BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi,...

24
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Manajemen laba Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut). Menurut Scott (2009), manajemen laba adalah tindakan manajer untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan dengan menggunakan kebijakan metode akuntansi. Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi ketika eksekutif suatu badan usaha menggunakan kebijakan dalam menyusun laporan keuangan dan membentuk transaksi untuk mengubah laporan keuangan. Tujuannya adalah memanipulasi besaran laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham dan mempengaruhi hasil perjanjian yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Fischer dan Rosenzweig (1995) memandang manajemen laba sebagai serangkaian langkah yang dilakukan manajer untuk meningkatkan atau menurunkan jumlah laba yang dilaporkan dalam tahun berjalan yang merupakan tanggung jawabnya tanpa menyebabkan penurunan atau peningkatan keuntungan yang dicapai suatu badan usaha dalam jangka panjang.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi,...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Manajemen laba

Schipper (1989) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi

dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk

memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan

operasi yang netral dari proses tersebut). Menurut Scott (2009), manajemen laba

adalah tindakan manajer untuk melaporkan laba yang dapat memaksimalkan

kepentingan pribadi atau perusahaan dengan menggunakan kebijakan metode

akuntansi. Healy dan Wahlen (1999) menyatakan bahwa manajemen laba terjadi

ketika eksekutif suatu badan usaha menggunakan kebijakan dalam menyusun

laporan keuangan dan membentuk transaksi untuk mengubah laporan keuangan.

Tujuannya adalah memanipulasi besaran laba yang dilaporkan kepada para

pemegang saham dan mempengaruhi hasil perjanjian yang bergantung pada

angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Fischer dan Rosenzweig (1995)

memandang manajemen laba sebagai serangkaian langkah yang dilakukan

manajer untuk meningkatkan atau menurunkan jumlah laba yang dilaporkan

dalam tahun berjalan yang merupakan tanggung jawabnya tanpa menyebabkan

penurunan atau peningkatan keuntungan yang dicapai suatu badan usaha dalam

jangka panjang.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

10

Ada beberapa perspektif yang dapat digunakan untuk menjelaskan

mengapa manajemen laba dilakukan oleh manajer, yaitu perspektif informasi dan

oportunis. Perspektif informasi merupakan pandangan yang menyarankan bahwa

manajemen laba merupakan kebijakan manajerial untuk mengungkapkan harapan

pribadi manajer tentang arus kas perusahaan dimasa depan. Upaya mempengaruhi

informasi itu dilakukan dengan memanfaatkan kebebasan memilih, menggunakan,

dan mengubah metode dan prosedur akuntansi. Perspektif oportunis merupakan

pandangan yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan perilaku manajer

untuk mengelabui investor dan memaksimalkan kesejahteraannya karena

memiliki informasi lebih banyak dibandingkan pihak lain.

Perilaku manajer yang berhubungan dengan pelaksanaan manajemen laba

juga dapat dimulai dari pendekatan keagenan (agency theory) (Jensen dan

Meckling, 1976). Dalam teori keagenan dinyatakan bahwa praktik manajemen

laba yang dilakukan manajemen suatu badan usaha dipengaruhi oleh adanya

konflik kepentingan. Agen (manajemen) yang semestinya melaksanakan fungsi

pelayanan kepada prinsipal ternyata memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan

prinsipal. Manajemen selaku agen yang berusaha lebih mengutamakan

kepentingan pribadinya terlebih dahulu dengan mengorbankan kepentingan

pemilik selaku prinsipal mencerminan perilaku oportunis dari manjemen tersebut.

Konflik kepentingan antara kedua belah pihak (manajemen dan pemilik) muncul

dikarenakan masing-masing pihak berusaha memaksimumkan utilitasnya. Teori

keagenan menjelaskan apabila perusahaan berada dalam kinerja buruk, manajer

dapat bertindak oportunis dengan menaikkan laba akuntansi guna

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

11

menyembunyikan kinerja yang buruk, sebaliknya bila perusahaan dalam kinerja

baik manajer bertindak oportunis dengan menurunkan laba akuntansinya untuk

menunda kinerja yang baik. Jika dikaitkan dengan hubungan keagenan, maka

manajer memiliki informasi yang lebih baik, lebih banyak, dan lebih cepat

dibandingkan dengan pihak eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor.

Artinya manajemen memiliki asimetri informasi sehingga mereka mampu

mengendalikan informasi yang ada di dalam suatu badan usaha. Asimetri

informasi inilah yang memberikan insentif kepada manajemen untuk melakukan

moral hazard dalam bentuk manajemen laba dengan tujuan untuk memaksimalkan

kemakmurannya.

Fenomena manajemen laba merupakan topik yang telah lama muncul baik

dalam dunia akademik maupun bisnis. Penelitian De Angelo (1988), Holthausen

dan Sloan (1995) menunjukkan bahwa manajemen laba telah meluas dan ada

dalam setiap pelaporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan. Mereka

memberikan bukti empiris bahwa manajemen laba ada dalam setiap laporan

keuangan kuartalan dan tingkat manajemen laba yang terbesar ditemukan pada

kuartal ketiga. Upaya ini dapat dijalankan melalui kebijakan-kebijakan akuntansi

yang dianggap menguntungkan mereka. Teori akuntansi positif yang

dikemukakan oleh Watts dan Zimmerman (1986) menjelaskan mengapa kebijakan

akuntansi menjadi suatu masalah bagi perusahaan dan pihak-pihak yang

berkepentingan dengan laporan keuangan, dan untuk memprediksi kebijakan

akuntansi yang hendak dipilih oleh perusahaan dalam kondisi tertentu. Teori ini

didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan merupakan suatu muara bagi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

12

berbagai kontrak yang datang padanya (nexus of contracts). Misalnya, kontrak

dengan karyawan (termasuk manajer), pemasok, dan dengan pemberi modal.

Sebagai suatu kumpulan dari berbagai kontrak, secara rasional perusahaan ingin

meminimalkan contracting cost yang berkaitan dengan kontrak-kontrak tersebut,

seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan

atau kegagalan, dan lain-lain. Beberapa dari kontrak tersebut melibatkan variabel-

variabel akuntansi, dan teori akuntansi positif berargumentasi bahwa perusahaan

akan memanfaatkan kebijakan akuntansi guna meminimumkan contracting cost.

Scott (2009: 346-355) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya

manajemen laba adalah sebagai berikut.

1. Motivasi Program Bonus

Motivasi ini menunjukkan kecenderungan manajemen yang secara

oportunistik mengelola laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka

berdasarkan program kompensasi perusahaan.

2. Motivasi Politik (Political Motivations)

Perusahaan besar yang aktivitasnya berhubungan dengan publik

atau perusahaan yang bergerak dalam industri strategis seperti minyak dan

gas akan sangat mudah untuk diawasi. Perusahaan seperti ini cenderung

untuk mengelola labanya.

3. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations)

Penghematan pajak menjadi insentif bagi manajer untuk

mempercepat pengakuan biaya dan menunda pengakuan pendapatan.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

13

4. Motivasi Perubahan Chief Executif Officer (Changes of CEO Mativations)

Manajemen laba juga terjadi disekitar waktu pergantian CEO.

Hipotesis program bonus memprediksi bahwa ketika waktu mendekati

pengunduran diri CEO, maka tindakan yang dilakukan adalah

memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonus mereka. Sebaliknya,

CEO yang kinerjanya buruk akan melakukan manajemen laba untuk

memaksimalkan laba mereka dengan tujuan mencegah atau menunda

pemberhentian mereka.

5. Initial Public Offering (IPO)

Perusahaan go public belum memiliki nilai pasar, dan

menyebabkan manajer perusahaan tersebut melakukan manajemen laba

dalam prospektus mereka. Terdapat kemungkinan bahwa manajer

perusahaan go public akan mengelola prospektusnya dengan harapan dapat

menaikkan harga saham.

6. Motivasi Perjanjian Utang (Debt Covenants Motivations)

Manajemen laba dengan tujuan untuk memenuhi perjanjian utang

timbul dari kontrak utang jangka panjang. Perjanjian utang bertujuan

melindungi peminjam terhadap tindakan manajer. Pelanggaran terhadap

covenant mengakibatkan cost yang tinggi terhadap perusahaan. Oleh

karena itu, manajer berusaha untuk menghindari terjadinya pelanggaran

terhadap covenant.

Scott (2009) juga mengidentifikasikan adanya empat pola yang dilakukan

manajemen untuk melakukan manajemen atas laba sebagai berikut ini.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

14

1. Taking a bath.

Ketika perusahaan melaporkan adanya kerugian, maka manajemen

melakukan kebijakan untuk melaporkan kerugian dengan jumlah yang

besar sekaligus.

2. Income minimization.

Kebijakan ini dilakukan ketika laba yang diperoleh perusahaan

tinggi atau meningkat. Hal yang umum dilakukan manajemen dalam

praktek ini adalah dengan meminimalkan laba. Contohnya adalah dengan

membebankan beban penelitian dan pengembangan lebih besar di periode

berjalan.

3. Income maximization.

Kebijakan ini dilakukan ketika laba yang diperoleh perusahaan

rendah atau menurun. Hal yang umum dilakukan manajemen dalam

praktek ini adalah dengan memaksimalkan laba. Contohnya adalah dengan

mengalokasikan pendapatan tahun mendatang di periode berjalan.

4. Income smoothing.

Kebijakan ini dilakukan karena adanya motivasi manajemen untuk

mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan.

2.1.2 Konsentrasi Kepemilikan

Fenomena kepemilikan perusahaan-perusahaan publik di Indonesia adalah

terkonsentrasi. Kepemilikan terkonsentrasi adalah konsentrasi hak aliran kas dan

konsentrasi hak kontrol keluarga, pemerintah, institusi keuangan yang dimiliki

secara luas, perusahaan yang dimiliki secara luas, atau lain-lain sebagai pemegang

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

15

saham pengendali. Fenomena ini ditunjukkan secara empiris oleh Claessens et al.

(2002), Febrianto (2005), dan Siregar et al. (2006). Kepemilikan terkonsentrasi

bisa jadi mendorong pemegang saham pengendali untuk melakukan ekspropriasi.

Ekspropriasi adalah suatu proses penggunaan hak kontrol atau kendali seseorang

untuk memaksimalkan kesejahteraan sendiri dengan distribusi kekayaan dari

pihak lain (Claessens et al., 2002). Ekspropriasi sangat mungkin dilakukan karena

pemegang saham pengendali dapat memanfaatkan keterbatasan-keterbatasan

hukum dalam suatu negara yang menganut hukum civil seperti Indonesia.

Menurut Johnson et al. (2000), negara-negara menganut hukum civil menekankan

pada hukum yang dapat diprediksi dan mempercayai pada peraturan perundang-

undangan untuk mengatur perilaku kepentingan pribadi. Undang-undang dalam

sistem hukum civil dibuat oleh legislator (La Porta et al., 1999). Hal seperti ini

merupakan insentif bagi pemegang saham pengendali untuk secara kreatif

mengatur transaksi-transaksi yang tidak adil sehingga sesuai dengan isi undang-

undang.

Peningkatan ekspropriasi oleh pemegang saham pengendali

mengimplikasikan efek entrenchment, karena pemegang saham pengendali

memiliki kendali yang kuat untuk menggunakan perusahaan dalam usaha

memenuhi kepentingannya dibanding kepentingan seluruh pemegang saham

(Bozec dan Laurin, 2008). Entrenchment adalah tindakan pemegang saham

pengendali yang dilindungi oleh hak kontrolnya untuk melakukan ekspropriasi

(Fan dan Wong, 2002). Efek entrenchment mencakup ekspropriasi laba

perusahaan yang ditransfer kepada perusahaan lain yang masih dikendalikan oleh

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

16

pemegang saham pengendali. Pemegang saham pengendali dapat juga melakukan

ekspropriasi tentang pencarian tujuan yang tidak memaksimalkan laba

perusahaan. Secara singkatnya, efek entrenchment memprediksi bahwa struktur

kepemilikan yang terkonsentrasi (misalnya pada perusahaan BUMN) akan

mendorong praktik-praktik maksimisasi laba seperti pada manajemen laba.

Kebalikan dari efek entrenchment, pemegang saham pengendali juga

memiliki hak aliran kas yang cukup sehingga dapat mencegah mereka untuk

mengekspropriasi pemegang saham non-pengendali. Lebih besar konsentrasi hak

aliran kas, lebih besar insentif pemegang saham pengendali menjalankan

perusahaan secara benar. Hal ini dikenal dengan efek alignment. Alignment adalah

tindakan pemegang saham pengendali yang selaras dengan kepentingan pemegang

saham non-pengendali. La Porta et al. (1999) menyatakan bahwa efek alignment

pada struktur kepemilikan yang semakin terkonsentrasi sering terjadi di negara

yang sistem hukumnya masih berkembang seperti di Asia Tenggara. Hal ini

dikarenakan struktur kepemilikan yang terkonsentrasi terjadi secara alami pada

negara-negara tersebut yang artinya hubungannya bersifat positif. Pada kasus

perusahaan yang dimiliki negara, efek alignment juga berlaku khususnya pada

saat akan terjadi Initial Public Offering (IPO) ketika perusahaan BUMN yang

lebih besar akan menjadi induk perusahaan yang akan IPO, demi agar perusahaan

BUMN akan dijadikan dasar bagi perhitungan prospek arus kas masa depan,

sehingga harga IPO maksimal dapat di capai. Ketika kepemilikan perusahaan

induk bertambah, dorongan untuk melakukan ekspropriasi akan menurun

sehingga tercipta yang disebut sebagai efek alignment (Ding et al., 2007).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

17

2.1.3 Manajemen Laba pada perusahaan BUMN dan Non-BUMN

Praktik manajemen laba adalah praktik yang dapat terjadi pada berbagai

jenis perusahaan yang telah go public, baik itu perusahaan milik negara (BUMN)

maupun swasta (non-BUMN), karena motivasi melakukan manajemen laba dapat

muncul tanpa membedakan status kepemilikan perusahaan. Misalnya, dalam hal

pemberian bonus baik pada BUMN maupun non-BUMN, umumnya besaran

bonus bagi manajer ditentukan berdasarkan prestasi yang diraih oleh perusahaan.

Prestasi ini biasanya dapat diukur melalui pencapaian laba perusahaan. Mengingat

bahwa skema bonus berdasarkan laba merupakan cara yang paling populer dalam

memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila

manajer yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi

laba tersebut untuk memaksimalkan penerimaan remunerasinya (Watts dan

Zimmerman, 1986).

Praktik manajemen laba dapat terjadi baik pada perusahaan BUMN

maupun non-BUMN, namun besar-kecilnya potensi kejadian itu dapat berbeda.

Fenomena ini hanya muncul pada perusahaan BUMN yang telah go public,

sehingga tidak dapat digeneralisasi pada semua perusahaan BUMN (Givoly et al.,

2010). Ding et al. (2007) menyatakan bahwa motivasi melakukan manajemen laba

pada perusahaan BUMN lebih kecil daripada perusahaan non-BUMN. Hal ini

dikarenakan perbedaan kualitas governance. Menurutnya, perusahaan BUMN

memiliki kualitas praktik governance yang lebih baik daripada perusahaan non-

BUMN, sehingga perusahaan BUMN memiliki agency problem yang lebih kecil

dan akibatnya motivasi melakukan manajemen laba semakin rendah (Beatty et al.,

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

18

2002). Pendapat ini didukung oleh Ball dan Shivakumar (2005) yang menyatakan

motivasi melakukan manajemen laba pada perusahaan BUMN justru lebih rendah

daripada perusahaan non-BUMN. Hal ini dikarenakan perusahaan BUMN

memiliki tuntutan transparansi dan kualitas pelaporan keuangan yang lebih tinggi

daripada perusahaan non-BUMN.

Hasil yang berbeda menunjukkan bahwa kepemilikan negara adalah

penyebab utama inefisiensi perusahaan (Wang dan Judge, 2011). Sebagai contoh,

Chen dan Yuan (2004) yang telah menemukan bukti bahwa perusahaan milik

negara di Cina lebih besar mengelola laba daripada perusahaan swasta (Capalbo et

al., 2013), dan cenderung untuk melakukannya terutama melalui transaksi non-

operasi dengan pihak terkait (tunneling). Literatur yang ada menunjukkan bahwa

kepemilikan negara memiliki kualitas tata kelola yang lebih rendah dibandingkan

dengan kepemilikan swasta (Shleifer, 1998), sehingga lebih memiliki motivasi

untuk mengelola laba.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Akuntansi Positif

Teori yang dipelopori oleh Watts dan Zimmerman (1986) memaparkan

suatu teori akuntansi yang berusaha mengungkapkan bahwa faktor-faktor

ekonomi tertentu atau ciri-ciri suatu unit usaha tertentu bisa dikaitkan dengan

perilaku manajer atau para pembuat laporan keuangan. Manajemen laba diduga

muncul atau dilakukan oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan suatu

organisasi karena mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan

dalam merekayasa laba.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

19

Teori akuntansi positif yang diformulasikan oleh Watts dan Zimmerman

(1986) memberikan tiga hipotesis yang mendorong perusahaan untuk melakukan

manajemen laba, yaitu sebagai berikut.

1. The bonus plan hypothesis

Manajer perusahaan yang memiliki program bonus yang terkait

dengan angka-angka akuntansi cenderung untuk memilih prosedur

akuntansi yang menggeser reported earnings dari future period ke current

period (menaikkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.

2. The debt covenant hypothesis

Perusahaan yang semakin mendekati pelanggaran debt covenant

(perjanjian kontrak hutang) cenderung untuk memilih prosedur akuntansi

yang menggeser reported earnings dari future periods ke current period

(menaikkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.

3. The political cost hypothesis

Semakin besar political cost yang dihadapi suatu perusahaan, maka

manajer cenderung untuk memilih prosedur akuntansi yang

menangguhkan reported earnings dari current ke future period

(menurunkan laba yang dilaporkan sekarang), ceteris paribus.

2.2.2 Teori Agensi

Teori keagenan merupakan teori yang mampu menjelaskan terjadinya

praktik manajemen laba. Salno dan Baridwan (2000) menyatakan bahwa

penjelasan tentang konsep manajemen laba tidak terlepas dari teori keagenan

(agency theory). Anthony dan Govindarajan (1995) menyatakan bahwa konsep

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

20

teori keagenan adalah hubungan atau kontrak yang terjadi antara prinsipal dan

agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan

prinsipal, termasuk pendelegasian otoritas dan pengambilan keputusan dari

prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham,

pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer)

sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak

sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-

mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik

kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan

kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas perusahaannya yang

selalu meningkat. Disisi lain, agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan

kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh

investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Asumsi bahwa masing-masing

individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sesuai dengan

pernyataan Eisenhardt (1989) yang menyatakan bahwa teori agensi menggunakan

tiga asumsi sifat manusia yaitu: 1). manusia pada umumya mementingkan diri

sendiri (self interest); 2). manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi

masa mendatang (bounded rationality); 3). manusia selalu menghindari resiko

(risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai

manusia juga akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan

pribadinya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

21

Konflik kepentingan semakin meningkat terutama karena principal tidak

dapat memonitor aktivitas CEO sehari-hari untuk memastikan bahwa CEO

bekerja sesuai dengan keinginan pemegang saham. Agen mempunyai lebih

banyak informasi mengenai perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang

mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal

dan agen (Nasution dan Doddy, 2007). Ketidakseimbangan informasi ini disebut

dengan asimetri informasi. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang

terjadi antara prinsipal dan agen mendorong agent untuk menyajikan informasi

yang tidak sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan

dengan pengukuran kinerja agen. Hal ini memacu agen untuk memikirkan

bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk

memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agen tersebut adalah

manajemen laba (Bontis dan Richardson, 2000).

2.2.2.1 Efek Entrenchment

Entrenchment merupakan tindakan pemegang saham pengendali yang

dilindungi oleh hak kontrolnya untuk melakukan ekspropriasi (Fan dan Wong,

2002). Menurut La Porta et al. (1999), hak kontrol adalah hak suara untuk

menentukan kebijakan perusahaan. PSAK No. 4 Revisi 2009 (2009) menegaskan

bahwa pengendalian merupakan kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan

dan operasional entitas untuk memperoleh manfaat dari entitas tersebut.

Pemegang saham pengendali dengan hak kontrol yang kuat menggunakan

perusahaan untuk kepentingan pribadi dibanding kepentingan pemegang saham

non-pengendali. Hal ini mengimplikasikan efek entrenchment pemegang saham

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

22

pengendali. Beberapa peneliti telah membuktikan efek entrenchment seperti Stulz

(1988) dan Claessens et al. (2002).

Efek entrenchment dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini.

Peningkatan suatu variabel meningkatkan variabel lainnya (berbanding lurus).

Gambar 2.1

Efek Entrenchment

2.2.2.2 Efek Alignment

Kebalikan dari entrenchment, alignment adalah tindakan pemegang saham

pengendali yang selaras dengan kepentingan pemegang saham non-pengendali.

Pemegang saham pengendali memiliki hak aliran kas yang cukup untuk mencegah

keinginannya untuk mengekspropriasi pemegang saham non-pengendali dan

perusahaan. Semakin besar konsentrasi hak atas aliran kas atau hak kontrol yang

kuat, maka semakin besar insentif pemegang saham pengendali menjalankan

perusahaan secara benar. Hal ini merupakan efek alignment.

Beberapa peneliti yang membuktikan efek alignment seperti La Porta et al.

(1999) dan Claessens et al. (2002). Hak aliran kas yang lebih besar merupakan

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

23

komitmen pemegang saham pengendali untuk membatasi ekspropriasi (La Porta

et al., 1999), karena ekspropriasi dapat merugikan pemegang saham pengendali

(Claessens et al., 2002).

Efek alignment dapat dijelaskan dalam gambar berikut ini. Peningkatan

suatu variabel menurunkan variabel lainnya (berbanding terbalik).

Gambar 2.2

Efek Alignment

2.3 Penelitian Terdahulu

Dalam pasar modal yang telah berkembang, terjadi pemisahan antara

kepemilikan dengan manajemen. Dalam basis pemegang saham yang luas,

manajemen laba dilakukan karena keinginan untuk menopang harga saham

perusahaan. Harga lebih sering menjadi kunci dasar dalam kompensasi

manajerial, yang mungkin termasuk dalam opsi saham atau rencana insentif

lainnya.

Manajemen laba adalah sebuah fenomena yang sulit dihindari, karena

merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual yang digunakan dalam

penyusunan laporan keuangan. Dasar akrual dipilih untuk menjadikan laporan

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

24

keuangan yang normatif, yaitu laporan keuangan yang benar-benar mencerminkan

kondisi perusahaan yang sebenarnya. Menurut Healy dan Wahlen (1999),

manajemen laba cenderung terjadi pada saat manajeman menggunakan judgment

mereka dalam membuat pelaporan keuangan dan prosedur transaksi. Hal ini

dilakukan dengan tujuan untuk mempengaruhi kontraktual dan menyesatkan pihak

lain dalam mengambil keputusan. Dalam penelitian yang menggunakan topik

manajemen laba, beberapa penelitian tersebut mengaitkan struktur kepemilikan

dengan tindakan manajemen dalam melakukan manajemen laba. Penelitian Chen

dan Yuan (2004), Capalbo et al. (2013), Ding et al. (2007) dan Wang dan Yung

(2011) membandingkan manajemen laba yang terjadi pada struktur kepemilikan

berbeda antara perusahaan milik negara dengan perusahaan milik swasta.

Hasilnya menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat manajemen laba antara

kedua konsenterasi kepemilikan perusahaan tersebut. Chen dan Yuan (2004) dan

Capalbo et al. (2014) menunjukan praktik manajemen laba pada perusahaan milik

negara yang lebih tinggi daripada perusahaan swasta. Sebaliknya, Wang dan Yung

(2011) dan Ding et al. (2007) menunjukan bahwa efek entranchment pada

konsentrasi kepemilikan terhadap manajemen laba perusahaan milik negara lebih

rendah dari pada perusahaan swasta.

Motivasi perusahaan BUMN melakukan manajemen laba berbeda daripada

perusahaan non-BUMN karena terdapat perbedaan kualitas governance yang

menjadikan agency problem yang berbeda pula. Penelitian Beatty et al. (2002)

dan Ball dan Shivakumar (2005) menjelaskan bahwa agency problem yang

terdapat di BUMN lebih rendah, sehingga motivasi melakukan manajemen laba

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

25

pada perusahaan BUMN justru lebih rendah daripada perusahaan non-BUMN.

Hal ini dikarenakan perusahaan BUMN memiliki tuntutan transparansi dan

kualitas pelaporan keuangan yang lebih tinggi daripada perusahaan non-BUMN.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai

perbandingan praktik manajemen laba perusahaan milik negara dengan

perusahaan swasta hasilnya belum konsisten. Hal ini menjadi motivasi penulis

untuk menguji kembali perbandingan hubungan antara struktur kepemilikan

dengan praktik manajemen laba antara perusahaan milik negara dengan

perusahaan swasta di Indonesia.

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Hipotesis Hubungan Konsentrasi Kepemilikan dengan Manajemen

Laba

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan

memainkan peran penting dalam membentuk tata kelola perusahaan dan kinerja

perusahaan (Shleifer dan Vishny, 1986; McGuinness dan Ferguson, 2005). Dalam

pasar modal yang telah berkembang, dengan adanya pemisahan antara

kepemilikan dengan manajemen dan basis pemegang saham yang luas,

manajemen laba dilakukan karena keinginan untuk menopang harga saham

perusahaan. Para eksekutif puncak mengelola pendapatan mereka secara agresif,

melalui pelaku manipulasi akuntansi maupun melalui kebijakan perusahaan yang

dirancang untuk meningkatkan kinerja perusahaan mereka (Hermawan dan

Adinda, 2011; Ding et al., 2007).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

26

Claessens et al. (2002) menyatakan hak kontrol berimplikasi pada

ekspropriasi pemegang saham non-pengendali. Pemegang saham pengendali

tertarik untuk mendapatkan manfaat yang tidak diberikan kepada pemegang

saham non-pengendali. La Porta et al. (1999) juga menegaskan bahwa pemegang

saham pengendali secara efektif mengendalikan perusahaan. Pemegang saham

pengendali mencoba untuk mengeksploitasi posisinya dan mencari keuntungan

pribadi. Untuk menyembunyikan ekspropriasi, pemegang saham pengendali lebih

memilik melakukan manajemen laba, karena stakeholder tidak mudah mendeteksi

tindakan ini (Haw et al., 2004). Hal ini kemungkinan terjadi karena kenaikan hak

kontrol memfasilitasi pemegang saham pengendali secara kuat untuk

mengendalikan proses penyusunan laporan keuangan.

Penelitian ini menduga hak kontrol memotivasi pemegang saham

pengendali untuk mengatur laba, sehingga konsentrasi kepemilikan berbanding

lurus dengan manajemen laba (efek entrenchment). Untuk menguji dugaan

tersebut, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut.

H1a : Konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

Meskipun peneliti terdahulu telah mendokumentasikan hubungan positif

antara konsentrasi kepemilikan dan manajemen laba, secara khusus belum banyak

penelitian terdahulu yang meneliti apakah hubungan positif linear menjadi tak

terbatas. Sebagai fakta, jika kepemilikan perusahaan induk bertambah, maka

dorongan untuk melakukan ekspropriasi akan menurun sehingga tercipta yang

disebut sebagai efek alignment (Ding et al., 2007). Alignment adalah tindakan

pemegang saham pengendali yang selaras dengan kepentingan pemegang saham

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

27

non-pengendali. Berdasarkan literatur tersebut, peneliti menyajikan beberapa

kemungkinan alasan mengapa penulis percaya bahwa hubungan mungkin tidak

lagi linier untuk perusahaan dengan manajemen laba yang tinggi, melainkan

melengkung.

Morck et al. (1988) dan McConnell dan Servaes (1990) menguji hubungan

insider shareholding dengan nilai perusahaan. Mereka melaporkan pola bentuk U

dari hubungan tersebut. Penjelasan mereka adalah bahwa, pada tingkat yang lebih

rendah dari insider shareholding, efek alignment mendominasi efek

entrenchment, tetapi pada titik tertentu efek entrenchment mendominasi efek

keselarasan. Akibatnya, nilai perusahaan pertama meningkatkan, dan kemudian

menurun, dengan konsentrasi kepemilikan. Bentuk pola U yang serupa juga

diperolah Xu dan Wang (1999) dalam menguji kinerja dengan struktur

kepemilikan perusahaan yang listing di Cina. Pada awalnya, efek alignment

mendominasi hubungan tersebut, kemudian pada titik tertentu efek entrenchment

yang lebih mendominasi.

Disisi lain, Ding et al. (2007) membuktikan pola bentuk U yang terbalik

dalam penelitian tentang hubungan antara konsentrasi kepemilikan saham dengan

manajemen laba. Pada awalnya, pemegang saham besar cenderung

memaksimalkan laba akuntansi untuk mendapatkan manfaat di masa depan (efek

entrenchment). Namun, ketika konsentrasi kepemilikan mencapai tingkat yang

tinggi, komitmen pemilik pengendali membangun reputasi untuk tidak mengambil

alih pemegang saham minoritas (Gomes, 2000), dan lebih mungkin untuk

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

28

berusaha melestarikan potensi pertumbuhannya di masa mendatang dengan

meminimalkan laba akuntansi (efek alignment).

Penelitian ini juga memprediksi munculnya bentuk pola U tersebut

terbalik (Ding et al, 2007). Pada konsentrasi kepemilikan yang lebih tinggi akan

terjadi efek alignment terhadap manajemen laba. Maka hipotesis yang dapat

dirumuskan adalah sebagai berikut.

H1b : Hubungan antara konsentrasi kepemilikan dan manajemen laba

adalah melengkung berbentuk U terbalik dan manajemen laba tertinggi terjadi

pada tingkat menengah dari konsentrasi kepemilikan.

2.4.2 Hipotesis Hubungan Konsentrasi Kepemilikan dengan Manajemen

Laba antara Perusahaan BUMN dan Non-BUMN

Dalam agency theory mengasumsikan bahwa masing-masing individu

semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan

konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Agency problem yang terdapat

dalam tiap perusahaan sangat berkaitan dengan kualitas governance perusahaan

tersebut. Perusahaan yang sepenuhnya milik pemerintah cenderung memiliki

mekanisme pemantauan yang lebih baik (Beatty et al., 2002), sehingga motivasi

perusahaan milik pemerintah melakukan manajemen laba semakin rendah (Ding

et al. 2007; Wang dan Yung, 2011).

Pengenalan konsep corporate governance di Indonesia secara resmi

dilakukan pada tahun 1999, ketika pemerintah membentuk komite nasional

tentang corporate governance dan menghasilkan kode corporate governance yang

kemudian direvisi pada tahun 2006. Kode ini kemudian menjadi referensi bagi

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

29

perusahaan di Indonesia termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam

menjalankan aktivitas bisnis mereka (Kamal, 2011). Penerapan kode ini

tampaknya lebih berpengaruh terhadap BUMN dengan perusahaan terbuka. Hal

ini ditunjukkan dengan banyaknya penghargaan yang diperoleh BUMN dalam

Indonesian Good Corporate Governance Awards and Conference.

Sebanyak 30 perusahaan terbuka yang tercatat di Bursa Efek Indonesia

(BEI) diumumkan sebagai Top 30 emiten dengan skor corporate governance

tertinggi tahun 2013. Skor tersebut berdasarkan hasil penilaian Indonesian

Institute for Corporate Directorship (IICD) yang menggunakan acuan ASEAN

Corporate Governance Scorecard dalam menilai praktek corporate governance

perusahaan terbuka di Indonesia. Dua dari tiga perusahaan dengan skor corporate

governance tertinggi (Top 3) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Penelitian ini menduga corporate governance pada perusahaan milik

swasta lebih rendah daripada perusahaan negara di Indonesia. Corporate

governance yang rendah dapat menciptakan kesempatan dan lebih memotivasi

manajemen untuk melakukan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka

hipotesis yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut.

H2 : Pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap manajemen laba lebih kuat

jika perusahaan dimiliki oleh swasta.

2.5 Variabel Kontrol

Dalam penelitian ini menggunakan variabel kontrol untuk data menangkap

apakah ada pengaruh-pengaruh lain yang berbeda antara lain corporate

governance, hubungan politik, penjualan dan leverage.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

30

2.5.1 Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba

Mekanisme corporate governance akan memberikan dorongan yang tepat

kepada dewan dan manajemen untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan

perusahaan dan pemegang saham serta memberikan pengawasan yang efektif.

Dewan komisaris sebagai salah satu organ perusahaan memiliki peran penting

dalam pelaksanaan corporate governance secara efektif. Dalam melaksanakan

tugasnya, dewan komisaris dapat membentuk komite-komite, salah satunya adalah

komite audit. Dewan komisaris dan komite audit dapat dikatakan sebagai struktur

tata kelola perusahaan yang efektif hanya ketika mereka melaksanakan

tanggungjawabnya sebagai fungsi pengawasan dalam membatasi tindakan

manajemen laba yang dilakukan manajemen (Hermawan, 2011).

2.5.2 Pengaruh Koneksi Politik terhadap Manajemen laba

Perusahaan yang dikendalikan pemerintah akan mendapatkan berbagai

keuntungan melalui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah secara

langsung (misalnya kebijakan terkait barrier to entry bagi perusahaan lain)

maupun tidak langsung seperti kemudahan untuk memperoleh pinjaman dana dari

perbankan (Charumilind et al., 2006). Keterkaitan antara koneksi politik dan

manajemen laba diteliti oleh Li et al. (2013) di China menemukan bahwa

perusahaan dengan koneksi politik tinggi akan termotivasi melakukan manajemen

laba. Alasannya adalah koneksi politik membuat pengelola perusahaan lebih

berani melakukan tindakan-tindakan yang tidak profesional karena mendapat

“perlindungan” dari pemerintah. Jika para pemodal menarik dananya akibat

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

31

tindakan tersebut maka ada pemerintah yang siap menggantikan sumber modal

tersebut.

2.5.3 Pengaruh Penjualan terhadap Manajemen Laba

Penjualan yang dimiliki perusahaan, dapat memotivasi manajer dalam

memperoleh laba. Menurut Kim et al. (2003) bahwa perusahaan yang memiliki

pertumbuhan penjualan yang tinggi, kemungkinan tidak termotivasi dalam

melakukan tindakan manipulasi laba untuk melaporkan laba. Sebaliknya, jika

perusahaan memiliki pertumbuhan penjualan rendah, maka akan memiliki

kecenderungan untuk menyesatkan laporan laba atau perubahan laba melalui

tindakan manipulasi laba. Namun demikian, perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan penjualan yang tinggi juga memiliki motivasi dalam melakukan

manajemen laba, ketika dihadapkan pada permasalahan untuk tetap

mempertahankan tren laba dan tren penjualan. Myers dan Skinner (2000)

menjelaskan bahwa sebagian besar perusahaan memiliki kencenderungan untuk

mengontrol angka pertumbuhan penjualan yang dapat berdampak pada

pengukuran besar kecilnya perusahaan.

2.5.4 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba

Semakin tinggi nilai leverage maka risiko yang akan dihadapi investor

akan semakin tinggi dan para investor akan meminta keuntungan yang semakin

besar. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki leverage tinggi (risiko tinggi)

akan mengurangi persepsi negatif akibat risiko tinggi tersebut dengan melakukan

praktik manajemen laba. Penelitian Dewi dan Prasetiono (2012) dan Yusuf dan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS … · 2019-08-01 · seperti kos negosiasi, pemantauan kinerja kontrak, kemungkinan kebangkrutan atau kegagalan, dan lain-lain.

32

Soraya (2004) menemukan bahwa leverage memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap tindakan manajemen laba.

2.6 Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir teoritis digunakan sebagai dasar untuk merumuskan

hipotesis yang menunjukkan pengaruh konsentrasi kepemilikan terhadap

manajemen laba. Tipe kepemilikan mempunyai pengaruh terhadap hubungan

antara konsentrasi kepemilikan dengan manajemen laba. Faktor-faktor lain seperti

corporate governance, hubungan politik, penjualan, dan leverage juga perlu

diperhatikan dalam manajemen laba.

Model kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Berfikir

H2

H1a,b

Konsentrasi

Kepemilikan

Corporate Governance

Hubungan Politik

Penjualan

Leverage

Manajemen Laba

Tipe Kepemilikan

Variabel Kontrol