BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB...

12
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apoteker Menurut PMK No.35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. B. Apotek dan pelayanan kefarmasian Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Pemerintah RI, 2009). Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional (Depkes RI, 2006). Dalam melakukan profesinya, apoteker mengacu pada Pharmaceutical care. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Berdasarkan filosofi Pharmaceutical care, menurut PMK No.35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dalam melakukan pelayanan seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu: 1. Pemberi layanan, artinya apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasi pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan. 2. Pengambil keputusan, artinya apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sember daya yang ada secara efektif dan efisien. 3. Komunikator, artinya apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik. Profil Penggalian Informasi...,

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Apoteker

Menurut PMK No.35 tahun 2014 tentang standar pelayanan

kefarmasian di apotek, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus

sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

B. Apotek dan pelayanan kefarmasian

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh apoteker (Pemerintah RI, 2009). Sesuai ketentuan

perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang

professional (Depkes RI, 2006). Dalam melakukan profesinya, apoteker

mengacu pada Pharmaceutical care. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Pharmaceutical

care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker

dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

Berdasarkan filosofi Pharmaceutical care, menurut PMK No.35 tahun 2014

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dalam melakukan

pelayanan seorang apoteker harus menjalankan peran yaitu:

1. Pemberi layanan, artinya apoteker sebagai pemberi pelayanan harus

berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasi pelayanannya

pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.

2. Pengambil keputusan, artinya apoteker harus mempunyai kemampuan

dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sember daya

yang ada secara efektif dan efisien.

3. Komunikator, artinya apoteker harus mampu berkomunikasi dengan

pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi

pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi

yang baik.

Profil Penggalian Informasi...,

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

5

4. Pemimpin, artinya apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk

menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian

mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan

mengkomunikasikan dan mengelolah hasil keputusan.

5. Pengelola, artinya apoteker harus mampu mengelolah sumber daya

manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus

mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi

tentang obat dan hal-hal lain ynag berhubungan dengan obat.

6. Pembelajar seumur hidup, artinya apoteker harus terus meningkatkan

pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan

berkelanjutan (Continuing Professional Development/CDP)

7. Peneliti, artinya apoteker harus selalumenerapkan prinsip/kaidah ilmiah

dalam mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan

kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan

pelayanan kefarmasian.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di bidang

kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari

pengelolahan obat sebagai komonditi kepada pelayanan yang komperhensif

(pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelolaan obat

namun dalam pengertian yang lebih luas mencangkup pelaksanaan pemberian

informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional,

monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta

kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (MENKES, 2014).

Kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk

memberikan informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual,

terkini, mudah dimengerti, etis dan bijaksana. Pelayanan kefarmasian saat ini

telah bergeser orientasinya dari obat kepada pasien yang berazaskan kepada

asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan

orientasi tersebut, apoteker pengelola apotek dituntut untuk meningkatkan

pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melakukan interaksi

langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah

Profil Penggalian Informasi...,

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

6

melaksanakan pelayanan resep, pelayanan obat bebas, obat bebas terbatas,

obat wajib apotek dan perbekalan kesehatan lainnya juga pelayanan informasi

obat dan monitoring penggunaan obat agar tujuan pengobatan sesuai harapan

dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari

kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (Medication Error) dalam

proses pelayanan kefarmasian. Untuk itu apoteker harus berupaya mencegah

dan meminimalkan masalah yang terkait obat (Drug Related Problems)

dengan membuat keputusan profesional untuk tercapainya pengobatan yang

rasional(Kemenkes RI, 2004).

C. Swamedikasi

1. Pelayanan Swamedikasi

Pelayanan obat tanpa resep merupakan pelayanan kepada pasien

yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi

(Purwanti, 2004). Swamedikasi adalah mengobati segala keluhan pada diri

sendiri dengan obat-obatan yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas

inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter (Indriyanti, 2009). Dengan kata lain,

pasien datang dengan keluhan gejala atau meminta suatu produk tanpa

resep dari dokter. Obat-obat yang dapat digunakan untuk

swamedikasi/tanpa resep meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas

terbatas (OBT), dan obat bebas (OB) (Purwanti, 2004). Prosedur tetap

swamedikasi menurut (SK NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004):

a. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan

swamedikasi

b. Menggali informasi dari pasien meliputi:

1) Tempat timbulnya gejala

2) Seperti apa rasanya gejala penyakit

3) Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya

4) Sudah berapa lama gejala dirasakan

5) Ada tidaknya gejala penyerta

6) Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan

Profil Penggalian Informasi...,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

7

c. Memilihkan obat sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan

ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, bebas terbatas dan

obat wajib apotek

d. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepas pasien

meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya

pengobatan, efek samping yang mungkin timbul, serta hal-hal lain

yang harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam

menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3hari hubungi

dokter.

e. Mendokumentasikan data pelayanan swamedikasi yang telah

dilakukan.

2. Tahapan Pelayanan Swamedikasi

Tahapan pelayanan obat tanpa resep meliputi patient assessment,

penentuan rekomendasi, dan pemberian informasi obat maupun non obat.

a. Penggalian Informasi

Penggalian informasi penting untuk pertimbangan apoteker dalam

penentuan identifikasi pasien sebelum membuat sebuah rekomendasi.

Kemungkinan pertanyaan yang bisa ditanyakan oleh apoteker

diidentifikasi berdasarkan pada WWHAM (Who the patient, What are

the symptos, How long have the symptoms been present, Action taken,

Medication being taken), ASMETHOD (Age/appearance, Self/someone

else, Medication, Extra medication, Time symptoms, History, Other

accompanying symptoms, Danger symptoms), SITDOWNSIR

(Site/location, Intensity/severity, Tipe/nature, Duration, Onset, With

other symptoms, Annoyed by, Spread/radiation, Incidence, Relieved

by), ENCORE (Explore, No medication option, Care, Observe, Refer,

Explain) (Blenkinsopp, 2002).

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan tindakan

oleh apoteker selama konseling yang dijadikan referensi untuk

rekomendasi adalah sejarah pengobatan, obat untuk siapa, umur

Profil Penggalian Informasi...,

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

8

pasien, penyebab sakit, durasi sakit, lokasi sakit, gejala sakit,

pengobatan lain yang sedang digunakan, obat sejenis lainnya yang

digunakan, alergi obat, apakah pernah terjadi sakit seperti sebelumnya,

gejala lain, dan apakah sudah ke dokter (Chua, 2006).

b. Rekomendasi Apoteker

Apoteker bisa merekomendasikan suatu obat untuk

meringankan gejala sakitnya dengan mencoba menentukan penyebab

sakitnya sehingga dapat mencegah terjadinya sakit kembali dan juga

bisa menyarankan pada perubahan pola hidup/non farmakologi yang

penting dalam mengatasi sakitnya. Apoteker menyarankan pasien

pergi ke dokter jika pasien tersebut kondisinya berat atau parah (Chua,

2006).

1) Rujukan ke dokter

Pada kasus diare, rujukan ke dokter diperlukan jika (Dipiro, 2008):

a) Nyeri perut yang hebat dan kram

b) Feses berdarah

c) Dehidrasi (haus, mulut kering, lemas, urin berwarna pekat,

jarang kencing, penurunan jumlah urin, kulit kering, nadi yang

cepat, kram otot, otot lemah).

d) Demam tinggi (lebih dari 38˚C)

e) Penurunan berat badan lebih dari 5% dari total berat badan

f) Bila diare lebih dari 48jam.

2) Informasi obat

Pemberian informasi adalah untuk mendukung penggunaan

obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk

mengetahui tujuan akhir serta kemungkinan terjadinya kesalahan

pengobatan/medication error (Pemerintah RI, 2009). Informasi

yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam

penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain

(Depkes RI, 2006) :

Profil Penggalian Informasi...,

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

9

a) Khasiat obat: apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa

khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan

indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.

b) Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas

kontraindikasi dari obat yang diberikan, agar tidak

menggunakannya jika memiliki kontraindikasi dimaksud.

c) Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga

perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin

muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari

atau mengatasinya.

d) Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara

jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian,

apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus,

atau cara lain.

e) Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, apoteker dapat

menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh

produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di

etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan

pengetahuan yang dimilikinya.

f) Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan

dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah

makan atau saat akan tidur.

g) Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus

diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan

obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang,

padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.

Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut,

misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu

dalam waktu bersamaan.

Profil Penggalian Informasi...,

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

10

Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.

a) Cara penyimpanan obat yang baik.

b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

c) Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak.

3) Informasi Non Obat

Informasi non obat yang perlu disampaikan apoteker kepada pasien

diare antara lain (Depkes, 2006) :

a) Minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari

alkohol, kopi/teh, dan susu.

b) Hindari makanan padat atau makanlah makanan yang tidak

berasa (bubur, roti, pisang) selama 1-2 hari.

c) Minum cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam.

d) Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan

sebelum menyiapkan makanan (diare karena infeksi

bakteri/virus bisa menular).

e) Tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat,

kecoa, dan tikus.

f) Simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang,

simpanlah sisa makanan di dalam kulkas.

g) Gunakan air bersih untuk memasak.

h) Air minum harus direbus terlebih dahulu.

i) Buang air besar pada jamban.

j) Jaga kebersihan lingkungan.

k) Bila diare berlanjut lebih dari dua hari, bila terjadi dehidrasi,

kotoran berdarah, atau terus-menerus kejang perut periksakan

ke dokter.

4) Prosedur pelayanan informasi obat (PIO)

Menurut (SK Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004) kegiatan

pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker untuk memberikan

informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini,

mudah dimengerti, etis dan bijaksana.

Profil Penggalian Informasi...,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

11

a) Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep

atau kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi

kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis.

b) Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan secara

sistematis untuk memberikan informasi.

c) Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah

dimengerti, tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan

maupun tertulis.

d) Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk

informasi pasien.

e) Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat.

D. Diare

1. Definisi Diare

Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan konsistensi feses selain

dari frekuensi buang air besar. Dikatakan diare bila feses lebih berair dari

biasanya. Diare dapat juga didefinisikan bila buang air besar 3 kali atau

lebih, atau buang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24

jam (Depkes RI, 2009).

2. Jenis Diare

Diare dibedakan menjadi dua yaitu diare akut dan diare kronis. Diare

akut adalah diare yang terjadi selama 14 hari atau kurang. Gejala dan

tanda-tanda diare akut adalah konsistensi encer dan berair yang menyerang

secara mendadak, nyeri perut, keadaan mendesak ingin buang air besar,

mual, perut kembung, dan demam. Pasien dengan infeksi diare akut bisa

terjadi buang air besar berdarah dan nyeri perut. Sedangkan diare kronik

adalah diare yang terjadi lebih dari 30 hari. Diare kronik mempunyai

tanda-tanda dan gejala yaitu gejala bisa hebat atau ringan, penurunan berat

badan dapat dilihat dan tubuh terasa lemas. Dehidrasi bisa diketahui dari

Profil Penggalian Informasi...,

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

12

penurunan jumlah urin, urin pekat, membran mukus yang kering, cepat

haus, dan takikardi (Dipiro, 2008).

3. Penyebab Diare

a. Infeksi

Infeksi disebabkan oleh bakteri (Shigella, Salmonella, E. Coli,

golongan fibrio, Bacillus cereus, Clostiduim perfringens, Stafilakokus

aureus, Campylobacter Aeromonas), virus ( Rotavirus, Norwalk/

Norwalk like agent), parasit (Protozoa, Entamoeb, Histolytica, Giardia

lambelia, Balandilium coli, Cacing perut, Ascaris, Trichiuris,

Strongyloides, Jamur , Candida).

b. Malabsorpsi

Diare disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat, antara lain:

Disakarida (Laktosa, maltosa, sukrosa ). Malabsorpsi lemat

terutama longchain triglyceride serta protein (asam amino, B

lactoguabulin).

c. Makanan

Makanan penyebab diare antara lain makanan basi dan

makanan yang belum waktunya diberikan.

d. Keracunan

Makanan beracun yang mengandung bakteri Clostridium

botulinum, Stafilokokus dan makanan yang tercampur racun

(bahan kimia).

e. Konstitusi

f. Alergi

Alergi susu, alergi makanan, cow’s milk protein sensitife

enteropathy ( CMPSE ).

g. Imunodefisiensi

h. Sebab lain ( psikis )

Profil Penggalian Informasi...,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

13

4. Penanganan Diare Pada Anak

Obat yang dianjurkan untuk mengatasi diare adalah oralit untuk

mencegah kekurangan cairan tubuh

a. Oralit

Oralit tidak menghentikan diare, tetapi mengganti cairan tubuh yang

keluar bersama tinja.

b. Adsorben dan Obat Pembentuk Massa

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Norit (karbo adsorben),

kombinasi Kaolin-Pektin dan attapulgit. Kegunaan Obat:

1) Mengurangi frekuensi buang air besar

2) Memadatkan tinja

3) Menyerap racun pada penderita diare

Hal yang harus diperhatikan

1) Obat bukan sebagai pengganti oralit

2) Penderita harus minum oralit

3) Tidak boleh diberikan pada anak di bawah 5 tahun

5. Terapi Non Farmakologi

a. Minum banyak cairan (air, sari buah, sup bening). Hindari alkohol,

kopi/teh, susu.

b. Teruskan pemberian air susu ibu pada bayi, tetapi pada pemberian susu

pengganti ASI encerkan sampai dua kali.

c. Hindari makanan padat atau makanlah makanan yang tidak berasa

(bubur, roti, pisang) selama 1 – 2 hari.

d. Minum cairan rehidrasi oral-oralit/larutan gula garam

e. Cucilah tangan dengan baik setiap habis buang air besar dan sebelum

f. menyiapkan makanan (diare karena infeksi bakteri/virus bisa menular).

g. Tutuplah makanan untuk mencegah kontaminasi dari lalat, kecoa dan

tikus.

h. Simpanlah secara terpisah makanan mentah dan yang matang,

simpanlah sisa makanan di dalam kulkas.

Profil Penggalian Informasi...,

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

14

i. Gunakan air bersih untuk memasak.

j. Air minum harus direbus terlebih dahulu (Depkes, 2006).

E . Metode Simulasi Pasien

Penggunaan simulasi pasien untuk mempraktekkan secara umum atau

untuk memperoleh hasil yang ingin diukur selama melakukan penelitian

kefarmasian. Simulasi pasien adalah individu yang terlatih mengunjungi

sebuah sarana farmasi untuk melakukan skenario untuk mengetahui kelakuan

yang spesifik dari apoteker atau petugas apotek (Watson, 2006).

Peneliti yang memilih penggunaan teknik ini sebaiknya menggunakan

metode yang tepat untuk menjamin memperoleh data yang tepat, reliabel, dan

valid. Penulisan checklist adalah metode pengumpulan data yang paling

banyak digunakan dalam simulasi pasien. Alat perekam digunakan untuk

merekam komentar dan tanggapan sebagai pelengkap dari kunjungan ke

apotek (Watson, 2006).

Simulasi pasien harus dapat dipercaya. Penggunaan simulasi pasien

dalam penelitian praktek kefarmasian adalah metode yang efektif yang sulit

dicapai dengan metode yang lain. Penggunaan simulasi pasien dapat

memperoleh hasil yang berkualitas tinggi, misalnya dengan menyajikan

informasi tambahan ke dalam presentasi dan desain pebelajaran. Reliabilitas

dari simulasi pasien meningkat jika jumlah yang dikunjungi juga meningkat

(Watson, 2006).

Kelebihan metode simulasi pasien adalah (Watson, 2006):

1. Metode ini dapat digunakan untuk menilai manajemen dari penyakit ringan

dan berat, efek dari pengubahan perilaku petugas apotek, dan praktek

kefarmasian jaman sekarang.

2. Walaupun penggunaan simulasi pasien perlu perhatian khusus dalam

menjalankannya, simulasi pasien merupakan metode yang teliti dan tepat

untuk pengukuran jika digunakan sewajarnya.

Profil Penggalian Informasi...,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ump.ac.idrepository.ump.ac.id/1497/3/SINTI SINTIA BAB II.pdf · a) Cara penyimpanan obat yang baik. b) Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.

15

Kekurangan metode simulasi pasien adalah apoteker bisa mengubah

perilakunya jika simulasi pasien yang dijalankan dicurigai/diketahui (Watson,

2006).

Profil Penggalian Informasi...,