BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

41
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mutu Pendidikan Sallis (2006), mengemukakan bahwa mutu adalah konsep yang absolut dan relatif. Mutu yang absolut adalah mutu yang mempunyai idealisme tinggi dan berstandar tinggi yang harus dipenuhi, dengan sifat produk bergengsi yang tinggi. Sedangkan mutu relatif adalah suatu alat yang sudah ditetapkan dan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan. Definisi pendidikan menurut undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau Sisdiknas, pasal 1 (ayat 1 dan 4), bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, pengendalian diri, kecer- dasan, keperibadian, serta keterampilan yang diperlu- kan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mutu berkaitan dengan usaha secara sadar yang dilakukan untuk mencapai tujuan melalui proses kegiatan dengan melibatkan orang lain yang berkom- peten di bidangnya.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mutu Pendidikan

Sallis (2006), mengemukakan bahwa mutu

adalah konsep yang absolut dan relatif. Mutu yang

absolut adalah mutu yang mempunyai idealisme tinggi

dan berstandar tinggi yang harus dipenuhi, dengan

sifat produk bergengsi yang tinggi. Sedangkan mutu

relatif adalah suatu alat yang sudah ditetapkan dan

harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Definisi pendidikan menurut undang-undang RI

Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional atau Sisdiknas, pasal 1 (ayat 1 dan 4), bahwa

“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, akhlak mulia, pengendalian diri, kecer-

dasan, keperibadian, serta keterampilan yang diperlu-

kan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga

negara.” Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

mutu berkaitan dengan usaha secara sadar yang

dilakukan untuk mencapai tujuan melalui proses

kegiatan dengan melibatkan orang lain yang berkom-

peten di bidangnya.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

12

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpul-

kan bahwa mutu pendidikan merupakan konsep yang

dirancang berdasarkan standar yang telah ditetapkan

dan dilaksanakan secara aktif untuk membentuk

manusia terdidik dan berkarakter yang dikembangkan

sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.

2.1.1 Pengertian Mutu

Pengertian mutu memiliki konotasi yang

beragam tergantung orang yang memakainya. Kata

mutu diambil dari bahasa latin “Qualis” yang artinya

what kind of (tergantung dengan kata apa yang

mengikutinya). Pengertian mutu sendiri menurut

Deming ialah kesesuaian dengan kebutuhan.

Sedangkan menurut Hafid (2011) pengertian

mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif

dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu diten-

tukan berdasarkan pertimbangan instrinsik dan

ekstrinsik. Sedangkan berdasarkan kriteria intrinsik,

mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni

“manusia yang terdidik” sesuai standar ideal. Berda-

sarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan

instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih.

Adapun dalam arti deksriptif, mutu ditentukan berda-

sarkan keadaan senyatanya misalnya hasil tes prestasi

belajar. Dengan demikian, mutu pendidikan adalah

derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan

secara efektif dan efisien untuk melahirkan keung-

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

13

gulan akademis dan ekstra kurikuler pada peserta

didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pen-

didikan atau menyelesaikan pembelajaran tertentu.

Hal tersebut selaras dengan pendapat Danim

(2007), bahwa mutu mengandung makna derajad

keunggulan sesuatu produk atau hasil kerja, baik

berupa barang dan jasa. Dalam dunia pendidikan

barang dan jasa berpengaruh dan mempunyai makna

bagi kelangsungan program sekolah. Pendapat terse-

but menunjukkan bahwa untuk mencapai mutu di-

butuhkan pengelolaan sumber daya secara maksimal

termasuk kualitas sarana dan prasarana yang dapat

digunakan.

Sementara itu menurut Sallis (2006), bahwa

mutu adalah sebuah filosofis dan metodologis yang

membantu institusi untuk merencanakan perubahan

dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanan

eksternal yang berlebihan. Mutu pendidikan dapat

dilihat dari proses dan hasil yang dicapai. Semakin

ada perubahan yang bersifat positif dari hasil usaha

yang diprogramkan maka semakin baik hasil yang

dicapai dan ujungnya dapat menghadapi persaingan

yang muncul dikemudian hari.

Mutu sekolah tidak akan tercapai apabila

pengelolaan sekolah tidak didukung oleh berbagai

faktor yang dapat mendorong meningkatkannya.

Dalam upaya meningkatkan mutu sekolah dibutuhkan

manajemen yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Hal

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

14

tersebut dapat dilakukan melalui pelaksanaan Mana-

jemen Berbasis Sekolah yang mencakup peran

stakeholder yang ada di sekolah, yakni peran kepala

sekolah, guru, dan komite sekolah.

2.1.2 Indikator Mutu

Kriteria yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur

mutu pendidikan adalah mencakup beberapa kompo-

nen. Menurut Nurhasan (1994) dan Zamroni (2007)

terdapat 5 aspek, yakni: (a) hasil akhir pendidikan,

(b) hasil langsung pendidikan, (c) proses pendidikan,

(d) instrument input atau alat interaksi dengan siswa,

dan (e) raw input atau siswa dengan lingkungan.

Hasil akhir pendidikan mengarah pada peroleh-

an prestasi yang dicapai sekolah dalam kurun waktu

tertentu. Perolehan prestasi yang dicapai dapat berupa

hasil tes kemampuan akademis dan non akademis.

Sedangkan hasil langsung pendidikan dipakai sebagai

tolok ukur mutu pendidikan di suatu lembaga pendi-

dikan. Hasil langsung pendidikan ini dapat berupa tes

tertulis, daftar cek, anekdot, skala rating, dan skala

sikap.

Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat

berbagai input. Seperti bahan ajar (yang mendukung

keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotor), meto-

dologi (yang bervariasi sesuai kompetensi inovasi dan

kreatifitas guru), sarana sekolah, dukungan adminis-

trasi, sarana prasarana, dan sumber daya lainnya,

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

15

serta penciptaan suasana kondusif. Berbagai input dan

proses selalu mengacu pada mutu hasil output yang

akan dicapai.

Adapun instrumental input, yaitu merupakan

alat berinteraksi dengan raw input (siswa) seperti guru

yang harus memiliki komitmen tinggi, total, dan

memiliki kesadaran untuk berubah lebih maju,

menguasai model dan metode mengajar yang tepat,

kreatif dengan ide dan gagasan baru, membangun

kinerja dan tingkat disiplin tinggi, mempunyai sikap

positif dan antusias terhadap siswa, bahwa mereka

mau diajar dan mau belajar. Pemenuhan sarana dan

prasarana belajar harus tersedia dalam kondisi layak

pakai, tersedianya sumber dan media belajar, bervari-

asi dan sesuai kebutuhan. Di samping itu juga pem-

biayaan yang terkontrol dengan adanya pembukuan

yang jelas, kurikulum yang memuat materi pokok

sesuai lingkungan dan tujuan pembelajaran, mempu-

nyai karakteristik tertentu.

Raw input dan lingkungan yaitu siswa itu sen-

diri. Dukungan orang tua terhadap keberlangsungan

proses pendidikan, yang dalam hal ini memiliki kepe-

dulian terhadap penyelenggaraan pendidikan dengan

selalu berupaya mengingatkan dan peduli pada proses

kegiatan belajar baik di sekolah maupun di rumah.

Dilihat dari lima komponen tersebut di atas

nampak selaras dengan Standar Nasional Pendidikan

yang ditetapkan pemerintah yang mencakup 8 standar

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

16

pengelolaan pendidikan, berkaitan dengan komponen

hasil akhir dan hasil langsung yang merupakan

implementasi dari standar penilaian dan standar

kompetensi kelulusan. Sedangkan komponen proses

pendidikan merupakan implementasi dari standar isi,

standar proses, dan standar sarana prasarana.

Instrumen input merupakan implementasi dari standar

tenaga kependidikan, standar pembiayaan, dan

standar pengelolaan dan raw input merupakan imple-

mentasi dari standar proses.

Menurut Direktorat TK dan SD dalam Bafadal

(2003) terdapat lima komponen yang menentukan

mutu pendidikan, yaitu:

(1) Kegiatan belajar mengajar; (2) Manajemen yang

efektif dan efisien; (3) Buku dan sarana belajar

yang memadai dan selalu dalam kondisi siap pakai; (4) Fisik dan penampilan sekolah yang baik;

dan (5) Partisipasi aktif masyarakat. Keterkaitan

lima komponen tersebut tepat kiranya diterapkan

sebagai tolok ukur suatu program dalam usaha meningkatkan mutu sekolah.

Kegiatan belajar mengajar harus dilaksanakan

sesuai ketentuan yang berlaku dan secara berkelan-

jutan. Hal tersebut dimulai dari persiapan, pelaksa-

naan, dan dilakukan evaluasi sebagai langkah untuk

mengukur kemampuan dan melakukan tindak lanjut

yang tepat. Kegiatan belajar mengajar berkaitan

dengan standar proses, standar pendidik dan tenaga

kependidikan, dan standar pengelolaan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

17

Manajemen yang efektif dan efisien diperlukan

dalam usaha mencapai tujuan. Efektivitas dan efisi-

ensi dalam manajemen pengelolaan berkaitan dengan

ketersediaan waktu dan biaya yang dapat mencakup

keseluruhan proses kegiatan yang berkaitan dengan

usaha untuk mencapai tujuan. Manajemen yang

efektif dan efisien berkaitan dengan standar isi,

standar pengelolaan, dan standar pembiayaan.

Kondisi sarana dan sumber belajar harus diprio-

ritaskan keberadaannya dan disesuaikan dengan ke-

butuhan. Hal tersebut dapat mendorong meningkat-

kan minat siswa dan kemudahan bagi guru dan siswa

dalam mencapai prestasi atau hasil yang diharapkan.

Sarana dan sumber belajar berkaitan dengan standar

proses, standar sarana dan prasarana, dan standar

penilaian.

Kondisi fisik dan penampilan sekolah secara

keseluruhan sangat berpengaruh terhadap penilaian

pendidikan. Kondisi fisik dan penampilan menunjuk-

kan eksistensi dan profesionalisme pengelola pendi-

dikan termasuk kelengkapan fisik. Kondisi fisik dan

penampilanan berkaitan dengan standar sarana prasa-

rana dan standar pengelolaan.

2.2 Peningkatan Mutu Pendidikan

Peningkatan mutu pendidikan mencakup

peningkatan mutu sekolah yang didukung oleh

manajemen yang tepat yang implementasinya bersifat

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

18

efektif dan efisien. Peningkatan mutu sekolah tidak

lepas dari bagaimana upaya meraih prestasi suatu

sekolah yang didukung oleh berbagai macam sarana

kebutuhan. Hasil prestasi dapat diukur melalui ber-

bagai macam kegiatan, yaitu kegiatan lomba akade-

mik, non akademik, dan hasil Ujian. Prestasi belajar

ditunjukkan adanya perubahan mental dan sikap

siswa dalam menghadapi situasi di lingkungannya,

selaras dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2010:

4-5), prestasi belajar adalah suatu pencapaian tujuan

pengajaran yang ditunjukkan dengan peningkatan

kemampuan mental siswa.

Untuk mencapai tujuan pengajaran dibutuhkan

sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan

kebutuhan. Hal tersebut selaras dengan pendapat Gie

(2002: 33) yang menyatakan bahwa belajar yang baik

hendaknya tersedia fasilitas belajar yang memadai

antara lain tempat belajar, alat, waktu dan lain-lain.

Dengan tersedianya fasilitas yang memadai diharap-

kan siswa akan memperoleh hasil yang baik. Prestasi

sekolah yang baik berpengaruh pada mutu sekolah.

Sedangkan sekolah yang bermutu identik dengan

sekolah yang mampu berfungsi sebagai wadah proses

edukasi, wadah proses sosialisasi, dan proses trans-

formasi sehingga mampu mengantarkan siswa menjadi

manusia terdidik, memiliki kedewasaan mental sosial,

memiliki kemampuan IPTEK, dan berbudaya.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

19

Sedangkan Danim (2007) berpendapat bahwa

untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah

menyarankan dengan melibatkan lima faktor dominan,

yaitu kepemimpinan kepala sekolah, siswa, guru,

kurikulum, dan jaringan kerjasama.

Kepala sekolah sebagai pelaksana EMASLIM

dituntut mempunyai visi dan memahami visi, misi,

profesional, tekun dan tabah, mampu memberikan

pelayanan optimal, dan disiplin tinggi. Sedangkan

siswa merupakan input yang berperan meningkatkan

kualitas mutu pendidikan dengan menekankan siswa

sebagai subjek pembelajar sehingga kompetensi

individual secara maksimal dapat digali dan dikem-

bangkan. Dalam usaha meningkatkan mutu pendi-

dikan, guru dituntut mampu terlibat aktif dan mak-

simal sehingga tertantang untuk meningkatkan kom-

petensi dan profesionalisme kerjanya sehingga mem-

punyai andil kuat dalam meningkatkan mutu sekolah.

Kurikulum hendaknya terus berkembang secara

dinamis sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan

zaman sehingga tujuan dapat tercapai secara maksi-

mal. Sedangkan jaringan kerjasama sangat dibutuh-

kan, tidak terbatas pada lingkungan setempat melain-

kan dengan organisasi lain dan bersifat luas sehingga

diharapkan keluaran dapat terserap dalam dunia

kerja.

Dari 5 komponen tersebut menunjukkan bahwa

terdapat keterkaitan antar komponen dalam pening-

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

20

katan mutu yang sesuai dengan 8 standar nasional

pendidikan. Di samping itu peningkatan mutu pendi-

dikan dapat dilihat dari mutu siswa dalam hal kreati-

vitas, nilai, dan out put; mutu guru yang meliputi

kemampuan mengajar, kompetensi akademik, motivasi

kerja, dan melakukan pengembangan kurikulum;

mutu pembelajaran yang mengarah pada perbaikan

proses belajar di kelas dan di luar kelas; mutu belajar

siswa melalui pelaksanaan perbaikan berkesinam-

bungan dalam berbagai aspek pendidikan; dan mutu

manajerial yang menjadi bagian dari pelaksanaan

EMASLIM di sekolah.

Djauzak (1996) mengenai peningkatan mutu,

adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara

operasional dan efisien terhadap komponen-komponen

yang ada di sekolah sehingga menghasilkan nilai

tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/

standar yang berlaku. Standar pendidikan yang ber-

laku yang ditetapkan oleh pemerintah yakni Standar

Nasional Pendidikan digunakan sebagai standar yang

harus terpenuhi dalam mengelola pendidikan di

sekolah dengan menggunakan model manajemen yang

sesuai dengan kebutuhan sekolah. Sementara menu-

rut pandangan Zamroni (2007), peningkatan mutu

sangat berkaitan dengan target yang akan dicapai,

proses untuk mencapai, dan faktor-faktor yang terkait.

Dalam peningkatan mutu aspek proses sangat berpe-

ran dalam mencapai kualitas hasil.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

21

2.3 Strategi Peningkatan Mutu dan MBS

2.3.1 Strategi Peningkatan Mutu

Pada saat ini mutu pendidikan tidak hanya

dapat dilihat dari prestasi yang dicapai, tetapi bagai-

mana prestasi tersebut dapat dibandingkan dengan

standar yang telah ditetapkan, seperti yang tertuang

pada UU No 20 Tahun 2003 pasal 23 tentang Sistem

Pendidikan Nasional; PP 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan; dan Permendikbud No

23 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal

Pendidikan.

Mutu pendidikan berkaitan erat dengan imple-

mentasi MBS di sekolah. Implementasi MBS akan

berbeda antara sekolah satu dengan sekolah lain dan

antara sekolah di daerah satu dengan sekolah di

daerah lain. Namun demikian implementasi MBS akan

berhasil apabila bertolak dari strategi yang mengacu

pada prinsip-prinsip dan karakteristik MBS.

Menurut Slamet P.H dalam Syaifudin (2007)

bahwa strategi utama yang perlu ditempuh dalam

implementasi MBS adalah sebagai berikut:

a. Menyosialisasikan konsep MBS;

b. Melakukan analisis situasi;

c. Merumuskan program tahunan yang akan

dicapai melalui pelaksanaan MBS;

d. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang dilibatkan untuk mencapai MBS;

e. Menentukan tingkat kesiapan setiap fungsi

melalui analisis SWOT;

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

22

f. Memiliki langkah-langkah pemecahan masalah

atau tantangan;

g. Membuat rencana jangka pendek, menegah,

dan jangka panjang;

h. Melaksanakan program untuk merealisasikan rencana jangka pendek MBS;

i. Melakukan pemantauan dan evaluasi hasil

proses MBS.

Strategi seperti tersebut di atas dapat ditunjang

dengan iklim sekolah yang kondusif, sehingga dapat

terlaksana kegiatan pembelajaran yang tertib, aman,

dan menyenangkan. Iklim sekolah juga akan mendo-

rong terwujudnya proses pembelajaran efektif yang

lebih menekankan pada learning to now, learning to do,

Learning to be, dan learning to life together.

Strategi peningkatan mutu pendidikan di seko-

lah dalam implementasinya tidak lepas dari mana-

jemen peningkatan mutu sekolah. Berkaitan dengan

hal tersebut, Usman (2002) mengatakan bahwa mana-

jemen peningkatan mutu, terkandung upaya:

(a) pengendalian proses yang berlangsung di

sekolah baik kurikuler maupun administrasi, (b) melibatkan proses diagnose, dan (c) memerlukan

partisipasi semua pihak, kepala sekolah, guru, staf

administrasi, peserta didik, orang tua, dan pakar.

Lebih lanjut dikatakan oleh Usman (2002), bahwa

manajemen peningkatan mutu memiliki prinsip:

(1) peningkatan mutu harus dlaksanakan di

sekolah, (2) peningkatan mutu dapat dilaksankan

dengan adanya kepemimpinan yang baik, (3) pe-ningkatan mutu harus didasarka atas data dan

fakta baik bersifat kualitatif maupaun kuantitatif,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

23

(4) peningkatan mutu harus memberdayakan dan

melibatkan semua unsur yang ada di sekolah, (5) peningkatan mutu memiliki tujuan bahwa se-

kolah dapat memberikan kepuasan kepada peserta

didik, orang tua dan masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat

disimpulkan bahwa manajemen peningkatan mutu

pendidikan mencakup perencanaan, pelibatan dan

pemberdayaan, pengendalian, analisis data dan fakta

yang berkaitan dengan berbagai macam kegiatan yang

dilaksanakan. Perencanaan berupa program yang

dilaksananakan dengan memberdayakan sumberdaya

yang dimiliki sebagai pengendali seluruh kegiatan

sehingga dapat menunjukkan data sesuai fakta di

lapangan.

Strategi diperlukan oleh suatu lembaga organi-

sasi sekolah untuk dapat meningkatkan mutu, seperti

lembaga organisasi sekolah sangat memerlukan stra-

tegi yang tepat guna peningkatan kualitas organisasi

sekolahnya. Sekolah juga perlu melakukan analisis

untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan atau

kekurangan di internal lembaganya untuk memahami

peluang dan ancaman eksternalnya, sehingga lembaga

dapat melakukan antisipasi terhadap perubahan-

perubahan yang mungkin terjadi. Strategi dapat

dikembangkan sesuai visi misi sekolah sebagai suatu

organisasi. Keberhasilan diperoleh melalui berbagai

macam cara salah satunya adalah dengan member-

dayakan sumberdaya yang dimiliki. Hal tersebut

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

24

selaras dengan pendapat Sanjaya (2006), bahwa stra-

tegi adalah metode yang digunakan untuk memperoleh

kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tuju-

an.

Pada kenyataannya ketepatan pemilihan strategi

dalam rangka peningkatan mutu sekolah akan berim-

bas pada peningkatan mutu pendidikan secara umum.

Melalui pengelolaan manajemen yang tepat pelaksana-

an strategi diharapkan dapat mencapai tujuan secara

efektif, efisien, dan dapat mengarahkan suatu lembaga

dalam mencapai target yang diharapkan. Target men-

jadi patokan atau ukuran keberhasilan suatu lembaga.

Apabila target lembaga telah tercapai, maka mutu

lembaga tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk mendapatkan strategi yang tepat, lembaga

pendidikan memerlukan pengenalan dan penguasaan

terhadap berbagai informasi lingkungan strategisnya

yang senantiasa berubah.

Manajemen pendidikan di sekolah yang efektif,

efisien, dan berkualitas dapat menghasilkan keluaran

yang berkualitas pula. Hal tersebut selaras dengan

hasil penelitian Balitbang Depdiknas (1991) yang

menunjukkan bahwa manajemen sekolah merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendi-

dikan. Sedangkan menurut pendapat Danang (2010),

manajemen sekolah secara langsung akan mempenga-

ruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum,

berbagai peralatan belajar, waktu mengajar, dan

proses pembelajaran.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

25

Kondisi demikian didukung terselengaranya

sistem pendidikan nasional yakni berdasarkan BSNP-

SNP Permendiknas RI No.19 Tahun 2007 tentang

Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendi-

dikan Dasar dan Menengah yang pengelolaannya

meliputi delapan standar, yakni: (1) standar isi yang

mencakup pengembangan kurikulum sesuai dengan

analisis kebutuhan, pelaksanaan kegiatan ektrakuri-

kuler, dan bimbingan; (2) standar proses berkaitan

dengan kompetensi guru dan profesionalisme dalam

kegiatan pembelajaran; (3) standar sarana prasarana

berkaitan dengan alat dan kondisi lingkungan sekolah

secara umum; (4) standar tenaga kependidikan, ber-

kaitan dengan jumlah pendidik dan kualifikasi pendi-

dikan; (5) standar pengelolaan, berkaitan dengan

pengelolaan akademik dan non akademik; (6) standar

kompetensi lulusan, berkaitan dengan hasil keluaran

(output); (7) standar penilaian, berkaitan dengan

profesionalisme guru dalam bidang penilaian; dan

(8) standar pembiayaan, berkaitan dengan penggunaan

anggaran keuangan.

Selanjutnya Mulyana (2009), berpendapat bahwa

manajemen atau pengelolaan merupakan komponen

integral dan tidak dapat dipisahkan dari proses

pendidikan secara keseluruhan. Dengan alasan tanpa

manajemen tidak mungkin tujuan dan mutu pendi-

dikan dapat tercapai optimal, efektif, dan efisien.

Dalam rangka inilah maka tumbuh kesadaran akan

pentingnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

26

memberikan kewenangan penuh terhadap stakeholder

di sekoklah dalam mengatur pendidikan dan pengajar-

an, merencanakan, mengorganisasi, mengawasi, mem-

pertanggungjawabkan, mengatur, serta melaksanakan

pengembangan sumberdaya dan sarana prasarana

guna membantu pelaksanaan pembelajaran yang

sesuai dengan tujuan sekolah. Dalam praktiknya

manajemen pendidikan pada umumnya meliputi

perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling),

Kurniadin dan Machali (2012).

Perencanaan adalah proses kegiaatan yang

menyiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang

akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu

(Kurniadin dan Machali, 2012). Pengorganisasian

adalah proses membagi kerja ke dalam tugas yang

lebih kecil, memberikan tugas kepada orang yang

mempunyai keahlian dibidanngnya dan mengalokasi-

kan sumber daya, serta mengoordinasikannya dalam

rangka efektivitas pencapaian tujuan organisasi

(Fattah, 2004). Sedangkan penggerakan merupakan

upaya untuk menggerakkan tenaga kerja serta menda-

yagunakan fasilitas yang ada untuk melaksanakan

pekerjaan secara bersama (Kurniadain dan Machali,

2012). Adapun pengawasan merupakan proses penga-

matan dan pengukuran suatu kegiatan operasional

dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar

yang telah ditetapkan sebelumnya yang terlihat dalam

rencana (Kurniadin dan Machali, 2012 ).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

27

Upaya peningkatan mutu pendidikan dimulai

dengan melakukan penyusunan program sesuai

dengan manajemen yang dilaksanakan di sekolah,

pemberdayaan peran dan kompetensi stakeholder di

sekolah, dan pengembangan sumber belajar untuk

mencapai tujuan. Dengan melihat manajemen pendi-

dikan sebagai alat untuk mencapai tujuan, maka hal

tersebut selaras dengan tujuan dan manfaat mana-

jemen pendidikan menurut Kurniadin dan Machali

(2012), yaitu:

(1) Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,

dan menyenangkan (PAIKEM); (2) Terciptanya

peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keaga-

maan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara; (3) Ter-

penuhinya salah satu dari empat kompetensi

tenaga pendidik dan kependidikan; (4) Tercapainya

tujuan pendidikan secara efektif dan efisien; (5) Terbekalinya tenaga pendidikan dengan teori

tentang proses dan tugas administrasi pendidikan;

dan (6) Teratasinya masalah mutu pendidikan. Tujuan tersebut akan tercapai apabila sekolah

mampu memberdayakan peran stakeholder di

sekolah secara maksimal, yakni: pemberdayaan peran kepala sekolah, pemberdayaan peran guru,

dan pemberdayaan peran komite sekolah sekolah.

Berbagai upaya telah banyak dilakukan untuk

peningkatan mutu sekolah, namun sejauh ini hasilnya

belum menggembirakan, karena pusat upaya pening-

katan masih bermuara di luar sekolah. Oleh sebab itu

usaha peningkatan mutu pendidikan haruslah dapat

diletakkan kembali ke tempat yang semestinya, yaitu

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

28

di sekolah. Dalam upaya meningkatkan mutu pendi-

dikan, sekolah dikembangkan menjadi suatu sistem

yang mandiri, melibatkan semua personil yang di

dalam prosesnya menuntut komitmen bersama terha-

dap mutu pendidikan.

Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang

sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam peme-

rintahan. Strategi yang diharapkan agar penerapan

MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendi-

dikan adalah:

1. Menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat

menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas

dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk

masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk

memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi

kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan

MBS. ”An essential point is that schools and

teachers will need capacity building if school–based

management is to work”. Demikian De grouwe

menegaskan;

2. Membangun budaya sekolah (school culture) yang

demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk

membiasakan sekolah untuk membuat laporan

pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model

memajangkan RAPBS di papan pengumuman seko-

lah yang dilakukan oleh Managing Basic Education

(MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif.

Juga membuat laporan secara insidental berupa

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

29

booklet, leaflet, atau poster tentang rencana

kegiatan sekolah. Akan lebih serasi apabila kepala

sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil

bersama dalam media tersebut;

3. Pemerintah pusat lebih memainkan peran moni-

toring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah

pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan

kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan

evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk

pelaksanaan block grant yang diterima sekolah;

4. Mengembangkan model program pemberdayaan

sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatih-

an MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pem-

berian informasi kepada sekolah. Model pember-

dayaan sekolah berupa pendampingan atau fasili-

tasi dinilai lebih memberikan hasil yang nyata

dibandingkan dengan pola-pola lama berupa pena-

taran MBS.

2.3.2 Manajemen Berbasis Sekolah

MBS sebagai suatu model implementasi kebijak-

an desentralisasi pendidikan merupakan suatu konsep

inovatif, utamanya berkaitan dengan pengelolaan

manajemen. Dalam konteks manajemen pendidikan

menurut MBS berpusat pada sumber daya yang

tersedia di sekolah itu sendiri. Dengan demikian, akan

terjadi perubahan paradigma manajemen sekolah yang

semula diatur oleh birokrasi di luar sekolah dan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

30

bersifat terpusat menuju pengelolaan mandiri yang

berbasis pada potensi internal sekolah.

Otonomi dengan azas desentralisasi, peningkat-

an mutu pendidikan menuntut partisipasi dan pem-

berdayaan seluruh komponen pendidikan. Hal terse-

but selaras dengan pendapat Mulyasa (2003), yang

menyatakan bahwa: peningkatan mutu pendidikan

memerlukan elemen-elemen pendukung seperti kepala

sekolah, guru, masyarakat, dan komite sekolah. Pen-

dapat tersebut diperkuat oleh Zainuddin (2008), yang

menyatakan bahwa: pada prinsipnya MBS bertujuan

untuk memberdayakan sekolah dalam menetapkan

berbagai kebijakan internal sekolah yang mengarah

pada peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara

keseluruhan.

Terdapat tiga pilar dalam MBS, yakni mana-

jemen kepala sekolah, pembelajaran PAKEM, dan

peranserta. Manajemen sekolah menjadi tanggung

jawab bersama stakeholder yang ada di sekolah

dengan kepala sekolah sebagai pemimpin dan penang-

gungjawab sistem. Kegiatan pembelajaran menjadi

tanggung jawab guru dan dikembangkan sesuai

dengan karakteristik siswa, dan didukung komite

sekolah sebagai mediator sekaligus evaluator berlang-

sungnya pendidikan di sekolah.

Peran penting dalam MBS tidak hanya oleh

Kepala Sekolah dengan 5 kompetensi kepala sekolah

dan sebagai EMASLIM, sebagai pemimpin yang harus

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

31

memiliki tanggung jawab untuk mengajar, mempe-

ngaruhi semua yang terlibat dalam kegiatan pendidik-

an, dan meningkatkan mutu organisasi sekolah untuk

mencapai tujuan. Tetapi guru dan komite sekolah juga

memilliki peran penting didalamya.

Guru sebagai ujung tombak kegiatan pembela-

jaran, tenaga profesional, pembaharu, juga dituntut

menguasi empat kompetensi yang harus dimaksimal-

kan, sehingga pembelajaran berbasis PAKEM terlaksa-

na dengan baik sebagai usaha peningkatan mutu

sekolah. Komite dituntut mampu berperan aktif seba-

gai mitra kerja kepala sekolah dengan melaksanakan

evaluasi, member masukan, saran, dan menggalang

dana masyarakat demi untuk mencapai mutu sekolah.

MBS sebagai langkah dalam meningkatkan

mutu sekolah harus dapat dipertangungjawabkan baik

secara konsep operasional, anggaran, maupun hasil

yang dicapai. Akuntabilitas dalam pelaksanaan MBS di

sekolah sangat bergantung pada pemberdayaan peran

dan kompetensi masing-masing stakeholder di sekolah

sebagai pelaksana program yang meliputi kepala

sekolah, guru, dan komite sekolah.

Botha (2007) dalam penelitiannya tentang parti-

sipasi stakeholders dalam MBS di Afrika Selatan: “Will

need to see democracy as the cornerstone of all

activities”. Merupakan prinsip foundamental dari

demokrasi dimana stakeholder terlibat dalam proses

penentuan kebijakan dengan hak untuk tidak setuju

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

32

dengan lainnya. Banyak sekolah di Afrika Selatan,

terutama sekolah yang disebut black school, memiliki

pemikiran dan pemahaman yang masih tradisional

dan terlalu birokratis dalam proses partisipasi

stakeholders dalam MBS.

Dari kondisi tersebut disebutkan terdapat tujuh

alasan yang menyebabkan terbatasnya partisipasi

stakeholders, yakni:

1) A lack of accountability: dalam MBS sekolah mengambil tanggungjawab yang lebih dan

menggunakan sumber daya yang ada lebih

efisien untuk mencapai tujuan akhi;

2) A lack of financial control and financial management: MBS membutuhkan sekolah

untuk menangani keuangan mereka sendiri

secara bertanggungjawab;

3) Weack leadership: MBS melibatkan bentuk

kepemimpinan yang kuat;

4) A lack of initiation and innovation: MBS mengharuskan semua pemangku kepentingan

terlibat untuk menunjukkan inisiatif dan

untuk menjadi inovatif;

5) Economical reasons: stakeholder dalam MBS huarus dapat melakukan perjalanan ke seko-

lah secara teratur untuk memberikan kontri-

busi signifikan terhadap proses MBS;

6) Conficts between the school management team and tehe school governing body: MBS yang

efektif mengharuskan lembaga untuk berbagi

kekuasaan, tanggungjawab, dan bekeja sama;

7) Illiteracy and a lack of respect among stakeholders: para pemangku kepentingan

perlu memiliki tingkat kompetensi dan ke-terampilan literasi tertentu untuk dapat mem-

berikan kontribusi positif bagi proses MBS.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

33

Implementasi MBS akan berjalan efektif dan

efisien apabila didukungoleh sumber daya manusia

yang profesional untuk mencapai mutu sekolah.

Strategi peningkatan mutu dalam MBS diawali

dengan merencanakan program berkelanjutan; me-

ningkatkan pemberdayaan peranserta dan peningkat-

an kompetensi stakeholder; melakukan analisis dan

evaluasi secara transparan dan akuntabel. Penekanan

strategi peningkatan mutu melalui MBS di SDN

Ngimbrang Kecamatan Bulu Kabupaten Temanggung

terdapat pada pemberdayaan peran serta stakeholder

di sekolah dan peningkatan kompetensi stakeholder di

sekolah yang meliputi kepala sekolah, guru, dan

komite sekolah.

2.4 Peran Stakeholder dalam Peningkatan

Mutu di Sekolah

Peningkatan mutu sekolah bergantung pada

peranserta stakeholder di sekolah yang meliputi,

kepala sekolah, guru, dan komite sekolah. Hal terse-

but sesuai dengan konsep pendekatan peningkatan

mutu pendidikan menurut Mulyasa (2003) yaitu

dengan konsep School Based Management atau

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yakni dengan

menuntut peranserta stakeholder. Peran stakeholder

yang utama dalam MBS adalah peran kepala sekolah,

guru, dan komite sekolah. Hal tersebut dapat dipa-

hami mengingat kepala sekolah, guru, dan komite

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

34

sekolah secara langsung memiliki tugas sebagai

pelaksana manajemen di sekolah, yakni merencana-

kan program, melaksanakan program, dan melakukan

evaluasi dan tindaklanjut hasil evaluasi. Berkaitan

dengan peningkatan mutu sekolah, maka peran kepala

sekolah, guru, dan komite sekolah menjadi kunci

mencapai tujuan sekolah.

2.4.1 Peran Kepala Sekolah

Fattah (2004: 11) menyatakan bahwa ”Mana-

jemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai terjemahan dari

School Based Management, adalah suatu pendekatan

politik yang bertujuan untuk meredesain pengelolaan

sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepa-

la sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam upaya perbaikan kerja yang mencakup guru,

siswa, orang tua siswa, dan masyarakat”. MBS mem-

berikan keleluasaan terhadap sekolah dalam menge-

lola pendidikan di sekolah, sehingga kepala sekolah

selaku pemimpin organisasi sekolah berperan besar di

dalam mengendalikan manajemen di sekolah yang

dipimpinnya.

Kepala sekolah dalam melaksanakan MBS

mempunyai peran penting sebagaimana tugas dalam

EMASLIM, yakni sebagai educator, manajer, adminis-

trator, supervisor, leader, innovator, dan motivator.

Selain hal tersebut kepala sekolah dituntut mampu

melaksanakan 5 kompetensi kepala sekolah, yaitu:

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

35

kompetensi manajer, kewirausahaan, supervise, kepri-

badian, dan sosial.

Implementasi MBS di sekolah dilaksanakan

secara efektif dan efisien yang menuntut kepala seko-

lah memiliki pengetahuan kepemimpinan, perencana-

an, dan pandangan yang luas tentang sekolah dan

pendidikan. Wibawa kepala sekolah harus ditumbuh-

kembangkan dengan meningkatkan sikap kepedulian,

semangat belajar, disipllin kerja, keteladanan, dan

hubungan manusiawi sebagai modal mewujudkan

iklim kerja yang kondusif. Lebih lanjut kepala sekolah

dituntut mampu melakukan fungsinya sebagai

manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar

mengajar dengan melakukan supervise kelas, membi-

na, dan memberi saran positif kepada guru.

Kepala sekolah sebagai motor penggerak ditun-

tut mampu memiliki sikap profesional, kooperatif,

loyal, dan komitmen tinggi terhadap lingkungan dan

perubahan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Wahjosumijo

(2002), yang menyatakan bahwa kepala sekolah ada-

lah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas

untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggara-

kan proses belajar mengajar, atau tempat dimana

terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran

dan murid yang menerima pelajaran.

Mulyasa (2003) menyatakan bahwa kepala

sekolah merupakan komponen pendidikan. Sebagai

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

36

komponen pendidikan kepala sekolah dituntut memi-

liki keterampilan sebagai manajer yang mampu

menyusun program, mengorganisasi, memberdayakan,

dan mendayagunakan sumber daya sekolah secara

optimal dan profesional, dituntut memiliki berbagai

potensi yang dapat dikembangkan secara optimal.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

kepala sekolah bertanggung jawab atas pengelolaan

dan peningkatan mutu pelayanan sekolah, pengelola-

an kegiatan sekolah, pembinaan menyeluruh, pember-

dayaan dan pemerataan kesempatan tenaga kependi-

dikan, optimalisasi dan pendayagunaan sumber daya.

Menurut Nurcholis (2003), strategi penerapan

manajemen berbasis sekolah akan berhasil jika kepe-

mimpinan sekolah kuat, sehingga mampu menggerak-

kan dan mendayagunakan setiap sumber daya sekolah

secara efektif. Kepala sekolah menjadi sumber inspi-

rasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah

secara umum, dituntut berperan aktif sebagai

designer, motivator, dan fasilitator. Secara nyata dapat

dikatakan maju dan berkembangnya suatu sekolah

sangat bergantung pada sikap profesionalisme yang

dimiliki kepala sekolah, yakni merencanakan program,

mengelola dan meningkatkan mutu pelayanan seko-

lah, mengelola program supervisi dan melaksanakan

evaluasi untuk peningkatan mutu sekolah, dan

mampu mengelola program kewirausahaan untuk

dapat mengembangkan sekolah yang dipimpinnya.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

37

2.4.2 Peran Serta Guru

Dalam rangka melaksanakan MBS di sekolah

secara efektif dan efisien, guru dituntut mampu

berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas.

Guru merupakan teladan dan panutan langsung bagi

peserta didik di kelas dan di lingkungan sekolah, oleh

karenanya guru perlu menyiapkan diri dengan segala

kewajiban, baik manajemen maupun isi keluasan

materi pembelajaran. Kreativitas dan daya cipta guru

dalam melaksanakan MBS perlu terus didorong dan di

kembangkan untuk mencapai mutu yang diharapkan.

Peranserta guru dalam pelaksanaan MBS sangat

penting, seperti yang dirumuskan dalam Proyek

Pengembangan Pendidikan Guru, yaitu: menguasai

materi pelajaran, memahami teori pendidikan, mampu

mengelola kelas, menguasai strategi pembelajaran,

memahami teori interaksi belajar mengajar, mampu

memilih dan menggunakan alat-alat pembelajaran,

mampu melaksanakan penilaian, mampu melaksana-

kan bimbingan konseling, mampu melaksanakan

administrasi kelas, dan mampu melaksanakan pene-

litian sederhana.

Sementara itu menurut Depdiknas (2005) peran

serta guru dalam pelaksanaan MBS diharapkan

mampu meningkatkan kualitas belajar siswa, menye-

lenggarakan pembelajaran yang efektif dan menyedia-

kan program pengembangan yang diperlukan siswa,

serta berperan serta dalam memotivasi siswa.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

38

Kompetensi guru menjadi hal penting dalam

menentukan keberhasilan MBS (Permendiknas No. 16

Tahun 2007). Dengan demikian profesi guru dalam

penerapan MBS di sekolah tidak hanya menyampaikan

ilmu kepada siswa, melainkan guru harus mampu

melaksanakan tugas keprofesionalannya dengan ber-

pedoman pada empat kompetensi yang harus dimiliki

guru, yakni: (1) kompetensi paedagogik; (2) Kompe-

tensi professional; (3) Kompetensi kepribadian, dan

(4) Kompetensi sosial.

Kompetensi Pedagogik menuntut guru mampu

melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berbasis

Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan

(PAKEM). Pembelajaran aktif menuntut reaksi positif

guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan

memberikan keleluasaan yang terkontrol terhadap

siswa untuk menemukan dan membangun konsep

materi pelajaran. Pembelajaran kreatif menuntut guru

menguasai dan menerapkan berbagai macam model

dan metode pembelajaran sehingga siswa tidak menga-

lami kejenuhan dalam kegiatan pembelajaran.

Sedangkan pembelajaran efektif menuntut guru

mampu memanfaatkan ketersediaan waktu dengan

baik untuk dapat menyelesaikan kegiatan dengan

mempertimbangkan kemampuan individual siswa,

tingkat kerumitan materi pelajaran, dan kondisi serta

kebutuhan siswa secara umum. Pembelajaran yang

menyenangkan membutuhkan kemampuan guru

dalam membuat variasi kegiatan pembelajaran

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

39

menggunakan berbagai model dan metode sehingga

siswa tidak merasa terbebani.

Selaras dengan penjelasan mengenai PAKEM

tersebut di atas guru juga dituntut memiliki kemam-

puan mengelola pembelajaran, yaitu: (1) Menguasai

ilmu pendidikan dan keguruan yang meliputi: psiko-

logi pendidikan, teknologi pendidikan, metodologi

pendidikan, media pendidikan, evaluasi pendidikan,

penelitian pendidikan; (2) Menguasai kurikulum, meli-

puti: menganalisis kurikulum, melaksanakan pem-

belajaran dengan menggunakan metode, kegiatan, dan

alat bantu pembelajaran, menyusun program per-

baikan; (3) Menguasai didaktik metodik umum yang

meliputi: mampu menggunakan metode yang bervari-

asi secara tepat, mampu mendorong peserta didik

bertanya, mampu membuat alat peraga sederhana;

(4) Menguasai pengelolaan kelas, meliputi : menguasai

pengelolaan fisik kelas, menguasai pengelolaan pem-

belajaran, menguasai pengelolaan dan pemanfaatan

pajangan kelas; ( 5) Mampu melaksanakan monitoring

dan evaluasi peserta didik, meliputi: mampu menyu-

sun instrumen penilaian, mampu menilai hasil karya

peserta didik; (6) Mampu mengembangkan dan

aktualisasi diri, mampu bekerja dan bertindak secara

mandiri, mampu berprakarsa, kreatif, dan inovatif,

mampu meningkatkan kemampuan melalui berbagai

kegiatan.

Kompetensi Profesional, guru harus mampu

dalam hal penguasaan materi pelajaran secara luas

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

40

dan mendalam. Indikatornya adalah: (1) Memiliki

bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme; (2) Me-

miliki tanggung jawab atas pelaksanaan keprofesio-

nalan; (3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar

belakang pendidikan sesuai bidang tugas; (4) memiliki

kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas.

Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan

guru yang meliputi sikap mantap, berakhlak mulia,

arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peser-

ta didik. Indikatornya adalah: (1) bertindak sesuai

dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan

nasional Indonesia; (2) menampilkan diri sebagai

pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi

peserta didik dan masyarakat; (3) Menampilkan diri

sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa; (4) menunjukkan etos kerja, tanggung-

jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan

mempunyai rasa percaya diri; (5) menjunjung tinggi

kode etik profesi guru.

Kompetensi Sosial dimaksudkan mampu ber-

komunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien

dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali,

dan masyarakat sekitar. Indikatornya antara lain:

(1) Bersikap inklusif, bertindak obyektif, tidak diskri-

minatif karena pertimbangan jenis klamin, agama, ras,

kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial

ekonomi; (2) mampu berkomunikasi secara efektif,

empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga

kependik, orang tua, dan masyarakat; (3) mampu

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

41

beradaptasi di tempat tugas, di seluruh wilayah

Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial

budaya; (4) mampu berkomunikasi dengan komunitas

profesi dan profesi lain secara lisan maupun tertulis.

Implementasi MBS akan berjalan dengan efektif dan

efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia

yang professional di bidangnya.

Arikunto (2005) menyatakan, kesiapan guru

dalam melaksanakan MBS, bahwa guru idaman

memiliki persyaratan yang dirumuskan dalam Proyek

Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), yakni:

Menguasai materi pelajaran, memahami teori pen-

didikan, menguasai teori interaksi belajar menga-

jar, mampu memilih dan menggunakan alat-alat pembelajaran, mampu melaksanakan penilaian,

mampu melaksanakan administrasi kelas, dan

mampu melaksanakan penelitian sederhana.

Kebutuhan sekolah yang terus berkembang

menuntut guru mampu mengembangkan kurikulum,

mampu mengembangkan dan melaksanakan pembela-

jaran aktif kreatif efektif dan menyenangkan (PAKEM),

mampu melakukan komunikasi efektif secara lisan

dan tertulis, mampu meningkatkan kompetensi diri

sehingga siswa dapat mengembangkan kompetensi

secara maksimal dan menghasilkan output yang

berkualitas.

Pola pembelajaran dalam MBS, peran dan tugas

guru tidak sekedar menyampaikan atau memindahkan

ilmu pengetahuan kepada siswa, melainkan guru

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

42

dituntut mampu malaksanakan melalui kegiatan

pembelajaran. Depdikbud (1996) menyatakan bahwa

kinerja guru merupakan peranan dan tugas guru.

Peranan yang dimaksud adalah:

1) Tugas professional, meliputi: mendidik, menga-

jar, melatih siswa untuk membentuk kepri-

badian, kecerdasan, dan keterampilan siswa secara optimal. Guru bertugas mengubah dan

membentuk manusia seutuhnya;

2) Tugas manusiawi, yakni tugas membina siswa dalam rangka meningkatkan martabat dan

citranya agar dapat menempatkan dirinya se-

cara keseluruhan kemanusiaannya bagi kepen-tingan dan cita – citanya;

3) Tugas kemasyarakatan, yakni tugas membim-

bing siswa menjadi warga negara yang baik

sesuai dengan pancasila dan uud 1945. Guru bertugas mencetak masa depan dan pengerak

kemajuan.

Pada intinya untuk mencapai mutu sekolah,

guru professional dituntut mampu melaksanakan dan

mengembangkan empat kompetensi secara maksimal.

2.4.3 Peranserta Komite Sekolah

Pentingnya masyarakat dalam pelaksanaan MBS

di sekolah ditegaskan dalam UU Sisdiknas tentang

peran serta masyarakat dalam pendidikan yang meli-

puti peranserta perseorangan, kelompok, keluarga,

organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasya-

rakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian

mutu layanan pendidikan, bahkan disebutkan pula

bahwa masyarakat dapat berperanserta sebagai

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

43

sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

Dengan demikian masyarakat memiliki andil besar

dalam pelaksanaan pendidikan dimana penyeleng-

garaan pendidikan merupakan tanggung jawab bersa-

ma antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat.

Komite sekolah dibentuk dimaksudkan agar

terdapat suatu organisasi masyarakat sekolah yang

mempunyai komitmen, loyalitas, dan kepedulian ter-

hadap peningkatan kualitas pendidikan di sekolah.

Komite sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan

secara khas dan berakar dari budaya, demografis,

ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang

dibangun sesuai dengan potensi masyarakat setempat

(Haryadi, et al., 2006). Dengan demikian diharapkan

komite sekolah mampu mengembangkan konsep yang

berorientasi pada pengguna, berbagi kewenangan, dan

kemitraan yang difokuskan pada peningkatan mutu

pelayanan pendidikan di sekolah, sesuai dengan

tujuan dibentuknya komite sekolah sebagai organisasi

masyarakat sekolah. Tujuan dibentuknya komite

sekolah (Haryadi, et al., 2006) yaitu:

(1) mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan

prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan

pendidikan: (2) meningkatkan tanggung jawab dan

peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; (3) menciptakan

suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan

demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

44

Dalam pelaksanaan MBS komite sekolah mem-

punyai peran sebagai pemberi pertimbangan, pendu-

kung, dan sebagai mediator antara pemerintah dengan

masyarakat di sekolah. Depdiknas (2004:23) merinci

peran Komite Sekolah, yakni:

1. Memberi pertimbangan (advisory agency) dalam

penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendi-dikan di satuan pendidikan;

2. Pendukung layanan pendidikan (supporting agency), baik berwujud finansian, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendi-

dikan di satuan pendidikan;

3. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka

transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan;

4. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan

masyarakat di satuan pendidikan.

Hal tersebut dibangun dalam rangka untuk

mengantisipasi terjadinya miskomunikasi antara

sekolah dengan lingkungan sekolah sehingga terjalin

keseimbangan program sekolah dengan kebutuhan

masyarakat di sekolah. Lebih lanjut ditegaskan dalam

Depdiknas (2004:24), dalam menjalankan perannya

komite sekolah mempunyai beberapa fungsi, yakni:

1) mendorong tumbuhnya perhatian dan komit-men masyarakat terhadap penyelenggaraan

pendidikan yang bermutu;

2) melakukan kerjasama dengan masyarakat dan

pemerintah berkaitan dengan penyelenngaraan pendidikan yang bermutu;

3) menampung dan menganalisis aspirasi, ide,

tuntutan, dan berbagai kebutuhan pndidikan yang diajukan oleh masyarakat;

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

45

4) memberikan masukan, pertimbangan, dan re-

komendasi kepada satuan pendidikan menge-nai: (a) kebijakan dan program pendidikan,

(b) rencana anggaran pendidikan dan belanja

sekolah, (c) kriteria kinerja satuan pendidikan, (d) kriteria tenaga kependidikan, (e) kriteria

fasillitas pendidikan, (f) hal-hal lain yang

terkait dengan pendidikan;

5) mendorong orang tua siswa dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan guna

mendukung peningkatan mutu pendidikan dan

pemerataan pendidikan;

6) menggalang dana masyarakat dalam rangka

pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di

satuan pendidikan;

7) melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap

kebijakan, program;

8) penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Dalam pelaksanaan peningkatan mutu melalui

MBS, Komite sekolah mempunyai tugas dan wewenang

yakni berpartisipasi dalam perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, evaluasi program pendidikan, memberi-

kan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan

pendidikan, memberikan pertimbangan dalam penen-

tuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan; membe-

rikan sumbangan pemikiran, dana, dan tenaga dalam

penyelenggaraan pendidikan dan melakukan kontrol

terhadap transparansi dan akuntabilitas penyeleng-

garaan dan keluaran.

Melihat besarnya peran komite sekolah sebagai

mitra kerja kepala sekolah maka komite sekolah

dituntut mempunyai komitmen dan loyalitas serta

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

46

peduli terhadap peningkatan kualitas pendidikan di

sekolah sehingga mutu pendidikan dapat dicapai.

Konsep pendekatan peningkatan mutu pendi-

dikan yang sesuai dengan paradigma tersebut di atas

adalah konsep School Based Management atau

Manajemen Berbasis Sekolah yang menuntut peran

serta stake holder untuk mencapai mutu pendidikan.

Gambaran mengenai peran serta stake holder untuk

mencapai mutu pendidikan melalui MBS menurut

Mulyasa (2003) seperti pada Gambar 2.1.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

47

Gambar 2.1 Peran serta kepala sekolah, guru, komite sekolah

dalam pencapaian peningkatan mutu melalui MBS (Mulyasa, 2003)

Dari skema tersebut di atas dapat dilihat bahwa

untuk mencapai mutu pendidikan dibutuhkan peran

serta kepala sekolah, guru, masyarakat, dan komite

sekolah. Masing-masing peran saling mendukung

KEPALA SEKOLAH : -mengelola & meningkatkan mutu pelayanan sekolah -mengelola program supervisi untuk peningkatan mutu sekolah -mengelola program kewirausahaan

GURU : -pengembangan kurikulum -pelaksanaan kegiatan pembelajaran

MASYARAKAT : -partisipasi dalam perencanaan,pelaksanaan,pengawasan, evaluasi program pendidikan -memberikan dukungan sumber daya dalam

penyelenggaraan pendidikan

KOMITE SEKOLAH : -pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan -memberikan sumbangan pemikiran, dana, dan tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan -melakukan kontrol terhadap transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan -merupakan penghubung antara sekolah dengan masyarakat dan pemerintah

MBS

Pening-katan Kualitas Pendi-dikan

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

48

sesuai tugas dan fungsinya sehingga kualitas pendi-

dikan dapat tercapai.

Strategi peningkatan mutu pendidikan melalui

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dapat dijelaskan

bahwa program perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,

pengawasan, dan tindaklanjut dilakukan oleh sekolah

itu sendiri sehingga untuk mencapai mutu sekolah

menyesuaikan kebutuhan dan kondisi di lingkungan

setempat.

2.5 Dukungan dan Hambatan

Pelaksanaan pendidikan di sekolah senantiasa

mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, di

antaranya dari pemerintah, praktisi pendidikan, dan

masyarakat pada umumnya. Dukungan dari pemerin-

tah berupa bantuan-bantuan anggaran dan bantuan

yang berupa fisik dan prasarana alat bantu mengajar,

serta panduan-panduan yang digunakan sebagai

acuan penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan.

Dukungan dari praktisi pendidikan, dibuktikan

dengan hasil analisis tentang penyelenggaraan pendi-

dikan yang ditindaklanjuti dengan perencanaan

program peningkatan kompetensi, pelaksanaan

program peningkatan mutu, dan dilakukan evaluasi

sebagai bahan reverensi dan pengembangan keilmuan.

Sementara dukungan dari masyarakat berkaitan

dengan adanya partisipasi aktif dewan pendidikan,

komite sekolah dan masyarakat di lingkungan sekolah.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

49

Banyaknya kebijakan yang sering berubah

bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempe-

ngaruhi rendahnya mutu pendidikan dalam pelaksa-

naan MBS di sekolah. Terdapat beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi pelaksanaan MBS dalam rangka

peningkatan mutu sekolah, yaitu: (1) rendahnya

kualitas professional guru selaku tenaga pendidik,

sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran di sekolah;

(2) kurangnya sarana prasarana pendidikan yang

dapat digunakan dalam melaksanakan kegiatan pem-

belajaran; (3) kurangnya perhatian/partisipasi masya-

rakat yang dapat menyebabkan kendala dalam menca-

pai mutu sekolah. (4) kurangnya ketersediaan anggar-

an. (Hambatan dalam pelaksanaan pendidikan; 27 Maret

2013, diunggah tgl 18 Januari 2014).

Rendahnya kualitas professional guru dapat

disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kurang

disiplin terhadap tanggung jawab pekerjaannya

dengan hanya sekedar memenuhi kewajiban tanpa

memperhatikan tingkat kompetensi individu siswa dan

tujuan sekolah yang hendak dicapai; rendahnya minat

guru untuk membaca, mencermati, memahami pandu-

an literatur-literatur yang dapat mendukung profesi-

onalisme; rendahnya minat guru untuk melakukan

penelitian sebagai pemecahan masalah yang dihadapi

dalam kegiatan pembelajaran; faktor jarak tempuh

yang harus diatasi oleh sebagian guru yang berdomisili

di tempat yang jauh dari sekolah sehingga memer-

lukan waktu lebih lama untuk melakukan perjalanan

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

50

ke sekolah; dan kondisi lingkungan sekolah yang

kurang kondusif. Hal-hal tersebut meyebabkan

rendahnya mutu pendidikan di sekolah, mengingat

guru tidak memiliki semangat dan tidak tertantang

untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

Sarana prasarana yang digunakan sebagai alat

pendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran

kurang terpenuhi. Faktor penyebabnya diantaranya

adalah: peran serta masyarakat di lingkungan sekolah

rendah sehingga kurang mendukung terselenggaranya

pendidikan yang bermutu; lemahnya jaringan komuni-

kasi antar lembaga organisasi menyebabkan lingkung-

an tidak mengetahui kebutuhan sekolah; lambatnya

bantuan-bantuan yang diberikan pihak pemerintah

untuk mencukupi kebutuhan sarana dan prasarana

sekolah; dan adanya batasan-batasan penggunaan

anggaran yang diberikan oleh pemerintah sehingga

sekolah tidak dapat mengembangkan sesuai kebu-

tuhan.

Kurangnya partisipasi masyarakat di lingkungan

sekolah tentu sangat mempengaruhi mutu sekolah

karena tanpa pengawasan, keikutsertaan masyarakat

di lingkungan sekolah, masukan-masukan dari luar

sekolah, dan evaluasi eksternal mengakibatkan seko-

lah tidak mengetahui apa yang dibutuhkan oleh ling-

kungan. Sedangkan minimnya anggaran yang disedia-

kan pemerintah merupakan sisi lain akibat dari

kurang adanya dukungan kebijakan pemerintah.

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5140/3/T2_942011078_BAB II.pdfkan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan juga negara.” ... stakeholder

51

Kebijakan pemerintah meliputi banyak hal ter-

masuk penilaian. Penilaian yang dilaksanakan terha-

dap sekolah sering menjadi beban bagi kepala sekolah,

guru, dan tenaga kependidikan. Penilaian terhadap

sekolah meliputi penilaian internal dan penilaian

eksternal. Penilaian internal dilakukan oleh intern

tenaga kependidikan di sekolah, sedangkan penilaian

eksternal diantaranya adalah akreditasi sekolah dan

Monitoring Evaluasi kinerja kepala sekolah (ME) yang

dilaksanakan dalam kurun waktu empat sampai lima

tahun sekali.

Penilaian menjadi hambatan bagi sekolah

utamanya sekolah yang tidak memberdayakan peran

serta stakeholder secara optimal, seperti tidak ter-

penuhinya jumlah guru, tidak dimilikinya sarana

prasarana yang memadahi, kurang disiplin, tidak

kondusif, tidak ada inovasi dan motivasi, dan tidak

melaksanakan manajemen pengelolaan sekolah secara

transparan dan akuntabel.