BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti...

22
KONSEP DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL Abstrak: Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup dan kehidupan yang melingkupinya. Dalam konteks pendidikan keaksaraan, berarti bagaimana memberaksarakan penduduk dari kebutaaksaraan agar dapat membaca dunia kehidupannya. Pendidikan keaksaraan merupakan kebutuhan dasar yang memiliki daya ungkit bagi pembangunan masyarakat dan berkaitan dengan kemampuan dasar yang sangat bermanfaat untuk berbagai macam aktivitas kehidupan sehari-hari. Bahkan, ide mengenai keaksaraan fungsional pada awalnya bertujuan untuk menjadikan warga belajar buta aksara mampu berfungsi sesuai dengan budayanya sendiri, tetapi sejak konferensi UNESCO di Teheran- Iran tahun 1965, terjadi peralihan pemikiran dan keaksaraan fungsional menjadi lebih dikaitkan dengan ekonomi, yang berarti bahwa tujuan akhir dari keaksaraan adalah untuk membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan ekonomi. Satu hal yang pasti bahwa, kebutuhan akan pendidikan keaksaraan semakin meningkat seiring dengan perubahan dan perkembangan dunia. Kunci: konsep, strategi, keaksaraan fungsional 1

Transcript of BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti...

Page 1: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

KONSEP DAN STRATEGI PENDIDIKANKEAKSARAAN FUNGSIONAL

Abstrak: Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup dan kehidupan yang melingkupinya. Dalam konteks pendidikan keaksaraan, berarti bagaimana memberaksarakan penduduk dari kebutaaksaraan agar dapat membaca dunia kehidupannya. Pendidikan keaksaraan merupakan kebutuhan dasar yang memiliki daya ungkit bagi pembangunan masyarakat dan berkaitan dengan kemampuan dasar yang sangat bermanfaat untuk berbagai macam aktivitas kehidupan sehari-hari. Bahkan, ide mengenai keaksaraan fungsional pada awalnya bertujuan untuk menjadikan warga belajar buta aksara mampu berfungsi sesuai dengan budayanya sendiri, tetapi sejak konferensi UNESCO di Teheran-Iran tahun 1965, terjadi peralihan pemikiran dan keaksaraan fungsional menjadi lebih dikaitkan dengan ekonomi, yang berarti bahwa tujuan akhir dari keaksaraan adalah untuk membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan ekonomi. Satu hal yang pasti bahwa, kebutuhan akan pendidikan keaksaraan semakin meningkat seiring dengan perubahan dan perkembangan dunia.

Kunci: konsep, strategi, keaksaraan fungsional

Pendahuluan

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional, jalur pendidikan di Indonesi terdiri dari; informal, formal dan non-formal. Di dalam membangun masyarakat ketiga jalur pendidikan ini tidak dapat dipisahkan karena saling memiliki keterkaitan satu sama lain, namun dari masing-masing pendidikan memiliki karakteristik sasaran peserta yang berbeda. Sebagai contoh dalam pendidikan non-formal yang memiliki beraneka ragam jenis pendidikan, yang diantaranya adalah pendidikan keaksaraan fungsional (KF). Jenis pendidikan ini ditujukan bagi masyarakat yang sama sekali belum pernah tersentuh oleh jalur

1

Page 2: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

pendidikan formal, atau masyarakat yang sudah pernah menerima pendidikan di jalur formal tetapi telah menjadi buta aksara kembali.

Pada awalnya, ide mengenai keaksaraan fungsional bertujuan untuk menjadikan warga belajar buta aksara mampu berfungsi sesuai dengan budayanya sendiri, tetapi sejak konferensi UNESCO di Teheran-Iran tahun 1965, terjadi peralihan pemikiran dan keaksaraan fungsional menjadi lebih dikaitkan dengan ekonomi (Bhola; 1994:32) yang berarti bahwa tujuan akhir dari keaksaraan adalah untuk membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan ekonomi.

Untuk memberikan pemahaman yang jelas bagi peserta pelatihan untuk pelatih (training of trainers/TOT) keaksaraan fungsional, dalam topik mata latih ini akan dikemukakan konsep keakasaraan, keaksaraan fungsional, dan strategi pengembangan program keaksaraan fungsional, sebagai berikut:

Konsep Pendidikan Keaksaraan

Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup dan kehidupan yang melingkupinya. Dalam konteks pendidikan keaksaraan, berarti bagaimana memberaksarakan penduduk dari kebutaaksaraan agar dapat membaca dunia kehidupannya. Untuk mencapai tujuan itu, kita tidak bisa memulai sebuah program pendidikan keaksaraan tanpa mengetahi filosofi yang berhubungan dengan program tersebut, yakni: Apa filosofi dan tujuan dari keaksaraan?

Dahulu orang yang kita yakini sebagai orang buta aksara, ternyata dapat melakukan hal-hal seperti di atas, baik melalui musik, drama, lagu, adat istiadat, pola pakaian, hikayat, sejarah dan sebagainya. Hal- hal tersebut ternyata pula telah dilakukan dengan pola terstruktur yang membantu mereka mengingat dan berkomunikasi dengan sesamanya, bahkan dengan perbedaan ruang dan waktu sekalipun. Orang yang buta aksara bisa jadi mempunyai pengetahuan yang luas, contoh orang di pedalaman ternyata sudah mempunyai pengetahuan yang kompleks mengenai cara bertanam, memelihara berbagai hewan ternak, membangun rumah dan membuat berbagai macam kerajinan. Mereka menguasai pendidikan dasar yang diperlukan untuk bertahap hidup, bahkan dalam kondisi yang sangat sulit sekalipun.

2

Page 3: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

Pengetahuan keaksaraan ala pendidikan formal tidak terlalu diperlukan oleh mereka yang tinggal di wilayah pedesaan seperti gambaran di atas. Banyak orang bisa bertahan hidup tanpa pendidikan keaksaraan, dan mereka mampu membuat strategi yang efektif untuk menyikapi hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan membaca dan menulis. Saat mereka harus melakukan ha-hal yang berkaitan dengan baca tulis misalnya, mereka meminta bantuan orang lain atau menggunakan jasa para ahli (orang yang sudah melek aksara). Tetapi yang pasti bahwa, kehidupan akan terus berubah dan prospek perubahan ke depan jauh seperti yang dibayangkan. Oleh karena itu, sangat kecil kemungkinannya di suatu tempat tidak memerlukan pentingnya pendidikan keaksaraan untuk sebuah perubahan. Ke depan kebutuhan baca tulis menjadi penting bahkan untuk mereka yang buta aksara sekalipun.

Beberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk:- Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain;- Mempelajari kemampuan/keterampilan baru yang belum dimiliki;- Mendapatkan posisi tertentu sesuai dengan tanggungjawabnya sebagai anggota

masyarakat;- Mempertahankan statusnya semula;- Memulai usaha/bisnis baru;- Menulis dan membaca surat-surat yang sifatnya resmi;- Membantu pekerjaan rumah anak (PR);- Mendapatkan informasi berkaitan hal tertentu, seperti tentang pertanian dan

kesehatan;- Membaca aturan pakai berbagai produk barang dan jasa;- Membaca media cetak;- Mengetahui label di pestisida dan pupuk;- Mencatat perkembangan vaksinasi anak;- Menghindari penyontekan/penjiplakan;- Mendapatkan pekerjaan;- Membaca buku keagamaan;- Memperoleh hiburan.

Masih banyak lagi alasan yang diperlukan untuk belajar keaksaraan. Dalam kenyataan faktor terpenting yang memotivasi mereka belajar keaksaraan sering tidak tampak dalam program pendidikan keaksaraan itu sendiri.

Jika dilihat dari filosofinya, penyelenggaraan pendidikan keaksaraan merupakan salah satu dari sekian banyak cara untuk membantu manusia

3

Page 4: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

mengingat, mencatat, dan berkomunikasi lintas ruang dan waktu. Dengan demikian, pendidikan keaksaraan bukan satu-satunya cara bahkan bukan cara yang terbaik untuk menuntaskan kebutaaksaraan, dan hal-hal yang melingkupinya seperti kemiskinan, keterbelakangan, dan ketidakberdayaan penduduk. Satu hal yang pasti bahwa, kebutuhan akan pendidikan keaksaraan semakin meningkat seiring dengan perubahan dan perkembangan dunia.

Street (1995) mengembangkan model “keaksaraan otonom” (outonomous view of literacy). Bentuk keaksaraan seperti ini bisanya mengabaikan keanekaragaman konteks budaya, dan tidak selalu sesuai dengan budaya lokal dalam suatu masyarakat. Permasalahan yang muncul dari model keaksaraan otonom adalah bahwa model tersebut mempunyai anggapan yang sempit dan datang dari alam pikiran dunia barat. Atas dasar itu, Street lebih lanjut menyarankan, model “keaksaraan ideologis” yang memandang bahwa model keaksaraan itu tidak hanya satu, tetapi ada banyak model keaksaraan tergantung dari konteks budaya masyarakatnya. Filosofi keaksaraan ideologis ini secara gamblang menaruh perhatian pada bentuk-bentuk keaksaraan dan budaya lokal. Pada intinya filosofi model “keaksaraan ideologis” adalah bahwa pendidikan keaksaraan perlu dipikirkan masak-masak untuk memastikan bahwa program pemberantasan buta aksara harus relevan dan sesuai dengan pandangan hidup dan budaya masyarakatnya.

Berbeda dengan pendapat di atas, yaitu pendapat yang melihat bahwa keaksaraan sebagai sesuatu yang vakum (vacum literacy), dimana “aksara hanya untuk aksara” itu sendiri, dan memandang keaksaraan tidak dicampuradukkan dengan budaya, ekonomi, maupun sejarah. Melalui pandangan keaksaraan sebagai sesuatu yang vakum, maka kegagalan dalam peningkatan keaksaraan penduduk suatu bangsa atau masyarakat, hanya disebabkan oleh faktor teknis yang berkaitan dengan keaksaraan itu sendiri. Para penganutnya melihat demikian penting kedudukan seorang tutor, yang harus berkembang menjadi seorang mentor. Menurut penganut ideologi ini, peran mentor meliputi pembimbing, fasilitasi, pengendali, model, pembantu, penghubung, pencipta peluang belajar, perangsang dan pemberi inspirasi, penyiram dan pengembang ide/gagasan.

Coombs (1973) mengatakan bahwa pendidikan keaksaraan merupakan kebutuhan dasar yang memiliki daya ungkit bagi pembangunan masyarakat pedesaan di negara-negara berkembang. Hunter (1985), mengatakan bahwa kemampuan keaksaraan memiliki keterkaitan dengan kemampuan dasar yang sangat bermanfaat untuk berbagai macam aktivitas kehidupan sehari-hari. Pendidikan keaksaraan adalah satu cara untuk mengingat, mencatat,

4

Page 5: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

mengungkapkan kenyataan serta berkomunikasi lintas ruang dan waktu (Archer & Cottingham, 1996:9).

Menurut John Hunter (1997:124) ada tiga kategori dasar tentang definisi keaksaraan, di mana setiap kategori didasari oleh asumsi yang sangat berbeda dari peran keaksaraan dalam kehidupan masyarakat, yaitu :

1. Literacy as a set on basic skills, abilities or competencies (keaksaraan merupakan seperangkat keterampilan dan kemampuan atau kompetensi dasar).

2. Literacy as the necessity foundation for higher quality of life (keaksaraan sebagai dasar yang penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik).

3. Literacy as a reflection of political and structural realities (keaksaraan merupakan refleksi dari kebijakan dan kenyataan struktural).

Ketunaaksaraan di IndonesiaSalah satu program PNF yang terkait erat dengan upaya mengatasi dampak

krisisi multidimensi adalah pendidikan keaksaraan. Pendidikan keaksaraan secara umum dirancang untuk memberantas ketunaksaraan penduduk dari buta aksara, angka dan bahasa Indonesia serta buta pendidikan atau pengetahuan dasar.

Secara nasional pada tahun 2004, Indonesia masih memiliki penduduk buta aksara yang cukup besar. Angka buta aksara penduduk usia 15 keatas yaitu 14,8 juta orang atau 9,6% dari jumlah penduduk. Proporsi ini beragam berdasarkan lokasi dan tempat tinggal serta jender. Untuk perempuan, proporsi penduduk yang buta aksara jumlahnya sangat besar. Angka buta aksara perempuan usia 10 tahun ke atas secara keseluruhan adalah 15,54 % pada tahun 2000. Angka ini jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan pria yang hanya 7,54%. Kesenjangan angka buta aksara antara pria dan perempuan ini jadi lebih mencolok apabila analisis dilakukan dengan memasukkan variabel tempat tinggal. Proporsi perempuan usia 10 tahun ke atas di desa yang buta aksara adalah sebesar 20,71%. Kelompok umur 25 tahun ke atas, proporsi penduduk buta aksara, baik dari sudut pandang lokasi tempat tinggal maupun jender sangat besar. Lebih besarnya proporsi ini apabila dibandingkan dengan proporsi untuk penduduk umur 10 tahun ke atas dan 15-24 tahun mengindi-kasikan bahwa masalah buta aksara memang berada pada kelompok umur ini.

Tabel 1 Persentase Melek Huruf 2002-2004

Total Usia 15-24 Usia 15-55

2 2 2 2 2 2 2 2 2

5

Page 6: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

002 004 003 002 004 003 002 004 003

8

3,87

8

4,68

8

9,79

9

6.67

9

8,55

9

6,96

9

6,47

9

3,55

8

9.45

Sumber: BPS, 2003

Sedangkan, untuk proporsi tuna aksara berdasarkan jender dan lokasi tempat tinggal, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2 Proporsi Tuna Aksara Berdasarkan Jenis Kelamin

Kota Desa Kota dan Desa Pria Perempuan

3.769.44

10.3220.17

7.5215.54

Pria dan Perempuan 6.63 15.53 11.55Beda Perempuan Pria 5.68 9.85 8.02

Sumber : BPS, 2003

Perbedaan kota-desa dan pria-perempuan (8.9%) yang sangat kecil, mengindikasikan bahwa tingginya angka perempuan buta aksara tersebut tidak karena satu faktor penyebab, diantaranya karena mereka perempuan dan tinggal di desa, serta pengaruh adat-istiadat yang kuat yang membatasi ruang gerak mereka, maka kemungkinan (probabilitas) menjadi buta aksara menjadi besar. Perbedaan proporsi buta aksara di kota dan di desa ternyata lebih kecil dibanding dengan perempuan (6.56% dibanding 10.83%). Artinya, pengaruh perbedaan lokasi terhadap status buta aksara lebih kuat pada perempuan dibanding dengan pria.

Mengingat adanya layanan pendidikan di sekolah (SD sampai dengan SLTP) dan adanya Wajar Dikdas 9 Tahun (untuk SD dan SLTP dengan sasaran penduduk kelompok umur 7 sampai 15 tahun), kiranya perlu dilakukan kajian lebih mendalam menurut kelompok umur dengan memperhatikan layanan-layanan pendidikan di sekolah tersebut. Data penduduk buta aksara untuk kelompok umur 15-24 tahun dan 25 tahun ke atas (Tabel 1.8.) mengindikasikan konsistensi tingginya angka buta aksara bagi perempuan.

Pada kelompok umur 15-24 tahun, proporsi penduduk buta aksara, baik dari sudut pandang lokasi tempat tinggal maupun jender memang kecil. Kecilnya proporsi ini mengindikasikan adanya kekurangan layanan pendidikan (di sekolah) yang tengah dilaksanakan bagi mereka. Dari sudut pandang lokasi tempat tinggal, proporsi penduduk buta aksara di desa (baik pria maupun perempuan) lebih besar dibanding di kota. Dari sudut pandang jender, proporsi perempuan yang buta aksara (baik di desa maupun di kota) lebih tinggi dibanding dengan pria. Selanjutnya, kalau kedua sudut pandang tersebut digunakan sekaligus, maka ditemukan bahwa proporsi terbesar buta aksara adalah perempuan di desa.

6

Page 7: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

Apabila ditinjau dari sudut pandang lokasi tempat tinggal dan jender (Tabel 1.8.) ditemukan beberapa hal yang memerlukan diskusi lebih lanjut dan bahan bagi perenungan terhadap program yang dilakukan. Dari sudut pandang lokasi tempat tinggal, proporsi penduduk buta aksara di desa baik pria maupun perempuan jauh lebih tinggi dibanding di kota. Proporsi buta aksara pria di desa adalah 3,05 % dibanding pria di kota. Proporsi perempuan buta aksara di desa adalah 2,07 % dibanding dengan perempuan di kota. Dari sudut pandang jender, proporsi perempuan yang buta aksara di desa maupun di kota juga jauh lebih tinggi dibanding dengan pria. Selanjutnya, kalau sudut pandang tersebut digunakan sekaligus, maka ditemukan bahwa proporsi terbesar buta aksara adalah waita di desa. Lebih dari 27 % perempuan di desa umur 25 tahun ke atas adalah buta aksara.

Tabel 3 Penduduk buta aksara

Kota Desa Kota dan Desa

> 10/th 15-24 th

> 25 th

> 10 th

> 10 th

15-24 th > 25 th

Pria Perem

puan

3,769,44

0,50,9

4,313,1

10,3220,17

2,12,9

13,127,1

9,421,2

Pria dan Perempuan

6.63 0,7 8,8 15,53 2,5 20,2 15,4

Sumber : BPS, 2003

Perbedaan kota-desa dan pria-perempuan (11,4 % dan 11,8 %) yang sangat kecil, mengindikasikan bahwa tingginya angka buta aksara perempuan desa umur 25 tahun ke atas tersebut juga tidak karena satu faktor penyebab. Karena para perempuan, dan karena tinggal di desa maka probabilitas buta aksara menjadi besar, ternyata faktor jender memang berpengaruh kuat. Perbedaan proporsi buta aksara pria di kota dan di desa ternyata lebih kecil dibanding perempuan (8,8 % berbanding 14 %). Artinya, pengaruh perbedaan lokasi terhadap status buta aksara lebih kuat pada perempuan dibanding dengan pria.

Konsep Keaksaraan Fungsional

Tidak sedikit para praktisi, pakar dan promotor keaksaraan memusatkan perhatian mereka pada berbagai macam alasan untuk melaksanakan program pendidikan keaksaraan. UNESCO, suatu badan dunia yang menaruh perhatian terhadap masalah pendidikan keaksaraan, memberikan penekanan pada “keaksaraan fungsional”. Pada awalnya ide mengenai keaksaraan fungsional bertujuan untuk menjadikan warga belajar buta aksara mampu berfungsi sesuai dengan budayanya sendiri, tetapi sejak konferensi UNESCO di Teheran-Iran tahun 1965, terjadi peralihan pemikiran dan keaksaraan fungsional menjadi lebih dikaitkan dengan

7

Page 8: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

ekonomi (Bhola; 1994:32) yang berarti bahwa tujuan akhir dari keaksaraan fungsional adalah untuk membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan ekonomi.

Filosofi keaksaraan fungsional sebagaimana dikemukakan oleh Beynham (1995:1) yang menyatakan bahwa pada dasarnya keaksaraan termasuk ideologi. Dengan berupa ideologi tentu saja keaksaraan tidak bersifat netral, semuanya tergantung pada keputusan sebagai sesuatu yang tidak netral, maka program pendidikan keaksaraan harus memper-timbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi keaksaraan tersebut.

UNESCO mendefinisikan kemampuan keaksaraan atau melek aksara sebagai kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis kalimat sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, dan seseorang dikatakan mempunyai kemampuan keaksaraan fungsional jika seseorang tersebut dapat terlibat dalam aktivitas dimana kemampuan keaksaraan merupakan prasyarat sebagai effective function kelompok dan sebagai dasar bagi dirinya untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis dan berhitungnya sendiri.

Pada pelaksanaannya keaksaraan fungsional merupakan penyempurnaan pendekatan bagi program pemberantasan buta aksara yang menitikberatkan pada proses dari, oleh dan untuk warga belajar dengan strategi pembelajarannya melalui diskusi, membaca, menulis, berhitung dan aksi.

Keaksaraan fungsional juga merupakan suatu pendekatan atau cara untuk mengembangkan kemampuan warga belajar dalam menguasai dan menggunakan keterampilan menulis, membaca, berhitung, berfikir, mengamati, mendengar dan berbicara yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar warga belajar. Oleh karena itu, keaksaraan fungsional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan membaca, menulis dan berhitung dengan harapan warga belajar dapat menggunakannya atau berfungsi untuk pemecahan masalah dalam kehidupannya sehari-hari dan kahidupan masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keaksaraan fungsional berpusat pada bagaimana cara masyarakat menggunakan keterampilan keaksarannya dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat tidak hanya membaca informasi tetapi menerapkannya dan mengambil keuntungan untuk meningkatkan kualitas kahidupan, secara material maupun secara fisik.

8

Page 9: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

Bahan-bahan ajar yang didapatkan dari lingkungan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat dipelajari serta dianalisa, selanjutnya menulis rencana dan proposal untuk memperbaiki situasi setempat.

Tujuan kelompok belajar keaksaraan fungsional adalah membantu warga belajar mncari dan menggunakan bahan “calistung” (Baca. Tulis, dan Hitung) sendiri. Karena itu, tutor tidak hanya membantu warga belajar membaca buku, tetapi tutor juga membantu mereka pergi ke TBM (Taman Bacaan Masyarakat).

Strategi Pendidikan dan Pengembangan Program Keaksaraan Fungsional

1. Pendekatan

Keaksaraan Fungsional merupakan suatu pendekatan atau cara untuk mengembangkan kemampuan warga belajar dalam menguasai dan menggunakan keterampilan menulis, membaca, berhitung, berfikir, mengamati dan berdiskusi yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari berdasarkan konteks lokal.

Dalam kaitannya dengan konteks lokal tersebut, bahan-bahan materi ajar yang digunakan didapatkan dari lingkungan mereka sendiri, baik diperoleh secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat dipelajari serta dianalisa, selanjutnya menulis rencana dan proposal untuk memperbaiki situasi sesuai dengan kebutuhan warga belajar setempat.

Dalam penyelenggaraan program pembelajaran keaksaraan fungsional ini dapat dilakukan dalam bentuk kelompok belajar. Tujuan kelompok belajar keaksaraan fungsional (Kejar KF) adalah membantu warga belajar mncari dan menggunakan bahan “calistung” (Baca. Tulis, dan Hitung) sendiri. Karena itu, tutor tidak hanya membantu warga belajar membaca buku, tetapi tutor juga membantu mereka pergi ke TBM (Taman Bacaan Masyarakat).

Tutor tidak hanya membantu warga belajar membaca informasi tentang bagaimana memperoleh dana, tutor juga membantu mereka pergi ke koperasi atau bank untuk mencari informasi dan formulir atau membantu warga belajar membuka rekening. Tutor juga meminta nara sumber dari instansi lain untuk membantu warga belajar.

Selain kelompok belajar, warga belajar dapat dibelajarkan dengan membentuk kelompok Usaha Bersama (UB). Pembentukan kelompok ini merupakan suatu kesepakatan antara Tutor, Pengelola PKBM dan Warga Belajar dalam menciptakan suatu usaha dari keterampilan yang telah dipelajari selama Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), dikelola bersama-sama untuk membantu

9

Page 10: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

dalam meningkatkan kesejahteraan taraf hidup semua pihak yang terlibat di dalam UB tersebut. Jadi, dengan cara-cara seperti inilah ada kebermaknaan dan kebermanfaatan pendidikan Keaksaraan Fungsional ( KF ) bagi warga belajar KF yang berkembang pada masyarakat yang notabene hidup dalam garis ekonomi rendah (miskin). Keaksaraan pada masyarakat miskin adalah :

a.Ketidakpahaman mereka tentang pentingnya pendidikan untuk meningkatkan taraf hidupnya

b.Penyelenggaraan program keaksaraan tidak luput mengalami kesulitan untuk menarik perhatian dan melibatkan mereka, terutama orang dewasa dalam proses pembelajaran

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan model program pembelajaran keaksaraan fungsional adalah Action Reserch dan prinsip-prinsip pembelajaran partisipatif. Dalam konteks pendidikan sepanjang hayat (life long education), tanggung jawab program keaksaraan fungsional tidak terhenti setelah program dinyatakan berakhir, namun harus sampai pada dampak pembelajaran bagi kehidupan mereka secara terus menerus sepanjang hidupnya.

2. Alur Kegiatan Penyelenggaraan Program Keaksaraan Fungsional

Penyelenggaraan program aksi diarahkan untuk memungkinkan warga masyarakat dapat terlibat sejak awal baik pada sisi proses kegiatan maupun dalam pengambilan keputusan yang diperlukan pada setiap tahapan. Hal ini dilakukan sebagai prosedur kerja bagi penyelenggara dalam pengelolaan program juga sebagai medium pembelajaran bagi masyarakat dalam pengembangan kapasitas.

10

Identifikasi dan

pengadaan data dasar

Pemotiva-sian Warga

Belajar

Penetapan jenis

kebutuhan belajar

Pengemba-ngan Model dan Bahan

Belajar

Pengorganisa-sian pembelaja-ran & kegiatan

Motivasi Tutor dan Motivator

Penguatan Kelembaga-

an LokalProses Pembelajar-an

Pendamping-an

Evaluasi Pembelajar-

an

Keberdayaan Warga Belajar:- Keaksaraan- Kecakapan hidup

Page 11: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

Gambar 1. Bagan Model Penyelenggaraan Program

Keterangan:1. Berdasarkan gambaran di atas, langkah pertama yang dilakukan Tim

Pengembang adalah melakukan identifikasi untuk memperoleh gambaran komprehensif terhadap calon kelompok sasaran;

2. Melakukan motivasi kepada kelompok sasaran mengenai perlunya meningkatkan kecakapan keaksaraan sebagai pintu masuk bagi upaya pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat. Pada saat ini perlu dilakukan pula koordinasi dan penggerakan tokoh-tokoh masyarakat lokal dan pemerintah Kabupaten/Kota untuk berperanserta dalam kegiatan ini;

3. Tim Pengembang bersama-sama dengan calon tutor dan warga belajar untuk menetapkan jenis kegiatan dan tema-tema belajar yang akan dibelajarkan;

4. Tim Pengembang mengembangkan draft model keaksaraan yang terintegrasi dengan vocational skill (life skills)

5. Melakukan penguatan kelembagaan lokal, baik pengurus Rukun Warga, Rukun Tetangga, Lembaga Keagamaan, Organisasi Kepemu-daan dan tokoh-tokoh masyarakat.

6. Melakukan pengorganisasian pembelajaran dan pelaksanaan kegiatan yang menghasilkan rencana kegiatan pembelajaran dan pemberdayaan masyarakat.

7. Tim pengembang melakukan orientasi tenaga lapangan dan fasilitator/tutor. Materi orientasi yang disampaikan berkenaan dengan konsep dan implementasi keaksaraan, metodologi pembelajaran, pengembangan media belajar bersumber sumber daya lokal, evaluasi pembelajaran dan kiat-kiat melakukan motivasi warga belajar;

8. Proses pembelajaran dan pemberdayaan warga belajar dengan melibatkan berbagai sumber belajar. Tim pengembang dari BPKB- bersama-sama dengan Tutor, Pamong Belajar dari Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan/atau TLD melakukan pendampingan, pemantauan dan evaluasi (formatif dan diagnostik) agar proses pembelajaran berlangsung secara efektif, serta mengatasi berbagai hambatan yang terjadi.

9. Melakukan evaluasi program atau evaluasi sumatif, yaitu evaluasi untuk mengetahui sejauhmana ketercapaian program keaksaraan yang dilakukan. Aspek yang dievaluasi antara lain berkenaan dengan kemampuan kecakapan keaksaraan, kecakapan vocational, kecakapan sosial-ekonomi, kecakapan diri dan kepercayaan diri.

10. Hasil evaluasi inilah yang dapat memberikan gambaran mengenai tingkat keberdayaan warga belajar, baik kecakapan keaksaraan, kecakapan vocational, kecakapan sosial-ekonomi, kecakapan diri dan kepercayaan diri.

Salah satu hal yang penting diperhatikan dalam perencanaan program keaksaraan adalah konteks sosial lokal. Jalal et.al. (2005:192-194) menekankan

11

Page 12: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

pada pentingnya memperhatikan konteks sosial lokal dan dalam perancangan program diperlukan desain lokal, yang selanjutnya dalam rancangan tersebut unsur utamanya terdiri atas (a) kelompok sasaran, (b) tujuan, (c) kegiatan belajar, (d) waktu dan tempat pembelajaran dan (e) hal lain yang terkait yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing kelompok belajar. Konteks sosial lokal yang perlu diperhatikan adalah bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial calon warga belajar. Salah satu bentuk penterjemahan konteks sosial lokal dalam wujud bahasa adalah bahasa ibu (mother tongue). Bahasa ibu dipergunakan untuk mengekspresikan dan menerima informasi dalam kegiatan komunikasi sosial.

D. Penutup

Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup dan kehidupan yang melingkupinya. Pendidikan keaksaraan berarti bagaimana memberaksarakan penduduk dari kebutaaksaraan agar dapat membaca dunia kehidupannya.

Dilihat dari filosofinya, penyelenggaraan pendidikan keaksaraan merupakan salah satu dari sekian banyak cara untuk membantu manusia mengingat, mencatat, dan berkomunikasi lintas ruang dan waktu. Satu hal yang pasti bahwa, kebutuhan akan pendidikan keaksaraan semakin meningkat seiring dengan perubahan dan perkembangan dunia.

Tiga kategori dasar tentang definisi keaksaraan, didasari oleh asumsi yang sangat berbeda dari peran keaksaraan dalam kehidupan masyarakat, yaitu: (1) keaksaraan merupakan seperangkat keterampilan dan kemampuan atau kompetensi dasar; (2) keaksaraan sebagai dasar yang penting untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang lebih baik); dan (3) keaksaraan merupakan refleksi dari kebijakan dan kenyataan struktural.

Pemikiran dan keaksaraan fungsional menjadi lebih dikaitkan dengan ekonomi yang tujuan adalah untuk membantu pihak penerima (sasaran didik) mampu berfungsi dalam kehidupan ekonomi.

Keaksaraan fungsional juga merupakan suatu pendekatan atau cara untuk mengembangkan kemampuan warga belajar dalam menguasai dan menggunakan keterampilan menulis, membaca, berhi-tung, berfikir, mengamati, mendengar dan

12

Page 13: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

berbicara yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar warga belajar.

Bahan-bahan ajar yang didapatkan dari lingkungan secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat dipelajari serta dianalisa, selanjutnya menulis rencana dan proposal untuk memperbaiki situasi setempat.

Tujuan kelompok belajar keaksaraan fungsional (Kejar KF) adalah membantu warga belajar mncari dan menggunakan bahan “calistung” (Baca. Tulis, dan Hitung) sendiri. Karena itu, tutor tidak hanya membantu warga belajar membaca buku, tetapi tutor juga membantu mereka pergi ke TBM (Taman Bacaan Masyarakat).

Daftar Bacaan

ACCU (1985) Guidebook for Development and Production of Material for Neo-Literate Tokyo: Asian Cultural Center for Unesco

APPEAL. (1996). Pendidikan Berkelanjutan: Arah dan Kebijakan Baru, Bangkok: Ditjen Dikluspora dan UNESCO.

---------- (1999). Pendidikan Dasar untuk Pemberdayaan Orang Miskin (Laporan Studi Kawasan tentang Keaksaraan sebagai Alat Pemberdayaan Orang Miskin), Bangkok: UNESCO.

Arbhunn, Quen. (1999). A New Paradigm in Social Studies. New York, Australia, Singapore, and New Delhi: McMillan, Co.

Archer, David, and Cottingham, Sara. (1996). Reflect Mother Manual, a Ne Approach to Adult Literacy, London: Actionaid.

Arif, Z. (1997). Pendidikan Luar Sekolah Menyongsong Awal Abad Ke-2 : Prospek dan Tantangan, Jakarta: Ditjen Diklusepora.

---------- (2000), Andragogi, Bandung: Angkasa.

Coombs, P dan Manzoor A. (1984). Memerangi Kemiskinsn di Pedesaan Melalui Pendidikan Non Formal, Jakarta: Rajawali.

Jalal, F. Et.al. (2005) Pendidikan Keaksaraan: Filosofi, Strategi dan Implementasi Jakarta: Dirjen PLS

13

Page 14: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

Kindervatter, S. (1979). NonFormal Education: As An Empowering Process. Amherst Mass: Center for international Education University Of Massachusetts: Printers in The United Stated of America

Kinlaw, D. (1996). Coaching: ASTD Trainer’s Sourcebook, New York: McGraw-Hill.

Sakya, T.M. (1986) “Orientation on Neo-Literate Materials and Process of Wokshop” makalah untuk 4th Regional Workshop on Literacy Follow Up Materials in Asia and the Pacific, Bandung: ACCU, UNESCO Regional Office for Education in Asia and the Pacific, Direktorat Jenderal PLSPO Depdikbud

Srinivasan, L (1977). Perspektif on Nonformal Adult Learning: Functional Education Education for individual, Community and National Development, New York:World Education.

Sudjana, D (2001). Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung Azas, Bandung: Falah Production.

---------------- (2000). Manajemen Program Pendidikan : untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung.: Falah Production

Sudjana, D (2001). Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung Azas, Bandung: Falah Production.

---------------- (2000). Manajemen Program Pendidikan : untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung.: Falah Production.

UNESCO (1993) Post-Literacy Programmes Bangkok: UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific

------------ (1993) , Continuing Education: New Policies and Directions. Bangkok: UNESCO Principal Regional Office for Asia and the Pacific

------------- (1996). Pendidikan Berkelanjutan: Arah dan Kebijakan Baru, Ditjen Diklusepora dan UNESCO PROAP : Bangkok.

------------- (1996). Program Berorientasi Masa Depan, Ditjen Diklusepora dan UNESCO PROAP: Bangkok.

-------------- (1991). Training Materials for Literacy Personnel. APPEAL UNESCO : Bangkok.

14

Page 15: BAB II · Web viewBeberapa alasan mengapa orang buta aksara perlu belajar keaksaraan adalah seperti untuk: Mendapatkan status dan/atau dihormati oleh orang lain; ...

Kaesaiha, T. (1986) “The Preparation, Production and Evaluation of Materials for Neo-Literate” Makalah untuk 4th Regional Workshop on Literacy Follow Up Materials in Asia and the Pacific, Bandung: ACCU, UNESCO Regional Office for Education in Asia and the Pacific, Direktorat Jenderal PLSPO Depdikbud

15