BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian -...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian -...
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Diare adalah gejala dari kelainan pencernaan, observasi dan fungsi
sekresi, diare di sebabkan oleh ketidak normalan usus pada air dan transport
elektrolit (Wong, 2002 ). Diare menurut Ngastiyah, 1997 adalah keadaan
frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada
anak. Konsistensi feses encer dapat berwarna hijau / dapat pula bercampur
lender / lender saja. Pengertian lain menurut Nelson, 2000 bahwa diare adalah
infeksi saluran pencernaan yang di sebabkan oleh berbagai enterogen
termasuk, bakteri, virus dan parasit.
B. Anatomi dan Fisiologi
Gambar 1 : Saluran Pencernaan Sumber: Smeltzer, 2001
1. Faring
Faring atau tekak terletak dibelakang hidung, mulut dan laring
(tenggorokan) faring berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan
membran berotot (muskulo membranusa) dengan bagian terlebar disebelah
atas dan berjalan dari dasar tengkorak sampai diketinggian vertebra
servikal ke enam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid, tempat faring
bersambung dengan esophagus.
2. Esofagus
Adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya 20-25 cm, diatas
dimulai dari faring sampai pintu masuk kardiak lambung dibawah.
Terletak dibelakang trachea dan didepan tulang punggung. Setelah melalui
thorak menembus diafragma untuk masuk kedalam abdomen dan
menyambung dengan lambung.
3. Lambung (gaster)
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama didaerah epigaster lambung, terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilarik
terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limpa menempel
disebelah kiri fundus uteri.
Bagian lambung terdiri dari:
a. fundus ventrikuli
Bagian yang menonjol keatas terletak sebelah kiri osteom kardium
dan biasanya penuh berisi gas.
6
b. korpus fentrikuli
Korpus fentrikuli setinggi ostium kardium suatu lekukan pada bagian
bawah kurfatura minor.
c. antrum vilorus
Antrum vilorus bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk spinter pilorus
d. Kurvatura minor
Kurvatura minor terdapat disebelah kanan lambung, terbentang dari
osteom kardiak sampai ke pilorus.
e. kurvatura mayor
Kurvatura mayor lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari
sisi kiri osteom kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju kekanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro lenalis terbentang dari
bagian atas kurvatura mayor sampai ke limfa.
f. Osteom kardiakum
Osteom kardiakum merupakan tempat dimana esofagus bagian
abdomen masuk ke lambung pada bagian ini terdapat orifisium
pilorik.
Gambar 2 : Lambung Sumber: Smeltzer, 2001
7
4. Usus halus (intesinum minor)
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pilorus dan berakhir pada seikum, panjangnya kurang lebih 6 m
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi
hasil pencernaan. Usus halus terletak didaerah umbilikus dan dikelilingi
oleh usus besar dibagi dalam beberapa bagian.
a. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari panjangnya kurang lebih 25 cm, berbentuk
seperti sepatu kuda melengkung kekiri pada lengkungan ini terdapat
pankreas.
b. Yeyenum dan ilium
Mempunyai panjang sekitar 6 m, dua perlima bagian atas adalah
(yeyenum) dengan panjang 2-3 m dan ilium dengan panjang 4-5 m.
Lekukan yeyenum dan ilium melekat pada dinding abdomen
posterior dengan perantara lipatan peritonium yang berbentuk kipas
dikenal sebagai mesenterium (Syaifuddin, 1992).
Gambar 3 : Usus Halus Sumber: Smeltzer, 2001
8
5. Usus besar
Panjangnya 1,5 m lebarnya 5-6 cm, bagian-bagian usus besar:
a. Seikum
Dibawah seikum terdapat apendik vermiformis yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm.
b. Kolon asenden
Panjangnya 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan
membujur keatas dari ilium kebawah hati.
c. Apendik
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum
mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan
dapat dilewati oleh beberapa isi usus.
d. Kolon tranfersum
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon asenden sampai ke kolon
desenden, berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat flektura
hepatika dan sebelah kiri terdapat flektura lienalis.
e. Kolon desenden
Panjangnya 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri, membujur
dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai kedepan ilium kiri
bersambung dengan kolon sigmoid.
f. Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desenden terletak miring dalam
rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S ujung
bawahnya berhubungan dengan rektum.
9
Gambar 4 : Usus Besar Sumber: Smeltzer, 2001
6. Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis didepan os sakrum dan
os koksigis.
7. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar) terletak didasar pelvis didingnya
diperkuat oleh 3 spinter yaitu:
a. Spinter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.
b. Spinter Levator Ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.
c. Spinter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin,
1992).
10
Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus-
menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi. Sistem pencernaan
dimulai pada saat makanan masuk kedalam mulut dan di hancurkan oleh gigi.
Penglihatan, penciuman dan pengecap makanan mencetuskan saliva oleh
reflek saraf. Saliva melumaskan makanan dan memungkinkan makanan untuk
diubah menjadi massa yang lunak atau bolus. Sebagian makanan dihancurkan
kemudian dapat lebih menstimulasi reseptor-reseptor pengecap. Selain fungsi
ini saliva juga mengandung enzim ptialin yang memulai pemecahan
karbohidrat menjadi gula sederhana. Saliva disekresi oleh 3 kelenjar utama:
Kelenjar parotis yang menghasilkan saliva yang banyak mengandung air.
Kelenjar sublingual dan kelenjar submandibular yang menghasilkan saliva
berair dan berlendir (Monica Ester, 1999).
Menelan dimulai sebagai kerja volunter yang kemudian bergabung berlahan
menjadi reflek ivolunter. Menelan terjadi dalam tiga tahapan :
1. Fase oral
Makanana yang telah dikunyah oleh mulut-dinamakan bolus-didorong ke
belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan volunteer lidah.
Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan untuk gerakan
reflek menelan.
2. Fase faringeal
Platum mole dan uvula bergerak secara reflek menutup rongga hidung.
Pada saat yang sama, laring terangkat dan menutup glottis, mencegah
makanan memasuki trakea. Kontraksi otot kontriktor faringeus mendorong
11
bolus melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki
esophagus. Gerakan retroversi epiglotis diatas orifisum. Laringius adalah
tindak lanjut untuk melindungi saluran pernapasan tetapi terutama untuk
menutup glottis sehingga mencegah makanan memasuki trakea.
Pernapasan secara serentak di hambat untuk mengurangi kemungkinan
aspirasi. Sebenarnya hampir tidak mungkin secara volunter menarik napas
dan menelan secara bersamaan.
3. Fase esophageal
Mulai saat otot krikofaringeus relaksasi sejenak dan memungkinkan bolus
masuk esophagus. Setelah relaksasi yang singkat ini gelombang peristaltik
primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot krikofaringeus,
menyebabkan esophagus mendorong bolus menuju sfingter esophagus
bagian distal. Adanya bolus sejenak merelaksasikan otot sfingter distal ini
sehingga memungkinkan bolus masuk kelambung.
Absorbsi didalam lambung sangat terbatas tetapi glukosa dan alkohol
diabsorbsi sangat baik. Di dalam lambung makanan diubah oleh berbagai
bentuk sekresi dari kelenjar lambung menjadi cairan seperti susu yang disebut
kimus, yang cocok untuk dapat melewati usus halus. Fundus dan korpus
lambung mempunyai kelenjar berduktus pendek dan asini panjang. Kelenjar
ini dilapisi oleh sel-sel peptik yang mensekresi pepsinogen suatu enzim yang
diubah menjadi pepsin dan dengan demikian dimulailah proses pemecahan
protein.
12
Sel-sel oksintik yang mensekresi gas hidroklonik dan menghasilkan
gas berkonsentrasi tinggi didalam lambung. Keasaman yang tinggi dapat
mengubah pepsinogen menjadi pepsin. Mensterilkan makanan membuat
kalsium dan zat besi cocok untuk diserap. Didalam antrum lambung kelenjar
mempunyai duktus yang panjang dan asini pendek berpilin kelenjar ini
menghasilkan mukus bersifat basa dan gastrin. Hormon yang sangat berguna
yang mengontrol sekresi asam.
Kimus memasuki duodenum melalui pilorus dicampur oleh sekresi
dinding duodenum, empedu dan getah pankreas. Sekresi duodenum dari
kelenjar mukosa dan dari kelenjar submukosa bruners yang mengandung
bikarbonat dan bersifat basa, sehingga membantu menetralkan kimus yang
asam. Empedu 1600 ml per hari disekresi oleh sel-sel hepar dan disimpan dan
dipekatkan (sekitar 10 kalinya) didalam kandung empedu. Adanya makanan
dalam duodenum menyebabkan kandung empedu berkontraksi dan
mengeluarkan empedu ke duktus sistikus dan duktus empedu melalui ampula
pada duodenum dan jejenum, mukosa terbenam didalam lipatan-lipatan dan
fili panjang dan sangat rapat. Mengarah ke ilium, lapisan mukosa lebih sedikit
lipatanya dan dindingnya lebih tipis dan vilinya lebih pendek dan lebih
panjang.
Pada sel-sel yang melapisi vili terjadi hal-hal berikut:
1. Protease
Memecahkan peptida menjadi asam amino yang diserap melalui kapiler-
kapiler kedalam aliran darah.
13
2. Laktase
Laktase, sukrose, memecahkan disakarida menjadi monosakarida
(terutama glukosa) yang diserap melalui kapiler kapiler kedalam aliran
darah.
3. Lipase
Bekerja pada pemecahan lemak untuk membentuk:
a. Asam-asam lemak sederhana dan gliserol yang diserap melalui kapiler
kapiler kedalam aliran darah
b. Asam-asam lemak rantai panjang dan gliseral yang bergabung kembali
untuk membentuk lemak trigliserida dan melewati kedalam lacteal
limfatik sebagai droplet yang sangat halus (kilomikron) bersamaan
dengan vit A dan D yang larut dalam lemak.
4. Garam-garam empedu yang direabsorbsi dalam ilium bagian bawah.
5. Vitamin-vitamin larut dalam air diserap langsung kedalam aliran darah.
6. Zat besi diserap terutama dalam duodenum bagian atas.
7. Vitamin B12 (berikatan dengan factor-faktor intrinsik) diserap pada ilium
bagian bawah.
Semua pencernaan dan penyerapan yang penting terjadi didalam usus
halus baik lambung maupun usus besar dapat diangkat seluruhnya tanpa
menyebabkan dampak yang serius kira-kira sampai sepertiga usus halus dapat
diangkat tanpa memberikan efek pada pencernaan dan daya tahan hidup masih
dapat dimungkinkan dengan kira-kira 1 meter usus halus kedalam keadaan
utuh.
14
Kimus bergerak dan ilium menuju sekum melalui katup ileo-sekal,
lipatan mukosa dalam cekum yang cenderung mencegah aliran balik kimus, 5
cm terakhir leum bekerja sebagi sfingter. Sfingter ini biasanya berkontraksi
pengisian lambung membuat sfingter ini relaksasi dan isi ilium masuk
kedalam sekum. Reflek gastrokolik ini sering berkaitan dengan gerakan masa.
Gerakan masa adalah gerakan cepat tiba-tiba dari peristaltik dimulai dalam
kolon tengah. Gerakan ini menggerakkan isi usus besar ke dalam kolon
bawah atau bahkan ke rektum. Gerakan mencarmpur sekmental juga terjadi
dalam usus besar.
Rektum normalnya kosong dari faces tetapi ketika faces melewati
rektum akibat distensi dari dinding rectum membangkitkan sensasi kesadaran.
Keputusan volunter kemudian dibuat apakah untuk membiarkan reflek
defekasi dengan merelaksasi sfingter Ani ekternal.
Defekasi disertai dengan kontraksi peristaltik kuat dari kolon desenden
dan kolon relvis dan rektum dan kontraksi volonter otot abdomen
meningkatkan tekanan intra abdomen.
C. Etiologi
Faktor etiologi menurut Ngastiyah (1997) adalah :
1. Faktor infeksi meliputi
a. Infeksi enteral
1) Infeksi bakteri, seperti : Shigella, Vibrio, E. Coli, Sal Monella,
Compylobactri, Genesia, Aeromonas.
15
2) Infeksi Virus : Enterofikcs (Virus Echo, Coxsochie, Poliomyeletis),
Adenovirus, Astrovirus, Rotavirus dll ).
3) Infeksi Parasit :
a). Cacing (Escaris, trichuris, Oxyuris, Strongyloides).
b). Protozoa (Entamuba histolitica, Giardia Lambelia,
Trichomonas hominis ).
c). Jamur ( Candida albicans ).
b. Infeksi parenteral adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan
seperti Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis / tonsilifaringitis, Broncho
pneumonia, Ensifalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur kurang dari 2 tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa) pada bayi dan anak yang
terpenting dan tersering intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak.
c. Malabsorbsi protein. .
3. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
4. Faktor Psikologis : rasa takut dan cemas (jarang, tctapi terjadi pada anak
yang lebih besar).
D. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
16
1. Gangguan Osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
2. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan Motilitas Usus
Hiper akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya jika peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya
dapat menimbulkan diare pula.
a. Patogenesis diare akibat :
1) Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung.
2) Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) didalam usus
halus.
3) Oleh jasad renik di kelurkan toksin (toksin diaregenik).
4) Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
17
b. Patogenesis diare kronis :
Lebih komplek dan faktor-fkator yang menimbulkannya ialah infeksi
bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain
c. Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi
1) Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (esidosis metabolik,
hipokalamia).
2) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan
kurang, pengeluaran bertambah)hiperglikemia.
3) Gangguan sirkulasi darah (FKUI, 1995).
E. Manifestasi Klinik
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
mungkin di sertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-
hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul
lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat
makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak di absorbsi
oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat di
sebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan
elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak, yaitu berat badan turun, turgor
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi) selaput
18
lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering (Ngastiyah, 1997). Derajat
dehidrasi menurut banyaknya cairan yang hilang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1: Derajat dehidrasi menurut banyakya cairan yang hilang:
Dehidrasi Gejala klinis Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran
Rasa haus
Sirkulasi
Nadi
Respirasi pernafasan
Kulit
Ubun-ubun besar
Mata
Turgor dan tonus
Diuresis
Selaput lendir
Baik
+
Normal
Biasa
Agak cekung
Agak cekung
Biasa
Normal
Normal
Gelisah
++
Cepat
Agak cepat
Cekung
Agak cekung
Biasa
Normal
Normal
Apatis – Coma
+++
Cepat sekali
Kusmaul (cepat dan dalam)
Cekung sekali
Cekung sekali
Kering sekali
Anuria
Kering / osidasis
Sumber: Drajat, M.T (1996)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja : makroskopis, PH dan kadar gula jika diduga ada
intoleransi gula (segar intoleransi), biakan kuman untuk mencari kuman
penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai anti biotika (pada diare
persisten).
2. Pemeriksaan darah : darah perifer lengkap, analisis gas darah dan
elektrolit (terutama Na, K dan P serum pada diare yang disertai kejang).
19
3. Pemeriksaan kadar areum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal
ginjal.
4. Puodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif
terutama pada diare kronik (FKUI, 2000).
G. Komplikasi
Menurut Ngastiyah (1997) akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit
secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia : suatu kondisi ketika jumlah kalium bersiklukasi di dalam
cairan ekstrasel tidak adekuat.
4. Hipoglikemia : Suatu kondisi penurunan kadar gula dalam darah.
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi
enzim lactose.
6. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
20
H. Pathway
Infeksi (bakter, virus,parasit)i
Reaksi inflamasi
Sekresi cairan danelektrolit meningkat
Metabolismemakanan di usus
Tekanan osmotik
Pergeseran cairan danelektrolit ke rongga usus
Makanan beracun Faktor psikologis
Rangsangan sarafparasimpatis
Isi rongga usus
Motilitas usus
Hipo peristaltikHiperperistaltik
Sekresi air dan elektrolit Bakteri tumbuh berlebihanMerangsang usus untukmengeluarkan isinya
DIARE
Kerusakanmukosa usus
Defekasi sering intake yangkurang adanyamual muntah
Tubuh kehilanganbanyak cairan dan
elektrolit (turgor kulit)
1. Gg keseimbangancairan dan elektrolit
Demam
3. Hiperthermi
Kehilangan Na, K, HcO3
Kemerahan daneksurasi kulit sekitaranus (lecet, iritasi)
4. Resiko gg integritaskulit sekitar anus
Asidosis metabolik
Kurang informasitentang kondisi anak
2. Gangguan nutrisikurang dr keb tubuh5. Gg istirahat
tidur6. Cemas dan
takut
Sumber : Ngastiyah (1997)
21
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan DADS menurut Baughman (2000) adalah:
1. Penatalaksanaan medik primer diarahkan pada pengkontrolan dan
penyembuhan penyakit yang mendasari.
2. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan peroral mungkin
diresepkan glukosa oral dan larutan elektrolit.
3. Untuk diare sedang, obat-obat non-spesifik, difenoksilat (lomotif) dan
loperamit (Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber non-
infeksius.
4. Diresepkan antimikrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau
diare memburuk.
5. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk klien yang sangat
muda atau lansia.
J. Diagnosa Keperawatan
Adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan
spesifik serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi. Label
diagnosa keperawatan memberi format untuk mengekspresikan bagian
indentifikasi masalah dari proses keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul / muncul pada pasien dengan
diare antara lain :
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan.
22
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang adanya mual dan muntah.
3. Meningkatkan suhu tubuh berhubungan dengan input cairan kurang dari
kebutuhan sekunder terhadap proses peradangan.
4. Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
seringnya frekuensi BAB.
5. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan seringnya buang air
besar.
6. Cemas dan takut pada anak atau orang tua berhubungan dengan
hospitalisasi dan kondisi sakit.
K. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan menurut (Suriadi, 2001) adalah sebagai berikut:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan kriteria hasil
keadaan umum klien baik, BB kembali normal, UUB tidak cekung,
kelopak mata tidak cekung, membran mukosa lembab, denyut nadi
normal, tidak muntah, tidak diare, suhu normal.
b. Intervensi
23
1) Kaji intake dan output, catat dan observasi frekuensi defekasi,
karakteristik, junlah dan faktor pencetus.
2) Kaji tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan).
3) Kaji status hidrasi, ubun-ubun mata, turgor kulit dan membran
mukosa.
4) Ukur berat badan setiap hari.
5) Anak di istirahatkan.
6) Observasi pendarahan dan tes feses setiap hari untuk adanya darah
samar.
7) Catat kelemahan otot umum / disritmia jantung.
8) Kolaborasi dengan pemberian cairan parenteral, tranfusi darah
sesuai indikasi.
9) Pemberian obat anti diare, anti biotic, anti emetik dan anti piretik
sesuai program.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
output berlebihan, absorbsi berkurang.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam terjadi
penurunan status nutrisi dengan kriteria hasil klien mau makan dan
habis sesuai dengan porsi yang disediakan, tidak anoreksia, tidak terasa
mual dan tidak muntah, hasil lab, albumin dalam kadar normal 3.4 –
5.0 gr/dl, Hb 11-13.00 gr %.
24
b. Intervensi
1) Timbang berat badan tiap hari.
2) Pembatasan aktivitas selama fase sakit akut.
3) Lakukan kebersihan mulut setiap habis makan.
a) Bagi bayi, ASI tetap di teruskan.
b) Bila bayi tidak toleran dengan ASI berikan formula yang
rendah laktosa.
c) Makanan di berikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering.
4) Monitor intake dan output.
a) Setelah dehidrasi, berikan minuman oral dengan sering dan
makanan yang sesuai dengan diet dan usia dan atau berat badan
aak cukup energi dan protein.
b) Hindari minuman buah-buahan.
3. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan input cairan yang kurang
dari kebutuhan sekunder terhadap proses peradangan.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
suhu tubuh dalam rentang normal (36-370C), tidak kejang, frekuensi
dalam batas normal 30-60 x/mnt, kulit tidak normal.
b. Intervensi
1) Memonitor TTV (suhu, nadi, dan RR).
2) Berikan kompres.
3) Anjurkan pasien untuk memberikan alih baring yang cukup.
25
4) Anjurkan keluarga untuk memakaikan anak dengan pakaian yang
tipis dan mudah menyerap keringat.
5) Kolaborasi pemberian obat penurun panas sesuai dengan advis
dokter.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan seringnya
frekuensi buang air besar.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil kulit sekitar
anus, tidak kemerahan, anus kering dan klien tidak rewel.
b. Intervensi
1) Kaji kerusakan kulit atau iritasi setiap buang air besar.
2) Gunakan kapas lembab dan sabun bayi (atau PH normal) untuk
membersihkan anus setiap buang air besar.
3) Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab.
4) Ganti popok atau kain apabila lembab atau basah.
5. Gangguan istirahat tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
seringnya frekuensi BAB.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan menciptakan
lingkungan yang tenang dengan rasa aman selama 2 x 24 jam
diharapkan kebutuhan istirahat tidur terpenuhi dengan kriteria hasil
anak dapat tidur tenang
26
b. Intervensi
1) Observasi keadaan umum.
2) Atur posisi tidur senyaman mungkin.
3) Ciptakan lingkungan yang tenang sehingga tidur anak tidak
terganggu.
4) Beritahu ibu untuk selalu mendampingi klien.
6. Cemas dan takut pada anak atau orang tua berhubungan dengan
hospitalisasi dan kondisi sakit.
a. Tujuan
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan + 30 menit diharapkan anak
dan orang tua menunjukkan rasa cemas / takut berkurang dengan
kriteria hasil orang tua aktif merawat anak, bertanya dengan perawat /
dokter tentang kondisi dan anaknya tidak menangis
b. Intervensi
1) Kaji tingkat pemahaman orang tua.
2) Ajarkan pada orang tua mengekspresikan perasaan rasa tajut dan
cemas, dengarkan keluhan orang tua dan bersikap empati dan
sentuhan terapeutik.
3) Gunakan komunikasi terapeutik, kontak mata, sikap tubuh dan
sentuhan.
4) Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan.
5) Libatkan orang tua dalam perawatan anak.
6) Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan.
27