BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II... · Kesetimbangan api akan ... Dalam gambar 2.2...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II... · Kesetimbangan api akan ... Dalam gambar 2.2...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Api dan Proses Pembakaran
Api yang timbul akibat proses pembakaran dimana terjadi oksidasi dan
reaksi kimia kompleks antara oksigen, bahan bakar, dan panas akan disertai
dengan munculnya asap dan gas sisa hasil pembakaran seperti karbon dioksida
dan air (Gottuk dkk., 2002). Sedangkan bahan bakar adalah semua zat yang dapat
melepaskan energi ketika dioksidasi. Bahan bakar dapat berbentuk fase padat, cair
dan gas. Oksigen, bahan bakar, sumber – sumber ignition, dan reaksi – reaksi
kimia yang terjadi merupakan elemen primer dari api. Kesetimbangan api akan
terganggu apabila salah satu dari elemen penting tersebut mulai tidak seimbang.
Gambar 2.1 Elemen segitiga api
Dari gambar 2.1 dapat dilihat bahwa nyala api sangat memerlukan oksigen
dan bahan bakar. Oleh sebab itu, api akan terus menyala sesuai dengan reaksi
oksidasi yang terjadi sampai bahan bakar habis. Komponen sebelum reaksi dalam
8
suatu reaksi pembakaran adalah reaktan (bahan bakar + oksidator) dan komponen
setelah reaksi pembakaran adalah produk pembakaran dan panas.
Pembakaran dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu pembakaran
jenis flaming dan smouldering. Jenis pembakaran smouldering merupakan bentuk
kebakaran yang terjadi tanpa adanya nyala api, pergerakannya lambat, dan
temperatur yang rendah disertai dengan perambatan panas ketika oksigen
mengenai permukaan bahan bakar pada fase kondensasi. Sedangkan jenis
pembakaran flaming merupakan pembakaran yang disertai dengan nyala api,
pergerakannya cepat, dan temperatur yang tinggi.
Pembakaran jenis flaming menghasilkan api yang merupakan sebuah
fenomena yang terjadi dalam fase gas. Bahan bakar dalam fase padat atau cair
harus terlebih dahulu mengalami perubahan fase menjadi fase gas untuk dapat
terbakar. Dalam gambar 2.2 terdapat beberapa mekanisme dari proses perubahan
wujud benda yang memiliki fase padat lalu berubah ke fase cair kemudian
menjadi fase gas.
Gambar 2.2 Proses perubahan bahan bakar padat menjadi uap
9
2.2 Pool Fire
Pool fire merupakan suatu pembakaran yang terjadi diatas kolam
horizontal yang bahan bakarnya berasal dari penguapan bahan bakar cair, dimana
momentum awalnya sangat rendah atau sama dengan nol. Nyala api dari pool fire
sangat tergantung pada besarnya luas permukaan bahan bakar (diameter pool fire).
Selain itu, nyala api juga bergantung pada banyaknya bahan bakar yang telah
mencapai titik mampu bakar yang tersedia dalam suatu pool fire. Dalam suatu
pool fire, aliran pada pembakaran bahan bakar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
(Drysdale, 2003) :
1. Untuk ukuran diameter pool fire kurang dari 0,03 m (D ˂ 0,03 m) maka
api akan laminar
2. Untuk ukuran diameter pool fire yang lebih dari 1 m (D > 1 m) maka api
akan turbulent
3. Apabila ukuran diameter pool fire berada pada nilai antara 0,03 m sampai
1 m (0,03 m ˂ D ˂ 1 m) maka aliran api akan berada pada transisi antara
aliran laminar dan aliran turbulent
Penyebaran panas secara radiasi akan mendominasi pada permukaan bahan bakar
dengan ukuran diameter pool fire yang besar. Sedangkan diameter pool fire yang
berukuran kecil akan didominasi oleh penyebaran panas pada permukaan bahan
bakar secara konveksi (Gottuk dkk., 2002)
Pool fire adalah api yang terbakar secara difusi dari penguapan cairan
bahan bakar dengan momentum bahan bakarnya yang sangat rendah. Api yang
terbakar dari bahan jenis ini sangat sulit dipadamkan dan dapat menimbulkan
10
dampak kerugian yang sangat besar. Pool fire termasuk ke dalam kelas kebakaran
B, dan untuk memadamkannya saat ini banyak digunakan bubuk kimia kering
(dry powder) yang biasanya banyak terkandung dalam APAR (fire exthinguiser).
Pemadaman jenis ini tidak dapat menggunakan media air, karena sifat air yang
tidak bisa larut dalam minyak, sehingga menyebabkan api bukannya menjadi
padam tapi malah menyebar. Karakteristik pool fire dapat dilihat pada laju
pembakaran bahan bakar, laju produksi kalor, tinggi nyala api dan temperatur
nyala.
2.2.1 Laju Pelepasan Massa Pembakaran dan Produksi Kalor Pool fire
Pada suatu pool fire, api yang dihasilkan dari proses pencampuran bahan
bakar dan oksigen dengan sumber panas yang cukup akan mempertahankan nyala
api apabila kesetimbangan elemen api tidak terganggu. Hal ini diakibatkan oleh
adanya penguapan dan terjadinya suatu reaksi kimia bahan bakar cair akibat panas
yang ditimbulkan oleh nyala api. Seperti yang terlihat pada Gambar 2.3, dimana
nyala api mempertahankan fase penguapan yang terjadi dan terjadi reaksi kimia
yang dapat menghasilkan material combustible dengan fase gas yang siap untuk
dibakar. Material combustible yang dihasilkan oleh reaksi kimia pada fase
penguapan bahan bakar akan mempertahankan nyala api
11
Gambar 2.3 Presentasi skematik dari pemukaan yang terbakar
Dalam suatu penyebaran nyala api seperti gambar diatas, laju pembakaran
akan sama dengan laju suplai gas combustible bahan bakar, dimana laju
pembakarannya ( ṁ” ) dapat ditulis secara umum dengan persamaan (Babrauska,
2002) :
Lv
QQm LF "" ...................................................................... (2.1)
Keterangan :
QF” : heat flux supplai dari api (kW/m2)
QL” : panas yang hilang atau heat flux dari permukaan bahan bakar
LV : panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan material combustible
dalam fase gas (kJ/kg) atau untuk bahan bakar cair yang merupakan
panas latent dari penguapan bahan bakar.
12
Babrauskas (2002) merumuskan suatu persamaan untuk mengetahui
besarnya heat release rate pada risiko api yang berasal dari pembakaran pool fire
dengan diameter lebih kecil dari 0.2 meter (D < 0.2 m) yaitu:
q = ∆hc ṁ”∞ (1 – e-KβD) x A .......................................................... (2.2)
Keterangan :
q : laju pelepasan panas(heat release rate) pool fire (kW)
Δhc : effective heat of combustion (kJ/kg)
ṁ ∞ : asymptotic mass burning rate for large fire diameter (kg/m2 s)
Kβ : empirical constant (konstanta ditunjukkan pada Tabel 2.2 untuk
beberapa jenis bahan bakar)
A : luas permukaan bahan bakar (m2)
Untuk besarnya mass burning rate pada suatu pool fire maka dapat digunakan
persamaan :
ṁ” = ṁ”∞ (1 – e(-KβD)) ........................................................... (2.3)
Keterangan :
ṁ” : mass burning rate pool fire (kgm-2s-1)
13
Tabel 2.1.
Pool burning themochemical dan Empirical Constant untuk berbagai jenis bahan bakar organik
Material Mass Loss
Rate ṁ”
(kg/m2-sec)
Heat of
Combustion ∆Hc eff
(kJ/kg)
Density
ρ
(kg/m3)
Empirical
Constant kβ
(m-1)
Cryogenics
Liquid H2
LNG (mostly CH4) LPG (mostly C3H8)
0.017
0.078 0.099
12,000
50,000 46,000
70
415 585
6.1
1.1 1.4
Alcohols
Methanol (CH3OH)
Ethanol (C2H5OH)
0.017
0.015
20,000
26,800
796
794
100 **
100 **
Simple Organic Fuels
Butane (C4H10)
Benzene (C6H6) Hexane (C6H14) Heptane (C7H16)
Xylene (C8H10) Acetone (C3H8O)
Dioxane (C4H8O2) Diethyl Ether (C4H10O)
0.078
0.085 0.074 0.101
0.090 0.041
0.018 0.085
45,700
40,100 44,700 44,600
40,800 25,600
26,200 34,200
573
674 650 675
870 791
1,035 714
2.7
2.7 1.9 1.1
1.4 1.9
5.4 0.7
Petroleum Products
Benzine
Gasoline Kerosene
JP-4 JP-5 Transformer Oil,hydrocarbon
Fuel Oil, heavy Crude Oil
0.048
0.055 0.039
0.051 0.054 0.039
0.035 0.022-0.0.045
44,700
43,700 43,200
43,500 43,000 46,400
39,700 42,500-42,700
740
740 820
760 810 760
940-1,000 830-880
3.6
2.1 3.5
3.6 1.6 0.7
1.7 2.5
Solids
Polimethylmethacrylate (C6H8O2)2
Polypropylene (C3H6)2 Polystyrene (C8H8)2
0.020
0.018 0.034
24,900
43,200 39,700
1,184
905 1,050
3.3
100 ** 100 **
Miscellaneous
5616 Silicon Transformer Fluid
0.005
28,100
960
100 **
14
2.2.2. Waktu Nyala Api
Laju pembakaran suatu bahan bakar bergantung pada bentuk dan senyawa
kimia pembentuk bahan bakar tersebut. Bentuk dari suatu bahan bakar akan
berpengaruh terhadap laju pembakaran. Faktor utama yang sangat penting adalah
luas permukaan bahan bakar terhadap rasio massa dari bahan bakar yaitu luasnya
permukaan bahan bakar yang dapat terbakar dibandingkan dengan massa total dari
bahan bakar.
Pengukuran terhadap waktu pembakaran merupakan suatu cara untuk
menentukan bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran dalam ruangan. Lamanya
waktu pembakaran dari suatu bahan bakar dalam ruangan dapat diperkirakan
dengan melihat banyaknya material yang mungkin terbakar dan udara dalam
ruangan yang terbakar. Ketika bahan bakar cair terbakar maka api akan
berkembang sesuai dengan laju pelepasan massa dan panas dari produk
pembakaran. Diameter pool fire yang merupakan luas permukaan bahan bakar
akan mempengaruhi laju pelepasan massa dari bahan bakar. Dalam suatu analisis
dimana dua buah bakar cair dengan volume dan jenis yang sama terbakar, bahan
bakar cair dengan permukaan diameter yang lebih kecil akan terbakar dalam
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan bahan bakar cair diameter yang lebih
besar. Massa dari material yang terbakar persatuan waktu dapat d iperkirakan
dengan menggunakan waktu pembakaran bahan bakar, dimana :
vD
Vtb
.
42
................................................................................. (2.4)
15
Keterangan :
V : volume bahan bakar cair (m3)
D : diameter pool fire (m)
v : laju pembakaran / regression rate (ms-1)
Bahan bakar cair yang terbakar dan bahan bakar yang dipakai dalam
proses pembakaran akan berkurang seiring dengan laju pembakaran (regression
rate) yang didefinisikan sebagai loss volumetric dari bahan bakar cair per satuan
luas area dalam satuan waktu seperti pada persamaan :
fuel
mv
................................................................... (2.5)
Keterangan :
ṁ” : mass burning rate pool (kgm-2s-1)
ρfuel : massa jenis bahan bakar (kgm-3)
2.2.3 Tinggi Nyala Api
Untuk mengetahui tinggi nyala api dari pool fire dapat menggunakan
rumus :
Hf = (0.235 Q2/5) – 1.02 D (Method Of Hesketad) .......... (2.6)
Keterangan :
Q : laju produksi kalor (KW)
D : diameter dari pool fire
2.3 Sistem Kabut Air (Water Mist Systems)
2.3.1 Pengertian Sistem Kabut Air
Isu paling penting dalam kebakaran adalah sumber air yang kadang sulit
diperoleh. Maka upaya untuk mengurangi jumlah air yang dibutuhkan adalah
16
dengan cara membuat air menjadi kabut. Sistem kabut air mempunyai prinsip
kerja seperti itu yaitu memanfaatkan air dengan cara membuat air tersebut
menjadi sangat halus. Semakin halus permukaan butiran air yang dihasilkan, akan
meningkatkan luas permukaan air. Jika luas permukaan air meningkat, maka air
akan sulit melakukan penetrasi ke dalam permukaan yang terbakar. Dengan kata
lain, kabut air akan mengambil kalor pembakaran tanpa membasahi material yang
terbakar. Ini membuat api dapat padam dan resiko letupan dapat dikurangi. Inilah
salah satu keunggulan sistem kabut air dibandingkan menggunakan sistem air
biasa. Sistem kabut air tidak membutuhkan bahan kimia tambahan, namun
membutuhkan tekanan yang besar untuk menghasilkan kabut air.
Sebuah sistem kabut air adalah air berbasis sistem pemadam kebakaran
otomatis. Kabut air adalah penyemprotan halus dengan 99 persen dari volume air
yang terkandung dalam tetesan air kurang dari satu milimeter (1.000 mikron)
dalam diameter (NFPA 750 standard). Air dibagi menjadi tetesan sangat halus
menciptakan luas permukaan lebih besar dari tetesan standar yang dipancarkan
dari sistem sprinkler. Air kabut tetesan sistem dapat 20 kali lebih kecil dan
memiliki luas permukaan 400 kali lebih besar dari tetesan air sistem sprinkler.
Sejumlah air akan berubah menjadi uap, atau biasa disebut sebagai panas laten
penguapan. Hal ini secara drastis dapat mengurangi tingkat pembakaran. Uap juga
akan menempati volume yang jauh lebih besar daripada jika tetesan itu dalam
bentuk cair. Uap juga akan menggusur oksigen dari zona api, sehingga satu
elemen penting dalam segitiga api akan bisa dihilangkan. Kabut air akan
membuang panas dari sumber bahan bakar bahkan setelah api telah dipadamkan.
17
Hal ini dapat mencegah api menyala kembali. Sistem ini juga menyerap panas
dan menyebarkan radiasi, mengurangi jumlah energi yang diproyeksikan ke bahan
bakar. Sistem kabut air juga dapat menyaring uap korosif dan beracun seperti
karbon monoksida yang dihasilkan oleh bahan-bahan seperti kayu, plastik, dan
cairan yang mudah terbakar.
Mawhinney dan Salomon (1997) mengklasifikasikan sistem water mist
berdasarkan distribusi yang disajikan dalam bentuk pembagian persen volume
comulatif yang membedakan antara droplet yang kasar dan halus. Dari gambar 2.4
menunjukkan bahwa, untuk semprotan kelas 1, dimana volume yang terkandung
dalam tetesan kurang dari 200 µm. Kelas 2 dan 3 didefenisikan dengan cara yang
sama. Dalam aplikasinya, kelas 1 dan kelas 2 cocok untuk pemadaman kebakaran
pada pool fire atau pemadaman api dimana percikan bahan bakar harus dihindari.
Gambar 2.4 Klasifikasi dari semprotan air berdasarkan ukuran distribusi dropplet
18
2.3.2 Mekanisme Pemadaman dari Sistem Kabut Air
Mekanisme utama dalam pemadaman nyala api dengan sistem kabut air :
1. Pendinginan fase gas
Air memiliki panas laten yang sangat besar (2270 kJ/kg).
Penguapan air memiliki spesifik panas yang paling tinggi diantara gas
yang ada di atmosfer. Penguapan air akan mengurangi temperatur udara
lingkungan. Apabila penguapan air terjadi dekat dengan nyala api maka
akan dapat mengganggu dinamika api. Pada bahan bakar padat dan cair,
hal ini merupakan suatu reaksi panas dari api yang disebabkan oleh
volatilasi bahan bakar. Pengurangan temperatur juga akan menyebabkan
pengurangan jelaga yang dihasilkan pada proses pembakaran.
2. Pengurangan oksigen dan pengurangan penguapan material
Pengurangan oksigen dapat terjadi secara lokal dan menyeluruh
pada suatu sistem. Pengurangan oksigen pada daerah lokal terjadi ketika
droplet air masuk ke dalam reaksi pembakaran. Uap yang dihasilkan oleh
droplet air akan mengganggu masuknya oksigen ke dalam suatu reaksi
pembakaran sehingga mengganggu kesetimbangan api.
3. Pendinginan permukaan bahan bakar
Droplet air yang masuk ke permukaan suatu bahan bakar padat
yang terbakar akan mendinginkan permukaan bahan bakar tersebut. Hal ini
mengurangi laju volatilasi bahan bakar dan menghalangi penyebaran api.
19
2.4 Nosel dan Sistem Injeksi
Nosel (atau atomisers) digunakan untuk memecah aliran kontinu cair
menjadi spray atau tetesan. Nosel banyak digunakan dalam berbagai aplikasi
seperti : injeksi bahan bakar pada mesin diesel, turbin gas dan roket,
penyemprotan tanaman, dan pendinginan permukaan cairan bahan bakar. Fungsi
dasar dari nosel adalah:
1. Pengendalian aliran dari liquid
2. Atomisasi liquid menjadi butiran
3. Penyebaran tetesan dalam pola tertentu
4. Meningkatkan luas permukaan dari liquid
5. Membangkitkan momentum hidrolik
Berbagai aplikasi dan fungsi yang luas telah memunculkan berbagai
desain untuk nosel sehingga tersedia secara komersial. Nosel harus mampu
menghasilkan semprotan dengan kualitas yang baik, disesuaikan dengan
kebutuhan dan bisa bekerja pada berbagai macam laju aliran flow rate. Nosel yang
biasanya digunakan salah satunya adalah jenis single fluid. Berbagai aplikasi dan
fungsi yang luas telah memunculkan berbagai desain untuk nosel sehingga
tersedia secara komersial. Dalam aplikasi seperti cat semprot, keseragaman dari
spray yang dihasilkan adalah hal yang terpenting, beda halnya dengan kebutuhan
spray untuk tanaman pertanian, ukuran tetesan kecil harus dihindari karena dapat
hanyut oleh angin. Sehingga perlu untuk mengetahui agar nosel mampu
menghasilkan semprotan dengan kualitas yang baik, disesuaikan dengan
20
kebutuhan dan bisa bekerja pada berbagai macam laju aliran flow rate (Santangelo
dkk., 2008)
Nosel yang biasanya digunakan salah satunya adalah jenis single fluid, di
mana energi kinetik dari fluida dimanfaatkan untuk breakup atau ada yang
menggunakan secondary fluid (udara biasanya dikompresi) untuk mempercepat
proses breakup. Umumnya proses breakup terjadi setelah liquid meninggalkan
nosel sebagai hasilnya terjadi aerodinamis drag atau ketidakstabilan
hidrodinamik. Peran nosel hanya untuk menghasilkan sebuah jet liquid dengan
turbulensi dan profil kecepatan untuk mencapai breakup sesuai dengan yang
diperlukan. Karakteristik spray yang dihasilkan oleh nosel tertentu bervariasi
tergantung tekanan operasi yang diberikan.
2.4.1 Jenis Nosel Berdasarkan Mekanisme Kerjanya
2.4.1.1 Nosel Single-Fluid
Single fluid dikenal juga sebagai simpleks atau jenis Hidrolik. Spray yang
dihasilkan dipengaruhi oleh tekanan air yang diberikan. Pada tekanan tinggi,
hubungan antara ukuran droplet dan tekanan akan menjadi lebih kompleks.
Biasanya terjadi penurunan diameter secara signifikan dengan meningkatnya
tekanan (De Stefano dkk., 2008)
21
Gambar 2.5. Jenis Nosel Single fluid
Beberapa jenis nosel untuk single fluid :
a) Hollow cone–single fluid: Tejadi gerakan berputar yang diinduksi
kedalam dalam liquid di dalam nosel yang memproduksi spray, di mana
sebagian besar tetesan terkonsentrasi di tepi luar.
b) Full cone–single fluid: Spray terdistribusi lebih homogen dimana tetesan
didistribusikan secara melingkar.
c) Flat spray–single fluid : Menghasilkan seperti lembar spray dengan
distribusi yang relatif seragam, yang sangat cocok digunakan untuk
melindungi peralatan dalam rongga sempit.
2.4.1.2 Nosel Twin Fluid
Twin-fluid mist nosel memproduksi kabut dengan dibantu oleh udara, juga
dikenal sebagai udara atomising, duplex atau nosel pneumatik. Biasanya nitrogen
dicampur dengan air pada bagian chamber sehingga menghasilkan kabut yang
22
lebih halus, yang kemudian dikeluarkan melalui outlet tunggal atau ganda. Yang
efektif pada twin-fluid adalah atomisasi bisa terjadi pada tekanan operasi yang
rendah (5-6 bar) jika dibandingkan dengan nosel jenis single fluid. Maka
umumnya ukuran dari droplet yang dihasilkan oleh twin-fluid lebih kecil atau
lebih halus, gambar 2.6 menunjukan contoh dari nosel twin fluid.
Gambar 2.6
Jenis Nosel Twin fluid
Dibawah ini digambarkan beberapa contoh nosel dan mekanisme kerjanya :
23
Gambar 2.7 Skema ilustrasi nosel untuk pemadam kebakaran
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peforma spray nosel (Mawhinney dkk.,
1997) :
a) Tekanan operasi : Tekanan yang digunakan pada saat melakukan
eksperimental, biasanya tekanan terukur yang ada pada pressure gauge.
24
b) Viskositas Fluida : Viskositas dinamik liquid yang menolak perubahan
bentuk atau susunan unsur-unsur pada saat aliran. Viskositas dari fluida
merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembentukan pola spray
dan, sudut spray dan kapasitas.
c) Temperatur fluida: Meskipun temperatur fluida tidak menyebabkan
perubahan lansung terhadap kinerja spray nosel, namun sering
mempengaruhi viskositas, permukaan ketegangan, dan gravitasi spesifik
sehingga parameter tersebut mempengaruhi kinerja terhadap spray nosel.
d) Tegangan Permukaan (Surface tension) : Permukaan liquid cenderung
dianggap memiliki pengaruh yang paling kecil, dalam hal ini, seperti
membran yang diberi tarikan. Setiap bagian dari permukaan liquid
memberikan ketegangan pada bagian yang berdekatan atau pada benda
lainnya yang berada dalam kontak liquid tersebut. Tegangan permukaan
yang lebih tinggi dapat mengurangi sudut spray, terutama pada hollow
cone dan flat fan spray.
2.5 Dasar-dasar dari Spray
Konsep injeksi liquid yang melewati lubang kecil pada phenomena
pembentukan spray terbukti merupakan proses yang sangat kompleks. Meskipun
analisis pembentukan spray memiliki disiplin ilmu sendiri, memahami beberapa
aspek fisiknya merupakan suatu pembelajaran yang berharga. Dalam pembahasan
ini akan dijelaskan tentang dasar-dasar spray secara umum, seperti kondisi
pembentukan spray, pembentukan tetesan dan kondisi pemisahan droplet. Namun
25
dalam penelitian ini akan dibahas lebih khusus pada spray untuk water mist yang
menggunakan air sebagai fluidanya.
2.5.1 Pembuatan Spray Droplet dan Distribusi Ukuran Droplet Air
Ada tiga cara untuk membuat spray droplet dalam suatu sistem kabut air,
yaitu :
1. Impingiment nosel
2. Twin fluid nosel
3. Pressure jet nosel
Dalam penelitian ini, cara yang akan digunakan untuk membentuk spray
droplet adalah dengan nosel pressure jet. Pembentukan spray droplet langsung
dari aliran turbulen jet melalui penyemprotan air (break up). Terdapat dua cara
utama dalam penyemprotan air (break-up) yaitu : bag break up dan stripping
break-up (Xiao dkk., 2011). Dalam bag break-up, satu droplet akan terpisah
menjadi dua atau lebih droplet baru dengan ukuran masing-masing droplet yang
hampir sama. Sedangkan dalam stripping break-up, droplet dengan ukuran kecil
akan terpisah dari permukaan droplet dengan ukuran yang lebih besar.
Terdapat empat cara untuk membuat spray droplet dari jet air, yaitu (Hart,
2005) :
1) Dengan cara Rayleigh rezim breakup : droplet air akan terbentuk jauh dari
ujung nosel dengan diameter droplet yang dihasilkan lebih besar daripada
diameter orifice nosel
26
Dengan cara First wind-induced break-up : suatu cara pembentukan droplet
air dimana droplet yang dibentuk memiliki ukuran yang hampir sama
dengan ukuran diameter orifice nosel
Dengan cara Second wind-induced break up : suatu cara pembentukan
droplet dimana droplet air terjadi dekat di bawah aliran sekitar nosel dan
diameter droplet yang dihasilkan lebih kecil daripada diameter orifice
nosel.
Dengan cara Atomization: pembentukan droplet air yang dimulai dari
orifice nosel tempat keluar droplet yang disebabkan oleh ukuran dan
tekanan yang diberikan pada air. Diameter droplet air yang dihasilkan lebih
kecil dibandingkan dengan diameter orifice nosel
Dibawah ini merupakan beberapa rezim atau kondisi pada proses breakup
Gambar 2.8
Pembentukan droplet air (a) Rayleigh break-up, (b) First wind-induce break up, (c) Second wind-induce break-up, (d) Atomisasi
27
Dalam suatu pembentukkan spray droplet, terdapat tiga kategori tekanan
yang digunakan, yaitu :
1. Low pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang
digunakan kurang atau sama dengan 12.5 bar (P ˂ 12.5 bar)
2. Medium pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang
digunakan antara 12.5 sampai dengan 35 bar (12.5 ˂ P ˂ 35 bar)
3. High pressure water mist system, dimana tekanan sistem yang
digunakan lebih besar atau sama dengan 35 bar (P > 35 bar)
2.6 Pemadaman api pada pool fire
2.6.1 Interaksi kabut air dengan pool fire dan karakteristik api
Karakteristik nyala api pool fire berbeda untuk jenis bahan bakar yang
berbeda. Oleh karena itu, model pool fire dipelajari untuk analisis karakteristik
api. Penelitian sebelumnya (Jones dkk., 1995; Liu dkk, 2000; Richard dkk, 2002)
menunjukkan bahwa, zona uap yang kaya bahan bakar berada pada dasar pool
fire. Xiao (2011) menggambarkan pool fire yang disederhanakan seperti model
seperti ditampilkan di Gambar 2.9. Uap bahan bakar akan terkonveksi ketika air
aliran jet kabut air mulai jatuh pada permukaan api. Uap bahan bakar akan tetap
terbakar dan terkonveksi ketika disemprot oleh jet kabut air, dan bisa
menyebabkan api membesar.
2.6.2 Interaksi antara kabut air dengan api
Aliran jet kabut air mulai berpengaruh pada api setelah dilakukan
penyemprotan, diawali dengan terjadinya penurunan ketinggian nyala api terlebih
dahulu. Kemudian kabut air akan mencapai inti uap bahan bakar dan membuat
28
bahan bakar uap terkonveksi. Seperti dalam penelitian W. W. Bannister dkk
(2001), pemadaman dengan kabut air untuk bahan bakar akan mempengaruhi titik
flash point. Oleh karena itu, uap bahan bakar akan terbakar seperti dalam proses
difusi dan membentuk api membesar seperti bola. Difusi uap bahan bakar yang
disebabkan oleh aliran jet kabut air merupakan faktor kunci untuk kabut air yang
menghasilkan bahan bakar uap difusi. Airan dari jet kabut air dengan momentum
yang cukup, akan mendorong uap bahan bakar keluar dari polanya, dan
menyebabkan api akan terekspansi.
Gambar 2.9.
Model pool fire sederhana
2.6.3. Interaksi antara kabut air dengan bahan bakar panas
Interaksi antara kabut air dan bahan bakar panas merupakan masalah yang
penting dan kompleks. Bannister dkk (2001) menyatakan bahwa efek azeotropik
dapat meningkatkan intensitas api dan berfungsi untuk mengekspansi api.
Aplikasi kabut air pada bahan bakar yang tidak larut dalam air akan menghasilkan
tingkat peningkatan penguapan bahan bakar, dan meningkatkan intens itas api.
Oleh karena itu, setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, campuran
29
dua cairan akan terbentuk. Sementara, campuran air dan bahan bakar akan
berkontribusi pada tekanan uap keseluruhan campuran. Artinya, tekanan uap total
Pm P0A P0
B . Dimana P0A mengacu pada tekanan uap jenuh air murni, dan
P0B mengacu pada tekanan uap jenuh bahan bakar. Cairan mendidih ketika
tekanan uap menjadi sama dengan tekanan eksternal (101,325 KPa). Oleh karena
itu, campuran dari cairan bercampur dan mendidih pada suhu lebih rendah dari
titik didih dari salah satu cairan murni. Tekanan uap gabungan akan mencapai
tekanan eksternal sebelum tekanan uap dari salah satu komponen individu dapat
mencapainya. Ini berarti bahwa campuran akan mendidih pada suhu yang kura ng
dari titik didih dari masing – masing cairan murni.
Dalam pool fire, campuran yang memiliki titik didih yang lebih rendah
terbentuk setelah kabut air mencapai permukaan bahan bakar, dan temperatur dari
permukaan cairan akan lebih tinggi dari titik didih campuran tersebut, kemudian
bahan bakar akan mendidih dan menjadi uap.
2.6.4 Momentum kabut air
Eksperimental mengungkapkan bahwa momentum dari kabut air sangat
berpengaruh terhadap efektifitas pamadaman api pool fire. Aliran jet kabut air
mencapai mencapai inti bahan bakar kaya uap dan mendorong uap bahan bakar
keluar dari polanya. Sangat penting untuk menyadari bahwa momentum kabut air
yang dibahas di sini adalah momentum kabut air di daerah inti bahan bakar yang
kaya uap. Di sisi lain, jika kecepatan awal kabut air sama, sementara jarak dari
nosel ke permukaan bahan bakar pendek, maka momentum kabut air akan
meningkat.
30
2.6.5 Mekanisme transport
Sebuah aspek penting dari perilaku kabut air yang tidak terkait dengan
mekanisme pemadaman adalah kemampuan transport dan tersebar melalui udara.
Untuk tetesan diameter kecil, besar drag aerodinamis relatif besar untuk gravitasi
dan inersia. Sebagai contoh, kecepatan terminal tetesan air kira-kira sebanding
dengan kuadrat diameter (lihat Gambar 2.10) dan karenanya jauh lebih rendah
untuk tetesan kabut (d=100 μm) daripada tetesan water mist dengan (d=1000 μm).
Hal ini memungkinkan kabut untuk tetap di udara untuk jangka waktu yang lama.
Selanjutnya pengaruh aliran udara jauh lebih berpengaruh pada tetesan yang kecil.
Hal ini memungkinkan arus konveksi membawa tetesan ke arah api dan membuat
turbulensi di udara menyebar pada seluruh volume.
Gambar 2.10. Kecepatan terminal untuk partikel sferis terisolasi di udara stasioner
31
2.7 Penelitian – penelitian sebelumnya
Beberapa penelitian - penelitian tentang sistem pemadaman kabut air yang
telah dilakukan sebelumnya, antara lain :
1. M. Windanarko Siamullah, dkk. melakukan penelitian pemadaman api tipe
premixed flame dengan kabut air yang memiliki ukuran droplet 40,21 µm,
53,33 µm, dan 69,93 µm. Hasil penelitian yang didapatkan adalah semakin
kecil ukuran droplet air maka semakin efektif untuk memadamkan api.
2. J.Qin, dkk. (2004) melakukan penelitian pemadaman api pada kebakaran
tumpahan minyak dengan sistem kabut air yang beroperasi pada tekanan
kerja 0,2 s/d 0,6 Mpa dalam sebuah cone calorimeter. Hasil yang didapat
adalah sistem ini efektif untuk memadamkan api
3. Z. Liu, dkk. (2005) melakukan penelitian pengunaan sistem kabut air
dengan discharge pressure 689 KPa dan 414 KPa untuk memadamkan
kebakaran pada kebakaran tumpahan minyak berjenis pool fire. Hasil yang
didapat adalah sistem kabut air sangat efektif untuk memadamkan
kebakaran jenis ini.
4. A. Jones, dkk. (1995), melakukan review beberapa penelitian pemadaman
api berbasis kabut air pada kebakaran listrik. Tekanan kerja yang
digunakan 2 s/d 100 bar. Hasil yang diperoleh adalah sistem ini cukup
efektif dan aman dalam pemadaman kebakaran peralatan listrik.
5. Zhigang Liu,dkk. (2007), melakukan penelitian untuk menguji keefektifan
sistem kabut air pada kebakaran pool fire. Discharge pressure yang
digunakan adalah 414 s/d 863 kPa dengan diameter droplet di bawah 250
32
µm. Hasil yang didapat adalah dengan diameter droplet yang lebih kecil
sistem menjadi makin efektif
6. Mawhinney, dkk. (1997), menguji keefektifan sistem kabut air dengan
menggunakan nosel tipe twin fluid untuk pemadaman api pool fire dengan
diameter droplet dibawah 100 µm dengan hasil yang cukup memuaskan.
7. Li Zheng, dkk (2011), menguji pemadaman kebakaran dengan
menggunakan eksplosive kabut air pada kebakaran hutan. Sistem ini juga
ternyata bermanfaat dalam memadamkan kebakaran hutan