BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdfdalam jangka waktu tertentu, ... keperawatan...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id. BAB II.pdfdalam jangka waktu tertentu, ... keperawatan...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beban Kerja
2.1.1 Pengertian Beban Kerja
Beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan
dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam memperkirakan beban kerja
dapat dilakukan berdasarkan perhitungan beban kerja (Peraturan
Pemerintah RI Nomor 97 tahun 2000). Beban kerja secara umum menurut
Groenewegen dan Hutten (1991) adalah keseluruhan waktu yang
digunakan dalam melakukan aktivitas atau kegiatan dalam kerja. Menurut
Finkler dan Koyner (2000), beban kerja diartikan sebagai volume kerja
dari suatu unit atau departemen. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa beban kerja adalah keseluruhan waktu yang digunakan
untuk melakukan kegiatan di suatu unit atau departemen. Sedangkan beban
kerja perawat menurut Hubber (2000) adalah pengukuran dari aktifitas
kerja perawat dan ketergantungan klien terhadap asuhan keperawatan.
Beban kerja perawat di rumah sakit terkait dengan dua fungsi variabel,
yaitu jumlah harian klien dan waktu asuhan keperawatan setiap klien per
hari (Kirby dan Wiczai, 1985; dalam Hubber, 2000).
9
Berdasarkan beberapa literatur diatas, telah banyak pula dilakukan
penelitian tentang beban kerja pada perawat di bangsal rawat inap antara
lain oleh Irwandy dan Astuti, yang menyatakan bahwa beban kerja yang
berlebihan yang dialami oleh perawat terjadi karena adanya tuntutan kerja
yang bervariasi dalam pekerjaan, selain itu adanya tugas tambahan lain
dan sering melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya, misalnya 78,8%
perawat melaksanakan tugas kebersihan, 63,6% melakukan tugas
administrasi dan lebih dari 90% melakukan tugas non keperawatan
(misalnya : menetapkan diagnose penyakit, membuat resep, mengambil
obat ke apotik dan melakukan tindakan pengobatan) dan hanya 50% yang
melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan fungsinya (Depkes &
UI, 2005).
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Beban Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya beban kerja seorang perawat
diruangan, antara lain sebagai berikut (Irwandy, 2007):
1. Perawat melakukan observasi secara terus menerus terhadap
perkembangan kondisi pasien selama shift berlangsung.
2. Jumlah pasien yang banyak pada saat shift membuat tindakan
keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat lebih banyak
sehingga perawat kurang puas dengan tindakan yang dilakukan.
3. Jumlah pasien yang tidak menentu setiap harinya, mempengaruhi
kinerja perawat.
10
4. Rasa takut dan khawatir yang muncul ketika perkembangan kondisi
pasien yang dirawat mengalami perubahan yang tidak diharapkan.
5. Banyaknya tindakan keperawatan langsung maupun tidak langsung
yang dilakukan perawat saat shift dan dikerjakan berulang setiap
harinya membuat perawat bosan.
6. Kondisi dan status medis pasien di unit perawatan berbeda-beda
sehingga rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan
keperawatan untuk setiap pasien membutuhkan waktu cukup lama,
yang mempengaruhi waktu jaga.
7. Jumlah pasien tidak sebanding dengan jumlah perawat yang berjaga di
ruangan mengakibatkan tugas yang dikerjakan berlebih.
8. Partner atau rekan kerja dalam satu tim tidak dapat membantu
pekerjaan saat shift dan bersikap acuh terhadap pekerjaan menjadikan
rekan perawat lainnya dalam satu tim merasa terbebani.
9. Caring kepada pasien kurang optimal dilakukan diakibatkan pekerjaan
yang dilakukan lebih banyak.
10. Waktu pendokumentasian berkurang, karena tugas keperawatan yang
berlebih sehingga hasil yang didokumentasikan sedikit dan tidak
lengkap.
11. Keluarga pasien yang melakukan complaint tentang kondisi pasien
11
12. Format dokumentasi yang berubah-ubah yang membuat pengerjaan
pendokumentasian semakin sulit
13. Fasilitas di ruangan yang tidak mendukung dari kegiatan keperawatan
yang dilakukan
Hal serupa juga disampaikan oleh Kusmiati (2003), yang menyatakan
bahwa yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien
yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan
untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien, serta banyaknya tugas
tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat
menganggu penampilan kerja dari perawat tersebut. Disamping tugas
tambahan, beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh
waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat
melebihi dari kapasitasnya, seperti banyaknya waktu lembur, akan
berdampak buruk bagi produktifitas perawat tersebut (Syaer, 2010).
2.1.3 Aspek-aspek Beban Kerja
Beban kerja (Irwandy, 2007) meliputi beban kerja fisik, psikologis/mental dan
waktu kerja.
a. Aspek fisik
Beban kerja fisik merupakan beban kerja yang timbul akibat aktivitas
fisik pekerja. Misalnya pada perawat, beban kerja fisik perawat
meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien ke
12
kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur
pasien, mendorong brankart pasien dan sebagainya
b. Aspek psikologis / Mental
Beban kerja mental (mental workload) merupakan beban kerja yang
timbul dan terlihat dari pekerjaan yang dilakukan, beban kerja mental
terbentuk secara kognitif (pikiran). Misalnya pada perawat, beban kerja
mental yang dialami perawat, diantaranya bekerja shift atau bergiliran,
melakukan pengecekan keadaan pasien setiap beberapa jam, hubungan
perawat dengan perawat dan membuat laporan asuhan keperawatan
pasien sesuai dengan ketentuan masing-masing Rumah Sakit.
c. Aspek waktu
Lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja,
yaitu sebagai alokasi penggunaan waktu guna peningkatan pelayanan
keperawatan terhadap pasien. Waktu kerja berkaitan dengan waktu yang
digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang
berlangsung setiap hari .
2.1.4 Dampak Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik
atau mental dan reaksi–reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu
sedikit di mana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan
menimbulkan kebosanan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-
13
hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan
kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan
pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress
kerja (Suyanto, 2008). Efek psikologis yang paling sederhana dan jelas dari
kelebihan beban kerja adalah stress kerja yang mengakibatkan menurunnya
motivasi kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. (Rusman,
2006).
2.2 Dokumentasi Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengertian Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan suatu bukti pelayanan
keperawatan profesional yang mencakup pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan dan evaluasi,
sehingga menggambarkan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan
(Hidayat, 2001). Dokumentasi asuhan keperawatan menjadi hal yang
penting sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari
perawat dalam menjalankan tugasnya hal ini sangat penting karena
menyangkut aspek legal tindakan keperawatan, perawat bertanggung
jawab dan bertanggung gugat dalam pencatatan asuhan keperawatan
yang telah diberikan dan juga untuk berkomunikasi dengan internal tim
perawat sendiri dan tim kesehatan lainnya (Asmadi, 2008).
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari miscommunication antar perawat.
Untuk itu, dalam suatu dokumentasi keperawatan harus terdapat catatan
14
yang jelas, lengkap, objektif, waktu harus tertulis dengan jelas (hari,
tanggal, bulan, tahun dan jam), dan ditandatangani oleh petugas kesehatan
yang melakuka interaksi terapeutik dengan klien (dokter, perawat atau
petugas lainnya) (Asmadi, 2008). Artinya intervensi keperawatan yang
diberikan kepada klien harus dihindarkan terjadinya kesalahan-kesalahan
(negligence) dengan melakukan pendekatan proses keperawatan dan
pendokumentasian yang akurat dan benar (Nursalam, 2009). Kelengkapan
pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan bagian dari kualitas
pelayanan keperawatan di rumah sakit.
2.2.2 Tujuan Pendokumentasian Keperawatan
Dokumentasi keperawatan yang lengkap adalah prasyarat dalam
melaksanakan perawatan yang baik dan untuk efesiensi dari kerjasama dan
komunikasi antar profesi kesehatan dalam pelayanan kesehatan
professional (Asmadi, 2008) dan tujuan pencatatan dokumentasi asuhan
keperawatan yakni :
a Mengidentifikasi status kesehatan klien (pasien) dalam rangka
mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan
asuhan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan.
b Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum, dan etika. Hal ini
juga menyediakan:
- Bukti kualitas asuhan keperawatan.
15
- Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban kepada
klien.
- Informasi terhadap perlindungan individu.
- Bukti aplikasi standar praktik keperawatan.
- Dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggungjawab etik dan
mempertahankan kerahasiaan informasi klien.
- Data perencanaan pelayanan kesehatan dimasa datang.
2.2.3 Manfaat Pendokumentasian Keperawatan
Manfaat dokumentasi asuhan keperawatan menurut Nursalam (2008),
dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut berikut :
a. Aspek hukum
Dokumentasi keperawatan yang dibuat merupakan aspek legal
didepan hukum. Dokumentasi merupakan bukti catatan dari tindakan
yang diberikan dan sebagai dasar untuk melindungi pasien, perawat
dan institusi.
b. Kualitas pelayanan, komunikasi
Melalui audit keperawatan dokumentasi keperawatan dijadikan alat
untuk mengukur dalam membandingkan antara tindakan yang
diberikan dengan standar yang dijadikan rujukan. Dengan demikian
dapat diketahui apakah dalam bekerja telah sesuai dengan standar
yang ditetapkan.
16
c. Keuangan
Dokumentasi yang baik dan teliti akan menjadi bukti bahwa tindakan
telah dilakukan oleh perawat dan dengan dokumentasi ini maka
besarnya jasa yang diberikan akan diberikan sesuai dengan aturan
yang ditetapkan ditempat masing-masing.
d. Pendidikan
Dokumentasi keperawatan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi
mahasiswa perawat dalam membuat asuhan keperawatan yang benar
sesuai dengan kondisi real pasien di lapangan.
e. Penelitian
Penelitian keperawatan dengan menggunakan data-data sekunder akan
sangat bergantung dengan kualitas dari dokumentasi keperawatan
yang dibuat.
2.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pendokumentasian
Baik tidaknya mutu dokumentasi proses keperawatan sangat dipengaruhi
oleh berikut ini:
a. Tingkat Pendidikan
Penyebab kurang baiknya dokumentasi asuhan keperawatan adalah
pengetahuan dan pemahaman perawat yang kurang, perawat lebih
memprioritaskan tindakan langsung dan kekurangan tenaga
keperawatan. Perawat dengan tingkat pendidikan yang berbeda
mempunyai kualitas dokumentasi yang dikerjakan berbeda pula
17
karena semakin tinggi tingkat pendidikannya maka kemampuan secara
kognitif dan keterampilan akan meningkat (Capenito, 2006).
b. Format Dokumentasi.
Menurut Capernito (2006) bahwa format dokumentasi masih banyak
ragamnya, dalam pencatatan perawat merasa rumit dan banyak
memakan waktu. Maka dalam pelaksanaan dokumentasi proses
keperawatan diperlukan sistem dokumentasi yang efisien,
komprehensif dapat mendokumentasikan lebih banyak data dalam
waktu yang lebih sedikit dan sesuai standar yang berlaku.
c. Waktu
Faktor waktu atau lama pelaksanaan pendokumentasian yang
dibutuhkan perawat mempunyai pengaruh yang signifikan. Waktu
pendokumentasian yang sedikit akan membuat perawat tidak
maksimal dalam mendokumentasikan kegiatan dan perkembangan
pasien saat shift, sehingga beberapa pendokumentasian yang hanya
diisikan secara sembarangan (Carpenito, 2006).
2.2.5 Hal-Hal Yang Diperhatikan Dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan
Menurut Asmadi, 2008 , terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan, sebagai berikut:
18
1. Isi
Informasi yang ditulis harus lengkap , akurat, jelas, mengandung fakta
(obyektif) dan tidak menggunakan istilah atau singkatan yang tidak
umum. Informasi mengenai klien dan tindakan yang diberikan harus
sesuai dengan kondisi pasien sesungguhnya.
2. Waktu
Dokumentasikan waktu setiap melakukan intervensi keperawatan. Up
to date, laporan yang terlambat merupakan suatu kelalaian yang serius
dan penyebab kelambatan dalam memberikan suatu tindakan.
Misalnya kesalahan dalam melaporkan penurunan tekanan darah dapat
memperlambat pemberian obat yang diperlukan. Pendokumentasian ini
mencakup :
- vital sign
- penatalaksanaan medis
- persiapan dilakukan diagnostic test dan pembedahan
- perubahan status
- waktu masuk, pindah, pulang atau kematian klien
- penatalaksanaan untuk perubahan status yang tiba-tiba.
3. Format
Gunakan format yang telah ada sesuai dengan kebijaksanaan institusi
pelayanan kesehatan
19
4. Kerahasiaan
Komunikasi yang rahasia adalah informasi yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain yang dipercaya dan merahasiakan bahwa
beberapa informasi itu tidak akan diungkapkan. Pasien mempunyai
hak untuk memastikan bahwa informasi yang ada dalam catatan
kesehatannya terjaga kerahasiaannya.
5. Akuntabilitas
Berikan nama dan tanda tangan setiap melakukan intervensi
keperawatan. jangan menggunakan penghapus atau tip-ex bila
melakukan kesalahan dalam penulisan.
Selain itu, menurut Potter and Perry, 2005, beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan adalah
sebagai berikut :
a. Jangan menghapus menggunakan tip-ex atau mencatat tulisan yang
salah ketika mencatat cara yang benar menggunakan garis pada tulisan
yang salah, kata salah lalu di paraf kemudian tulis catatan yang benar.
b. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien maupun
tenaga kesehatan lain. Karena bisa menunjukkan perilaku yang tidak
profesional atau asuhan keperawatan yang tidak bermutu.
c. Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis
diikuti kesalahan tindakan.
d. Catatan harus akurat teliti dan reliabel, pastikan apa yang ditulis adalah
fakta, jangan berspekulatif atau menulis perkiraan saja.
20
e. Jangan biarkan bagian kosong pada akhir catatan perawat, karena
dapat menambahkan informasi yang tidak benar pada bagian yang
kosong tadi, untuk itu buat garis horisontal sepanjang area yang
kosong dan bubuhkan tanda tangan dibawahnya.
f. Semua catatan harus bisa dibaca dan ditulis dengan tinta dan
menggunakan bahasa yang jelas.
g. Jika perawat mengatakan sesuatu instruksi, catat bahwa perawat
sedang mengklarifikasikan, karena jika perawat melakukan tindakan di
luar batas kewenangannya dapat di tuntut.
h. Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas informasi yang ditulisnya.
i. Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum (kurang spesifik) ,
karena informasi yang spesifik tentang kondisi klien atas kasus bisa
secara tidak sengaja terhapus jika informasi bersifat terlalu umum.
Oleh karena itu tulisan harus lengkap, singkat, padat dan obyektif.
j. Pastikan urutan kejadian dicatat dengan benar dan ditandatangani
setiap selesai menulis dokumentasi. Dengan demikian dokumentasi
keperawatan harus obyektif, konfrehensif, akurat dan menggambarkan
keadaan klien serta apa yang terjadi pada dirinya.
2.2.6 Tahapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Tahapan Dokumenatasi Asuhan Keperawatan (Asmadi, 2008) dimulai dari
perawat melakukan pengkajian lengkap tentang keadaan klien, dilanjutkan
dengan penentuan diagnosa keperawatan terhadap masalah yang dialami
21
klien, setelah itu dilanjutkan dengan membuat perencanaan mengenai
tindakan yang akan dilakukan untuk klien dan rasionalnya, kemudian
dilakukan implementasi terhadap perencanaan tindakan tersebut, dan
diakhiri dengan evaluasi dari kegiatan yang telah dilakukan. Berikut
penjelasan lengkap mengenai tahapan dokumentasi asuhan keperawatan :
a. Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada. Tahap pengkajian terdiri
dari pengumpulan data, validasi data dan identifikasi pola atau
masalah (Asmadi, 2008). Sedangkan menurut Nursalam (2009)
pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Tujuan dari pangkajian adalah menetapkan dasar tentang kebutuhan,
masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan,
tinjauan, nilai dan gaya hidup yang dilakukan klien (Potter, 2005).
Kriteria pengkajian meliputi:
- Pengumpulan data dilakukan secara anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
- Sumber data adalah klien, keluarga dan orang yang terkait, tim
kesehatan, rekam medis dan catatan lainnya.
22
b. Diagnosa Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan
merubah (Nursalam, 2009). Tujuan diagnosia keperawatan yaitu untuk
mengidentifikasi masalah dimana adanya respon klien terhadap status
kesehatan atau penyakit, faktor-faktor yang menunjang atau
menyebabkan suatu masalah, serta kemampuan klien untuk mencegah
atau menyelesaikan masalah (Nursalam, 2009). Dalam merumuskan
suatu diagnosa, terdapat tiga komponen yang merujuk pada hasil
analisa data, yaitu:
- Problem (masalah), adalah gambaran keadaan klien dimana
tindakan keperawatan dapat diberikan karena adanya kesenjangan
atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak
terjadi.
- Etiology (penyebab), adalah keadaan yang menunjukkan
penyebab terjadinya problem (masalah).
- Sign/symptom (tanda/ gejala), adalah ciri, tanda atau gejala
relevan yang muncul sebagai akibat adanya masalah.
23
c. Perencanaan Asuhan Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
pencegahan, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah
menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi (Nursalam, 2009). Tahap perencanaan memiliki
beberapa tujuan yaitu sebagai alat komunikasi antar sesama perawat,
meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien, serta
mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan
yang ingin dicapai. Berikut tahapan dalam pembuatan rencana
keperawatan :
1. Membuat Prioritas Urutan Diagnosis Keperawatan
Setelah menentukan diagnosis yang muncul pada klien,
selanjutnya dibuatkan urutan prioritas diagnosis tersebut dari
diagnosa skala prioritas tertinggi sampai prioritas terendah. Ini
dilakukan dengan mengurutkan diagnosis keperawatan yang
dianggap paling mengancam kehidupan (missal: Gangguan
bersihan jalan nafas) sampai diagnosis yang tidak terlalu
mengancam kehidupan. Cara lainnya yang dapat digunakan untuk
mengurutkan diagnosis keperawatan antara lain menurut
kebutuhan dasar Maslow yang terdiri dari lima tingkatan yaitu
kebutuhan fisiologis; kebutuhan keselamatan dan keamanan;
24
kebutuhan mencintai dan memiliki;kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri.
2. Merumuskan Tujuan
Setelah menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas,
selanjutnya perlu untuk menyusun atau merumuskan tujuan untuk
masing-masing diagnosis. Tujuan dirumuskan dengan
berpedoman pada NOC (Nursing Outcome Classification),
dengan melihat label dari diagnosa yang muncul. Dalam
merumuskan tujuan dari diagnosa yang muncul, disini juga perlu
ditentukan waktu yang dibutuhkan perawat dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
3. Merumuskan Intervensi Keperawatan
Setelah menyusun tujuan yang diharapkan untuk masing- masing
diagnose yang muncul, selanjutnya perlu untuk menyusun atau
merumuskan intervensi atau rencana tindakan yang akan
dilakukan. Intervensi Keperawatan berpedoman pada NIC
(Nursing Intervention Classification), dengan melihat label dari
diagnosa keperawatan yang muncul
d. Implementasi Asuhan Keperawatan
Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan
25
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien (Asmadi, 2008). Hal-hal yang perlu
didokumentasikan pada tahap implementasi :
- Mencatat waktu dan tanggal pelaksanaan.
- Mencatat diagnosa keperawatan nomor berapa yang dilakukan
intervensi tersebut.
- Mencatat semua jenis intervensi keperawatan termasuk hasilnya.
- Berikan tanda tangan dan nama jelas perawat satu tim kesehatan
yang telah melakukan intervensi.
e. Evaluasi Asuhan Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan
dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan menggandakan hubungan
dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan
yang diberikan (Asmadi, 2008). Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu
formatif dan sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses
keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, ini dilakukan setelah
selesai mengimplementasikan rencana keperawatan. Perumusan
evaluasi formatif meliputi empat komponen yang dikenal dengan
istilah SOAP yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif
26
(data hasil pemeriksaan), analisa data (pembandingan data dengan
teori), dan perencanaan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang
dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai
dilakukan, ini bertujuan untuk menilai dan memonitor kualitas asuhan
keperawatan yang telah diberikan. Metode yang digunakan untuk
mendapatkan hasil evaluasi dilakukan dengan wawancara pada akhir
layanan, menanyakan respon klien dan keluarga, dan mengadakan
pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi
yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu :
a. Tujuan Tercapai
Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang
telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian
Jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang
telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai
Jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada
kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
27
2.2.7 Skala Pengukuran Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan
Berdasarkan Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan, 2005), penilaian terhadap
kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilihat dari
beberapa aspek, yaitu:
a. Pengkajian
- Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian.
- Data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spiritual).
- Data dikaji sejak pasien masuk
b. Diagnosa
- Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah
dirumuskan.
- Diagnosa keperawatan mencerminkan PE (Problem Etiology)
/PES (Problem Etiology Symptom)
- Merumuskan diagnosa ke perawatan aktual/potensial.
c. Perencanaan
- Berdasarkan diagnosa keperawatan.
- Disusun menurut urutan prioritas.
- Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subyek,
perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria waktu.
- Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat
perintah, terinci dan jelas.
28
- Rencana tindakan menggambarkan kerja sama dengan tim
kesehatan lain.
d. Implementasi (Tindakan)
- Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan.
- Perawat mengobservasi respon klien terhadap tindakan
keperawatan.
- Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi.
- Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan
jelas.
e. Evaluasi
- Evaluasi mengacu pada tujuan.
- Hasil evaluasi dicatat.
Adapun cara penilaian penggunaan instrumen dalam penelitian ini adalah
bila aspek yang dinilai sesuai dengan Standar Asuhan keperawatan maka
diberi tanda “V” dan apabila aspek yang dinilai tidak sesuai dengan
Standar Asuhan keperawatan maka diberi tanda “O”. Analisis data
dilakukan secara manual yaitu berdasarkan skor atau hasil penjumlahan
jawaban nilai “V” yang didapat dengan perhitungan rumus sebagai
berikut:
Jumlah aspek yang dilakukan X 100
Total aspek yang diobservasi
29
Hasil akhir dari skor disajikan dalam bentuk tabel dan dihitung
presentasenya untuk masing-masing aspek sesuai kelengkapan
dokumentasi proses keperawatan pada rekam medik pasien dengan
ketentuan (Hartati, 2001) sebagai berikut :
1. Baik (93-100)
Bila terdapat beberapa komponen asuhan keperawatan yang telah ada
pada format (Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi dan
Evaluasi) terisi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2. Kurang (< 92 )
Bila terdapat komponen asuhan keperawatan yang telah ada pada
format (Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi dan
Evaluasi) belum terisi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2.3 Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Beban Kerja perawat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah
banyak dan bervariasinya kegiatan keperawatan yang harus dilakukan
selama shift berlangsung, tidak seimbangnya jumlah pasien yang dirawat
perhari dengan jumlah perawat yang ada dalam satu unit sehingga waktu
kerja yang dibutuhkan perawat lebih lama, hal ini akan berdampak pada
tingginya beban kerja. Beban kerja yang tinggi akibat banyaknya
pekerjaan yang harus dilakukan perawat selama shift, akan mengurangi
30
waktu perawat untuk melakukan pendokumentasian hasil kegiatan
keperawatannya, yang berdampak pada kurangnya kelengkapan
pendokumentasian keperawataannya (Gilles, 2000). Hal ini sejalan dengan
penelitian dari Putri Mastini (2013), “Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan
Beban Kerja Dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Irna Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar” yang
menunjukkan bahwa responden dengan beban kerja ringan kelengkapan
pendokumentasiannya 90,4% sesuai dengan ketentuan yang ada,
sedangkan responden degan beban kerja sedang kelengkapan
pendokumentasiannya 95,8% yang sesuai dengan ketentuan yang ada, dan
disimpulkan bahwa beban kerja berhubungan dengan kelengkapan
pendokumentasian asuhan keperawatan (P< 0,05).