BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA …

20
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK A. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tanpa memberikan penjelasan mengenai yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” atau “ een gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum” yang sudah tentu tidak tepat. Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana 1 . Dalam rumusan ini bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut. Moeljatno 2 tidak menggunakan istilah tindak pidana, tetapi menggunakan kata “perbuatan pidana”. Kata perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu suatu pengertian yang menunjuk pada 2 (dua) kejadian yang konkret yaitu 1. adanya kejadian yang tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang 2. adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu. Hazewinkel Suringa, telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari strafbaar feit” sebagai “ suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan 1 Suharto, Hukum Pidana Materil, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 28 2 Suharto, Op Cit, hlm 29. repository.unisba.ac.id

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA …

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK

A. Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan

“tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tanpa memberikan penjelasan

mengenai yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut.

Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu

kenyataan” atau “ een gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat

dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan “sebagian

dari suatu kenyataan yang dapat dihukum” yang sudah tentu tidak tepat.

Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum

yang diancam dengan sanksi pidana1. Dalam rumusan ini bahwa yang tidak boleh dilakukan

adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana

bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut.

Moeljatno2 tidak menggunakan istilah tindak pidana, tetapi menggunakan kata

“perbuatan pidana”. Kata perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu

suatu pengertian yang menunjuk pada 2 (dua) kejadian yang konkret yaitu

1. adanya kejadian yang tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang

2. adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.

Hazewinkel Suringa, telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari

“strafbaar feit” sebagai “ suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di

dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan

1 Suharto, Hukum Pidana Materil, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 28 2 Suharto, Op Cit, hlm 29.

repository.unisba.ac.id

17

oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat

di dalamnya3.

Menurut Pompe, perkataan “srafbaar feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan

sebagai “suatu pelanggaran norma” (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja

ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan

hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan

terjaminnya kepentingan umum” atau sebagai “de normovertreding” (verstoring der

rechtsorde), waaraan de overtreder schuld beeft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de

bandhaving der rechts orde en de bebartiging van het algemen welzijn”4.

Secara teoritis, strafbaar feit itu haruslah diartikan sebagai suatu “pelanggaran

norma” atau normovertreding (gangguan terhadap tertib hukum), yang dapat dipersalahkan

kepada pelanggaran, sehingga perlu adanya penghukuman demi terpeliharanya tertib hukum

dan dijaminnya kepentingan umum. Yang dimaksudkan dengan normovertreding adalah suatu

sikap atau perilaku atau gedraging, yang dilihat dari penampilannya dari luar adalah

bertentangan dengan hukum, jadi ia bersifat onrechtmatig, wederrechtelijk atau melanggar

hukum, dan antara sikap atau perilaku itu terdapat suatu hubungan yang demikian rupa dengan

si pelanggar, sehingga ia dapat dipersalahkan karena pelanggaran hukum tersebut, atau dengan

perkataan lain ia telah bersalah karenanya. Strafbaar feit merupakan suatu sikap atau perilaku

yang mempunyai tiga macam sifat yang bersifat umum, yaitu bersifat melawan hukum, dapat

dipersalahkan kepada si pelaku dan bersifat dapat dihukum5.

Dikatakan selanjutnya oleh POMPE, bahwa menurut hukum positif kita, suatu

strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu

rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum6.

3 Lamintang, Op Cit hlm 8. 4 Lamintang, Ibid hlm 173. 5 Lamintang, Op Cit, hlm 6 6 Idem

repository.unisba.ac.id

18

Perbedaan antara teori dengan hukum positif itu sebenarnya hanya bersifat semu.

Yang terpenting bagi teori itu adalah, bahwa tidak seorang pun dapat dihukum kecuali apabila

tindakannya itu memang benar-benar bersifat melanggar hukum dan telah dilakukan

berdasarkan sesuatu bentuk schuld, yakni dengan sengaja ataupun tidak sengaja, sedang hukum

positif kita tidak mengenal adanya suatu schuld tanpa adanya suatu wederrechtelijkheid.

Dengan demikian sesuailah apabila pendapat menurut teori dan pendapat menurut hukum

positif disatukan di dalam suatu teori yang berbunyi geen straf zonder schuld atau “tidak ada

sesuatu hukuman dapat dijatuhkan terhadap seseorang tanpa adanya kesengajaan ataupun

ketidaksengajaan”, yang berlaku baik bagi teori maupun bagi hukum positif7.

Menurut hukum positif, suatu strafbaar feit itu adalah suatu feit, yang di dalam suatu

ketentuan undang-undang telah dirumuskan sebagai dapat dihukum. Definisi ini nampaknya

seperti suatu taulogi, yang sesungguhnya adalah tidak demikian. Bahwa rumusan tersebut

haruslah terdapat di dalam undang-undang itu sendiri ataupun berdasarkan undang-undang

(pasal 1 ayat (1) KUHP)8.

Kesimpulannya bahwa untuk menjatuhkan sesuatu hukuman itu adalah tidak cukup

apabila di situ hanya terdapat suatu strafbaar feit melainkan harus juga ada suatu strafbaar

persoon atau seseorang yang dapat dihukum, di mana orang tersebut tidak bersifat

wederrechtelijk dan telah ia lakukan baik dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja.

Simons, telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai suatu “tindakan melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang

dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan

sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum”9.

7 Lamintang, Op Cit, hlm 174 8 Lamintang, Loc Cit 9 Lamintang, Op Cit hlm. 176

repository.unisba.ac.id

19

Menurut Profesor Simons, sifat melawan hukum itu timbul dengan sendirinya dari

kenyataan, bahwa tindakan tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu peraturan dari

undang-undang, hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan merupakan suatu unsur dari delik

yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur-unsur yang lain10.

Simons, misalnya memberi batasan, bahwa “tindak pidana” adalah suatu tindakan

yang diancam dengan pidana oleh undang-undang bertentangan dengan hukum, dilakukan

dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (Wij kunnen het gezegde

samenvatten “strafbaar feit” omschrijven als eene strafbaar gestelde onrechtmatige

(wederrechtelijke) met schuld in verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar

persoon)11.

Van der Hoeven tidak setuju apabila perkataan srafbaar feit itu harus diterjemahkan

dengan perkataan perbuatan yang dapat dihukum, oleh karena dari bunyinya pasal 10 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dapat dihukum

itu hanyalah manusia dan bukan perbuatan12.

Orang dapat dipidana selain karena melakukan tindak pidana masih diperlukan

adanya kesalahan. Dirasakan sebagai hal yang bertentangan dengan rasa keadilan, jika orang

yang tidak bersalah dijatuhi pidana.

Dalam pembaharuan hukum pidana pengertian tindak pidana mengalami

penambahan ketentuan hukum yang sudah ada, dapat dilihat dalam pasal 11 RUU KUHP tahun

2004, yang berbunyi :

“(1) Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang

oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang

dilarang dan diancam dengan pidana

10 Idem 11 Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1989,

hlm. 122. 12 Lamintang, Op Cit hlm. 182.

repository.unisba.ac.id

20

(2) Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang

dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat

melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat

(3) Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada

alasan pembenar”.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa antara kesalahan dan tindak pidana ada hubungan

erat, kesalahan tidak dapat dimengerti tanpa adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum.

Dengan perkataan lain orang dapat melakukan tindak pidana tanpa mempunyai kesalahan jika

tidak melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum.

B. Pengertian Tindak Pidana Pajak.

Mr. R. Hattink memberi arti luas kepada fiscal staftrecht. Fiskal dalam arti luas

bertalian dengan keuangan negara. Dari itu segala sesuatu yamg bertalian dengan keuangan

negara termasuk pengertian fiskal dan tindak pidana yang ada hubungannya dengan keuangan

negara seperti yang bertalian dengan retribusi dengan persewaan negara, bertalian dengan

penerimaan negara termasuk Tindak Pidana Fiskal dalam arti luas.13

Sumber hukum tindak pidana fiskal (vindbronnen) terdapat dalam berbagai Undang-

Undang, yaitu :

a. Dalam Undang-Undang Pajak

b. Dalam KUHP.

Tidak semua perbuatan/tindak pidana yang dilakukan dalam bidang perpajakan diatur

dalam Undang-Undang Pajak, tetapi ada juga tindak pidana yang dilakukan dalam perpajakan

yang diancam dengan pidana dalam KUHP.14

13 Rachmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Op Cit, hlm 43. 14 Rachmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Op Cit, hlm 44.

repository.unisba.ac.id

21

Tindak pidana di bidang pajak dapat dibedakan dalam :

a. Pelanggaran

b. Kejahatan

Pelanggaran ialah tindak pidana yang terjadi tidak dengan sengaja atau terjadi karena

kealpaan atau kekhilafan seperti karena kealpaan tidak menyampaikan surat

pemberitahuan (SPT) akan tetapi karena kealpaan sehingga isinya tidak benar atau tidak

lengkap.15

Sanksi yang diancam terhadap pelanggaran di bidang pajak lebih ringan daripada

kejahatan. Untuk pelanggaran seperti yang disebut diatas dikenakan sanksi pidana kurungan

paling lama satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang

terutang.16

Kejahatan ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Wajib pajak tahu bahwa

perbuatannya itu tidak sesuai bahkan bertentangan dengan Undang-Undang tetapi tetap

dilakukan dengan maksud upaya membayar pajak lebih ringan atau untuk memperoleh

keuntungan bagi dirinya, yang merugikan negara.

Perbuatan-perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan dalam hukum pajak

adalah :

1. Dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib

Pajak NPWP atau menggunakan NPWP tanpa hak untuk maksud-maksud tertentu;

2. Dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan, sedangkan ia tahu bahwa surat

pemberitahuan harus dikembalikan kepada Kantor Inspeksi Pajak yang bersangkutan

setelah diisi sebagaimana mestinya dan ditandatangani;

15 Bohari, Loc Cit. 16 Bohari, Loc Cit.

repository.unisba.ac.id

22

3. Dengan segaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan dengan mengisi secara tidak

benar atau tidak lengkap dengan mendapatkan keuntungan dari itu;

4. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan atau dokumen yang palsu atau

dipalsukan dan dengan perbuatan itu mengetahui petugas pajak;

5. Dengan sengaja tidak memperlihatkan dan/atau tidak mau meminjamkan pembukuan,

catatan dan dokumen yang diperlihatkan oleh petugas pajak untuk menentukan jumlah

pajak yang terutang sebenarnya;

6. Dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut bagi orang

atau badan yang ditunjuk bagi orang atau badan yang ditunjuk oleh Undang-Undang

Pajak, seperti ketentuan pasal 21, 22, 23 dan 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan .17

Kejahatan tersebut di atas diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama enam

tahun dan/atau denda paling tinggi empat kali jumlah pajak yang terutang. Kata “dan/atau”

berarti bahwa Hakim mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi kumulatif, artinya di

samping sanksi penjara atau kurungan masih dapat juga dijatuhi hukuman denda, dengan

mengingat batas maksimum yang ditentukan dalam Undang-Undang. Denda pidana berbeda

dengan denda administratif. Denda administratif dijatuhkan oleh administrasi pajak,

sedangkan denda denda pidana adalah wewenang Hukum Pidana. Wajib pajak yang dikenakan

denda pidana oleh Hakim Pidana, masih terbuka kemungkinan untuk dikenakan denda

administrasi oleh administrasi pajak. Namun ini adalah wewenang Menteri Keuangan apakah

masih perlu atau tidak, Menteri Keuangan yang wewenangnya dilimpahkan kepada Direktorat

Jendral Pajak dapat menganggap lebih bijaksana untuk tidak mengenakan denda administrasi

dengan alasan bahwa wajib pajak sudah dipidana.18

17 Bohari, Loc Cit. 18 Bohari, Loc Cit.

repository.unisba.ac.id

23

Ancaman sanksi pidana untuk tindak pidana kejahatan yang dilakukan dalam bidang

perpajakan dilipat dua kali (200%) apabila wajib pajak melakukan lagi tindak pidana di bidang

perpajakan sebelum lewat waktu satu tahun terhitung sejak waktu pajak selesai menjalani

pidana penjara. 19

Tindak pidana di bidang perpajakan mempunyai masa daluwarsa, jika telah lampau

waktu sepuluh tahun dihitung sejak saat teerutangnya hutang pajak (pada akhir tahun).

Berlainan dengan daluwarsa dari hak untuk menagih utang pajak seperti yang diatur dalam

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, yang daluwarsanya setelah lampau waktu lima tahun dihitung dari saat terutang

pajak.20

1. Tindak Pidana Pajak yang Terdapat Dalam UU Perpajakan

a. Tindak Pidana dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang

Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.

Bab VIII. Ketentuan Pidana

1. Pasal 38.

Barang siapa karena kealpaannya :

- tidak menyampaikannya Surat Pemberitahuan

- menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak

lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-

lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar dua kali jumlah pajak

yang terutang.

19 Bohari, Loc Cit. 20 Bohari, Loc Cit.

repository.unisba.ac.id

24

2. Pasal 39.

(1). Barang siapa dengan sengaja :

- tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa Hak

Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2.

- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.

- menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak

benar atau tidak lengkap.

- memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar .

- tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan pembukuan, pencatatan atau

dokumen lainnya.

- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-

lamanya tiga tahun dan/atau denda setinggi-tingginya sebesar empat kali jumlah

pajak yang terhutang yang kurang atau yang tidak dibayar.

(2). Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilipatkan dua apabila

seseorang melakukan lagi tidak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu

tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara

yang dijatuhkan.

3. Pasal 40.

Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dituntut setelah lampau waktu sepuluh

tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian

Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.

4. Pasal 41.

repository.unisba.ac.id

25

(1). pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan

hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan

selama-lamanya enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1. 000.000,00

(satu juta rupiah).

(2). pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang

yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud

Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda

setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(3) penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan

ayat 2 hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar.

5. Pasal 42.

(1). tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 41 (1) adalah

pelanggaran.

(2). tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 41 (2) adalah

kejahatan.

6. Pasal 43.

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlaku juga bagi

wakil, kuasa atau pegawai dari wajib pajak.

b. Tindak Pidana yang Terdapat Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

1985 Tentang Bea Materai.

1. Pasal 13.

Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :

repository.unisba.ac.id

26

- barangsiapa meniru atau memalsukan materai stempel dan kertas materai atau

meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan materai

(Pasal 253 KUHP).

- Barangsiapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau

memasukkan ke Negara Indonesia materai palsu, yang dipalsukan atau yang

dibuat dengan melawan hak (Pasal 257 KUHP).

- Barangsiapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan,

menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia

materai yang mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda

waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah materai itu belum

dipakai dan/atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak

(Pasal 257 dan Pasal 260 KUHP).

- Barangsiapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang

diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru

dan memalsukan benda materai(Pasal 261 KUHP).

2. Pasal 14.

(1). Barangsiapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagimana

dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana

dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.

(2). Tindak Pidana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.

c. Tindak pidana yang Terdapat Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

1. Pasal 24.

Barangsiapa karena kealpaannya :

repository.unisba.ac.id

27

- tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada

Direktorat Jenderal Pajak.

- Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau

tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar.

Sehinnga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan

selama-lamanya 6 (enam bulan) atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali

pajak yang terhutang.

2. Pasal 25.

(1). Barangsiapa dengan sengaja :

- tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada

Direktorat Jenderal Pajak.

- menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau

tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar.

- memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau

dipalsukan seolah-olah benar.

- tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya.

- tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.

Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak

yang terhutang.

(2). Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan yang melakukan tindakan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dan huruf e, dipidana dengan

pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya

Rp. 2.000.000,00(dua juta rupiah).

repository.unisba.ac.id

28

(3). Ancamam pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan dua apabila

seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1

(satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana

penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.

3. Pasal 26.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 tidak dapat

dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak

yang bersangkutan.

4. Pasal 27.

(1). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 ayat

(2) adalah pelanggaran.

(2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) adalah

kejahatan.

5. Tindak Pidana Pajak yang Terdapat Dalam KUHP

Tindak pidana yang dilakukan di bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana

umum yang perumusannya sudah diatur dalam KUHP tidak lagi dimasukkan dalam ketentuan

khusus dalam Undang-Undang Pajak.

a. Perbuatan penyuapan yang dilakukan oleh wajib pajak atau orang lain.

Diancam dengan hukuman pidana dalam Pasal 209 KUHP paling lama dua tahun

delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, yaitu

barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud

menggerakannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang

bertentangan dengan kewajibannya.

b. Memberikan keterangan palsu di atas sumpah, Pasal 242 KUHP.

repository.unisba.ac.id

29

Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

c. Pemalsuan materai, Pasal 253 KUHP.

Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, barang siapa meniru

atau memalsu materai yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia atau jika

diperlukan tanda tangan untuk sahnya materai itu, barang siapa meniru atau

memalsu tanda tangan, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang

lain memakai materai itu sebagai materai yang asli dan tidak dipalsu atau yang

sah. Barang siapa dengan maksud yang sama membikin materai tersebut dengan

menggunakan cap asli secara melawan hukum.

d. Pemalsuan surat, Pasal 263 KUHP.

(1). Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat

menimbulkan suatu hak perikatan atau pembebasan hutang atau yang

diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, dengan maksud untuk

memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya

benar dan tidak dipalsu ,diancam, jika pemakaian tersebut dapat meimbulkan

kerugian karena pemalsuan surat degan pidana penjara paling lama enam tahun.

(2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja

memakai surat palsu atau yang dipalsukan, seolah-olah sejati, jika pemakaian

surat itu dapat menimbulkan kerugian.

e. Membuka Rahasia, Pasal 322 KUHP.

(1). Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya

karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu,

diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda

paling banyak sembilan ribu rupiah.

repository.unisba.ac.id

30

(2). Jika kejahatan dilakukan terhadap orang tertentu, maka perbuatan itu

hanya dapat dituntut atas pengaduan orang lain.

f. Pemerasan dan pengancaman, Pasal 368 KUHP.

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian

adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang

maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana

penjara paling lama sembilan bulan.

g. Penggelapan, Pasal 372 KUHP.

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu

yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada

dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan

dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling

banyak sembilan ratus ribu rupiah.

h. Kejahatan jabatan.

h 1. Pasal 417 KUHP.

Seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum

terus-menerus atau untuk sementara waktu yang sengaja menggelapkan,

menghancurkan, merusakkan atau membuat tak dapat dipakai barang-barang yang

dipergunakan guna meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang

berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasainya karena

jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,

merusakkan atau membuat tak dapat dipakai barang-barang itu atau menolong

repository.unisba.ac.id

31

sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara

paling lama lima tahun enam bulan.

h 2. Pasal 418 KUHP.

Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau

sepatutnya harus diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan

atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran

orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya,

diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling

banyak empat ribu lima ratus rupiah.

h 3. Pasal 419 KUHP.

Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, seorang pejabat :

- yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji

itu diberikan untuk menggerakkan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan

dengan kewajibannya.

- orang yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai

akibat atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan

sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

h 4. Pasal 421 KUHP.

Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk

melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana

penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

h 5. Pasal 425 KUHP.

Diancam karena melakukan pemerasan dengan pidana penjara paling lama tujuh

tahun :

repository.unisba.ac.id

32

- seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima atau

memotong pembayaran seolah-olah berhutang kepadanya, kepada pejabat

lainnya atau kepada kas umum, padahal diketahuinya bahwa tidak demikian

adanya.

- Seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas seolah-olah sesuai dengan

aturan-aturan yang bersangkutan, telah meggunakan tanah Negara yang di

atasnya ada hak-hak pakai Indonesia denagn merugikan yang berhak, padahal

diketahuinya bahwa itu bertentangan dengan peraturan tersebut.

i. Pelanggaran Jabatan Pasal 552 KUHP.

Seorang pejabat yang berwenang mengeluarkan salinan atau petikan putusan

pengadilan, jika mengeluarkan salian atau petikan demikian itu, sebelum

putusan ditandatangani sebagaimana mestinya, diaancam dengan pidana denda

paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah. (Majelis Pertimbangan Pajak,

Hakim Administrasi untuk pajak-pajak tidak langsung).

C. Tindak Pidana Pajak yang Dilakukan oleh Pejabat

Pejabat pajak dalam melaksanakan tugasnya dapat melakukan tindak pidana, baik

dengan sengaja atau tidak sengaja.Pejabat pajak dapat melakukan doleus delict (dengan

sengaja) jika ia secara sadar menyalahgunakan wewenang publik yang ada padanya

(detournement de pouvuir). Ada kalanya juga ia dengan sengaja salah menerapkan ketentuan

Undang-Undang (abus de dtroit). Kedua perbuatan itu dapat merugikan wajib pajak dan dapat

pula merugikan Negara dan menguntungkan diri senndiri atau orang lain atau

golongan/kelompok lain. Jika perbuatan itu terjadi tidak dengan sengaja, hal ini tidak berarti

bahwa ia akan terlepas dari hukuman, hanya saja hukumannya akan lebih ringan, karena

perbuatannya digolongkan pada “pelanggaran”.21

21 Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Op Cit hlm 19.

repository.unisba.ac.id

33

Pelanggaran atau kejahatan dapat berupa antara lain :

a. pelangaran rahasia jabatan

b. penyalahgunaan wewenang

c. penerapan Undang-Undang secara sah

d. pemalsuan(surat ketetapandan sebagainya)

e. pemerasan

f. penipuan

g. penggelapan

Perumusan perbuatan yang disebut di bawah huruf b, c, d, e, f, g tidak terdapat dalam

Undang-Undang pajak melainkan merupakan tindak pidana umum, yang perumusannya

maupun ancaman sanksinya terdapat dalam KUHP

Perumusan dan sanksi tindak pidana pajak yang secara langsung ada hubungannya

dengan soal perpajakan dan perbuatan yang perlu diberikan perumusan secara khusus terdapat

dalam (UU No 16 Tahun 2000 atau dalam UU yang megatur tentang ketentuan pajak material).

Ada kalanya tindak pidana yang dilakuakn oleh pejabat jika menurut pertimbangan

Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Pajak, merupakan tindak pidana yang dianggap

ringan, tidak diteruskan kepada penyidik dan jaksa, melainkan dijatuhi sanksi administratif

sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti UU Pokok Kepegawaian atau Peraturan tentang

Disiplin Pegawai dan sanksinya dapat berkisar dari peringatan/teguran sampai dengan

pemecatan tidak dengan hormat.22

D. Tindak Pidana Pajak yang Dilakukan oleh Subjek Wajib Pajak.

Wajib pajak untuk pelaksanaan ketentuan-ketentuan undang-undang pajak mempunyai

beberapa kewajiban yang harus dipenuhi dengan ancaman berbagai sanksi jika tidak dilakukan.

22 Rocmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Op Cit hlm 20.

repository.unisba.ac.id

34

Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban yang oleh Undang-Undang diletakkan kepadanya

maka ia dapat dipaksa dengan berbagai cara.

Paksaan ada yang berupa paksaan administratif yang letaknya di bidang Hukum

Administrasi Negara seperti denda administratif atau surat paksa, tetapi ada pula paksaan di

bidang hukum pidana.

Kewajiban yang dianggap sangat serius diancam dengan sanksi pidana. Sanksi ini

mempunyai efek preventif maupun represif . Ancaman pidana yang berat mempunyai efek

preventif yang dapat mencegah wajib pajak melakukan perbuatan itu. Hal ini letaknya di

bidang psikologi.

A. Kewajiban pertama wajib pajak ialah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib

Pajak). Setiap orang/wajib pajak yang memperoleh atau mendapat penghasilan

setahun sendiri maupun bersama dengan istrinya atau suaminya yang melebihi

batas minimum kena pajak (Pendapat Tidak Kena Pajak PTKP) wajib

mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan melakukan pembukuan.

Tidak melakukan hal itu diancam dengan sanksi pidana.

B. Kalau wajib pajak menyampaikan SPT, tetapi yang isinya tidak benar, palsu

atau dipalsukan dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya (Pasal 38 KUHP)

diancam dengan sanksi pidana, tetapi tidak melakukan kewajiban itu maka

kepada wajib pajak tersebut akan dikenakan sanksi pidana berupa denda atau

pidana penjara.

C. Juga kalau wajib pajak menolak atau tidak memberikan kesempatan kepada

pejabat yang dengan surat tugas, ditugaskan untuk mengadakan pemeriksaan

pada wajib pajak atau pada perusahaan wajib pajak, ia dapat dipaksa dengan

bantuan polisi. Wewenang penyidikan pejabat pajak tidak diatur sanksinya

dalam UU Pajak, jika wajib pajak menolak memberikan bantuannya atau

repository.unisba.ac.id

35

pemeriksa dapat membuat pernyataan penolakan yang ditandatangani oleh

wajib pajak dan ini dijadikan dasar untuk mengeluarkan SKP secara jabatan

ditambah dengan sanksi.

D. Wajib pajak yang menolak memperlihatkan atau meminjamkan pembukuannya

kepada pejabat untuk diperiksa lebih lanjut, telah melakukan tindak pidana yang

diancam dengan sanksi pidana berupa hukuman penjara paling lama 3 tahun

atau denda pidana paling tinggi 4 kali pajak yang kurang dibayar.

E. Wajib pajak yang mengadakan pembukuan palsu atau memalsukan pembukuan

diancam dengan hukuman pidana yang sama.

F. Selanjutnya wajib pajak dapat melakukan bermacam-macam perbuatan dalam

bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana yang perumusannya tidak

terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan, melainkan terdapat dalam KUHP

seperti perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai :

1. penyuapan

2. penipuan

3. paksaan atau kekerasan

4. penggelapan

5. pemalsuan dan sebagainya.

repository.unisba.ac.id