BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

17
5 http://digilib.unimus.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. APPENDISITIS A.1. Definisi Appendisitis akut adalah peradangan dari appendiks yaitu organ seperti kantung yang tak berfungsi pada bagian inferior dari sekum dan merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen serta penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Appendisitis merupakan penyakit prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi. 10,11 Appendisitis perforasi adalah komplikasi utama dari appendisitis akut, dimana appendiks mengalami ruptur atau telah berlubang sehingga isi appendiks keluar menuju rongga peritoneum yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses. 5,10,11 A.2. Etiologi Etiologi dari appendisitis akut bersifat multifaktorial. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. diantaranya adalah : a. Peranan Lingkungan, Diet, dan Higiene Kebiasaan makan makanan rendah serat serta konstipasi berperan terhadap kejadian appendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Diet menjadi peranan utama pada pembentukan sifat feses yang mempengaruhi pembentukan fekalit. Diet tinggi serat menghasilkan konsistensi feses lebih lembek, sedangkan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi keras. Semuanya ini memudahkan timbulnya appendisitis. 5,10,11,12

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

5 http://digilib.unimus.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. APPENDISITIS

A.1. Definisi

Appendisitis akut adalah peradangan dari appendiks yaitu organ seperti

kantung yang tak berfungsi pada bagian inferior dari sekum dan merupakan

penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga

abdomen serta penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

Appendisitis merupakan penyakit prototipe yang berlanjut melalui

peradangan, obstruksi dan iskemia di dalam jangka waktu bervariasi.10,11

Appendisitis perforasi adalah komplikasi utama dari appendisitis akut,

dimana appendiks mengalami ruptur atau telah berlubang sehingga isi

appendiks keluar menuju rongga peritoneum yang dapat menyebabkan

peritonitis atau abses.5,10,11

A.2. Etiologi

Etiologi dari appendisitis akut bersifat multifaktorial. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya. diantaranya adalah :

a. Peranan Lingkungan, Diet, dan Higiene

Kebiasaan makan makanan rendah serat serta konstipasi berperan

terhadap kejadian appendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan

intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan

meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Diet menjadi peranan

utama pada pembentukan sifat feses yang mempengaruhi pembentukan

fekalit. Diet tinggi serat menghasilkan konsistensi feses lebih lembek,

sedangkan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi

keras. Semuanya ini memudahkan timbulnya appendisitis.5,10,11,12

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

6 http://digilib.unimus.ac.id

b. Peranan Obstruksi

Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam

appendisitis akut. Penyebab obstruksi antara lain timbunan fekalit,

hiperplasia jaringan limfoid, tumor appendiks, striktur, benda asing, dan

cacing askaris. Namun, penyebab paling sering adalah fekalit dan

hiperplasia jaringan limfoid. Fekalit adalah penyebab obstruksi lumen

appendiks pada 20% anak appendisitis. Fekalit terpadat pada 40% kasus

appendisitis akut, 65% pada appendisitis gangren dan 90% pada

appendisitis perforasi. Jaringan limfoid pada bagian submukosa

appendiks yang mengalami edema dan hipertrofi sebagai respon infeksi

virus di sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, dapat

menyebabkan obstruksi lumen appendiks. Megakolon congenital yaitu

obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen

appendiks merupakan salah satu alasan terjadinya appendisitis pada

neonatus.5,10,11,12

c. Peranan Flora Bakterial

Ditemukannya beragam bakteri aerob dan anaerob pada kasus

appendisitis menunjukkan bakteri yang terlibat dalam appendisitis sama

dengan penyakit kolon lainnya. Kultur bakteri dari cairan peritoneal

biasanya negatif pada tahap appendisitis akut tanpa komplikasi. Namun,

pada appendisitis supurativa, banyak ditemukan bakteri aerob terutama

Escherichia coli, dan saat gejala semakin berat banyak organisme seperti

Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan.

Sebagian besar penderita appendisitis gangrenosa atau perforasi banyak

ditemukan bakteri anaerob terutama Bacteroides fragilis. Penyebab lain

yang mungkin adalah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti

Entamuba histolitica dan benda asing mungkin tersangkut di appendiks

dalam jangka waktu lama tanpa menimbulkan gejala, namun dapat

menimbulkan risiko terjadinya perforasi.5,10,11,12

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

7 http://digilib.unimus.ac.id

A.3. Klasifikasi

Klasifikasi appendisitis berdasarkan perjalanan alaminya adalah :5

Appendisitis mukosa

Akut

Appendisitis flegmonosa

Appendisitis dengan nekrosis setempat

Appendisitis supurativa Perforasi

Appendisitis ganggrenosa

Gambar.2.1 Bagan klasifikasi appendisitis

A.4. Patogenesis dan Patofisiologi

Patogenesis dan patofisiologi appendisitis dapat dilihat dari perjalanan

penyakitnya, yaitu :

a. Appendisitis Mukosa

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Saat dalam keadaan

normal, lendir dicurahkan ke dalam lumen dan mengalir ke sekum.

Namun, karena obstruksi, sekresi mukosa akan terbendung, lalu

menyebabkan distensi lumen akut. Kemudian terjadi kenaikkan tekanan

intraluminer yang dapat mengganggu drainase limfe dan menekan

pembuluh darah. Keadaan tersebut menyebabkan mukosa appendiks

menjadi edema, resistensi selaput lendir berkurang, terjadi kongesti vena

dan iskemia arteri. Appendiks rentan mengalami iskemia karena

pembuluh darahnya merupakan end artery. Kondisi ini dapat

menimbulkan luka atau ulserasi mukosa appendiks yang mengundang

invasi bakteri dari usus besar dan menyebabkan proses radang akut yang

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

8 http://digilib.unimus.ac.id

disebut appendisitis mukosa, terjadi proses irreversibel meskipun faktor

obstruksi telah dihilangkan. 5,11-14

b. Appendisitis supuratif

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah menimbulkan trombosis

pembuluh darah appendiks dan memperberat iskemia serta edema.

Invasi bakteri terus terjadi ke dalam dinding appendiks menimbulkan

infeksi serosa. Selanjutnya, eksudasi netrofil pada dinding appendiks

semakin banyak sampai lapisan muskularis yang disebut appendisitis

akut flegmonosa, pada kondisi ini terdapat fokus-fokus purulen dan

nekrosis pada mukosa. Bertambah buruknya reaksi inflamasi

menyebabkan pembentukan abses pada dinding dan pus dalam lumen

serta terjadi ulserasi. Tahap ini lapisan serosa dilapisi oleh eksudat

fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal dan disebut appendisitis

supuratif akut.5,11-14

c. Appendisitis ganggrenosa

Kelanjutan dari reaksi diatas adalah pada appendiks terjadi hiperemi

berlebihan dan edema dengan tanda-tanda perdarahan dibawah lapisan

serosa, dari luar tampak eksudat bercampur fibrin dan mesoappendiks

yang membengkak. Iskemia dan nekrosis sepanjang dinding sampai

lapisan serosa akan semakin parah yang kemudian mengakibatkan

terjadinya infark. Infark pun terus berlanjut menjadi gangren warnanya

menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur, tahap ini disebut

appendisitis akut gangrenosa.5,11-14

d. Appendisitis perforasi

Tahap ini appendiks telah ruptur, pecah atau berlubang, dan pus

yang terdapat didalam lumen dapat keluar menyebar ke organ-organ lain

maupun di dalam fossa appendiks vermiformis yang dapat

mengakibatkan peritonitis. Pus yang tercurah ke rongga peritoneum

menyebabkan terjadinya peradangan peritoneum parietale.5,11-14

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

9 http://digilib.unimus.ac.id

A.5. Manifestasi klinis

Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis appendisitis tergambar dalam

bagan berikut:5

Tabel 2.1. Hubungan patofisiologi dan manifestasi klinis appendisitis

Kelainan Patologi Keluhan dan Tanda

Peradangan awal

Appendisitis Mukosa

Radang diseluruh ketebalan dinding

appendiks

Appendisitis komplit dan radang

peritoneum parietal appendiks

Radang alat/jaringan yang menempel

pada appendiks

Appendisitis gangrenosa

Perforasi

Pembungkusan

Tidak berhasil

Berhasil

Abses

Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin kolik

nyeri tekan kanan bawah (rangsangan autonomik)

nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan

muntah

rangsangan peritoneum local (somatik), nyeri pada

gerak aktif dan pasif, defans muskuler lokal

genitelia interna, ureter, m.psoas mayor, kantung

kemih, rectum

Demam sedang, takikardi, mulai toksik, leukositosis

Nyeri dan defans muskuler seluruh perut

demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik

masa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur

membaik

demam remiten, keadaan umum toksik, keluhan dan

tanda setempat

Sumber : Riwanto, Ign. Usus Halus, Appendiks, Kolon dan Rektum dalam

Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, editor R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong dan

John Pieter. Jakarta : EGC. 2004

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

10 http://digilib.unimus.ac.id

Terdapat beberapa gejala lain dari appendisitis yang dapat ditemukan. Gejala

tersebut dipengaruhi oleh letak appendiks ketika meradang, gejala tersebut

antara lain :5

a. Letak appendiks retrosekal retroperitoneal, atau di belakang sekum,

nyeri perut kanan bawah tidak terasa begitu jelas dan tidak ada tanda

rangsangan peritoneal. Rasa nyeri akan timbul saat melakukan gerakan

seperti bernapas dalam, batuk, mengedan dan berjalan yang disebabkan

karena kontraksi musculus psoas mayor yang menegang dari dorsal.

Appendiks yang dekat dengan uretra pada lokasi retrocaecal ini, dapat

menyebabkan frekuensi urinasi bertambah dan bahkan hematuria.5

b. Letak appendiks di rongga pelvis, kadang menimbulkan gejala seperti

gastroenteritis akut. Appendiks yang berada menempel atau di dekat

rektum, dapat menimbulkan gejala serta rangsang sigmoid, akan terjadi

peningkatan peristalsis, sehingga pengosongan rektum menjadi lebih

cepat dan berulang-ulang yang mengakibatkan diare. Bila appendiks

berada menempel atau di dekat kandung kemih, karena rangsangannya

dindingnya, dapat menyebabkan peningkatan frekuensi kemih.5

A.6. Penegakan diagnosis

A.6.1. Anamnesis

a. Nyeri perut

Gejala khas dari keluhan utama ini adalah, nyeri awal di perut

bagian tengah atau epigastrium dan intensitasnya meningkat

pada 24 jam pertama, berpindah dan menetap di kuadran kanan

bawah tepatnya di titik McBurney. Nyeri pertama kali

merupakan nyeri alih akibat inervasi visceral dari usus tengah

yang terjadi karena hiperperistaltik akibat obstruksi, hal ini dapat

terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral

dirasakan pada seluruh perut. Nyeri juga timbul karena kontraksi

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

11 http://digilib.unimus.ac.id

appendiks, distensi lumen appendiks ataupun karena tarikan

dinding appendiks meradang. Nyeri lokal di perut kanan bawah

disebabkan oleh peradangan sekitar 4-6 jam dan iritasi langsung

peritoneum parietalis akibat peradangan lanjut. Biasanya

penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat

somatik, lebih tajam, terlokalisir, dan lebih hebat bila batuk

ataupun berjalan kaki.7,11,12,13

b. Mual dan muntah

Muntah terjadi akibat rangsangan terhadap nervus vagus. Rasa

mual, muntah dan anoreksia terjadi pada 50-60 % kasus dan

terjadi setelah nyeri muncul. Hampir 75% penderita disertai

dengan muntah, namun jarang berlanjut menjadi berat dan

kebanyakan muntah hanya sekali atau dua kali. Muntah yang

berat mungkin menandakan onset awal peritonitis generalisata

akibat perforasi appendiks. Sebaliknya muntah jarang dijumpai

pada appendiks non perforasi.7,11,12,13

c. Obstipasi

Obstipasi biasanya terjadi karena penderita takut mengejan.

Keluhan obstipasi biasanya muncul sebelum rasa nyeri dan

beberapa penderita sebaliknya dapat mengalami diare.

Terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium,

tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan

obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa

mempermudah terjadinya perforasi. 7,11,12,13

d. Panas (infeksi akut)

Terkadang appendisitis juga disertai dengan demam derajat

rendah. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 37,2-38 oC, bila suhu

tubuh diatas 38 oC dapat menjadi pertanda perforasi.

12,13

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

12 http://digilib.unimus.ac.id

A.6.2. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi : Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil

bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada

inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung

sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.

Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses

appendikuler.7,12,13

b. Auskultasi : didapat peristaltik normal. Auskultasi tidak banyak

membantu dalam menegakkan diagnosis appendisitis, tetapi

kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi

peristaltik usus.7,12,13

c. Palpasi : di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda

peritonitis lokal, yaitu :7,12,13

1. Nyeri tekan di Mc. Burney : Nyeri tekan perut kanan bawah

merupakan kunci diagnosis dari appendisitis.

2. Nyeri lepas : Pada perut kanan bawah apabila ditekan akan

terasa nyeri, serta saat tekanan dilepas juga akan terasa nyeri

3. Defans muscular lokal : Defans muscular menunjukkan

adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak

retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada

nyeri pinggang.

4. Rovsing Sign : Pada penekanan perut kiri bawah akan

dirasakan nyeri pada perut kanan

5. Blumberg Sign : Apabila tekanan di perut kiri bawah

dilepaskan juga terasa nyeri pada perut kanan.

6. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas

dalam, berjalan, batuk, mengedan.

d. Perkusi : Saat dilakukan perkusi biasa pasien merasa nyeri.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

13 http://digilib.unimus.ac.id

e. Uji colok dubur : merupakan kunci diagnosis pada appendisitis

pelvika. Jika saat dilakukan colok dubur terasa nyeri,

kemungkinan appendiks yang meradang terletak didaerah

pelvis.7,12,13

f. Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat

hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul

kanan, kemudian paha kanan ditahan. Nyeri akan terasa bila

appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor.7,12,13

g. Uji obturator : dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi

panggul pada posisi terlentang, nyeri akan terasa bila appendiks

yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang

merupakan dinding panggul kecil. 7,12,13

A.6.3. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium.

Gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai

sebagai pedoman untuk appendisitis akut karena leukosit

merupakan marker inflamasi yang sensitif, 70-90% hasil

laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat.

Sensitivitas pemeriksaan ini diatas 76%. Umumnya, jumlah

leukosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mm3 dengan

pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil). Pada

penderita appendisitis akut dapat juga ditemukan jumlah leukosit

antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi atau

peritonitis jumlah leukosit antara 20.000-30.000/mm3.6 Namun

pendapat lain menyatakan jika angka leukosit lebih dari

18.000/mm3 saja maka sudah dapat terjadi perforasi dan

peritonitis, tetapi bila lebih dari 20.000/mm3 perlu dilakukan

reevaluasi diagnosis.6,7

Penelitian Ferguson tahun 2002

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

14 http://digilib.unimus.ac.id

menyatakan bila angka leukosit sudah diatas 15.000/mm3, maka

harus segera dilakukan apendektomi.8 Perbedaan pendapat-

pendapat tersebut menunjukkan bahwa belum ada batas pasti

angka leukosit yang dapat membedakan appendisitis akut dan

appendisitis perforasi. Penelitian Imam Sofii pada tahun 2009

didapatkan titik potong (cut off point) nilai leukosit 13.595/mm3

yang membedakan antara appendisitis akut dan perforasi pada

anak, dengan nilai sensitivitas 87,9%, spesifisitas 82,4%, dan

akurasi 84,9%.9 Walaupun banyak sumber memperlihatkan

perbedaan, hitung leukosit tetap sangat bermanfaat dalam

diagnosa appendisitis akut dikombinasi dengan pemeriksaan

riwayat sakit dan pemeriksaan fisik pasien.

Marker peradangan lain yang dapat digunakan dalam diagnosis

appendisitis akut adalah C-reactive protein (CRP). Nilai

senstifitas dan spesifisitas CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan

lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap rumah

sakit di daerah, tidak memerlukan waktu yang lama (5-10 menit),

dan murah. Appendiks yang mengalami peradangan akut dan

menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan

urinalisis ditemukan jumlah sel lekosit 10-15 sel tiap lapangan

pandang.11-13

b. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu dalam

diagnosa appendisitis akut. Mungkin terlihat adanya fekalit pada

abdomen kanan bawah sesuai dengan lokasi appendiks,

gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Bila sudah terjadi

perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara

bebas di bawah diafragma. Kalau sudah terjadi peritonitis yang

biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka akan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

15 http://digilib.unimus.ac.id

tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang

sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran

lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow.

Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada

beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level)

yang menunjukkan adanya obstruksi.21

A.6.4. Skor Alvarado

Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi

apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor

Alvarado. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang

didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium.

Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk

menilai derajat keparahan appendisitis.13

Tabel 2.2. Skor Alvarado

Gejala dan Tanda Skor

Nyeri berpindah

Anoreksia

Mual-muntah

Nyeri fossa iliaka kanan

Nyeri lepas

Peningkatan suhu > 37,50C

Jumlah leukosit > 10x103/L

Jumlah neutrofil > 75%

1

1

1

2

1

1

2

1

Total skor: 10

Sumber : Mike Hardin Jr. Acute Appendicitis: Review And Update.

American Family Physician Volume 60, 1 November 1999

Keterangan :

a) Dinyatakan appendisitis akut bila > 7 point

b) Modified Alvarado score :

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

16 http://digilib.unimus.ac.id

2 – 4 dipertimbangkan appendisitis akut (observasi)

5 – 6 possible appendicitis tidak perlu operasi (antibiotik)

7 – 9 appendisitis akut perlu pembedahan (operasi)

A.7. Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan

satu-satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Apendektomi bisa

dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila

apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli

bedah. Appendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak diperlukan pemberian

antibiotik, kecuali pada appendisitis gangrenosa atau appendisitis perforasi

Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat

mengakibatkan abses atau perforasi. Appendisitis perforasi perlu dilakukan

laparotomi dengan insisi panjang supaya dapat dilakukan pencucian rongga

peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin dengan mudah, begitu pula

untuk pembersihan kantong nanah. Penderita dengan diagnosa tidak jelas

sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium

dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat

keraguan. Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada

kasus meragukan dapat membantu menentukan akan dilakukan operasi atau

tidak.5

B. Leukosit

B.1. Definisi

Leukosit atau sel darah putih adalah sel darah yang mengandung inti.

Jumlah leukosit dipengaruhi oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal

dan lain-lain. Bayi baru lahir jumlah leukositnya tinggi, sekitar 10000-

30000/mm3. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam yaitu antara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

17 http://digilib.unimus.ac.id

13000-38000/mm3. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan

pada umur 21 tahun dengan jumlah leukosit berkisar antara 4500-

11000/mm3. Saat keadaan normal jumlah leukosit pada orang dewasa

berkisar antara 5000-10000/mm3. Jumlah leukosit meningkat setelah

melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari

11.000/mm3.15,26

B.2. Peranan leukosit

Leukosit adalah unit pertahanan tubuh yang mobile, sebagian dibentuk

dalam sumsum tulang (granulosit, monosit, dan sedikit limfosit) dan

sebagian lagi dalam jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Sel-sel

kemudian diangkut mengikuti aliran darah. Sebagian besar leukosit

ditransportasikan khusus pada daerah yang meradang untuk menyediakan

pertahanan terhadap agen-agen infeksius. Granulosit dan monosit

mempunyai kemampuan khusus mencari dan merusak setiap benda asing

yang menyerang. Dalam keadaan normal, pada sumsum tulang terdapat

berbagai leukosit imatur dan matur yang disimpan sebagai cadangan untuk

dilepas dalam sirkulasi darah. Jumlah tiap jenis leukosit dalam sirkulasi

darah perifer sangat terbatas namun dapat berubah sesuai kebutuhan.16,17

B.3. Jenis-jenis leukosit

Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular.

Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan

intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular

mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan

setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang

memperlihatkan banyak variasi dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit

agranular yaitu; limfosit yang terdiri dari sel-sel kecil dengan sitoplasma

sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

18 http://digilib.unimus.ac.id

mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit granular

yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil).15

Gambar 2.2. Jenis-Jenis Leukosit

B.3.1 Golongan granural

a. Neutrofil Polimorfonuklear

Jam-jam pertama peradangan, neutrofil pertama kali muncul

dalam jumlah besar di dalam eksudat dan mendanakan adanya

infeksi akut. Inti sel ini mempunyai lobus tidak teratur atau

polimorf. Sel-sel ini memerlukan waktu 2 minggu untuk

berkembang lengkap. Kira-kira terdapat neutrofil 5000/mm3

darah yang ada di dalam sirkulasi pada setiap waktu, dengan 100

kali jumlah ini tertahan di dalam sum-sum tulang sebagai

cadangan dalam bentuk sel-sel matur, siap dilepas jika ada

sinyal. Jika sel-sel ini dilepas kedalam sirkulasi darah, waktu

paruhnya sekitar 6 jam. PMN mampu bergerak aktif seperti

amuba dan mampu menelan berbagai zat melalui suatu proses

yang disebut fagositosis.17,18

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

19 http://digilib.unimus.ac.id

b. Eosinofil Polimorfonuklear

Sel ini hampir sama dengan neutrofil kecuali granula

sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap

karena mengandung protein basa dan jarang terdapat lebih dari

tiga lobus inti. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil

lebih lama daripada neutrofil. Eosinofil berespons terhadap

stimulus kemotaktik khas tertentu yang timbul selama reaksi

alergik dan eosinofil mengandung zat-zat yang toksik terhadap

parasit tertentu dan zat-zat yang memediasi reaksi peradangan

seperti pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan.

Selain itu, eosinofil cenderung berkumpul dalam konsentrasi

yang signifikan di tempat infestasi parasit dan reaksi-reaksi

alergik.17,18

c. Basofil Polimorkonuklear

Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi

normal. Jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Basofil

memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan

mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil

menjadi “mast cells”. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan

IgG dan degranulasinya dikaitan dengan pelepasan histamin.

Fungsinya berperan dalam respon alergi. Basofil darah dan sel

mast jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan

granulanya ke lingkungan sekelilingnya pada berbagai keadaan

cidera, termasuk baik reaksi imunologik maupun reaksi

nonspesifik. Sel-sel mast merupakan sumber utama histamin

pada awal reaksi peradangan akut.17,18

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

20 http://digilib.unimus.ac.id

B.3.2. Golongan agranular

a. Monosit dan Makrofag

Monosit juga berasal dari sumsum tulang, tetapi siklus

hidupnya 3 sampai 4 kali lebih lama daripada granulosit. Sel

yang sama di dalam sirkulasi darah disebut makrofag. Makrofag

merupakan sel yang bergerak aktif yang berespons terhadap

rangsang kemotaktik, yang secara aktif bersifat fagositik aktif,

dan mampu membunuh serta mencerna berbagai agen.17,18

b. Limfosit

Kira-kira 10% limfosit yang beredar merupakan sel yang

lebih besar dengan banyak sitoplasma dan mengandung sedikit

granula azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya

dirangsang oleh antigen, misalnya virus atau protein asing.

Limfosit umumnya terdapat di dalam eksudat dalam jumlah yang

sangat sedikit hingga waktu yang cukup lama, yaitu sampai

reaksi-reaksi peradangan menjadi kronis. Karena fungsi-fungsi

limfosit yang diketahui semuanya berada dalam imunologik.17,18

Tabel 2.3. Nilai Normal Komponen Sel Darah Putih.

Jenis Leukosit Sel /mm3 (rata-rata) Kisaran Nilai Normal (mm

3) (%)

Leukosit total 9000 4000-11000

Granular :

Neutrofil

Eusinofil

Basofil

5400

275

35

3000-6000

150-300

0-100

50-75

1-4

0,4

Agranular :

Limfosit

Monosit

2750

540

1500-4000

300-600

20-40

2-8

Sumber : Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22.

Jakarta : EGC. 2000.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/128/jtptunimus-gdl-marisah2a0... · Rovsing Sign: Pada penekanan ... Uji psoas : dilakukan dengan rangsangan

21 http://digilib.unimus.ac.id

C. Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep

Angka Leukosit

Appendisitis akut

Appendisitis perforasi

Peran

Lingkungan, Diet,

dan Higiene

(Pola makan,

konstipasi,

pembentukan

feses dan fekalit)

Peran Flora

Bakterial

( E.Colli, Proteus,

Klebsiella,

Streptococcus,

Pseudomonas,

Bakteroides Fragilis,

dll )

Peran Obstruksi

(Timbunan fekalit,

hyperplasia jaringan

limfoid, tumor

appendiks, striktur,

benda asing, cacing

askaris, dll)

Bendungan Cairan Sekresi Appendiks

Peningkatan Tekanan Intraluminer dan Iskemia Arteri Appendiks

Inflamasi Appendiks

Nyeri Epigastrium /

Mc Burney / seluruh

perut

Peningkatan

Leukosit

(dan neutrofil)

Umur

Aktifitas fisk

Penyimpangan

keadaan basal

Appendisitis

akut

Appendisitis

perforasi

Laparotomi

Apendektomi

Apendektomi