BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

29
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT 2.1 Pengertian Wanprestasi dan Perjanjian Kredit 2.1.1 Pengertian Wanprestasi Dalam setiap perjanjian yang dibuat para pihak, maka masing-masing pihak diwajibkan untuk memenuhi apa yang menjadi isi dari perjanjian atau para pihak wajib untuk memenuhi prestasinya. Perjanjian melahirkan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Dengan membuat perjanjian, maka pihak yang mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu guna kepentingan masing-masing pihak. Apabila dari perjanjian yang telah disepakati bersama tersebut ada sesuatu hal yang tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka hal ini menimbulkan wanprestasi. Menurut A. Ridwan Halim. wanprestasi adalah “kelalaian suatu pihak dalam memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain yang seharusnya ditunaikannya berdasarkan perikatan yang telah dibuat”. 1 1 A. Ridwan Halim, 1982. Hukum Dalam Tanya jawab. Gahlia Indonesia. Jakarta, h. I 58. 28

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

28

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN

KREDIT

2.1 Pengertian Wanprestasi dan Perjanjian Kredit

2.1.1 Pengertian Wanprestasi

Dalam setiap perjanjian yang dibuat para pihak, maka masing-masing pihak

diwajibkan untuk memenuhi apa yang menjadi isi dari perjanjian atau para pihak

wajib untuk memenuhi prestasinya. Perjanjian melahirkan hak dan kewajiban

bagi masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Dengan membuat

perjanjian, maka pihak yang mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan

diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu guna

kepentingan masing-masing pihak. Apabila dari perjanjian yang telah disepakati

bersama tersebut ada sesuatu hal yang tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, maka

hal ini menimbulkan wanprestasi.

Menurut A. Ridwan Halim. wanprestasi adalah “kelalaian suatu pihak dalam

memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain yang seharusnya ditunaikannya

berdasarkan perikatan yang telah dibuat”.1

1 A. Ridwan Halim, 1982. Hukum Dalam Tanya jawab. Gahlia Indonesia. Jakarta, h. I 58.

28

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

29

Menurut J. Satrio. “Pada wanprestasi kreditur tidak memperoleh apa yang

diperjanjikan oleh pihak lawan dan debitur tidak melaksanakan kewajiban

prestasinya atau tidak melaksanakan sebagaimana mestinya”.2

Menurut Abdulkadir Muhammad, wanprestasi berasal dari istilah aslinya

“dalam bahasa Belanda “wamprestatic” yang artinya tidak memenuhi kewajiban

yang telah ditetapkan dalam perikatan baik perikatan yang timbul karena

perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak

dipenuhinya kewajiban itu ada 2 (dua) kemungkinan, yakni :

a. Kelalaian atau kesalahan debitur baik karena kesengajaan maupun karena

kelalaian.

b. Karena keadaan memaksa (force majure) jadi keadaan di luar

kemampuan debitur. Dalam hal ini debitur tidak bersalah.3

Sesuatu yang menjadi objek dari perikatan yang menjadi kewajiban bagi

yang berhutang dan sebaliknya menjadi hak bagi yang berpiutang, hal ini

dikatakan sebagai prestasi. Yang dimaksud sesuatu adalah benda yang berwujud

maupun benda yang tidak berwujud atau benda bergerak maupun benda tidak

bergerak. Pada Pasal 1234 B W, prestasi dapat berupa :

a. Memberikan sesuatu, contoh : penyerahan benda secara nyata dan secara

yuridis dalam perjanjian jual beli.

b. Berbuat sesuatu, contoh : membuat lukisan atau patung.

2 J. Satrio, 1995. Hukum Perikatan (Perikatan yang lahir dari Perjanjian) (Buku 11). PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 314.

3 Abdulkadir Muhammad 1. op.cit. h. 20.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

30

c. Tidak berbuat sesuatu, artinya tidak melakukan perbuatan seperti yang

diperjanjikan, misalnya tidak membuat tembok yang lebih tinggi

sehingga menghalangi pemandangan tetangga.

Apabila salah satu pihak dalam suatu perjanjian tidak memenuhi kewajiban

yang telah ditetapkan (prestasi), maka pihak tersebut dianggap melakukan

wanprestasi.

Dengan demikian wanprestasi terjadi apabila tidak dilakukannya kewajiban

yang seharusnya dilakukan sesuai perikatan yang telah disepakati, termasuk juga

lalai dalam memenuhinya. Hal-hal yang termasuk kategori lalai adalah :

jika tidak terpenuhi kewajiban sama sekali.

jika memenuhi sebagian kewajiban.

jika memenuhi kewajiban akan tetapi terlambat memenuhinya.

Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak mempunyai akibat hukum

bagi pihak lainnya, oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan sejak

kapan seseorang itu dikatakan melakukan wanprestasi. Sehingga perlu

diperhatikan isi dari perjanjian yang telah disepakati dan ditandatangani bersama,

apakah dalam perjanjian tersebut ditentukan tenggang waktu pelaksanaan

pemenuhan prestasi atau tidak.

Apabila dalam perjanjian telah ditentukan batas waktu pemenuhan prestasi,

maka pemenuhan prestasi harus dilakukan sebelum batas waktu tersebut lewat.

Tetapi apabila dalam perjanjian tidak dicantumkan tenggang waktu pemenuhan

prestasinya, maka perlu dilakukan peringatan pada pihak yang bersangkutan agar

memenuhi.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

31

2.1.2 Jenis-Jenis Wanprestasi

Menurut Mariam Darus Badrulzaman. ada tiga bentuk atau tiga jenis

wanprestasi, yakni :

a. Debitur sama sekali tidak berprestasi

Dalam keadaan ini debitur sama sekali tidak berprestasi, sehingga tidak

diperlukan lagi pernyataan lalai, karena debitur memang betul-betul

sudah tidak ada kemampuan sama sekali untuk melaksanakan prestasinya.

b. Debitur salah berprestasi

Dalam hal debitur berprestasi salah, apakah debitur dinyatakan lalai lebih

dahulu oleh kreditur agar nantinya dapat menuntut pembatalan perikatan

dengan tambahan ganti rugi, biaya atau bunga.

c. Debitur terlambat berprestasi

Dalam hal ini berarti tidak berprestasinya debitur tepat pada waktu yang

telah disepakati dengan kreditur akan tetapi debitur berprestasi melebihi

dari waktu yang telah disepakati bersama.4

Menurut Wiryono Prodjodikoro wanprestasi berarti “ketiadaan suatu prestasi.

yang dapat berwujud tiga macam, yakni :

a. Pihak berwajib sama sekali tidak melaksanakan janji.

b. Pihak berwajib terlambat melaksanakan janji.

c. Pihak berwajib melaksanakannya, tetapi tidak secara yang semestinya dan

atau tidak sebaik-baiknya.5

Untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah melakukan prestasi,

maka ada tiga bentuk wanprestasi, yaitu :

a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali;

Dalam hal ini debitur sama sekali tidak memberikan prestasi. Hal itu bisa

disebabkan karena memang debitur secara objektif tidak mungkin

berprestasi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi.

4 Mariam Darus Badrulzaman, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Alumni Bandung.

Jakarta, h. 19.

5 Wiryono Prodjodikoro, 1997, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung. Bandung.

h.45.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

32

b. Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi;

Pihak debitur memang benar sudah melakukan prestasi dan objek

prestasinya benar, namun tidak sesuai dengan yang diperjanjikan

sebelumnya, seperti kelalaian dalam memenuhi prestasi tepat pada

waktunya.

c. Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya.

Disini debitur memang dalam pikirannya telah memberikan prestasinya

tetapi dalam kenyataanya yang diterima kreditur lain daripada yang telah

diperjanjikan.6

Dari bentuk-bentuk wanprestasi ini, kadang-kadang menimbulkan keraguan untuk

menentukan bentuk yang mana debitur yang melakukan wanprestasi. Apabila

debitur sudah tidak mampu memenuhi prestasinya, maka termasuk pada bentuk

pertama, sedangkan apabila debitur masih memenuhi prestasinya, maka dianggap

sebagai terlambat dalam memenuhi prestasi. Apabila debitur memenuhi prestasi

tidak sebagaimana mestinya atau keliru dalam memenuhi prestasinya, maka ada

dua kemungkinan yaitu apabila masih dapat diharapkan untuk diperbaiki, maka

dianggap terlambat memenuhi prestasi, dan apabila tidak dapat diharapkan lagi

maka dianggap debitur tidak dapat memenuhi prestasi sama sekali.

2.1.3 Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang kesemuanya berarti

kepercayaan (dalam bahasa Inggris “faith” dan “trust”. Dapat dikatakan dalam

6 Ibid, hal. 21.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

33

hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit, lazimnya Bank) dalam

hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah, penerima kredit) mempunyai

kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah

disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang

bersangkutan. Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan

bahkan dapat dikatakan populer, sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah

dicampurbaurkan begitu saja denean istilah hutang.7

Secara umum kredit dapat diartikan sebagai penyedia uang atau tagihan-

tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam

meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana pihak peminjam

berkewajiban melunasi ulangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah

bunga yang telah ditetapkan sesuai dengan yang diperjanjikan.

Dr. Mariam Darus Badrulzaman mengartikan kredit sama dengan hutang,

karena setelah jangka waktu tertentu mereka harus membayar lunas hutang

tersebut dengan kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi yaitu Credere yang

artinya “percaya”. Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian

“bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada

nasabah atau debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk

membayar lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan”.8

7 Rachmadi Usman. 2003, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. PT. Gramedia

Pustaka Utama. h. 236

8 Mariam Darus Badrulzaman, 1978. Perjanjian Kredit Bank. Alumni. Bandung, h. 19

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

34

Drs. OP. Simorangkir meyatakan bahwa kredit adalah “pemberian prestasi

(misalnya uang, barang) dengan belas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi

pada waktu yang akan datang”.9

Menurut Mgs. Edv Putra Tje’Aman kredit merupakan :

“Perjanjian pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan

nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit

percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakati akan

dikembalikan atau dibayarkan lunas. Tenggang waktu antara pemberian dan

penerimaan kembali prestasi ini merupakan hal yang abstrak, yang sukar

diraba, karena masa antara pemberi dan penerima prestasi tersebut dapat

berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun”.10

Sedangkan dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penyedia uang atau

tagihan. Seperti pengertian yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 7 tahun

1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 pada pasal 1 angka 11, yang menyebutkan bahwa kredit

adalah “Penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara Bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”.

Berdasarkan definisi di atas terdapat beberapa unsur yang terkandung dalam

pemberian suatu fasilitas kredit, yakni :

9 H. Budi Untung, 2005, Kredit Perbankan Dilndonesia, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, h.l.

10

Mgs. Edy Putra Tje’Aman, 1989, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis. Libery.

Yogyakarta, h. 10.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

35

a. Kepercayaan, yang merupakan keyakinan pemberi kredit bahwa kredit

yang diberikan (berupa uang. barang atau jasa) akan benar-benar diterima

kembali dimasa tertentu dimasa datang.

b. Kesepakatan, yakni dituangkan dalam suatu perjanjian, dimana masing-

masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.

c. Jangka Waktu, yakni mencakup masa pengembalian kredit yang telah

disepakati.

d. Resiko, yakni tanggungan bank. baik resiko yang disengaja oleh nasabah

yang lalai, maupun resiko yang tidak disengaja seperti terjadinya bencana

alam atau bangkrutnya usaha debitur.

e. Balas jasa, yakni keuntungan atas pemberian kredit atau jasa yang dikenal

dengan bunga kredit.11

2.2.4 Jenis-Jenis Kredit

Adapun jenis-jenis kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria yaitu

dari :

1. Penggolongan Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaannya

a. Kredit Produktif adalah kredit yang diberikan kepada usaha-usaha

yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usaha-

usahanya.

Untuk kredit jenis ini terdapat 2 (dua) kemungkinan yaitu :

11

Kasmir, 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi keenam, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h. 94.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

36

Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai

Kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi

dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan.

b. Jasa-jasa Dunia Usaha12

2. Penggolongan Kredit menurut Sifat

Pengertian sifat disini berhubungan dengan perkembangan baki debet

sejak kredit ditarik/dipergunakan sampai dengan kredit dilunasi. Dengan

demikian, maksud dan tujuan penentuan sifat kredit adalah untuk

memudahkan pengawasan pelaksanaan penarikan dan pelunasan kredit.

Pemahaman sifat kredit akan bermanfaat bagi petugas kredit karena dapat

menetapkan suatu kebijakan perkreditan bagi bank dan membantu dalam

mendiagnosis kebutuhan dana bagi nasabah sehingga akan dapat

menetapkan jenis yang tepat.13

3. Penggolongan Kredit Berdasarkan Bentuk yang disalurkan

a. Cash Loan adalah pinjaman uang tunai yang diberikan bank kepada

nasabahnya sehingga dengan pemberian fasilitas ini, bank telah

menyediakan dana yang dapat digunakan oleh nasabah berdasarkan

ketentuan yang ada dalam perjanjian kreditnya.

b. Non Cash Loan adalah fasilitas yang diberikan bank kepada

nasabahnya, tetapi atas fasilitas tersebut bank belum mengeluarkan

uang tunai. Dalam hal ini bank baru menyatakan kesanggupan untuk

12

Ibid. h. 16 13

Ihid. h.23

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

37

menjamin pembayaran kewajiban nasabah kepada pihak lain/pihak

ketiga, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam surat

jaminan yang dikeluarkan oleh bank.14

4. Penggolongan Kredit Menurut Cara Penarikannya

a. Kredit Sekali Jadi, yaitu merupakan kredit yang pencairan dananya

dilakukan sekaligus, misalnya secara tunai ataupun secara berpindah-

pindah.

b. Kredit Rekening Koran, dalam hal ini baik penyediaan dana maupun

penarikannya dilakukan sekaligus, tetapi secara tidak teratur kapan

saja dan berulang-ulang. Penarikan dana oleh nasabah dilakukan

selama plafond kredit masih tersedia, dilakukan dengan melalui

pemindahbukuan, penarikan cek. bilyet giro atau perintah

pemindahbukan lainnnya.

c. Kredit Berulang-ulang, kredit ini biasanya diberikan terhadap debitur

yang tidak memerlukan kredit sekaligus, tetapi secara berulang-ulang

sesuai kebutuhan, asalkan masih dalam batas maksimum dan masih

dalam jangka waktu yang diperjanjikan. Kredit ini berbeda dengan

kredit rekening Koran, karena lebih dibatasi terutama dalam hal

penarikan penyetorannya.

14

Ibid. h. 31

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

38

d. Kredit Bertahap, merupakan kredit yang pencairan dananya dilakukan

secara bertahap dalam beberapa termin, misalnya tranche I, II, III dan

IV.

Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan

barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk

menghasilkan suatu barang ataupun jasa bagi usaha yang

bersangkutan.

e. Kredit Konsumtif adalah kredit yang diberikan kepada orang

perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat

umumnya (sumber pengembaliannya dari fixed inconie debitur).15

5. Penggolongan Berdasarkan Jangka Waktu

a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak

melebihi jangka waktu 1 (satu) tahun.

b. Kredit jangka menegah, yaitu kredit yang diberikan, dalam jangka

waktu antara I (satu) tahun tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) tahun.

c. Kredit jangka panjang, yaitu kerdit yang diberikan lebih dari 3 (tiga)

tahun.16

6. Penggolongan Kredit dilihat Menurut Lembaga yang Menerima Kredit

a. Kredit untuk badan usaha pemerintah/daerah, yaitu kredit yang

diberikan kepada perusahaan/badan usaha yang dimiliki pemerintah.

15

H.R.Daeng Naja, op.cit, h. 125

16

Ibid, h. 125-126

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

39

b. Kredit untuk badan usaha swasta, yaitu kredit yang diberikan kepada

perusahaan/badan usaha yang dimiliki swasta.

c. Kredit perorangan, yaitu kredit yang diberikan bukan kepada

perusahaan tetapi kepada perorangan.

d. Kredit untuk bank koresponden, lembaga pembiayaan dan perusahaan

asuransi, yaitu kredit yang diberikan kepada bank koresponden,

lembaga pembiayaan dan perusahaan asuransi.17

2.2 Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau dua pihak,

mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari perjanjian. Kesepakatan itu

timbul karena adanya kepentingan dari masing-masing pihak yang saling

membutuhkan. Perjanjian juga disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak

tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Isitilah perjanjian terdapat dalam

KUHPerdata buku ke III mengenai perikatan pada umumnya. Pasal 1313

KUHPerdata menyebutkan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu

orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih. Jadi suatu

perjanjian paling sedikit harus ada dua pihak sebagai subjek hukum, dimana

17

H.Veithzal rivai dan andria Permata Veithzal. 2005, Credit Management Handbook

(Teori, Konsep, Prosedur dun Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir dan Nasabah). PT.

Raja Gratindo Persada. Jakarta, h. 12

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

40

masing-masing pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hal tertentu

yang berupa menyerahkan sesuatu, maupun tidak berbuat sesuatu.

Perjanjian juga didefinisiakan sebagai suatu hubungan antar dasar hukum

kekayaan antara dua pihak atau lebih dimana pihak satu berkewajiban memberi

suatu prestasi atas nama pihak yang lain mempunyai hak terhadap prestasi itu.18

Sedangkan menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang

berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu berjanji untuk

melaksanakan suatu hal.19

Pengertian kredit sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Romawi yaitu

Credere yang berarti percaya atau credo atau creditum yang berarti saya percaya.

Jadi seseorang yang telah menyatakan kepercayaan dari kreditur.20

Kredit juga

berarti meminjamkan uang atau pemindahan pembayaran; apabila orang

menyatakan membeli secara kredit maka hal ini berarti si pembeli tidak harus

membayarnya pada saat itu juga.21

Kredit menurut ketentuan Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana yang diubah dengan Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 11 menyatakan : “Kedit adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

18

H. Mashudi dan Moch. Chidir Ali, 2001. Pengertian-Pengertian Elementer Hukum

Perjanjian Perdata, Cet. II. CV. Mandar Maju, Bandung, hal. 35.

19

R. Subekti, 1985, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 1.

20

Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit., hal. 4.

21

Budi Untung.H. 2000, Kredit Perbankan Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta, hal. 1.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

41

persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga.”

Perjanjian Kredit merupakan perikatan antara dua pihak atau lebih yang

menggunakan uang sebagai obyek dari perjanjian, jadi dalam perjanjian kredit ini

titik beratnya adalah pemenuhan prestasi antara pihak yang menggunakan uang

sebagai obyek atau sesuatu yang dipersamakan dengan uang. Kemudian adanya

kesepakatan antara antara bank dengan nasabah penerima kredit, bahwa mereka

sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya.

Perjanjian kredit adalah hubungan hukum kontraktual antara bank dan pihak

lain berdasarkan atas sepakat, dimana bank meyerahkan uang atau tagihan yang

dipersamakan dengan itu dan mewajibkan pihak lain mengembalikannya dengan

jangka waktu tertentu disertai pemberian bunga, imbalan atau pembagian hasil

keuntungan. Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun

oleh bank secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat

hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitor. Perjanjian yang seperti ini

bisa berpotensi menimbulkan permasalahan, karena dalam membuat perjanjian

tersebut debitur tidak dilibatkan.

Menurut Marhainis Abdul Hay, bahwa ketentuan Pasal 1754 KUHPerdata

tentang perjanjian kredit bank identik dengan perjanjian pinjam meminjam,

dengan menentukan bahwa perjanjian pinjam meminjam adalah : “persetujuan

dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah

tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

42

pihak yang belakangan ini mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan

keadaan yang sama pula.”22

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.

Sebagaimana perjanjian perjanjian prinsipiil, maka perjanjian jaminan adalah

assessornya. Ada atau berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian

pokok. Arti riil ialah bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang

oleh bank kepada nasabah kreditur.23

Dalam perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pihak,

termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama. Demikian pula

dengan masalah sangsi apabila si debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang

telah dibuat bersama.24

2.2 Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kredit

Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa perjanjian adalah

suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang atau lebih. Hal ini merupakan peristiwa yang menimbulkan suatu hubungan

hukum antara orang-orang yang membuatnya sehingga dari perjanjian tersebut

nantinya akan menimbulkan suatu perikatan.

22

Marhainis Abdul Hay, 1979, Hukum Perjanjian di Indonesia, PT. Pradnya Paramita,

Jakarta, hal. 147.

23

Hermansyah, 2009, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta, hal. 71.

24

Kasmir, 2003, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi Keenam, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta, hal. 93.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

43

Suatu perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian

itu sendiri atau dengan kata lain tidak mengikat pihak lainnya. Perjanjian hanya

meletakkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara para pihak yang

membuatnya. Para pihak dalam kredit pada dasarnya hanya dua, yaitu pihak

kreditur, yaitu bank dan pihak debiturnya adalah nasabah. Menurut Undang-

Undang /nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun

dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Sedangkan “nasabah adalah pihak

yang menggunakan jasa bank” dan “nasabah debitur adalah nasabah yang

memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau

yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan.” Namun masalahnya akan menjadi lain apabila barang jaminan

diberikan oleh pihak ketiga yang turut serta menandatangani perjanjian kredit

(hutang-piutang) atau Personal Guarantee diberikan oleh pihak ketiga. Jadi disini

pihak ketiga bertindak sebagai penjamin. Hal itu akan berdampak luas apabila

debitur wanprestasi.25

Kreditur adalah pihak yang memberikan pinjaman kepada debitur.

Sedangkan debitur adalah pihak yang meminjam atau menerima pinjaman dari

kreditur. Sebagai pihak yang aktif, kreditur dapat melakukan tindakan-tindakan

tertentu kepada debitur yang pasif yang tidak mau memenuhi kewajibannya yaitu

25

Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2000, hal 3.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

44

tidak mengembalikam pinjaman uang yang telah dipinjam tepat pada waktunya.

Tindakan-tindakan tersebut dapat berupa memberi peringatan-peringatan atau

menuntut di muka pengadilan daln lain sebagainya.26

2.3.Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Kredit

Di dalam perjanjian kredit, bank sebagai pihak pemberi kredit memiliki

kewajiban pokok yaitu menyediakan kredit sesuai dengan tujuan kredit dan

jangka waktu perjanjian. Kewajiban ini tidak bersifat mutlak, bank berhak

menyimpanginya dalam hal debitur tidak memenuhi syarat-syarat dan ketentuan

dalam perjanjian itu. Bank sebagai kreditur berhak secar sepihak dan sewaktu-

waktu tanpa terlebih dahulu memberitahukan atau menegur debitur untuk tidak

mengijinkan atau menolak penarikan atau penggunaan kredit lebih lanjut oleh

debitur dan mengakhiri jangka waktu kredit tersebut. Posisi bank sebagai pemberi

kredit lebih kuat dibandingkan dengan nasabah sebagai penerima kredit.

Ketentuan-ketentuan yang mengatur hak pihak bank lebih menonjol dari pada

yang mengatur mengenai kewajibannya. Satu-satunya mengenai kewajiban pihak

bank sebagai kreditur adalah menyediakan kredit selama jangka waktu yang

ditentukan, dimana masih digantungkan pada berbagai syarat yaitu jika penerima

kredit memenuhi kewajiban-kewajibannya. Hak dari pemberi kredit sebagai

kreditur adalah mendapatkan pembayran kembali dari kredit yang telah diberikan

beserta dengan bungannya. Sedangkan hak debitur selaku penrima kredit adalah

mendapatkan kredit dejumlah yang diajukan dan disetujui oleh pihak kreditur.

26

Purwahid Patrik, Op.cit., hal.2.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

45

Dalam pasal 1759-1762 KUHPerdata mengatur mengenai kewajiban-

kewajiban orang yang meminjamkan dalam perjanjian pinjam meminjam yang

berlaku pula dalam perjanjian kredit. Pemberi pinjaman (kreditur) tidak dapat

meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu yang telah

ditentukan dalam perjanjian. Sedangkan dalam pasal 1763-1764 KUHPerdata

mengatur tentang kewajiban-kewajiban si peminjam. Kewajiban pokok peminjam

(debitur) adalah mengembalikan pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang sama

dan pada waktu yang ditentukan. Kewajiban melunasi hutang setelah jangka

waktu tertentu dengan bunga yang telah ditetapkan adalak kewajiban pokok

debitur dan ditentukan lagi secara terperinci dalam model-model perjanjian kredit

yaitu kewajiban administrasi dan kewajiban untuk tunduk kepada segala petunjuk

dan aturan yang ditentukan oleh pihak kreditur.

Debitur memiliki kewajiban untuk membayar utang, biaya dan bunga. Utang

disini adalah utang pokok yaitu bunga utang yang disetujui pihak-pihak sebagai

jumlah pinjaman yang diberikan kreditur kepada debitur. Biaya adalah sejumlah

biaya yang diperlukan guna persiapan perjanjian kredit, antara lain biaya

persiapan dan bunga. Sedangkan yang dimaksud dengan bunga sesuai pasal 1264

KUHPerdata adalah keuntungan yang sedianya harus dinikmati. Tetapi dalam

perjanjian kredit, pembebanan bunga pada debitur berarti bunga adalah kerugian

yang harus dibayar untuk pemakaian pinjaman atau kredit tersebut.

2.4 Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian Kredit

Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang

telah ditentukan oleh undang-undang, sehingga mempunyai kekuatan hukum

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

46

yang mengikat. Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata,

yang terdiri dari empat syarat yaitu:

a. Adanya kata sepakat mereka yang mengikat diri.

Sepakat yaitu kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang

mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak yang disetujui antara

pihak-pihak. Jadi kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan

awal terjadinya perjanjian.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian adalah kewenangan untuk

melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Perbedaan antara

kewenangan hukum dengan kecakapan berbuat adalah bila kewenangan

hukum maka subyek hukum dalam hal pasif sedanga pada kecakapan

berbuat subjek hukumnya aktif, dan yang termasuk cakap di sini adalah

orang dewasa, sehat akal pikirnya, tidak dilarang oleh Undang-undang.

c. Suatu hal tertentu.

Suatu hal tertentu di sini berbicara tentang objek perjanjian. Objek

perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 sampai dengan

pasal 1334 KUHPerdata, yaitu yang pertama objek yang aka nada

(kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.

Yang kedua adalah objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang

yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek

perjanjian).

d. Suatu sebab yang halal.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

47

Suatu sebab yang halal yang memiliki maksud antara lain, sebab adalah

isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan

perjanjian dan halal adalah tidak bertentangan dengan Undang-undang,

kesusilaan, dan ketertiban umum. 27

Perjanjian kredit bank antara pihak bank dengan pihak debitur harus

memenuhi syarat-syarat perjanjian sebagaimana termaktub dalam Pasal 1320

KUHPerdata. Untuk memenuhi syarat sahnya perjanjian harus memenuhi 4

(empat) syarat, yaitu : sepakat mereka mengikatkan dirinya, kecakapan untuk

membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.28

2.5 Bentuk Perjanjian Kredit

Mengenai bentuk perjanjian kredit di dalam Undang-Undang tidak diatur

secara jelas termasuk pula dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992

sebagaimana yang telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998

tentang perbankan tidak mengatur juga masalah perjanjian kredit, akan tetapi

berdasarkan Intruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/IN/10/1996 tanggal 3

Oktober 1966, Jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I nomor

2/539/UPK/pemberian kredit antara perbankan dengan nasabahnya harus

berdasarkan pada suatu akad perjanjian kredit.29

Perjanjian Kredit ini mempunyai

27

Purwahid Patrik, 1986, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian. Badan

Penerbit UNDIP, Semarang, hal. 3.

28

R. subekti, 1990, HukumPerjanjian, Cet. XII, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 1.

29

Sutan Rerny Sjadeni, 1993, Kebebasan Berkontrak dan perlindungan Yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, Penerbit Institut Bankir Indonesia,

Jakarta, hal. 2

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

48

arti yang sangat penting bagi para pihak, sebab perjanjian kredit merupakan

landasan hukum dalam pemberian kredit bagi para pihak dan juga perjanjian

kredit merupakan suatu alat bukti tertulis yang diperlukan oleh para pihak apabila

terjadi sengketa. Perjanjian kredit yang dibuat selama ini berpedoman pada

hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUHPerdata.

Perjanjian kredit perlu memperoleh perhatian yang sangat khusus baik oleh

bank sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian

kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemerian, pegelolaan, dan

penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu menurut Ch. Gatot

Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:

a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.

b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan

hak di antara kreditur dan debitur.

c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring

kredit.30

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan

debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang

mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian

kredit. Perjanjian kredit termasuk salah satu jenis/bentuk akta yang dibuat sebagai

alat bukti. Dalam praktek bank ada dua bentuk perjanjian kredit yaitu:

1. Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan.

30

Hermansah, Op.cit, hal. 72.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

49

Dinamakan akta dibawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan

dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk

disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya

bank sudah mempesiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar

(standard form) yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan

terlebih dahulu secara lengkap. Bentuk perjanjian kredit yang dibuat

sendiri oleh bank termasuk jenis akta dibawah tangan.

Dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit yang isinya sudah

disiapkan oleh bank kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon

untuk diketahui dan difahami mengenai syarat-syarat dan ketentuan-

ketentuan dalam formulir perjanjian kredit tidak pernah

memperbincangkan atau dirundingkan atau dinegosiasikan dengan

debitur. Calon debitur mau atau tidak mau dengan terpaksa atau suka rela

harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir

perjanjian kredit.

Perjanjian kredit yang sudah disiapkan oleh bank dalam bentuk standard

(standard form), contohnya perjanjian kredit ritail BRI, perjanjian kredit

pemilikan rumah Bank Tabungan Negara (KPR-BTN) dan lain

sebagainya.

2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan

akta otentik atau akta notariil.

Yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah notaris namun

dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian disiapkan oleh bank

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

50

kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil.

Memang dalam membuat perjanjian hanyalah merumuskan apa yang

diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik.

Perumusan kredit yang dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta otentik

biasanya untuk pemberian kredit dalam jumlah yang besar dengan jangka

waktu menengah atau panjang seperti kredit investasi, kredit modal kerja,

kredit sindikasi.

2.6 Asas-Asas Perjanjian Kredit

Dalam hukum perjanjian, dikenal adanya beberapa asas penting yang

merupakan dasar dalam pelaksanaan perjanjian. Sama halnya juga dalam

perjanjian kredit, dimana asas-asas ini merupakan pedoman dan dasar kehendak

masing-masing pihak dalam mencapai tujuannya. Menurut Maris Feriyadi, ada 5

asas dalam membuat perjanjian, yaitu:

1. Asas Kebeasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat

perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi

perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, ataupun menentukan

bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. Pasal 1338 KUHPerdata

menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan ini

dapat saja tidak diikuti jika para pihak menghendaki cara-cara tersendiri,

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

51

tetapi apabila tidak ditentukan lain maka ketentuan Undang-Undang yang

tetap berlaku.

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme berhubungan dengan saat lahirnya suatu perjanjian

yang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya

kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Asas ini

berasar pada pasal 1320 KUHPerdata yang disebutkan secara tegas dan

pada pasal 1338 KUHPerdata ditemukan istilah “semua” yang

menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan

keinginannya, yang dirasa baik untuk menciptakan perjanjian.

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib

mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana

mentaati undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt

servanda adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa

persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2)

KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain

dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

52

4. Asas Itikad Baik

Di dalam hukum perjanjian itikad baik itu mempunyai dua pengertian

yaitu:

a. Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu kejujuran seseorang dalam

melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap

batin seseorang pada waktu diadakan perbuatan hukum. Itikad baik

dalam arti subyektif ini diatur dalam Pasal 531 Buku II KUHPerdata.

b. Itikad baik dalam arti obyektif, yaitu pelaksanaan suatu perjanjian

harus didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini

dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata.

5. Asas Kepribadian

Asas ini berhubungan dengan subyek yang terikat dalam suatu perjanjian.

Asas kepribadian dalam KUHPerdata diatur dalam pasal 1340 ayat (1)

yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak

yang membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian

yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang

membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada pengecualiannya,

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1337 KUHPerdata yaitu, dapat pula

perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian

dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,

mengandung suatu syarat semacam itu.31

31

H.S. Salim, 2006, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Cetakan

Ketiga. Sinar Grafika. Jakarta, hal. 78.

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

53

Dari sejumlah asas tersebut, terdapat 3 (tiga) asas yang merupakan tonggak

hukum perjanjian dalam sistem hukum perbankan yang meliputi asas

konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, dan asas kekuatan mengikat.

1. Asas konsensualisme dilahirkan pada saat momentum awal perjanjian

terjadi yaitu pada detik para pihak mencapai puncak kesepakatannya.

2. Ketika para pihak menentukan hak dan kewajiban serta hal-hal lain yang

menjadi substansi perjanjian, maka para pihak memasuki ruang asas

kebebasan berkontrak. Dalam asas ini para pihak dapat menentukan

bentuk dan isi dengan bebas sepanjang dapat dipertanggungjawabkan

melalui karakter hukum kepribadian bangsa, bukan karakter hukum

liberal. Tekanan dari salah satu pihak melalui posisi inequality of

bargaining power dapat mengakibatkan prestasi perjanjian tidak

seimbang, dan hal ini melanggar asas iustum pretium. Perjanjian yang

demikian menjadi cacat dan akibatnya dapat dibatalkan (vernietigbaar,

voidable).

3. Persetujuan secara timbal balik terhadap bentuk dan isi perjanjian

ditandai dengan adanya pembubuhan tanda tangan atau yang dapat

dipersamakan dengan itu. Tanda tangan yang diberikan menjadi

pengakuan kehendak yang sah terhadap isi perjanjian. Akibatnya

perjanjian tersebut mengikat bagi kedua belah pihak dan harus

dilaksanakan dengan itikad baik.

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

54

2.7 Akibat Hukum Wanprestasi

Adapun akibat hukum bagi debitur yang lalai atau melakukan wanprestasi,

dapat menimbulkan hak bagi kreditur, yaitu :

a. Menuntut pemenuhan perikatan;

b. Menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan tersebut bersifat

timbal-balik, menurut pembatalan perikatan;

c. Menuntut ganti rugi;

d. Menuntut pemenuhan perikatan dengan disertai ganti rugi;

e. Menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan ganti rugi.

Akibat hukum yang timbul dari wanprestasi dapat juga disebabkan karena

keadaan memaksa (force majoure). Keadaan memaksa (force majoure) yaitu

salah satu alasan pembenar untuk membebaskan seseorang dari kewajiban untuk

mengganti kerugian (Pasal 1244 dan Pasal 1445 KUHPerdata). Menurut Undang-

Undang ada tiga hal yang harus dipenuhi untuk adanya keadaan memaksa, yaitu:

a. Tidak memenuhi prestasi;

b. Ada sebab yang terletak di luar kesehatan debitur;

c. Faktor penyebab itu tidak terduga sebelumnya dan tidak dapat

dipertanggungjawabkan kepada debitur.

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dan

kewajiban itu tidak dipenuhi karena terdapat unsur kesalahan padanya, maka

sebagimana yang diketahui bahwa akibat-akibat hukum yang dituntut oleh

kreditur dapat menimpa pihak debitur. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal

1236 dan pasal 1243 KUHPerdata, dalam hal debitur lalai untuk memenuhi

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

55

kewajiban perikatannya, maka kreditur berhak untuk menuntut penggantian

kerugian yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya dalam

pasal 1237 KUHPerdata dinyatakan bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas

objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Bahwa jika perjanjian trsebut berupa

peijanjian timbal balik, maka berdasarkan pasal 1266 KUHPerdata, kreditur

berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tidak disertai tuntutan

ganti rugi.

Demikian halnya pada perjanjian kredit bank, ingkar janji atau wanprestasi

dalam hal ini membawa akibat hukum bagi pihak yang melakukan wanprestasi.

karena sejak saatnya terjadi wanprestasi debitur berkewajiban mengganti

kerugian yang timbul sebagai akibat dari ingkar janji atau wanprestasi tersebut.

Dalam hal debitur melakukan ingkar janji atau wanprestasi maka pihak kreditur

dapat menuntut pemenuhan perikatan, pemenuhan perikatan dengan ganti rugi,

ganti rugi, pembatalan persetujuan timbal balik, dan pembatalan dengan ganti

rugi.32

Kalau tidak ada kesalahan debitur, maka terjadi overmacht (force majeure,

keadaan memaksa).33

Luasnya kesalahan meliputi kesengajaan, yaitu perbuatan

itu memang diketahui dan dikehendaki dan kelalaian yaitu tidak mengetahui

tetapi hanya mengetahui adanya kemungkinan bahwa akibatnya akan terjadi

32

R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, hal. 26.

33

Sigit Irianto, 2000, Asas-asas Hukum Perikatan (Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian).

FH Untag, Semarang, hal. 20.

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WANPRESTASI DALAM …

56

kesengajaan. Tidak dipenuhinya kesalahan debitur itu dapat terjadi karena dua

hal, yaitu:

a. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun karena

kelalaian;

b. Karena keadaan memaksa (force majeure), di luar kemampuan debitur.

Dalam perjanjian kredit, sebelum kredit diberikan kepada pihak debitur harus

terlebih dahulu ada kesepakatan atau persetujuan antara pihak bank yang

bertindak sebagai kreditur dengan pihak debitur. Kesepakatan atau persetujuan

yang dimaksud di sini adalah hubungan hukum antara kedua belah pihak yang

mengikatkan diri dalam perjanjian kredit yang dibuat para pihak, dimana pihak

bank berhak atas prestasi dan pihak debitur berkewajiban memenuhi prestasi.