BAB II TINJAUAN TEORI A. EDUKASI KESEHATAN 1. Definisi ...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. EDUKASI KESEHATAN 1. Definisi ...
9
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. EDUKASI KESEHATAN
1. Definisi Edukasi Kesehatan
Edukasi Kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri manusia
yang ada hubungannya degan tercapainya tujuan kesehatan perorangan dan
masyarakat. Edukasi Kesehatan bukanlah sesuatu yang dapat diberikan oleh
seseorang kepada orang lain dan bukan pula sesuatu rangkaian tata laksana
yang akan dilaksanakan ataupun hasil yang akan dicapai, melainkan suatu
proses perkembangan yang selalu berubah secara dinamis dimana seseorang
dapat menerima atau menolak keterangan baru, sikap baru dan perilaku
baruyang ada hubungannya dengan tujuan hidup (Notoatmojo, 2010)
Edukasi kesehatan dalam arti edukasi secara umum adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku edukasi atau promosi kesehatan. Batasan ini tersirat
unsur-unsur input (sasaran dan pendidik dari edukasi), proses (upaya yang
direncanakan untuk mempengaruhi orang lain) dan output (melakukan apa
yang diharapkan). Hasil yang diharapkan dari suatu edukasi kesehatan
adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang kondusif oleh sasaran dari promosi kesehatan
(Notoatmodjo, 2012).
Menurut WHO 1954 dalam Ali (2010) edukasi kesehatan
merupakan upaya kesehatan yang bertujuan :
a. Menjadikan kesehatan sesuatu yang bernilai di masyarakat.
b. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup
c. Mendorong dan mengembangkan secara tepat sarana pelayanan
kesehatan yang ada.
9
10
2. Tujuan Edukasi Kesehatan
Edukasi kesehatan masayarakat bertujuan maningkatkan
pengetahuan, kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup
sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan. Tujuan tersebut dapat
lebih diperinci menjadi :
1) Menjadikan kesehatan sesuatu yang bernilai di masyarakat
2) Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok
mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat
3) Mendorong pengembangan diri dan penggunaan sarana pelayanan
kesehatan yang ada secara tepat
4) Agar klien mempelajari apa yang dapat dilakukan sendiri dan
bagaimana caranya tanpa meminta pertolongan kepada sarana
pelayanan kesehatan formal
5) Agar terciptanya suasana yang kondusif dimana individu, keluarga,
kelompok dan masayarakt mengubah sikap dan tingkah lakunya Ali
(2010).
3. Ruang Lingkup Edukasi Kesehatan
Menurut Ali (2010), ruang lingkup edukasi kesehatan dapat dilihat
dari berbagai dimensi, yaitu :
a. Dimensi sasaran, edukasi kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3,
yaitu :
1) Edukasi kesehatan individual dengan sasaran individu.
2) Edukasi kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.
3) Edukasi kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
b. Dimensi tempat pelaksanaannya, edukasi kesehatan dapat berlangsung
di berbagai tempat dengan sendirinya sasarannya berbeda pula,
misalnya :
1) Edukasi kesehatan di Sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran
murid.
11
2) Edukasi kesehatan di rumah sakit dilakukan di rumah sakit dengan
sasaran pasien atau keluarga pasien.
3) Edukasi kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau
karyawan yang bersangkutan.
c. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, edukasi kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan 5 tingkat pencegahan (five level prevention)
menurut Leavel& Clark yaitu :
1) Health promotion
2) General and specific protection
3) Early diagnosis and prompt treatment
4) Disability limitation
5) Rehabilitation Ali (2010).
4. Metode Edukasi Kesehatan
Metode edukasi kesehatan merupakan pendekatan yang digunakan
dalam proses edukasi untuk penyampaian pesan kepada sasaran edukasi
kesehatan (Uha Suliha, 2001). Metode edukasi dibagi menjadi :
a. Metode edukasi individual
b. Metode edukasi kelompok
c. Metode edukasi massa
5. Teori Edgar Dale
Edgar Dale merupakan tokoh paling berjasa dalam pengembangan
teknologi pembelajaran modern (Bambang Warsita, 2008). Ia berpendapat
bahwa pembelajaran sebaiknya diselenggarakan dengan memperhatikan
unsur-unsur yang mempengaruhi pencapaian tujuan. Dalam studinya, Edgar
menemukan pencapaian tujuan berhubungan dengan cara manusia
melakukannya. Edgar Dale meyakini bahwa proses dan hasil belajar akan
dipengaruhi oleh cara belajar mereka. Berikut uraia pandangan Edgar Dale
mengenai pengaruh cara belajar terhadap kemampuan mengingat dan hasil
belajar.
12
Gambar 1 Edgar Dale Cone Learning
Sumber Arif S. Sadiman, dkk. 2009
Diuraikan bahwa jika individu belajar pada apa yang dibaca maka
pengaruhnya terhadap ingatan hanya sebesar 10%. Jika dia belajar pada apa
yang didengarnya maka ingatannya akan meningkat menjadi 20%. Strategi
membaca dan mendengar keduanya menghasilkan kemampuan
mendefinisikan, membuat list, menggambarkan, dan menjelaskan. Jika
individu belajar pada apa yang dilihat, seperti melihat gambar atau video,
cara itu mempengaruhi kemampuan mengingat menjadi 30%. Jika apa yang
dilihatnya itu disertai suara yang dapat didengar maka akan meningkat
menjadi 50%.
Strategi melihat dan mendengar dapat diimplementasikan dengan
mengikuti exebisi atau melihat pertunjukan akan mendorong kemampuan
mendemostrasikan, mendesain, menciptakan atau menilai. Jika yang
dipelajari itu diucapkan dan ditulis maka akan mempengaruhi peningkatan
ingatan hingga 70%. Strategi yang bisa dikembangkan dalam workshop atau
mengikuti pembelajaran dengan desain kolaborasi. Sedangkan jika apa yang
dipelajari itu diperaktekkan atau dilakukan maka ingatan akan naik 90%.
Strategi yang tepat untuk menfasilitasi kemampuan nyata. Seperti halnya
dengan belajar dengan mengucapkan dan menulis, yang terakhir ini juga
10% what we read
20% what we listen
30% what we watch
50% what we watch and listen
70% what we watch
90% what we watch
Read a book
Listen to hear
Watch a figure
Watch a demo
Have a conversation
Practice the object of
the traunung
13
mendorong kemampuan belajar tingkat tinggi; analisi, desain, mencipta dan
menilai (Yusuf T, 2013)
6. Media Edukasi Kesehatan
Media edukasi kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu edukasi.
Alat-alat tersebut merupakan alat untuk memudahkan penyampaian dan
penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat. Berdasarkan
fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media) maka dibagi
menjadi 3 (Fitriani, 2011), yakni:
a. Media cetak seperti booklet, leaflet, flyer (selebaran), flipchart (lembar
balik, rubrik, poster, foto.
1) Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-
gambar dengan sedikit kata-kata. Kata-kata dalam poster harus jelas
artinya, tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak
kurang lebih 6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu
tempat yang mudah dilihat dan banyak dilalui orang misalnya di
dinding balai desa, pinggir jalan, papan pengumuman, dan lain-lain.
Poster yang baik adalah poster yang mempunyai daya tinggal lama
dalam ingatan orang yang melihatnya serta dapat mendorong untuk
bertindak (Notoatmodjo, 2010). Media poster memiliki kelebihan
dan kekurangan seperti yang dipaparkan oleh Notoatmodjo (2010)
sebagai berikut :
a) Kelebihan
1. Dapat menarik perhatian khalayak
2. Dapat digunakan untuk diskusi kelompok maupun pleno
3. Dapat dipasang (berdiri sendiri)
b) Kekurangan
1. Pesan yang disampaikan terbatas
2. Perlu keahlian untuk menafsirkan
3. Beberapa poster perlu keterampilan membaca serta menulis
agar pesan tersampaikan dengan baik.
14
2) Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-
kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar
yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat.
Leaflet digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang
suatu masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah
tangga, deskripsi tentang diare dan penecegahannya, dan lain- lain.
Leaflet dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-
pertemuan dilakukan seperti pertemuan FGD (Focus Group
Discution) , pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain.
Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti
di photo copy (Notoatmodjo, 2010). Media leaflet memiliki
kelebihan dan kekurangan, seperti yang dipaparkan oleh
Notoatmodjo (2010) sebagai berikut :
a) Kelebihan
1. Media leaflet simpel dan ringkas.
2. Dapat didistribusikan dalam berbagai kesempatan.
3. Tidak membutuhkan banyak waktu untuk membacanya
karena bentuknya yang simpel..
b) Kekurangan
1. Informasi yang disajikan sifatnya terbatas dan kurang
spesifik sehingga pembaca harus lebih jeli lagi dalam
menafsirkan pesan dalam tulisan.
2. Desain yang digunakan harus menyorot fokus-fokus tertentu
yang diinginkan, sehingga dalam leaflet tidak terlalu banyak
memainkan tulisan dan hanya memuat sedikit gambar
pendukung.
3) Booklet, media cetak yang berbentuk buku kecil. Ciri lain dari
booklet adalah : berisi informasi pokok tentang hal yang dipelajari,
ekonomis dalam arti waktu dalam memperoleh informasi, yang
memungkinkan seseorang mendapat informasi dengan caranya
sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dengan
15
booklet antara lain booklet itu sendiri, kondisi lingkungan dan
kondisi individual penderita (Notoatmodjo, 2010). Media booklet
memiliki kelebihan dan kekurangan, hal tersebut diperjelas oleh
Roza (2012) sebagai berikut :
a) Kelebihan
1. Dapat digunakan sebagai media belajar mandiri.
2. Dapat dipelajari isinya dengan mudah.
3. Dapat dijadikan informasi bagi keluarga dan teman.
4. Mudah dibuat, diperbanyak, diperbaiki dan disesuaikan.
5. Mengurangi kebutuhan mencatat.
6. Dapat dibuat dengan sederhana dan biaya relatif lebih
murah.
7. Tahan lama.
8. Memiliki daya tampung lebih luas.
9. Dapat diarahkan pada segmen tertentu.
b) Kekurangan
1. Mencetak medianya dapat memakan waktu beberapa hari
sampai berbulan-bulan, tergantung kepada kompleksnya
pesan yang dicetak dan keadaan alat percetakan setempat.
2. Mencetak gambar atau foto berwarna biasanya memerlukan
biaya yang mahal.
3. Sukar menampilkan gerak di halaman media cetak.
4. Pelajaran yang terlalu banyak disajikan, dengan media cetak
cenderung untuk mematikan minat dan menyebabkan
kebosanan. Demikian juga desain pelajarannya harus benar-
benar dipikirkan dengan matang.
5. Tanpa perawatan yang baik, media cetak akan cepat rusak,
hilang, atau musnah.
4) Flipchart (lembar balik) adalah media penyampaian pesan atau
informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya didalam
setiap lembaran buku berisi gambar peragaan dan dibaliknya
16
terdapat kalimat yang berisi pesan-pesan dan informasi yang
berkaitan dengan gambar tersebut (Fitriani, 2011). Tetapi, media
inipun memiliki kelebihan dan kekurangan, menurut (Nurhasnawati,
2015) sebagai berikut:
a) Kelebihan
1. Mampu menyajikan pesan pembelajaran secara ringkas dan
praktis.
2. Dapat digunakan di dalam ruangan maupun di luar ruangan
3. Bahan pembuatannya relatif murah.
4. Mudah di bawa kemana–mana (moveable).
5. Meningkatkan aktivitas belajar
b) Kekurangan
1. Tidak dapat digunakan untuk kelompok besar
2. Membutuhkan kepandaian menulis dan menggambar yang
cukup baik.
5) Rubrik adalah tulisan dalam surat kabar atau majalah mengenai
bahasan suatu masalah kesehatan atau hal yang berkaitan dengan
kesehatan (Fitriani, 2011).
6) Brosur adalah suatu alat publikasi resmi dari perusahaan yang
berbentuk cetakan, yang berisi berbagai informasi mengenai suatu
produk, layanan, program dan sebagainya. Brosur berisi pesan yang
selalu tunggal, dibuat untuk menginformasikan, mengedukasi, dan
membujuk atau mempengaruhi orang.
b. Media elektronik yaitu televisi, film atau video dan radio.
1) Televisi yaitu media penyampaian pesan atau informasi melalui
media televisi dapat bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau
tanya jawab yang berkaitan dengan masalah kesehatan, pidato, TV
spot, cerdas cermat atau kuis dan sebagainya (Fitriani, 2011).
2) Radio yaitu penyampaian pesan atau informasi melalui berbagai
obrolan seperti tanya jawab, sandiwara, ceramah, radio spot dan
17
sebagainya (Fitriani, 2011). Menurut Astuti (2008) media radio
memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut :
a) Kelebihan
1. Radio dapat membidik khalayak secara khusus. Artinya,
radio memiliki kemampuan untuk berfokus pada kelompok
masyarakat yang dikehendaki.
2. Radio jauh lebih fleksibel dibandingkan media komunikasi
massa lainnya.
3. Radio bersifat mobile dan portable. Orang bisa menjinjing
radio ke mana saja.
4. Radio bisa menyatu dengan fungsi alat penunjang kehidupan
lainnya, mulai dari senter, mobil, hingga handphone
sehingga semua orang bisa mengaksesnya.
b) Kekurangan
1. Satu-satunya cara yang diandalkan radio untuk
menyampaikan pesan adalah bunyi.
2. Radio tidak dilengkapi dengan kemampuan untuk
menyampaikan pesan lewat gambar. Untuk membayangkan
kejadian sesungguhnya, orang pada dasarnya menggunakan
teater imajinasinya sendiri.
3. Pesan radio bersifat satu arah, sekilas, dan tak dapat ditarik
lagi begitu di udarakan sehingga pesan harus disimak dengan
seksama agar sampai kepada pendengar dengan baik.
4. Mendengarkan radio rentan gangguan.
5. Radio hanya berurusan dengan satu indra saja yaitu
pendengaran
3) Film atau video yaitu merupakan media yang dapat menyajikan
pesan bersifat fakta maupun fiktif yang dapat bersifat informatif,
edukatif maupun instruksional (Fitriani, 2011). Media video sebagai
media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.
Arief S. Sadiman (2012) menyatakan bahwa media video sebagai
18
media pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai
berikut :
a) Kelebihan
1. Dapat menarik perhatian untuk periode-periode singkat dari
rangsangan luar lainnya.
2. Demonstrasi yang sulit dapat dipersiapkan dan direkam
sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar, pengajar bisa
memusatkan perhatian pada penyajian dan audiens nya.
3. Dapat menghemat waktu dan rekaman dapat diputar
berulang-ulang sehingga jika audiens belum paham dapat
diputar kembali pada bagian yang belum jelas tentang
pemaparan yang diputar.
4. Keras lemahnya suara dapat diatur.
5. Gambar proyeksi dapat di-beku-kan untuk diamati sehingga
penyimak dapat lebih seksama dalam mengamati.
6. Objek yang sedang bergerak dapat dapat diamati lebih dekat.
b) Kekurangan
1. Komunikasi bersifat satu arah dan perlu diimbangi dengan
pencarian bentuk umpan balik yang lain.
2. Kurang mampu menampilkan detail objek yang disajikan
secara sempurna.
3. Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks
c. Media papan seperti billboard Media papan disini mencakup berbagai
pesan yang ditulis pada kain, papan yang ditempel tempat-tempat umum
(Fitriani, 2011).
Pada garis besar nya hanya ada 3 macam alat bantu edukasi (alat peraga).
1. Alat bantu lihat (visual aids) yang berguna dalam membantu
menstimulasi indra mata (penglihatan) pada waktu terjadinya proses
edukasi. Alat ini ada 2 bentuk :
19
a. Alat alat yang di proyeksikan, misalnya slide,film,film strip,dan
sebagainya.
b. Alat alat yang tidak di proyeksikan:
1) Dua dimensi, gambar peta, bagan dan sebagainya
2) Tiga dimensi, misalnya bola dunia, boneka dan sebagainya
2. Alat bantu dengar (audio aids), yaitu alat yang dapat membantu untuk
menstimulasi indra pendengar pada waktu proses penyampaian bahan
edukasi/pengajaran. Misalnya : radio, pita suara, piringan hitam,CD
musik/kaset.
3. Alat bantu lihat dan dengar (audio visual Aids)
Media audio-visual disebut juga sebagai media video. Video merupakan
media yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran.
Dalam media video terdapat dua unsur yang saling bersatu yaitu audio
dan visual. Adanya unsur audio memungkinkan 39 audience untuk dapat
menerima pesan pembelajaran melalui pendengaran, sedangkan unsur
visual memungkinkan penciptakan pesan belajar melalui bentuk
visualisasi (Azwar, 2013).
b. Pengertian media audio visual
Bentuk-bentuk media pembelajaran itu sendiri terdapat
berbagai macam bentuk. Klasifikasi menurut pemakaiannya ada tiga
macam bentuk media yang digunakan, yaitu media auditif, media
visual, dan media audiovisual. Media audiovisual mempunyai unsur
memadukan antara media auditif dan mediavisual (Djamarah,
2010).
Media audio visual adalah jenis media yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan
penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan
informasi yang dapat disalurkan melalui media ini dapat berupa
pesan verbal dan nonverbal yang mengandalkan baik penglihatan
maupun pendengaran. Beberapa contoh media audio visual adalah
film, video, program TV dan lain-lain (Asyhar, 2011).
20
c. Kelebihan dan kekurangan Audio visual
Setiap jenis media yang digunakan dalam proses
pembelajaranmemiliki kelebihan dan kelemahan begitu pula dengan
media audiovisual. Arsyad (2011) mengungkapkan beberapa
kelebihan dan kelemahan media audio visual dalam pembelajaran
sebagai berikut.
1) Kelebihan media audio visual:
a) Film dan vidio dapat melengkapi pengalaman dasar siswa.
b) Film dan vidio dapat menggambarkan suatu proses secara
tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika perlu.
c) Di samping mendorong dan meningkatkan motivasi film dan
video menanamkan sikap-sikap dan segi afektif lainnya.
d) Film dan video yang mengandung nilai-nilai positif dapat
mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok.
e) Film dan video dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya
jika dilihat secara langsung.
f) Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar
atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun
homogen maupun perorangan.
g) Film yang dalam kecepatan normal memakan waktu satu
minggu dapat ditampilkan dalam satu atau dua menit.
2) Kelemahan media audio visual:
a) Pengadaan film dan video umumnya memerlukan biaya
mahal dan waktu yang banyak.
b) Tidak semua siswa mampu mengikuti informasi yang ingin
disampaikan melalui film tersebut.
c) Film dan vidio yang tersedia tidak selalu sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan belajar yang diinginkan
c. Tujuan pembelajaran menggunakan media audio visual
Anderson (1994) mengemukakan tentang beberapa tujuan dari
pembelajaraan mengunakan media video, antara lain:
21
1) Untuk tujuan kognitif :
a) Dapat mengembangkan mitra kognitif yang menyangkut
kemampuan mengenal kembali dan kemampuan
memberikan rangsangan gerak dan serasi.
b) Dapat menunjaukan serangkaian gambar diam tanpa suara
sebagai media foto dan film bingkai meskipun kurang
ekonomis.
c) Melalui video dapat pula diajarkan pengetahuaan tentang
hukum-hukum dan prinsip-prinsip tertentu.
d) Video dapat digunakan untuk menunjukan contoh dan cara
bersikap atau berbuat dalam suatu penampilan, khususnya
yang menyangkut interaksi.
2) Untuk tujuan afektif :
a) Video merupakan media yang baik sekali untuk
menyampaikan informasi dalam matra afektif.
b) Dapat menggunakan efek dan teknik, video dapat menjadi
media yang sangat baik dalam mempengaruhi sikap dan
emosi.
3) Untuk tujuan psikomotorik :
a) Video merupakan media yang tepat untuk memperlihatkan
contoh ketrampilan yang menyangkut gerak. Dengan alat ini
dijelaskan, baik dengan cara memperlambat maupun
mempercepat gerakan yang ditampilkan.
b) Melalui video dapat langsung mendapat umpan balik secara
visual terhadap kemampuan mereka sehingga mampu
mencoba ketrampilan yang menyangkut gerakan tadi
(Arsyad, 1997)
Menurut Widyanto, F.C, (2014), Tujuan dan Fungsi Edukasi
Kesehatan Menggunakan Media Audiovisual : Edukasi kesehatan
untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat untuk mencapai
22
tingkat kesehatan yang optimal. Edukasi kesehatan bertujuan untuk
mengubah perilaku individu, keluarga, serta masyarakat dari
perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Perilaku yang tidak sesuia
dengan nilai – nilai kesehatan menjadi perilaku yang sesuai dengan
nilai – nilai kesehatan atau dari perilaku yang negatif menjadi
perilaku yang positif. Edukasi kesehatan juga bertujuan untuk
merubah perilaku yang kaitan dengan budaya. Sikap dan perilaku
merupakan bagian dari budaya yang ada di lingkungan.
Sehingga edukasi kesehatan menggunakan media audio
visual merupakan suatu perantara yang dapat di nikmati dengan
indera penglihatan dan indera pendengaran. Dengan penggunaan
media audiovisual sangat memungkinkan terjadinya komunikasi dua
arah antara guru dan peserta didik di dalam proses belajar mengajar.
Media audio visual dalam pembelajaran dimaksudkan sebagai bahan
yang mengandung pesan dalam bentuk audio dan visual yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik
sehingga dapat tejadi proses pembelajaran yang efisien dan efektif.
B. Sectio Caesarea
1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang
ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya
dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-
komplikasi kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran
normal (Mitayani, 2011). Sectio Caesarea merupakan suatu persalinan
buatan, yaitu janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin diatas 500
gram (Solehati, 2015).Pelahiran caesarea adalah pelahiran janin melalui
insisi yang dibuat pada dinding abdomen dan uterus (Reeder, 2016).
23
Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan Sectio
Caesarea (SC) adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin melalui
insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin
dilahiran melalui perut dan dinding rahim agar bayi lahir dengan keadaan
utuh dan sehat (Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, 2012).
2. Etiologi Sectio Caesarea
a. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai
kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin /
panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida,
solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disertai
penyakit ( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista
ovarium, mioma uteri, dan sebagainya).
b. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan
janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan
persalinan vakum atau forceps ekstraksi (Nurarif dan Handi, 2015).
3. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya karena
ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan
kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak
bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar,
kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan,
plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam,
kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Sari, 2016).
25
5. Indikasi dan Kontra Indikasi Sectio Caesarea
Dokter spesialis kebidanan akan menyarankan Seksio Sesarea (SC) ketika
proses kelahiran melalui vagina kemungkinan akan menyebabkan risiko
kepada sang ibu atau bayi. adapun hal-hal yang dapat menjadi pertimbangan
disaran nya bedah caesar antar lain :
a. Indikasi
1) Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada plasenta previa terutama pada primigravida,
primi para tua disertai letak ada, disproporsi sefalo pelvic
(disproporsi janin/panggul, sejarah kehamilan dan persalinan yang
buruk, terdapat kesempitan panggul, solusio plasenta tingkat I-II,
komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia-eklampsia, atas
permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM,
gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan
sebagainya).
2) Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, prolapsus tali pusat dengan
pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps
ekstraksi (Benson, 2013).
b. Kontra Indikasi Sectio Caesarea
1) Kalau janin sudah mati atau berada dalam keadaan jelek sehingga
kemungkinan hidup kecil. Dalam keadaaan ini tidak ada alasan
untuk melakukan operasi berbahaya yang tidak diperlukan.
2) Kalau jalan lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas
untuk caesarea extrapertoneal tidak tersedia.
3) Kalau dokter bedahnya tidak berpengalaman, kalau keadaannya
tidak menguntungkan bagi pembedahan, dan kalau tidak tersedia
tenaga asisten yang memadai.
26
6. Komplikasi Sectio Caesarea
Menurut Prawirohardjo (2011) komplikasi yang mungkin timbul dalam Post
Seksio Sesarea (SC) :
a. Syok
Peristiwa ini terjadi karena insufisiensi akut dari sistem sirkulasi
dengan akibat sel-sel jaringan tidak mendapat zat-zat makanan dan O2
dengan akibat terjadi kematian nya. Penyebab-penyebab syok adalah:
hemoragi merupakan penyebab terbanyak dan harus selalu dipikirkan
bila terjadi pada 24 jam pertama pascabedah, sepsis, neurogenik dan
kardiogenik, atau kombinasi antara berbagai sebab tersebut. Gejala-
gejalanya ialah nadi dan pernafasan meningkat, tensi menurun, oliguri,
penderita gelisah, eksteremitas dan muka dingin, serta warna kulit
keabuabuan. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat diagnosis
sedini mungkin yang dikenal dengan sistem peringatan dini (early
warning system), karena jika terlambat, perubahanya sudah tidak dapat
dipengaruhi lagi.
b. Gangguan Saluran Kemih
Pada operasi ada kemungkinan terjadi retensio urinae.
Pengeluaran air seni perlu diukur, jika air seni yang dikeluarkan jauh
berkurang, ada kemungkinan oliguri atau retensio urinae. Pemeriksaan
abdomen seringkali dapat menentukan adanya retensi. Apabila daya
upaya supaya penderita dapat berkemih tidak berhasil, maka terpaksa
dilakukan kateterisasi.
c. Infeksi Saluran Kemih
Kemungkinan infeksi saluran kemih selalu ada, terutama pada
penderita-penderita yang untuk salah satu sebab dikateter. Penderita
menderita panas dan seringkali menderita nyeri pada saat berkemih, dan
pemeriksaan air seni (yang dikeluarkan dengan kateter atau sebagai
midstream urine) mengandung leukosit dalam kelompok. Hal ini dapat
segera diketahui dengan meningkatnya leukosit esterase.
27
d. Distensi Perut
Pada pasca laparatomi tidak jarang perut agak kembung akan
tetapi,setelah flatus keluar, keadaan perut menjadi normal. Akan tetapi,
ada kemungkinan bahwa distensi bertambah, terdapat timpani diatas
perut pada periksa ketok, serta penderita merasa mual dan muntah.
e. Infeksi puerperal
Pada komplikasi ini biasanya bersifat ringan, seperti kenaikan
suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti
Tromboflebitis, peritonitis, sepsis dan lainya.
f. Terbukanya Luka Operasi Eviserasi
Sebab-sebab terbukanya luka operasi pasca pembedahan ialah
luka tidak dijahit dengan sempurna, distensi perut, batuk atau muntah
keras, serta mengalami infeksi.
7. Penatalaksanaan Post Operasi SC
Menurut (Hartanti, 2014), ibu post sectio caesarea perlu mendapatkan
perawatan sebagai berikut :
a. Ruang Pemulihan
Pasien dipantau dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina
dan dilakukan palpasi fundus uteri untuk memastikan bahwa uterus
berkontraksi dengan kuat. Selain itu, pemberian cairan intravena juga
dibutuhkan karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan intravena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Wanita dengan berat badan rata-rata dengan
hematokrit kurang dari atau sama dengan 30 dan volume darah serta
cairan ekstraseluler yang normal umumnya dapat mentoleransi
kehilangan darah sampai 2.000 ml.
b. Ruang Perawatan
1) Monitor tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital yang perlu di evaluasi adalah tekanan darah, nadi,
28
suhu, pernafasan, jumlah urine, jumlah perdarahan, dan status
fundus uteri.
2) Pemberian obat-obatan
Analgesik dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
menghilangkan nyeri seperti, Tramadol, Antrain, Ketorolak.
Pemberian antibiotik seperti Ceftriaxone, Cefotaxime, dan
sebagainya.
3) Terapi Cairan dan Diet
Pemberian cairan intravena, pada umumnya mendapatkan 3
liter cairan memadai untuk 24 jam pertama setelah dilakukan
tindakan, namun apabila pengeluaran urine turun, dibawah 30
ml/jam, wanita tersebut harus segera dinilai kembali. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 1%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah dapat diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan. Pemberian
cairan infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus, lalu
dianjurkan untuk pemberian minuman dan makanan peroral.
Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh
dilakukan pada 6-8 jam pasca operasi, berupa air putih.
4) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus.
Kateter umumnya dapat dilepas dalam waktu 12 jam pasca
operasi atau keesokan paginya setelah pembedahan dan pemberian
makanan padat bisa diberikan setelah 8 jam, bila tidak ada
komplikasi.
5) Ambulasi
Ambulasi dilakukan 6 jam pertama setelah operasi harus
tirah baring dan hanya bisa menggerakan lengan, tangan,
menggerakan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan
menggeser kaki. Setelah 6 jam pertama dapat dilakukan miring
kanan dan kiri. Latihan pernafasan dapat dilakukan sedini mungkin
29
setelah ibu sadar sambil tidur telentang. Hari kedua post operasi,
pasien dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas
dalam lalu menghembuskannya. Pasien dapat diposisikan setengah
duduk atau semi fowler. Selanjutnya pasien dianjurkan untuk belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri
pada hari ke tiga sampai hari ke lima pasca operasi.
6) Perawatan Luka
Luka insisi diperiksa setiap hari dan jahitan kulit, bila
balutan basah dan berdarah harus segera dibuka dan diganti.
Perawatan luka juga harus rutin dilakukan dengan menggunakan
prinsip steril untuk mencegah luka terinfeksi.
7) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah diperlukan setiap pagi hari setelah
pembedahan, untuk mengukur hematokrit apabila terdapat
kehilangan darah yang banyak pada saat pembedahan atau terjadi
oliguria atau tanda-tanda lain yang mengisyaratkan hipovolemia.
8) Menyusui dapat dimulai pada hari pasca operasi sectio caesarea.
C. Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan
seperti sebelum hamil dan waktu kurang lebih 6 minggu (Purwoastuti dan
Wahyani, 2015). Masa nifas (puerperium) adalah masa pemulihan kembali,
mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti
sebelum hamil, lama masa nifa yaitu 6-8 minggu (Amru, 2012).
Masa nifas atau perperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 jam (42 hari) setelah itu. Puerperium adalah masa
pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan
kembali seperti prahamil (Sunarsih, 2015).
30
Jadi postpartum atau masa nifas (puerperium) adalah masa dimana
kondisi pemulihan sesudah persalinan selesai hingga kembali ke kondisi
sebelum hamil yang terjadi kurang lebih 6-8 minggu. Wanita pasca
persalinan harus cukup istirahat dengan tidur telentang selama 8 jam pasca
persalinan. Setelah itu, ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, hari kedua ibu
diperbolehkan duduk. Pada hari ke tiga ibu dianjurkan berjalan-jalan dan
pada hari keempat atau hari kelima diperbolehkan pulang. Makanan yang
dikonsumsi sebaiknya mengandung protein, sayur-sayuran, dan buah-
buahan (Mochtar, 2013).
2. Periode Masa Nifas
Adapun tahapan atau periode masa nifas menurut (Purwoastuti dan
Wahyani, 2015) menjadi 3, yaitu :
a. Puerperium dini, yaitu kepulihan ketika ibu telah diperbolehkan berdiri
atau berjalan, serta beraktivitas layaknya wanita normal.
b. Puerperium intermedial, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
c. Remote puerperium, yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi.
3. Perubahan Fisiologis pada Ibu Nifas
Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan
kondisi postpartum. Organ-organ tubuh ibu yang mengalami perubahan
menurut (Wulandari, 2017) setelah melahirkan antara lain :
a. Perubahan Sistem Reproduksi
1) Uterus Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada
kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya
(Tinggi Fundus Uteri).
31
Tabel 2.1. Perubahan tinggi dan berat uterus masa nifas
Involusi TFU Berat
Bayi Lahir Setinggi Pusat, 2 jari bawah pusat 1.000 gr
1 Minggu Pertengahan pusat simfisis 750 gr
2 Minggu Tidak teraba diatas simfisis 500 gr
6 Minggu Normal 50 gr
8 Minggu Normal tapi sebelum hamil 30
Sumber : Saleha, 2013
Namun pada keadaan yang abnormal tinggi fundus
mengalami perlambatan akibat adanya luka insisi pada posisi Seksio
Caesarea (SC) timbul rasa nyeri akibat luka insisi sehingga involusi
lebih lambat.
Hasil penelitian bahwa sebagian besar (60,6%) ibu nifas Post
sectio caesarea mengalami keterlambatan penurunan TFU. Hal ini
disebabkan oleh ibu post sectio caesarea kurang melakukan
mobilisasi dini karena rasa nyeri yang timbul akibat pada luka
jahitan pada abdomen (Fitriana dan Dwi, 2012).
2) Perubahan Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami pembekakan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dalam beberapa
hari pertama setelah partus keadaan vulva dan vagina masih kendur,
setelah 3 minggu secara perlahan akan kembali ke keadaan sebelum
hamil.
3) Perubahan Perineum
Perineum akan menjadi kendur karena sebeumnya teregang
oleh tekanan kepala bayi dan tapak terdapat robekan jika dilakukan
episiotomi yang akan terjadi masa penyembuhan selama 2 minggu.
4) Perubahan Serviks
Serviks mengalami involusi bersama uterus, setelah
persalinan ostium eksterna dapat dimasuki oleh 2 hingga 3 jari
tengah, setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.
5) Perubahan pada Payudara
Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan
pembengkakan vaskular sementara, air susu saat diproduksi diispan
32
di alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap
oleh bayi untuk pengadaan dan keberlangsungan laktasi.
b. Perubahan Pada Abdomen
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi sectio caesarea
biasanya terdapat luka post sectio caesarea dengan berbagai bentuk
insisi. Selain luka insisi terdapat perubahan pada pola pencernaan ibu
post nifas yang biasanya membutuhkan waktu sekitar 103 hari agar
fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal.
Dibandingkan ibu yang melahirkan secara spontan lebih cepat lapar
karena telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada proses
persalinan.
c. Perubahan Pada Genetalia
Lokhea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea
berbau amis atau anyir dengaan volume yang berbeda-beda pada setiap
wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Pengeluaran lokhea dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai
berikut:
1) Lokhea Rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa
postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo
(rambut bayi), dan mekonium.
2) Lokhea Sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.
3) Lokhea Serosa (Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14.)
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena
mengandung serum,leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta.
4) Lokhea Alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel,
selaput lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati, berupa cairan
33
putih. Lokhea alba dapat berlangsung selama 2-6 minggu
postpartum.
5) Lokhea Purulenta
Lokhea ini disebabkan karena terjadinya infeksi, cairan yang
keluar seperti nanah yang berbau busuk.
6) Lochiostatis (Pengeluaran lokhea yang tidak lancar).
d. Perubahan Sistem Perkemihan
Buang air kecil sulit selama 24 jam, urine dalam jumlah besar
akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah melahirkan. Keadaan
ini meyebabkan dieresis, ureter yang berdilatasi akan kembali normal
dalam tempo 6 minggu. Maka hal ini baisanya di perlukan katerisasi pada
ibu karena kondisi organ reproduksi ibu belum berfungsi secara optimal
pasca operasi.
e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh
darah yang berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit,
sehingga akan menghentikan perdarahan. Ambulasi dini sangat
membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses
involusi. Pada umumnya ambulasi dimulai 4-8 jam postpartum.
f. Perubahan Sistem Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir keham ilan, kadar fibrogen dan
plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari
pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun
tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan fakktor pembekuan darah.
g. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Cardiac output meningkat selama persalinan dan berlangsung
sampai kala III ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan
terjadi pada beberapa hari pertama postpartum dan akan kembali normal
pada akhir minggu ke 3 postpartum.
34
h. Perubahan Sistem Endokrin
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam
postpartum, progesteron turun pada hari ke 3 postpartum, kadar prolaktin
dalam darah berangsur-angsur hilang.
i. Perubahan Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital yang sering digunakan sebagai indikator bagi
tubuh yang mengalami gangguan atau masalah kesehatan adalah nadi,
pernafasan, suhu dan tekanan darah. Denyut nadi normal berkisar antara
60-80 kali permenit. Pada proses persalinan biasanya akan mengalami
peningkatan, tetapi pada masa nifas denyut nadi akan kembali normal.
Frekuensi pernafasan normal berisar antara 18-24 kali permenit.
Setelah persalinan, frekuensi pernafasan akan kembali normal,
keadaan pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.
Suhu tubuh dapat meningkat sekitar 0,5o C dari keadaan normal 36o -
37,5o C, hal ini disebabkan karena meningkatnya metabolisme tubuh
pada saat proses persalinan. Tekanan darah normal untuk sistol berkisar
antara 110-140 mmHg dan untuk diastol antara 60-80 mmHg, setelah
persalinan tekanan darah sedikit menurun karena terjadinya perdarahan
pada saat proses persalinan.
4. Perubahan Psikologis pada Ibu Nifas
Perubahan psikologis pada masa nifas menurut Purwoastuti dan
Wahyani (2015), yaitu :
a. Fase taking in
Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan, pada fase ini ibu
sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri, ibu akan berulang kali
menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai
akhir.
35
b. Fase taking hold
Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10
hari setelah melahirkan, pada fase ini timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
c. Fase letting go
Fase letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan
peran barunya sebagai orang tua, fase ini berlangsung 10 hari setelah
melahirkan.
5. Perawatan Nifas
Perawatan ibu setelah melahirkan secara sesarea merupakan
kombinasi antara asuhan keperawatan bedah dan maternitas (Bobak,
2004). Ibu yang telah mengalami pembedahan seksio sesarea, mempunyai
kebutuhan perawatan pascapartum yang sama dengan ibu yang melahirkan
pervagina (Ladewig, Patria, 2005).
Perawatan nifas meliputi perawatan diri ibu. Perawatan diri ibu
nifas yang akan diteliti oleh peneliti terdiri dari perawatan luka, nutrisi
masa nifas, mobilisasi dini, perawatan perineum, perawatan payudara,
miksi, defekasi, dan kebersihan diri.
a. Perawatan Luka Sectio Caesaria
Luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan
tubuh, yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga
dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Perawatan luka merupakan
tindakan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan
mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat proses
penyembuhan luka (Alimul Hidayat, 2006). Pembalut luka berfungsi
sebagai penghalang dan pelindung terhadap infeksi selama proses
penyembuhan. Penutup luka dipertahankan selama hari pertama selama
pembedahan untuk mencegah infeksi pada saat proses penyembuhan
berlangsung (Wiknjosastro, 2009).
36
Beberapa cara untuk merawat luka bekas operasi yang dapat
dilakukan oleh ibu sebagai berikut :
1) Menjaga kebersihan diri, untuk mengindari infeksi
2) Ibu post sectio caesarea tidak diperkenankan mengangkat benda
berat
3) Jangan membungkuk dalam melakukan pekerjaan apapun
4) Istirahat yang cukup
5) Gunakan pakaian yang longgar dan nyaman
6) Makan makanan bergizi
7) Merawat bekas sayatan luka.
8) Setelah mandi,segera keringkan bekas sayatan tersebut dengan
handuk yang lembut, kertas tisu, atau kapas.
9) Jangan memakai celana yang pendek(jenis bikini) karena karet
celana jenis ini akan menekan bekas sayatan sehingga akan terasa
sakit.
10) Jika bekas sayatan menjadi bengkak kemerahan dan terasa tanda-
tanda ini menunjukkan terjadinya infeksi.
11) Jika merasa gatal jangan digaruk,luka operasi
Berdasrkan teori Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa
vaskularisasi mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan
peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
b. Nutrisi Masa Nifas
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk
keperluan metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas meningkat
25 % dari kebutuhan biasa karena berguna untuk proses kesembuhan
sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup
(Sulistyawati, 2009).
Tindakan operasi caesaria kembalinya organ pencernaan ke
kondisi semula memakan waktu lebih lama. Pemeriksaan organ
pencernaan dilakukan enam jam setelah bedah apabila kondisi tubuh ibu
37
baik dapat diberikan minum hangat sedikit kemudian bertahap minum
yang lebih banyak, dan dapat makan makanan lunak pada hari pertama
setelah operasi. Pada bius total diperbolehkan minum setelah berhasil
buang gas (Kasdu, 2003).
Ibu post sectio caesarea harus menghindari makanan dan
minuman yang menimbulkan gas karena gas perut kadang-kadang
menimbulkan masalah sesudah seksio sesarea. Jika ada gas dalam perut,
ibu akan merasakan nyeri yang menusuk. Gerak fisik dan bangun dari
tempat tidur, pernapasan dalam, dan bergoyang di kursi dapat membantu
mencegah dan menghilangkan gas (Simkin, Penny, 2008).
Tabel. 2.2 Nutrisi masa nifas
Nutrisi Masa Nifas
• Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
• Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan
vitamin yang cukup.
• Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali
menyusui).
• Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari
pasca bersalin.
• Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A
kepada bayinya melalui ASInya.
Sumber : JNPKKR-POGI, 2000
c. Mobilisasi Dini Masa Nifas
Mobilisasi dini merupakan suatu upaya mempertahankan
kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologi. Mobilisasi post sectio caesarea
adalah suatu pergerakan posisi atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu
setelah beberapa jam setelah melahirkan dengan persalinan sectio
caesarea (Winarta,2010). Mobilisasi akan memperlancar sirkulasi
darah dan segera mungkin mengalami pemulihan atau penyembuhan
(Susilowati D,2015)
38
Tabel. 2.3. Mobilisasi dini masa nifas
Waktu Tindakan
6 jam pertama post
SC
a) Anjurkan pasien distraksi relaksasi nafas dalam dengan
Tarik nafas perlahan-lahan lewat hidung dan keluarkan
lewat mulut sambal mengencangkan dinding perut
sebanyak 3 kali kurang lebih selama 1 menit.
b) Latih Gerakan tangan, lakukan Gerakan abduksi dan
adduksi pada jari tangan, lengan dan siku selama
setengah menit.
c) Kedua lengan diluruskan diatas kepala dengan telapak
tangan menghadap ke atas.
d) Lakukan gerakan menarik keatas secara bergantian
sebanyak 5-10 kali.
e) Latihan gerak kaki yaitu dengan menggerakkan abduksi
dan adduksi rotasi pada seluruh bagian kaki.
6-10 jam berikutnya
1. Latih miring kanan dan kiri
2. Latihan dilakukan dengan miring kesalah satu bagian
terlebih dahulu, bagian lutut fleksi keduanya selama
setengah menit,turunkan salah satu kaku,anjurkan ibu
berpegangan pada pelindung tempat tidur dengan
menarik badan kearah berlawanan kaki yang ditekuk.
Tahan selama 1 menit dan lakukan hal yang sama ke sisi
yang lain.
24 jam post SC
1. Posisikan semi fowler 30-400 secara perlahan selama 1-
2 jam sambal mengobservasi nadi, jika mengeluh
pusing turunkan tempat tidur secara perlahan.
2. Bila tidak ada keluhan selama waktu yang ditentukan,
ubah posisi pasien sampai posisi duduk
Hari ke 2 post SC 1. Lakukan latihan duduk secara mandiri jika tidak pusing,
perlahan kaki diturunkan Pada hari ke 3 post SC 1.
Pasien duduk dan menurunkan kaki kearah lantai.
2. Jika pasien merasa kuat dibolehkan berdiri secara
mandiri, atau dengan posisi dipapah dengan kedua
tangan pegangan pada perawat atau keluarga, jika
pasien tidak pusing dianjurkan untuk latihan berjalan
disekitar tempat tidur.
Sumber :Rismawati, 2015
39
d. Perawatan perineum
Perawatan perineum pada ibu post sectio caesarea juga penting, yang
dianjurkan untuk ibu postpartum adalah membasuh perineum dengan air
bersih dan sabun setelah berkemih dan buang air besar. Perineum harus
dalam keadaan kering dan dibersihkan dari depan ke belakang (Potter
PA, Perry AG. Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses,
dan praktik. Terjemahan: Renata, Komalasari dkk. Edisi keempat.
Jakarta: EGC; 2006). Ibu dianjurkan untuk mengganti pembalut setiap
kali mandi, setelah buang air besar atau kecil atau setiap tiga sampai
empat jam sekali (Murray SS, McKinney ES. Foundations of maternal-
newborn and women's health nursing: Elsevier Health Sciences; 2014.)
e. Perawatan Payudara
Perawatan payudara dapat dilakukan dengan cara :
1) Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu.
2) Menggunakan BH yang menyokong payudara.
3) Mengoleskan kolostrum atau ASI yang keluar sekitar puting susu
apabila puting susu lecet dan menyusui tetap dilakukan dimulai dari
puting susu yang tidak lecet.
4) Mengistirahatkan payudara apabila lecet sangat berat selama 24
jam.Asi dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.
5) Meminum parasetamol 1 tablet setiap 4-6 jam untuk menghilangkan
nyeri.
6) Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan :
a) Melakukan pengompresan dengan menggunakan kain basah
dan hangat selama 5 menit.
b) Urut payudara dari arah pangkal menuju putting atau gunakan
sisir untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju putting.
c) Keluarkan ASI Sebagian dari bagian depan payudara sehingga
putting susu menjadi lunak.
d) Susukan bayi setiap 2-3 jam sekali. Apabila tidak dapat
menghisap seluruh ASI dikeluarkan dengan tangan.
40
e) Letakkan kain dingin pada payudara
f) Payudara dikeringkan.
(JNPKKR-POGI, 2000)
Adapun langkah-langkah dalam melakukan perawatan
payudara yang baik, yaitu : mengompres kedua puting dengan baby
oil selama 2-3 menit, membersihkan puting susu , melakukan
pegurutan dari pangkal ke putting susu sebanyak 20-30 kali pada tiap
payudara, pengurutan dengan menggunakan sisi kelingking,
pengurutan dengan posisi tangan mengepal sebanyak 20-30 kali
pada tiap payudara dan kompres dengan air kemudian keringkan
dengan handuk kering (Yanti AD, Anggraeni L. Hubungan
perawatan payudara dengan kelancaran pengeluaran asi pada ibu
post partum Di Desa Wonorejo Kecamatan Trowulan Kabupaten
Mojokerto. Jurnal Keperawatan Bina Sehat. 2015).
f. Eliminasi Urin
Berkemih hendaknya dapat dilakukan ibu nifas sendiri dengan
secepatnya. Sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dengan
analgesia spinal dan pengosongan kandung kencing terganggu selama
beberapa jam setelah persalinan akibatnya distensi kandung kencing
sering merupakan komplikasi masa nifas (Kasdu, 2003). Pemakaian
kateter dibutuhkan pada prosedur bedah. Semakin cepat melepas
kateter akan lebih baik mencegah kemungkinan infeksi dan ibu semakin
cepat melakukan mobilisasi (Wiknjosastro, 2009).
Kadang-kadang wanita mengalami sulit buang air kecil selama
24 jam pertama setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena kandung
kemih mengalami trauma atau lebam selama melahirkan akibat tertekan
oleh janin sehingga ketika sudah penuh tidak mampu untuk mengirim
pesan agar mengosongkan isinya, dan juga karena sfingter utertra yang
tertekan oleh kepala janin (Hanafiah TM. Perawatan masa nifas bagian
obstetri dan ginekologi. 2004).
41
g. Defekasi
Fungsi gastrointestinal pada pasien obstetrik yang tindakannya
tidak terlalu berat akan kembali normal dalam waktu 12 jam. Buang air
besar secara spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun
selama proses persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang
makan dan efek anastesi (Bobak, 2004). Buang air besar harus
dilakukan 3-4 hari setelah melahirkan. Namun buang air besar secara
spontan biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses
persalinan dan pada masa pascapartum, dehidrasi, kurang makan dan
efek anastesi. (Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan
maternitas edisi 4. Jakarta: EGC; 2005.)
Fungsi defekasi dapat diatasi dengan mengembalikan fungsi
usus besar dengan diet teratur, pemberian cairan yang banyak, makanan
cukup serat dan olahraga atau ambulasi dini. Jika pada hari ketiga ibu
juga tidak buang air besar maka dapat diberikan laksatif per oral atau
per rectal.(Sofian A. Rustam mochtar sinopsis obstetri. 3 ed. Jakarta:
EGC; 2011. p.85- 92)
h. Kebersihan Diri
Mandi di tempat tidur dilakukan sampai ibu dapat mandi sendiri
di kamar mandi yang terutama dibersihkan adalah puting susu dan
mamae dilanjutkan perawatan payudara (Wulandari, 2009). Payudara
harus diperhatikan pada saat mandi. Payudara dibasuh dengan
menggunakan alat pembasuh muka yang disediakan secara khusus
(Farrer, 2004). Ibu dapat mandi, jangan khawatir terhadap luka bekas
irisan yang terkena air karena akan aman selama luka ditutup kain kassa
lembut yang atasnya dilapisi plester kedap air, maka akan mencegah
terjadinya infeksi karena terkena air. Kebersihan vagina juga harus
dijaga dengan mengganti pembalut bila terasa terisi penuh. Personal
Hygiene yang bisa dilakukan ibu nifas untuk memelihara kebersihan
42
diri tidak hanya mandi, tetapi juga menggosok gigi dan menjaga
kebersihan mulut, menjaga kebersihan rambut dengan keramas,
menjaga kebersihan pakaian, dan menjaga kebersihan kaki, kuku,
telinga, mata dan hidung. (Potter PA, Perry AG. Buku ajar fundamental
keperawatan : konsep, proses, dan praktik. Terjemahan: Renata,
Komalasari dkk. Edisi keempat. Jakarta: EGC; 2006.)
D. Konsep Kemandirian
1. Definisi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) , kemandirian
adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang
lain. Menurut Rahmawati (2005) dikutip dari Lie dan Prasasti (2004)
menyatakan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan
kegitan atau tugas sehari-hari atau dengan sedikit bimbingan, sesuai dengan
tahapan perkembangan dan kapasitasnya.
Kemandirian mempunyai lima komponen utama yaitu (1). Bebas,
artinya bertindak atas kehendaknya sendiri bukan karena orang lain dan
tidak tergantung pada orang lain (2). Progresif dan ulet, artinya berusaha
untuk mengejar prestasi, tekun dan terencana dalam mewujudkan
harapannya (3). Inisiatif, yaitu mampu berpikir dan bertindak secara
original, kreatif dan penuh inisiatif, terkendali dari dalam dimana individu
mampu mengatasi masalah yang dihadapi, mampu mengendalikan
tindakannya serta mampu mempengaruhi lingkungan dan atas usahanya
sendiri (4). Kemantapan diri (harga diri dan percaya diri ) termasuk dalam
hal ini mempunyai kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri,
menerima dirinya dan memperoleh kepuasan dari usahanya (Masrun dalam
Irianti Pergola, 1997).
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa kemandirian
adalah kemampuan seseorang untuk mengontrol perilakunya dan
menyelesaikan masalahnya secara bebas, bertanggung jawab, percaya diri
43
dan penuh inisiatif serta dapat memperkecil ketergantungannya pada orang
lain.
2. Perawatan Mandiri
Berdasarkan teori keperawatan Self Care Deficit yang dikemukakan
oleh Dorothea Orem, manusia pada dasarnya mempunyai kemampuan
dalam merawat dirinya sendiri. Yang dimaksud dengan self care (perawatan
mandiri) adalah aktivitas seseorang untuk menolong dirinya sendiri dalam
mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan (Alligood MR.
Nursing theorists and their work: Elsevier Science Health Science; 2013).
Perawatan mandiri adalah suatu aktivitas yang dimulai secara
individu dan dilakukan atas kemampuan dan kepentingan mereka sendiri
dalam memelihara hidupnya, mencapai fungsi yang menyeluruh dan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Dalam teori ini Orem
mengemukakan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan dirinya sendiri,
perawat dapat memberikan bantuan berdasarkan tingkat kemandirian
pasien. Orem membaginya dalam tiga bentuk yaitu:
1. Perawatan total (wholly compensatory), individu belum mampu
mengontrol dan memonitor lingkungan dan informasi dalam
melakukan self carenya.
2. Perawatan sebagian (partial compensatory), individu belum mampu
melakukan beberapa atau sebagian dari aktivitas self carenya.
3. Edukasi dan dukungan (educative ssupportif), individu hanya
membutuhkan edukasi dan dukungan lebih lanjut dalam melakukan self
care, ini berarti individu mampu secara mandiri melakukan perawatan
diri.
(Nababan ED. Tingkat kemandirian ibu post seksio sesarea dalam merawat
diri dan bayinya selama early postpartum di RSUP Adam Malik Medan:
Universitas Sumatra Utara; 2010)
Kemandirian dalam perawatan postpartum tidak hanya penting
untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas ibu, tetapi juga penting untuk
44
memperkuat dan meningkatkan perilaku sehat ibu post partum dalam
perawatan. Perilaku sehat dimulai ketika postpartum dan diperlukan untuk
memastikan bahwa baik ibu mendapatkan perawatan kesehatan yang baik
(Mardiatun. Pengaruh pendekatan supportive-educative “orem” terhadap
peningkatan kemandirian ibu nifas dalam perawatan diri selama early
postpartum di Puskesmas Karang Taliwang Mataram Nusa Tenggara Barat.
Jurnal Keperawatan Poltekkes Kemenkes Mataram.)
E. Perilaku
a. Pengertian perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk
hidup) yang bersangkutan (S. Notoadmodjo, 2012).
Perilaku juga diartikan Lahey, (2009) sebagai segala sesuatu
aktivitas seseorang yang tampak dan dapat diobservasi oleh orang lain
secara langsung (Wawan & Dewi, 2012).
Kesehatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan
sehat tubuh, jiwa dan raga (Pusat Bahasa Kemdikbud, 2016). Kesehatan
menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 di
defenisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Perilaku kesehatan adalah semua akitivitas atau kegiatan seseorang
baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan. Pemeliharaan Kesehatan ini mencakup mencegah atau
melindungi diri dari penyakit serta masalah kesehatan lain, meningkatkan
kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit (S. Notoadmodjo, 2012).
b. Klasifikasi Perilaku
Perilaku kesehatan dibagi ke dalam 2 kelompok besar yaitu :
1) Perilaku Orang Sehat
45
Perilaku ini disebut perilaku sehat (healthy behavior) yang
mencakupperilaku yang tampak maupun tidak (overt and covert
behavior) dalamhal pencegahan penyakit (preventif) dan perilaku dalam
upaya meningkatkan kesehatan (promotif).
2) Perilaku Orang yang Sakit
Perilaku orang yang sakit terjadi pada orang yang sudah
mengalamimasalah dengan kesehatannya.Perilaku ini disebut dengan
perilakupencarian masalah kesehatan (health seeking behavior). Perilaku
ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang untuk
memperoleh kesembuhan atas penyakit yang dideritanya (S.
Notoadmodjo, 2012).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia menurut
Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2012) terdapat tiga faktor utama,
yaitu:
1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-
hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan pemberian
Informasi (Notoatmodjo, 2012).
a) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau
kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri
individu, keluarga atau masyarakat (Notoatmodjo, 2012). Keyakinan
seseorang didapat dari pengetahuan, latar belakang pendidikan dan
pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara
berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-
faktor yang berhubungan dan menggunakan pengetahuan tersebut
untuk menyelesaikan masalahnya (Suprajitno, 2010).
46
b) Sosial ekonomi
Tingkat sosial Ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang
dalam masyarakat, tingkat sosial ekonomi adalah gambaran tentang
keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi
sosial ekonomi.Tingkat sosial ekonomi meliputi pendidikan,
pendapatan, dan pekerjaan yang merupakan penyebab secara tidak
langsung dari masalah kesehatan (Adi, 2009). Faktor sosial dan
psikososial dapat meningkatkan resiko terjdinya penyakit dan
mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap
penyakitnya. Hal ini mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara
pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang,
biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang
dirasakan (Suprajitno, 2010). Pekerjaan menurut Thomas yang
dikutip oleh Nursalam (2008), adalah kebutuhan yang harus
dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan
keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi merupakan
cara mencari nafkah, berulang dan banyak tantangan. Pekerjaan
seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status sosial,
pendidikan serta masalah kesehatan. Pekerjaan dapat mengukur
status sosial ekonomi sertamasalah kesehatan dan kondisi tempat
seseorang bekerja (S. Notoadmodjo, 2012)
c) Pemberian Informasi Informasi adalah data yang sudah diolah
menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat
dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber
informasi (Kusrini, 2007). Dengan memberikan informasi,
penyuluhan dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang hal tersebut. Dalam pemberian surat kabar
maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang
seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung
dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap
sikap konsumennya (Wawan & Dewi, 2010)
47
2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, ketersediaan
makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas
pelayanan kesehatan seperti : Puskesmas, rumah sakit, poliklinik,
Posyandu, Polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2007).
3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(Toma), tokoh agama (Toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2014).
d. Bentuk perubahan perilaku
Perubahan perilaku adalah suatu proses yang lama, karena memerlukan
pemikiran-pemikiran dan pertimbangan orang lain.
1) Perubahan alamiah (Neonatal chage) : Perilaku manusia selalu berubah
sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila
dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau
sosial, budaya dan ekonomi maka anggota masyarakat didalamnya yang
akan mengalami perubahan.
2) Perubahan Rencana (Plane Change) : Perubahan perilaku ini terjadi
karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
e. Kesediaan Untuk Berubah (Readiness to Change) :
Apabila terjadi sesuatu inovasi atau program pembangunan di dalam
masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat
untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian lagi sangat
lambat untuk menerima perubahan tersebut.Hal ini disebabkan setiap orang
mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda (Notoatmodjo,
2014).
48
F. Penelitian Terkait
1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Anafrin Yugistyowati tahun 2013
dengan judul “Pengaruh Edukasi Kesehatan Masa Nifas Terhadap
Kemampuan Perawatan Mandiri Ibu Nifas Post Sectio Caesarea (SC) di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta” dengan sampel berjumlah 20 responden,
terdiri dari 10 orang kelompok eksperimen dan 10 orang kelompok kontrol.
Hasil uji statistik Independent Samples T-Test didapatkan hasil t hitung
sebesar 4,664 dengan taraf signifi kansi 0,000 dan t tabel sebesar 2,101
dengan taraf signifi kansi 0,05 yang artinya ada pengaruh edukasi kesehatan
yang diberikan terhadap kemampuan perawatan mandiri pada Ibu post SC di
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pera Setiawati, dkk.tahun 2020 dengan
judul “Pengaruh Edukasi Kesehatan Menggunakan Media Audio Visual
Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Nifas di Rumah Sakit
Dr.R.Hardjanto Balikpapan Tahun 2020”. Desain penelitian ini adalah Quasi
Eksperimen dengan pendekatan one grup pre-post test design. Populasi ibu
nifas yang melahirkan di RS dr.R.Hardjanto. Tehnik pengambilan sampel
dengan consecutive sampling sebanyak 26 orang. hasil penelitian ini terdapat
pengaruh dari edukasi kesehatan tentang tanda bahaya nifas menggunakan
media audiovisual terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku ibu nifas dengan
nilai signifikan sebesar 0,000 (P < 0,05).
3. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sri Yuniar Butar-Butar, tahun 2017
dengan judul “Perbedaan kemampuan perawatan mandiri periode nifas antara
ibu primipara dengan ibu multipara”. Dengan menggunakan desain deskriptif
komparatif dan menggunakan Teknik purposive sampling.sampel dalam
penelitin ini yaitu 38 responden untuk setiap kelompoknya. Hasil penelitian
ini menemukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan perawatan mandiri
periode nifas antara ibu primipara dan multipara dengan nilai signifikansi (p=
0,000, dimana kemamuan ibu primipara mayoritas dalam kategori sedang 25
orang (65,8%) sedangkan ibu multipara ditemukan mayoritas berada dalam
kategori baik 56 orang (96,6%).
49
G. Kerangka Teori
Gambar 3
Kerangka Teori
Sumber : (S. Notoadmodjo, 2012, Self Care Defisit Dorothea Orem dalam
Alligood MR. Nursing theorists and their work: Elsevier Science Health Science;
2013)
Predisposising faktor :
1. Pendidikan
2. Sosial Ekonomi
3. Pemberian Informasi
Enabling factor :
sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi
masyarakat, misalnya : air
bersih, ketersediaan
makanan yang bergizi, dan
sebagainya. Termasuk juga
fasilitas pelayanan kesehatan
Reinforcing factor :
inovasi atau program
pembangunan
Edukasi Kesehatan
Media edukasi
kesehatan :
1. Cetak
2. Elektronik
- Video/Audio
Visual
3. Papan
Perawatan mandiri (self Care deficit)
1. Perawatan total (wholly
compensatory),
2. Perawatan sebagian (partial
compensatory),
3. Edukasi dan dukungan (educative
ssupportif).
Perilaku
50
H. Kerangka Konsep
Gambar 4
Kerangka Konsep Penelitian
I. Hipotesis Penelitian
1. Ha
Ada pengaruh edukasi kesehatan menggunakan media audiovisual
terhadap kemampuan perawatan mandiri ibu nifas post sectio caesarea
pada masa pandemi covid-19 di RSIA Puti Bungsu Lampung Tengah
tahun 2021 kelompok intervensi.
2. Ho
Tidak ada pengaruh edukasi kesehatan menggunakan media audiovisual
terhadap kemampuan perawatan mandiri ibu nifas post sectio caesarea
pada masa pandemi covid-19 di RSIA Puti Bungsu Lampung Tengah
tahun 2021 kelompok intervensi.
Tingkat Kemandirian
• Mandiri
• Ketergantungan ringan
• Keterngantungan sedang
• Ketergantungan total
Edukasi kesehatan
Perawatan masa nifas
menggunakan audio visual