BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas …
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas …
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap
PLTGU adalah gabungan antara PLTG dengan PLTU, dimana
panas gas buang dari PLTG digunakan untuk menghasilkan uap yang
digunakan sebagai fluida kerja di PLTU. Dan bagian yang digunakan
untuk menghasilkan uap tersebut adalah HRSG (Heat Recovery Steam
Generator). PLTGU merupakan suatu instalasi peralatan yang berfungsi
untuk mengubah energi panas (hasil pembakaran bahan bakar dan udara)
menjadi energi listrik yang bermanfaat.
Pada dasarnya, sistem PLTGU ini merupakan penggabungan antara
PLTG dan PLTU. PLTU memanfaatkan energi panas dan uap dari gas
buang hasil pembakaran di PLTG untuk memanaskan air di HRSG (Heat
Recovery Steam Generator), sehingga menjadi uap jenuh kering. Uap
jenuh kering inilah yang akan digunakan untuk memutar sudu (baling-
baling). Gas yang dihasilkan dalam ruang bakar pada Pembangkit Listrik
Tenaga Gas (PLTG) akan menggerakkan turbin dan kemudian generator,
yang akan mengubahnya menjadi energi listrik. Sama halnya dengan
PLTU, bahan bakar PLTG bisa berwujud cair (BBM) maupun gas (gas
alam). Penggunaan bahan bakar menentukan tingkat efisiensi pembakaran
dan prosesnya.
II.1.1 Prinsip Kerja PLTGU
II.1.1.1 Siklus Turbin Gas ( Brayton Cycle )
Turbin gas digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik yang
berdiri sendiri (simple cycle) atau bergandengan dengan turbin uap
(combined cycle) pada sisi suhu tingginya. Turbin uap (combined cycle)
memanfaatkan gas buang turbin gas sebagai sumber panasnya. Turbin
uap dianggap sebagai mesin pembakaran luar (external combustion),
II-2
dimana pembakaran terjadi diluar mesin. Energi termal dipindah ke uap
sebagai panas.
Biasanya turbin gas beroperasi pada siklus terbuka. Udara yang
berasal dari lingkungan mengalir ke kompresor, suhu dan tekanannya
dinaikkan. Udara bertekanan terus mengalir ke ruang pembakaran,
dimana bahan bakar dibakar pada tekanan tetap. Gas panas yang
dihasilkan masuk ke turbin, kemudian berekpansi ke tekanan udara luar
melalui sudu nosel. Ekspansi ini menyebabkan sudu turbin berputar, yang
kemudian memutar poros rotor berkumparan magnet, sehingga
menghasilkan tegangan listrik dikumparan stator generator. Gas buang
(exhaust gases) yang meninggalkan turbin siklus terbuka tidak digunakan
kembali.
Gambar II.1. Siklus Brayton
Proses yang terjadi pada PLTG adalah sebagai berikut :
Pertama, turbin gas berfungsi menghasilkan energi mekanik untuk
memutar kompresor dan rotor generator yang terpasang satu poros, tetapi
pada saat start up fungsi ini terlebih dahulu dijalankan oleh penggerak
mula (prime mover). Penggerak mula ini dapat berupa diesel, motor listrik
atau generator turbin gas itu sendiri yang menjadi motor melalui
mekanisme SFC (Static frequency Converter). Setelah kompresor berputar
II-3
secara kontinu, maka udara luar terhisap hingga dihasilkan udara
bertekanan pada sisi discharge (tekan) kemudian masuk ke ruang bakar.
Kedua, proses selanjutnya pada ruang bakar, jika start up menggunakan
bahan bakar cair (fuel oil) maka terjadi proses pengkabutan (atomizing)
setelah itu terjadi proses pembakaran dengan penyala awal dari busi, yang
kemudian dihasilkan api dan gas panas bertekanan. Gas panas tersebut
dialirkan ke turbin sehingga turbin dapat menghasilkan tenaga mekanik
berupa putaran. Selanjutnya gas panas dibuang ke atmosfir dengan
temperatur yang masih tinggi.
Proses seperti tersebut diatas merupakan siklus turbin gas, yang
merupakan penerapan Siklus Brayton. Siklus tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar II.2 Diagram P - V dan T – s
Siklus seperti gambar, terdapat empat langkah:
Langkah 1-2 : Udara luar dihisap dan ditekan di dalam kompresor,
menghasilkan udara bertekanan (langkah kompresi)
Langkah 2-3 : Udara bertekanan dari kompresor dicampur dengan bahan
bakar, terjadi reaksi pembakaran yang menghasilkan gas panas (langkah
pemberian panas)
Langkah 3-4 : Gas panas hasil pembakaran dialirkan untuk memutar turbin
(langkah ekspansi)
II-4
Langkah 4-1 : Gas panas dari turbin dibuang ke udara luar (langkah
pembuangan)
Salah satu kelemahan mesin turbin gas (PLTG) adalah efisiensi termalnya
yang rendah. Rendahnya efisiensi turbin gas disebabkan karena banyaknya
pembuangan panas pada gas buang. Dalam usaha untuk menaikkan efisiensi
termal tersebut, maka telah dilakukan berbagai upaya sehingga menghasilkan
mesin siklus kombinasi seperti yang dapat kita jumpai saat ini.
II.1.1.2 Siklus Kombinasi ( Combined Cycle )
Untuk meningkatkan efisiensi termal turbin gas yang digunakan sebagai
unit pembangkit listrik (PLTG), siklus PLTG digabung dengan siklus PLTU
sehingga terbentuk siklus gabungan yang disebut “Combined Cycle” atau
Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU). Siklus PLTGU terdiri dari
gabungan siklus PLTG dan siklus PLTU. Siklus PLTG menerapkan siklus
Brayton, sedangkan siklus PLTU menerapkan siklus ideal Rankine.
Gambar II.3 Siklus Kombinasi
Penggabungan siklus turbin gas dengan siklus turbin uap dilakukan
melalui peralatan pemindah panas berupa boiler atau umum disebut “Heat
Recovery Steam Generator” (HRSG). Siklus kombinasi ini selain meningkatkan
efisiensi termal juga akan mengurangi pencemaran udara. Dengan
II-5
menggabungkan siklus tunggal PLTG menjadi unit pembangkit siklus kombinasi
(PLTGU) maka dapat diperoleh beberapa keuntungan, diantaranya adalah :
Efisiensi termalnya tinggi, sehingga biaya operasi (Rp/kWh) lebih rendah
dibandingkan dengan pembangkit thermal lainnya.
Biaya pemakaian bahan bakar (konsumsi energi) lebih rendah
Pembangunannya relatif cepat
Kapasitas dayanya bervariasi dari kecil hingga besar
Menggunakan bahan bakar gas yang bersih dan ramah lingkungan
Fleksibilitasnya tinggi
Tempat yang diperlukan tidak terlalu luas, sehingga biaya investasi lahan
lebih sedikit.
Pengoperasian PLTGU yang menggunakan komputerisasi memudahkan
pengoperasian.
Waktu yang dibutuhkan: untuk membangkitkan beban maksimum 1 blok
PLTGU relatif singkat yaitu 150 menit.
Prosedur pemeiliharaan lebih mudah dilaksanakan dengan adanya fasilitas
sistem diagnosa.
Gambar II.4 Diagram Siklus Kombinasi
II-6
Gambar II.5 Siklus Kombinasi Pembangkit Listrik Tenagas Gas-Uap
II.2 Heat Recovery Steam Generator
Heat Recovery Steam Generator ( HRSG ) adalah peralatan utama dari
Pembangkit Listrik Tenaga Gas-Uap yang berfungsi untuk memanfaatkan gas
buang turbin gas untuk memperoduksi uap bertekanan ( khususnya superheated
steam ). Energi panas yang bertemperatur cukup tinggi akan dialirkan menuju
Heat Recovery Steam Generator (HRSG) yang bertujuan untuk memanaskan air
di dalam pipa–pipa pemanas yang kemudian akan keluar melalui cerobong dan
energi panas tersebut akan keluar dengan temperatur yang lebih rendah. Air di
dalam pipa pemanas yang berasal dari drum sebagian akan berubah menjadi
uap akibat dari pemanasan yang terjadi, kemudian campuran dari uap dan air akan
masuk kembali ke dalam drum. Dengan menggunakan separator di dalam drum,
air akan dipisahkan dengan uap.
Selanjutnya uap akan dialirkan menuju turbin uap agar dapat memutarkan
turbin uap tersebut dan air akan dikembalikan ke dalam drum untuk dicampurkan
dengan air pengisi yang baru. Proses ini terjadi secara terus menerus dan
berulang–ulang selama Heat Recovery Steam Generator (HRSG) beroperasi
ataupun bekerja. Agar Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dapat
II-7
menghasilkan uap yang banyak dan dalam waktu yang relatif lebih singkat
maka heat transfer harus dilakukan dengan aliran berlawanan atau cross flow, dan
sirkulasi airnya harus cepat.
Sumber panas dari Heat Recovery Steam Generator (HRSG) berasal dari
energi panas yang terkandung di dalam gas buang PLTG. Secara sederhana
prinsip kerja dari Heat Recovery Steam Generator (HRSG) adalah memanfaatkan
kembali limbah panas atau gas sisa yang tersedia dari gas buang GT (Gas
Turbine) dan mentransfernya ke dalam air kemudian membentuk
uap. Konstruksi pipa-pipa pemanas dari Heat Recovery Steam Generator
(HRSG) disusun tegak lurus terhadap aliran gas buang. Heat Recovery Steam
Generator (HRSG) juga tidak memiliki ruang bakar karena tidak dilengkapi
dengan sistem bahan bakar.
II.3 Klasifikasi Heat Recovery Steam Generator
II.3.1 Berdasarkan Sistem Sirkulasi Air
II.3.1.1 HRSG Sirkulasi Alami
HRSG dengan sirkulasi alami memiliki pipa-pipa pemanas yang
disusun secara vertikal berjajar sepanjang HRSG. Arah aliran gas buang dari
turbin gas mendatar memotong pipa-pipa pemanas secara tegak lurus. Selanjutnya
gas buang keluar melalui cerobong yang dipasang pada ujung HRSG.
Susunan pipa-pipa pada HRSG sirkulasi alami dibuat vertikal
dengan ketinggian yang relatif rendah. Inlet duct HRSG disambungkan dengan
exhaust turbin gas dengan menggunakan expansion joint. Ketika mendapat
pemanasan, sirkulasi air alami terjadi dari drum ke evaporator dan kembali ke
drum.
II-8
Gambar II.6 HRSG Sirkulasi Alami
Dari gambar terlihat bahwa inlet ducting HRSG disambungkan dengan
exhaust (sisi keluar) turbin gas (GTG) dengan menggunakan expansion joint,
sehingga gas buang dengan temperatur 560 s/d 600°C masuk ke HRSG.
Perpindahan panas terjadi pada rangkaian pipa yang dipasang secara vertikal
dalam bentuk modul.
II.3.1.2 HRSG Sirkulasi Paksa
Berbeda dengan konstruksi HRSG sirkulasi alami yang disusun
vertikal berderet ke samping, konstruksi pipa-pipa pemanas pada HRSG dengan
sirkulasi paksa dipasang dengan posisi horizontal disusun dari bawah keatas. Gas
panas dari turbin gas masuk dari sisi bawah keatas memotong pipa-pipa pemanas
dan selanjutnya keluar melalui cerobong yang berada diatas HRSG.
Air pengisi masuk ke dalam drum melewati ekonomiser.
Selanjutnya air mengalami proses sirkulasi dari drum ke pipa-pipa penguap
(evaporator) dan kembali ke drum dengan menggunakan pompa sirkulasi. Proses
perpindahan panas dari gas panas ke air terjadi didalam pipa-pipa penguap
sehingga sebagian air berubah menjadi uap.
II-9
Uap yang terbentuk bersama-sama dengan air masuk kembali ke
dalam drum. Di dalam drum, uap dipisahkan dari air dan uap selanjutnya mengalir
ke superheater atau langsung ke turbin, sedangkan air bercampur kembali dengan
air yang ada didalam drum.
Gambar II.7 HRSG dengan sirkulasi paksa
II.3.2 Berdasarkan Tekanan Kerja
II.3.2.1 Single Pressure HRSG
Pada HRSG jenis ini uap yang dihasilkan hanya memiliki satu
tekanan. Susunan PLTGU dengan single pressure seperti inimembuat turbin gas,
generator, dan turbin uapnya menjadi satu poros.
Gambar II.8 HRSG dengan tekanan tunggal ( single pressure )
( Sumber : Pengoperasian PLTU Gabungan : PLN Corporate University )
II-10
II.3.2.2 Dual Pressure HRSG
HRSG ini menghasilkan dua tingkat tekanan, yaitu tekanan tinggi
dan tekanan rendah. Uap tekanan tinggi digunakan untuk memutar turbin tekanan
tinggi (High Pressure Turbine), sedangkan uap tekanan rendah bersama-sama
dengan uap bekas dari turbin tekanan tinggi digunakan untuk menggerakkan
turbin tekanan rendah (Low Pressure Turbine).
Tujuan membuat dua tingkat tekanan adalah untuk meningkatkan
efisiensi termal siklus kombinasi. Dengan dua tingkat tekanan, maka gas buang
sebelum dibuang ke atmosfir dapat digunakan untuk menghasilkan uap dengan
tekanan dan temperatur yang rendah sehingga panas gas buang dimanfaatkan
dengan lebih optimal.
Aliran gas panas dari turbin gas masuk melalui sisi bawah HRSG
mengalir ke atas melewati pipa-pipa superheater, evaporator, ekonomiser tekanan
tinggi sambil menyerahkan panas. Selanjutnya melewati pipa-pipa dengan fungsi
yang yang sama tetapi dengan tekanan lebih rendah yang berada dibagian atasnya
kemudian dibuang keatmosfir melalui cerobong yang terletak diatas HRSG.
Gambar II.9 HRSG dengan dua tingkat tekanan ( dual pressure )
( Sumber : Pengoperasian PLTU Gabungan : PLN Corporate University )
II-11
II.3.2.3 Multi Pressure HRSG
HRSG jenis ini mempunyai tiga tingkat tekanan yang berbeda,
yaitu tekanan tinggi (HP), tekanan menengah (IP), dan tekanan rendah (LP).
Dengan tiga tingkat tekanan, efisiensi termal siklus kombinasi akan lebih baik
karena celah diantara tekanan tinggi dan rendah masih bisa dimanfaatkan untuk
menghasilkan uap tekanan menengah.
Gas buang dari turbin gas mengalir mendatar sambil menyerahkan
panasnya ke pipa-pipa pemindah panas yang dipasang tegak seperti halnya pada
sistem satu tekanan maupun dua tekanan.
Gambar II.10 Diagram HRSG Multi Pressure
( Sumber : Pengoperasian PLTU Gabungan : PLN Corporate University )
II.3.3 Berdasarkan Sumber Panas
Berdasarkan sumber panas nya, HRSG dibagi menjadi 2 jenis
yaitu, HRSG tanpa bantuan pembakaran (non fire) dan HRSG dengan bantuan
pembakaran (auxiiary burner). HRSG unfired/nonfire adalah HRSG yang seluruh
sumber panasnya berasal dari gas buang turbin gas.
Pada umumnya HRSG yang digunakan di Indonesia adalah HRSG
tanpa bantuan pembakaran (unfire), tetapi dalam industri terdapat HRSG dengan
II-12
burner bantuan (auxiliary burner). Hal ini diterapkan apabila ketersediaan gas
panas dari luar tidak konstan. Tujuan penggunaan burner bantu pada HRSG
adalah untuk meningkatkan temperatur gas (sekitar 820°C) sehingga diperoleh
produksi uap yang lebih besar.
Gambar II.11 HRSG dengan auxiliary burner
( Sumber : Pengoperasian PLTU Gabungan : PLN Corporate University )
II.3.4 Berdasarkan Konstruksi Pipa Penukar Panas
II.3.4.1 HRSG dengan konstruksi pipa penukar panas vertikal
HRSG dengan sirkulasi alam atau natural mempunyai susunan pipa
secara vertikal, dan gas buang dari exhaust GTG melintasi pipa-pipa tersebut
dengan arah mendatar. Gas buang ini selanjutnya keluar melalui cerobong/stack
yang berada di ujung HRSG.
II-13
Gambar II.12 HRSG dengan konstruksi pipa pemanas vertikal
Gambar II.13 HRSG konstruksi pipa penukar panas vertikal
( Sumber : Pengoperasian PLTU Gabungan : PLN Corporate University )
II.3.4.2 HRSG dengan konstruksi pipa penukar panas horizontal
Pada HRSG dengan konstruksi horizontal, modul-modul pipa
penukar panas dipasang secara horizontal. Gas panas masuk dari sisi bawah,
mengalir ke atas melintang pipa-pipa penukar panas, yang selanjutnya keluar
melalui cerobong/stack yang berada langsung di atas HRSG.
II-14
Gambar II.14 HRSG dengan konstruksi pipa pemanas horizontal
Gambar II.15 HRSG konstruksi pipa penukar panas horizontal
( Sumber : Pengoperasian PLTU Gabungan : PLN Corporate University )
II-15
II.4 Komponen Utama Heat Recovery Steam Generator
II.4.1 Superheater
Superheater adalah peralatan yang berfungsi untuk menaikkan temperatur
uap jenuh sampai menjadi uap panas lanjut sesuai dengan kebutuhan untuk
menggerakkan turbin. Karena uap yang terbentuk dari pemanasaan didalam
pipa-pipa di ruang bakar berada dalam wujud jenuh atau basah maka uap
tersebut jika digunakan atau diekspansikan dalam turbin, akan menimbulkan
pengembunan yang cepat.
Superheater dapat terdiri dari satu atau lebih modul penukar kalor. Pada
modul superheater yang banyak biasanya mempunyai kontrol temperatur uap di
antara modul-modulnya yang berfungsi untuk mencegah terjadinya temperatur
logam yang berlebih pada bagian akhir dari modul dan untuk meminimalkan
kemungkinan kandungan air yang masuk ke dalam turbin uap.
Superheater (pemanas uap lanjut)terpasang pada saluran gas buang dalam
ketel uap. Didalam superheater uap jenuh atau basah yang berasal dari drum ketel
temperaturnya dinaikkan pada tekanan tetap sampai temperatur yang diinginkan.
Energi panas diambil dari gas-gas bekas, berlangsung secara radiasi dan/atau
konveksi. Sebagaimana halnya pada pipa – pipa air lainnya. Temperatur uap
dibuat sedemikian tinggi sehingga material ketel harus mampu menahan suhu
maupun tekanan kerjanya.
Pada turbin tekanan bertingkat , pada saat uap mencapai kadar tertentu,
diadakan pemanasan ulang didalam alat yang dinamakan reheater (pemanas
ulang). Uap yang telah dipanaskan ulang dalam reheater ini selanjutnya
diekspansikan pada turbin tingkat berikutnya. Superheater dibedakan atas dua tipe
yakni, superheater konveksi dan superheater radiasi-konveksi
Prinsip Superheater konveksi sama seperti ekonomiser, yakni menyerap
panas gas bekas yang melewati superheater. Kenaikan temperatur uap praktis
terjadi pada tekanan tetap sampai akhirnya gas bekas meninggalkan supeheater.
II-16
Menurut penempatannya superheater ditempatkan diantara pipa-pipa air dan
diatas pipa-pipa air.
II.4.2 Reheater
Reheater adalah peralatan yang berfungsi untuk menaikkan temperatur uap
dari turbin tekanan tinggi untuk dipanaskan ulang sesuai dengan kebutuhan untuk
menggerakkan turbin tingkat tekanan berikutnya. Uap yang telah digunakan untuk
memutar turbin tekanan tinggi (HP Turbine) mengakibatkan tekanan dan
temperaturnya turun. Dengan memanfaatkan gas bekas maka uap tersebut
dipanaskan ulang untuk menaikkan temperaturnya dengan tekanan tetap, sehingga
mendapatkan entalpi yang lebih tinggi .
Sesuai analisa Termodinamika, baik superheater maupun reheater,
efisiensi termal dari suatu instalasi akan naik jika menggunakan uap panas lanjut.
Apabila menggunakan uap basah, akan menimbulkan erosi pada sudu-sudu turbin.
II.4.3 Evaporator
Evaporator pada boiler dikenal juga dengan nama Tube wall. Didalam tube
wall terdapat air yang bersirkulasi dari boiler drum melalui down comer dan low
header. Panas yang dihasilkan dari proses pembakaran didalam furnance sebagian
diberikan kepada air yang ada didalam tube wall sehingga air berubah menjadi
uap. Selain berfungsi untuk membuat air menjadi uap, tube wall juga mencegah
penyebaran panas dari dalam furnance ke udara luar dan untuk lebih menjamin
agar panas tersebut tidak terbuang ke udara luar melewati tube wall, maka dibalik
tube wall (arah udara luar) dipasang dinding isolasi yang terbuat dari mineral
fiber.
Sedangkan pada down comer terpasang pipa yang berukuran besar,
menghubungkan bagian bawah boiler drum dengan lower header. Down comer
(pipa turun) tidak terkena panas secara langsung dari ruang bakar. Dan untuk
menghindari kerugian panas yang terbuang pada down comer, maka down comer
diberi isolasi.
II-17
II.4.4 Economizer
Ekonomiser terdiri dari pipa–pipa air yang ditempatkan pada lintasan gas
asap sebelum meninggalkan ketel. Pipa–pipa ekonomiser terbuat dari bahan baja
atau besi tuang yang sanggup menahan panas dan tekanan tinggi. Korosi yang
mungkin terbentuk sebelah sisi air dapat dihindari dengan cara melunakkan air
pengisi terlebih dahulu, dan korosi di sebelah luar (sisi gas asap) diatasi dengan
mempertahankan temperatur gas asap tinggi diatas titik embun gas sulphur.
Konduktivitas panas dan tahanan aliran gas yang disebabkan oleh abu/debu yang
melekat pada pipa–pipa dapat dicegah dengan pembersihan secara berkala.
Dengan menggunakan ekonomiser, efisiensi thermal ketel akan naik, diperkirakan
penghematan pemakaian bahan bakar dapat berkurang sebesar 1% setiap kenaikan
temperatur air pengisi sebesar 5°C.
Ekonomiser yang banyak dipakai pada ketel Pembangkit Tenaga Listrik
pada masing–masing seksi terdapat kotak pengumpul (header) atas dan kotak
pengumpul bawah, kotak itu dihubungkan ke delapan buah pipa–pipa polos (licin)
dan kadang bersirip yang juga dipasang sejajar satu sama lain. Kotak–kotak
pengumpul dan pipa–pipa dibuat dari bahan besi tuang. Kotak–kotak pengumpul
itu tidak mempunyai kampuh dan di kedua ujungnya dibulatkan.
Air pengisi dimasukkan ke dalam header melalui down comer, kemudian
disebarkan ke semua pipa pemanas. Air mengalir ke atas dengan kecepatan rendah
melalui deretan pipa–pipa vertikal yang dipanasi oleh gas panas yang mengalir
tegak lurus terhadap pipa dan selanjutnya air panas yang dihasilkan ditekan ke
dalam drum ketel melalui sebuah pipa yang dihubungkan ke drum. Temperatur air
itu dapat mencapai 100 – 150°C tergantung pada temperatur gas pembakaran.
Di dalam pipa induk atas (tepat di atas pipa–pipa vertikal) dibuat lubang
pembersih untuk membersihkan bidang dalam pipa. Dalam pipa induk bawah
dibuat pula lubang untuk membuang lumpur yang mengendap. Debu dan fly ash
yang dibawa oleh gas asap melekat pada sisi luar pipa, dibersihkan dengan blower
yang bergerak pelahan-lahan turun naik secara terus-menerus.
II-18
Banyak juga ekonomiser yang memakai pipa-pipa bersirip. Dengan
penambahan sirip ini luas bidang panas bertambah besar sehingga pada jumlah
penerima panas yang sama dengan pipa polos, ekonomiser dapat diperkecil. Pipa–
pipa bersirip untuk tekanan sedang dibuat dari bahan besi tuang yang disusut
disekitar pipa-pipa baja yang tidak berkampuh. Dengan bantuan katup by pass,
gas asap dapat dialirkan langsung kecerobong, jadi ekonomiser tidak bekerja.
Temperatur air pengisi dan gas asap, diatur dengan bantuan katup by pass ini.
II.4.5 Stack and Silencer
Stack adalah cerobong asap dari gas bekas turbin uap setelah melalui
HRSG (boiler). Untuk jenis HRSG horizontal stack terdapat dibelakang HRSG,
sementara untuk untuk tipe vertikal terdapat diatas.
Gambar II.16 Komponen Utama HRSG
( Sumber : Pengoperasian PLTU Gabungan : PLN Corporate University )
II.5 Prinsip Kerja Heat Recovery Steam Generator
Gas buang dari turbin gas yang temperaturnya masih tinggi (sekitar
550°C) dialirkan masuk ke HRSG untuk memanaskan air didalam pipa-pipa
pemanas, kemudian gas buang ini dibuang ke atmosfir melalui cerobong dengan
temperatur yang sudah rendah (sekitar 130°C). Air didalam pipa-pipa yang
berasal dari drum sebagian berubah menjadi uap karena pemanasan tersebut.
II-19
Campuran air dan uap ini selanjutnya masuk kembali ke dalam drum. Di dalam
drum, uap dipisahkan dari air menggunakan separator.
Uap yang terkumpul kemudian diarahkan untuk memutar turbin uap,
sedangkan air nya dikembalikan kedalam drum untuk disirkulasikan lagi kedalam
pipa-pipa pemanas bersama dengan air pengisi yang baru. Demikian proses ini
terjadi berulang-ulang selama HRSG beroperasi. Agar dapat memproduksi uap
yang banyak dalam waktu yang relatif cepat, maka perpindahan panasnya
dilakukan dengan aliran berlawanan atau cross flow, dan sirkulasi airnya harus
cepat.
Pada prinsipnya HRSG dan boiler adalah hal yang serupa, yaitu suatu
peralatan pemindah panas yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap
dengan bantuan panas. Perbedaan utama terletak pada sumber panas yang
digunakan dan susunan pipa pemanasnya.Sumber panas untuk membangkitkan
uap pada HRSG berasal dari energi panas yang terkandung didalam gas buang
PLTG. Sedangkan pada boiler (ketel), sumber panas untuk membangkitkan uap
berasal dari pembakaran bahan bakar didalam ruang bakar (furnace) boiler. Pada
boiler pipa-pipa pemanas disusun menjadi dinding ruang bakar, sedangkan pada
HRSG pipa-pipa pemanas disusun tegak lurus terhadap aliran gas buang.
II.6 Perhitungan Heat Balance HRSG Sesuai Standar ASME PTC 4.4
Heat balance atau keseimbangan panas adalah kondisi dimana energi
panas yang masuk ke dalam suatu sistem sama dengan energi panas yang
meninggalkan atau keluar dari sistem tersebut. Untuk mendapatkan nilai heat
balance dari HRSG bisa didapatkan melalui persamaan berikut :
Energy in = Energy out ( WBA + WBLD + WAC ) . hAin + WINJ . hinj + WGTF . HVNET
= QHL + WBLD . hBLD + ( WAC + WINJ + WGTF ) . hGOUT + WBA . hAOUT
Dimana :
WBA : Balance of water airflow (lb/hr)
WBLD : Gas Turbine bleed air flow (lb/hr)
II-20
WAC : wet air for combustion flow (lb/hr)
hAin : enthalpy of air entering (Btu/lb)
WINJ : water or steam injection flow (lb/hr)
hinj : enthalpy of water or steam injection (Btu/lb)
WGT F : Gas Turbine fuel flow (lb/hr)
HVNET : Net heating value (Btu/lb)
QHL : heat loss (Btu/hr)
hBLD : enthalpy of bleed air (Btu/lb)
hGout : gas enthalpy out of the HRSG (Btu/lb)
hAout : enthalpy of air exiting (Btu/lb)
Berdasarkan standar ASME PTC 4.4-2008, tahapan perhitungan untuk
mendapatkan nilai heat balance dari suatu HRSG adalah sebagai berikut:
Tahap- 1. Menghitung Komposisi Udara
Komposisi udara kering yang masuk beserta komposisi molar nya telah
ditentukan berdasarkan NASA Reference Publication 1311, yaitu:
Nitrogen : 78.0840%
Oxygen : 20.9476%
Argon : 0.9365% Carbon dioxide : 0.0319%
Total : 100.000%
Komposisi udara kering dihitung berdasarkan kelembaban dan tekanan atmosfer
melalui perhitungan yang diambil dari American Society of Heating,
Refrigerating, dan Air Conditioning Engineers Handbook of Fundamentals, 1997.
(ASHRAE, 1997). Bagian ini menentukan fraksi massa dan aliran molar udara
konstituen yang memasuki turbin gas.
II-21
Tahap -1.1. Untuk menghitung dan mendapatkan nilai tersebut data yang
dibutuhkan pada tahap ini adalah:
Laju alir udara (lb/hr)
Tekanan atmosfer (psia)
Temperatur bola kering (˚F)
Temperatur bola basah (˚F), atau relative humidity (%)
Berdasarkan standar ASME PTC 4.4-2008, setelah diketahui parameter-
parameter diatas, lalu dilakukan perhitungan untuk mencari nilai tekanan uap
(Pvapor) pada temperatur bola basah dengan persamaan sebagai berikut:
ln (Pvapor) = C1/T + C2+ C3.T+ C4.T2 + C5.T3 + C6.T4 + C7.ln(T)...........(II.1)
dimana: Tr = Twb + 459,67˚R
Untuk tekanan uap dimana Twb berada pada rentang -148˚F - 32˚F, maka
konstanta C yang digunakan adalah:
C1 = -1,0214165 x 104
C2 = -4,8932428
C3 = -5,3765794 x 10-3
C4 = -1,9202377 x 10-7
C5 = -3,5575832 x 10-10
C6 = -9,0344688 x 10-14
C7 = 4,1635019
Sedangkan untuk tekanan uap dimana Twb berada pada rentang 32˚F - 392˚F,
maka konstanta C yang digunakan adalah:
C1 = -1,0440397 x 104
C2 = -1,1294650 x 101
C3 = -2,7022355 x 10-2
C4 = 1,2890360 x 10-5
C5 = -2,4780681 x 10-9
II-22
C6 = 0
C7 = 6,5459673
Jika nilai relative humidty diketahui, lanjutkan ke tahap- 1.2. Jika nilai Twb
diketahui lanjut ke tahap- 1.4
Tahap -1.2. Nilai tekanan uap harus dihitung seperti pada tahap- 1.1 dengan
menggunakan Tdb (dry bulb temperature). Hitung tekanan parsial air dalam gas
dengan mengalikan tekanan uap dikalikan dengan kelembaban relatif dan dibagi
dengan 100.
Pw = Pv x HREL / 100......................................................................(II.2)
Tahap -1.3 Menghitung fraksi udara kering dengan mengurangi tekanan parsial air
dari tekanan atmosfer dan membagi hasil selisihnya dengan tekanan atmosfir.
WFDA = (PATM – Pw) / PATM....................................................................................(II.3)
Setelah itu, langsung menghitung ke tahap- 1.7
Tahap -1.4 Menghitung nilai saturated humidy ratio dari nilai tekanan atmosfir
dan tekanan uap yang telah diketahui
HRSAT = 0,62198 𝑥 ( 1,0039 𝑥 𝑃𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟)
𝑃𝑎𝑡𝑚−( 1,0039 𝑥 𝑃𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟 ) .....................................................(II.4)
Tahap -1.5 Menghitung nilai humidity ratio aktual
HR = (( 1093−(0,556 𝑥 𝑇𝑤𝑏))𝑥 𝐻𝑅𝑠𝑎𝑡)−( 0,240 𝑥 (𝑇𝑑𝑏−𝑇𝑤𝑏)
1093+(0,444 𝑥 (𝑇𝑑𝑏−𝑇𝑤𝑏)) .................(II.5)
Tahap -1.6 Menghitung nilai fraksi udara kering
FDA = 18,01528
(28,9651785 𝑥 𝐻𝑅)+18,01528 ................................................(II.6)
Tahap -1.7 Menghitung nilai fraksi mol udara basah dengan cara mengalikan
nilai fraksi udara kering dengan fraksi mol udara kering
Fraksi mol Nitrogen = MFN2 = WFDA x 0,780840
Fraksi mol Oksigen = MFO2 = WFDA x 0,209476
Fraksi mol Argon = MFAr = WFDA x 0,009365
Fraksi mol Karbon Dioksida = MFCO2 = WFDA x 0,000319
Fraksi mol Air = MFH2O = 1 - WFDA
II-23
Fraksi mol Sulfur Dioksida = MFSO2 = 0
Tahap- 1.8 Menghitung nilai rata-rata berat molekul
MWAVG = MFN2 x 28,01348 + MFO2 x 31,9988 + MFCO2 x 44,0098 + MFH2O x
18,01528 + MFAr x 39,948 + MFSO2 x 64,0648........................................(II.7)
Tahap -1.9 Menghitung aliran molar udara
Aliran molar Nitrogen = WMN2 = MFN2 x WA/MWAVG
Aliran molar Oksigen = WMO2 = MFO2 x WA/MWAVG
Aliran molar Argon = WMAr = MFAr x WA/MWAVG
Aliran molar Karbon Dioksida = WMCO2 = MFCO2 x WA/MWAVG
Aliran molar Air = WMH2O = MFH2O x WA/MWAVG
Aliran molar Sulfur Dioksida = WMSO2 = MFSO2 x WA/MWAVG
Tahap -1.10 Menghitung nilai fraksi massa
Fraksi massa N2 = WFN2 = MFN2 x 28,01348/MWAVG
Fraksi massa O2 = WFO2 = MFO2 x 31,9988/MWAVG
Fraksi massa Ar = WMAr = MFAr x 39,948/MWAVG
Fraksi massa CO2 = WMCO2 = MFCO2 x 44,0098/MWAVG
Fraksi massa H2O = WMH2O = MFH2O x 18,01528/MWAVG
Fraksi massa SO2 = WMSO2 = MFSO2 x 64,0648/MWAVG
Tahap -2. Menghitung Perubahan Mol pada Pembakaran Bahan Bakar Gas
Untuk menghitung nilai perubahan mol pada pembakaran dengan bahan
bakar gas, parameter yang perlu diketahui adalah laju alir bahan bakar dan fraksi
mol bahan bakar gas. Tabel 2.1 berikut menunjukkan rasio perubahan aliran molar
konstituen udara per mol senyawa gas bakar yang dibakar. Aliran molar dari
setiap senyawa inert dalam gas bahan bakar seperti nitrogen atau karbon dioksida
akan langsung masuk ke produk pembakaran dengan basis mol-per-mol. Nilai
tabel ditentukan dari persamaan kimia oksidasi untuk satuan mol senyawa gas
bahan bakar sesuai dengan persamaan oksidasi generik berikut: CxHySz +
(x+y/4+z) O2 = (x) CO2 + (y/2) H2O + (z) SO2. Koefisien oksigen harus negatif
karena oksigen dikonsumsi dalam reaksi.
II-24
Tabel II.1. Rasio pembakaran (combustion ratio)
( Sumber : ASME PTC 4.4-2008 )
Tahap -2.1 Menghitung berat molekul komponen gas rata-rata
MWFG = Σ [MFi x MWi] ............................................(II.8)
Tahap -2.2 Menghitung nilai aliran molar bahan bakar gas
Fuel Gas Molar Flow = WMFG = 𝑊𝐹𝐺
𝑀𝑊𝐹𝐺 .........................(II.9)
Terkadang aliran gas bahan bakar dikenal dengan satuan kaki kubik standar per
menit (SCFM). Jika seperti ini, maka aliran molar gas bahan bakar dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
WMFG = 𝑉𝐹𝐺 𝑥 60
379,67 𝑥 𝑍 .............................................................(II.10)
Ketika kondisi standar diketahui sebagai 60˚F dan 14,696 psia
Tahap -2.3 Menghitung perubahan aliran molar nitrogen dengan cara mengalikan
aliran molar bahan bakar gas dengan fraksi mol nitrogen pada bahan bakar gas.
Tahap -2.4 Menghitung perubahan aliran molar oksigen. Jumlah untuk semua
senyawa gas bahan bakar, produk dari aliran molar gas bahan bakar, fraksi mol
bahan bakar gas, dan rasio pembakaran oksigen bahan bakar gas.
II-25
Tahap -2.5 Menghitung perubahan aliran molar karbon dioksida. Jumlah untuk
semua senyawa gas bahan bakar, produk dari aliran molar gas bahan bakar, fraksi
mol bahan bakar gas, dan rasio pembakaran karbon dioksida bahan bakar gas.
Tahap -2.6 Menghitung perubahan aliran molar air. Jumlah untuk semua senyawa
gas bahan bakar, produk dari aliran molar gas bahan bakar, fraksi mol bahan bakar
gas, dan rasio pembakaran air bahan bakar gas.
Tahap -2.7 Menghitung aliran perubahan molar argon dengan cara mengalikan
aliran molar bahan bakar gas dengan fraksi mol argon pada bahan bakar gas.
Tahap -2.8 Menghitung aliran perubahan molar sulfur dioksida. Jumlah untuk
semua senyawa gas bahan bakar, produk dari aliran molar gas bahan bakar, fraksi
mol bahan bakar gas, dan rasio pembakaran sulfur dioksida bahan bakar gas.
Tahap -2.9 Udara kering untuk pembakaran adalah perubahan dalam aliran molar
oksigen dari tahap 2.4 dibagi dengan fraksi oksigen dalam udara kering dikalikan
dengan berat molekul udara kering. Aliran udara lembab untuk pembakaran
adalah aliran udara kering dikalikan dengan satu ditambah rasio kelembaban
udara (Tahap-1, Tahap -1.3 atau Tahap -1.5)
WAC = ∆𝑊𝑀𝑂2
0,209476 x 28,9651785 x HR .......................................................(II.11)
Tahap -3. Menghitung Komposisi Gas Inlet
Untuk menghitung komposisi gas inlet diperlukan parameter-parameter
seperti, Combustion Air for GT Fuel, Air Molecular Weight, Water/Steam
Injection, Gas Turbine Fuel Flow, Balance of Airflow.
Tahap -3.1 Menghitung Combustion Moist Air (mol/hr)
Comb. Moist Air = (komposisi udara x comb. Air for GT Fuel) / Air Molecular
Weight ............................................................................................(II.12)
Tahap -3.2 Menghitung Injeksi Air atau Uap (mol/hr)
Injeksi Air / Uap = (Water / Steam Flow) / 18,01528 ...........................(II.13)
II-26
Tahap -3.3 Menghitung resultan (moles/hr)
Resultan = comb. Moist air + combustion mole change + water / steam injection
......................................................................................................(II.14)
Tahap -3.4 Menghitung Combustion Air In + GT Fuel + Injection
Combustion Air In + GT Fuel + Injection = Resultant x mole weight....(II.15)
Tahap -3.5 Menghitung Fraksi Massa Gas
Fraksi Massa Gas = (Comb. Air In + GT Fuel + Water or Steam Injection) / Total
Comb. Air In + GT Fuel + Water or Steam Injection ..........................(II.16)
Tahap -3.6 Menghitung Keseimbangan Udara Lembab (Balance of Moist Air)
Keseimbangan Udara Lembab = (keseimbangan aliran udara x komposisi udara) /
Berat Molekul Udara .......................................................................(II.17)
Tahap -3.7 Menghitung Total Gas Flow
Total Gas Flow = Resultant + Balance of Moist Air .............................(II.18)
Tahap -3.8 Menghitung Fraksi Mol Gas
Fraksi Mol Gas = Aliran gas per komposisi / Total Gas Flow ....................(II.19)
Tahap -3.9 Menghitung Gas Turbine Exhaust Flow
GT Total Exhaust Flow = (Total Comb. Air In + GT Fuel + Injection) + Balance
of Airflow ............................................................................................(II.20)
Tahap -4. Menghitung Nilai Entalpi Gas (Gas Enthalpy)
Entalpi aliran gas adalah nilai massa tertimbang dari konstituen entalpi
aliran. Persamaan konstituen entalpi berasal dari korelasi NASA. (NASA
Reference Publication 2002-211556, September 2002). Parameter yang
dibutuhkan pada perhitungan ini adalah temperatur gas dan fraksi massa
konstituen gas.
Entalpi dihitung untuk setiap konstituen dalam aliran gas sebagai fungsi
dari temperatur gas. Korelasi entalpi untuk masing-masing konstituen adalah
korelasi rentang ganda dengan perubahan pada 1800°R. Korelasi ini
membutuhkan suhu untuk berada pada satuan °R. Lihat Tabel 2.2.
Tr = Temperatur (°R) = Temperatur (°F) + 459,67
II-27
hi = -A1/Tr + A2.ln(Tr)+ A3(Tr)+ A4.(Tr)2 + A5.(Tr)3 + A6.(Tr)4 + A7.(Tr)5-A8
............................................................................................................(II.21)
Tabel II.2. Konstituen entalpi persamaan konstan
Tahap -4.1 Hitung entalpi untuk setiap konstituen gas untuk suhu yang diberikan
dan sesuai koefisien korelasi.
Tahap -4.2 Entalpi gas adalah jumlah produk dari entalpi penyusun dan konstituen
fraksi massa untuk semua konstituen
hG = WFN2 . hN2 + WFO2 . hO2 + WFCO2 . hCO2 + WFH2O . hH2O + WFAr . hAr + WFSO2
. hSO2 ..................................................................................................(II.22)
Tahap -5. Menghitung Gas Turbine Gas Composition
Komposisi gas turbin gas harus ditentukan untuk menentukan entalpi
gas. Komposisi ini merupakan penjumlahan dari udara masuk turbin gas dan
injeksi uap / air ditambah perubahan yang disebabkan oleh pembakaran bahan
bakar. Parameter yang dibutuhkan pada perhitungan ini adalah laju alir, injeksi
air/uap, laju alir bahan bakar, laju alir molar udara (Tahap -1.9), dan perubahan
pada laju aliran molar (Tahap -2.3 dan -2.8 untuk gas)
Tahap -5.1 Hitung aliran molar uap / air yang diinjeksikan dengan membagi aliran
injeksi dengan 18,01528
II-28
Tahap -5.2 Aliran molar nitrogen adalah jumlah dari aliran molar nitrogen dari
udara dan perubahan dalam aliran molar nitrogen dari pembakaran bahan bakar.
Tahap -5.3 Aliran molar oksigen adalah jumlah dari aliran molar oksigen dari
udara dan perubahan dalam aliran molar oksigen dari pembakaran bahan bakar.
Tahap -5.4 Aliran molar karbon dioksida adalah jumlah dari aliran molar karbon
dioksida dari udara dan perubahan dalam aliran molar karbon dioksida dari
pembakaran bahan bakar.
Tahap -5.5 Aliran molar air adalah jumlah dari aliran molar air dari udara dan
perubahan dalam aliran molar air dari pembakaran bahan bakar dan dari air/uap
yang diinjeksikan
Tahap -5.6 Aliran molar argon adalah jumlah dari aliran molar argon dari udara.
Tahap -5.7 Aliran molar sulfur dioksida adalah jumlah dari aliran molar sulfur
dioksida dari udara dan perubahan dalam aliran molar sulfur dioksida dari
pembakaran bahan bakar.
Tahap -5.8 Aliran massa gas turbin gas adalah jumlah aliran udara, aliran bahan
bakar, dan uap / air aliran injeksi.
Tahap -5.9 Hitung fraksi massa konstituen gas. Fraksi massa konstituen gas
adalah konstituen aliran molar dikali berat molekul konstituen dibagi dengan
aliran massa gas total.
Tahap -6. Menghitung Heat Loss HRSG
Untuk mengisi nilai Heat Loss diperlukan parameter-parameter berikut:
QGIN = -456661237,7 Btu/hr
QGOUT = 105150535 Btu/hr
Tahap -6.1 Mencari nilai %QHL
%QHL = -1,38 x 10-10 x ( 𝑄𝐺𝑖𝑛
10^6 ) + 8,83 x 10-7 x (
𝑄𝐺𝑖𝑛
10^6 )2 – 1,66 x 10-3 x (
𝑄𝐺𝑖𝑛
10^6 ) +
1,24 ...................................................................................................(II.23)
II-29
Tahap -6.2 Mencari nilai QHL
QHL = %QHL / 100 x (QGIN – QGOUT) ........................................................................(II.24)
2.7 Perhitungan Efisiensi Heat Recovery Steam Generator
Pengujian efisiensi dari heat recovery steam generator dapat didefenisikan
sebagai prestasi kerja heat recovery steam generator atau waste heat recovery
boiler yang didapatkan dari perbandingan antara energi yang dipindahkan ke atau
diserap oleh fluida kerja didalam HRSG dengan masukan berupa panas gas buang
yang berasal dari keluaran turbin gas.
Pengujian efisiensi heat recovery steam generator pada tugas akhir ini
dapat dilakukan dengan cara menghitung persamaan di bawah ini :
𝜂 =𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡=
𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑢𝑎𝑝 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑙𝑎𝑛𝑗𝑢𝑡
𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑔𝑎𝑠 𝑏𝑢𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝐻𝑅𝑆𝐺
= { ( ℎ 𝐻𝑃𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑥 ṁ 𝐻𝑃𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 ) + ( ℎ𝐿𝑃𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 𝑥 ṁ 𝐿𝑃𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 ) − { ( ℎ𝐻𝑃 𝐹𝑊 𝑥 ṁ 𝐻𝑃 𝐹𝑊 ) + ( ℎ 𝐿𝑃 𝐹𝑊 𝑥 ṁ 𝐿𝑃 𝐹𝑊 )}
{ ( ℎ 𝑇𝐴𝑇 − ℎ 𝑎𝑡𝑚 )𝑥 ṁ 𝑇𝐴𝑇 }
Dimana :
ℎ 𝐻𝑃𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 : entalpi uap tekanan tinggi (kJ/kg)
ṁ 𝐻𝑃𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 : laju alir uap tekanan tinggi (kg/h) ℎ𝐿𝑃𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 : entalpi uap tekanan rendah (kJ/kg)
ṁ 𝐿𝑃𝑠𝑡𝑒𝑎𝑚 : laju alir uap tekanan rendah (kg/h)
ℎ𝐻𝑃 𝐹𝑊 : entalpi feedwater tekanan tinggi (kJ/kg)
ṁ 𝐻𝑃 𝐹𝑊 : laju alir feedwater tekanan tinggi (kg/h)
ℎ 𝐿𝑃 𝐹𝑊 : entalpi feedwater tekanan rendah (kJ/kg)
ṁ 𝐿𝑃 𝐹𝑊 : laju alir feedwater tekanan rendah (kg/h)
ℎ 𝑇𝐴𝑇 : entalpi (kJ/kg)
ℎ 𝑎𝑡𝑚 : entalpi atmosfer (kJ/kg)
ṁ 𝑇𝐴𝑇 : laju alir (kg/h)
Berdasarkan standar ASME PTC 4.4-2008, tahapan perhitungan untuk
mendapatkan nilai efisiensi dari suatu HRSG adalah sebagai berikut:
II-30
Tahap- 1. Menghitung Nilai Efisiensi HRSG
Efisiensi HRSG = = Total Balance of Moist Air Heat / (Comb. Air In + GT Fuel
+ Injection) x 10.............................................................................(II.25)