BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa...

16
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Payudara Kanker payudara merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali yang terjadi pada jaringan payudara. Tumor ganas ini berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang, tetapi tidak termasuk kulit payudara (Mulyani, 2013). Gejala dari kanker payudara yaitu 1) penambahan ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada payudara yang semakin membesar melekat pada kulit dan menimbulkan perubahan pada kulit payudara; 3) kulit atau puting susu tertarik kedalam (retraksi) berwarna merah muda atau kecoklatan sampai edema hingga kulit terlihat seperti kulit jeruk (peau d’orange); 4) timbul borok (ulkus) pada payudara; 5) keluar cairan seperti susu dan/atau darah dari puting; 6) pembesaran kelenjar getah bening pada lipatan ketiak dan/atau leher; dan 7) pembengkakan pada lengan bagian atas (Depkes, 2009). 2.1.1 Faktor risiko kanker payudara Terdapat banyak faktor risiko yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara, diantaranya: 1. Umur Penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan umur dengan kejadian kanker payudara. Wanita usia ≤ 50 tahun memiliki risiko 5,8 kali untuk menderita kanker payudara dibandingkan dengan wanita usia > 50 tahun (Rianti, 2012). Wanita yang berumur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko menderita kanker payudara 2

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan suatu kondisi dimana sel telah kehilangan

pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak

normal, cepat dan tidak terkendali yang terjadi pada jaringan payudara. Tumor ganas

ini berasal dari kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang, tetapi tidak termasuk

kulit payudara (Mulyani, 2013). Gejala dari kanker payudara yaitu 1) penambahan

ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada

payudara yang semakin membesar melekat pada kulit dan menimbulkan perubahan

pada kulit payudara; 3) kulit atau puting susu tertarik kedalam (retraksi) berwarna

merah muda atau kecoklatan sampai edema hingga kulit terlihat seperti kulit jeruk

(peau d’orange); 4) timbul borok (ulkus) pada payudara; 5) keluar cairan seperti susu

dan/atau darah dari puting; 6) pembesaran kelenjar getah bening pada lipatan ketiak

dan/atau leher; dan 7) pembengkakan pada lengan bagian atas (Depkes, 2009).

2.1.1 Faktor risiko kanker payudara

Terdapat banyak faktor risiko yang diperkirakan mempunyai pengaruh

terhadap terjadinya kanker payudara, diantaranya:

1. Umur

Penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan umur dengan kejadian kanker

payudara. Wanita usia ≤ 50 tahun memiliki risiko 5,8 kali untuk menderita kanker

payudara dibandingkan dengan wanita usia > 50 tahun (Rianti, 2012). Wanita

yang berumur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko menderita kanker payudara 2

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

8

kali lebih tinggi dan risiko terus meningkat sampai umur 60 tahun ke atas

(Ebrahimi et al, 2002 dalam Mediasta, 2012).

2. Riwayat tumor jinak pada payudara

Wanita yang pernah menjalani biopsi menunjukkan suatu pertumbuhan berlebih

dari sel-sel (hiperplasia) pada duktus atau lobulus, sehingga memiliki peningkatan

risiko penyakit kanker payudara, terutama jika sel-sel yang abnormal muncul.

Wanita dengan riwayat tumor jinak pada payudara memiliki risiko terkena kanker

payudara 13,7 kali dibandingkan wanita tidak ada riwayat tumor jinak

(Febianingsih, 2009).

3. Riwayat usia melahirkan anak pertama >30 tahun

Periode diantara usia menarche dan usia kehamilan pertama terjadi

ketidakseimbangan hormon dan membuat jaringan payudara sangat peka,

sehingga menjadi permulaan dari perkembangan kanker payudara. Wanita yang

mempunyai riwayat melahirkan anak pertama pada usia > 30 tahun mempunyai

risiko terkena kanker payudara 5 kali dibandingkan wanita dengan riwayat

melahirkan anak pertama pada usia ≤ 30 tahun (Anggorowati, 2012).

4. Riwayat kanker payudara pada keluarga

Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen

tertentu, apabila terdapat BRCA 1 (breast cancer) yaitu suatu gen kerentanan

terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadinya kanker payudara sebesar

60 % pada usia 50 tahun dan 85 % pada umur 70 tahun (Chyntia dalam Sari, 2013).

Wanita dengan riwayat keluarga pernah menderita kanker payudara memiliki

risiko terkena kanker payudara 5,7 kali dibandingkan wanita yang tidak memiliki

keluarga dengan riwayat kanker payudara (Mediasta, 2012). Wanita dengan satu

orang dari keluarga menderita kanker payudara mempunyai risiko 2 kali

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

9

menderita kanker payudara, dan wanita yang terdapat 2 orang menderita kanker

payudara mempunyai risiko 14 kali menderita kanker payudara (Anggorowati,

2012).

5. Riwayat kanker ovarium pada keluarga

Wanita dengan riwayat kanker ovarium pada keluarga memiliki risiko terkena

kanker payudara 5,3 kali dibandingkan wanita yang tidak memiliki keluarga

dengan riwayat kanker ovarium (Indrati, 2005).

6. Riwayat obesitas

Studi penelitian dari Breast Cancer Research menunjukkan bahwa obesitas pada

perempuan menentukan laju pertumbuhan sel kanker dan ukuran suatu tumor. Hal

ini disebabkan oleh kepadatan dari sel-sel lemak untuk estrogen yang mendorong

produksi dari hormon yang disebut leptin. Wanita yang memiliki riwayat IMT >25

berisiko terkena kanker payudara 2,4 kali dibandingkan wanita yang memiliki

IMT ≤ 25 (Indrati, 2005).

7. Nullipara

Wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan dan persalinan berisiko 9 kali

untuk menderita kanker payudara dibandingkan wanita yang pernah mengalami

kehamilan dan persalinan (Febianingsih, 2009).

8. Tidak menyusui anak/menyusui anak dalam waktu yang singkat

Pada masa menyusui, hormon gonadotrofik (luteotrofin atau prolaktin) menekan

sekresi luteinising hormon yang memproduksi estrogen, sehingga kadar estrogen

ibu mengalami penurunan. Semakin singkat riwayat lama menyusui akan semakin

meningkat risiko untuk menderita kanker payudara. Wanita yang menyusui

bayinya <5 bulan memiliki risiko sebesar 3,9 kali dibandingkan wanita yang

menyusui bayinya >24 bulan dan wanita dengan lama menyusui antara 5-12 bulan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

10

memiliki risiko menderita kanker payudara sebesar 2,1 dibandingkan wanita yang

menyusui bayinya >24 bulan (Indrati, 2005).

9. Usia menstruasi pertama (menarche) < 12 tahun

Wanita yang mendapatkan menarche pada usia yang sangat dini (<12 tahun) akan

mengalami keterlambatan menopause (>55 tahun). Hal ini akan berdampak

terpapar estrogen dalam waktu yang relatif panjang. Penelitian menunjukkan

bahwa wanita yang mengalami menstruasi pertama pada usia ≥12 tahun berisiko

6 kali untuk tidak menderita kanker payudata dibandingkan wanita yang

mengalami menstruasi usia < 12 tahun (Rianti, 2012).

10. Penggunaan kontrasepsi oral/pil KB

Semakin lama pemakaian kontrasepsi hormonal juga berisiko untuk terkena

kanker payudara karena dapat memberikan pemaparan yang lebih tinggi bagi

tubuh terhadap estrogen. Wanita yang mengunakan kontrasepsi hormonal >10

tahun memiliki risiko kanker payudara 4,2 kali dibandingkan wanita yang tidak

menggunakan kontrasepsi hormonal (Mediasta, 2012).

11. Pola konsumsi makanan berlemak

Wanita dengan frekuensi tinggi dalam mengonsumsi makanan berlemak tinggi

memiliki risiko terkena kanker payudara 3,5 kali dibandingkan wanita dengan

frekuensi rendah dalam mengonsumsi makanan berlemak (Indrati, 2005).

12. Kurang aktivitas fisik

Wanita yang berolahraga <4 jam/minggu memiliki risiko 4,6 kali menderita

kanker payudara dibandingkan wanita yang melakukan olahraga ≥ 4 jam/minggu

(Indrati, 2005).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

11

13. Perokok pasif

Berdasarkan data dari Badan perlindungan Lingkungan California dan US

Surgeon General (2006) mempublikasikan meta analisis dan menunjukkan

adanya peningkatan sebanyak 60%-70% risiko kanker payudara di kalangan

wanita pre-menopause perokok pasif dalam jangka waktu lama. Penelitian juga

menunjukkan bahwa wanita perokok pasif memiliki risiko 2,4 kali dibandingkan

wanita yang bukan perokok pasif (Indrati, 2005).

2.1.2 Deteksi dini kanker payudara

Deteksi dini merupakan upaya penting dalam penanggulangan kanker

payudara. Untuk menemukan tanda adanya tumor pada payudara maka dikembangkan

berbagai metode sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

Pemeriksaan payudara sendiri sangat bernilai dalam penemuan dini karsinoma

payudara yang dilakukan setiap bulan secara teratur. Bagi wanita masa reproduksi,

pemeriksaan dilakukan 5-7 hari setelah haid berhenti dengan pola pemeriksaan

tertentu. Manfaat membiasakan diri melakukan SADARI dari usia 20-an yaitu

dapat belajar meraba payudara dan bentuknya, sehingga tiap kelainan yang timbul

dapat segera diketahui dan diperiksakan ke pelayanan kesehatan. Berikut tahapan

dalam melakukan SADARI sebagai berikut :

a. Berdiri di depan cermin tanpa busana, perhatikan payudara dengan teliti,

kedua tangan di pinggang, perhatikan kelainan atau perubahan bentuk pada

kedua payudara atau puting;

b. Kedua tangan diangkat ke atas kepala, perhatikan apakah ada kelainan pada

kedua payudara atau puting;

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

12

c. Kedua tangan diletakkan di depan payudara dengan siku mengarah ke

samping, tekan telapak tangan yang satu kuat-kuat pada yang lain. Cara ini

akan menegangkan otot-otot dada dan adanya perubahan seperti cekungan

dan benjolan akan terlihat lebih jelas;

d. Tekan daerah puting pelan-pelan untuk melihat apakah ada cairan yang tidak

biasa (tidak normal); dan

e. Ambil posisi berbaring, tangan kanan diletakan di bawah kepala, letakan

bantal kecil di bawah punggung kanan. Rabalah seluruh payudara kanan

dengan tiga ujung jari tengah yang dirapatkan. Lakukan gerakan memutar

dengan tekanan lembut tetapi mantap, dimulai dari tepi dengan arah

mengikuti perputaran jarum jam dan dilakukan secara bergantian.

2. Pemeriksaan Payudara Secara Klinis (SARANIS)

Pemeriksaan payudara secara klinis dilakukan pada saat wanita usia 40 tahunan

melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan walaupun untuk tujuan lain

(bukan pemeriksaan payudara). Pemeriksaan klinis payudara pada usia 20-39

tahun dilakukan tiap 3 tahun sekali, sedangkan untuk usia ≥ 40 tahun dilakukan

setiap tahun. Berikut cara pemeriksaan payudara secara klinis secara berurutan:

a. Pasien duduk melintang di atas tempat duduk periksa dengan tidak

menggunakan pakain, kemudian diamati simetrisasi dan perubahan bentuk

kedua payudara;

b. Kedua tangan diangkat di atas kepala, sambil mengamati simetris dan

perubahan gerakan payudara. Apabila ditemukan tarikan pada kulit yang

dicurigai adanya karsinoma, maka massa tumor ditekan diantara dua jari

sambil memperhatikan kemungkinan dimpling sign sebagai pertanda adanya

tarikan pada kulit yang menutupi tumor;

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

13

c. Palpasi kelenjar getah bening dilakukan dengan lengan pasien diletakkan

santai di atas tangan pemeriksa;

d. Palpasi leher terutama daerah supraklavikuler dilakukan dengan leher dalam

keadaan fleksi untuk mengetahui kemungkinan pembesaran getah bening;

serta

e. Pada posisi supine, kedua payudara dipalpasi sistematis mulai dari pinggir

sampai pada puting susu, palpasi lebih intensif dari area kuadran lateral atas

karena di area ini lebih sering ditemukan karsinoma.

3. Pemeriksaan Mammografi

Mammografi adalah foto payudara dengan sinar X dosis rendah yang dapat

mengidentifikasi kanker untuk beberapa tahun. Pada mammografi dapat dilihat

gambaran payudara secara keseluruhan. Mamografi mampu mendeteksi adanya

kanker payudara ukuran kecil yaitu < 0,5 cm bahkan pada tumor yang tidak teraba.

Pemeriksaan dapat dipergunakan untuk screening massal terutama golongan

risiko. Pemeriksaan mammografi harus dilakukan tiap tahun pada wanita usia ≥40

tahun. Indikasi pemeriksaan mammografi yaitu:

a. Pada pasien dengan riwayat risiko tinggi kanker payudara;

b. Kecurigaan klinis kanker payudara, apabila pasien mengalami rasa nyeri

tetapi dokter tidak dapat menemukan benjolan pada saat pemeriksaan klinis;

c. Adanya benjolan payudara;

d. Follow up setelah mastektomi sebagai deteksi primer kedua dalam payudara

yang lain;

e. Setelah “breast conserving treatment” atau deteksi kekambuhan;

f. Adenokarsinoma-metastasis dari primer yang tidak diketahui;

g. Adanya rasa tidak enak pada payudara; dan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

14

h. Penyakit paget dari puting susu (Setiyaningrum & Aziz, 2014).

2.1.3 Stadium kanker payudara

Arti kata stadium dalam KBBI yang berarti tingkatan masa (penyakit). Stadium

penyakit kanker adalah suatu keadaan/tingkatan penyakit dari hasil penilaian dokter

saat mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya untuk mengetahui

letak, tingkat pertumbuhan, penyebarannya, pengaruhnya terhadap organ tubuh yang

lain, menentukan jenis pengobatan atau tindakan yang terbaik, dan menentukan

perkiraan prognosis, serta memperkirakan kekambuhan penyakit. UICC (International

Union Against Cancer) dan WHO (World Health Organization) merekomendasikan

menentukan dan menggambarkan stadium dengan sistem TNM. Sistem TNM

menggunakan tiga kriteria untuk menentukan stadium kanker yaitu sebagai berikut :

1) T (Tumor) tumor primer, yaitu lokasi/letak dan ukuran tumor; 2) N (Node), yaitu

penyebaran tumor ke kelenjar getah bening di sekitarnya atau biasa disebut kelenjar

getah bening regional; dan 3) M (Metastasis), yaitu kemungkinan tumor telah menjalar

ke organ lain. Penjelasan secara rinci tentang stadium kanker payudara yaitu sebagai

berikut:

1. Stadium 0, stadium ini disebut juga Ductal Carsinoma In Situ atau Noninvasive

Cancer yaitu kanker tidak menyebar keluar dari pembuluh atau saluran payudara

dan kelenjar-kelenjar (lobules) susu pada payudara;

2. Stadium I, yaitu tumor masih berukuran sangat kecil < 2 cm, tidak menyebar, dan

belum sampai pada kelenjar getah bening. Perawatan yang sangat sistematis

diberikan tujuannya adalah agar sel kanker tidak dapat menyebar dan tidak

berlanjut pada stadium selanjutnya;

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

15

3. Stadium IIA, yaitu tidak adanya tanda-tanda tumor pada payudara, tetapi sel-sel

kanker ditemukan di kelenjar getah bening aksila dan/atau diameter tumor ≤ 2 cm

dan telah menyebar ke kelenjar getah bening aksila dan/atau diameter tumor > 2

cm tetapi ≤ 5 cm dan belum menyebar ke titik-titik kelenjar getah bening aksila;

4. Stadium IIB, yaitu diameter tumor > 2 cm tetapi ≤ 5 cm yang telah menyebar ke

kelenjar getah bening aksila dan/atau diameter tumor > 5 cm yang belum

menyebar ke kelenjar getah bening aksila;

5. Stadium IIIA, yaitu stadium ini tidak adanya tanda-tanda tumor pada payudara,

tetapi tumor ditemukan di kelenjar getah bening melekat berasama atau pada

struktur yang lain, atau kanker ditemukan pada kelenjar getah bening dekat tulang

dada. Atau ditemukan ukuran tumor < 5 cm dan telah menyebar pada kelenjar

getah bening aksila, tetapi belum menyebar ke jaringan sekitar. Atau ditemukan

ukuran tumor > 5 cm dan telah menyebar pada kelenjar getah bening aksila, tetapi

belum menyebar ke jaringan sekitar;

6. Stadium IIIB, yaitu stadium dengan tumor berukuran apapun dengan ekstensi

langsung ke dinding dada dan/ atau kulit payudara. Atau tumor telah menyebar ke

kelenjar getah bening aksila yang mengelompok bersama atau melekat pada

struktur lain, atau kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening dekat tulang

dada;

7. Stadium IIIC, yaitu tidak ditemukan adanya kanker di payudara namun tumor

sudah ditemukan dengan berbagai ukuran dan sudah menyebar ke dinding dada

dan/atau kulit payudara. Atau kanker sudah menyebar ke kelenjar getah bening

baik di atas maupun di bawah tulang selangka dan/atau sudah menyebar ke

kelenjar getah bening aksila atau ke kelenjar getah bening dekat tulang dada; dan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

16

8. Stadium IV, yaitu tumor berada pada semua ukuran, ada atau tidak sel kanker

pada kelenjar getah bening, dan telah menyebar pada bagian tubuh lain (Ghofar,

2009).

2.2 Perilaku Kesehatan

Menurut Sarwono (1997) perilaku merupakan hasil daripada segala macam

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku kesehatan adalah suatu respon

seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoadmojo, 2003). Menurut teori

Lawrence Green (1980) dalam Kholid (2012), faktor yang mempengaruhi perilaku

kesehatan terdiri atas 3 faktor yaitu sebagai berikut :

2.2.1 Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor predisposisi disebut juga faktor internal, artinya faktor yang bersumber

dari dalam diri seseorang yang mempermudah terjadinya perilaku, terwujud dalam

pengetahuan, pendidikan, sikap, kepercayaan, keyakinan, dan sebagainya. Berikut

faktor yang berhubungan dengan perilaku pemeriksaan kesehatan atau pengobatan

dilihat dari faktor predisposisi adalah sebagai berikut :

1. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku

hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang

atau masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam

perilaku. Menurut Notoatmodjo (2003) tingkat pendidikan dapat dibedakan

berdasarkan tingkatan sebagai berikut :

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

17

a. Pendidikan dasar, yaitu pendidikan awal selama 9 tahun meliputi

SD/sederajat dan SLTP/sederajat.

b. Pendidikan lanjut, yaitu pendidikan menengah minimal 3 tahun meliputi

SMA atau sederajat dan pendidikan tinggi meliputi diploma, sarjana,

magister, doktor dan sepesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian pasien patah tulang yang terlambat melakukan

pengobatan sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan rendah yaitu tidak

tamat SMA (72,4%), tingkat pendidikan sedang bila tamat SMA (27,6%), dan

tidak ada satu orang pun yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (Sari, 2012).

Penelitian yang dilakukan Martini (2012), menunjukkan terdapat hubungan

tingkat pendidikan dengan tindakan pemeriksaan pap smear yaitu tingkat

pendidikan tinggi berpeluang 8,6 kali melakukan pemeriksaan pap smear

dibandingkan tingkat pendidikan rendah.

2. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca

indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba

(Notoatmodjo, 2007). Seseorang yang menderita penyakit tetapi terlambat ke

sarana pelayanan kesehatan dapat disebabkan karena pengetahuan yang kurang

tentang penyakit yang dideritanya baik jenis penyakit, gejala, dan pencegahan.

Berdasarkan hasil penelitian Wijayanti (2011), bahwa tingkat pengetahuan

tentang kanker payudara mempengaruhi keterlambatan penderita kanker payudara

dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan. Penelitian lain membuktikan

penderita kanker payudara yang berpengetahuan cukup tentang kanker payudara

mempunyai peluang 4,7 kali untuk menghindari keterlambatan dibandingkan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

18

berpengatahuan kurang dalam melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan

(Setiawan, 2012).

Penelitian Manalu (2011) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, menunjukkan ada

hubungan antara tingkat pengetahuan dengan keterlambatan diagnosis pada

penderita kanker serviks, wanita yang memiliki tingkat pengetahuan kurang

tentang kanker serviks berisiko terlambat didiagnosis 4,8 kali dibandingkan

wanita yang memiliki pengetahuan baik. Hasil penelitian Dewi, dkk (2008),

menunjukkan bahwa penderita kanker serviks stadium lanjut yang terlambat

memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan memiliki pengetahuan buruk tentang

kanker serviks mencapai 68,1%.

3. Riwayat sakit pada keluarga

Adanya salah satu/lebih anggota keluarga yang menderita kanker payudara

akan memberi petunjuk bahwa kanker payudara dapat terjadi atau berisiko pada

anggota keluarga baik saudara, anak, maupun cucu. Berdasarkan penelitian

Abidin,dkk (2014) membuktikan bahwa wanita yang memiliki riwayat keluarga

dengan kanker payudara berisiko 4,5 kali menderita kanker payudara

dibandingkan yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan kanker payudara.

Penelitian Indrati (2005) juga membuktikan, wanita yang memiliki riwayat kanker

payudara pada keluarga berisiko 4 kali untuk menderita kanker payudara.

Tingginya risiko riwayat kanker payudara pada keluarga dapat memberikan

petunjuk kepada anggota keluarga untuk teratur melakukan deteksi dini ataupun

memperhatikan setiap kelainan yang terjadi pada payudara.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

19

2.2.2 Faktor pemungkin atau pendukung (enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau

memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor pendukung ini lebih mengarah kepada

keterjangkauan sarana kesehatan atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan

yang terwujud dalam lingkungan fisik. Menurut Notoatmodjo (2007), kemudahan

mencapai sarana pelayanan kesehatan didasarkan atas 3 hal sebagai berikut : 1)

aksesibilitas fisik, terkait dengan ketersediaan pelayanan kesehatan atau jaraknya

terhadap penggunaan pelayanan yang dapat dihitung dari waktu tempuh, jarak tempuh,

jenis transportasi, dan kondisi di pelayanan kesehatan; 2) aksesibilitas ekonomi, dilihat

dari kemampuan finansial responden untuk mengakses pelayanan kesehatan; dan 3)

aksesibilitas sosial, meliputi kondisi nonfisik yang dapat mempengaruhi pengambilan

keputusan untuk ke pelayanan kesehatan.

Tidak terjangkau pelayanan kesehatan baik dari aksesibilitas fisik, ekonomi,

dan sosial dapat mempengaruhi keterlambatan seseorang yang menderita kanker

payudara melakukan pemeriksaan awal ke pelayanan kesehatan. Hasil penelitian yang

dilakukan Pratiwi (2010), bahwa penderita kanker payudara dengan tingkat sosial

ekonomi rendah memiliki risiko 3,7 kali untuk mengalami terlambat melakukan

pemeriksaan awal ke pelayanan kesehatan dibandingkan tingkat sosial ekonomi tinggi.

Penelitian lain membuktikan bahwa terdapat hubungan antara jarak fasilitas kesehatan

dan tingkat ekonomi dengan keterlambatan diagnosis pada penderita kanker serviks.

Penderita kanker serviks yang memiliki tingkat ekonomi rendah berpeluang

mengalami keterlambatan diagnosis 5 kali dibandingkan penderita yang memiliki

tingkat ekonomi cukup dan berpeluang mengalami keterlambatan 4 kali pada penderita

yang jarak fasilitas kesehatan jauh (Manalu, 2011). Namun hasil penelitian Dewi, dkk

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

20

(2008) menunjukkan tidak ada hubungan tingkat sosial ekonomi dengan keterlambatan

kanker serviks dalam memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian perilaku IVA oleh Yuliwati (2012), menunjukkan terdapat

hubungan keterjangkauan jarak pelayanan kesehatan dengan perilaku IVA yaitu WUS

yang memiliki jarak fasilitas kesehatan dekat rumah berpeluang 2 kali melakukan

periksa IVA dibandingkan WUS yang jarak fasilitas kesehatan jauh, tetapi tidak ada

hubungan antara keterjangkauan biaya dengan perilaku WUS dalam melakukan

periksa IVA. Hasil penelitian kualititaif yang dilakukan oleh Tiolena (2009),

menunjukkan bahwa pasien kanker payudara yang tidak memiliki jaminan kesehatan

cenderung akan terlambat mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sari (2012), yaitu tidak

ada hubungan antara keterjangkauan sarana kesehatan dengan keterlambatan berobat

pada pasien patah tulang.

2.2.3 Faktor penguat atau pendorong (reinforcing factors)

Faktor yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, dukungan

keluarga, dukungan teman, dan tokoh masyarakat. Berikut faktor yang mempengaruhi

perilaku kesehatan dilihat dari faktor penguat atau pendorong adalah sebagai berikut :

1. Keterpaparan informasi/media massa

Informasi dapat diterima seseorang melalui petugas kesehatan langsung

dalam bentuk penyuluhan, pendidikan kesehatan, ceramah, maupun melalui

media massa dalam bentuk siaran radio, televisi, leaflet, koran, majalah, dan

sebagainya. Dalam hal ini keterlambatan seseorang dalam memeriksakan diri ke

pelayanan kesehatan baik untuk deteksi dini maupun timbulnya gejala sakit, dapat

dipengaruhi oleh tidak pernah terpaparnya informasi/media massa tentang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

21

penyakit tersebut. Penelitian membuktikan bahwa terdapat hubungan antara

keterpaparan informasi/media massa dengan perilaku deteksi dini, yaitu WUS

yang terpapar informasi baik berpeluang 2 kali untuk melakukan periksa IVA

dibandingkan WUS yang kurang terpapar informasi (Yuliwati, 2012).

2. Dukungan keluarga dan teman

Dukungan keluarga dan/atau teman merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi seseorang untuk mau melakukan deteksi dini maupun melakukan

pemeriksaan diri lebih awal akibat gejala kelainan/sakit pada tubuh ke pelayanan

kesehatan. Dukungan yang diterima dari keluarga atau orang terdekat dapat

melalui sebagai berikut: 1) dukungan emosional, yaitu perasaan subjek bahwa

lingkungan memperhatikan dan memahami kondisi emosional sehingga merasa

tentram, aman damai yang ditujukan dengan sikap tenang dan berbahagia; 2)

dukungan penilaian, yaitu perasaan subjek bahwa dirinya diakui oleh lingkungan

mampu berguna bagi orang lain dan dihargai usaha-usahanya; 3) dukungan

instrumental, yaitu perasaan subjek bahwa lingkungan sekitarnya memberikan

fasilitas-fasilitas yang diperlukan, seperti alat-alat atau uang yang dapat

meringankan penderitanya; dan 4) dukungan informatif, yaitu perasaan subjek

bahwa lingkungan memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal

yang harus diketahuinya biasanya diperoleh dari petugas kesehatan.

Dukungan suami dan/atau keluarga serta teman dapat mempengaruhi

seseorang untuk melakukan pemeriksaan payudara lebih awal ke pelayanan

kesehatan melalui empat dukungan baik dari segi emosional, penilaian,

instrumental, dan informatif. Hasil penelitian perilaku SADARI oleh Septiani dan

Suara (2013), menunjukkan terdapat hubungan dukungan orang tua baik dengan

perilaku SADARI positif yaitu wanita yang mendapatkan dukungan orang tua

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · ukuran atau bertambah besar yang tidak biasa pada payudara; 2) adanya benjolan pada ... melahirkan anak pertama pada usia ≤

22

baik berpeluang 4,5 kali untuk melakukan SADARI positif dibandingkan wanita

yang kurang mendapatkan dukungan orang tua. Hasil penelitian Yuliwati (2012)

juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan dukungan suami/keluarga dengan

perilaku WUS dalam deteksi dini kanker leher rahim yaitu WUS yang

mendapatkan dukungan suami/keluarga baik berpeluang 5,7 kali untuk melakukan

deteksi dini kanker leher rahim dibandingkan WUS yang kurang mendapatkan

dukungan suami/keluarga.

2.3 Perilaku deteksi dini

Deteksi dini adalah sebuah proses pengungkapan akan adanya kemungkinan

mengidap suatu penyakit. Beberapa penyakit sangat perlu dilakukan deteksi dini yang

bertujuan untuk menemukan tanda-tanda atau gejala penyakit seperti penyakit kanker

payudara. Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan pemeriksaan

payudara sendiri (SADARI), pemeriksaan payudara secara klinis (SARANIS), dan

pemeriksaan mammografi. Tidak rutin atau tidak pernah melakukan deteksi dini ini

dapat berisiko terjadinya keterlambatan dalam mengetahui adanya kanker payudara,

sehingga kanker ditemukan pada stadium lanjut.

Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki kategori cukup dalam

melakukan deteksi dini kanker payudara (SADARI) mempunyai peluang 4,7 kali

untuk menghindari keterlambatan dalam melakukan pemeriksaan kanker payudara

(Setiawan, 2012). Berdasarkan penelitian hubungan antara pengetahuan dan sikap

WUS terhadap perilaku pemeriksaan SADARI, WUS yang tidak pernah melakukan

SADARI (49,5%), kadang melakukan SADARI (33,3%), dan rutin melakukan

SADARI (17,2%). WUS yang tidak pernah melakukan SADARI, memiliki

pengetahuan kurang tentang SADARI mencapai 91% (Ekanita & Khosidah, 2013).