BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan teori 1. Metode...

29
7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan teori 1. Metode Amenorea Laktasi (MAL) a. Pengertian MAL MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apapun lainnya (Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 68). MAL menggunakan praktik menyusui untuk menghambat ovulasi sehingga berfungsi sebagai kontrasepsi. Apabila seorang wanita memiliki seorang bayi berusia kurang dari 6 bulan dan amenore serta menyusui penuh, kemungkinan kehamilan terjadi hanya sekitar 2%. Namun, jika tidak menyusui penuh atau tidak amenorea, risiko kehamilan akan lebih besar. Banyak wanita akan memilih bergantung pada metode kontrasepsi lain seperti pil hanya progesteron serta MAL (Everett, 2007, hal. 51). b. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila : 1) Menyusui secara penuh, lebih efektif bila pemberian > 8 x sehari. 2) Belum haid. 3) Umur bayi kurang dari 6 bulan (Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-1). c. Cara kerja MAL Proses menyusui dapat menjadi metode kontrasepsi alami karena hisapan bayi pada puting susu dan areola akan merangasang ujung-

Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan teori 1. Metode...

  • 7

    BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. Tinjauan teori

    1. Metode Amenorea Laktasi (MAL)

    a. Pengertian MAL

    MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara

    eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau

    minuman apapun lainnya (Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 68).

    MAL menggunakan praktik menyusui untuk menghambat ovulasi

    sehingga berfungsi sebagai kontrasepsi. Apabila seorang wanita

    memiliki seorang bayi berusia kurang dari 6 bulan dan amenore serta

    menyusui penuh, kemungkinan kehamilan terjadi hanya sekitar 2%.

    Namun, jika tidak menyusui penuh atau tidak amenorea, risiko

    kehamilan akan lebih besar. Banyak wanita akan memilih bergantung

    pada metode kontrasepsi lain seperti pil hanya progesteron serta MAL

    (Everett, 2007, hal. 51).

    b. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila :

    1) Menyusui secara penuh, lebih efektif bila pemberian > 8 x sehari.

    2) Belum haid.

    3) Umur bayi kurang dari 6 bulan (Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-1).

    c. Cara kerja MAL

    Proses menyusui dapat menjadi metode kontrasepsi alami karena

    hisapan bayi pada puting susu dan areola akan merangasang ujung-

  • 8

    ujung saraf sensorik, rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus,

    hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang

    menghambat sekresi prolaktin namun sebaliknya akan merangsang

    faktor-faktor tersebut merangsang hipofise anterior untuk

    mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon prolaktin akan merangsang

    sel–sel alveoli yang berfungsi untuk memproduksi susu.

    Bersamaan dengan pembentukan prolaktin, rangsangan yang berasal

    dari isapan bayi akan ada yang dilanjutkan ke hipofise anterior yang

    kemudian dikeluarkan oksitosin melalui aliran darah, hormon ini

    diangkut menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada

    uterus sehingga terjadilah proses involusi. Oksitosin yang sampai pada

    alveoli akan merangsang kontraksi dari sel akan memeras ASI yang

    telah terbuat keluar dari alveoli dan masuk ke sistem duktulus yang

    selanjutnya mengalirkan melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi

    (Anggraini, 2010, hal. 11-12). Hipotesa lain yang menjelaskan efek

    kontrasepsi pada ibu menyusui menyatakan bahwa rangsangan syaraf

    dari puting susu diteruskan ke hypothalamus, mempunyai efek

    merangsang pelepasan beta endropin yang akan menekan sekresi

    hormon gonadotropin oleh hypothalamus. Akibatnya adalah

    penurunan sekresi dari hormon Luteinizing Hormon (LH) yang

    menyebabkan kegagalan ovulasi (BKKBN, 1991, hal. 8).

  • 9

    Gambar 2.1 skema cara kerja MAL

    Sumber : Handayani, 2010, hal. 67

    d. Keuntungan kontrasepsi MAL (Handayani, 2010, hal. 68)

    1) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada enam bulan

    pascapersalinan).

    2) Tidak mengganggu senggama.

    3) Tidak ada efek samping secara sistemik.

    4) Tidak perlu pengawasan medis.

    5) Tidak perlu obat atau alat.

    6) Tanpa biaya.

    e. Keuntungan non kontrasepsi MAL

    1) Untuk bayi (Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-2)

    a) Mendapatkan kekebalan pasif (mendapatkan antibody

    perlindungan lewat ASI).

    b) Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh

    kembang bayi yang optimal.

    c) Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi dari air dan

    susu formula.

    2) Untuk ibu (Handayani, 2010, hal. 68)

    a) Mengurangi perdarahan pasca persalinan.

  • 10

    b) Mengurangi resiko anemia.

    c) Meningkatkan hubungan psikologik ibu dan bayi.

    f. Keterbatasan MAL (Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 70)

    1) Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan agar segera menyusui

    dalam 30 menit pasca persalinan.

    2) Mungkin sulit dilaksanakan karena kondisi sosial.

    3) Efektifitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai

    dengan 6 bulan.

    4) Tidak melindungi terhadap IMS termasuk virus hepatitis B/HBV

    dan HIV/AIDS.

    g. Yang boleh menggunakan MAL (Handayani, 2010, hal. 69)

    1) Ibu yang menyusui secara eksklusif.

    2) Bayinya berumur kurang dari 6 bulan.

    3) Belum mendapat haid setelah melahirkan.

    h. Yang seharusnya tidak memakai MAL

    1) Sudah mendapat haid setelah bersalin.

    2) Tidak menyusui secara eksklusif.

    3) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan.

    4) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam (Setya &

    Sujiyatini, 2009, hal. 71; Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK- 3).

  • 11

    i. Keadaan yang memerlukan perhatian

    Tabel 2.1 keadaan yang memerlukan perhatian

    No Keadaan Anjuran

    1 Ketika mulai memberikan

    makana pendamping secara

    teratur (menggantikan satu kali

    menyusui)

    Membantu klien memilih metode lain.

    Walaupun metode kontrasepsi lain

    dibutuhkan, klien harus didorong untuk

    tetap melanjutkan pemberian ASI.

    2 Ketika haid sudah kembali Membantu klien memilih metode lain.

    Walaupun metode kontrasepsi lain

    dibutuhkan, klien harus didorong untuk

    tetap melanjutkan pemberian ASI.

    3 Bayi menghisap susu tidak

    sering (On Demand) atau jika <

    8 x sehari

    Membantu klien memilih metode lain.

    Walaupun metode kontrasepsi lain

    dibutuhkan, klien harus didorong untuk

    tetap melanjutkan pemberian ASI.

    4 Bayi berumur 6 bulan atau lebih Membantu klien memilih metode lain.

    Walaupun metode kontrasepsi lain

    dibutuhkan, klien harus didorong untuk

    tetap melanjutkan pemberian ASI.

    Sumber: Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 70

    j. Hal yang harus disampaikan kepada klien (Setya & Sujiyatini,

    2009, hal. 71; Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK- 3)

    1) Seberapa sering harus menyusui.

    Bayi disusui sesuai kebutuhan bayi (on demand). Biarkan bayi

    menyelesaikan hisapan dari satu payudara sebelum memberikan

    payudara lain, supaya bayi mendapat cukup banyak susu akhir.

    Bayi hanya membutuhkan sedikit ASI dari payudara berikut atau

    sama sekali tidak memerlukan lagi. Ibu dapat memulai dengan

  • 12

    memberikan payudara lain pada waktu menyusui berikutnya

    sehingga kedua payudara memproduksi banyak susu.

    2) Waktu antara 2 pengosongan payudara tidak lebih dari 4 jam.

    3) Biarkan bayi menghisap sampai dia sendiri yang melepas

    hisapannya.

    4) Susui bayi ibu juga pada malam hari karena menyusui waktu

    malam membantu pertahanan kecukupan persediaan ASI.

    5) Bayi terus disusukan walau ibu/bayi sedang sakit.

    6) ASI dapat disimpan dalam lemari pendingin

    7) Kapan mulai memberikan makanan padat sebagai makanan

    pendamping ASI. Selama bayi tumbuh dan berkembang dengan

    baik serta kenaikan berat badan cukup, bayi tidak memerlukan

    makanan selain ASI sampai dengan umur 6 bulan. (Berat Badan

    naik sesuai umur, sebelum BB naik minimal 0,5kg, ngompol

    sedikitnya 6 kali sehari)

    8) Apabila ibu menggantikan ASI dengan minuman atau makanan

    lain, bayi akan menghisap kurang sering dan akibatnya menyusui

    tidak lagi efektif sebagai metode kontrasepsi.

    9) Haid

    Ketika ibu mulai dapat haid lagi, itu pertanda ibu sudah subur

    kembali dan harus segera mulai menggunakan metode KB lainnya.

  • 13

    10) Untuk kontrasepsi dan kesehatan

    Bila menyusui tidak secara eksklusif atau berhenti menyusui maka

    perlu ke klinik KB untuk membantu memilihkan atau memberikan

    metode kontrasepsi lain yang sesuai.

    k. Beberapa catatan dari konsensus Bellagio (1988) untuk mencapai

    keefektifan 98% (Setya & Sujiyatini, 2009, hal. 71; Saifuddin, dkk,

    2006, hal. MK- 4)

    1) Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh (hanya

    sesekali diberi 1-2 teguk air/minuman pada upacara adat/agama).

    2) Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan dapat diabaikan

    (belum dianggap haid).

    3) Bayi menghisap secara langsung.

    4) Menyusui dimulai dari setengah sampai satu jam setelah bayi lahir.

    5) Pola menyusui on demand (menyusui setiap saat bayi

    membutuhkan) dan dari kedua payudara.

    6) Sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hari.

    7) Hindari jarak menyusui lebih dari 4 jam.

    Setelah bayi berumur 6 bulan, kembalinya kesuburan

    mungkin didahului haid, tetapi dapat juga tanpa didahului haid. Efek

    ketidaksuburan karena menyusui sangat dipengaruhi oleh Cara

    menyusui, seringnya menyusui, lamanya setiap kali menyusui, jarak

    antara menyusui dan kesungguhan menyusui

  • 14

    Setelah berhasil dan aman untuk memakai MAL maka ibu

    harus menerapkan menyusui secara eksklusif sampai dengan enam

    bulan. Untuk mendukung keberhasilan menyusui eksklusif dan MAL

    maka beberapa hal yang penting untuk diketahui yaitu cara menyusui

    yang benar meliputi posisi, perlekatan dan menyusui secara efektif

    Apabila jawaban untuk semua pertanyaan tersebut menjadi ya

    Gambar 2.2 Langkah-langkah penentuan saat pemakaian KB

    Sumber : Saifuddin, dkk, 2006, hal. MK-6

    2. Pengetahuan

    a. Definisi

    Pengetahuan merupakan hasil tahu. Hal ini terjadi setelah orang

    melakukan pengindraan melalui indra penglihatan, pendengaran,

    penciuman, rasa, dan raba terhadap suatu objek tertentu. Sebagian

    Apakah ibu sudah haid lagi?

    Apakah ibu sudah memberikan

    makanan/minuman tambahan

    atau biarkan jangka waktu lama

    tidak menyusui

    Apakah bayi sudah berumur

    lebih dari 6 bulan?

    Hanya ada kemungkinan

    Hamil 1-2% pada saat ini

    Kemungkinan kehamilan

    untuk ibu ini meningkat.

    Untuk tetap terhindar dari

    kehamilan nasehatnya ibu

    tersebut untuk memulai

    memakai cara KB tambahan

    dan teruskan memberian ASI

    demi kesehatan bayinya

    belum

    belum

    belum

    ya

    ya

    sudah

  • 15

    besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pada

    waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

    dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek

    (Notoatmodjo, 2003, hal. 121; Notoatmodjo, 2007, hal. 139; Wawan &

    Dewi, 2010, hal.11).

    b. Tingkat pengetahuan

    Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan :

    1) Tahu (know)

    Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

    telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu (Notoatmodjo,

    2005, hal. 50). Atau merupakan suatu kemampuan mengingat

    kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

    dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu

    “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

    Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

    dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan,

    dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003, hal. 122). Contoh: dapat

    menjelaskan definisi MAL.

    2) Memahami (Comprehension)

    Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan

    secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

    menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang

    telah paham terhadap objek atau harus dapat menjelaskan

  • 16

    menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan

    sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2007,

    hal. 141). Misalnya dapat menjelaskan cara kerja MAL.

    3) Aplikasi (Aplication)

    Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

    materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil

    (sebenarnya) atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui

    tersebut pada situasi yang lain (Notoatmodjo, 2005, hal. 51).

    Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan

    hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam

    konteks atau situasi yang lain (Wawan & Dewi, 2010, hal. 13).

    Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan

    hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus

    pemecahan masalah (problem solving cyclel) di dalam pemecahan

    masalah kesehatan dari kasus yang diberikan (Notoatmodjo,

    2003, hal. 123).

    4) Analisa (Analysis)

    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

    suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam

    suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitan satu dan lainnya

    (Notoatmodjo, 2003, hal. 123). Atau kemampuan untuk

    menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan

    antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah

  • 17

    atau objek yang diketahui (Notoatmodjo, 2005, hal. 51).

    Kemampuan analisis ini dapat dilihat bila seseorang dapat

    membedakan atau memisahkan, mengelompokan,

    menggambarkan (membuat bagan), dan sebagainya terhadap

    pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo, 2005, hal. 51;

    2007, hal. 141).

    5) Sintesis (Syntesis)

    Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

    merangakum atau meletakkan dalam satu hubungan yanga logis

    dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki

    (Notoatmodjo, 2005, hal. 51).

    Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

    menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada

    (Wawan & Dewi, 2010, hal. 13). Misalnya, dapat menyusun,

    dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan

    dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang

    telah ada (Notoatmodjo, 2007, hal. 142).

    6) Evaluasi (Evaluation)

    Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

    penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini

    didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

    menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Wawan & Dewi,

    2010, hal. 14). Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang

  • 18

    mendapatkan ASI eksklusif dengan yang tidak, dapat menafsirkan

    penyebab ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya.

    c. Proses adopsi perilaku

    Penelitian Rogers (1974), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003, hal.

    121-122; 2007, hal. 140) mengungkapkan bahwa sebelum orang

    mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut

    terjadi proses yang berurutan, yakni:

    1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam

    arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

    2) Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh

    perhatian dan tertarik pada stimulus.

    3) Evaluation (menimbang-nimbang), seseorang akan

    mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus

    tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

    baik lagi.

    4) Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

    dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

    5) Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

    pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

    d. Cara memperoleh pengetahuan

    Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut :

    1) Cara kuno (tradisional) untuk memperoleh pengetahuan

    a) Cara kekuasaan atau otoritas

  • 19

    Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat

    yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas

    seperti pemimpin masyarakat baik formal maupun informal,

    ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya, tanpa

    terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya,

    baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran

    sendiri (Wawan & Dewi, 2010, hal. 14).

    b) Berdasarkan pengalaman pribadi

    Pengalaman pribadi juga dapat digunakan sebagai upaya

    memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara

    mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

    memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu

    (Wawan & Dewi, 2010, hal. 15).

    c) Cara coba salah (Trial and Error)

    Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam

    memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak

    berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah

    tersebut dapat terpecahkan (Wawan & Dewi, 2010, hal. 14).

    2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

    Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau metodologi

    penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon

    (1561-1626) kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Dallen

    yang mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan

  • 20

    dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-

    pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan obyek yang

    diamatinya. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian

    yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah (Wawan &

    Dewi, 2010, hal. 15).

    e. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan

    Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu :

    1) Faktor internal

    a) Umur

    Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

    sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat

    kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

    berfikir dan bekerja (Wawan & Dewi, 2010, hal. 17).

    b) Pekerjaan

    Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama

    untuk menunjang kehidupannya dan keluarganya. Pekerjaan

    bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan

    cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak

    tantangan (Wawan & Dewi, 2010, hal. 17).

    c) Pendidikan

    Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang

    terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita

    tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

  • 21

    kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

    Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga

    perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam

    memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan. Pada

    umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

    menerima informasi (Wawan & Dewi, 2010, hal. 16).

    2) Faktor Eksternal

    a) Sosial Budaya

    Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat

    mempengaruhi sikap dalam menerima informasi (Wawan &

    Dewi, 2010, hal. 18)

    b) Faktor Lingkungan

    Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

    manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan

    dan perilaku orang atau kelompok (Wawan & Dewi, 2010,

    hal.18).

    f. Pengukuran pengetahuan

    Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

    angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

    subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin

    diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatanya

    (Notoatmodjo, 2007, hal. 142).

  • 22

    g. Kriteria tingkat pengetahuan

    Merurut arikunto (2006, hal. 18) pengetahuan seseorang dapat

    diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif,

    yaitu :

    1) Baik : hasil presentase 76-100% dari jawaban benar.

    2) Cukup : hasil presentase 56-75% dari jawaban benar.

    3) Kurang : hasil presentase kurang dari 56% dari jawaban benar.

    3. Sikap

    a. Definisi

    Sikap menurut Louis Thurstone (1928; salah seorang tokoh

    terkenal di bidang pengukuran sikap), Rensis Likert (1932; seorang

    pionir di bidang pengukura sikap), dan Charles Osgood) yang dikutip

    oleh Azwar (2011, hal. 4) adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi

    perasaan. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus

    atau obyek tertentu (Notoatmodjo, 2007, hal. 142).

    Menurut LaPieree (1934 dalam Allen, Guy dan

    Edgley,1980) sikap sebagai „suatu pola perilaku, tendensi atau

    kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam

    situasi sosial, atau secara sederhana sikap adalah respon terhadap

    stimulasi sosial yang telah terkondisikan‟.

    Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah „perasaan

    mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak

    mendukung (unfavorable) pada objek tersebut‟ (Berkowist, 1972).

  • 23

    Secara lebih spesifik, Thurstone sendiri memformulasikan „sikap

    sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek

    psikologis‟ (Edwards, 1957).

    Menurut Chave (1928), Bogardus (1931), LaPieree (1934),

    Mead (1934), dan Gardon Allport (1935; tokoh terkenal di bidang

    Psikologi Sosial dan Psikologi Kepribadian) yang dikutip oleh Azwar

    (2011, hal. 5) sikap merupakan „semacam kesiapan untuk bereaksi

    terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud

    adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi denga cara tertentu

    apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

    adanya respon‟.

    Menurut Secord dan Backman (1964) yang dikutip oleh

    Azwar (2011, hal. 4-5) sikap sebagai „ketraturan tertentu dalam hal

    perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan

    (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya‟.

    Kesimpulannya, sikap adalah suatu respon tertutup terhadap stimulasi

    obyek tertentu yang berupa perasaan mendukung atau memihak

    (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada

    objek tersebut.

  • 24

    b. Ciri-ciri sikap

    Ciri-ciri sikap menurut Heri Purwanto (1998) yang dikutip oleh

    Wawan & Dewi (2010, hal. 34) adalah :

    a) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau

    dipelajari sepanjang perkembangan dalam hubungan dengan

    obyeknya.

    b) Sikap dapat berubah-ubah tergantung keadaan dan syarat

    tertentu.

    c) Sikap tidak berdiri sendiri tetapi senantiasa mempunyai

    hubungan tertentu terhadap suatu obyek.

    d) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu.

    e) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.

    c. Karakteristik (dimensi) sikap

    Karakteristik (dimensi) sikap menurut Sax (1980) yang dikutip oleh

    Azwar (2011, hal 87-89) adalah :

    a) Sikap memiliki arah

    Artinya sikap terpilah pada dua kesetujuan yaitu setuju atau

    tidak setuju, mendukung atau tidak mendukung, memihak atau

    tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai obyek.

    Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu

    obyek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya positif,

    sebaliknya mereka yang tida setuju dikatakan sebagai memiliki

    sikap yang arahnya negatif (Azwar, 2011, hal. 88).

  • 25

    b) Sikap memiliki intensitas

    Artinya kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum

    tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda. Dua

    orang yang sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif,

    tetapi intensitasnya berbeda. Contoh orang pertama mungkin

    tidak setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju

    (Azwar, 2011, hal. 88).

    c) Sikap memiliki keluasan

    Maksudnya kesetujuan atau ketidak setujuan terhadap suatu

    objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat

    spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek

    yang ada pada obyek sikap (Azwar, 2011, hal. 88).

    d) Sikap memiliki konsistensi

    Maksudnya kesesuaian antara pernyataan sikap yang

    dikemukakan dengan responnya terhadap obyek sikap

    tersebut(Azwar, 2011, hal. 88).

    e) Sikap memiliki spontanitas

    Yaitu menyangkut sejauhmana kesiapan individu untuk

    menyatakan sikap secara spontan. Sikap memiliki spontanitas

    yang tinggi apabila dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus

    melakukan pengungkapan atau desakan lebih dahulu agar

    individu mengemukakannya (Azwar, 2011, hal. 89).

  • 26

    d. Komponen pokok sikap

    Menurut Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003, hal.

    125; 2005, hal. 53) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen

    pokok, yakni:

    1) Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu obyek

    Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran

    seseorang terhadap obyek.

    2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, artinya

    bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang

    tersebut terhadap obyek.

    3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap

    merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku

    terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk berperilaku terbuka.

    e. Sifat sikap

    Sifat sikap menurut (Heri Purwanto, 1998, hal. 63) yang dikutip oleh

    Wawan & Dewi (2010, hal. 34) sikap dapat bersifat :

    a) Sikap positif

    Tindakan yang menunjukkan sikap positif, yaitu mendekati,

    menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

    b) Sikap negatif

    Tindakan yang menunjukkan sikap negatif, yaitu sikap yang

    cenderung untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak

    menyukai obyek.

  • 27

    f. Struktur sikap

    Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling menunjang yaitu :

    1) Komponen kognitif (cognitive)

    Menurut Mann (1969) yang dikutip oleh Azwar (2011, hal. 24)

    menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi,

    kepercayaan dan streotipe (sesuatu yang telah terolakan dalam

    fikirannya) yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali

    komponen ini dapat disamakn dengan pandangan (opini), terutama

    apabila menyangkut masalah yang kontroversial.

    2) Komponen afektif (affective)

    Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif

    seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini

    disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu dan

    reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa

    yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek tersebut,

    yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan

    merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh (Azwar,

    2011, hal. 26; Wawan & Dewi, 2010, hal. 32).

    3) Komponen perilaku atau komponen konatif (conative)

    Komponen ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bereaksi

    terhadap suatu objek sikap yang dihadapi dengan cara tertentu

    (Wawan & Dewi, 2010, hal. 32). Kaitan ini didasari oleh asumsi

    bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.

  • 28

    Maksudnya bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan

    terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana

    kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.

    Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan

    kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual dan

    menjadi landasan dalam usaha menyimpulkan sikap yang

    dicerminkan oleh jawaban terhadap skala sikap (Azwar, 2011, hal.

    27).

    g. Tingkatan sikap

    Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai

    tingkatan, yaitu:

    1) Menerima (receiving)

    Diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus

    yang diberikan obyek (Notoatmodjo, 2003, hal. 126). Misalnya

    sikap orang terhadap KB dapat dilihat dari kesediaan memakai

    alkon KB atau perhatian terhadap penyuluhan tentang KB.

    2) Merespon (responding)

    Merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan

    tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah

    (Notoatmodjo, 2007, hal. 144).

    3) Menghargai (valuing)

    Seseorang memberikan nilai yana positif terhadap objek atau

    stimulus, dalam arti membahasnya dengan oranga lain dan bahkan

  • 29

    mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain untuk

    mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu

    indikasi sikap menghargai (Notoatmodjo, 2005, hal 54; 2007, hal.

    142).

    4) Bertanggung jawab

    Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih atau

    yanga telah dinyakini dengan segala risiko. Bertanggung jawab

    merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007, hal. 142;

    Wawan & Dewi, 2010, hal. 32).

    h. Pembentuk sikap

    Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :

    1) Faktor internal

    a) Pengalaman pribadi

    Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

    mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial

    (Azwar, 2011, hal. 30).

    b) Pengetahuan

    Pengetahuan memegang peranan penting dalam membentuk

    sikap. Pengetahuan membuat orang mempunyai sikap tertentu

    terhadap objek (Notoatmodjo, 2007, hal. 143).

    c) Pikiran dan kenyakinan atau kepercayaan

    Apabila pikiran dan kenyakinan atau kepercayaan seseorang

    mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek

  • 30

    sikap sudah berakar sejak lama, maka orang tersebut akan

    mempunyai sikap yang lebih didasarkan pada predikat yang

    dilekatkan oleh pola pikirannya dan bukan didasarkan pada

    objek sikap tertentu. Sikap didasari pola pikiran dan kenyakinan

    semacam ini biasanya sangat sulit untuk menerima perubahan

    (Azwar, 2011, hal. 25-26).

    d) Pengaruh faktor emosional

    Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh

    emosi yanga berfungsi sebagai semacam penyalurn frustasi atau

    penyuluhan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2011,

    hal. 36).

    2) Faktor eksternal

    a) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

    Pada umumnya individu cenderung untuk memilik sikap yang

    konformis atau searah dengan sikap oranga yang dianggap

    penting. Keinginan ini antara lain dimotifasi oleh keinginan

    untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik

    dengan orang yanga dianggap penting tersebut,diantara orang

    yang biasanya dianggap penting oleh individu adalah orang tua,

    guru, istri, suami, teman sebaya, teman dekat, orang yang status

    sosialnya lebih tinggi dll (Azwar, 2011, hal. 32).

  • 31

    b) Pengaruh kebudayaan

    Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah

    sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah

    mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah

    yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat

    asuhannya (Wawan & Dewi, 2010, hal. 34).

    c) Media massa

    Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang

    dapat mengarahkan opini seseorang. Pesan-pesan sugestif yang

    di bawa oleh informasi tersebut apabila cukup kuat memberi

    dasar efektif dalam menilai sesuatu (Azwar, 2011, hal. 34).

    d) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

    Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep

    moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk,

    garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh

    dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan

    serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran

    agama sangat menentukan sisitem kepercayaan maka tidaklah

    mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut

    ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu

    hal (Azwar, 2011, hal. 35-36).

  • 32

    i. Pengukuran sikap

    Beberapa teknik pengukuran sikap, yaitu :

    a) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals)

    Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada

    rentangan dari yang sangat unfavorabel hingga sangat favorabel

    terhadap suatu obyek sikap. Favorabilitas penilai itu di

    ekspresikan melalui titik skala ranting yang memiliki rentang

    sangat tidak setuju, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, sangat setuju.

    Median dan rerata perbedaan penilain antara penilaian terhadap

    item ini kemudian dijadikan sebagai skala masing-masing item,

    kemudian item disusun mulai dari item yang memiliki nilai

    skala terendah hingga tertinggi, kemudian item dipilih untuk

    kuesioner skala sikap yang sesungguhnya. Dalam penelitian,

    skala yang telah dibuat ini kemudian diberikan pada responden.

    Responden diminta untuk menunjukkan seberapa besar

    kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing aitem

    sikap tersebut (Wawan & Dewi, 2010, hal. 38-39).

    b) Skala Likert (Method of Summateds Ratings)

    Linkert (1932) menyederhanakan skala Thurstone menjadi dua

    kelompok, yaitu yang favorabel dan unfavorabel, sedangkan

    yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral

    tersebut, Linkert menggunakan teknik konstruksi test lainnya.

    Masing-masing responden diminta melakukan setuju atau

  • 33

    ketidak setujuannya untuk masing-masing aitem dalam skala

    yang terdiri dari 5 point (sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak

    setuju, sangat tidak setuju). Semua aitem yang favorabel diubah

    nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5,

    untuk sangat tidak setuju nilainya1 dan untuk aitem unfavorabel

    nilai skala sangat setuju nilainya 1, untuk tidak setuju nilainya 5

    (Wawan & Dewi, 2010, hal. 39-40).

    c) Unobstrusive Measures

    Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat

    mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang

    berhubungan sikapnya dalam pertanyaan (Wawan & Dewi,

    2010, hal. 40).

    d) Multidimensional Scaling

    Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya bila

    dibandingkan dengan pengukuran sikap yang bersifat

    unidimensional. Namun demikian, pengukuran ini kadanga kala

    menyebabkan asumsi-asumsi mengenai stabilitas struktur

    dimensinalkurang valid terutama apabila diterapkan pada lain

    orang, lain isu, dan lain skala aitem (Wawan & Dewi, 2010, hal.

    40).

  • 34

    e) Pengukuran Involuntary Behavior (Pengukuran terselubung)

    (Wawan dan Dewi, 2010, hal. 40) :

    (1) Pengukuran dapat dilakukan jika memang diinginkan atau

    dapat dilakukan oleh responden

    (2) Dalam banyak situasi, akurasi pengukuran sikap

    dipengaruhi oleh kerelaan responden

    (3) Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap

    reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan

    oleh individu yang bersangkutan.

    (4) Observer dapat menginterpretasikan sikap individu melalui

    dari fasial reaction, body gesture, keringat, dilatasi pupil

    mata, detak jantung, dan beberapa aspek fisiologis lainnya.

  • 35

    B. Kerangka teori

    Gambar 2.3 : Kerangka Teori

    Sumber : Azwar, 2011; Notoatmodjo, 2007; Wawan dan Dewi, 2010

    C. Kerangka konsep

    Variabel bebas Variabel terikat

    Gambar 2.4 : Kerangka konsep penelitian

    D. Hipotesis

    Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu hamil tentang

    kontrasepsi MAL dengan sikap terhadap MAL.

    Pengetahuan ibu

    hamil tentang

    kontrasepsi MAL

    Sikap ibu hamil

    terhadap

    kontrasepsi MAL

    Faktor internal :

    1. Pengetahuan

    2. Pengalaman

    pribadi

    3. Kenyakinan

    dan pikiran

    4. Faktor

    emosional Sikap

    Faktor eksternal :

    1. Pengaruh

    budaya

    2. Media masa

    3. Lembaga

    pendidikan

    dan agama

    4. Pengaruh

    orang lain

    yang dianggap

    penting