BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA …
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA …
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI TINDAK PIDANA PAJAK
A. Pengertian Tindak Pidana
Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan
“tindak pidana” di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, tanpa memberikan penjelasan
mengenai yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut.
Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu
kenyataan” atau “ een gedeelte van de werkelijkheid”, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat
dihukum”, hingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit” itu dapat diterjemahkan “sebagian
dari suatu kenyataan yang dapat dihukum” yang sudah tentu tidak tepat.
Tindak pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum
yang diancam dengan sanksi pidana1. Dalam rumusan ini bahwa yang tidak boleh dilakukan
adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana
bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut.
Moeljatno2 tidak menggunakan istilah tindak pidana, tetapi menggunakan kata
“perbuatan pidana”. Kata perbuatan dalam perbuatan pidana mempunyai arti yang abstrak yaitu
suatu pengertian yang menunjuk pada 2 (dua) kejadian yang konkret yaitu
1. adanya kejadian yang tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang
2. adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.
Hazewinkel Suringa, telah membuat suatu rumusan yang bersifat umum dari
“strafbaar feit” sebagai “ suatu perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak di
dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus ditiadakan
1 Suharto, Hukum Pidana Materil, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm. 28 2 Suharto, Op Cit, hlm 29.
repository.unisba.ac.id
17
oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat
di dalamnya3.
Menurut Pompe, perkataan “srafbaar feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan
sebagai “suatu pelanggaran norma” (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja
ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan
hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan
terjaminnya kepentingan umum” atau sebagai “de normovertreding” (verstoring der
rechtsorde), waaraan de overtreder schuld beeft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de
bandhaving der rechts orde en de bebartiging van het algemen welzijn”4.
Secara teoritis, strafbaar feit itu haruslah diartikan sebagai suatu “pelanggaran
norma” atau normovertreding (gangguan terhadap tertib hukum), yang dapat dipersalahkan
kepada pelanggaran, sehingga perlu adanya penghukuman demi terpeliharanya tertib hukum
dan dijaminnya kepentingan umum. Yang dimaksudkan dengan normovertreding adalah suatu
sikap atau perilaku atau gedraging, yang dilihat dari penampilannya dari luar adalah
bertentangan dengan hukum, jadi ia bersifat onrechtmatig, wederrechtelijk atau melanggar
hukum, dan antara sikap atau perilaku itu terdapat suatu hubungan yang demikian rupa dengan
si pelanggar, sehingga ia dapat dipersalahkan karena pelanggaran hukum tersebut, atau dengan
perkataan lain ia telah bersalah karenanya. Strafbaar feit merupakan suatu sikap atau perilaku
yang mempunyai tiga macam sifat yang bersifat umum, yaitu bersifat melawan hukum, dapat
dipersalahkan kepada si pelaku dan bersifat dapat dihukum5.
Dikatakan selanjutnya oleh POMPE, bahwa menurut hukum positif kita, suatu
strafbaar feit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu
rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum6.
3 Lamintang, Op Cit hlm 8. 4 Lamintang, Ibid hlm 173. 5 Lamintang, Op Cit, hlm 6 6 Idem
repository.unisba.ac.id
18
Perbedaan antara teori dengan hukum positif itu sebenarnya hanya bersifat semu.
Yang terpenting bagi teori itu adalah, bahwa tidak seorang pun dapat dihukum kecuali apabila
tindakannya itu memang benar-benar bersifat melanggar hukum dan telah dilakukan
berdasarkan sesuatu bentuk schuld, yakni dengan sengaja ataupun tidak sengaja, sedang hukum
positif kita tidak mengenal adanya suatu schuld tanpa adanya suatu wederrechtelijkheid.
Dengan demikian sesuailah apabila pendapat menurut teori dan pendapat menurut hukum
positif disatukan di dalam suatu teori yang berbunyi geen straf zonder schuld atau “tidak ada
sesuatu hukuman dapat dijatuhkan terhadap seseorang tanpa adanya kesengajaan ataupun
ketidaksengajaan”, yang berlaku baik bagi teori maupun bagi hukum positif7.
Menurut hukum positif, suatu strafbaar feit itu adalah suatu feit, yang di dalam suatu
ketentuan undang-undang telah dirumuskan sebagai dapat dihukum. Definisi ini nampaknya
seperti suatu taulogi, yang sesungguhnya adalah tidak demikian. Bahwa rumusan tersebut
haruslah terdapat di dalam undang-undang itu sendiri ataupun berdasarkan undang-undang
(pasal 1 ayat (1) KUHP)8.
Kesimpulannya bahwa untuk menjatuhkan sesuatu hukuman itu adalah tidak cukup
apabila di situ hanya terdapat suatu strafbaar feit melainkan harus juga ada suatu strafbaar
persoon atau seseorang yang dapat dihukum, di mana orang tersebut tidak bersifat
wederrechtelijk dan telah ia lakukan baik dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja.
Simons, telah merumuskan strafbaar feit itu sebagai suatu “tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan
sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum”9.
7 Lamintang, Op Cit, hlm 174 8 Lamintang, Loc Cit 9 Lamintang, Op Cit hlm. 176
repository.unisba.ac.id
19
Menurut Profesor Simons, sifat melawan hukum itu timbul dengan sendirinya dari
kenyataan, bahwa tindakan tersebut adalah bertentangan dengan sesuatu peraturan dari
undang-undang, hingga pada dasarnya sifat tersebut bukan merupakan suatu unsur dari delik
yang mempunyai arti yang tersendiri seperti halnya dengan unsur-unsur yang lain10.
Simons, misalnya memberi batasan, bahwa “tindak pidana” adalah suatu tindakan
yang diancam dengan pidana oleh undang-undang bertentangan dengan hukum, dilakukan
dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab (Wij kunnen het gezegde
samenvatten “strafbaar feit” omschrijven als eene strafbaar gestelde onrechtmatige
(wederrechtelijke) met schuld in verband staande handeling van een toerekeningsvatbaar
persoon)11.
Van der Hoeven tidak setuju apabila perkataan srafbaar feit itu harus diterjemahkan
dengan perkataan perbuatan yang dapat dihukum, oleh karena dari bunyinya pasal 10 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dapat dihukum
itu hanyalah manusia dan bukan perbuatan12.
Orang dapat dipidana selain karena melakukan tindak pidana masih diperlukan
adanya kesalahan. Dirasakan sebagai hal yang bertentangan dengan rasa keadilan, jika orang
yang tidak bersalah dijatuhi pidana.
Dalam pembaharuan hukum pidana pengertian tindak pidana mengalami
penambahan ketentuan hukum yang sudah ada, dapat dilihat dalam pasal 11 RUU KUHP tahun
2004, yang berbunyi :
“(1) Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang
oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana
10 Idem 11 Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Alumni AHM-PTHM, Jakarta, 1989,
hlm. 122. 12 Lamintang, Op Cit hlm. 182.
repository.unisba.ac.id
20
(2) Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana, selain perbuatan tersebut dilarang
dan diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan, harus juga bersifat
melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat
(3) Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada
alasan pembenar”.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa antara kesalahan dan tindak pidana ada hubungan
erat, kesalahan tidak dapat dimengerti tanpa adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum.
Dengan perkataan lain orang dapat melakukan tindak pidana tanpa mempunyai kesalahan jika
tidak melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum.
B. Pengertian Tindak Pidana Pajak.
Mr. R. Hattink memberi arti luas kepada fiscal staftrecht. Fiskal dalam arti luas
bertalian dengan keuangan negara. Dari itu segala sesuatu yamg bertalian dengan keuangan
negara termasuk pengertian fiskal dan tindak pidana yang ada hubungannya dengan keuangan
negara seperti yang bertalian dengan retribusi dengan persewaan negara, bertalian dengan
penerimaan negara termasuk Tindak Pidana Fiskal dalam arti luas.13
Sumber hukum tindak pidana fiskal (vindbronnen) terdapat dalam berbagai Undang-
Undang, yaitu :
a. Dalam Undang-Undang Pajak
b. Dalam KUHP.
Tidak semua perbuatan/tindak pidana yang dilakukan dalam bidang perpajakan diatur
dalam Undang-Undang Pajak, tetapi ada juga tindak pidana yang dilakukan dalam perpajakan
yang diancam dengan pidana dalam KUHP.14
13 Rachmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Op Cit, hlm 43. 14 Rachmat Soemitro, Pajak Ditinjau dari Segi Hukum, Op Cit, hlm 44.
repository.unisba.ac.id
21
Tindak pidana di bidang pajak dapat dibedakan dalam :
a. Pelanggaran
b. Kejahatan
Pelanggaran ialah tindak pidana yang terjadi tidak dengan sengaja atau terjadi karena
kealpaan atau kekhilafan seperti karena kealpaan tidak menyampaikan surat
pemberitahuan (SPT) akan tetapi karena kealpaan sehingga isinya tidak benar atau tidak
lengkap.15
Sanksi yang diancam terhadap pelanggaran di bidang pajak lebih ringan daripada
kejahatan. Untuk pelanggaran seperti yang disebut diatas dikenakan sanksi pidana kurungan
paling lama satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak yang
terutang.16
Kejahatan ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Wajib pajak tahu bahwa
perbuatannya itu tidak sesuai bahkan bertentangan dengan Undang-Undang tetapi tetap
dilakukan dengan maksud upaya membayar pajak lebih ringan atau untuk memperoleh
keuntungan bagi dirinya, yang merugikan negara.
Perbuatan-perbuatan yang diklasifikasikan sebagai kejahatan dalam hukum pajak
adalah :
1. Dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib
Pajak NPWP atau menggunakan NPWP tanpa hak untuk maksud-maksud tertentu;
2. Dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan, sedangkan ia tahu bahwa surat
pemberitahuan harus dikembalikan kepada Kantor Inspeksi Pajak yang bersangkutan
setelah diisi sebagaimana mestinya dan ditandatangani;
15 Bohari, Loc Cit. 16 Bohari, Loc Cit.
repository.unisba.ac.id
22
3. Dengan segaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan dengan mengisi secara tidak
benar atau tidak lengkap dengan mendapatkan keuntungan dari itu;
4. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan atau dokumen yang palsu atau
dipalsukan dan dengan perbuatan itu mengetahui petugas pajak;
5. Dengan sengaja tidak memperlihatkan dan/atau tidak mau meminjamkan pembukuan,
catatan dan dokumen yang diperlihatkan oleh petugas pajak untuk menentukan jumlah
pajak yang terutang sebenarnya;
6. Dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut bagi orang
atau badan yang ditunjuk bagi orang atau badan yang ditunjuk oleh Undang-Undang
Pajak, seperti ketentuan pasal 21, 22, 23 dan 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan .17
Kejahatan tersebut di atas diancam dengan sanksi pidana penjara paling lama enam
tahun dan/atau denda paling tinggi empat kali jumlah pajak yang terutang. Kata “dan/atau”
berarti bahwa Hakim mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi kumulatif, artinya di
samping sanksi penjara atau kurungan masih dapat juga dijatuhi hukuman denda, dengan
mengingat batas maksimum yang ditentukan dalam Undang-Undang. Denda pidana berbeda
dengan denda administratif. Denda administratif dijatuhkan oleh administrasi pajak,
sedangkan denda denda pidana adalah wewenang Hukum Pidana. Wajib pajak yang dikenakan
denda pidana oleh Hakim Pidana, masih terbuka kemungkinan untuk dikenakan denda
administrasi oleh administrasi pajak. Namun ini adalah wewenang Menteri Keuangan apakah
masih perlu atau tidak, Menteri Keuangan yang wewenangnya dilimpahkan kepada Direktorat
Jendral Pajak dapat menganggap lebih bijaksana untuk tidak mengenakan denda administrasi
dengan alasan bahwa wajib pajak sudah dipidana.18
17 Bohari, Loc Cit. 18 Bohari, Loc Cit.
repository.unisba.ac.id
23
Ancaman sanksi pidana untuk tindak pidana kejahatan yang dilakukan dalam bidang
perpajakan dilipat dua kali (200%) apabila wajib pajak melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat waktu satu tahun terhitung sejak waktu pajak selesai menjalani
pidana penjara. 19
Tindak pidana di bidang perpajakan mempunyai masa daluwarsa, jika telah lampau
waktu sepuluh tahun dihitung sejak saat teerutangnya hutang pajak (pada akhir tahun).
Berlainan dengan daluwarsa dari hak untuk menagih utang pajak seperti yang diatur dalam
Pasal 22 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, yang daluwarsanya setelah lampau waktu lima tahun dihitung dari saat terutang
pajak.20
1. Tindak Pidana Pajak yang Terdapat Dalam UU Perpajakan
a. Tindak Pidana dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.
Bab VIII. Ketentuan Pidana
1. Pasal 38.
Barang siapa karena kealpaannya :
- tidak menyampaikannya Surat Pemberitahuan
- menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana kurungan selama-
lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar dua kali jumlah pajak
yang terutang.
19 Bohari, Loc Cit. 20 Bohari, Loc Cit.
repository.unisba.ac.id
24
2. Pasal 39.
(1). Barang siapa dengan sengaja :
- tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa Hak
Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 2.
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.
- menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap.
- memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar .
- tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan pembukuan, pencatatan atau
dokumen lainnya.
- tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada negara, dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya tiga tahun dan/atau denda setinggi-tingginya sebesar empat kali jumlah
pajak yang terhutang yang kurang atau yang tidak dibayar.
(2). Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilipatkan dua apabila
seseorang melakukan lagi tidak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu
tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara
yang dijatuhkan.
3. Pasal 40.
Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dituntut setelah lampau waktu sepuluh
tahun sejak saat terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian
Tahun Pajak atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.
4. Pasal 41.
repository.unisba.ac.id
25
(1). pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan
hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan
selama-lamanya enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1. 000.000,00
(satu juta rupiah).
(2). pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang
yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud
Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(3) penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan
ayat 2 hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiannya dilanggar.
5. Pasal 42.
(1). tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 41 (1) adalah
pelanggaran.
(2). tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 41 (2) adalah
kejahatan.
6. Pasal 43.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39, berlaku juga bagi
wakil, kuasa atau pegawai dari wajib pajak.
b. Tindak Pidana yang Terdapat Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
1985 Tentang Bea Materai.
1. Pasal 13.
Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana :
repository.unisba.ac.id
26
- barangsiapa meniru atau memalsukan materai stempel dan kertas materai atau
meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan materai
(Pasal 253 KUHP).
- Barangsiapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau
memasukkan ke Negara Indonesia materai palsu, yang dipalsukan atau yang
dibuat dengan melawan hak (Pasal 257 KUHP).
- Barangsiapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan,
menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia
materai yang mereknya, capnya, tanda tangannya, tanda sahnya atau tanda
waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah materai itu belum
dipakai dan/atau menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak
(Pasal 257 dan Pasal 260 KUHP).
- Barangsiapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang
diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru
dan memalsukan benda materai(Pasal 261 KUHP).
2. Pasal 14.
(1). Barangsiapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.
(2). Tindak Pidana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.
c. Tindak pidana yang Terdapat Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
1. Pasal 24.
Barangsiapa karena kealpaannya :
repository.unisba.ac.id
27
- tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada
Direktorat Jenderal Pajak.
- Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar.
Sehinnga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana kurungan
selama-lamanya 6 (enam bulan) atau denda setinggi-tingginya sebesar 2 (dua) kali
pajak yang terhutang.
2. Pasal 25.
(1). Barangsiapa dengan sengaja :
- tidak mengembalikan/menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak kepada
Direktorat Jenderal Pajak.
- menyampaikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak, tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap dan/atau melampirkan keterangan yang tidak benar.
- memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar.
- tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya.
- tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.
Sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya 5 (lima) kali pajak
yang terhutang.
(2). Terhadap bukan wajib pajak yang bersangkutan yang melakukan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dan huruf e, dipidana dengan
pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya
Rp. 2.000.000,00(dua juta rupiah).
repository.unisba.ac.id
28
(3). Ancamam pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilipatkan dua apabila
seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1
(satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani sebagian atau seluruh pidana
penjara yang dijatuhkan atau sejak dibayarnya denda.
3. Pasal 26.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 tidak dapat
dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak
yang bersangkutan.
4. Pasal 27.
(1). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 ayat
(2) adalah pelanggaran.
(2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) adalah
kejahatan.
5. Tindak Pidana Pajak yang Terdapat Dalam KUHP
Tindak pidana yang dilakukan di bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana
umum yang perumusannya sudah diatur dalam KUHP tidak lagi dimasukkan dalam ketentuan
khusus dalam Undang-Undang Pajak.
a. Perbuatan penyuapan yang dilakukan oleh wajib pajak atau orang lain.
Diancam dengan hukuman pidana dalam Pasal 209 KUHP paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, yaitu
barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud
menggerakannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya.
b. Memberikan keterangan palsu di atas sumpah, Pasal 242 KUHP.
repository.unisba.ac.id
29
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
c. Pemalsuan materai, Pasal 253 KUHP.
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, barang siapa meniru
atau memalsu materai yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia atau jika
diperlukan tanda tangan untuk sahnya materai itu, barang siapa meniru atau
memalsu tanda tangan, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang
lain memakai materai itu sebagai materai yang asli dan tidak dipalsu atau yang
sah. Barang siapa dengan maksud yang sama membikin materai tersebut dengan
menggunakan cap asli secara melawan hukum.
d. Pemalsuan surat, Pasal 263 KUHP.
(1). Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat
menimbulkan suatu hak perikatan atau pembebasan hutang atau yang
diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal, dengan maksud untuk
memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya
benar dan tidak dipalsu ,diancam, jika pemakaian tersebut dapat meimbulkan
kerugian karena pemalsuan surat degan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja
memakai surat palsu atau yang dipalsukan, seolah-olah sejati, jika pemakaian
surat itu dapat menimbulkan kerugian.
e. Membuka Rahasia, Pasal 322 KUHP.
(1). Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.
repository.unisba.ac.id
30
(2). Jika kejahatan dilakukan terhadap orang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang lain.
f. Pemerasan dan pengancaman, Pasal 368 KUHP.
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
adalah kepunyaan orang itu atau orang lain atau supaya membuat hutang
maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan.
g. Penggelapan, Pasal 372 KUHP.
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling
banyak sembilan ratus ribu rupiah.
h. Kejahatan jabatan.
h 1. Pasal 417 KUHP.
Seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum
terus-menerus atau untuk sementara waktu yang sengaja menggelapkan,
menghancurkan, merusakkan atau membuat tak dapat dipakai barang-barang yang
dipergunakan guna meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang
berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasainya karena
jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,
merusakkan atau membuat tak dapat dipakai barang-barang itu atau menolong
repository.unisba.ac.id
31
sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
h 2. Pasal 418 KUHP.
Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan
atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran
orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah.
h 3. Pasal 419 KUHP.
Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, seorang pejabat :
- yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji
itu diberikan untuk menggerakkan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya.
- orang yang menerima hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai
akibat atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
h 4. Pasal 421 KUHP.
Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
h 5. Pasal 425 KUHP.
Diancam karena melakukan pemerasan dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun :
repository.unisba.ac.id
32
- seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima atau
memotong pembayaran seolah-olah berhutang kepadanya, kepada pejabat
lainnya atau kepada kas umum, padahal diketahuinya bahwa tidak demikian
adanya.
- Seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas seolah-olah sesuai dengan
aturan-aturan yang bersangkutan, telah meggunakan tanah Negara yang di
atasnya ada hak-hak pakai Indonesia denagn merugikan yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa itu bertentangan dengan peraturan tersebut.
i. Pelanggaran Jabatan Pasal 552 KUHP.
Seorang pejabat yang berwenang mengeluarkan salinan atau petikan putusan
pengadilan, jika mengeluarkan salian atau petikan demikian itu, sebelum
putusan ditandatangani sebagaimana mestinya, diaancam dengan pidana denda
paling banyak tujuh ratus lima puluh rupiah. (Majelis Pertimbangan Pajak,
Hakim Administrasi untuk pajak-pajak tidak langsung).
C. Tindak Pidana Pajak yang Dilakukan oleh Pejabat
Pejabat pajak dalam melaksanakan tugasnya dapat melakukan tindak pidana, baik
dengan sengaja atau tidak sengaja.Pejabat pajak dapat melakukan doleus delict (dengan
sengaja) jika ia secara sadar menyalahgunakan wewenang publik yang ada padanya
(detournement de pouvuir). Ada kalanya juga ia dengan sengaja salah menerapkan ketentuan
Undang-Undang (abus de dtroit). Kedua perbuatan itu dapat merugikan wajib pajak dan dapat
pula merugikan Negara dan menguntungkan diri senndiri atau orang lain atau
golongan/kelompok lain. Jika perbuatan itu terjadi tidak dengan sengaja, hal ini tidak berarti
bahwa ia akan terlepas dari hukuman, hanya saja hukumannya akan lebih ringan, karena
perbuatannya digolongkan pada “pelanggaran”.21
21 Rochmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Op Cit hlm 19.
repository.unisba.ac.id
33
Pelanggaran atau kejahatan dapat berupa antara lain :
a. pelangaran rahasia jabatan
b. penyalahgunaan wewenang
c. penerapan Undang-Undang secara sah
d. pemalsuan(surat ketetapandan sebagainya)
e. pemerasan
f. penipuan
g. penggelapan
Perumusan perbuatan yang disebut di bawah huruf b, c, d, e, f, g tidak terdapat dalam
Undang-Undang pajak melainkan merupakan tindak pidana umum, yang perumusannya
maupun ancaman sanksinya terdapat dalam KUHP
Perumusan dan sanksi tindak pidana pajak yang secara langsung ada hubungannya
dengan soal perpajakan dan perbuatan yang perlu diberikan perumusan secara khusus terdapat
dalam (UU No 16 Tahun 2000 atau dalam UU yang megatur tentang ketentuan pajak material).
Ada kalanya tindak pidana yang dilakuakn oleh pejabat jika menurut pertimbangan
Menteri Keuangan atau Direktur Jenderal Pajak, merupakan tindak pidana yang dianggap
ringan, tidak diteruskan kepada penyidik dan jaksa, melainkan dijatuhi sanksi administratif
sesuai dengan peraturan yang berlaku seperti UU Pokok Kepegawaian atau Peraturan tentang
Disiplin Pegawai dan sanksinya dapat berkisar dari peringatan/teguran sampai dengan
pemecatan tidak dengan hormat.22
D. Tindak Pidana Pajak yang Dilakukan oleh Subjek Wajib Pajak.
Wajib pajak untuk pelaksanaan ketentuan-ketentuan undang-undang pajak mempunyai
beberapa kewajiban yang harus dipenuhi dengan ancaman berbagai sanksi jika tidak dilakukan.
22 Rocmat Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan, Op Cit hlm 20.
repository.unisba.ac.id
34
Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajiban yang oleh Undang-Undang diletakkan kepadanya
maka ia dapat dipaksa dengan berbagai cara.
Paksaan ada yang berupa paksaan administratif yang letaknya di bidang Hukum
Administrasi Negara seperti denda administratif atau surat paksa, tetapi ada pula paksaan di
bidang hukum pidana.
Kewajiban yang dianggap sangat serius diancam dengan sanksi pidana. Sanksi ini
mempunyai efek preventif maupun represif . Ancaman pidana yang berat mempunyai efek
preventif yang dapat mencegah wajib pajak melakukan perbuatan itu. Hal ini letaknya di
bidang psikologi.
A. Kewajiban pertama wajib pajak ialah memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib
Pajak). Setiap orang/wajib pajak yang memperoleh atau mendapat penghasilan
setahun sendiri maupun bersama dengan istrinya atau suaminya yang melebihi
batas minimum kena pajak (Pendapat Tidak Kena Pajak PTKP) wajib
mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan melakukan pembukuan.
Tidak melakukan hal itu diancam dengan sanksi pidana.
B. Kalau wajib pajak menyampaikan SPT, tetapi yang isinya tidak benar, palsu
atau dipalsukan dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya (Pasal 38 KUHP)
diancam dengan sanksi pidana, tetapi tidak melakukan kewajiban itu maka
kepada wajib pajak tersebut akan dikenakan sanksi pidana berupa denda atau
pidana penjara.
C. Juga kalau wajib pajak menolak atau tidak memberikan kesempatan kepada
pejabat yang dengan surat tugas, ditugaskan untuk mengadakan pemeriksaan
pada wajib pajak atau pada perusahaan wajib pajak, ia dapat dipaksa dengan
bantuan polisi. Wewenang penyidikan pejabat pajak tidak diatur sanksinya
dalam UU Pajak, jika wajib pajak menolak memberikan bantuannya atau
repository.unisba.ac.id
35
pemeriksa dapat membuat pernyataan penolakan yang ditandatangani oleh
wajib pajak dan ini dijadikan dasar untuk mengeluarkan SKP secara jabatan
ditambah dengan sanksi.
D. Wajib pajak yang menolak memperlihatkan atau meminjamkan pembukuannya
kepada pejabat untuk diperiksa lebih lanjut, telah melakukan tindak pidana yang
diancam dengan sanksi pidana berupa hukuman penjara paling lama 3 tahun
atau denda pidana paling tinggi 4 kali pajak yang kurang dibayar.
E. Wajib pajak yang mengadakan pembukuan palsu atau memalsukan pembukuan
diancam dengan hukuman pidana yang sama.
F. Selanjutnya wajib pajak dapat melakukan bermacam-macam perbuatan dalam
bidang perpajakan yang merupakan tindak pidana yang perumusannya tidak
terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan, melainkan terdapat dalam KUHP
seperti perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai :
1. penyuapan
2. penipuan
3. paksaan atau kekerasan
4. penggelapan
5. pemalsuan dan sebagainya.
repository.unisba.ac.id