REFERAT benjolan di leher.docx

55
REFERAT BENJOLAN DI LEHER Oleh: Rizka Utami 1102010251 Pembimbing: dr. Trimayus, Sp.B DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSU. dr. Slamet Garut September 2014

Transcript of REFERAT benjolan di leher.docx

REFERATBENJOLAN DI LEHER

Oleh:Rizka Utami1102010251

Pembimbing:dr. Trimayus, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSIRSU. dr. Slamet GarutSeptember 2014

BAB IPENDAHULUAN

Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu kelainan atau penyakit kepala-leher diperlukan kemampuan dan keterampilan melakukan anamnesis dan pemeriksaan organ-organ tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian dari pemeriksaan fisik yang merupakan syarat bila terdapat keluhan atau gejala yang berhubungan dengan kepala-leher (Iskandar, 2001).Sistem aliran limfe leher sangat penting untuk dipelajari, karena hampir semua bentuk radang atau keganasan kepala dan leher akan terlihat dan bermanifestasi ke kelenjar limfe leher (Iskandar,2001).Pasien dengan penyakit pada leher dan wajah dapat mempunyai banyak gejala yang bervariasi. Nyeri kepala, kelemahan otot atau kelompok otot, disestesia, pembengkakan atau massa, deformitas dan perubahan pada kulit merupakan keluhan-keluhan yang paling sering dijumpai (Boies, 1997).Palpasi leher dan wajah harus dilakukan dengan sistematik. Kelenjar limfe leher dan metastatik seringkali terletak pada segitiga leher depan. Daerah ini perlu di inspeksi dengan cermat, khususnya di bawah otot sternokleidomastoideus dan sepanjang perjalanan selubung karotis. Bangunan yang bisanya dapat dan harus dipalpasi adalah tulang hioid, rawan tiroid dan krikoid, celah tirohioid dan krikotiroid, cincin trakea, otot sternokleidomastoideus, arteri karotis, klavikula dan celah supraklavikula (Boies,1997).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

0. ANATOMI LEHERLeher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di antara thoraks dan caput. Batas di sebelah cranial adalah basis mandibula dan suatu garis yang ditarik dari angulus mandibula menuju ke processus mastoideus, linea nuchae suprema sampai ke protuberantia occipitalis eksterna. Batas kaudal dari ventral ke dorsal dibentuk oleh incisura jugularis sterni, klavicula, acromion dan suatu garis lurus yang menghubungkan kedua acromia(Luhulima, 2002).

Gambar 1 Anatomi leher(Pabst, 2002)Jaringan leher dibungkus oleh tiga fascia. Fascia koli superficialis membungkus musculus Sternokleidomastoideus dan berlanjut ke garis tengah di leher untuk bertemu dengan fascia sisi lain. Fascia koli media membungkus otot-otot pratrakeal dan bertemu pula dengan fascia sisi lain di garis tengah yang juga merupakan pertemuan dengan fascia coli superficial. Ke dorsal fascia koli media membungkus arteri karotis komunis, vena jugularis interna dan nervus vagus jadi satu. Fascia koli profunda membungkus musculus prevertebralis dan bertemu ke lateral dengan fascia koli media (de Jong, 2011).Bentuk umum leher adalah sebagai conus dengan basis yang menghadap ke arah kaudal. Ditentukan oleh processus spinosus vertebra cervicalis, otot-otot panniculus adiposus, os. hyoideum, trachea dan glandula thyroidea. Turut menentukan adalah posisi kepala dan columna vertebralis, pada posisi antefleksi kepala dan leher maka processus spinosus dari vertebra prominens sangat menonjol, kulit disebelah ventral melipat-lipat. Pada posisi retrofleksi kepala dan leher maka kulit disebelah dorsal melipat-lipat sedangkan disebelah ventral akan kelihatan dengan jelas laring, trachea dan glandula thyroidea ( terutama pada wanita) (Luhulima,2002).Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior atau medial dan trigonum posterior atau lateral. 1. Trigonum anterior : di anterior dibatasi oleh sternokleidomastoideus, linea mediana leher dan mandibulae, terdiri dari :0. Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus omohyoid venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus.0. Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter superior, musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus venter posterior.0. Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior musculus digastricus, os. hyoid dan linea mediana.0. Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter superior musulus digastricus, dan venter anterior musculus digastricus 1. Trigonum posterior : dibatasi superior oleh musculus sternokleidomastoideus, musculus trapezius dan clavicula, terdiri dari :1. Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus.1. Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus omohyoid, musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus (Luhulima, 2002).

12

12

Gambar 2 Trigonum anatomicumDikutip dari kepustakaan 61. PEMBAGIAN KELENJAR LIMFESekitar 75 buah kelenjar limfe terdapat pada setiap sisi leher, kebanyakan berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis assesorius. Kelenjar limfe yang selalu terlibat dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfe pada rangkaian jugularis interna (Iskandar,2001).Kelenjar limfe servical dibagi ke dalam gugusan superficial dan gugusan profunda. Kelenjar limfe superficial menembus lapisan pertama fascia servical masuk kedalam gugusan kelenjar limfe profunda. Meskipun kelenjar limfe nodus kelompok superficial lebih sering terlibat dengan metastasis, keistimewaan yang dimiliki kelenjar kelompok ini adalah sepanjang stadium akhir tumor, kelenjar limfe nodus kelompok ini masih signifikan terhadap terapi pembedahan.Kelenjar limfe profunda sangat penting sejak kelenjar-kelenjar kelompok ini menerima aliran limfe dari membran mukosa mulut, faring, laring, glandula saliva dan glandula thyroidea sama halnya pada kepala dan leher. Hampir semua bentuk radang dan keganasan kepala dan leher akan melibatkan kelenjar getah bening leher bila ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di leher, perhatikan ukurannya, apakah nyeri atau tidak, bagaimana konsistensinya, apakah lunak kenyal atau keras, apakah melekat pada dasar atau kulit. Menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center Classification, kelenjar getah bening leher dibagi atas 5 daerah penyebaran.

Gambar 3 Daerah penyebaran kelenjar limfe leher(Iskandar,2001)Keterangan : (Iskandar,2001)0. Kelenjar yang terletak di segitiga submentale dan submandibulae0. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan termasuk kelenjar getah bening jugularis superior, kelenjar digastrik dan kelenjar servikalis posterior.0. Kelenjar getah bening jugularis di antara bifurkatio karotis dan persilangan Musculus omohioid dengan musculus sternokleidomastoideus dan batas posterior musculus sternokleidomastoideus.0. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan supraklavikula0. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal.

Gambar 4 Penyebaran kelenjar limfe di kepala dan leher0. Kelenjar limfe occipitalis terletak diatas os occipitalis pada apeks trigonum cervicalis posterior. Menampung aliran limfe dari kulit kepala bagian belakang. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi. 0. Kelenjar limfe retroaurikular terletak di atas permukaan lateral processus mastoideus. Mereka menampung limfe sebagian kulit kepala di atas auricula dan dari dinding posterior meatus acusticus externus. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi. 0. Kelenjar limfe parotid terletak pada atau di dalam glandula parotis. Menampung limfe dari sebagian kulit kepala di atas glandula parotis, dari permukaan lateral auricula dan dinding anterior meatus acusticus externus, dan dari bagian lateral palpebra. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.0. Kelenjar submandibular : terletak sepanjang bagian bawah dari mandibula pada kedua sisi lateral, pada permukaan atas glandula submandibularis dibawah lamina superfisialis. Menerima aliran limfe dari struktur lantai dari mulut. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe cervicalis profundi.0. Kelenjar submental : terletak dibawah dari mandibula dalam trigonum submentale. Menerima aliran dari lidah dan cavum oral. Pembuluh limfe eferen mencurahkan isinya ke dalam kelenjar limfe submandibularis dan cervicalis profundi.0. Kelenjar supraclavicular : terletak didalam cekungan diatas clavicula, lateral dari persendian sternum. Menerima aliran dari bagian dari cavum toraks dan abdomen.B. STRUKTUR DAN FUNGSI KELENJAR LIMFEKelenjar limfe adalah organ limfoid perifer yang berhubungan dengan sirkulasi pembuluh limfatik aferen dan eferen dan melalui venula pascakapiler berendotel tinggi. Sejumlah tipe sel membentuk kerangka dan stroma penyokong kelenjar kapiler. Fibroblas adalah tipe sel dominan pada kapsul dan trabekula kelenjar limfe. Lalu lintas kelenjar limfe melalui jalur aferen dan eferen. Limfe aferen mengandung limfosit makrofag dan antigen memasuki kelenjar limfe melalui ruang subkapsul dan mengalir melalui daerah parakorteks dan medula ke dalam sinus medula yang menyatu membentuk pembuluh limfatik eferen.Kelenjar limfe berfungsi sebagai tempat sel yang memperkenalkan antigen, sel T dan sel B berkontak dengan antigen yang dengan struktur tertentu meningkatkan interaksi sel T, sel B dan sel-sel yang mempresentasikan antigen secara optimum. Dalam keadaan normal, interaksi seperti itu menyebabkan efisiensi pengenalan antigen, aktivasi lengan reaksi imun seluler dan humoral dan berakhir dengan pembasmian antigen.

Gambar 5 Aliran drainase kelenjar limfeDikutip dari kepustakaan 122.2 MEKANISME TIMBULNYA BENJOLAN PADA LEHERAda banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti trauma, infeksi, hormon, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher. Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC.Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang.Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya tidak menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak menyebar ke organ tubuh lain.Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfe-limfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher.

1. Anamnesis dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosisAnamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan PenunjangJika ditemukan pasien dengan keluhan benjolan di leher, maka beberapa hal yang perlu dilakukan pada pasien untuk mengarahkan diagnosis adalah sebagai berikut:

1. Diferensial Diagnosis1. Kongenital1. Kistik Higroma1. Definisi Higroma kistik berasal dari sistem limfe sehingga secara patologi anatomi lebih tepat disebut limfangioma kistik. Higroma kistik dapat terjadi pada anak lelaki maupun anak perempuan dengan frekuensi yang sama. Kebanyakan (75%) higroma kistik terdapat di leher. Sekitar 75% kasus terjadi saat lahir mauun masa neonatus (de Jong, 2011).1. Etiologi dan PatogenesisAnyaman pembuluh limfe yang pertama kali terbentuk di sekitar pembuluh vena mengalami dilatasi dan bergabung membentuk jala yang di daerah tertentu akan berkembang menjadi sakus limfatikus(de Jong, 2011).Pada embrio usia dua bulan, pembentukan sakus primitif telah sempurna. Bila hubungan saluran ke arah sentral tidak terbentuk, timbullah penimbunan cairan yang akhirnya membentuk kista berisi cairan. Hal tersebut sering terjadi di daerah leher. Kelainan ini dapat meluas ke segala arah seperti ke jaringan sublingualis di mulut (de Jong, 2011).Pada mulanya bagian dalam kista dilapisi oleh selapis sel endotel dan berisi cairan jernih kekuningan yang sesuai dengan cairan limfe. Pada permukaaan ditemukan kista besar yang makin ke dalam menjadi makin kecil seperti buih sabun. Higroma kistik dapat mencapai ukuran yang besar dan menyusup ke otot leher dan daerah sekitarnya seperti faring, laring, mulut dan lidah. Yang terakhir dapat menyebabkan makroglosia (de Jong, 2011). 1. Gejala klinisKeluhan adalah adanya benjolan di leher yang telah lama atau sejak lahir tanpa nyeri atau keluhan lain. Benjolan ini berbentuk kistik, berbenjol-benjol dan lunak. Permukaannya halus dan lepas dari kulit, dan sedikit melekat pada jaringan dasar. Kebanyakan terletak di regio trigonum posterior colli. Sebagai tanda khas, pada pemeriksaan transluminasi positif tampak terang sebagai jaringan tembus cahaya (de Jong, 2011). Benjolan ini jarang menimbulkan gejala akut, tetapi suatu saat dapat cepat membesar karena radang dan menimbulkan gejala gangguan pernafasan akibat pendesakan saluran nafas seperti trakea, orofaring, maupun laring. Bila terjadi perluasan ke arah mulut dapat timbul gangguan menelan. Perluasan ke aksila dapat menyebabkan penekanan pleksus brakialis dengan berbagai gejala neurologik (de Jong, 2011).1. PenatalaksanaanEksisi total merupakan pilihan utama. Pembedahan ini dimaksudkan untuk mengambil keseluruhan massa kista. Akan tetapi,bila tumor besar dan telah menyusup ke organ penting, seperti trakea, esofagus, atau pembuluh darah, ekstirpasi total sulit dikerjakan. Oleh karena itu, penanganannya cukup dengan pengambilan sebanyak-banyaknya kista. Kista yang letaknya didalam dan sangat melekat dengan struktur vital dipecahkan dengan melakukan eksisi parsial. Hal ini merupakan cara penaganan yang paling bail dan aman. Pada akhir pembedahan, pemasangan penyalir isap sangat dianjurkan. Bila residif dapat dilakukan operasi ulang atau pemberian bleomisin ke dalam kista yang telah diaspirasi isinya terlebih dahulu. Pembedahan sebaiknya dilakukan setelah periode neonatus karena mortalitas akibat pembedahan pada periode neonatus cukup tinggi (de Jong, 2011).

1. Kista BranchialKelainan brankial dapat berupa fistel, kista, dan tulang rawan ektopik. Arkus brankial ke-3 membentuk os hioid, sedangkan arkus brankial ke-4 membentuk skelet laring, yaitu rawan tiroid, krikoid, dan aritenoid.Fistel kranial dari tulang hioid yang berhubungan dengan meatus akustikus eksternus berasal dari celah brankial pertama. Fistel antara fosa tonsilaris ke pinggir depan m.sternokleidomastoideus berasal dari celah brankial kedua. Fistel yang masuk ke sinus piriformis berasal dari celah ketiga. Sinus dari celah brankial keempat tidak pernah ditemukan. Sinus atau fiste mungkin berupa saluran yang lengkap atau mungkin menutup sebagian.Fistel brankial sisa celah brankial ke-2 akan terdapat tepat di depan m.sternokleidomastoideus. bila penutupan terjadi sebagian, sisanya dapat membentuk kista yang terletak agak tinggi di bawah sudut rahang. Bila terbuka ke kulit, akan terjadi fistel. Bila masih ada sinus tonsilaris, fistel selalu berjalan melalui percabangan a.karotis.Pada anamnesis diketahui kista merupakan benjolan sejak lahir. Fistel terletak di depan m.sternocleidomastoideus dan mengeluarkan cairan. Fistel yang buntu akan membengkak dan merah, atau merupakan lekukan kecil yang dapat ditemukan unilateral atau bilateral.

1. PenatalaksanaanKista dapat langsung diekstirpasi bersama saluran menuju orofaring. Seringkali diperlukan insisi multipel sejajar di atas insisi pertama (stepladder incision). Fistel diisi bahan warna seperti biru metilen, kemudian dapat diekstirpasi melalui insisi kecil multipel. Operasi ini tidak tergolong bedah minor karena fistel harus dikeluarkan seluruhya melalui percabangan a.karotis komunis sampai ke sinus tonsilaris. Bila sebagian saja, fistel tertinggal akan kambuh dan biasanya mengalami infeksi.

1. Kista Ductus Tiroglosus1. Definisi Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk dari duktus tiroglosus yang menetap sepanjang alur penurunan kelenjar tiroid, yaitu dari foramen sekum sampai kelenjar tiroid bagian superior di depan trakea.1. EpidemiologiBeberapa penulis menyatakan bahwa kasus ini merupakan kasus terbanyak dari massa non neoplastik di leher, merupakan 40% dari tumor primer di leher. Ada penulis yang menyatakan hampir 70% dari seluruh kista di leher adalah kista duktus tiroglosus. Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak, walau-pun dapat ditemukan di semua usia. Predileksi umur terbanyak antara umur 0 20 tahun yaitu 52%, umur sampai 5 tahun terdapat 38%. Tidak terdapat perbedaan risiko terjadinya kista berdasarkan jenis kelamin dan umur yang bisa didapat dari lahir sampai 70 tahun, rata-rata pada usia 5,5 tahun.1. Etiologi dan Patogenesis Terdapat dua teori yang dapat menyebabkan terjadinya kista duktus tiroglosus : 1) infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel traktus, sehingga mengalami degenerasi kistik. 2) sumbatan duktus tiroglosus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sekret sehingga membentuk kista. Teori lain mengatakan mengingat duktus tiroglosus terletak di antara beberapa kelenjar limfe di leher, jika sering terjadi peradangan, maka epitel duktus juga ikut meradang, sehingga terbentuklah kista.

1. LokasiKista duktus tiroglosus dapat tumbuh di mana saja di garis tengah leher, sepanjang jalur bebas duktus tiroglosus mulai dari dasar lidah sampai ismus tiroid. Lokasi yang sering adalah : 1. intra lingual : 2,1% 1. suprahioid : 24,1% 1. tirohioid : 60,9% 1. suprasternal : 12,9% Sedangkan Ward mendapatkan dari 72 pasien dengan kista duktus tiroglosus, lokasinya terdapat di: - submental : 2 - suprahioid : 18 - transhioid : 2 - infrahioid : 43 - suprasternal : 31. Gejala klinisKeluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di garis tengah leher, dapat di atas atau di bawah tulang hioid. Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di tempat timbulnya kista. Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkan lidah. Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-kadang lebih besar. Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien me-ngeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna merah.1. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik; yang harus dipikirkan pada setiap benjolan di garis tengah leher. Untuk fistula, diagnosis dapat ditegakkan menggunakan suntikan cairan radioopak ke dalam saluran yang dicurigai dan dilakukan foto Rontgen.1. PenatalaksanaanPenatalaksanaan kista duktus tiroglosus bervariasi dan banyak macamnya, antara lain insisi dan drainase, aspirasi perkutan, eksisi sederhana, reseksi dan injeksi dengan bahan sklerotik. Dengan cara-cara tersebut angka kekambuhan dilaporkan antara 60-100%. Schlange (1893) melakukan eksisi dengan mengambil korpus hioid dan kista beserta duktus-duktusnya;dengan cara ini angka kekambuhan menjadi 20%.Sistrunk (1920) memperkenalkan teknik baru berdasarkan embriologi, yaitu kista beserta duktusnya, korpus hioid, traktus yang menghubungkan kista dengan foramen sekum serta otot lidah sekitarnya kurang lebih 1 cm diangkat. Cara ini dapat menurunkan angka kekambuhan menjadi 2-4 %.Cara Sistrunk : 1) Penderita dengan anestesi umum dengan tube endotrakea terpasang, posisi terlentang, kepala dan leher hiperekstensi. 2) Dibuat irisan melintang antara tulang hioid dan kartilago tiroid sepanjang empat sentimeter. Bila ada fistula, irisan ber-bentuk elips megelilingi lubang fistula. 3) Irisan diperdalam melewati jaringan lemak dan fasia; fasia yang lebih dalam digenggam dengan klem, dibuat irisan me-manjang di garis media. Otot sternohioid ditarik ke lateral untuk melihat kista di bawahnya.4) Kista dipisahkan dari jaringan sekitarnya, sampai tulang hioid. Korpus hioid dipotong satu sentimeter. 5) Pemisahan diteruskan mengikuti jalannya duktus ke foramen sekum. Duktus beserta otot berpenampang setengah sentimeter diangkat. Foramen sekum dijahit, otot lidah yang longgar dijahit, dipasang drain dan irisan kulit ditutup kembali.

1. Infeksi1. Limfadenitis Leher Akut1. Definisi dan EtiologiLinfadenitis leher akut merupakan pembesaran kelenjar getah bening (kgb) akibat kegagalan mengatasi infeksi di daerah pertahanan regionalnya. Limfadenitis leher dapat disebabkan oleh infeksi daerah telinga, gigi, tenggorokan, hidung. Dapat mengenai satu kelenjar limfe atau satu kelompok kelenjar limfe, bisa unilateral atau bilateral leher. Limfadenitis sendiri disebabkan oleh berbagai infeksi dari berbagai organisme, seperti bakteri, virus, protozoa, riketsia, dan jamur. Nama-nama bakteri yang masuk dalam kategori bakteri penyebab limfadenitis adalah Streptokokus beta hemolitikus. Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila berhubungan dengan caries dentis (gigi berlubang) dan penyakit gusi. Difteri, Hemofilus influenza tipe b jarang menyebabkan hal ini. Untuk penyebarannya ke kelenjar getah bening melaluiinfeksi pada kulit, hidung, telinga, dan mata (de Jong, 2011).1. PenatalaksanaanTata laksana pada imfadenitis akut lebih disarankan untuk mengobati penyakit dasar sebagai penyebabnya. Jika dengan konservatif atau penatalaksanaan penyakit dasar tidak berhasil, dapat dilakukan pembedahan, namun hanya dapat menghilangkan benjoannya saja tidak menghilangkan penyakit dasar.

1. Limfadenitis TBC1. DefinsiLimfadenitis tuberkulosis, suatu peradangan pada satu atau lebih kelenjar getah bening.Penyakit ini masuk dalam kategori tuberkolosis luar. Tuberkolosis sendiri dikenal sejak 1000 tahun sebelum Masehi seperti yang tertulis dalam kepustakaan Sanskrit kuno. Nama "tuberculosis" berasal dari kata tuberculum yang berarti benjolan kecil yang merupakan gambaran patologik khas pada penyakit ini. Begitu juga dengan limfadenitis, penyakit ini ditandai benjolan pada bagian leher penderitanya. 1. Etiologi dan PatogenesisSiklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk melalui makanan ke rongga mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfa di leher, sering tanpa tanda TBC paru. Kelenjar yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar di dekatnya satu demi satu terkena radang yang khas dan dingin ini. Di samping itu, dapat terjadi juga perilimfadenitis sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain berbentuk massa. Bila mengenai kulit, kulit akan meradang, merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis, mengeluarkan bahan keperti keju. Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi membiru dan menggangsir, disertai sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut yang tipis atau berbintil-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi, demikian berulang-ulang. Kulit seperti ini disebut skrofuloderma.

1. Gejala klinisLimfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah benng, padat / keras multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar dan konglomerasi sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck.1. PenatalaksanaanPengobatan dilakukan dengan tuberkulostatik. Bila terjadi abses, perlu dilakukan aspirasi, dan bila tidak berhasil, sebaiknya dilakukan insisi serta pengangkatan dinding abses dan kelenjar getah bening yang bersangkutan (de Jong, 2011).

1. Tiroiditis Definisi Tiroiditis adalah peradangan kelenjar tiroid. Penyebab pasti untuk penyakit ini belum diketahui. Fakta yang ada menunjukkan bahwa penyakit ini lebih banyak menyerang wanita daripada pria. Umumnya menyerang orang berusia 13-80 tahun.Radang tiroid dapat terrjadi akut, subakut atau menahun. Radang akut biasanya disebabkan oleh infeksi S. aureus. Tiroiditis bakterial akut ni sangat jarang ditemukan. Tiroiditis subakut yang juga jarang ditemukan umumnya terjadi pada infeksi virus di saluran nafas. Tiroiditis menahun pada umumnya adalah penyakit autoimunyang disertai kenaikan kadar antibodi terhadap hormon tiroid/produk tiroid di dalam darah. Gejala klinisGejala paling awal adalah kelenjar tiroid yang terlalu aktif (hipertiroidisme). Gejala-gejala ini dapat berlangsung selama 3 bulan, kadang ada yang kurang dari 3 bulan. Gejala biasanya ringan, gejala tersebut antara lain:* Kelelahan* Sering buang air besar* Selera meningkat* Keringat bertambah* Periode menstruasi tidak teratur* Iritabilitas* Kram otot* Gugup dan gelisah* Berat badan menurun

Tiroiditis HashimotoTiroiditis kronik yang sering dijumpai adalah tiroiditis limfositik atau tiroiditid Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto didapatkan infiltrasi limfosit ke seluruh kelenjar tiroid yang menyebabkan destruksi progresif folikel kelenjar. Dalam beberapa tahun terjadi atrofi kelenjar dengan fibrosis. Berbagai macam antibodi antitiroid dapat ditemukan dalam kadar tinggi di darah sebagai tanda reaksi autoimun.Penyakit ini sering ditemukan dan sering dijumpai pada wanita. Biasanya mulai pada usia dewasa dengan atau tanpa pembesaran kelenjar tiroid. Jika terdapat pembesaran kelenjar tiroid, akan dirasakan sedikit nyeri, padat pada palpasi, dan nyeri pada penekanan. Pada awalnya penderita eutiroidisme, kemudian berubah secara bertahap menjadi hipotiroidisme yang memerlukan terapi substitusi dengan sediaan hormon tiroid. Struma Hashimotot sering asimetrik. Diagnosis banding adalah karsinoma karena itu sering kali diperlukan tindakan biopsi guna konfirmasi diagnosis. Pengobatannya trutama bersifat tindak bedah paliatif dan simptomatik (de Jong,2011). Tiroiditis de QuervainTiroiditis menurut de Quervain merupakan inflamasi akut yang mengenai seluruh kelenjar tiroid, yang mungkin disbabkan oleh infiltrasi sel neurofil yang disusul oleh sel limfosit dan histiosit, jenis radang ini jarang ditemukan. Gambaran klinis berupa pembesaran tiroid sedang atau ringan yang sangat nyeri disertai gejala dan tanda sistemik. Penyakit ini biasanya mereda setelah beberapa minggu, tetapi sering kambuh kembali. Umumnya penderita eutiroidisme, tetapi pada tahap akut mungkin terjadi hipertiroidisme. Pengobatan dengan sediaan salisilat untuk menghilangkan nyeri. Pada stadium akut juga digunakan kortikosteroid untuk menekan inflamasi (de Jong,2011). Tiroiditis RiedelTiroiditis Riedel merupakan jenis yang sangat jarang ditemukan, juga dianggap sebagai reaksi autoimun. Kelenjar tiroid menjadi keras sehingga kelainan ini disebut juga struma kayu. Kelenjar sering berbentuk asimetris sehingga sukar dibedakan dengan adenokarsinoma anaplastik karena konsistensinya sangat padat. Diagnosis hanya dapat ditentukan dengan biopsi insisi. Struma Riedel mungkin mengakibatkan kompresi trakea sehingga kadang membutuhkan dekompresi dengan pembelahan istmus atau istmektomi (de Jong,2011).

1. Neoplasma1. Karsinoma Nasofaring1. DefinisiDiperkirakan kira-kira 80%-90% keganasan nasopharynx adalah berkembang dari sel epithelium. Terdapat 3 jenis carcinoma nasopharynx berdasarkan gambaran histopatologisnya. Menurut WHO, dibagi:-WHO type 1,atau squamous karsinoma sel-WHO type 2,atau non-keratin carcinoma-WHO type 3,atau undifferentiated karsinoma1. Epidemiologi Karsinoma Nasofaring merupakan keganasan tertinggi didaerah leher dari bidang ilmu penyakit THT . Asal tumor adalah dari epitel sel squamos pada daerah nasofaring dan tempat predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak khas.Angka kematiannya cukup tinggi.Di Indonesia penyakit ini termasuk dalam sepuluh besar keganasan dari seluruh tubuh.Banyak menyerang pada usia 40-60 tahun, perbandingannya antara laki-laki dan perempuan 2,5:1 (de Jong, 2011).1. EtiologiFaktor Pencetus karsinoma nasofaring ada berbagai macam, antara lain :1. Genetik : HLA-A2, HLA-B.sin1. Virus : Epstein Barr1. DNA pada epitel sel tumor1. Antibodi anti EBV1. Lingkungan (paparan bahan-bahan karsinogenik) ;2. Nitrosamin2. Asap kayu bakar2. Herbal tea2. Higiene buruk2. Ventilasi buruk1. Ikan asin, kebiasaan mengkonsumsi ikan asin jangka panjang merupakan mediator utama yang bisa mengaktifkan virus Epstein-Barr.Diduga ikan asin ini mengandung hasil metabolisme protein yang disebut dengan nitrosmin. Begitu pula dengan makanan yang diawetkan.1. Sosial ekonomi, lingkungan dan kebiasaan hidup. Misalnya kebiasaan membakar didalam rumah, memasak dengan kayu bakar dan ventilasi rumah juga tidak mencukupi.1. Kontak dengan zat karsinogen, misalnya pekerja pabrik bahan-bahan kimia.1. Ras dan keturunan. Kanker nasofaring paling sering ditemukan pada ras mongoloid atau keturunan cina. Serta lebih sering dialami laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2,18 :1.Hampir 60% ditemukan pada kisaran usia 25-60 tahun.1. Radang kronis nasofaring yang sering mengganggu proses pembersih secara alami sehingga bisa memicu virus yang dapat menyebabkan kanker.1. HistopatologiKarsinoma nasofaring adalah tumor asal epidermoid.Kriteria WHO:Tipe 1 : Keratinizing squamous cell carcinoma.(karsinoma sel squamous berkeratin)Tipe 2a: Non-Keratinizing squamous cell carcinoma.(karsinoma sel squamousa tidak berkeratin )Tipe 2b: Undifferentiated carcinoma.(karsinoma tidak berdifferensiasi)1. PatogenesisVirus Epstein-Barr adalah berkaitan rapat dengan karsinoma nasopharynx.Titer antibodi (imunnoglobulin A) terhadap virus ini akan meningkat bagi setiap penderita karsinoma nasopharynx.Maka ia di gunakan sebagai tumor maker.untuk menilai keberkesanan terapi.Menurut pemerhatian bahawa 80% penderita nasopharynx carsinoma menunjukkan adanya produk BCL2.Produk ini menyebabkan terjadinya penghalangan proses apoptosis.Ini menyebabkan perkembangan kanser tersebut.Menurut pemerhatian,memakan ikan asin dan bahan kimia tertentu dapat memicu terjadinya kanser nasopharynx karsinoma tersebut (de Jong, 2011).1. Stadium tumorT:Tumor pada nasofaringTis:Tumor insituT1:Tumor terbatas pada satu tempat /sisi atau tumor tak tampak (hanya dengan biopsy.T2: Tumor mengenai dua tempat T3:Ekstensi tumor kecavum nasi dan orofaringT4:Tumor invasi dasar tengkorak dan nervi cranialis.N:Metastasis pada kelenjar limfeNO:Tidak ada metastase kelenjar limfeN1:Tunggal,ipsilateral, 3 cmN2a:Tunggal ipsilateral, 3-6 cm.N2b:Multipel ipsilateral, 6 cm.N2c:Bilateral, 6 cm.N3:Metastase pada nodus cmM:MetastasisM0:Tidak ada metastasisM1:Ada metastasis jauh1. Gejala klinikAsal tumor adalah dari epitel sel squamos pada daerah nasofaring dan tempat predileksinya pada fossa Rossen Mulleri yang letaknya sangat tersembunyi sehingga sulit mendiagnosis penyakit ini pada stadium dini, selain juga tanda dan gejalanya yang tidak khas. Adapun tanda ataupun gejala yang timbul tergantung dimana perluasan tumor (de Jong, 2011).Apabila perluasannya ke arah atas, penderita akan merasakan diplopia. Apabila perluasannya ke arah lateral, Sebelumnya penderita merasakan adanya lendir dibelakang hidung terus menerus yang tidak bisa dikeluarkan, rasa penuh ditelinga, telinga berdenging/gembrebeg (tinnitus), otalgia, adanya radang pada telinga tengah ( congean ) sampai dengan terjadinya robekan gendang telingan tanpa sebab yang jelas, dan tidak sembuh dengan pengobatan serta terjadi berulang-ulang. Hal ini Karena adanya tumor pada daerah tenggorok bagian atas (nasofaring ) menutupi saluran yang menuju keliang telinga tengah (oklusib Tuba eustachi ).Bila tumor sudah membesar (stadium lanjut), maka ia dapat meluas kerongga hidung bagian belakang ( koana ) dengan keluhan adanya hidung tersumbat ataupun mimisan bercampur dengan ingus dalam jumlah yang bervariasi .Keluhan pada tenggorok merupakan gangguan bicara,bernafas dan menelan dapat dijumpai bila tumor sudah membesar karena mendesak kerongga tenggorok (de Jong, 2011).Sementara keluhan penglihatan dobel, karena tumor sudah meluas kedasar tengkorak sehingga mengakibatkan kelumpuhan pada syaraf-syaraf otot penggerak bola mata, dan mata menjadi juling yakni nervus okulomotorius dan abdusen. Adanya gejala neurology pada syaraf cranial seperti nyeri kepala dan nyeri disekitar wajah juga sering dijumpai pada penderita kanker tenggorok akibat dari penekanan tumor pada syaraf disekitar kepala yakni nervus trigeminus, glossofaringeus, vagus, assesorius . Stadium lanjut, karsinomanya mengalami metastasis ke kelenjar getah bening bermanifestasi sebagai benjolan yang teraba keras umumnya pada rantai kelenjar limfe jugularis profunda superior (de Jong, 2011).1. PenatalaksanaanRadioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus (de Jong, 2011).Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terapi adjuvant (tambahan). Berbagai macam kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi dengan cis platinum sebagai inti.Pemberian adjuvant kemoterapi cis platinum, bleomycin, dan 5 fluorouracil sedang dikembangkan di bagaian THT FKUI dengan hasil sementara cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kehidupan yang cukup baik.Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat *radio sensitizer* memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasopharing.Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadapa benjolan dileher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologik. Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (de Jong, 2011).1. Perawatan paliatifPerhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemana pun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya aar liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang kadang muntah dan rasa mual (de Jong, 2011).Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada atau kambuh kembali. Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ketulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simptomatis untuk meningkatan kualitas hidup.1. PencegahanPemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal didaerah dengan resiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah dengan resiko tinggi ketempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara masak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dahn berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal yang akan mendatangkan manfaat dalam menemukan karsinoma nasopharing secara dini (de Jong, 2011).

1. Karsinoma Tiroid1. EtiologiEtiologi pasti dari Karsinoma Tiroid ini belum dapat dipastikan, karena secara umum penyebab dari kanker itu sendiri sampai sekarang belum diketahui pasti. Namun terdapat beberapa factor factor resiko yang dapat menyebabkan karsinoma tiroid, yang antara lain ialah : Riwayat Radiasi Riwayat keluarga Nodul soliter Anak anak Laki laki dewasa Nodul tiroid timbul relatif cepat dan tidak sakit Struma pada anak anak Struma pada wanita >45 tahun Umur < 25 tahun : 50% ganas Umur < 15 tahun : 75% ganas.1. EpidemiologiKarsinoma tiroid agak jarang didapat , yaitu sekitar 3 5% dari semua tumor malignant. Insidennya lebih tinggi dinegara dengan struma endemik, terutama jenis tidak berdeferensiasi. Karsinoma tiroid didapat pada segala usia dengan puncak pada usia muda (7 20 tahun) dan usia setengah baya (40 60 tahun). Insiden pada pria adalah sekitar 3/100.000/tahun dan wanita 8/100.000/tahun. Kurang lebih 25% terjadi pada struma nodusa. Karsinoma aganya timbal diantara nodul bukan didalamnya. 80 % dalah jenis papiller1. PatogenesisDifrensiasiSel Normal Sel Kanker

Onkogen

Radiasi Protoonkogen

Proses: Inisiasi Promosi ProgresiPada keadaan awal dimana sel sel tiroid dalam keadaan normal Namun setelah ada paparan dengan bahan bahan karsinogenik seperti terlihat pada bagan yakni radiasi maka sel normal tersebut dapat berubah menjadi sel kanker, dimana sel kanker juga melalui beberapa tahap, yakni Inisiasi, yakni dimana terjadi amplifikasi dari DNA Namun Belum menimbulkan ekspresi gen, sehingga pada tahapo ini dapat dikatakan bahwa jumlah dari gen gen meningkat Namun belum menimbulkan efek kepada sel itu sendiri, Namun pada proses promosi dimana pada tahap ini terpapar lagi oleh bahan bahan karsinogenik dapat serupa dengan bahan pada saat tahap inisisai Namun dapat pula berbeda, pada tahap ini terjadi ekspresi gen dimana sel sel telah menjadi sel abnormal Namun pada tahap ini sel sel tersebut bersifat reversible dengan kata lain apabila pada tahap ini kita dapat mengobati dengan komplit maka sel tersebut dapat kembali menjadi sel normal kembali Namun apabila tidak komplit maka dapat menjadi sel kanker, dan selanjutnya pada tahap progresi maka terjadi perubahan serta perbanyakan sel secara cepat dan tidak terkendali lagi (de Jong, 2011).Dan perubahan dari sel normal menjadi sel kanker perlu digarisbawahi juga bahwa disini terjadi perubahan dari protoonkogen menjadi onkogen, dan terjadi inaktivasi dari supresor sehingga tidak ada lagi penghambat bagi sel tersebut untuk terus memperbanyak diri, maka jadilah sel normal tersebut menjadi sel ganas.1. Gambaran KlinikPada karsinoma tiroid ini terdapat beberapa tipe, dan masing masing tipe tersebut juga berbeda gambaran kliniknya, adapula pembagiannya ialah : (de Jong, 2011).1. Epitelial Adenokarsinoma papiller Adenokarsinoma folikuler Undifferentiated karsinoma/anaplastia Small cell karsinoma Giant ceel karsinoma Spindle cell karsinoma Karsinoma meduller Squamos cell karsinoma1. Non Epitelial Limphoma Sarcoma Metastasis tumor Malignant teratoma Unclassified tumor1. Well Differentiated Type papiller Type folikuler Type medulle1. Undifferentiated Type anaplastik1. Pemeriksaan TambahanUntuk pemeriksaan tambahan guna dapat mendiagnosis karsinoma tiroid kita dapat lakukan sesuai dengan type karsinoma itu sendiri, yang antara lain :1. Adenokarsinoma PapillerTumor biasanya dapar diraba dengan mudah dan umunya dapat pula dilihat. Yang khas untuk tumor tiroid ialah tumor ikut dengan gerakan menelan.Ultrasonografi dapat dilakukan untuk membedakan nodul kistik atau padat dan menentukan volume tumor. Pemeriksaan Roentgen berguna untuk melihat dorongan dan tekanan pada trakea serta kalsifikasi didalam jaringan tiroid. Foto thorax dibuat untuk melihat kemungkinan penyebaran kemediastinum bagaian atas atau ke paru (de Jong, 2011).Pemeriksaan sidik radioaktif tiroid dilakukan dengan yodium 131. Berdasarkan banyaknya yodium yang ditangkap oleh nodul tiroid dikenal nodul dingin, yaitu nodul yang menangkap yodium lebih sedikit dibandingkan sel kelenjar normal, atau tidak menangkat sama sekali. Nodul hangat menangkap yodium radioaktif sama banyak dengan kelenjar normal, dan nodul panas menangkap yodium radioaktif lebih banyak. Karsinoma papiller biasanya kurang menangkap yodium atau sama sekali tidak menagkap.Biopsi insisi dianjurkanpada karsinoma tiroid yang masih layak bedah. Biopsi aspirasi jarum halus dapat dilakukan tetapi ketepatan diagnosis tergantung kepada kejelian ahli patologi atau sitologi.2. Adenokarsinoma MedulerJika dicurigai Adenokarsinoma meduler maka dilakukan pemeriksaan kadar kalsitonin dalam darah sebelum atau sesudah suntikan pentagastrin atau kalsium.3. Adenokarsinoma AnaplastikPada anamnesis ditemukan struma yang telah diderita cukup lama dan kemudian membesar dengan cepat. Bila disertai suara parau harus dicurigai Adenikarsinoma Anaplastik.Pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen torax dan seluruh tulang tubuh dilakukan untuk mencari metastasis keorgan tersebut.1. PenatalaksanaanUntuk penataksanaan karsinoma tiroid dilakukan sesuai dengan masing masing tipe karsinoma tiroid : (de Jong, 2011).0. Adenokarsinoma PapillerPada struma nodul tunggal sebainya tidak dilakukan enukleasi, sebab bila hasil pemeriksaan patologi ternyata ganas maka sel tumor sudah tercecer dan pembedahan berikutnya menjadi tidak sempurna lagi. Harus diingat bahwa sebagian struma nodul tunggal adalah ganas, dan juga nodul yang terba tunggal adalah tunggal mungkin merupakan bagian struma multinodusa. Nodul soliter jinak jarang terdapat pada anak, pria (semua umur), dan wanit dibawah 40 tahun. Bila ditemukan struma nodul tunggal pada golongan tersebut harus dianggap suatu keganasan dan dilakukan istmolobektomi. Pada pemeriksaan histopatologi, sekitar 10% menunjukkan keganasan dan biasanya jenis adenokarsinoma papiller.Bila ditemukan pembesaran kelenjar limfe leher, kemungkinan besar telah terjadi penyebaran melalui saluran limfe didalam kelenjar sehingga perlu dilakukan tiroidektomi total dan diseksi kelenjar leher pada sisi yang sama.Diseksi leher merupakan pengeluaran semua kelenjar limfe leher. Bila tidak ada penyusupan struktur diluar kelenjar getah bening, diseksi dapat dibatasi pada kelenjar getah bening saja, artinya m. Sternocleidomastyoideus, n. Accesorius dan v. Jugularis interna tidak turut diangkat./ Bedah diseksi leher yang dimodifikasi ini menguntungkan, karena pengangkatan m. Sternocleidomastoideus dan atrofi m trapezius mengakibatkan gangguan kosmetik yang mencolok sekali. Atrofi m. Trapezius disebabkan karena putusnya n. Accesorius pada pengeluaran m sternocleidomastoideus.Penyulit tiroidektomi terpenting adalah gangguan n laryngeus inferior (n. Recurrens) dan hipoparatiroid. Pada setiap tiroidektomi n recurrens harus dipisahkan untuk mencegah cedera.Pengobatan dengan radioaktif tidak memberi hasil karena adenokarsinoma papiller pada umumnya tidak menyerap yodium. Pascatiroidektomi total ternyata yodium dapat ditangkap oleh sel anak sebar tumor papiller tertentu sehingga pemberian pada keadaan itu yodium radioaktif bermanfaat. Radiasi ekstern dapat diberikan bila tidak terdapat fasilitas radiasi intern. Metastasis ditanggulangi secara ablasio radioaktif.0. Adenokarsinoma FolikulerPembedahan untuk adenokarsinoma folikuler adalah tiroidektomi total. Karena sel karsinoma ini menangkap yodium, maka radioterapi dengan Y 131 dapat digunakan. Bila masih tersisa ataupun terdapat metastasis, maka dilakukan pemberian yodium radioaktif ini.Radiasi ekstern untuk metastasis ternyata memberi hasil yang cukup baik.0. Adenokarsinima MedulerPenanggulangan tumor ini adalah tiroidektomi total. Pemberian radioterapi tidak memuaskan. Pemberian yodium radioaktif juga tidak akan berhasil karena tumor ini berasal dari sel C sehingga tidak menangkap dan menyerap yodium.0. Adenokarsinoma AnaplastikPembedahan biasanya sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga hanya dapat dilakukan biopsi insisi untuk mengetahui jenis karsinoma. Satu satunya terapi yang bisa diberikan adalah radiasi ekstern.1. PrognosisUntuk prognosis dari karsinoma tiroid ini, maka dapat dikatakan bahwa Adenokarsinoma Papiller mempunyai prognosis yang bagus jika dibandingkan dengan tipe yang lainnya, sedangkan untuk Adenokarsinoma Anaplastik mempunya prognosis yang buruk jika dibanding denga tipe adenokarsinoma tiroid yang lainnya. Dan untuk adenokarsinoma folikuler mempunyai prognosis bagus jika tipenya mikroinvasif.1. KomplikasiKarena untuk adenokarsimona tiroid ini ditangani sebagian besar dengan tiroidektomi total maka ada beberapa komplikasi dari tindakan tersebut, yang antara lain :1. Durante Operasi Perdarahan Krisis tiroid Cedera nervus, trakea dan esofagus Pratiroid terangkat

1. Pasca operasi Hematoma Tracheomalacia Hipokalsemia Suara parau/ hilang Tersedak

1. Karsinoma Laring1. DefinisiKarsinoma laring merupakan keganasan pada pita suara, kotak suara (laring) atau daerah lainnya di tenggorokan.1. EpidemiologiKarsinoma laring jarang ditemukan pada wanita, rasio antara laki-laki dan wanita 'oleh beberapa peneliti disebutkan sebesar 1015 : 1. Data terakhir rasio ini memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah kasus penderita wanita. Usia penderita umumnya telah menginjak usia tua antara 45-75 tahun.Penelitian epidemiologik tumor ganas laring memperlihatkan beberapa faktor yang diduga berhubungan langsung atau tidak langsung dengan timbulnya keganasan, tersebut. Banyak bahan tertentu yang terdapat di lingkungan kita yang mempunyai sifat karsinogen atau pencetus aktivitas karsinogen.Rokok sigaret sering diasumsikan mempunyai peranan penting dalam timbulnya karsinoma laring, meskipun masih perlu dipertimbangkan faktor lain 'yang dapat bekerja sama dalam proses timbulnya tumor ganas.

1. Etiologi dan PatogenesisEtiologi karsinoma laring sampai sekarang belum diketahui dengan pasti, tetapi para ahli menghubungkannya dengan bahan asing yang mengakibatkan iritasi kronis pada laring, sehingga dengan kemajuan industri dan perubahan kebiasaan mungkin insidensinya akan meningkat.Bahan "agent" karsinogen/prekarsinogen larings.AgentDitemukan di / dalam

AsbesEtanolGas mustardNikelPolisiklik hidrokarbonTembakau, nitrosaminMinyak, bahan kimia (hidrokarbon,vinyl, benzen dan sebagainya). lingkungan, produk pabrik, tambang diet produk pabrik produk pabrik, tambang lingkungan, produk pabrik rokok produk pabrik

Di dalam asap rokok sigaret terkandung suatu senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon yang merupakan bahan bersifat prekarsinogen. Sedang di dalam tubuh manusia terdapat sistem ensim arilhidrokarbonhidroksilase yang mampu mengubah bahan prekarsinogen (polisiklik aromatik hidrokarbon) menjadi karsinogen. Makin tinggi kadar kandungan AHH di dalam tubuh seseorang, makin tinggi pula risiko untuk menderita karsinoma laring.1. Gejala klinisGejala awal yang memaksa penderita datang berobat umumnya karena perubahan suara serak. Dokter yang memeriksa pertama kali biasanya menghubungkannya dengan penyakit infeksi tuberkulosa laring' . Suara serak menunjukkan adanya gangguan mekanisme getar pita suara karena adanya penambahan masa laring, kerusakan atau kelumpuhan. Hal ini dapat terjadi' pada semua tingkat usia. Suara serak , akibat penambahan massa dapat terjadi pada. radang atau trauma yang menyebabkan edema laring. Penambahan massa oleh tumor disebabkan oleh perubahan struktur histologis secara bertahap. Oleh karena itu' akan mudah dibedakan kelainan suara serak secara akut dan disebabkan karena trauma, radang akut atau benda asing, sedangkan kelainan yang berlangsung kronis mungkin disebabkan radang kronis atau tumor. Pada tumor laring suara serak dimulai dengan gejala hilang timbul yang berjalan progresif dan akhirnya menetap. Biasanya gejala dini berupa suara serak pada pagi hari tanpa disertai gejala batuk. Bilamana disertai batuk umumnya berupa batuk kering non produktif2 .Karsinoma laring berdasarkan lokasi anatomis dibedakan atas karsinoma laring supraglotis, glotis dan subglotis. Karsinoma laring glotis dan subglotis akan menimbulkan gejala suara serak, sedangkan karsinoma laring supraglotis pada keadaan awal tidak memberikan gangguan suara penderita2.1. PenatalaksanaanSecara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasidaripadanya. I. Pembedahan Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :A. Laringektomi1. Laringektomi parsial Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II. 2. Laringektomi total Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea. B. Diseksi leher radikal Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 T2) karena kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh. II. Radioterapi Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 7000 rad. Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som, Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 45005000 rad selama 46 minggu diikuti dengan laringektomi total. III. Kemoterapi Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80120 mg/m2 dan 5 FU 8001000 mg/m2. 1. Rehabilitasi Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik. rehabilitasi mencakup : Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social Rehabilitation. 1. Prognosa Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma laring stadium I 90 98% stadium II 75 85%, stadium III 60 70% dan stadium IV 40 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year survival rate sebesar 50%.

1. Limfoma Maligna Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein-Barr virus yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Adanya peningkatan insidens penderita limfoma pada kelompok penderita AIDS pengidap virus HIV, tampaknya mendukung teori yang menganggap bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus. Awal pembentukan tumor pada gangguan ini adalah pada jaringan limfatik sekunder (seperti kelenjar limfe dan limpa) dan selanjutnya dapat timbul penyebaran ke sumsum tulang dan jaringan lain (de Jong, 2011).Limfoma dibedakan atas dasar histopatologi mikroskopik dari kelenjar limfe yang terlibat. Penggolongan tersebut terdiri dari Limfoma Hodgkin dan Non Hodgkin. Walaupun tanda dan gejala limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma saling menutupi, pengobatan dan prognosis berbagai limfoma tetap berlainan. Dengan demikian adalah suatu keharusan untuk menegakkan diagnosis secara tepat. Untuk tujuan ini, diambil sebuah kelenjar limfe atau lebih untuk diperiksa secara mikroskopis. Limfoma dibedakan menurut jenis sel yang mencolok yang terdapat pada kelenjar limfe. Umumnya, prognosis yang lebih baik dihubungkan dengan distribusi nodular dimana terdapat limfosit yang menonjol. Untuk mengenali asal neoplastik baik sebagai limfosit B ataupun sebagai limfosit T, dilakukan pemeriksaan imunologis dan sitokimiawi (de Jong, 2011).Salah satu determinan utama dari pengobatan maupun prognosis adalah stadium klinik penderita waktu diagnosis itu dibuat. Setelah diagnosis jaringan ditegakkan, harus dilakukan penggolongan meurut stadiumnya. Ini biasanya berupa : (de Jong, 2011).1. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada system limfatik (kelenjar limfe, hati dan limpa)1. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan diferensiasi dan hitung trombosit1. Pemeriksaan kimiawi darah (fungsi ginjal dan hati; asam urat)1. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hillus (pembesaran kelenjar limfe bronkial)1. CT Scan dada, abdomen dan pelvis1. Limfangiogram bipedal untuk memeriksa adanya keterlibatan kelenjar retroperitoneal dan iliaka.1. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulangBiopsi sumsum tulang bilateral merupakan indikasi bagi penderita yang disertai gejala sistemik atau pada stadium III. Pada keadaan dimana sumsum tulang tidak terlibat, biasanya dilakukan laparatomi dengan splenektomi dan biopsi hati untuk mendapatkan diagnosis akurat pada penderita penyakit Hodgkin. Tindakan ini tidak rutin dilakukan pada penderita limfoma non-hodgkin.1. Limfoma Non-HodgkinLimfoma non hodgkin merupakan salah satu jenis limfoma maligna atau keganasan sel limfoid. Keganasan ini dapat berasal dari sel limfosit B, Limfosit T atau berasal dari sel Natural Killer. Limfoma Non Hodgkin yang berasal dari Limfosit B adalah yang paling sering (85 %) sedangkan yang berasal dari Limfosit T dan NK berjumlah 15 %. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang imunologi dan fisiologi limfosit, seperti membedakan limfosit dalam jenis sel B atau sel T memberikan klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma non Hodgkin. Secara garis besar berdasarkan gradenya Limfoma Non Hodgkin dibedakan atas low-grade, intermediategrade dan high-grade (de Jong, 2011).

1. Etiologi1. Translokasi kromosom memegang peranan penting penyebab terjadinya limfoma maligna.1. Virus antara lain Epstein-Barr Virus (EBV), Human T-cell leukemia virus type 1 (HTLV-1), Hepatitis C virus (HCV) dan Kaposi sarcomaassociated herpesvirus (KSHV).1. Faktor lingkungan antara lain akibat zat kimia (pestisida, herbisida), kemoterapi dan radiasi.1. Inflamasi kronik seperti Sjgren syndrome dan Hashimoto thyroiditis1. Infeksi Helycobacter pylori1. Epidemiologi Median umur penderita limfoma non hodgkin adalah usia > 50 tahun kecuali untuk jenis Limfoma Non Hodgkin yang high-grade utamanya terjadi pada anak-anak dan usia dewasa muda. Low-grade limfoma insidensnya dalam masyarakat sekitar 37 % dengan usia diantara 35-64 tahun1. Gejala klinikBerdasarkan gradenya manifestasi klinik yang timbul pada penderita Limfoma ini antara lain sebagai berikut :1. Low-grade lymphomas0. Limfadenopati difus tanpa rasa sakit dan dapat menyerang satu atau seluruh kelenjar limfe perifer0. Regresi spontan kelenjar limfe yang membesar0. Gejala konstitusional berupa demam (>38C), penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari0. Apabila menginfiltrasi atau menginvasi sumsum tulang belakang akan menyebabkan cytopenia.0. Lemah dan lesu1. Intermediate-grade lymphomas & High-grade lymphomas1. Adenopathy1. Gejala konstitusional1. Lymphoblastic lymphoma, high-grade lymphoma, menunjukkan adanya massa mediastinum anterior dan posterior1. Pasien dengan limfoma burkitt menunjukkan adanya massa abdomen yang besar dan adanya gejala obstruksi dari saluran pencernaan1. Hidronefrosis obstruksi terjadi pada penderita limfoma burkitt akibat obstruksi dari ureter1. Gejala-gejala lain pada saluran pencernaan, kulit, tulang, traktus urinarius, tiroid dan susunan saraf pusat1. Pemeriksaan tambahana. Fisik1. Low-grade lymphomas0. Adenopathy perifeer0. Splenomegali0. Hepatomegali1. Intermediate- and high-grade lymphomas0. Limphadenopathi0. Splenomegali0. Hepatomegali0. Massa abdomen yang besar.0. Massa testis0. Lesi pada kulit berupa lesi yang berhubungan dengan limfoma sel T kutaneus (mycosis fungoides), anaplastic large cell lymphoma, dan angioimmunoblastic lymphoma0. Foto dada menunjukkan massa mediastinum bulky, yang berhubungan dengan primary mediastinal large B-cell lymphoma atau lymphoblastic lymphomab. Laboratorium1. Pemeriksaan darah rutin menunjukkan :0. Anemia akibat autoimun hemolysis, perdarahan dan akibat inflamasi kronik.0. Trombositopenia, leucopenia hingga pansitopenia akibat infiltrasi pada sumsum tulang.0. Lymphositosis dan trombositosis2. Peningkatan kadar Laktat Dehirogenase (LDH) dan gangguan fungsi hati2. Peningkatan beta 2-mikroglobulin1. PenatalaksanaanTerapi pada limfoma milignat non hodkin diberikan berdasarkan staging :a. Stage Ia, Ib, IIa: Radioterapib. Stage IIb dan seterusnya: KemoterapiKarena pada Limfoma Non Hodkin dibagi atas tipe low grade dan high grade maka terapinya juga berdasarkan grade tersebut.Low Grade Regimen CVP- Cyclopospamid- Vincristin- Prednison Fludarabin RituximadHigh Grade Regimen CHOP- Cyclopospamid- Doxorubicin- Vincristin- Prednison Regimen CHOP + Rituximad Transplantasi stem sel autolog1. PrognosisFaktor prognosis buruk : Usia > 60 tahun Kadar Laktik Dehidrogenase meningkat Stage III/IV Tampilan klinis atau performance status jelekUntuk limfoma high grade prognosisnya tergantung respon terhadap kemoterapi

1. Limfoma Hodgkin1. DefinisiLimfoma hodgkin adalah suatu penyakit keganasan yang melibatkan kelenjar getah bening yang ditandai dengan adanya sel Reed Stenberg.1. EtiologiPenyebabnya belum diketahui, tetapi bukti menunjukkan adanya hubungan dengan virus seperti virus Ebstein Barr. Pada pemeriksaan mikroskopis dapat ditemukan DNA virus ebstein barr pada sel Reed Stenberg. Penyakit Hodgkin bia muncul pada berbagai usia, jarang ditemukan pada usia dibawah 10 tahun, ditemukan pada usia 20-40 tahun, dan diatas 60 tahun. 1. Gejala KlinisPenyakit Hodgkin biasanya ditemukan jika seseorang mengalami pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri, paling sering di leher,tapi kadang-kadang penyebarannya sistemik. Walaupun biasanya tidak nyeri, pembesaran tersebut bisa menimbulkan nyeri dalam beberapa jam setelah penderita meminum alkohol dalam jumlah yang banyak. Gejala lainnya adalah symtom B yaitu demam, keringat malam, dan penurunan berat badan. Beberapa penderita mengalami demam Pel- Ebstein dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.Stadium Limfoma HodgkinStadiumPenebaran Penyakit

IMengenai kelenjar getah bening pada satu bagian tubuh

IIMengenai dua atau lebih kelenjar getah bening pada sisi yang sama

IIIMengenai kelenjar getah bening diatas dan dibawah diafragma

IVMengenai kelenjar getah bening di bagian tubuh lainnya misalnya sum sum tulang, paru paru, hati

Keempat stadium dikelompokkan lagi menjadi A (tidak adanya) atau B (adanya) salah satu atau lebih dari gejala berikut :1. Demam dengan suhu 37,8 C1. Keringat malam1. Penurunan berat badan1. DiagnosisPada penyakit hodgkin kelenjar getah bening membesar dan tidak menimbulkan nyeri, tanpa adanya infeksi, jika pembesaran ini berlangsung lebih ari 1 minggu maka dapat dicurigai penyakit Hodgkin, terutama jika demam, berkeringat malam dan disertai penurunan berat badan.Untuk mengetahui secara pasti penyakit Hodgkin dilakukan biopsi kelenjar getah bening yang hasilnya positif jika ditemukan sel Reed Stenberg.Pemeriksaan PenunjangUntuk mengetahui stadium dari limfoma Hodgkindapat dilakukan pemeriksaan :1. Rontgen dada1. Limfangiogram1. CT scann1. Skenning galium1. Laparatomi1. PenatalaksanaanDua jenis pengobatan limfoma Hodgkin yang efektif adalah dengan radioterapi dan kemoterapi. Terapi penyinaran menyembuhkan 90 % Hodgkin stadium I dan II. Pengobatan dilakukan 4-5 minggu. Pengobatan ditujukan pada kelenjar getah bening yang terkena dan sekitarnya. Untuk stadium III dengan gejala dilakukan radioterapi sedangkan yang tanpa gejala dilakukan kemoterapi dengan atau tanpa radioterapi. Pada stadium IV dilakukan kombinasi dengan obat obat kemoterapi.1. PrognosisStadium I lebih dari 90 %Stadium II 90 %Stadium III 80 %Stadium IV 60-70 %

1. Kelainan Lain1. Struma1. Definisi Struma atau Goiter atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid apapun sebabnya. Pembesaran dapat bersifat difus yang berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodusa yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodusa dapat dibagi lagi menjadi uninodusa, bila hanya terdapat satu nodul dan multinodular bila terdaapt lebih dari satu nodul pada satu obus atau dua lobus.1. Epidemiologi1. Penyakit Graves1. Definisi Penyakit Graves disebut juga penyakit Basedow jika dijumpai trias Basedow yaitu adanya struma tiroid difus, hipertiroidisme dan eksoftalmus yang merupakan hipertiroidisme yang sering dijumpai. Penyakit ini sering ditemui pada orang muda. Secara klinis sering dijumpai adanya pembesaran kelenjar tiroid.Walaupun etiloginya belum diketahui dengan pasti, tampaknya ada peranan suatu antibodi yang dapat ditangkap oleh reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium radioaktif oleh kelenjar tiroid. 1. Etiologi dan PatogenesisGoiter dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :1. Kekurangan yodium akibat autoregulasi kelenjar tiroid1. Stimulasi oleh TSH karena rendahnya kadar hormon tiroksin dalam darah1. Masuknya bahan goitrogenik yang terkandung dalam makanan, air, obat dan rokok yang mengganggu masuknya yodium ke dalam sel folikuler kelenjar tiroid1. Adanya kelenjar kongenital yang emnimbulkan gangguan sistem hormon tiroid1. Terjadi kelebihan yodium, sehingga proses iodinasi dalam kelenjar tiroid menjadi terhambat1. Gambaran klinisGejala dan tanda dari penyakit ini merupakan manifestasi peningkatan metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan meningkatnya kebutuhan kalori sehingga berat badan menurun drastis bila asupan kalori tidak tercukupi. Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovascular terlihat dalam bentuk peningkatan sirkulasi darah, antara lain meningkatnya curah jantung sampai dua-tiga kali normal, yang juga terjadi pada keadaaan istirahat. Irama nadi naik dan denyut nadi bertambah sehingga menjadi pulsus seler, penderita akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban miokard dan rangsangan saraf autono dapat mengacaukan irama jantung, berupa ekstrasistol, fibrilasi atrium dan fibrilasi ventrikel.Terjadi peningkatan sekresi maupun peristaltis saluran cerna sehingga sering timbul polidefekasi dan diare.Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, susah tidur, dan sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran dan ketakutan tidak beralasan.Pada saluran nafas, hipermetabolisme menimbulkan dispneu dan takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot, terutama otot bagian proksimal, biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit yang dipacu oleh hipertiroidisme. Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metroragia. Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor terhadap jaringan ikat dan otot ekstrabulbi di dalam rongga mata. Jaringan ikat dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong keluar dan otot mata terjepit. Akibatnya, terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata akibat keratitis. Gangguan faal bola mata menyebabkan strabismus.1. Penatalaksanaan Terapi penyakit Graves ditujukan dalam pengendalian keadaan tirotoksikosis/hipertiroidisme dengan anti tiroid, seperti propiltiourasil (PTU) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan antitiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radioaktif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme dilakukan terutama jika terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembhan yang permanen meskipun kadang dijumpai adanya hipotiroidisme dan kompliksai yang minimal.1. Struma Nodosa1. Definisi Struma nodosa merupakan pembesaran kelenjar tiroid dimana terdapat nodul di dalamnya. Struma nodosa ini biasanya merupakan struma endemik atau struma adenomatosa yang terutama ditemukan di daerah pegunungan yang airnya kurang mengandung yodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa dijumpai pada keluarga tertentu. Etioogi umumnya multifaktor. Biasanya tiroid membesar pada usia muda. Awalnya difus, dan berkembang menjadi multinodular.Struma multinodosa biasanya terjadi pada wanita usia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa kombinasi bagian yang hiperplasia dan bagian yang berinvolusi. Pada awalnya, sebagian struma multinododsa dapat dihambat pertumbuhannya dengan pemberian hormon tiroksin.Biasanya, penderita struma nodosa tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipo- atau hipertiroidisme. Nodul dapat tunggal, tetapi kebanyakan berkembang/berubah menjadi multinoduler tanpa perubahan fungsi. Degeneraasi jaringan menyebabkan terbentuknya kista atau adenoma. Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik. Ebagian besar penderita struma nodosa dapat hidup dengan struma tanpa keluhan.Walaupun sebagian besar struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena pertumbuhannya ke arah lateral atau anterior, sebagian lain dapat menekan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral dapat terlihat melalui foto roentgen polos leher sabagai trakea pedang. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah kontralateral tanpa menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernafasan. Penyempitan yang hebat dapat menyebabkan gangguan pernafasan dengan gejala stridor inspiratoar.Secara umum, struma adenomatosa benigna, walaupun besar, tidak menyebabkan gangguan neurologik, muskuloskeletak, vaskular, atau respirasi, atau menyebabkan gangguan menelan akibat tekanan atau dorongan. 1. Gambaran klinisKeluhan yang sering timbul ialah rasa berat di leher, adanya benjolan yang bergerak naik turun waktu menelan, dan alasan kosmetik. Jarang terjadi hipertiroidisme pada struma adenomatosa. Sekitar 5% struma nodosa mengalami degenerasi maligna. Berbagai tanda keganasan yang dapat dievaluasi meliputi perubahan bentuk, pertumbuhan (lebih cepat), dan tanda infiltrasi pada kulit dan jaringan sekitar, serta fiksasi dengan jaringan sekitar. Dapat terjadi penekanan atau infiltrasi ke nervus rekurens (perubahan suara), trakea (dispnea), atau esofagus(disfagia). Adanya nodul tunggal harus tetap mendapat perhatian karena dapat merupakan nodul koloid, kistik, adenoma tiroid, dan atau suatu karsinoma tiroid. Nodul maligna sering ditemukan terutama pada pria usia muda dan usia lanjut.Struma dapat meluas sampai ke mediatinum anterior superior, terutama pada bentuk nodulus yang disebut struma retrosternum. Umumnya struma retrosternum ini tidak turun naik pada gerakan menelan karena apertura toraks terlalu sempit. Sering kali, struma ini berlangsung lama dan bersifat asimtomatik, sampai terjadi penekanan pada organ atau struktur sekitar. Penekanan ini akan memberikan gejala dan tanda penekanan trakea atau esofagus. Diagnosis ditentukan dengan foto roentgen toraks atau pemeriksaan yodium radioaktif. 1. Penatalaksanaan Struma nodosa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid. Penanganan struma lama adalah dengan tiroidektomi subtotal atas indikasi yang tepat.Pembedahan struma retrosternum dapat dilakukan melalui insisi di leher dan tidak mmerlukan torakotomi karena perdarahan berpangkal pada pembuuh darah leher. Jika letaknya di dorsal arteri subklavia, pembedahan dilakukan dengan cara torakotomi.Indikasi tindakan pembedahan struma nodosa non-toksik, sebagai berikut :1. Kosmetik (tiroidektomi subtotal)1. Eksisi nodulus tunggal (yang mungkin ganas)1. Struma multinodular yang berat1. Struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain1. Struma retrosternum yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur lain

BAB IIIRINGKASAN

Pada umumnya, penatalaksanaan adanya benjolan di leher adalah pembedahan. Namun, pembedahan dapat dilakukan jika memenuhi indikasi yang ada pada tiap penyakit atau jenis dari benjolan. Tata laksana konseravtif dapat diberikan sebelum dan atau sesudah pembedahan, tergantung macam dari pembedahan, begitu pula prognosisnya.

Daftar PustakaSoepardi EA, Iskandar N. Sistem aliran limfe leher dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala Leher. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2001. p. 137-42Adams GL, Boies LR, Higler PA. Anamnesis dan Pemeriksaan Kepala dan Leher dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC; 1997. p. 3,23Luhulima, JW. Collum dalam Anatomi Head and Neck. Makassar: Fakultas Kedokteran UH; 2002. p. 35-5, 42-3Pabst R, Putz R. Atlas Anatomi Manusia Sobbota. Jakarta: EGC; 2002.Sjamsuhidayat R, de Jong W. Leher dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2011.Alford BR. Core Curriculum Syllabus: Review of Antomy-The Neck. [Online].[cited 2007 Nov 7]; Available from: http//www.bcm.edu/oto/studs/anat/neck.htmlCummings CW, Frederickson JM, Harker LA, Krause CJ, Schuller DE. Surgical Anatomy dalam Otolaryngology-Head And Neck Surgery. 2nd ed. Maryland: Elseiver Mosby; 2000. p. 1531Sudoyo AR, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. p. 32-3Snell RS. Kepala dan Leher dalam Anatomi Klinik. 3rd ed. Jakarta: EGC; 1991. p 43-5Thompson J. Head and Neck Exam dalam A Practical Guide to Clinical Medicine. [Online]. 2006 Agust 30 [cited 2007 Nov 7]; Available from: http//medicine.ucsd.edu/clinicalmed/head.htmlIsselbacher KJ, Braunwald E, Wilson JD, Martin JB, Fauci AS, Kasper DL. Pembengkakan Kelenjar Limfe dan Limpa dalam Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 13th ed. Jakarta: EGC; 1999. p. 369-72Anonymous. This animation shows the flow of lymph through a lymph node [Online]. 1999 May 01 [cited 2007 Nov 7]; Available from: http//www.jdaross.cwc.net-lymphnode.htmlDelp MH, Manning RT. Pemeriksaan Kepala dan Leher dalam Major Diagnosis Fisik. 9th ed. Jakarta: EGC; 1999.Medscape. Head and Neck diagnostic Procedures. [Online]. 2006 [cited 2007 Nov 12]; Available from: http// www.medscape.com/viewarticle/521712/8.htmlKuhuwael F. Penuntun Pembelajaran Keterampilan Palpasi Kelenjar Limfe Leher dalam Buku Panduan Kerja Keterampilan Klinik Pemeriksaan Palpasi Kelenjar limfe. Makassar: Fakultas Kedokteran UH; 2006.Beissert M, Jenett M, Wetzler T, Hinterseher I, Kessler C, Hahn D. Enlarged Lymph Nodes of the Neck: Evaluation with Parallel Extended Field-of-View Sonographic Sequences. [Online]. 2000 [cited 2007 Nov 14]; Available from: http// www.jultrasoundmed.org/cgi/reprint/19/3/195.pdfAru Sudoyo dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi IV. Jakarta: IPD PressEfiaty Arsyad dkk. 2007. Buku Ajar THT Edisi 6. Jakarta: UI Presshttp://www.emedicine.medscape.com/oncology/ diakses pada pukul 7.30 22 December 2009Theopilus B. dkk. 2008. Buku Ajar Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi FK UnhasWan Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi. Jakarta: UI Press

50