Air Tanah (CAT). CAT Jakarta tersebut merupakan lintas batas
antara Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Barat dengan
luas sekitar 1.439 km2. Sebarannya mencakup sebagian Kota Tangerang dan
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 14
sebagian Kabupaten Tangerang, seluruh wilayah DKI Jakarta, serta Kota Depok,
sebagian Kabupaten Bogor dan sebagian Kabupaten Bekasi.
CAT Jakarta memiliki luas sekitar 1.439 Km2 dengan batas disebelah selatan kira-
kira terletak di sekitar Depok, disebelah bara dan timur masing-masing Kali (K)
Cisadane dan Kali Bekasi, sementara batas disebelah utaranya adalah Laut Jawa.
Sistem akufiernya bersifat multi layers yang dibentuk oleh endapan kuarter
dengan ketebalan mencapai 250 m. Ketebalan akuifer tunggal antara 1 – 5 m,
terutama berupa lanau sampai pasir halus. Kelulusan horizontal antara
0,1 – 40 m/hari, sementara kelulusan vertikalnya berdasarkan hasil simulasi
aliran air tanah CAT Jakarta sekitar 250 m2/hari.
Air tanah pada endapan kuarter mengalir pada system akuifer ruang antar bulir.
Di daerah pantai umumnya didominasi oleh air tanah panyau/asin yang berada
di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh endapan sungai lama
dan pematang pantai. Akuifer produktif umumnya dijumpai sekitar kedalaman
40m dan mencapai kedalaman maksimum 150m.
Pembagian sistem akuifer di CAT Jakarta yang hingga saat ini digunakan adalah
sebagai berikut:
§ Sistem akufier tidak tertekan yang berada pada kedalaman 0-40m, disebut
sebagai kelompok akuifer I
§ Sistem akuifer tertekan atas yang berada pada kedalaman 40 - 140m,
disebut sebagai kelompok akuifer II
§ Sistem akuifer tertekan bawah yagn berada pada kedalaman 140 – 250m,
disebut sebagai kelompok akuifer III
seperti dapat kita lihat pada Gambar 3.2 didasarkan atas dijumpainya lempung
berfaies laut yang memisahkan system akuifer yang satu dengan lainnya.
Mengatasi sistem akuifer di daerah pemantauan adalah endapan terseir yagn
bersifat relatif sangat kedap air.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 15
Gambar 3.2. Kerangka umum hidrologi bawah permukaan (Sistem Akuifier) Bogor – Jakarta
Mengenai air permukaan sendiri, terdapat 18 sungai yang mengalir membelah
Jakarta. Kondisi sungai ini sangat memprihatinkan dengan tingkat sedimentasi
dan pengangkutan sampah yang tinggi. Akibatnya, jika hujan tinggi terjadi di
hulu, permukaan air sungai dengan cepat meluap, yang pada gilirannya akan
mengancam daerah rendah di Jakarta terutama daerah Jakarta Utara.
Perawatan sungai terutama pengerukan mulut sungai dan pengurangan
pembuangan sampah ke sungai akan membantu menjaga kapasitas debit
sungai. Sungai-sungai tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.
Antara lain digunakan untuk usaha perkotaan, air baku untuk air minum,
perikanan dan lain-lain. Fungsi utama dari jaringan sungai dan kanal tersebut
adalah sebagai sarana drainase.
Sedangkan jumlah situ yang ada di wilayah DKI Jakarta terdapat 6 buah situ
yang juga dikelola oleh Pemda DKI, dan jumlah tempat parkir air (retention
basin) terdapat 15 buah. Fungsi utama tempat parkir ini adalah sebagai wadah
”retention” atau tempat menahan sementara luapan air sungai pada saat muka
air sungai meningkat.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 16
3.2.4. Topografi Jakarta merupakan dataran rendah, bagian utara sampai + 10 km menjorok
kedalam dengan kedalaman (0 – 7) m, sedangkan sisanya di bagian selatan
sedikit berbukit-bukit dengan ketinggian maksimum 50 m.
Seluruh dataran terdiri dari endapan Pleistocene sampai kedalaman 50 m di
bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial. Dataran ini
memanjang pada jarak 10 km di sebelah selatan pantai. Di bawahnya terdapat
lapisan endapan yang lebih tua dan tidak tampak pada permukaan tanah karena
tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium, sehingga keadaan wilayah menjadi
datar sama sekali, namun di segi lahan endapan tersebut merupakan tanah-
tanah yang subur (tanah merah).
Sumber : Lambok Hutasoit, 2007.
Gambar 3.3. Peta Penurunan Muka Tanah di DKI Jakarta
Periode 1982 – 1999
Berdasarkan keadaan geologi regional dapat dilihat pada Peta Geologi Lembar
Jakarta (Turkandi, 1992), sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar2.3. batuan
penyusun daerah DKI Jakarta dan sekitarnya dibentuk oleh endapan quarter
berupa rombakan endapan gunung api muda dan endapan pantai. Endapan
quarter tersebut terletak secara tidak selaras diatas endapan batuan Tersier.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 17
3.2.5. Fisiografi Daerah Lembar Jakarta dapat dibagi menjadi 4 satuan morfologi antara lain
dataran pantai, yang dicirikan oleh permukaannya yang nisbi datar dengan
ketinggian antara 0-15 m di atas permukaan laut; lebarnya antara 7-40 km,
meliputi tanggul pematang pantai, daerah rawa dan dataran delta. Dataran ini
dikenal sebagai Dataran Rendah Jakarta (Bemmelen, 1949).
Provinsi DKI Jakarta yang terletak di dataran rendah dengan ketinggian rata-rata
berkisar 8 m d.p.l., bahkan lebih kurang 40% dari wilayah Provinsi DKI Jakarta
memiliki ketinggian dibawah permukaan laut. Hal ini ditambah dengan 13 sungai
yang mengaliri Jakarta menyebabkan kecenderungan untuk semakin rentannya
wilayah Jakarta untuk tergenang air dan banjir pada musim hujan.
Pada Gambar 3.4. terlihat bahwa kemiringan lereng wilayah Provinsi DKI
Jakarta adalah sekitar 0-3% sehingga wilayah ini memiliki kecenderungan datar,
sementara daerah hulu dimana sungai-sungai yang bermuara di Provinsi DKI
Jakarta memiliki ketinggian yang cukup tinggi yaitu sekitar 8-15% di wilayah
Bogor dan Cibinong dan untuk daerah ciawi-puncak lebih dari 15%. Dengan
tingkat perkembangan wilayah tersebut yang relatif berkembang, maka semakin
rendah resapan air kedalam tanah dan menyebabkan run off semakin tinggi.
Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan ancaman banjir ke Jakarta semakin
besar.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 18
Gambar 3.4. Peta Kemiringan Lereng Jabodetabek
3.2.6. Geologi Secara umum, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.5, karakteristik keteknikan
tanah dan batuan daerah Provinsi DKI Jakarta menunjukan bahwa terdapat 4
karakteristik utama, yaitu:
§ Pasir lempungan dan lempung pasiran merupakan endapan aluvial sungai
dan pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lanau
lempungan, lanau pasiran dan lempung pasiran, semakin kearah utara
mendekati panti di permukaan berupa lanau pasiran dengan sisipan lempung
organik dan pecahan cangkang kerang, tebal endapat antara perselang-
seling lapisannya bekisar antara 3-12 m, namun ketebalan secara
keseluruhan endapan ini diperkirankan mencapai 300 m. Lanau lempungan
tersebar secara dominan di permukaan, abu-abu kehitaman sampai abu-abu
kecoklatan, setempat mengandung material organik, lunak-teguh, plastisitas
sedang-tinggi. Lanau pasiran, kuning keabuan, teguh, plastisitas sedang-
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 19
tinggi. Lempung pasiran , abu-abu kecokolatan, tegus, plastisitas sedang-
tinggi. Dibeberapa tempat nilai penetormeter saku (qu) untuk lanau
lempungan antara lanau pasiran antara 2-3 kg/cm2 dan lempung pasiran
antara 1,5 – 3 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) lanau
lempungan antara 1,5 – 5 m, lanau pasiran antara 0,5 – 3 m dan lempung
pasiran antara 1 -4 m dan kisaran nilai tekanan konus lanau lempungan
antara 2 – 20 kg/m2, lanau pasiran antara 15 – 25 kg/m2 dan lempung
pasiran antara 10 – 40 kg/m2.
§ Satuan Pasir Lempungan merupakan endapan pematang pantai berangsur-
angsur dari atas kebawah terdiri dari perselang-selangan lanau pasiran dan
pasri lempungan. Tebal endapan antara 4,5 – 13 m. Di permukaan
didominasi oleh pasir lempungan, dengan warna coklat muda dan mudah
terurai. Pasir berbutir halus-sedang, mengandung lempung, setempat
kerikilan dan pecahan cangkang kerang. Lanau pasiran berwarna kelabu
kecoklatan, lunak, plasitisitas sedang. Dibeberapa tempat nilai penetrometer
saku (qu) untuk pasir lempungan antara 0,75 – 2 kg/cm2 dan lanau pasiran
antara 1,5 – 3 kg/cm2
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 20
Gam
bar
3.5
Peta G
eolo
gi
Teknik
Kaw
asan J
abodetabekpunju
r
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 21
§ Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan yang merupakan endapan
limpah banjir sungai. Satuan ini tersusun beselang-selang antara lempung
pasrian dan pasir lempungan. Lempung pasrian umumnya berwarna abu-abu
kecoklatan, coklat, dengan plasitisitas sedang, konsistensi lunak-teguh. Pasir
lempungan berwarna abu-abu, angka lepas, berukuran pasir halus-kasar,
merupakan endapan alur sungai dengan ketebalan 1,5 – 17 m.
§ Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran merupakan endapan kipas aluvial
vulkanik (tanah tufa dan konglomerat), berangsur-angsur dari atas ke bawah
terdiri dari lempung lanauan dan lanau pasiran dengan tebal palisan antara
3–13,5 m. Lempung lanauan tersebar secara cominan di permukaan, coklat
kemerahan hingga coklat kehitaman, lunak-teguh, plasitisitas tinggi. Lanau
pasiran, merah-kecoklatan, teguh, plasitisitas sedang-tinggi. Di beberapa
tempat nilai penetrometer saku untuk lempung antara 0,8–2,85 kg/cm2 dan
lanau lempungan antara 2,3–3,15 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor
tangan) lempung antara 1,5 -6 m dan lanau lempungan antara 1,5–7,5 m.
Kisaran nilai tekanan konus lempung antara 2–50 kg/m2 dan lanau
lempungan antara 18–75 kg/m2. Tufa dan konglomerat melapuk menengah–
tinggi, putih kecoklatan, berbutir pasri halus-kasar, agak padu dan rapuh.
Dari potongan melintang selatan-utara Jakarta (Gambar 2.6.) terlihat
bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan endapan vulkanik quarter yang
terdiri dari 3 formasi yaitu: Formasi Citalang, Formasi Kaliwangu, dan
Formasi Parigi. Formasi Citalang memiliki kedalaman hingga kira-kira 80 m
dengan bagian atasnya merupakan batu lempung. Formasi ini didominasi
oleh batu pasir pada bagian bawahnya dan di beberapa tempat terdapat
breksi/konglomerat terutama pada bagian Blok M dan Dukuh Atas.
Sementara itu, Formasi Kaliwangu memiliki kedalaman sangat bervariasi
dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 m dan di sekitar Babakan
formasi Parigi mendesak keatas hingga kedalaman 80 m. Formasi ini di
dominasi oleh batu lempung diselang selingi oleh batu pasir.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 22
3.2.7. Hidrooceanografi Sejak tahun 1925 Belanda sudah melakukan pengamatan pasang surut muka air
laut Jawa di Jakarta. Dimana muka air laut rata–rata dijadikan sebagai basis
referensi dalam menentukan elevasi teliti untuk pemakaian yang lebih luas di
Jawa. Hasil pengamatan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Gam
bar 3
.6.
Potongan M
eli
ntang S
ela
tan -
Utara
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 23
§ Spring tide (High High Water) PP + 1,15 m
§ Average High Water (HW) PP + 0,90 m
§ Slack tide high water PP + 0,80 m
§ Mean Sea Level (MSL) PP + 0,60 m
§ Slack tide low water PP + 0,40 m
§ Average Low Water (LW) PP + 0,25 m
§ Spring tide (Low Low Water) PP = 0 (zero datum)
Kawasan-kawasan pantai utara dan berbagai pulau terdiri dari Mud Flat dan
Mangrove yang merupakan habitat dari burung air yang datang dan burung lokal
yang dilindungi. Kawasan hutan mangrove ini sangat penting bagi kelestarian
fauna oleh karenanya perlu dilindungi.
3.3. KONDISI SOSIAL EKONOMI, BUDAYA & KESEHATAN MASYARAKAT
3.3.1. Kependudukan Keberadaan sampah merupakan produk yang dihasilkan dari aktivitas penduduk,
volume sampah yang dihasilkan akan sejalan dengan jumlah penduduk yang
melakukan aktivitas di suatu tempat. Timbunan sampah juga sangat dipengaruhi
oleh tingkat kepadatan penduduk yang tinggal di daerah yang bersangkutan, hal
ini terkait dengan karakteristik dan pola kehidupan sosial, ekonomi dan budaya
masyarakatnya.
Jumlah penduduk di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 sebanyak 7.753.035
jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 12,562 jiwa/km, sedangkan dilihat dari
perkembangannya dari tahun 2005-2009 sebesar 1,06 % /tahun. Berdasarkan
data pendududuk perkecamatan tahun 2010, tercatat jumlah penduduk
terbanyak di Kecamatan Duren Sawit sebesar 323,449 jiwa dengan tingkat
kepadatan 14,280 jiwa/km dan jumlah penduduk terendah di Kecamatan
Cempaka Putih sebanyak 67.358 jiwa dengan tingkat kepadatan 14,362 jiwa/Ha.
Dengan melihat tingkat kepadatan penduduk rata-rata terrsebut, maka dapat
ditentukan kecamatan yang mempunyai kepadatan diatas dan dibawah rata-rata.
Untuk kecamatan dan kota administratif yang mempunyai kepadatan penduduk
rata-rata, adalah sebagai berikut :
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 24
A. Kota administratif Jakarta Pusat
1. Kecamatan Tanah Abang
2. Kecamatan Senen
3. Kecamatan Johar Baru
4. Kecamatan Cempaka Putih
5. Kecamatan Kemayoran
6. Kecamatan Sawah Besar
B. Kota administratif Jakarta Utara
1. Kecamatan Tanjung Priuk
2. Kecamatan Koja
C. Kota administratif Jakarta Barat
1. Kecamatan Kebon Jeruk
2. Kecamatan Palmerah
3. Kecamatan Tambora
4. Kecamatan Taman Sari
D. Kota administratif Jakarta Selatan
1. Kecamatan Pasangrahan
2. Kecamatan Kebayoran Lama
3. Kecamatan Kebayoran Baru
4. Kecamatan Mampang Prapatan
5. Kecamatan Pancoran
6. Kecamatan Tebet
E. Kota administratif Jakarta Timur
1. Kecamatan Pasar Rebo
2. Kecamatan Ciracas
3. Kecamatan Kramat Jati
4. Kecamatan Jatinegara
5. Kecamatan Duren Sawit
6. Kecamatan Pulo Gadung
7. Kecamatan Matraman
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 25
Sedangkan untuk kecamatan yang lainya termasuk dalam tingkat kepadatan
rendah dibandingkan dengan rata-rata kepadatan, indikasi tingkat kepadatan ini
merupakan salah satu komponen didalam menghitung timbunan sampah.
3.3.2. Sosial, Ekonomi, Budaya Perekonomian Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2009 tumbuh sebesar 10,51
persen, angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan tahun yang lalu
dengan tingkat pertumbuhan mencapai 6,22 persen. Sektor-sektor yang
menunjukan pertumbuhan tinggi pada periode tersebut adalah sektor
pengangkutan dan komunikasi (15,90 persen), sektor listrik dan gas (15,29
persen, dan sektor bangunan dan konstruksi (14,38 persen).
Angka PDRB per kapita secara tidak langsung dapat dijadikan indikator untuk
mengukur tingkat kemakmuran suatu wilayah. Angka yang dihasilkan disini
sifatnya makro karena hanya tergantung dari nilai PDRP dan penduduk
pertengahan tahun tanpa memperhitungkan kepemilikan dari nilai tambah setip
sektor ekonomi yang tercipta.
Tabel 3.2. PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2008-2010 Semester I (Dalam Juta rupian)
No. Wilayah PDRB Berdasarkan Harga Konstan 2009
2007 2008 2019 1 Pertanian 571,425 687,829 762,80
2 Pertambangan dan
Penggalian
2,636,093 3,221,255 3,084,481
3 Industri Pengolahan 90,446,591 106,537,727 118,471,253
4 Listrik, Gas dan Air
Bersih
6,021,390 7,591,329 8,426,493
5 Bangunan / Konstruksi 63,448,564 76,502,861 86,646,985
6 Perdagangan,Hotel &
Restoran
115,311,319 140,064,013 156,083,318
7 Pengangkutan dan
Komunikasi
52,793,003 63,357,630 74,664,836
8 Keuangan, Perusahaan & 162,297,780 193,459775 213,353,220
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 26
No. Wilayah PDRB Berdasarkan Harga Konstan 2009
2007 2008 2019
Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa 72,923,194 85,988,672 95,529,889
10 Provinsi DKI Jakarta 566,449,360 677,411,092 757,023,453
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta,Tahun 2010
Gambaran kemajuan perekonomian suatu daerah juga dapat dilakukan dengan
mengelompokkan kegiatan perekonomiannya berdasarkan lapangan usaha.
Berdasarkan lapangan usaha, terdapat tiga kelompok lapangan usaha, yaitu :
a. Sektor Primer, yaitu sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau
bahan baku melainkan hanya mendayagunakan sumber-sumber alam,
seperti tanah dan kandungan deposit di dalamnya. Yang termasuk kelompok
ini adalah sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian.
b. Sektor Sekunder, yaitu sektor yang mengolah bahan mentah atau bahan
Baku, baik yang berasal dari sektor primer maupun dari sektor sekunder
menjadi barang yang lebih tinggi nilai tambahnya. Sektor ini mencakup
sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air minum, dan sektor
konstruksi.
c. Sektor Tersier atau Sektor Jasa, yaitu sektor yang tidak memproduksi
barang dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa. Sektor ini adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi,
sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, serta sektor jasa-jasa.
3.4. KONDISI EKSISTING SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH
3.4.1. Sumber Sampah
Menurut Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang
Pengelolaan Sampah, terdapat 8 sumber penghasil sampah yaitu sebagai
berikut:
1. Rumah tangga;
2. kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri dan kawasan
khusus;
3. fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lain;
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 27
4. jalan;
5. taman umum, taman makam dan jalur hijau;
6. pulau-pulau yang berpenghuni;
7. saluran air/sungai/kali/kanal dan waduk/situ;
8. muara sungai/kali/kanal, pesisir dan pantai.
3.4.2. Timbulan, Komposisi Dan Karakteristik Sampah
1. Data Timbulan Sampah DKI Jakarta Tahun 2014
Berdasarkan data Dinas Kebersihan Triwulan I Tahun 2011 Timbulan
sampah dan sampah terangkut di 5 Wilayah Administrasi DKI Jakarta yaitu,
volume sampah tertanggulangi dan volume sampah yang belum
tertanggulangi sebesar. Data detail seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Timbulan Sampah Provinsi DKI Jakarta, 2014
No Wilayah Timbulan Sampah
Tertangani Belum
Tertangani
1 Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Pusat 710.53
674.12 36.41
2 Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Utara 1269.59
1,245.64 23.95
3 Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Barat 1481.09
1,452.26 28.83
4 Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Selatan 1366.56
1,288.62 77.94
5 Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Timur 1920.26
1,880.77 39.49
6 Unit Pengelola Kebersihan Pesisir dan Pantai 43.81
43.81 -
7 UPK Badan Air, Taman dan Jalur Hijau 220.00
220.00 -
Jumlah 7011.84 6,805.22 206.62
Sumber: Dinas Kebersihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Informasi Data Pengelolaan Kebersihan 2014
2. Data Komposisi dan Karakteristik Sampah DKI Jakarta
Data komposisi dan karakteristik sampah di 5 Wilayah Administrasi DKI
Jakarta, dari Informasi Dinas Kebersihan Triwulan I Tahun 2010 yaitu,
sampah organik sebesar 55,37% dan sampah non organik sebesar 44,63%,
informasi lebih lengkapnya seperti terlihat pada Tabel 3.4
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 28
Tabel 3.4. Komposisi dan Karakteristik Sampah di 5 Wilayah Administrasi DKI Jakarta 2010
No. Jenis Komposisi Sampah Persentase
(%) I Organik 55,37
II Anorganik 44,63
1. Kertas 20,57
2. Plastik 13,25
3. Kayu 0,07
4. Kain & Tekstil 0,61
5. Karet / Kulit Tiruan 0,19
6. Logam / Metal 1,06
7. Kaca / Gelas 1,91
8. Sampah Bongkahan 0,81
9. Sampah B3 1,52
10. Lain-lain (Batu, Pasir, dll) 4,65
Total 100
Sumber: Dinas Kebersihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Informasi Data Pengelolaan Kebersihan Triwulan I 2010, Januari-Maret Tahun 2010
Tabel 3.4 di halaman sebelumnya merupakan data komposisi sampah di sumber
yang dilakukan pada tahun 2010. Adapun data rekapitulasi komposisi sampah di
Tempat Penampungan Sementara (TPS) Provinsi DKI Jakarta berdasarkan hasil
Study Pola Penanganan Sampah Dari Sumber Sampai TPS pada tahun 2014,
dapat dilihat pada Tabel 3.5. di halaman selanjutnya.
Tabel 3.5. Komposisi Sampah di TPS Provinsi DKI Jakarta
PROVINSI DKI JAKARTA
No Komposisi
BA
RA
T
UT
AR
A
SE
LA
TA
N
TIM
UR
PU
SA
T
RA
TA
-
RA
TA
1 Sisa-sisa makanan,
Daun-daunan 69.77% 56.02% 62.74% 63.38% 64.40% 63.26%
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 29
PROVINSI DKI JAKARTA
No Komposisi
BA
RA
T
UT
AR
A
SE
LA
TA
N
TIM
UR
PU
SA
T
RA
TA
-
RA
TA
2 Rumput, Kayu 4.38% 2.91% 3.43% 3.35% 10.64% 4.94%
3 Kertas 3.08% 10.04% 4.17% 2.99% 2.65% 4.59%
4 Botol PET, dan lainnya 0.01% 0.01% 0.04% 0.04% 0.00% 0.02%
5 Plastik 2.97% 10.78% 5.31% 7.77% 3.64% 6.09%
6 Kain 2.99% 2.17% 3.03% 4.79% 3.43% 3.28%
7 Kulit, Karet 1.25% 2.77% 2.48% 2.49% 1.16% 2.03%
8 Logam 1.49% 1.44% 2.16% 2.86% 0.41% 1.67%
9 Botol, Gelas 0.68% 0.93% 0.51% 0.49% 0.47% 0.62%
10 B3 0.70% 2.89% 3.58% 2.93% 0.56% 2.13%
11 Lain-lain 12.66% 10.05% 12.54% 8.91% 12.64% 11.36%
Sumber: Study Pola Penanganan Sampah Dari Sumber Sampai Ke TPS, 2014
Komposisi sampah di TPS yang dominan untuk Provinsi DKI Jakarta adalah Sisa-
sisa makanan, Daun-daunan dengan nilai 63,26 %. Setelah itu komposisi sampah
didominasi sampah lain-lain dengan nilai 11,36 % Untuk komposisi sampah
rumput/kayu, kertas, kain, Botol PET, plastik, Gelas, Logam, Kulit/karet, dan B3
walaupun masih dominan tetapi nilainya dibawah 10%.
3.4.3. Sistem Pengelolaan Sampah
Sistem pengelolaan sampah adalah proses pengelolaan sampah yang meliputi 5
(lima) aspek yang saling mendukung antara satu aspek dengan aspek yang
lainnya saling berinteraksi untuk mencapai tujuan. Kelima aspek tersebut seperti
ditunjukan pada Gambar 3.7. di halaman selanjutnya:
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 30
Gambar 3.7. Skema Sistem Pengelolaan Sampah
Sistem pengelolaan sampah di Provinsi DKI Jakarta menganut skema diatas.
Pelaksanaan eksistingnya dijelaskan sebagai berikut:
3.4.1.1. Sub Sistem Pengaturan
Regulasi-regulasi yang ada dan masih berlaku hingga saat ini tentang Sistem
Pengelolaan Sampah yang menjadi pegangan pelaksanaan penanganan sampah
di DKI Jakarta antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
4. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik;
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 31
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem-bentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
9. Undang – Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum
11. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Daerah;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;
13. Peraturan Presiden RI Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi
Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca;
14. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 Tentang
Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur
15. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Persampahan (KSNP-SPP);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah;
18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.
03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Rumah Tangga;
19. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus IbuKota Jakarta Nomor 8 Tahun
2007 Tentang Ketertiban Umum
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 32
20. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat
Daerah;
21. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030
22. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun
2012 Tentang Retribusi Daerah
23. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 6 Tahun
2012 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun
2005-2025
24. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun
2013 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun
2013 – 2017
25. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 3
Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah;
26. Peraturan Gubernur Nomor 226 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta.
27. Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
3.4.1.2. Sub Sistem Kelembagaan
1. Dinas Kebersihan
Struktur organisasi di Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta mengalami
banyak perubahan terkait tugas dan fungsi dari Peraturan Gubernur No. 131
Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan Provinsi
DKI Jakarta menjadi Peraturan Gubernur No. 226 Tahun 2014 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta antara lain
dengan terintegrasinya sampah badan air ke Dinas Kebersihan. Selain itu,
Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta telah menyiapkan kerangka BLUD –
BLUD di Unit Pengelola Teknis, antara lain Energi Terbarukan, Pemrosesan
Akhir, 3R, Komposting, dan Kawasan Mandiri yang akan meningkatkan
kemandirian dalam pengelolaan sampah di Provinsi DKI Jakarta.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 33
Adapun susunan organisasi Dinas Kebersihan berdasarkan Peraturan
Gubernur No. 226 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas
Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, sebagai berikut :
a. Kepala Dinas;
b. Wakil Kepala Dinas;
c. Sekretariat, terdiri dari :
- Subbagian Umum;
- Subbagian Kepegawaian;
- Subbagian Perencanaan dan Anggaran; dan
- Subbagian Keuangan.
d. Bidang Teknik Pengelolaan Kebersihan, terdiri dari :
- Seksi Pembinaan Teknik Kebersihan;
- Seksi Pengembangan Teknik Pengelolaan Kebersihan; dan
- Seksi Pengujian Kebersihan.
e. Bidang Pengendalian Kebersihan, terdiri dari:
- Seksi Pengendalian Kebersihan Darat;
- Seksi Pengendalian Kebersihan Badan Air dan Pesisir Pantai;
- Seksi Penindakan Pelanggaran Kebersihan.
f. Bidang Prasarana dan Sarana Kebersihan, terdiri dari :
- Seksi Penyediaan;
- Seksi Penyimpanan dan Penyaluran; dan
- Seksi Pemeliharaan.
g. Bidang Peran Serta Masyarakat, terdiri dari :
- Seksi Pengembangan Peran Serta Masyarakat;
- Seksi Pembinaan Usaha Kebersihan; dan
- Seksi Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat.
h. Suku Dinas Kebersihan Kota Administrasi;
i. Suku Dinas Kebersihan Kabupaten Administrasi;
j. Unit Pelaksana Teknis;
k. Seksi Dinas Kebersihan Kecamatan; dan
l. Kelompok Jabatan Fungsional.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 34
Adapun masing-masing memiliki penugasan ataupun fungsi sebagai berikut:
• Kepala Dinas, memiliki fungsi penugasan untuk memimpin dan
mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas,
mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat, Bidang,
Suku Dinas Kebersihan, Unit Pelaksana Teknis, dan Kelompok Jabatan
Fungsional; melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan
SKPD/UKPD dan/atau Instansi pemerintah/swasta dalam rangka
pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas dan melaporkan dan
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas.
• Wakil Kepala Dinas, membantu Kepala Dinas dalam memimpin
pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas; menyelenggarakan koordinasi dan
pengendalian atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala
Dinas; membantu Kepala Dinas dalam pelaksanaan koordinasi dengan
SKPD/UKPD dan Instansi Pemerintah/swasta dan masyarakat;
membantu Kepala Dinas dalam mengoordinasikan pelaksanaan tugas
dan fungsi Bidang, Suku Dinas dan Unit Pelaksana Teknis; membantu
Kepala Dinas dalam pengembangan sistem pengendalian internal Dinas
Kebersihan; memberikan masukan atau pertimbangan kepada Kepala
Dinas dalam penetapan kebijakan dan regulasi teknis di bidang
kebersihan; melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas;
dan mewakili Kepala Dinas apabila Kepala Dinas berhalangan
melaksanakan tugasnya.
• Sekretariat, menyusun bahan rencana strategis dan rencana kerja dan
anggaran Sekretariat; pelaksanaan rencana strategis dan dokumen
pelaksanaan anggaran Sekretariat; pengoordinasian penyusunan
rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran Dinas; pelaksanaan
monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan rencana strategis
dan dokumen pelaksanaan anggaran Dinas oleh unit kerja Dinas;
pengoordinasian penyusunan kebijakan dan regulasi teknis bidang
kebersihan; pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Dinas;
pembinaan dan pengembangan tenaga fungsional dan tenaga teknis
kebersihan; pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan surat-
menyurat Dinas; pengelolaan kearsipan Dinas; pelaksanaan publikasi
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 35
kegiatan, upacara dan Regulasi acara Dinas; pemeliharaan dan
perawatan prasarana dan sarana kantor, termasuk asrama Dinas;
pengelolaan teknologi informasi Dinas; pemungutan, pencatatan,
penyetoran, pelaporan penerimaan retribusi kebersihan;
pengkoordinasian penyusunan laporan keuangan, kinerja, kegiatan dan
akuntabilitas Dinas; dan pelaporan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat.
• Bidang Teknik Pengelolaan Kebersihan, memiliki fungsi untuk
penyusunan bahan rencana strategis dan rencana kerja dan anggaran
Bidang Teknik Pengelolaan Kebersihan; pelaksanaan rencana strategis
dan dokumen pelaksanaan anggaran Bidang Teknik Pengelolaan
Kebersihan; penyusunan bahan kebijakan, pedoman dan standar teknis
di bidang teknik pengelolaan kebersihan; pelaksanaan analisis spesifikasi
teknik pengelolaan kebersihan; pelaksanaan teknis pengelolaan
kebersihan; pengkajian dan pengujian kelayakan rencana investasi dan
kerjasama pengelolaan kebersihan; pemantauan dan penelitian kegiatan
pengelolaan kebersihan; pelaksanaan koordinasi pembinaan teknik
operasional pengelolaan kebersihan; pelaksanaan penelitian,
pengembangan dan evaluasi teknologi pengelolaan kebersihan;
pemasyarakatan penerapan dan penggunaan/pemanfaatan hasil
penelitian, pengembangan dan evaluasi teknik pengelolaan kebersihan;
dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi
Bidang Teknik Pengelolaan Kebersihan.
• Bidang Penanganan dan Pengendalian Kebersihan, merupakan Unit
Kerja Dinas Kebersihan dalam penanganan dan pengendalian
kebersihan. Mempunyai tugas menyelenggarakan penanganan dan
pengendalian kebersihan dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran kebersihan.
• Bidang Prasarana dan Sarana Kebersihan, merupakan Unit Kerja lini
Dinas Kebersihan dalam pelaksanaan penyediaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pendataan dan pemeliharaan/perawatan
prasarana dan sarana kerja teknis kebersihan. Mempunyai tugas
melaksanakan menyelenggarakan penyediaan, penerimaan,
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 36
penyimpanan, pendistribusian, pendataan dan pemeliharaan/perawatan
prasarana dan sarana kerja teknis kebersihan;
• Bidang Pengembangan Peran Serta Masyarakat dan Usaha Kebersihan
merupakan Unit Kerja lini Dinas Kebersihan dalam pelaksanaan
pengembangan peran aktif masyarakat dan usaha kebersihan.
Mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengembangan peran
aktif masyarakat dengan instansi terkait dan mitra usaha dalam upaya
peningkatan kebersihan.
• Suku Dinas Kebersihan Kota Administrasi, merupakan Unit Kerja Dinas
Kebersihan pada Kota Administrasi. Mempunyai tugas melaksanakan
usaha penanggulangan kebersihan di wilayah Kota Administrasi.
• Suku Dinas Kebersihan Kabupaten Administrasi, Suku Dinas Kebersihan
merupakan Unit Kerja Dinas Kebersihan pada Kabupaten Administrasi.
Suku Dinas Kebersihan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang
secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Dinas Kebersihan, serta secara operasional
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati. Suku
Dinas Kebersihan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kebersihan
di Kabupaten Administrasi.
• Unit Pelaksana Teknis melaksanakan fungsi pelayanan langsung kepada
masyarakat atau untuk melaksanakan fungsi pendukung terhadap tugas
dan fungsi Dinas Kebersihan.
• Seksi Dinas Kebersihan Kecamatan, merupakan Satuan Kerja Dinas
Kebersihan di bawah Suku Dinas. Seksi Dinas Kebersihan Kecamatan
hanya untuk kecamatan Kota Administrasi. Seksi Dinas Kebersihan
Kecamatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang secara teknis dan
administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Suku Dinas dan secara operasional berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Camat.
• Kelompok Jabatan Fungsional, Pejabat fungsional melaksanakan tugas
dalam susunan organisasi struktural Dinas. Dalam rangka
mengembangkan profesi/keahlian/kompetensi Pejabat Fungsional
dibentuk Kelompok Jabatan Fungsional untuk lingkup Dinas dan
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 37
Subkelompok Jabatan Fungsional untuk lingkup Suku Dinas atau Unit
Pelaksana Teknis.
• Lembaga pengelola sampah tingkat kecamatan mempunyai tugas:
a. Mengkoordinasikan lembaga pengelolaan sampah tingkat kelurahan;
b. Mengawasi terselenggaranya tertib pengelolaan sampah mulai dari
tingkat rukun warga sampai kelurahan dan lingkungan kawasan; dan
c. Mengusulkan kebutuhan tempat penampungan sementara dan
tempat pengolahan sampah terpadu ke SKPD atau BLUD yang
membidangi persampahan.
Gambar 3.9. Susunan Organisasi Seksi Kebersihan Tingkat Kecamatan
• Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Persampahan mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan, strategi, dan rencana SKPD yang membidangi
persampahan. BLUD Persampahan dalam melaksanakan tugas
didasarkan atas:
a. Terlaksananya pengelolaan sampah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. Tersedianya barang dan/atau jasa layanan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan pengelolaan persampahan;
c. Tertib administrasi pengelolaan persampahan dan pertanggung
jawaban kepada SKPD yang membidangi persampahan.
Kasie Kebersihan Kecamatan
Pengadministrasian Kebersihan
Pelaksana Kebersihan
Pengemudi Kendaraan Pengangkut Sampah
Awak Kendaraan Pengangkut Sampah
Pesada / Penyapu Jalan
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 38
BLUD Persampahan dapat memungut dan mengelola biaya atas barang
dan/atau jasa layanan pengelolaan sampah sesuai tarif yang ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah.
Struktur Organisasi Dinas Kebersihan berdasarkan Peraturan Gubernur No.
226 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan
Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 3.8 di halaman selanjutnya.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 39
Gambar 3.8. Bagan Struktur Organisasi Dinas Kebersihan
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 40
Selain itu lembaga sosial dan administrasi pemerintahan yang terlibat dalam
pengelolaan sampah di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Rukun Tetangga (RT) Lembaga pengelola sampah tingkat rukun tetangga (RT) mempunyai
tugas:
a. Memfasilitasi tersedianya tempat sampah rumah tangga di masing-
masing rumah tangga dan alat angkut dari tempat sampah rumah
tangga ke TPS; dan
b. Menjamin terwujudnya tertib pemilahan sampah di masing-masing
rumah tangga.
2. Rukun Warga (RW)
Lembaga pengelola sampah tingkat rukun warga (RW) mempunyai
tugas:
a. Mengkoordinasikan lembaga pengelolaan sampah tingkat rukun
tetangga; dan
b. Mengusulkan kebutuhan tempat penampungan sementara ke lurah.
3. Kelurahan
Kelurahan mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan daerah
yang dilimpahkan dari Gubernur dan mengoordinasikan pelaksanaan
tugas pemerintahan daerah di wilayah Kelurahan.
Susunan organisasi Kelurahan terdiri dari Lurah, Wakil Lurah, Sekretariat
Kelurahan, Seksi Pemerintahan, Ketenteraman dan Ketertiban, Seksi
Perekonomian, Seksi Prasarana dan Sarana, Seksi Kesejahteraan
Masyarakat, Seksi Kebersihan dan Lingkungan Hidup, Seksi Pelayanan
Umum dan kelompok Jabatan Fungsional.
Seksi Kebersihan dan Lingkungan Hidup merupakan unit Kerja
Kelurahan dalam pelaksanaan pemeliharaan kebersihan dan lingkungan
hidup wilayah Kelurahan.
Seksi Kebersihan dan Lingkungan Hidup mempunyai tugas :
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 41
a. Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kelurahan sesuai dengan lingkup
tugasnya,
b. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Kelurahan
sesuai dengan lingkup tugasnya,
c. Memelihara, memonitor, mengawasi dan mengendalikan kebersihan
lingkungan permukiman masyarakat Kelurahan,
d. Melaksanakan kegiatan pengembangan partisipasi masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kebersihan lingkungan permukiman
masyarakat Kelurahan,
e. Melakukan penanganan pengangkutan sampah dari lingkungan
permukiman masyarakat ke tempat penampungan sementara,
f. Mengembangkan potensi masyarakat dalam penanganan sampah
termasuk pengangkutan sampah dari permukiman masyarakat ke
tempat penampungan sementara,
g. Melakukan pemantauan dan pelaporan secara berkala dan rutin
mengenai keadaan kebersihan permukiman dan kondisi lingkungan
hidup kelurahan,
h. Memfasilitasi kegiatan kebersihan lingkungan permukiman
masyarakat secara swadaya oleh masyarakat,
i. Menyediakan prasarana dan sarana kebersihan lingkungan
permukiman masyarakat Kelurahan,
j. Melakukan koordinasi dengan unit kerja/petugas Dinas Kebersihan
serta Unit Kerja Dinas/Badan, dan/atau pihak terkait, dalam
meningkatkan dan mengembangkan kebersihan permukiman
masyarakat dan lingkungan hidup Kelurahan,
k. Melaporkan kerusakan dan pencemaran lingkungan yang sudah
dan/atau berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat dan
lingkungan hidup,
l. Bersama dengan tenaga kesehatan melakukan pemantauan secara
berkala dan rutin terhadap tempat yang berpotensi mengganggu
kesehatan lingkungan seperti kantin, rumah makan, usaha rumah
tangga, industri rumah tangga, toko-toko, saluran air dan hydrant
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 42
dan melaporkan hasilnya kepada Unit Kerja Dinas Kesehatan di
wilayah Kelurahan atau Kecamatan,
m. Memelihara dan merawat prasarana dan sarana kebersihan
lingkungan Kelurahan,
n. Menyiapkan bahan laporan Kelurahan yang terkait dengan tugas
Seksi Kebersihan dan Lingkungan Hidup, dan
o. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi
Kebersihan dan Lingkungan Hidup.
4. LPS Kawasan
Lembaga pengelola sampah pada kawasan komersial, kawasan industri,
fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya mempunyai tugas:
a. menyediakan wadah sampah, fasilitas pemilahan sampah, TPS
dan/atau TPS 3R kawasan dan sarana pengumpulan sampah;
b. mengangkut sampah dari TPS dan /atau TPS 3R kawasan ke TPA;
dan
c. menjamin terwujudnya tertib pengelolaan sampah.
3.4.1.3. Sub Sistem Pendanaan
Pada tahun 2014 Total anggaran untuk pengelolaan kebersihan di Provinsi DKI
Jakarta mencapai 2,1 Trilyun, yang dialokasikan melalui DPA SKPD Dinas, Suku
Dinas dan UPT Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta.
3.4.1.4. Sub Sistem Peran Masyarakat/Swasta/Perguruan Tinggi Peran serta masyarakat dalam penanganan sampah sangat beragam bentuknya,
antara lain penyediaan bak sampah di rumahnya, mimilah sampah, membuang
sampah pada tempatnya, membayar iuran, menjaga kebersihan lingkungan
dengan kerja bakti secara rutin, dan lain-lain. Semua itu adalah bentuk
partisipasi masyarakat dalam mengambil peran dalam penanganan sampah.
Kesediaan itu adalah sebagai bukti dan pemahaman akan bahaya yang
ditimbulkan oleh keberadaan sampah yang tidak tertangani. Pada umumnya
kesediaan masyarakat terkait hanya dengan kepentingan kebutuhan pribadi,
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 43
dalam arti pokoknya rumah saya, lingkungan RT, dan kelurahan saya bersih,
tidak peduli sampah dibuang kemana.
Sudah saatnya peranserta yang diharapkan masyarakat tidak sekedar berdimensi
lokal/internal lingkungan, tetapi hendaknya berdimensi yang lebih luas
menyangkut kawasan. Peranserta masyarakat dalam hal ini biasa diidentifikasi
seperti kesediaan untuk mengurangi produksi sampah mereka masing-masing,
mendaur ulang, memilah-milah sebelum dibuang dan membuat pupuk kompos
yang semua kegiatan ini akan meminimalkan produksi sampah masing-masing
rumah tangga. Bila semua rumah tangga berlaku seperti ini, tentu saja volume
sampah yang dibuang akan turun drastis, laju pertumbuhan sampah terkendali,
penanganan oleh petugas menjadi lebih ringan, lingkungan dan kawasan bersih,
dan TPA tidak akan cepat penuh. Masalah utama adalah bagaimana hal-hal
tersebut dimengerti, dipahami, dan dilakukan oleh masyarakat luas.
Peranserta masyarakat di Kepulauan Seribu menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara tingkat sosial ekonomi dengan kesediaan dan bentuk
partisipasi dalam pengelolaan sampah. Beberapa hubungan yang signifikan
tersebut adalah :
1. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi masyarakat semakin besar pula tingkat
kepedulian dan partisipasinya dalam pengelolaan sampah.
2. Semakin tinggi pendidikan, semakin besar pula partisipasi dan sumbangan
yang diberikan pada pengelolaan sampah.
3. Kawasan/daerah setingkat kelurahan mempunyai kecenderungan yang
berbeda-beda dalam hubungannya dengan sikap, persepsi, dan partisipasi
pengelolaan sampah. hal ini dimungkinkan terkait dengan kualitas SDM di
kelurahan tersebut.
4. Pekerjaan juga mempengaruhi sikap, presepsi, dan tingkat partisipasi
seseorang dalam pengelolaan persampahan.
5. Semakin rendah pendidikan membutuhkan adanya regulasi (aturan), rambu-
rambu yang harus ditaati dengan sangsi yang jelas untuk membentuk disiplin
masyarakat. Sementara kalangan terpelajar menekankan pada perlunya
disiplin daripada banyaknya aturan yang diberlakukan.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 44
Dalam kondisi masyarakat yang demikian tentunya dapat disusun program
sosialisasi, penyuluhan, dan pelatihan dengan model, materi, dan cara
penyampaian yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat sebagai sasaran
program.
Usaha untuk menyadarkan masyarakat akan tanggung jawab global tidak
terbatas pada lingkungannya sendiri adalah hal mendesak yang perlu segera
disosialisasikan sehingga masalah sampah laut menjadi masalah bersama bukan
hanya masalah pemerintah dan masyarakat Kepulauan Seribu yang berdampak
langsung dari keberadaan sampah laut. Tentu penyadaran semacam ini
memerlukan waktu dan harus dikaitkan dengan kepentingan langsung
masyarakat, kepentingan tidak langsung, dan kepentingan ekonomi.
3.4.1.5. Sub Sistem Teknis - Teknologis 1. Pemilahan/pewadahan
Pemilahan sampah dilakukan melalui kegiatan pengelompokan sampah
pada wadah sampah yang dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis sampah, yaitu:
a. wadah warna hijau untuk sampah organik
b. wadah warna kuning untuk sampah anorganik
c. wadah warna merah untuk sampah yang mengandung bahan berbahaya
dan beracun rumah tangga.
2. Pengumpulan
Sub sistem kedua dalam teknis-teknologis pengelolaan sampah adalah
pengumpulan. Ini merupakan proses penanganan sampah dengan cara
mengumpulkan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut (1) ke
tempat penampungan sementara (TPS) sampah atau (2) pengolahan
sampah antara (SPA atau ITF), atau (3) langsung ke tempat pemrosesan
akhir (TPST) tanpa melalui proses pemindahan.
Operasional pengumpulan sampah mulai dari sumber penghasil sampah
hingga ke lokasi pemrosesan akhir diidentifikasi ada dua cara yaitu secara
langsung (door to door) dan secara tidak langsung (melalui TPS).
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 45
Pada pengumpulan cara langsung, proses pengumpulan dan pengangkutan
sampah dilakukan bersamaan. Sampah dari tiap-tiap sumber diambil,
dikumpulkan dan langsung diangkut ke tempat pemrosesan akhir.
Pada pengumpulan cara tidak langsung, sampah dari masing-masing sumber
dikumpulkan dahulu oleh sarana pengumpul seperti gerobak tangan dan
diangkut ke TPS untuk kemudian dibawa ke tempat pengolahan antara atau
ke tempat pemrosesan akhir sampah.
Ada 4 pola pengumpulan sampah yang diterapkan dalam penanganan
sampah di DKI Jakarta sebagai berikut:
Pola Individual Langsung
Merupakan pola pengumpulan sampah yang dilakukan langsung dari rumah
ke rumah yang dilakukan oleh petugas kebersihan menggunakan kendaraan
truk sampah untuk selanjutnya dibawa ke tempat pemrosesan akhir.
Untuk wilayah DKI Jakarta pola pengumpulan individual langsung yang
melibatkan pihak swasta kebersihan sebagai pelaksana dapat dilihat pada
beberapa lokasi seperti di Kel. Gunung, Kel. Melawai, Kel. Grogol Selatan,
Kel. Selong, Kel. Gondangdia, Kel. Menteng. Umumnya merupakan daerah
komersial (pertokoan dan perkantoran), kawasan permukiman elite dan jalan
protokol. Kondisi ini juga disebabkan di daerah tersebut kesulitan untuk
menempatkan transfer depo ataupun kontainer berkapasitas 10 m3, karena
selain resistensi dari masyarakat, juga kebijakan Pemerintah Daerah
setempat (misalnya Lurah dan Camat).
Adapun kendaraan truk sampah yang digunakan umumnya berupa truk
typer, compactor maupun truk arm roll. Pada kondisi tertentu khususnya
pada wilayah yang memiliki lebar jalan sempit ataupun jalan dengan tingkat
kepadatan lalu lintas tinggi digunakan mobil bak terbuka, gerobak motor dan
gerobak. Skematis pola individual langsung digambar seperti pada gambar 3.10. halaman berikut.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 46
Gambar 3.10. Skematis Pola Pengumpulan Individu Langsung
Pola Individual Tidak Langsung
Pola individual tidak langsung adalah pengumpulan sampah yang dilakukan
oleh petugas kebersihan dengan cara mendatangi tiap-tiap sumber penghasil
sampah dengan menggunakan gerobak untuk kemudian dibawa ke tempat
penampungan sementara sampah atau transfer dipo.
Untuk wilayah DKI Jakarta pola pengumpulan individual tidak langsung
merupakan pola pengumpulan yang banyak diterapkan untuk daerah
permukiman. Pelaksana pola ini dilakukan oleh pengurus RT/RW dan juga
melibatkan pihak swasta. Pelaksanaan dengan melibatkan pihak swasta telah
dilaksanakan pada beberapa lokasi pemukiman seperti di Kel. Kelapa Gading
Timur, Kel. Pasar Minggu, Kel. Petogogan dan masih banyak lagi. Umumnya
pola pelayanan ini diterapkan pada daerah lingkungan permukiman teratur,
pertokoan, jalan dan tempat umum lainnya, serta tersedia lokasi
pemindahan.
Skematis pola pengumpulan individual tidak langsung digambarkan pada
Gambar 3.11. berikut.
Gambar 3.11. Skematis Pola Pengumpulan Individual Tidak
Langsung.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 47
Pola Komunal Langsung
Pola Komunal langsung adalah pengumpulan sampah yang dilakukan sendiri
oleh masing-masing penghasil sampah (rumah tangga, pertokoan, dsb) ke
tempat penampungan sampah komunal yang telah disediakan atau langsung
ke truk sampah yang mendatangi titik-titik pengumpulan, baik berupa bak
ataupun container yang telah disediakan oleh Dinas Kebersihan.
Pola pengumpulan ini dijumpai di beberapa lokasi dalam wilayah DKI Jakarta
seperti di areal Monas dengan pelaksana pihak swasta kebersihan.
Umumnya di lokasi pemukiman yang kurang teratur dengan alat
pengangkutan yang terbatas, serta alat pengumpul sulit menjangkau
sumber-sumber sampah.
Skematis pola pengumpulan komunal langsung digambar seperti pada
Gambar 3.12. berikut.
Gambar 3.12. Skematis Pola Pengumpulan Komunal Langsung
Pola Komunal Tidak Langsung
Pola komunal tidak langsung adalah pengumpulan sampah yang dilakukan
sendiri oleh masyarakat ke wadah komunal kecil (volume 250 liter) atau
gerobak yang lewat pada jalan tertentu. Sampah tersebut akan dibawa ke
TPS terdekat.
Pada pelaksanaan di lapangan, pengumpulan sampah dilakukan sendiri oleh
masing-masing penghasil sampah ke wadah komunal seperti gerobak yang
telah disediakan yang telah disepakati, umumnya di mulut atau ujung gang
perkampungan penduduk. Kemudian oleh petugas pengumpul wadah
komunal tersebut dibawa ke TPS, untuk diangkut ke TPST dengan truk
sampah. Untuk tempat pengumpulan sampah komunalnya berupa gerobak
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 48
sampah, maka petugas pengumpul akan menarik dan membawa gerobaknya
menuju TPS terdekat.
Skematis pola pengumpulan komunal tidak langsung seperti digambarkan
pada Gambar 3.13. berikut:
Gambar 3.13. Skematis Pola Pengumpulan Komunal Tidak Langsung
Kegiatan pengumpulan sampah dilakukan setiap individu/warga masyarakat
secara terpadu dan bertanggung jawab mengumpulkan sampah ke tempat
sampah yang telah disediakan. Selanjutnya diangkut oleh petugas
kebersihan swadaya masyarakat yang dikoordinir oleh ketua RT/RW di
masing-masing wilayah yang bersangkutan dengan menggunakan gerobak
sampah ke TPS. Dari TPS sampah diangkut dengan Kendaraan/Truk
Angkutan sampah ke TPST.
Sarana pengumpul sampah dan tempat penampungan sementara (TPS) yang
terinventrasasi di 5 Wilayah Administrasi DKI Jakarta, seperti pada Tabel 3.6 sampai Tabel 3.11 di halaman selanjutnya.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 49
Tabel 3.6. Jumlah Sarana Pengumpul Sampah di 5 Wilayah Administrasi DKI Jakarta 2010
No Suku Dinas Kebersihan
Gerobak Sampah Container 10 (m3) (buah)
Container 6 (m3) (buah)
Tong Sam pah
(buah)
Tong Sampah Beroda (buah)
Gerobak Celeng (buah)
Galva nis (buah)
Tong Sam pah Fibre
Glass
Suku
Dinas
(buah)
Swadaya
(buah)
1 Jakarta Pusat 146 1063 75 79 430 0 95 0 0
2 Jakarta Utara 781 648 92 105 1372 0 142 0 0
3 Jakarta Barat 50 0 55 42 250 0 161 0 0
4 Jakarta Selatan 60 1414 50 66 0 387 96 0 274
5 Jakarta Timur 1709 876 83 67 0 441 972 6 409
Jumlah 2746 4001 355 359 2052 828 1466 6 683
Sumber: SubDin PS & Sudin, Dinas Kebersihan SKI Jakarta, Triwulan I, 2011.
Berikut ini detail fasilitas sarana pengumpulan sampah yang tersedia di 5 wilayah administrasi DKI Jakarta.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 50
Jakarta Pusat Wilayah Administrasi Jakarta Pusat terdiri dari 8 kecamatan dan 44 kelurahan. Data dari Suku Dinas mengenai jumlah sarana pengumpul
sampah yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Data Sarana Pengumpul Sampah Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Pusat
NO. Wilayah Kecamatan
Gerobak Sampah
Container
10 (m3) (buah)
Container
6 (m3)
(buah)
Tong
Sampah
(Buah)
Gerobak
Celeng
(Buah)
Galvanis
(Buah) Suku
Dinas
(buah)
Swa
Daya
(buah )
1 Gambir 60 146 9 6 147 29 0
2 Menteng 41 37 0 0 74 0 0
3 Sawah Besar 0 244 7 10 30 21 0
4 Senen 4 184 13 9 75 9 0
5 Tanah Abang 36 197 9 15 73 26 0
6 Kemayoran 0 0 18 10 9 0 0
7 Cempaka Putih 0 214 3 6 12 0 0
8 Johar Baru 5 41 3 9 10 10 0
9 Suku Dinas 0 0 13 14 0 0 0
Jumlah 146 1063 75 79 430 95 0
Sumber: Data dari Suku Dinas Wilayah Jakarta Pusat, Triwulan I 2011
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 51
Jakarta Utara Wilayah Administrasi Jakarta Utara terdiri dari 6 kecamatan dan 31 kelurahan. Data dari tiap-tiap Suku Dinas mengenai jumlah sarana
pengumpul sampah yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 3.8. berikut.
Tabel 3.8. Data Sarana Pengumpul Sampah Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Utara
No. Wilayah Kecamatan
Gerobak Sampah Container
10 [M3]
(Buah)
Container
6 [M3]
(Buah)
Tong
Sampah
(Buah)
Gerobak
Celeng
(Buah)
Galvanis
(Buah) Suku Dinas
(Buah)
Swadaya
(Buah)
1 Penjaringan 175 188 18 14 285 50 0
2 Pademangan 71 120 14 14 227 12 0
3 Tanjung Priok 170 133 15 18 235 17 0
4 Koja 104 75 14 19 145 11 0
5 Cilincing 90 40 16 21 235 22 0
6 Kelapa Gading 171 92 15 19 245 30 0
Jumlah 781 648 92 105 1372 142 0
Sumber: Data dari Suku Dinas Wilayah Jakarta Utara, Triwulan I, 2011.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 52
Jakarta Timur Wilayah Administrasi Jakarta Timur terdiri dari 10 kecamatan dan 65 kelurahan. Data dari Suku Dinas mengenai jumlah sarana pengumpul
sampah yang tersedia ada pada Tabel 3.9. berikut.
Tabel 3.9. Data Sarana Pengumpul Sampah Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Timur
No. Wilayah Kecamatan
Gerobak Sampah Container 10 (m3) (buah)
Container 6 (m3) (Buah)
Tong Sampah/ Beroda (Buah)
Gerobak Celeng (Buah)
Galva nis
(buah)
Tong Sampah
Fiber Glass (buah)
Suku Dinas (Buah)
Swa Daya
(Buah) 1 Matraman 184 101 0 0 33 122 0 26 2 Jatinegara 208 152 12 5 31 120 5 95 3 Pulogadung 367 193 11 5 38 65 0 27 4 Kramatjati 129 77 7 7 43 101 1 81 5 Pasarrebo 128 22 7 13 34 124 0 22 6 Cakung 75 74 13 7 31 62 0 18 7 Durensawit 248 59 11 11 39 85 0 25 8 Makasar 116 70 6 8 38 75 0 23 9 Ciracas 122 49 5 7 40 97 0 27 10 Cipayung 119 79 9 4 42 36 0 65 11 Suku Dinas 13 0 2 0 72 85 0 0
Jumlah 1.709 876 83 67 441 972 6 409
Sumber: Data dari Suku Dinas Wilayah Jakarta Timur, Triwulan I, 2011.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 53
Jakarta Selatan Wilayah Administrasi Jakarta Selatan terdiri dari 10 kecamatan dan 65 kelurahan. Data dari Suku Dinas mengenai jumlah sarana pengumpul
sampah ada pada Tabel 4.10 berikut.
Tabel 3.10. Data Sarana Pengumpul Sampah Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Selatan
No Wilayah Kecamatan
Gerobak Sampah Container 10 [M3] (Buah)
Container 6 [M3] (Buah)
Tong Sampah / Beroda (Buah)
Gerobak Celeng (Buah)
Tong Sampah Fibre Glass
Suku Dinas (Buah)
Swa Daya
(Buah) 1 Tebet 5 73 3 4 67 94 141 2 Setiabudi 5 123 3 2 0 2 4 3 Mampang Prapatan 5 275 2 2 310 0 75 4 Pasar Minggu 5 122 3 6 0 0 10 5 Kebayoran Lama 5 143 4 2 10 0 0 6 Kebayoran Baru 5 118 3 6 0 0 10 7 Cilandak 5 169 2 2 0 0 0 8 Pancoran 5 146 4 5 0 0 10 9 Pesanggrahan 5 102 3 4 0 0 10 10 Jagakarsa 5 143 3 3 0 0 14 11 Sudin Kebersihan 10 0 20 30 0 0 0
Jumlah 60 1414 50 66 387 96 274 Sumber: Data dari Suku Dinas Wilayah Jakarta Selatan, Triwulan I 2011.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 54
Jakarta Barat Wilayah Administrasi Jakarta Barat terdiri dari 8 kecamatan dan 56 kelurahan. Data dari tiap-tiap Suku Dinas mengenai jumlah sarana
pengumpul sampah yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 3.11. berikut.
Tabel 3.11. Data Sarana Pengumpul Sampah Per Kecamatan di Wilayah Jakarta Barat
Kecamatan Gerobak sampah Container Tong
Sampah
Gerobak
Celeng
Galvanis
Suku Dinas Swadaya 10 m3 6 m3
1. Taman Sari 8 0 3 3 35 22 0
2. Tambora 8 0 4 2 30 20 0
3. Grogol Petamburan 6 0 4 3 28 18 0
4. Palmerah 6 0 4 3 28 20 0
5. Cengkareng 6 0 4 5 35 20 0
6. Kalideres 5 0 4 5 33 22 0
7. Kebon Jeruk 6 0 3 4 28 18 0
8. Kembangan 5 0 4 4 33 21 0
Sudin 0 0 25 13 0 0 0
Jumlah 50 0 55 42 250 161 0
Sumber: Data dari Suku Dinas Wilayah Jakarta Barat, Triwulan I, 2011.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 55
Data dari Suku Dinas mengenai jumlah Tempat Penampungan Sampah (TPS) dan volume sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014
terdapat pada Tabel 3.12 berikut.
Tabel 3.12. Data Jumlah TPS dan Volume Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014
No Kota Administrasi
Jumlah TPS Volume (m3/hari)
TPS Resmi
TPS Liar Jumlah TPS
Resmi TPS Liar Jumlah
1 Jakarta Pusat 343
34
377
3,047.33
330.01
3,377.34
2 Jakarta Utara 268
42
310
4,501.48
481.06
4,982.54
3 Jakarta Barat 449
120
569
2,775.18
434.92
3,210.10
4 Jakarta Selatan 667
20
687
5,802.58
333.70
6,136.28
5 Jakarta Timur 549
62
611
7,714.40
462.86
8,177.26
Jumlah 2,276
278
23,840.97
2,042.55
25,883.52
Sumber : Studi Pola Penanganan Sampah dari Sumber Sampai ke TPS Tahun 2014
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 56
Adapun untuk jumlah TPS 3R pada tahun 2014, telah dilakukan
pembangunan dan peningkatan di lima wilayah Kota Administrasi yaitu
sebagai berikut :
1. Suku Dinas Kebersihan Kota Administrasi Jakarta Pusat
a. TPS 3R Suku Dinas Kebersihan, Jakarta Pusat
2. Suku Dinas Kebersihan Kota Administrasi Jakarta Utara
a. TPS 3R Suku Dinas Kebersihan, Jakarta Utara
3. Suku Dinas Kebersihan Kota Administrasi Jakarta Barat
a. TPS 3R Kelurahan Duri Kosambi
b. TPS 3R RW 05 Kelurahan Cengkareng Barat
c. TPS 3R RW 15 Kelurahan Cengkareng Barat
4. Suku Dinas Kebersihan Kota Administrasi Jakarta Selatan
a. TPS 3R Kecamatan Pasar Minggu
b. TPS 3R Jalan Lapangan Ros, KecamatanTebet
c. TPS 3R Jalan Manggarai, Kecamatan Tebet
d. TPS 3R Jalan Asam Baris, Kecamatan Tebet
e. TPS 3R Jalan Darma Jaya, Kecamatan Mampang Prapatan
f. TPS 3R Jalan Siaga Raya, Kecamatan Pasar Minggu
g. TPS 3R Jalan Permata Hijau, Kecamatan Kebayoran Lama
h. TPS 3R Jalan KKN, Kecamtan Pesanggrahan
i. TPS 3R Komplek Tanjung Barat Indah, Kecamatan Jagakarsa
5. Suku Dinas Kebersihan Kota Administrasi Jakarta Timur
a. TPS 3R pendidikan, Jalan Pendidikan Kelurahan Cijantung,
Kecamatan Pasar Rebo.
b. TPS 3R Halim, RW.14 Kelurahan Halim, Kecamatan Makasar.
c. TPS 3R Asrama Ciracas
Sedangkan untuk jumlah Bank Sampah di lima Wilayah Kota Administrasi
pada tahun 2015 yaitu sebagai berikut :
1. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Pusat : 91 unit
2. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara : 31 unit
3. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Barat : 57 unit
4. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan : 117 unit
5. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur : 80 unit
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 57
3. Pengangkutan Pengangkutan sampah adalah sub sistem yang bertujuan mengangkut
sampah dari lokasi tempat penampungan sampah sementara atau dari
sumber sampah menuju tempat pemrosesan berikutnya atau akhir. Sistem
pemuatan sampah dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a. Manual, Pemuatan sampah dari proses pengumpulan ke kontainer
angkutan dilakukan oleh petugas pengumpul. Petugas pengumpul
melakukan:
Ø Pemindahan sampah dari gerobak-gerobak hasil pengumpulan atau
dari bak sampah (TPS) ke kontainer.
Ø Pemindahan dari bak sampah atau container-armroll yang diparkir di
jalan protokol ke dalam kendaraan angkut maupun container-armroll.
Ø Peralatan yang digunakan untuk pengoperasian pemindahan manual
antara lain sekop, cangkul, dan sejenisnya.
b. Mekanis, Pemuatan kontainer ke atas arm roll truck dilakukan secara
mekanis (load haul). Tata laksana pemindahan dengan menggunakan
arm roll truck terdiri dari langkah-langkah berikut:
Ø Manuver parkir guna meletakkan kontainer kosong yang dibawanya;
Ø Menurunkan kontainer ke tanah;
Ø Manuver ke kontainer penuh;
Ø Mengangkat kontainer penuh; dan
Ø Keluar dari lokasi pemindahan untuk melaksanakan operasi
pengangkutan.
c. Campuran, Pengisian kontainer dilakukan secara manual oleh petugas
pengumpul, sedangkan pemuatan kontainer ke atas arm roll truck
dilakukan secara mekanis (load haul).
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 58
Berikut ini sarana angkutan kebersihan yang umum digunakan:
1) Road sweeper Penggunaan road sweeper adalah
untuk penyapuan jalan, lebih
ditujukan pada ruas-ruas jalan
protokol yang letaknya strategis,
misalnya lokasi yang berdekatan
dengan pusat perkantoran
pemerintahan.
2) Truk Typer Truk typer ini terdiri dari truk besar
dan kecil dengan sistem
operasionalnya sebagai berikut :
Hasil guna dari pengangkutan
sampah dengan menggunakan truk
typer ini cukup besar. Hal ini
dikarenakan volume sampah yang
terangkut cukup besar pada saat
menurunkan/membuang sampah
lebih mudah.
Biaya pemeliharaan truk cukup tinggi karena menggunakan peralatan
mekanis.
Personil yang dibutuhkan untuk pengoperasian truk typer adalah 2 (dua)
orang yaitu 1 pengemudi dan 1 kru.
Peralatan operasional pendukung adalah sekop, cangkrang, keranjang loa,
pengki, sapu lidi dan jala plastik atau terpal.
Kebutuhan BBM adalah sebagai berikut :
a. Truk typer besar 35,00 liter/Rit/kendaraan.
b. Truk typer kecil 30,00 liter/Rit/kendaraan.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 59
Volume angkut setiap kendaraan sebagai berikut :
a. Truk typer besar 22,00 M3/hari.
b. Truk typer kecil 14,00 M3/hari.
3) Truk sampah arm roll (hydraulis)
Truk sampah arm roll ini dilakukan
untuk mengumpulkan sampah yang
menggunakan kontainer besi.
Kontainer besi ini di tempatkan di
pinggir jalan raya ataupun di TPS
yang melayani sampah di wilayah
pemukiman padat yang sulit dilalui
oleh truk arm roll dan pengangkutannya menggunakan bak arm roll
(hydraulis). 4) Truk sampah dengan pemadatan
(compactor)
Truk sampah dengan model
compactor digunakan untuk
pengangkutan sampah dan
memadatkan sampah sehingga lebih
efisien. Truk compactor ini digunakan
untuk pelayanan pengangkutan sistem
door-to-door. 5) Truk Kapsul
Truk Kapsul memiliki sistem
operasional sebagai berikut :
Ø Penggunaan truk ini memiliki
kapasitas/volume muatan sampah
yang sangat besar dibandingkan
truk lainnya. Volume sampah pada
truk ini dapat diperkecil (press) dan
sudah mempunyai sistem sanitasi
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 60
yaitu bak tertutup dan bak penampung air lindi (leachet). Ø Pemeliharaan dan biaya truk ini cukup tinggi karena menggunakan
peralatan Semi Mekanis.
Ø Kapasitas angkut cukup besar yaitu sebesar 90 m3 sampai 100 m3.
Ø Tidak memerlukan peralatan operasional pendukung seperti
sekop, cangkrang, keranjang bambu, pengki dan sapu lidi.
Ø Memerlukan tenaga 2 orang sebagai supir truk dan kru.
Ø Kebutuhan BBM adalah sebagai berikut :
Truk kapsul 100 M3 membutuhkan bbm sebanyak 100
liter/Rit/kendaraan.
Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pengangkutan sampah maka
khusus untuk truk typer dan bak galvanis pada daerah yang volume
sampahnya besar seperti TPS, Dipo atau daerah yang rawan sampah, maka
kegiatan operasional ditunjang oleh alat Whell Loader sehingga dapat
mempercepat proses pengisian sampah dan dapat meningkatkan ritasi.
Tahapan pengangkutan sampah dilakukan dengan 3 skema yaitu (1)
pengangkutan dari TPS ke SPA dan/atau ITF kemudian ke TPST, (2)
pengangkutan dari TPS ke TPST dan (3) pengangkutan sampah pasar ke
TPST. Penjelasan ketiga tahap pengangkutan adalah sebagai berikut:
1) Pengangkutan sampah dari TPS ke SPA dan/atau ITF kemudian ke TPST
dilakukan oleh truk yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Suku Dinas
Kebersihan 5 (lima) Wilayah Administrasi,
2) Pengangkutan sampah dari TPS ke TPST dilakukan oleh truk sewa dari
Pihak Swasta Angkutan.
3) Pengangkutan sampah pasar ke TPST dilakukan oleh truk sewa swasta.
Sesuai Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2043
Tahun 2004 tentang Pengalihan Pengangkutan Sampah Pasar dari
Perusahaan Daerah Pasar Jaya Provinsi DKI Jakarta kepada Dinas
Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, menyebutkan bahwa mulai tanggal 1
Januari 2005 pengangkutan sampah pasar menjadi tanggung jawab
Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 61
Pengangkutan sampah dari kali/sungai/badan air dilakukan oleh UPK Badan
Air dan diangkut ke TPST Bantar Gebang.
Kegiatan pengangkutan sampah di DKI Jakarta selama ini mengacu pada
syarat-syarat dan jadwal pengangkutan yang telah ditetapkan oleh Dinas
Kebersihan, sebagai berikut:
1. Pengangkutan seluruh sampah dari TPS yang terletak pada jalur jalan
protokol atau yang sejenis sudah harus diselesaikan setiap hari paling
lambat pada pukul 06.30.
2. Pengangkutan seluruh sampah dari TPS yang terletak pada jalur non
protokol atau jalan lingkungan atau yang sejenis harus diselesaikan
setiap hari.
3. Angkutan rit 1 dilaksanakan : jam 06.00 s/d 08.00 Tuntas.
4. Angkutan rit 2 dilaksanakan : jam 14.00 s/d 16.00 Tuntas.
5. Sampah tidak boleh tercecer disekitar pewadahan dan harus masuk ke
pewadahan.
6. Setelah jam 16.00 TPS dalam kondisi bersih, tidak terdapat tumpukan
dan ceceran sampah.
7. Untuk kendaraan rit 3 waktunya disesuaikan dengan kondisi setempat.
8. Angkutan sampah pada malam hari dilaksanakan apabila ada timbunan
sampah yang baru, yang mengganggu kondisi lingkungan setempat dan
harus diangkut dalam waktu 24 jam.
9. Setiap TPS yang telah terangkut sampahnya harus dalam keadaan
bersih dan menempatkan petugas untuk membersihkan sisa-sisa
sampah yang tertinggal.
10. Pelaksanaan hasil pengumpulan sampah diangkut seluruhnya ke TPST
Bantar Gebang yang telah ditetapkan oleh Dinas Kebersihan Provinsi
DKI Jakarta.
Pengaturan dan pengawasan kegiatan angkutan sampah di masing-masing
wilayah dilaksanakan oleh Kepala Seksi Kebersihan Kecamatan, sedangkan
pengendalian kebersihan di 5 wilayah dilakukan oleh Bidang Penanganan
dan Pengendalian Kebersihan Dinas dan Seksi Pengendalian Kebersihan yang
ada di Suku Dinas Kebersihan di 5 Wilayah Administrasi.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 62
Berdasarkan data armada yang diperoleh dari Bidang prasarana dan sarana
Dinas Kebersihan, Suku Dinas Kebersihan 5 Wilayah Kota Administrasi serta
pihak ketiga Angkutan Sampah diketahui bahwa jumlah truk angkutan
sampah adalah seperti pada Tabel 3.13. berikut:
Tabel 3.13. Jumlah Truk Angkut Sampah DKI Jakarta
Tahun 2010 Institusi Wilayah Jumlah Armada (unit)
Suku Dinas 5 Wilayah 775
Swastanisasi 5 Wilayah 135
Sewa Typer 5 Wilayah 50
Sewa Compactor 5 Wilayah 50
Angkutan Pasar 5 Wilayah 45
Total 5 Wilayah 1.055
Sumber: Data Bidang Prasarana dan Sarana Kebersihan 2010
4. Kendaraan Alat Berat
Data jumlah kendaraan alat berat sampah di Provinsi DKI Jakarta,
berdasarkan Bidang Prasarana dan Sarana Kebersihan, Dinas Kebersihan
Provinsi DKI Jakarta, 2014 yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.14 Data Kendaraan Alat Berat Tahun 2014
No Unit Kerja Wheel Loader Buldozer Excavator Shovel
Dozer Shovel Loader Total
1 Dinas Kebersihan 2
1
1
3
-
7
2 Unit TPST Kota -
-
-
-
1
1
3 Unit TPST Regional
-
-
-
-
-
-
4 Unit Pengelolaan Kebersihan Pesisir dan Pantai
-
-
-
-
-
-
5 UPK Badan Air, Taman dan Jalur Hijau
-
- 47
- -
47
6
Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Pusat
-
-
-
-
4
4
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 63
No Unit Kerja Wheel Loader Buldozer Excavator Shovel
Dozer Shovel Loader Total
7
Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Utara
7
-
-
-
5
12
8
Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Barat
3
-
-
-
-
3
9
Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Selatan
-
-
-
-
-
-
10
Suku Dinas Kebersihan Kota Adm. Jakarta Timur
6
-
-
2
-
8
Jumlah 18
1 48
5 10
82
Sumber : Bidang Prasarana dan Sarana Kebersihan, Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, 2014
5. Pengolahan
Pengolahan sampah di Provinsi DKI Jakarta yaitu terdiri dari Stasiun
Peralihan Antara (SPA) Sunter dan PDUK Cakung Cilincing. Stasiun Peralihan
Antara (SPA) Sunter, berlokasi di Jl. Sunter Baru Kelurahan Sunter Agung
Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, merupakan bangunan fasillitas
umum milik Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta. Perencanaan
pembangunan SPA Sunter dilakukan sejak tahun 1987 berdasarkan hasil
studi JICA (Jakarta Solid Waste Management System Improvement Project). SPA Sunter dibangun menggunakan pendanaan dari OECF pada Tahun 1990.
Tempat pengolahan sampah lainnya adalah Pusat Daur Ulang dan
Komposting (PDUK) Cakung Cilincing milik perusahaan swasta PT. Wira
Gulfindo Sarana (PT.WGS) dengan kapasitas olah sampah ± 700 m3/hari.
Pada tanggal 1 Agustus 2011, PDUK Cakung Cilincing ini akan direncanakan
berubah fungsi menjadi Intermediate Treatment Facility (ITF).
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 64
Pengolahan Sampah di wilayah DKI Jakarta, semula dilakukan di dua lokasi
di Provinsi DKI Jakarta, yaitu SPA Sunter dengan metode press serta PDUK
Cakung Cilincing (Cacing) dengan metode press, balling, dan komposting.
Saat ini hanya SPA Sunter yang masih beroperasi sedangkan PDUK Cakung
Cilincing sudah tidak operasional.
6. Pemrosesan akhir
Tempat Pengolahan Sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang adalah proses
terakhir dalam sistem pengelolaan sampah dimana sampah yang berasal dari
dari Tempat Penampungan Sementara Sampah (TPS) diangkut dan diolah di
Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
Lokasi TPST Bantargebang berada di Kota Bekasi, wilayahnya cukup
strategis berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.
Secara geografis, Kota Bekasi berada pada posisi 106° 55' Bujur Timur dan
6° 7' - 6° 15' Lintang Selatan, dengan ketinggian 19 m di atas permukaan
laut dan luas wilayah 21.049 ha.
Kota Bekasi terbagi menjadi 10 wilayah kecamatan yang masing-masing
terdiri beberapa kelurahan. Masing-masing wilayah Kecamatan tersebut
adalah Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Barat, Medan
Satria, Rawa Lumbu, Bantargebang, Jati Asih, Jati Sempurna dan Pondok
Gede.
Kecamatan Bantargebang meliputi delapan kelurahan yaitu : Kelurahan
Bantargebang, Kelurahan Cikiwul, Kelurahan Padurenan, Kelurahan
Cimuning, Kelurahan Sumur Batu, Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan
Mustika Jaya dan Kelurahan Mustika Sari.
Batas Kecamatan Bantargebang dengan daerah sekitarnya adalah sebagai
berikut:
• Sebelah Utara : Bekasi Timur dan Bekasi Barat
• Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor
• Sebelah Barat : DKI Jakarta
• Sebelah Timur : Setu Kabupaten Bekasi
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 65
Lokasi TPST dibatasi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Ciketing Udik,
Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang,
Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Luas lahan TPST Bantargebang
seluruhnya adalah 120,8 ha yang terdiri dari lima wilayah atau zone. Luas
efektif TPST yaitu luas yang digunakan untuk menimbun sampah adalah 80
% dari seluruh luas lahan, 20 % digunakan untuk prasarana TPA seperti
pintu masuk, jalan, kantor dan instansi pengolahan lindi.
3.5. PERMASALAHAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH 3.5.1. Sub Sistem Pengaturan
a. Kurangnya sosialisasi mengenai Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta no.3
tahun 2013 secara profesional.
b. Pada saat penyusunan peraturan belum melibatkan semua stakeholders
secara aktif.
c. Para aparat penegak hukum belum optimal menjalankan perannya sebagai
penegak hukum sesuai dengan etika profesi dari aparat penegak hukum itu
sendiri serta belum sistematisnya sistem hukum itu sendiri.
d. Kurangnya sosialisasi dan penyuluhan mengenai peraturan-peraturan terkait
pengelolaan sampah.
e. Belum adanya aturan yang jelas mengenai kelembagaan persampahan
termasuk pembiayaan maupun pola kemitraan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Extended Procedur Responsibility (EPR).
f. Belum adanya Perda di tingkat Provinsi mengenai pengelolaan sampah yang
mengatur secara regional maupun studi kelayakan dalam penetapan lokasi
untuk penampungan/pengolahan sampah.
g. Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap tatanan hukum yang
berlaku dan masih banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat
mulai hal yang kecil seperti membuang sampah di sembarang tempat.
3.5.2. Sub Sistem Kelembagaan
a. Masih lemahnya koordinasi antara Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta
dengan Pemerintah Pusat terkait masalah pengelolaan sampah.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 66
b. Belum jelasnya pembagian peran dan fungsi antara regulator dan operator di
lingkungan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta.
3.5.3. Sub Sistem Pendanaan a. Alokasi anggaran pengelolaan sampah belum menjadi prioritas dalam
anggaran baik APBN maupun APBD.
b. Belum optimalnya pengelolaan retribusi/iuran pengelolaan sampah.
c. Retribusi sampah belum didasarkan pada perhitungan dan pendataan
klasifikasi wajib retribusi yang memadai.
d. Kurangnya pengetahuan di tingkat aparatur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
mengenai standar perhitungan biaya operasional dan pemeliharan dalam
pengelolaan sampah.
e. Kurangnya minat investor/swasta (Kerjasama Pemerintah Swasta) untuk
bekerja sama dalam bidang pengelolaan sampah.
f. Masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi
pengelolaan sampah.
3.5.4. Sub Sistem Peran Serta Masyarakat/Swasta/Perguruan Tinggi a. Belum tersedianya sistem yang merekayasa partisipasi masyarakat/
swasta/perguruan tinggi dalam pengelolaan sampah.
b. Potensi masyarakat/swasta/perguruan tinggi belum dikembangkan secara
sistematis.
c. Penerapan ilmu sosial, komunikasi, psikologi tentang pengelolaan sampah
belum optimal.
d. Belum terakomodirnya keterlibatan masyarakat/swasta/perguruan tinggi
secara optimal dalam peraturan, pedoman, SOP, yang terkait dalam
pengelolaan sampah.
e. Kurang mengikutsertakan masyarakat/swasta/perguruan tinggi dalam proses
pengelolaan sampah.
Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta (Sinkronisasi, 2015) II1- 67
3.5.5. Sub Sistem Teknis–Teknologis
3.5.5.1. Pemilahan/pewadahan
a. Sistem pewadahan masih tercampur dan jumlah wadah sampah terbatas.
b. Belum optimalnya proses pemilahan sampah menjadi 3 jenis sampah di
sumber sampah.
3.5.5.2. Pengumpulan a. Salah satu permasalahan dalam sub sistem pengumpulan sampah yaitu
sulitnya penyediaan lahan untuk lokasi TPS dan TPST 3R.
b. Belum konsistennya waktu/jadwal pengumpulan sampah.
3.5.5.3. Pengangkutan a. Pengangkutan sampah belum dilakukan secara terpilah
b. Kendaraan pengangkut sampah belum ramah lingkungan
c. Jadwal pengangkutan sampah belum dilakukan secara konsisten.
3.5.5.4. Pengolahan Dalam pengolahan sampah, rencana pembangunan ITF masih terkendala dengan
proses lelang, pengadaan lahan dan regulasi dalam pengadaan investasi
pengelolaan sampah di DKI Jakarta.
3.5.5.5. Pemrosesan akhir Permasalahan sub sistem pemrosesan akhir sampah di Provinsi DKI Jakarta yaitu
kapasitas TPST Bantar Gebang yang semakin terbatas.