Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab...

52
Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN PENYELESAIAN SENGKETA DALAM ISLAM Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat, mengharuskan adanya pemecahan. Karena itu, negara-negara muslim sangat membutuhkan suatu sistem yang lebih baik yang mampu memberikan semua elemen berperan dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia sejati. (Ka’bah 2006, hlm. 12) Sistem Ekonomi Islam yang dilandasi dan bersumber pada ketentuan Alquran dan Sunnah berisi tentang nilai persaudaraan, rasa cinta, penghargaan kepada waktu, dan kebersamaan. Adapun sistem ekonomi Islam Menurut Danupranata (2006, hlm. 26) meliputi antara lain : 1.Mengakui hak milik individu sepanjang tidak merugikan masyarakat. 2. Individu mempunyai perbedaan yang dapat dikembangkan berdasarkan potensi masing-masing. 3.Adanya jaminan sosial dari negara untuk masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuihan pokok manusia . 4.Mencegah konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang yang memiliki kekuasaan lebih. 25

Transcript of Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab...

Page 1: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Bab II

TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN PENYELESAIAN

SENGKETA DALAM ISLAM

Sistem Ekonomi Syariah

Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan kesejahteraan

masyarakat, mengharuskan adanya pemecahan. Karena itu, negara-negara muslim sangat

membutuhkan suatu sistem yang lebih baik yang mampu memberikan semua elemen

berperan dalam rangka mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia sejati.

(Ka’bah 2006, hlm. 12)

Sistem Ekonomi Islam yang dilandasi dan bersumber pada

ketentuan Alquran dan Sunnah berisi tentang nilai persaudaraan, rasa

cinta, penghargaan kepada waktu, dan kebersamaan. Adapun sistem

ekonomi Islam Menurut Danupranata (2006, hlm. 26) meliputi antara

lain :

1.Mengakui hak milik individu sepanjang tidak merugikan

masyarakat.

2. Individu mempunyai perbedaan yang dapat dikembangkan

berdasarkan potensi masing-masing.

3.Adanya jaminan sosial dari negara untuk masyarakat terutama

dalam pemenuhan kebutuihan pokok manusia .

4.Mencegah konsentrasi kekayaan pada sekelompok kecil orang

yang memiliki kekuasaan lebih.

25

Page 2: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

5. Melarang praktek penimbunan barang sehingga mengganggu

distribusi dan stabilitas harga.

6. Melarang praktek asosial.

Macam-Macam Aktivitas Ekonomi Syariah

Aktivitas ekonomi syariah atau ekonomi Islam sangatlah luas dan didalam aktivitas

kehidupan manusia untuk memperoleh kesejahteraan kehidupan di dunia ini tidak lepas dari

aktivitas tersebut, sebab menusia memang diperintahkan untuk memenuhi kesejahteraannya

di dunia ini tanpa melupakan kebahagiannya di akhirat kelak.

Namun dalam hal ini akan dibatasi pada aktivitas-aktivitas ekonomi syariah yang

sudah populer dan melembaga di Indonesia, sebagaimana yang tercantum didalam

penjelasan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Untuk itu berikut ini akan diuraiakan

beberapa aktivitas ekonomi syariah yang berkembang di Indonesia , diantaranya :

1. Bank Syariah

Pengertian

Bank Islam atau bank syariah secara teknis mempunyai persamaan pengertian. Para

Pakar perbankan Islam memberikan beberapa definisi.

Menurut Karnaen A. Perwaatmadja (2005, hlm. 18) bahwa bank syariah adalah bank

yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni bank dengan tata cara dan

operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Salah satu unsur yang harus

dijauhi dalam muamalah Islam adalah praktik-praktik yang mengandung unsur riba.

Sedangkan Warkum Sumitro (1997, hlm.5) mengatakan bahwa bank Islam berarti

bank yang tata cara operasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islami, yakni

mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Hadis. Dalam operasionalisasinya, bank

26

Page 3: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Islam harus mengikuti atau berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan pada

zaman Rasulullah SAW, bentuk-bentuk yang sudah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang

oleh Rasulullah bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau

cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Alquran dan Hadis.

Senada dengan pengertian di atas, Amin Azis yang didapat melalui website beliau

(www.aminazizcenter.com) juga berpendapat bahwa bank Islam adalah lembaga perbankan

yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan syariah Islam. Hal ini berarti,

operasional bank syari ’ah harus sesuai dengan tuntunan Alquran maupun Hadis, yaitu

menggunakan sistem bagi hasil dan imbalan lainnya sesuai dengan syariah Islam.

Sedangkan menurut Sudarsono (2004, hlm. 10) bahwa Bank Syariah adalah lembaga

keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas

pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.

Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 tahun 2008 Bank Syariah

ialah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut

jenisnya terdiri atas Bank umum syariah dan Bank pembiayaan rakyat syariah.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun dana dan

menyalurkannya kepada masyarakat. Di mana sistem, tata cara, dan mekanisme kegiatan

usahanya berdasarkan pada syariat Islam, yaitu Alquran dan Hadis.

Dalam Alquran, istilah bank tidak pernah disebutkan secara eksplisit, tetapi menurut

Arifin, jika yang dimaksud merujuk pada sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti

struktur, manajemen, fungsi, hak dan kewajiban, maka semua itu disebutkan dengan jelas

seperti zakat, shodaqoh, ghanimah, bai’, dan sebagainya., atau segala sesuatu yang

27

Page 4: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

memiliki fungsi atau peran tertentu yang dilaksanakan dalam kegiatan ekonomi (Arifin

2000, hlm.20)

Bank Syariah di Indonesia secara resmi yuridis diperkenalkan pada tahun 1992

sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 07 tahun 1992 tentang Perbankan.

Lahirnya undang-undang ini menandakan adanya kesepakatan rakyat dan bangsa Indonesia

untuk menerapkan dual banking system atau sistem perbankan ganda di Indonesia

(Perwaatmadja 2005, hlm. 1)

Prinsip-Prinsip Prilaku Bisnis Syariah

Untuk menyesuaikan dengan aturan dan norma-norma Islam, sudah semestinya

diterapkan dalam perilaku bisnis termasuk dalam hal ini praktek perbankan Islam, lima

prinsip sebagai berikut :

1). Tidak ada transaksi keuangan berbasis bunga (riba);

2). Pengenalan pajak religius atau pemberian sedekah, zakat;

3). Pelarangan produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan sistem nilai

Islam (haram);

4). Penghindaran aktivitas ekonomi yang melibatkan maisir (judi) dan gharar

(ketidakpastian);

5). Penyediaan Takaful (asuransi Islam) (Algaud 2005, hlm. 48)

2. Reksadana Syariah

Memahami Reksadana Syariah

Menurut Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat 27,

Reksadana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari

masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer

28

Page 5: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam. Reksadana dapat terdiri dari berbagai

macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen pasar uang, atau

campuran dari instrumen-instrumen di atas.

Dengan demikian, sebuah reksadana merupakan hubungan trilateral karena

melibatkan beberapa pihak yang terikat sebuah kontrak atau trust deed secara legal. Mereka

adalah pemilik modal, manajer investasi, dan bank kustodian.

Manajer investasi biasanya berbentuk perusahaan yang kegiatan usahanya

mengelola portofolio efek. Perusahaan pengelola disebut dengan fund management

company. Di samping sebagai pengelola investasi, fund management company juga

menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan pemasaran dan adaministrasi dana.

Portofolio efek adalah kumpulan (kombinasi) sekuritas, atau surat berharga atau efek, atau

instrumen yang dikelola.

Reksadana Syariah (Islamic Investment Funds) dalam hal ini memiliki pengertian

yang sama dengan reksadana konvensional, hanya saja cara pengelolaan dan kebijakan

investasinya harus berdasarkan pada syariat Islam, baik dari segi akad, pelaksanaan

investasi, maupun dari segi pembagian keuntungan.

Islamic Investment Fund merupakan lembaga intermediaris yang membantu

surplus unit melakukan penempatan dan untuk diinvestasikan. Salah satu tujuan dari

Reksadana Syariah adalah memenuhi kebutuhan kelompok investor yang ingin

memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih dan dapat

dipertanggungjawabkan secara religius, serta sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.

Dengan demikian, Reksadana Syariah adalah suatu wadah yang -digunakan oleh

masyarakat untuk berinvestasi secara kolektif, di mana pengelolaan dan kebijakan

investasinya mengacu pada syari’at Islam.

29

Page 6: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Reksadana merupakan jalan keluar bagi para pemodal kecil yang ingin ikut serta

dalam pasar modal dengan modal minimal yang relatif kecil dan kemampuan menanggung

resiko yang sedikit. Reksadana memiliki andil yang amat besar dalam perekonomian

nasional karena dapat memobilisasi dana untuk pertumbuhan dan pengembangan

perusahaan-perusahaan nasional, baik BUMN maupun swasta. Di sisi lain, reksadana

memberikan keuntungan kepada masyarakat berupa keamanan dan keuntungan materi yang

meningkatkan kesejahteraan material (Ghufron 2005, hlm. 13)

Dari sisi tujuan Reksadana Syariah dapat disejajarkan dengan Sosial Responsible

Investment (SRI) atau Etical Investment , Sosially Aware Investment, dan Value-based

investment. Tujuan utama Reksadana Syariah bukan semata-mata mencari keuntungan,

tetapi juga memiliki tanggungjawab sosial terhadap lingkungan, komitmen terhadap nilai-

nilai yang diyakini tanpa harus mengabaikan keinginan investornya.

Oleh karena itu, Reksadana Syariah tidak boleh menginvestasikan dananya pada

bidang-bidang yang bertentangan dengan Syariat Islam, misalnya saham-saham atau

obligasi-obligasi dari perusahaan yang pengelolaan dan produknya bertentangan dengan

syariat islam; pabrik makanan atau minuman yang mengandung alkohol, daging babi,

rokok, tembakau, jasa keuangan konvensional, pornografi, pelacuran, serta bisnis hiburan

yang berbau maksiat (Ghufron 2005, hlm. 16)

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001,

Reksadana Syariah adalah :

“ Reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahibul maal/rabb al maal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahibul maal, maupun antara manajer investasi sebagai wakil shahibul maal dengan pengguna investasi.”

30

Page 7: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Ciri-Ciri dan Mekanisme Operasional Reksadana Syariah

Ciri-Ciri Operasional Reksadana Syariah :

1). Mempunyai Dewan Syariah yang bertugas memberikan arahan kegiatan Manajer

Investasi (MI) agar senantiasa sesuai dengan syariah Islam.

2). Hubungan antara investor dari perusahaan didasarkan pada sistem mudharabah, di mana

satu pihak menyediakan 100% modal (investor), sedangkan satu pihak lagi sebagai

pengelola (manajer investasi).

3). Kegiatan usaha atau investasinya diarahkan pada hal-hal yang tidak bertentangan

dengan syariah Islam.

Mekanisme Operasional Reksadana Syariah

Perbedaan paling mendasar antara reksadana konvensional dan reksadana syariah

adalah terletak tada proses screening dalam mengkonstruksi portofolio. Filterisasi menurut

prinsip syariah adalah mengeluarkan saham-saham yang memiliki aktifitas haram seperti

riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok dan lain sebagainya. Di samping itu,

proses filterisasi juga dilakukan dengan cara membersihkan pendapatan yang dianggap

diperoleh dari kegiatan haram dan membersihkannya dengan cara charity.

Dalam mekanisme kerja yang terjadi di reksadana ada tiga pihak yang terlibat

dalam pengelolaan dan, yaitu:

1). Manajer investasi sebagai pengelola investasi. Manajer investasi ini

bertanggungjawab atas kegiatan investasi, yang meliputi analisa dan pemilihan jenis

investasi, mengambil keputusan-keputusan investasi, memonitor pasar investasi, dan

melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan untuk kepentingan investor,. Manajer

investasi (perusahaan pengelola) dapat berupa:

31

Page 8: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

a). Perusahaan efek, dimana umumnya berbentuk devisi tersendiri atau PT

yang khusus menangani reksa dana.

b). Perusahaan yang secara khusus bergerak sebagai perusahaan manajemen

investasi (PMI) atau investment manajemen company.

2). Bank kustodian adalah bagian dari kegiatan usaha suatu bank yang bertindak

sebagai penyimpan kekayaan (safe keeper) serta administrator reksadana. Dana yang

terkumpul dari sekian banyak investor bukan merupakan bagian kekayaan manajer

investasi maupun bank kustodian, tetapi milik para investor yang disimpan atas nama

reksadana dari bank kustodian. Baik manajer investasi maupun bank kustodian yang akan

melakukan kegiatan ini terlabih dahulu harus mendapat ijin dari Bapepam.

3). Pelaku (perantara) di pasar modal (broker, underwriter) maupun di pasar uang

(bank) dan pengawas yang dilakukan oleh Bapepam.

Jenis dan Instrumen Investasi

Investasi hanya dapat dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan

syariah Islam, yaitu :

1). Instrumen saham yang sudah melalui penawaran umum dan pembagian deviden

didasarkan atas tingkat laba usaha.

2). Penempatan dalam deposito pada Bank Umum Syariah.

3) Surat hutang jangka panjang dan jangka pendek yang sesuai dengan prinsip

syariah.

Berikut ini adalah kaidah-kaidah syariah yang telah dipenuhi dalam instrumen

saham :

1). Kaidah syar’iah untuk saham :

a). Bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara terbatas;

32

Page 9: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

b). Bersifat mudharabah jika saham ditawarkan secara terbatas.

c).Tidak boleh ada perbedaan jenis saham karena resiko harus ditanggung oleh

semua pihak.

d).Seluruh keuntungan akan dibagi hasil, dan jika terjadi kerugian akan dibagi

rugi bila perusahaan dilikuidasi.

e). Investasi pada saham tidak dapat dicairkan kecuali setelah likuidasi.

2). Kaidah syariah untuk emiten :

a). Produk/jasa yang dihasilkan dikategorikan halal. Dalam hal ini, JII (Jakarta

Islamic Index) telah melakukan penyaringan terhadap saham yang listing.

Berdasarkan fatwa DSN, BEJ memilih emiten yang unit usahanya sesuai

dengan syariah.

b). Hasil usaha tidak mengandung unsur riba dan tidak bersifat zalim.

c). Tidak menempatkan investor dalam kondisi gharar atau maysir.

_ Memberi informasi yang transparan

_ Resiko usaha yang wajar dan memenuhi ketentuan.

_ Manajemen Islami

_ Menghormati HAM

_ Menjaga sumber daya alam dan lingkungan hidup.

3). Kaidah syariah untuk pasar perdana :

a). Semua akad harus berbasis pada transaksi yang riil (dengan penyerahan) atas

produk dan jasa yang halal dan bermanfaat.

b). Tidak boleh menertibkan efek hutang untuk membayar kembali hutang.

c). Dana hasil penjualan efek yang diterbitkan akan dietrima oleh perusahaan.

33

Page 10: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

d). Hasil investasi yang akan diterima pemodal merupakan fungsi dan manfaat

yang diterima emiten dari modal yang diperoleh dari dana hasil penjualan

efek dan tidak boleh semata-mata merupakan fungsi dari waktu..

4). Kaidah syariah untuk pasar sekunder :

a). Semua efek harus berbasis pada transaksi riil (dengan penyerahan)

atas produk dan jasa yang halal.

b). Tidak boleh membeli efek hutang dengan dana dari hutang atau menerbitkan

surat hutang.

c). Tidak boleh membeli berdasarkan tren atau indek.

d). Tidak boleh memperjual belikan hasil yang diperoleh dari suatu efek (misalnya

kupon, dividen) walaupun efeknya sendiri dapat diperjualbelikan.

e). Tidak boleh melakukan transaksi murabahah dengan menjadikan objek

transaksi sebagai jaminan.

f). Transaksi tidak menyesatkan, seperti penawaran palsu dan cornering

Salah satu faktor utama yang menyebabkan gerakan yang tidak stabil dalam harga

saham adalah spekulasi dalam pembayaran uang muka atau obral saham dengan harga

marjinal. Para spekulan mencari keuntungan perbedaan harga dalam transaksi jangka

pendek.

Spekulan berbeda kontras dengan investor. Tujuan investor yang sungguh-sungguh

adalah mencari jalan keluar dari tabungan saham yang mereka miliki jika mereka benar-

benar mau menjual di kemudian hari. Investor yang sesungguhnya tidak tertarik pada

transaksi berjangka pendek dan tujuan mereka, setidaknya saat pembelian, adalah

memegang saham dalam jangka panjang. Oleh karena itu, ada tiga hal yang mencirikan

suatu inventasi di pasar modal yaitu ;

34

Page 11: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

a). Mengambil saham yang telah dibeli,

b) Melakukan pembayaran penuh,

c) Keinginan pada saat membeli untuk memegang saham dalam jangka waktu yang

tidak tertentu (Ghufron 2005, hlm. 36)

Gadai Syariah

Rukun dan Syarat Transaksi Gadai

Setiap akad harus memenuhi syarat syah dan rukun yang telah ditetapkan oleh para

ulama fiqih. Walaupun terdapat perbedaan mengenai hal ini, namun secara syarat syah dan

rukun dalam menjalankan pegadaian sebagai berikut:

Rukun Gadai :

1). Shighat adalah ucapan berupa ijab dan qabul.

2). Orang yang berakad, yaitu orang yang menggadaikan (rahin) dan orang yang

menerima gadai (murtahin).

3). Harta / barang yang dijadikan jaminan (marhun).

4). Hutang (Marhun bih)

Syarat Sah Gadai :

1). Shighat

Syarat shighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan dengan masa yang

akan datang. Misalnya; rahin mensyaratkan apabila tenggang waktu marhunbih

habis dan marhunbih belum terbayar, maka rahin dapat diperpanjang satu bulan.

Kecuali jika syarat tersebut mendukung kelancaran akad maka diperbolehkan

seperti pihak murtahin minta agar akad itu disaksikan oleh dua orang.

2). Orang yang berakad. Baik rahin maupun martahin harus cakap dalam melakukan

tindakan hukum, baligh dan berakal sehat, serta mampu melakukan akad. Bahkan

35

Page 12: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

menurut ulama Hanafiyah, anak kecil yang mumayyis dapat melakukan akad,

karena ia dapat membedakan yang baik dan yang buruk.

3). Marhun bih

a). Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin.

b).Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat dimanfaatkan,

maka tidak syah.

c). Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya.

4). Marhun

a). Harus berupa harta yang bisa dijual dan nilainya seimbang dengan marhun

bih.

b). Marhun harus mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan.

c). Harus jelas dan spesifik.

d). Marhun itu secara sah dimiliki oleh rahin.

e). Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat.

Hak dan Kewajiban pihak Penerima Gadai (Murtahin)

1). Hak Murtahin ( Penerima Gadai ) :

(a). Pemegang gadai berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi

kewajibannya pada sat jatuh tempo. Hasil penjualan barang gadai (marhun) dapat

digunakan untuk melunasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya dikembalikan

kepada rahin.

(b). Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan

untuk menjaga keselamatan marhun.

36

Page 13: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

(c). Selama pinjaman belum dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai

yang diserahkan oleh pemberi gadai (nasabah/rahin).

2.) Adapun kewajiban penerima gadai (murtahin) adalah :

(a). Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya barang gadai,

apabila hal itu disebabkan oleh kelalaiannya.

(b). Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.

(c). Penerima gadai wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan

pelelangan barang gadai.

Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)

1). Hak pemberi gadai adalah:

(a). Pemberi gadai berhak mendapatkan kembali barang gadai, setelah ia melunasi

pinjaman.

(b). Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya

barang gadai, apabila hal itu disebabkan kelalaian penerima gadai.

(c). Pembari gadai berhak menerima sisa hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi

biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya.

(d). Pemberi gadai berhak meminta kembali barang gadai apabila penerima gadai

diketahui menyalahgunakan barang gadai.

2). Kewajiban pembari gadai:

(a) Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman yang telah diterimanya dalam tenggang

waktu yang ditentukan, termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima

gadai.

37

Page 14: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

(b) Pemberi gadai wajib merelakan penjualan atas barang gadai miliknya, apabila

dalam jangka waktu yang telah ditentukan pemberi gadai tidak dapat melunasi

pinjamannya.

Akad Perjanjian Transaksi Gadai

Untuk mempermudah mekanisme perjanjian gadai antara rahin (pemberi gadai) dan

murtahin (penerima gadai), maka dapat menggunakan tiga akad perjanjian, antara lain:

Akad Qardh al-Hasan

Akad ini biasanya dilakukan pada nasabah yang ingin menggadaikan barangnya

untuk tujuan konsumtif. Untuk itu, nasabah (rahin) dikenakan biaya berupa upah / fee

kepada pihak pegadaian (murtahin) karena telah menjaga dan merawat barang gadaian

(marhun).

Sebenarnya, dalam akad qard al-hasan tidak diperbolehkan memungut biaya kecuali

biaya administrasi. Namun demikian, ketentuan untuk biaya administrasi pada pinjaman

dengan cara:

Harus dinyatakan dalam nominal, bukan persentase.

Sifatnya harus jelas, nyata dan pasti serta terbatas pada hal-hal

yang mutlak diperlukan dalam kontrak.

Mekanisme pelaksanaan akad qard al-hasan:

(a). Barang gadai (marhun) berupa barang yang tidak dapat dimanfaatkan, kecuali

dengan jalan menjualnya dan berupa barang bergerak saja, seperti emas, barang

elektronik, dan sebagainya.

(b). Tidak ada pembagian bagi hasil, karena akad ini bersifat sosial. Tetap

diperkenankan menerima fee sebagai pengganti biaya administrasi yang

biasanya diberikan pihak pemberi gadai (rahin) kepada penerima gadai.

38

Page 15: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Akad Mudharabah

Akad mudharabah adalah akad yang dilakukan oleh nasabah yang menggadaikan

jaminannya untuk menambah modal usaha atau pembiayaan yang bersifat produktif.

Dengan akad ini, nasabah (rahin) akan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan

yang didapat nasabah kepada pegadaian (marhum) sesuai dengan kesepakatan, sampai

modal yang dipinjam dilunasi.

Jika barang gadai (marhun) dapat dimanfaatkan, maka dapat diadakan kesepakatan

baru mengenai pemanfaatan barang gadai, dengan jenis akad yang dapat disesuaikan

dengan jenis barangnya. Jika pemilik barang gadai tidak berniat memanfaatkan barang

gadai tersebut, penerima gadai dapat mengelola dan mengambil manfaat dari barang itu.

Akan tetapi hasilnya harus diserahkan kepada pemilik barang gadai sebagian.

Ketentuan akad mudharabah:

.(a). Jenis barang gadai dalam akad ini adalah semua jenis barang asal bisa

dimanfaatkan, baik berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak.

Seperti kendaraan bermotor, barang elektronik, tanah, rumah, bangunan dan

lain sebagainya.

(b). Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik barang gadai adalah keuntungan

setelah dikurangi biaya pengelolaan. Adapun ketentuan persentase nisbah

bagi hasil sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.

Akad Ba’i Muqayyadah

Akad Ba’i Muqayyadah adalah akad yang dilakukan apabila nasabah (rahin) ingin

menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif. Seperti pembelian peralatan untuk

39

Page 16: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

modal kerja. Untuk memperoleh pinjaman, nasabah harus menyerahkan barang sebagai

jaminan berupa barang-barang yang dapat dimanfaatkan, baik oleh rahin maupun

murtahin. Dalam hal ini, nasabah dapat memberi keuntungan berupa mark up atas barang

yang dibelikan oleh murtahin. Atau dengan kata lain, murtahin (pihak pegadaian) dapat

memberikan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan akad jual beli, sehingga

murtahin dapat mengambil keuntungan berupa margin dari penjualan barang tersebut

sesuai dengan kesepakatan antara keduanya.

Akad Ijarah

Akad Ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa

tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. Dalam

kontrak ini ada kebolehan untuk menggunakan manfaat atau jasa dengan ganti berupa

kompensasi.

Dalam gadai syariah, penerima gadai (murtahin) dapat menyewakan tempat

penyimpanan barang (deposit box) kepada nasabahnya. Barang titipan dapat berupa barang

yang menghasilkan manfaat maupun tidak menghasilkan manfaat. Pemilik yang

menyewakan disebut muajjir (pegadaian), sementara nasabah (penyewa) disebut mustajir,

dan sesuatu yang diambil manfaatnya disebut major, sedangkan kompensasi atau balas jasa

disebut ajron atau ujrah.

Asuransi Syariah

Pengertian Asuransi Syariah

40

Page 17: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Sebagaimana telah diterangkan pada bab terdahulu, dalam konsep agama Islam

terdapat suatu terminologi yang membedakan hubungan manusia dengan Tuhan (hablum

minallah) di satu sisi dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablum minannas) dan

lingkungan sekitarnya (hablum minal alam) di sisi lainnya. Hukum-hukum yang mengatur

hubungan manusia dengan Tuhan seperti peribadatan misalnya adalah bersifat limitatif

(ta’abudi) artinya tidak dimungkinkan bagi manusia untuk mengembangkannya.

Sedangkan hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan

lingkungan alam di sekitarnya adalah bersifat terbuka, artinya Allah SWT dalam Alquran

hanya memberikan aturan yang bersifat garis besarnya saja. Selebihnya adalah terbuka

bagi mujtahid untuk mengembangkan melalui pemikirannya.

Lapangan kehidupan ekonomi termasuk di dalamnya usaha perasuransian,

digolongkan di dalam hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya

yang disebut dengan hukum muamalah, oleh karena itu bersifat terbuka dalam

pengembangannya. (Dewi 2007, hlm. 135)

Pengertian kehidupan ekonomi dalam konteks perusahaan asuransi menurut syariah

atau asuransi Islam secara umum sebenarnya tidak jauh berbeda dengan asuransi

konvensional. Di antara keduanya, baik asuransi konvensional maupun asuransi syariah

mempunyai persamaan yaitu perusahaan asuransi hanya berfungsi sebagai fasilitator

hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung) dengan peserta penerima

pembayaran klaim (tertanggung). Secara umum asuransi Islam atau sering diistilahkan

dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya didasarkan

pada syarat Islam dengan mengacu kepada Alquran dan As-Sunnah. (Dzajuli 2002, hlm.

120)

41

Page 18: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Dalam menerjemahkan istilah asuransi ke dalam konteks asuransi Islam terdapat

beberapa istilah, antara lain takaful (bahsa Arab), ta’min (bahasa arab) dan Islamic

insurance (bahasa Inggris). Istilah-istilah tersebut pada dasarnya tidak berbeda satu sama

lain yang mengandung makna pertanggungan atau menanggung. Namun dalam prakteknya

istilah yang paling populer digunakan sebagai istilah lain dari asuransi dan juga paling

banyak digunakan di beberapa negara termasuk Indonesia adalah istilah tafakul. Istilah

tafakul ini pertama kali digunakan oleh Dar Al Mal Islami , sebuah perusahaan asuransi

Islam di Genewa yang berdiri pada tahun 1983.

Istilah tafakul dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar kafala-yakfulu-takafala-

yatakafalu-takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama. Kata

takaful tidak dijumpai dalam Alquran namun demikian ada sejumlah kata yang seakar

dengan kata takaful, seperti misalnya dalam QS. Thaha (20) : 40 :

Artinya :"Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" ِ

Apabila kita memasukkan asuransi tafakul ke dalam lapangan kehidupan

muamalah, maka tafakul dalam pengertian muamalah mengandung arti yaitu saling

menanggung resiko di antara sesama manusia sehingga di antara satu dengan lainnya

menjadi penanggung atas resiko masing-masing. Dengan demikian, gagasan mengenai

asuransi tafakul berkaitan dengan unsur saling menanggung resiko di antara para peserta

asuransi, di mana peserta yang satu menjadi penanggung peserta yang lainnya. Tanggung

menanggung resiko tersebut dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan

dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko

tersebut. Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak sebagai fasilitator saling

menanggung di antara para peserta asuransi. Hal inilah salah satu yang membedakan antara

42

Page 19: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

asuransi tafakul dengan asuransi konvensional, di mana dalam asuransi konvensional

terjadi saling menanggung antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi.

Prinsip-prinsip Asuransi Syariah

Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa

(tolong –menolong kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman).

Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar

yang satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung resiko. Hal ini

disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi tafakul adalah akad takafuli (saling

menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh

asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.

Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa asuransi syariah atau asuransi

tafakul ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu:

1). Saling bertanggung jawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa

tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong peserta lain yang

mengalami musibah atau kerugian dengan ikhlas, karena memikul tanggung

jawab dengan niat akhlas adalah ibadah.

Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap muslim.

Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai,

saling membantu dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan

kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, bertakwa

dan harmonis.

Dengan prinsip ini, maka asuransi tafakul merealisir perintah Allah SWT

dalam Alquran dan Rasulullah SAW dalam As-Sunnah tentang kewajiban untuk

43

Page 20: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

tidak memerhatikan kepentingan diri sendiri semata tetapi juga mesti

mementingkan orang lain atau masyarakat.

2). Saling bekerjasama atau saling membantu, yang berarti di antara peserta asuransi

tafakul yang satu dengan yang lainnya saling bekerja sama dan saling tolong

menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab musibah yang

diderita.

Dengan prinsip ini maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT dalam

Alquran dan Rasulullah SAW dalam As-Sunnah tentang kewajiban hidap bersama

dan saling menolong di antara sesama unat manusia.

3). Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta

asuransi takaful akan berperan sebagai pelindung bagi musibah yang di deritanya.

Dengan begitu maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT tentang

kewajiban saling melindungi di antara sesama warga masyarakat.

Karnaen A. Perwataatmadja mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful yang

sama, namun beliau menambahkan satu prinsip dari prinsip yang telah ada yakni prinsip

menghindari unsur-unsur gharar, maisir dan riba. Sehingga terdapat 4 prinsip asuransi

syariah yaitu:

1. Saling bertanggung jawab;

2. Saling bekerja sama atau saling membantu;

3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain, dan

4. Menghindari unsur gharar, maisir dan riba. (Antonio 1994, hlm 148)

Terdapat beberapa solusi untuk menyiasati agar bentuk usaha asuransi dapat

terhindar dari unsur gharar, maisir dan riba.

1. Gharar (uncertainty) atau ketidakpastian ada dua bentuk:

44

Page 21: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

a. Bentuk akad syariah yang melandasi penutupan polis. Secara konvensional,

kontrak dan perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikatagorikan sebagai akad

tabaduli atau akad pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang

pertanggungan. Secara harfiah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang

dibayarkan dan berapa yang diterima. Keadaan ini menjadi rancu (gharar)

karena kita tahu berapa yang akan diterima (sejumlah uang pertanggungan),

tetapi tiadak tahu berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi) karena

hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. Dalam konsep syariah

keadaan ini akan lain karena akad yang digunakan adalah akad takafuli atau

tolong menolong dan saling menjamin di mana semua peserta asuransi menjadi

penolong dan penjamin satu sama lainnya.

b. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerima uang klaim itu

sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional, peserta tidak mengetahui dari

dana pertanggungan ysng diberikan perusahaan asuransi berasal. Peserta hanya

tahu jumlah pembayaran klaim yang akan diterimanya. Dalam konsep takaful,

setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, masuk ke rekening

pemegang polis dan satu lagi di masukkan ke rekening khusus peserta yang

harus di niatkan tabarru’ atau derma untuk membantu saudaranya yang lain.

Dengan kata lain, dana klaim dalam konsep takaful diambil dari dana tabarru’

yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang di berikan oleh para peserta.

2. Maisir (gambling) artinya ada salah satu pihak yang untung namun di pihak lain

justru mengalami kerugian. Unsur ini dalam asuransi konvensional terlihat apabila

selama masa perjanjian peserta tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka

peserta tidak berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya.

45

Page 22: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Sedangkan, keuntungan diperoleh ketika peserta yang belum lama menjadi anggota

(jumlah premi yang disetor sedikit) menerima dana pembayaran klaim yang jauh

lebih besar.

Dalam konsep takaful, apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah

selama menjadi peserta, maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor

kecuali dana yang di masukkan ke dalam dana tabarru’.

3. Unsur riba tercermin dalam cara perusahaan asuransi konvensional melakukan

usaha dan investasi di mana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar

bunga. Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan

prinsip bagi hasil, terutama mudharabah dan musyarakah.

Baitul Mal Wa at-Tamwil (BMT)

Pengertian

Baitul Maal Wat at Tamwil (BMT) atau Balai Usaha Mandiri Terpadu, adalah

lembaga keuangan mikro yang di oprasikan dengan prinsip bagai hasil, menumbuh-

kembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta

membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari

tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salam :

keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian, dan kesejahteraan.

a. Asas dan prinsip dasar

BMT didirikan dengan berasaskan pada masyarakat yang salam, yaitu penuh

keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan.

Prinsip Dasar BMT, adalah :

46

Page 23: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

1). Ahsan (mutu hasil kerja terbaik), thayyiban (terindah), ahsanu ‘amala

(memuaskan semua pihak), dan sesuai dengan nilai-nilai salam: keselamatan,

kedamaian, dan kesejahteraan

2). Barokah, artinya berdayaguna, berhasil guna, adanya penguatan jaringan,

transparan (keterbukaan), dan bertanggung jawab sepenuhnya kepada

masyarakat.

3). Spiritual communication (penguatan nilai ruhiyah).

4). Demokratis, partisipatif, dan inklusif.

5). Keadilan sosial dan kesetaran jender, non-diskriminatif.

6). Ramah lingkungan.

7). Peka dan bijak terhadap pengetahuan dan budaya lokal, serta keanekaragaman

budaya.

8). Keberlanjutan, memberdayakan masyarakat dengan meningkatkan kemampuan

diri dan lembaga masyarakat lokal.

b. Sifat, peran dan fungsi

BMT bersifat terbuka, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan

pembiayaan untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan

kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.

Peran BMT di masyarakat, adalah sebagai berikut:

1). Motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat banyak.

2). Ujung tombak pelaksanaan sitem ekonomi syariah.

3). Penghubung antara kaum aghnia (kaya) dan kaum dhu’afa (miskin).

4).Sarana pendidikan informal untuk mewujudkan prinsip hidup yang berkah, ahsanu

‘amala, dan salam melalui spiritual communication dan dzikir qalbiyah ilahiah.

47

Page 24: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Fungsi BMT di masyarakat adalah untuk:

1). Meningkatkan kualitas SDM anggota, pengurus, dan pengelola menjadi lebih

profesional, salam (selamat, damai dan sejahtera), dan amanah sehingga semakin

utuh dan tangguh dalam berjuang dan berusaha (beribadah) menghadapi tantangan

hidup.

2). Mengorganir dan memobilisasi dana sehingga dana yang dimiliki oleh masyarakat

dapat termanfaatkan secara optimal di dalam dan di luar organisasi untuk

kepentingan rakyat banyak.

3). Mengembangkan kesempatan kerja.

4). Mengukuhkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-produk anggota.

5). Memperkuat dan meningkatkan kualitas lembaga-lembaga ekonomi dan sosial

masyarakat banyak.

d. Pendirian BMT

BMT dapat didirikan oleh :

1). Sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang.

2. Satu pendiri dengan yang lainnya tidak memiliki hubungan keluarga vertikal dan

horisontal satu kali.

3). Sekurang-kurangnya 70% anggota pendiri bertempat tinggal di sekitar daerah kerja

BMT.

4). Pendiri dapat bertambah dalam tahun-tahun kemudian jika disepakati oleh rapat para

pendiri.

e.Permodalan BMT

Modal BMT, terdiri dari:

1). Simpanan Pokok (SP) yang ditentukan besarnya sama besar untuk semua anggota.

48

Page 25: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

2) Simpanan Pokok Khusus (SPK) , yaitu simpanan pokok yang khusus diperuntukkan

untuk mendapatkan sejumlah modal awal sehingga memungkinkan BMT

melakukan persiapan-persiapan pendirian dan memulai operasinya. Jumlahnya

dapat berbeda antar anggota pendiri. Pada pendirian BMT, para pendiri dapat

bersepakat agar dalam waktu 4 (empat) bulan sejak disepakati dapat berkumpul

uang sejumlah:

(a). Minimal Rp 75 juta untuk wilayah JABOTABEK.

(b). Minimal Rp 50 juta untuk wilayah ibukota propinsi.

(c). Minimal Rp 30 juta untuk wilayah ibukota kabupaten / kota.

(d). Minimal Rp 20 juta untuk wilayah ibukota kecamatan

(e). Minimal Rp 15 juta untuk daerah pedesaan.

f.Status BMT

Status BMT ditentukan oleh jumlah aset yang dimiliki sebagai berikut:

1). Pada awal pendiriannya hingga mencapai aset lebih kecil dari Rp 100 juta BMT

adalah Kelompok Swadaya masyarakat yang berhak meminta /mendapakan

Sertifikat Kemitran dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).

2). Jika BMT telah memiliki aset Rp 100 juta atau lebih, maka BMT diharuskan

melakukan proses pengajuan Badan Hukum kepada notaris setempat, antara lain

dapat berbentuk:

a). Koperasi Syariah (KOPSYAH).

b).Unit Usaha Otonomi Syariah dari KSP (koperasi Simpan Pinjam), KSU (Koperasi

Serba Usaha), KUD (Koperasi Unit Desa), Kopontren (Koperasi Pondok

Pesantren), atau Koperasi lainnya yang beroperasi otonom termasuk pelaporan dan

pertanggung jawabannya.

49

Page 26: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

g.Anggota BMT

Anggota BMT, terdiri dari :

1). Anggota pendiri BMT, yaitu anggota yang membayar simpanan pokok, simpanan

wajib, dan simpanan-simpanan pokok khusus minimal 4% dari jumlah modal awal

BMT yang direncanakan.

2). Anggota biasa, yaitu anggota yang membayar simpanan pokok dan simpanan wajib.

3). Calon anggota, yaitu mereka yang memanfaatkan jasa BMT tetapi belum melunasi

simpanan wajib.

4). Anggota kehormatan, Yaitu anggota yang mempunyai kepedulian untuk ikut serta

memajukan BMT baik moral amupun materiil tetapi tidak bisa ikut serta secara

penuh sebagai anggota BMT.

h. Cara Kerja BMT

Cara kerja BMT adalah sebagai berikut:

1). Pendamping atau beberapa pemrakarsa yang mengetahui tentang BMT,

menyampaikan dan menjelaskan ide atau gagasan ini kepada rekan-rekannya sebagai

upaya untuk menarik beberapa orang sebagai pemrakarsa awal hingga mencapai lebih

dari 20 (dua puluh) orang.

2). Dua puluh orang atau lebih tersebut kemudian menyepakati pendirian BMT di desa,

kecamatan, pasar, atau masjid dan bersepakat mengumpulkan modal awal pendirian

BMT.

3). Modal awal kemudian ditentukan sesuai dengan kesepakatan bersama, tidak harus

sama jumlahnya antara pemrakarsa, hingga mencapai jumlah yang telah ditentukan

untuk pendirian sebuah BMT.

4). Pemrakarsa membuat rapat untuk memilih pengurus BMT.

50

Page 27: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

5). Pengurus BMT kemudian merapatkan dan merekrut pengelola / manajeman BMT dari

lingkungan tersebut yang memiliki sifat siddiq, amanah, tabligh, fatonah dan benar-

benar menguasai visi, misi, tujuan, dan usaha-usaha BMT, serta memiliki keinginan

keras dan dengan sepenuh hati untuk mengembangkan BMT.

6). Pengurus BMT menghubungi PINBUK setempat untuk memberikan pelatihan kepada

calon pengelola / manajemen BMT tersebut (umumnya 2 minggu pelatihan dan

magang).

7). Pengelola yang telah diberi pelatihan kemudian membuka kantor dan menjalankan

BMT, dengan giat menggalakkan simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan

pada usaha mikro dan kecil di sekitarnya.

8). Pembiayaan pada usaha mikro dilakukan dengan menerapkan sistem bagi hasil yang

disampaikan sesuai dengan akad yang telah disepakati.

9). Hasil bagi hasil ini kemudian digunakan oleh para pengelola untuk membayar honor

para pengelola dan membayar kegiatan operasional BMT.

10).Hasil bagi hasil juga digunakan untuk membayar bagi hasil kepada penyimpan dana,

diupayakan agar nilai bagi hasil yang diperoleh para penyimpan dana busa lebih besar

dari bunga konvensional. (PKES 2006, hlm. 28)

Cara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

Dalam kosa kata Inggris terdapat 2 (dua) istilah, yakni “conflict”dan

“dispute”yang kedua-duanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan

kepentingan di antara kedua pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Kosa kata

conflict sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi “konflik”, sedangkan kosa kata

dispute”dapat diterjemahkan dengan kosa kata “sengketa.” Sebuah konflik, yakni

sebuah situasi di mana 2 (dua) pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan kepentingan,

51

Page 28: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan

hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatiannya. Sebuah konflik berubah atau

berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah

menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang

dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. (Adam 1997, hlm. 1)

Ini berarti sengketa merupakan kelanjutan dari konflik. Sebuah konflik akan

berubah menjadi sengketa bila tidak dapat terselesaikan. Konflik akan diartikan

“pertentangan” di antara para pihak untuk menyelesaikan masalah yang kalau tidak

terselesaikan dengan baik dapat mengganggu hubungan di antara mereka. Sepanjang para

pihak tersebut dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik, maka sengketa tidak akan

terjadi. Namun, bila terjadi sebaliknya, para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan

mengenai solusi pemecahan masalahnya, maka sengketalah yang timbul. Penyelesaian

sengkata dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni melalui badan Peradilan (Litigasi)

dan di luar badan Peradilan (Non Litigasi).

Pada dasarnya keberadaan cara penyelesaian sengketa setua keberadaan manusia

itu sendiri. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang diberikan oleh Tuhan kepada

manusia, membawa manusia itu ke dalam bermacam-macam konflik, baik dengan manusia

lain, alam lingkungannya, bahkan dengan dirinya sendiri. Namun, karena kodrat manusia

juga,maka manusia selalu berusaha mencari cara penyelesaian konflik dalam rangka untuk

selalu mencapai posisi keseimbangan dan agar tetap dapat berusaha hidup. Sejarah

menunjukkan bahwa peradaban manusia berkembang sesuai dengan alam lingkungannya,

kebutuhannya, serta nilai-nilai baru yang berkembang kemudian. Demikian pula konflik

dan cara-cara penyelesaiannya pun berkembang sejajar dengan perkembangan peradaban

manusia itu sendiri. Pada saat posisi individualitas manusia masih tenggelam dalam

52

Page 29: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

kepentingan kelompok, konflik individu, baik ia dengan individu dalam kelompok yang

sama maupun antara ia dengan individu lain dari kelompok yang berbeda, akan

ditransformasi manjadi konflik kelompok dan penyelesaiannya pun menjadi penyelesaian

kelompok. Peradaban manusia yang berkembang semakin komplek membawa serta

perubahan posisi manusia dari ketertenggelamannya dalam kepentingan kelompok menjadi

individu-individu yang mandiri, yang memiliki kepentingan-kepentingan yang tidak dapat

begitu saja ia korbankan pada kepentingan kelompok, maka konflik, cara penyelesaiannya,

serta nilai yang ingin dicapai dengan penyelesaian itu pun ikut mengalami perkembangan.

(Roedjiono 1996, hlm. 1)

Pada saat kepentingan manusia masih bertumpu pada kekuasaan atau kekuatan

fisik, nilai yang ingin dicapai dengan penyelesaian itu menang atau kalah, jaya atau hancur,

tanpa kompromi. Setelah kekuasaan atau kekuatan fisik itu mulai ditransformasiakan ka

dalam hukum, nilai menang atau kalah masih kuat melekat pada tujuan menyelesaikan

konflik tersebut, meskipun cara penyelesaiannya tidak lagi mengandalkan pada kekuatan

atau kekuasaan fisik, tetapi dengan mengadu pembuktian di depan hukum. Ekses

perkembangan hukum yang semakin memberikan perlindungan atas hak-hak yang dimiliki

oleh seseorang dari perbuatan orang lain yang merugikannya, tata pergaulan dunia baru

pasca Perang Dunia 11, semakin langkanya sumber daya alam, pandangan sustainable

business relationship, telah memberikan sumbangan bagi munculnya cara-cara

penyelesaian sengketa yang tidak melulu bertumpu pada nilai-nilai menang atau kalah, jaya

atau hancur sama sekali.

Penyelesain sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) proses. Proses penyelesaian

sengketa tertua melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses

penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan. Proses litigasi

53

Page 30: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial yang belum mampu merangkul

kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam

penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan

permusuhan di antara pihak yang bersengketa. Sebaliknya, melalui proses di luar

pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat “ win-win solution” , dijamin

kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal

proseduraldan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam

kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik. Akan tetapi, di negara-negara tertentu

proses peradilan dapat lebih cepat. Satu-satunya kelebihan proses nonlitigasi ini sifat

kerahasiaannya, karena proses persidangan dan bahkan hasil keputusannya pun tidak

dipublikasikan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini umumnya dinamakan dengan

Alternative Dispute Resolution (ADR). (Roedjiono 1996, hlm. 5)

Ada yang mengatakan kalau Alternative Dispute Resolution (ADR) ini

merupakan siklus gelombang ketiga penyelesaian sengketa bisnis. Penyelesaian sengketa

bisnis pada era globalisasi dengan ciri “moving quickly”, menuntut cara-cara yang

“informal procedure and be put in motion quickly” . Sejak tahun 1980, di berbagai negara

Alternative Dispute Resolution (ADR) ini dikembangkan sebagai jalan terobosan alternatif

atas kelemahan penyelesaian litigasi dan arbitrase, mengakibatkan terkuras sumberdaya,

dana, waktu dan pikiran dan tenaga eksekutif, malahan menjerumuskan usaha ke arah

kehancuran. (Harahap 1997, hlm 280)

Atas dasar itulah dicarikan pilihan lainnya dalam menyelesaiakan sengketa di luar

proses litigasi. (Usman 2003, hlm. 4)

Sengketa berarti terjadinya perbedaan kepentingan antara dua pihak atau lebih

yang saling terkait. Baik antara pihak Bank dengan Nasabah atau antara mudharib dengan

54

Page 31: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

baitul mal maupun antara rahin dengan murtahin. Hal ini dikarenakan tidak terpenuhinya

hak dan kewajiban secara wajar dan semestinya oleh pihak-pihak yang terkait. Sungguh

pun aktivitas ekonomi syariah telah dilaksanakan dengan mempertimbangkan prinsip-

prinsip syariah, namun dalam proses perjalanannya tidak menutup kemungkinan terjadinya

sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan. Jadi yang dimaksudkan dengan sengketa

dalam bidang ekonomi syariah adalah sengketa didalam pemenuhan hak dan kewajiban

bagi pihak-pihak yang terikat dalam akad aktivitas ekonomi syariah.

Menurut Hakim Agung Habiburrahman, sengketa di bidang ekonomi syariah

yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah meliputi :

1. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga keuangan dan lembaga

pembiayaan syariah dengan nasabahnya;

2. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara sesama lembaga keuangan dan lembaga

pembiayaan syariah;

3. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang yang beragama Islam, yang

dalam akad perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa perbuatan/kegiatan usaha

yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

Oleh karena itulah dalam hal ini diperlukan suatu konsep penyelesaian sengketa

yang menjamin rasa keadilan bagi pihak-pihak yang bersengketa. Uraian berikut ini dicoba

untuk memaparkan beberapa alternatif penyelesaian sengketa dalam bidang perekonomian

syariah.

1. Penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah berdasarkan tradisi Islam Klasik

1.1. Al-Shulh (Perdamaian).

Secara bahasa, “Shulh” menurut Munawir (2002, hlm. 788) artinya ialah

perdamaian, dan berasal dari kata “solaha yaslahu, soluhan wa solahiyatan” yang artinya

55

Page 32: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

baik dan bagus, sedangkan menurut istilah “shulh” berarti suatu jenis akad atau perjanjian

untuk mengakhiri perselisihan/ pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa secara

damai. Menyelesaikan sengketa berdasarkan perdamaian untuk mengakhiri suatu perkara

sangat dianjurkan oleh Allah SWT sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa ayat 126

yang artinya: “Perdamaian itu adalah perbuatan yang baik”. (Munawir 2002, hlm. 843)

Ada tiga rukun yang harus dipenuhi dalam perjanjian perdamaian yang harus

dilakukan oleh orang melakukan perdamaian, yakni ijab, qabul dan lafadz dari perjanjian

damai tersebut. Jika ketiga hal ini sudah terpenuhi, maka perjanjian itu telah berlangsung

sebagaimana yang diharapkan. Dari perjanjian damai itu lahir suatu ikatan hukum, yang

masing-masing pihak berkewajiban untuk melaksanakannya. Perlu diketahui bahwa

perjanjian damai yang sudah disepakati itu tidak bisa dibatalkan secara sepihak, jika ada

pihak yang tidak menyetujui isi perjanjian itu, maka pembatalan perjanjian itu harus atas

persetujuan kedua belah pihak.

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian damai dapat diklasifikasi kepada beberapa

hal sebagai berikut::

a. Hal yang menyangkut subyek.

Tentang subyek atau orang yang melakukan perdamaian harus orang

cakap bertindak menurut hukum. Selain dari itu orang yang melaksanakan

perdamaian harus orang yang mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang

untuk melepaskan haknya atau hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian

tersebut. Belum tentu setiap orang yang cakap bertindak mempunyai kekuasaan

atau wewenang. Orang yang cakap bertindak menurut hukum tetapi tidak

mempunyai wewenang memeiliki seperti pertama: wali atas harta benda orang

yang berada dibawah perwaliannya, kedua: pengampu atas harta benda orang

56

Page 33: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

yang berada dibawah pengampunannya, ketiga: nazir (pengawas) wakaf atas hak

milik wakaf yang ada dibawah pengawasannya.

b. Hal yang menyangkut obyek.

Tentang obyek dari perdamaian harus memenuhi ketentuan yakni

pertama: berbentuk harta, baik berwujud maupun yang tidak berwujud seperti hak

milik intelektual, yang dapat dinilai atau dihargai, dapat diserahterimakan dan

bermanfaat, kedua: dapat diketahui secara jelas sehingga tidak melahirkan

kesamaran dan ketidakjelasan, yang pada akhirnya dapat pula melahirkan

pertikaian baru terhadap obyek yang sama.

c. Persoalan yang boleh didamaikan (dishulh-kan)

Para ahli hukum Islam sepakat bahwa hal-hal yang dapat dan boleh

didamaikan hanya dalam bentuk pertikaian harta benda yang dapat dinilai dan

sebatas hanya kepada hak-hak manusia yang dapat diganti. Dengan kata lain.

Persoalan perdamaian itu hanya diperbolehkan dalam bidang muamalah saja.

Sedangkan hal-hal yang menyangkal hak-hak Allah tidak dapat didamaikan.

d. Pelaksanaan Perdamaian.

Pelaksanaan perjanjian damai bisa dilaksanakan dengan dua cara,

yakni diluar sidang pengadilan atau melalui sidang pengadilan. (Manan 2007,

hlm. 3).

1.2. Tahkim (Arbitrase)

Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat dipadankan dengan istilah “tahkim”.

Tahkim sendiri berasal dari kata “hakkama”. Secara etimologi, tahkim berarti menjadikan

seseorang sebagai pencegah suatu sengketa. Secara umum, tahkim memiliki pengertian

57

Page 34: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

yang sama dengan arbitrase yang dikenal dewasa ini yakni pengangkatan seseorang atau

lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna menyelesaikan

perselisihan mereka secara damai, orang yang menyelesaikan disebut dengan “Hakam”.

(Ma’luf t.t, hlm. 146)

Sedangkan menurut Said Agil Husein al Munawwar (1994, hlm. 48) menyatakan

bahwa pengertian “tahkim” menurut kelompok ahli hukum Islam mazhab Hanafiyah adalah

memisahkan persengketaan atau menetapkan hukum diantara manusia dengan ucapan yang

mengikat kedua belah pihak yang bersumber dari pihak yang mempunyai kekuasaan secara

umum. Sedangkan pengertian “tahkim” menurut ahli hukum dari kelompok Syafi’iyyah

yaitu memisahkan pertikaian antara pihak yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah

atau menyatakan dan menetapkan hukum syara’ terhadap suatu peristiwa yang wajib

dilaksanakannya.

Lembaga arbitrase telah dikenal sejak zaman pra Islam, pada saat itu, meskipun

belum terdapat sistem peradilan Islam yang terorganisir, setiap ada persengketaan

mengenai hak milik, harta waris dan hak-hak lainnya seringkali diselesaikan melalui juru

damai yang ditunjuk oleh mereka yang bersengketa. Lembaga juru damai ini terus berlanjut

dan dikembangkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa dengan memodifikasi yang

pernah berlaku pada masa pra Islam, tradisi arbitrase ini lebih berkembang pada masyarakat

Mekkah sebagai pusat perdagangan untuk menyelesaikan sengketa bisnis diantara mereka.

Ada juga yang berkembang di Madinah, tetapi lebih banyak yang berhubungan dengan

kasus-kasus dibidang pertanian, sebab daerah Madinah dikenal dengan daerah agraris. Nabi

Muhammad SAW sendiri sering menjadi mediator dalam berbagai sengketa yang terjadi

baik di Mekkah maupun di Madinah. Ketika daerah sudah berkembang semakin luas,

mediator ditunjuk dari kalangan sahabat dan dalam menjalankan tugasnya tetap

58

Page 35: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

berpedoman pada Alquran, al-hadis dan ijtihad menurut kemampuannya. (Manan 2007,

hlm. 7).

Para ahli hukum Islam dikalangan mazhab Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanbaliyah

sepakat bahwa segala apa yang menjadi keputusan hakam (arbiter) langsung mengikat

kepada pihak-pihak yang bersengketa, tanpa lebih dahulu meminta persetujuan kedua belah

pihak. Pendapat ini juga didukung oleh sebagian ahli hukum di kalangan mazhab Syafi’i.

Alasan mereka ini didasarkan kepada hadis Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa

apabila mereka sudah sepakat mengangkat hakam untuk menyelesaikan persengketaan

yang diperselisihkannya, kemudian putusan hakam itu tidak mereka patuhi, maka bagi

orang yang tidak mematuhinya akan mendapat siksa dari Allah SWT. Disamping itu,

barang siapa diperbolehkan oleh syariat untuk memutus suatu perkara, maka putusannya

adalah sah, oleh karena itu putusannya mengikat, sama halnya dengan hakim di Pengadilan

yang telah diberi wewenang oleh penguasa untuk mengadili suatu perkara. (Manan 2007,

hlm.9)

1.3. Wilayat al-Qadha (Kekuasaan Kehakiman)

a. al-Hisbah

Al-Hisbah adalah lembaga resmi negara yang diberi wewenang untuk

menyelesaikan masalah-masalah atau pelanggaran ringan yang menurut sifatnya tidak

memerlukan proses peradilan untuk menyelesaikannya. Menurut Imam al-Mawardi

sebagaimana dikutip oleh. Abdul Manan (2007, hlm, 10) bahwa kewenangan lembaga

hisbah ini tertuju kepada tiga hal yakni pertama dakwaan yang terkait dengan kecurangan

dan pengurangan takaran atau timbangan, kedua dakwaan yang terkait dengan penipuan

59

Page 36: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

dalam komoditi dan harga seperti pengurangan takaran dan timbangan di pasar dan

menjual bahan makanan yang sudah kadaluarsa dan ketiga dakwaan yang terkait dengan

penundaan pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang mampu membayarnya.

b. al-Mazalim

Badan ini dibentuk oleh pemerintah untuk membela orang-orang teraniaya akibat

sikap semena-mena dari pembesar negara atau keluarganya, yang biasanya sulit untuk

diselesaikan oleh Pengadilan biasa dan kekuatan hisabah. Kewenangan yang dimiliki oleh

lembaga ini adalah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh

aparat atau pejabat pemerintah seperti sogok menyogok, tindakan korupsi dan kebijakan

pemerintah yang merugikan masyarakat. Orang yang berwenang menyelesaikan perkara ini

disebut dengan nama wali al-Muzalim atau al Nadir. (Manan 2007, hlm. 11)

c. al Qadha (Peradilan)

Menurut arti bahasa, al Qadha berarti memutuskan atau menetapkan. Menurut

istilah berarti “menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau sengketa untuk

menyelesaikannya secara adil dan mengikat”. Adapun kewenangan yang dimiliki oleh

lembaga ini adalah menyelesaikan perkara-perkara tertentu yang berhubungan dengan

masalah keperdataan, termasuk di dalamnya hukum keluarga dan hukum pidana. (Manan

2007, hlm. 12)

Melihat ketiga wilayah al-Qadha (kekuasaan kehakiman) sebagaimana tersebut

diatas, bila dipadankan dengan kekuasaan kehakiman di Indonesia, nampaknya dua dari

tiga kekuasaan kehakiman terdapat kesamaan dengan peradilan yang ada di Indonesia. Dari

segi substansi dan kewenangannya, wilayah al-Mazalim bisa dipadankan dengan Peradilan

Tata Usaha Negara, wilayah al-Qadha bisa dipadankan dengan lembaga Peradilan Umum

60

Page 37: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

dan peradilan agama. Sedangkan wilayatul hisbah secara substansi tugasnya mirip dengan

Polisi atau kamtibmas ataupun Satpol PP. (Manan 2007, hlm.13)

Skema Mekanisme Penyelesaian Sengketa berdasarkan tradisi Islam klasik.

2. Penyelesaian sengketa Ekonomi Syariah berdasarkan tradisi Hukum Positif

Indonesia.

1. Perdamaian dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR)

Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan suatu istilah asing yang perlu

dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Berbagai istilah dalam bahasa Indonesia

telah diperkenalkan dalam berbagai forum oleh berbagai pihak, seperti Pilihan Penyelesaian

Sengketa (PPS), mekanisme alternative penyelesaian sengketa (MAPS), Pilihan

61

Penyelesaian Sengketa dalam Islam

Al-QadhaTahkim(Arbitrase)

As-Shulh(Perdamaian)

WilayahHisbah

WilayahQadha

WilayahMazalim

Page 38: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

penyelesaian sengketa (PPS) diluar pengadilan, dan mekanisme penyelesain sengketa

secara kooperatif (cooperation conflict management). Dengan demikian, dilihat dari

beberapa peristilahan diatas, maka sesungguhnya Alternatife Dispute Resolution (ADR)

merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan secara damai

(Margono 2000, hlm. 35).

Konsep perdamaian atau shulh sebagaimana yang tersebut dalam berbagai kitab

Fiqh merupakan satu doktrin utama hukum Islam dalam bidang muamalah untuk

menyelesaikan sengketa, dan ini sudah merupakan conditio sine qua non (sesuatu yang

harus ada) dalam kehidupan masyarakat manapun, karena pada hakekatnya perdamaian

bukanlah sutau pranata positif belaka, melainkan lebih berupa fitrah dari manusia. Segenap

manusia menginginkan seluruh aspek kehidupannya nyaman, tidak ada yang mengganggu,

tidak ingin dimusuhi, ingin damai dan tenteram dalam segala aspek kehidupan. Dengan

demikian institusi perdamaian adalah bagian dari kehidupan manusia. (Manan 2007, hlm.

13)

Menurut Suyud Margono (2000, hlm. 82) bahwa kecenderungan memilih

Alternative Dispute Resolution (ADR) oleh masyarakat dewasa ini didasarkan atas

pertimbangan antara lain kurang percaya pada sistem pengadilan dan pada saat yang sama

sudah dipahaminya keuntungan mempergunakan sistem arbitrase dibanding pengadilan,

sehingga masyarakat pelaku bisnis lebih suka dan cenderung mencari alternatif lain dalam

upaya menyelesaikan berbagai sengketa bisnisnya dengan jalan arbitrase.

Bentuk-bentuk dari Alternative Dispute Resolution (ADR) yaitu:

1. Konsultasi.

Dari rumusan yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary sebagaimana

dikutip oleh Hasan (2009, hlm. 181) bahwa pada prinsipnya konsultasi merupakan

62

Page 39: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu, yang disebut

dengan klien dengan pihak lain yang merupakan konsultan memberikan

pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan

kliennya tersebut. Tidak ada suatu rumusan yang menyatakan sifat keterikatan

atau kewajiban untuk memenuhi dan mengikuti pendapat yang disampaikan oleh

pihak konsultan. Ini berarti klien adalah bebas untuk menentukan sendiri, walau

demikian tidak menutup kemungkinan klien akan dapat mempergunakan pendapat

yang disampaikan oleh pihak konsultan tersebut. Ini berarti dalam konsultasi,

sebagai suatu bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran dari

konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang ada tidak

dominan sama sekali. Konsultan hanyalah memberikan pendapat sebagaimana

diminta oleh kliennya, selanjutnya keputusan mengenai penyelesaian sengketa

tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak. Meskipun adakalnya pihak

konsultan juga diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk

penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa

tersebut.

2. Negoisasi.

Negoisasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang

dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa atau kuasanya secara langsung pada

saat negoisasi dilakukan, tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. Para

pihak yang bersengketa yang secara langsung melakukan perundingan atau tawar

menawar, sehingga menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Para pihak yang

bersengketa sudah barang tentu telah berdiskusi atau bermusyawarah sedemkian

63

Page 40: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

rupa agar kepentingan-kepentingan dan hak-haknya terakomodir menjadi

kepentingan/ kebutuhan bersama para pihak yang bersengketa. Pada umumnya

kesepakatan bersama tersebut dituangkan secara tertulis (Usman 2003, hlm. 55).

Selain itu menurut Pasal 130 HIR yang perlu digaris bawahi bahwa negoisasi

merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar

pengadilan, sedangkan perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses

persidangan pengadilan dilakukan, maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan

(Hasan 2009, hlm. 182).

3. Konsiliasi.

Seperti halnya konsultasi dan negoisasi, pada Undang-Undang Nomor 30

tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian atau

definisi dari Konsiliasi ini. Bahkan tidak ditemui satu ketentuanpun dalam

Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 mengatur konsiliasi. Perkataan konsiliasi

sebagai salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa dapat ditemukan

dalam ketentuan Pasal 1 angka 10 dan alinea ke-9 penjelasan umum Undang-

Undang Nomor 30 tahun 1999 tersebut (Hasan 2009, hlm. 185).

Dalam Black’s Law Dictionary sebagaimana dikutip oleh Hasan (2009, hlm.

186) bahwa pada prinsipnya konsiliasi merupakan perdamaian. Dalam hal yang

demikian, sebagaimana yang duatur dalam pasal 1851 sampai dengan pasal 1864

Bab Kedelapan belas buku III Hukum Perdata, berarti melalui konsiliasi tunduk

pada ketentuan KUHPerdata, dan secara khusus Pasal 1851 sampai dengan pasal

1864. ini berarti hasil kesepakatan melalui alternatif penyelesaian sengketa

konsiliasi ini pun harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama

oleh para pihak yang bersengketa. Sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (7) Jo.

64

Page 41: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Pasal 6 ayat (8) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999. kesepakatan tertulis hasil

konsiliasi tersebut harus didaftarkan di Pengadilan negeri dalam jangka waktu 30

(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran di pengadilan negeri.

Kesepakatan tertulis hasil konsiliasi bersifat final dan mengikat para pihak.

4. Pendapat atau Penilaian ahli.

Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 juga mengenal istilah pendapat atau

penilaian ahli sebagai dari alternatif penyelesaian sengketa. Dan bahwa ternyata

arbitrase dalam suatu bentuk kelembagaan, tidak hanya bertugas untuk

menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara para pihak dalam suatu perjanjian.

Pemberian opini atau pendapat hukum tersebut dapat merupakan suatu masukan

bagi para pihak (Hasan 2009, hlm. 187).

Bila melihat sejarah perkembangan Alternative Dispute Resolution (ADR),

Menurut Usman (2003, hlm. 9) maka pengembangan cara semacam ini dilatar belakangi

oleh :

1. Mengurangi banyaknya kasus di pengadilan yang menyebabkan proses

pengadilan sering kali berkepanjangan, sehingga memakan biaya yang

tinggi dan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan.

2. Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa.

3. Memperlancar serta memperluas akses ke Pengadilan.

4. Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang

menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak dan

memuaskan.

2. Arbitrase

65

Page 42: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Kata Arbitrase berasal dari kata “arbitrase” (latin), “arbitrage” (belanda),

“arbitration” (inggris) yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut

kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit (Usman 2003, hlm. 107).

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa “Arbitrase

adalah usaha perantara dalam meleraikan sengketa atau peradilan wasit yang disepakati

kedua belah pihak yang bersengketa untuk memberikan keputusan yang akan ditaati oleh

kedua belah pihak”.

Dasar hukum pemberlakuan arbitrase dalam penyelesaian sengketa dalam bidang

bisnis adalah Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 Tentang Arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa yang mulai diberlakukan pada tanggal 12 Agustus 1999, adapun

ketentuan-ketentuan mengenai syarat-syarat perjanjian atau klausul arbitrase mengikuti

ketentuan syarat sebagaimana umumnya perjanjian yaitu syarat subyektif dan syarat-syarat

obyektif yang dipahami dalam pasal 1320 KUH Perdata, maupun syarat subyektif dan

syarat obyektif yang tersebut dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999. hal ini

didasarkan bahwa arbitrase itu merupakan kesepakatan yang diperjanjikan dalam suatu

kontrak bisnis dan sekaligus menjadi bagian dari seluruh topik yang diperjanjikan oleh para

pihak (Mannan 2007, hlm. 34).

Arbitrase merupakan salah satu cara penyelesaian sengketa di luar peradilan yang

didasarkan atas perjanjian tertulis dari pihak yang bersengketa, disamping cara lainnya

melalui konsultasi, negoisasi, konsiliasi dan pendapat ahli. Akan tetapi perlu digaris bawahi

bahwa tidak semua sengketa mengenai hak yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh

para pihak yang bersengketa atas dasar kata sepakat mereka (Usman 2003, hlm. 110).

66

Page 43: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Di Indonesia terdapat beberapa lembaga arbitrase untuk menyelesaikan berbagai

sengketa bisnis yang terjadi, antara lain Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)

3. Proses Litigasi (Peradilan)

Sengketa yang tidak dapat diselesaikan baik melalui shulh (perdamaian) maupun

secara arbitrase akan diselesaikan melalui lembaga peradilan sebagaimana dijelaskan dalam

Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang kekuasaan Kehakiman yang

berbunyi :

“Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”

Dalam konteks ekonomi syariah, lembaga peradilan agama melalui Pasal 49

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

50 Tahun 2009 Tentang Peradilan Agama telah menetapkan hal-hal yang menjadi

kewenangan lembaga Peradilan Agama (Manan 2007, hlm. 25).

Pemilihan lembaga Peradilan Agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi

syariah merupakan pilihan yang tepat dan bijaksana. Hal ini akan dicapai keselarasan antara

hukum materiil yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam dengan lembaga peradilan Agama

yang juga merupakan representasi lembaga peradilan Islam, dan juga selaras dengan para

aparat hukumnya yang beragama Islam serta telah menguasai hukum Islam (Manan 2007,

hlm. 26).

67

Penyelesaian Sengketa di Indonesia

Badan PeradilanArbitrasePerdamaian/ ADR

KonsultasiMediasiNegosiasiKonsiliasiPenilaian Ahli

PTUN

P. Militer

P. Umum

P. Agama

Penyelesaian Sengketa di Indonesia

Badan PeradilanArbitrasePerdamaian/ ADR

Page 44: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Skema Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Indonesia.

Sumber Hukum Penyelesaian Sengketa.

Sebagai pedoman dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di lingkungan

Pengadilan Agama, perlu dicermati sumber-sumber hukum yang berkaitan. Sumber-sumber

hukum tersebut meliputi sumberber hukum formil (acara) dan sumber hukum materiil.

1. Sumber Hukum Acara (Hukum Formil)

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 pada pokoknya menyatakan bahwa

Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama adalah Hukum Acara yang berlaku di

Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersebut.

Untuk mengadili sengketa ekonomi syariah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 belum mengatur secara

khusus, sehingga berpedoman kepada Hukum Acara yang sekarang berlaku di

Peradilan Umum. Pada dasarnya hukum acara yang dipergunakan mengacu kepada

hukum acara perdata yang berlaku bagi Peradilan Umum, selain itu juga dipedomani

kaidah-kaidah fiqhiyah yang berkaitan.

Hukum Acara yang berlaku di Peradilan Umum (Pengadilan Negeri dan Pengadilan

Niaga) adalah antara lain:

a. Herzeine Inlandsch Reglement (HIR) untuk daerah Jawa-Madura;

68

1. Konsultasi2. Mediasi3. Negosiasi4. Konsiliasi5. Penilaian

AhliPTUN

P. Militer

P. Umum

P. Agama

Page 45: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

b. Rechtsrglement Voor De Buittengewesten (R.Bg) untuk daerah luar Jawa-Madura;

c. Burgerlijk Wetboek (BW), dikenal dengan KUHP Perdata khususnya buku IV

tentang Pembuktian;

d. Reglement op de Bourgerlijke Rechtsvordering (Rv);

e. Wetboek Van Koophandel (WvK) dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, khususnya tentang Acara Kepailitan;

f. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 jo Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

tentang Kepailitan dan PKPU.

Selain itu perlu diperhatikan pula asas-asas yang berlaku dalam hukum acara perdata,

sehingga seorang hakim maupun para pihak pencari keadilan didalam beracara tidak perlu

harus melanggar asas yang berlaku yang oleh karenanya putusan hakim bisa dinyatakan

batal demi hukum.

Asas-asas tersebut adalah denagai berikut :

1. Hakim Bersifat Menunggu

Nemo Yudek Sine Aktore : Tak ada tuntutan hak, tak ada hakim

Ius curia novit : Hakim dianggap tahu

2. Hakim Pasif

Verharlungs maxime : Para pihak yang wajib membuktikan

Unterlungs maxime : Hakim wajib mengumpulkan bahan.

3. Sifat Terbuka Persidangan: Terbuka untuk umum, tujuan memberi perlindungan hak

asasi manusia, menjamin obyektifitas, pemeriksaan fair, tidak memihak, putusan yang

adil.

4. Mendengar Kedua Belah Pihak (Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1970)

69

Page 46: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

5. Tidak memihak (audi et alteram partem) : Tidak boleh menerima keterangan satu

pihak sebagai benar, pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang

dihadiri kedua pihak (Pasal 132a,121 ayat (2) HIR, 145 ayat(2), 157 RBg., Pasal. 47

Rv).

6. Beracara Dengan Biaya : (Pasal 4 ayat(2) ,Pasal 5 ayat(2) Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1970 , Pasal 121 ayat ( 4 ) ,182,183, HIR).

7. Putusan Harus Disertai Alasan (Pasal 23. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970,

Pasal 184 ayat (1), 319 HIR) : Sebagai pertanggungjawaban hakim, nilai obyektif.

8. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan : yang bersangkutan yang tahu persoalan

9. Sederhana, Cepat, Biaya Ringan:

Sederhana : Acara yang jelas, mudah difahami, tidak berbelit-belit, sederhana

formalitasnya.

Cepat : Jalannya peradilan, baik di muka sidang, penyelesaian berita acara sampai

dengan penandatanganan putusan hakim.

Biaya ringan: terpikul oleh rakyat.

10. Obyetifitas, Fair Trial : (Pasal. 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970) : dikenal

hak ingkar, susunan majelis, 2 tingkat pemeriksaan, tingkat pertama dan tingkat

banding sebagai yudex facti.

Nemo yudex idoneus in propria causa : tak seorang pun dapat menjadi hakim dalam

perkaranya sendiri.

Wraking : Penolakan memimpin persidangan sampai derajat tertentu oleh hakim

dengan alasan sebagai berikut:

a.Punya kepentingan secara pribadi.

70

Page 47: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

b.Karena hubungan suami istri, keluarga derajat dengan pihak-pihak

yang berperkara.

Tingkat pertama : Pengadilan Agama : Original yuridiction Segi peristiwa dan

hukum.

Tingkat banding : Pengadilan Tinggi Agama : Apellate yurisdiction mengulangi.

Tingkat Kasasi : M.A terakhir: penerepan hukum : sebagai yudex yuris.

11. Bebas dari campur tangan diluar kekuasaan Kehakiman.

(Musthofa 1985, hlm. 9)

2. Sumber Hukum Materiil

a. Alquran dan As-Sunnah khususnya yang berkaitan dengan muamalat atau ekonomi

Islam;

b. Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku menurut Mannan (2008, hlm. 58)

terdiri dari:

1).Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan beserta aturan pelaksanaannya baik peraturan Bank

Indonesia maupun Surat Edaran Bank Indonesia;

2). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Agraria ;

3). Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang BUMN;

4).Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;

5).Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Perasuransian

6).Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;

7 ).Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah

beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah;

71

Page 48: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

8).Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia;

9 ).Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;

10).Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS;

11). Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf;

12). Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;

13Undang-Undang Nomor 03 tahun 2006 yang telah diperbaharui dengan Undang-

Undang Nomor 50 tahun 2009 perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 7

tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

14 ).Beberapa peraturan pemerintah yang erat kaitannya dengan pertanahan,

perusahaan, perseroan terbatas dan pasar modal;

15).Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia (Fatwa DSN-MUI )

yang hingga tahun 2006 sudah mencapai 53 buah;

c. Aqad/Perjanjian (Kontrak)

Salah satu asas dari akad / perjanjian adalah keridhaan kedua belah pihak,

konsekuensinya apa yang telah disepakati bersama dalam akad harus dilaksanakan.

(Dewi 2005, hlm. 36)

Menurut Taufiq, dalam mengadili perkara sengketa ekonomi syariah, termasuk

di dalamnya perbankan syariah, sumber hukum utamanya adalah perjanjian,

kedudukan perjanjian sama dengan Undang-Undang. Isi perjanjian lebih khusus

jika dibanding dengan Undang-Undang. Sesuai kaidah lex specialis derogat legi

generalis, maka isi perjanjian didahulukan daripada Undang-Undang. Dalam

72

Page 49: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

hubungan ini berlaku asas “Pacta Sunt Servanda” yaitu perjanjian yang sah

merupakan Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. (Taufiq 2006, hlm. 3)

Dalam hukum bisnis, perjanjian sering disebut dengan nama “kontrak”,

sedangkan dalam hukum perikatan Islam, perjanjian dikenal dengan nama “akad”.

Akad adalah pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang

menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya. Akad merupakan salah satu bentuk

perbuatan hukum yang disebut “tasharruf” . Sedangkan tasharruf adalah segala

sesuatu (perbuatan) yang bersumber dari kehendak seseorang dan syara’

menetapkan atasnya sejumlah akibat hukum yaitu hak dan kewajiban. (Burton

2003, hlm. 27)

d. Yurisprudensi

Yurisprudensi mengandung banyak arti, di antaranya adalah:

1). Putusan hakim mengenai kasus tertentu (judge’s decesion in aparticular case).

2). Putusan yang dijatuhkan merupakan kasus yang berhubungan dengan

perkembangan hukum, sehingga pada hakekatnya kasus yang diputuskan

berkaitan erat dengan perubahan sosial;

3). Putusan terhadap kasus yang kemungkinan besar belum diatur dalam

Perundang-Undangan, sehingga diperlukan penciptaan hukum baru. (Tim

Mahkamah Agung 1995, hlm. 38)

Di Indonesia, Yurisprudensi diartikan sebagai putusan pengadilan atau hukum

pengadilan (rechterrechts/judge made law). Menurut Subekti, yurisprudensi adalah

putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh

Mahkamah Agung sebagai peradilan negara tertinggi. (Subekti 1987, hlm.97)

73

Page 50: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

Sampai saat ini belum ada yurisprudensi yang berhubungan dengan sengketa

ekonomi syariah atau khususnya perbankan syariah. Yurisprudensi yang ada hanya

putusan dari lingkungan Peradilan Umum termasuk di dalamnya putusan

Pengadilan Niaga tentang perbankan konvensional atau ekonomi konvensional.

Yurisprudensi ini dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan dalam

memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara niaga syariah atau perbankan

syariah (Mannan 2008, hlm. 69).

e. Fiqh dan Ushul Fiqh

Fiqh merupakan sumber hukum yang dapat dipergunakan dalam

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah termasuk perbankan syariah. Demikian

pula kaidah-kaidah fiqh dan ushul fiqh, sebab kaidah-kaidah ini sangat berguna

dalam menyelesaikan sengketa perkara muamalat. Kitab-kitab fiqh yang dapat

dipedomani menurut Taufiq (2006, hlm. 3) antara lain :

Fiqhul Islam Waadillatuhu oleh Wahbah Zuhaili Juz IV dan V;

Fiqhus-Sunnah oleh Sayyid Sabiq Juz II;

Al-Milkiyah wa Nadhariyyatul Uqud oleh Abu Zahrah;

Hukum Muamalat oleh Ahmad Azhar Basyir;

Kitab Hukum Perdata Islam, terjemahan dari Majallah al-‘Adliyyah oleh Prof.

Djazuli.

Fiqh Ekonomi Keuangan Islam oleh Prof. Dr. Abdullah al-Muslih;

Pertumbuhan Hukum Bisnis Syariah Indonesia oleh Prof.Dr. Sholah as-Shawi.

f. Perjanjian Internasional.

Adanya perjanjian antara Indonesia dengan negara lain, misalnya

kesepakatan mengadakan kerjasama dalam menyampaikan dokumen-dokumen

74

Page 51: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

pengadilan dan memperoleh bukti-bukti dalam perkara hukum perdata dan dagang.

Warga negara kedua belah pihak akan mendapat keleluasaan berperkara dan

menghadap pengadilan di wilayah pihak lainnya dengan syarat-syarat yang sama

seperti warga negara pihak itu (Mannan 2008, hlm. 65).

g. Ilmu Pengetahuan atau Doktrin.

Kewibawaan ilmu pengetahuan yang dikemukakan oleh para ahlinya, dan

didukung oleh para pengikutnya, dan juga karena sifatnya yang obyektif dari ilmu

pengetahuan itu sendiri menyebabkan putusan hakim bernilai obyektif juga.

Doktrin bukanlah hukum, melainkan menjadi sumber hukum di mana hakim dapat

menggali hukum dari doktrin atau pendapat para ahli hukum (Buchori 1999, hlm.

116).

h. Adat Kebiasaan.

Islam sengaja tidak menjelaskan semua persoalan hukum, terutama dalam

bidang muamalah didalam Alquran dan as-Sunnah. Islam meletakkan prinsip-

prinsip umum yang dapat dijadikan pedoman oleh para mujtahid untuk berijtihad

menentukan hukum terhadap masalah-masalah baru yang sesuai dengan tuntutan

zaman. Inilah diantaranya yang menjamin eksistensi dan fleksibilitas hukum Islam,

sehingga hukum Islam akan tetap Shalihun likulli zamanin wa makanin (baik

disetiap waktu dan tempat), maka jika masalah-masalah baru yang timbul saat ini

tidak ada dalilnya dalam Alquran dan As-Sunnah, serta tidak ada prinsip-prinsip

umum yang dapat disimpulkan dari peristiwa itu, maka dibenarkan untuk

75

Page 52: Bab II TINJAUAN UMUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN ...repository.radenfatah.ac.id/6548/2/Bab II.pdf · Sistem Ekonomi Syariah Gagalnya kapitalisme maupun sosialisme dalam menciptakan

mengambil nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, sepanjang nilai-nilai tersebut

tidak bertentangan dengan syariat Islam (Mannan 2008, hlm. 68).

76