BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum Acara ...repository.ump.ac.id/7633/3/TITIS IZATIN...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Hukum Acara ...repository.ump.ac.id/7633/3/TITIS IZATIN...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Hukum Acara Perdata
1. Pengertian dan Bentuk Hukum Acara Perdata
Sebagai bagian dari hukum acara (formeel recht), maka hukum
acara perdata mempunyai ketentuan-ketentuan pokok yang bersifat
umum dan dalam penerapannya hukum acara perdata mempunyai
fungsi untuk mempertahankan, memelihara, dan menegakan ketentuan-
ketentuan hukum perdata materil. Oleh karena itu eksistensi hukum acara
perdata sangat penting dalam kelangsungan ketentuan hukum perdata
materil.
Adapun beberapa pengertian hukum acara perdata menurut
beberapa pakar hukum
a. Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH
Beliau mengemukakan batasan bahwa hukum acara perdata sebagai
rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus
bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana cara
pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan hukum perdata (dalam Halim, A. Ridwan.
1996:1).
b. Prof. Dr. Sudikno Mertukusumo, SH
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
12
Memberi batasan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
material dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain, hukum
acara perdata adalah peraturan hukum yang menetukan bagaimana
caranyamenjamin pelaksanaan hukum perdata material. Lebih
kongkrit lagi dapatlah dikatakan bahwa hukum acara perdata
mengatur bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa
serta memutusnya, dan pelaksanaan dari pada putusannya (dalam
Prastiwi ,Intan Anggrarani, 2017 : 9).
c. Prof. Dr. R. Supomo, SH
Dengan tanpa memberikan suatu batasan tertentu, tapi melalui visi
tugas dan peranan hakim menjelaskan bahwasanya dalam peradilan
perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata
(burgerlijk rechtsorde) menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum
dalam suatu perkara.
Berdasarkan pengertian–pengertian yang dikemukakan diatas
serta dengan bertitik tolak kepada aspek toeritis dalam praktek
peradilan, maka pada asasnya hukum acara perdata adalah :
1) Peraturan hukum yang mengatur dan menyelenggarakan bagaimana
proses seseorang mengajukan perkara perdata kepada
hakim/pengadilan. Dalam konteks ini, pengajuan perkara perdata
timbul karena adanya orang yang merasa haknya dilanggar
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
13
orang lain, kemudian dibuatlah surat gugatan sesuai syarat peraturan
perundang-undangan;
2) Peraturan hukum yang menjamin, mengatur dan menyelenggarakan
bagaimana proses hakim mengadili perkara perdata. Dalam
mengadili perkara perdata, hakim harus mendengar kedua belah
pihak berperkara (asas Audi Et Alterm Partem). Disamping itu juga,
proses mengadili perkara, hakim juga bertitik tolak kepada
peristiwanya hukumnya, hukum pembuktian dan alat bukti kedua
belah pihak sesuai ketentuan perundang-undangan selaku positif (Ius
Constitutum);
3) Peraturan hukum yang mengatur proses bagaimana caranya hakim
memutus perkara perdata;
4) Peraturan hukum yang mengatur bagaimana tahap dan proses
pelaksanaan putusan hakim (Eksekusi).
2. Asas-asas Hukum Acara Perdata
Dalam penerapan Hukum Acara Perdata dasar pegangan
dalam praktik yaitu asas dan teori. Asas dapat berarti dasar,
landasan, fundamen, prinsip, dan jiwa atau cita-cita. Asas hukum
(Rechtbeginsellen) merupakan salah satu bagian dari kaidah hukum.
Asas hukum bersifat umum dan abstrak, sehingga menjadi suatu roh
atau spirit dalam suatu Undang-undang. Philipus M. Hadjon dan
Tatiek Sri Djatmiati menyebutkan asas-asas hukum merupakan
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
14
disiplin yang mula-mula membentuk ajaran hukum umum (algemene
rechtsleer) (dalam Mertokusumo, Sudikno, 2006 : 36).
Terdapat empat elemen substantif dalam asas Hukum Acara
Perdata yaitu nilai yang mendasari sistem hukum (philosophic), adanya
asas-asas hukum (legal principle), adanya norma atau peraturan
perundang-undangan (legal rules) dan yang terakhir adalah masyarakat
hukum pendukung sistem tersebut (legal society). Paton menyebutkan
sebagai suatu sarana membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang
ia menunjukkan, bahwa hukum itu bukan sekedar kumpulan dari
peraturan-peraturan belaka. Kalau dikatakan, bahwa dengan adanya asas
hukum, hukum itu bukan merupakan sekedar kumpulan peraturan-
peraturan maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-
nilai tuntutan etis, apabila suatu peraturan hukum dipahami, mungkin
tidak akan ditemukan pertimbangan etis di dalamnya dan dapat dirasa
adanya petunjuk kearah yang diharapkan selama ini (Artikel Rancangan
Undang-Undang Hukum Acara Perdata, t.t, tersedia di :
http://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_tentang_hukum_acara_pe
rdata_(small_claims_court).p df).
Adapun asas-asas hukum acara perdata di Indonesia sebagai
berikut (dalam Arrafi, Alfi Yudhistra, 2016 : 12-17) :
1) Asas Peradilan Terbuka untuk Umum (Openbaarheid van
rechtspraak)
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
15
Asas ini merupakan aspek fundamental dalam praktik beracara
di persidangan. Karena sebelum Majelis hakim mulai menyidangkan
perkara perdata, Majelis Hakim harus menyatakan bahwa
persidangan dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. Hal ini
berpengaruh terhadap keabsahan dari pada putusan yang akan
diputuskan Majelis Hakim dan dapat berpengaruh batalnya
putusan demi hukum.
Dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (3) Undang-
undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
dinyatakan bahwa:
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk
umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Sifat terbukanya pengadilan baik dalam tahap pemeriksaan
maupun dalam tahap pembacaan putusan. Apabila putusan
diucapkan dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk
umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum yang mana akan mengakibatkan batalnya putusan
itu menurut hukum (Mertokusumo, Sudikno. 2009 : 20).
Secara formil asas ini membuka kesempatan soccial
control yang berarti persidangan tidak mempunyai arti apabila
dilangsungkan tidak secara terbuka untuk umum
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
16
(http://www.academia.edu/9759643/HUKUM_ACARA_PERDATA
). Namun dikecualikan apabila ditentukan lain oleh Undang-
undang atau apabila berdasarkan alasan-alasan yang penting yang
dimuat di dalam berita acara yang diperintahan oleh hakim.
Dalam praktiknya, seringkali terjadi kontradiksi. Asas ini
kebanyakan dilanggar oleh hakim maupun para pihak beserta
kuasa hukumnya, dimana pada saat agenda pembacaan gugatan,
surat tidak dibacakan oleh masing-masing pihak tetapi hanya
diserahkan langsung kepada hakim seolah-olah telah dibacakan
untuk umum (Muljono, Wahju, 2012 : 37). Hal ini tentu
berpengaruh terhadap pengunjung yang hadir tidak dapat
mengetahui substansi gugatan dari para pihak sehingga
pengunjuk tidak lagi dapat mengontrol objektivitas hakim.
2) Hakim Bersifat Pasif (Lijdelijkeheid van de rechter)
Dalam hukum acara perdata salah satu asasnya yaitu
hakim bersifat pasif. Asas ini mengandung arti bahwa hakim di
dalam memeriksa perkara perdata hanyalah memeriksa perkara yang
diajukan oleh para pihak saja, dengan ruang lingkup dan pokok
sengketa yang ditentukan sendiri oleh para pihak sehingga hakim
tidak diijinkan untuk mengadili diluar dari apa yang diminta oleh
para pihak (Muljono,Wahju, 2012 : 37). Mohammad Saleh dan
Lilik Mulyadi memberikan pandangan terkait dengan pengertian
“hakim bersifat pasif” ditinjau dari dua dimensi yaitu dari datangnya
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
17
perkara dan dari sisi luas sengketa. Pertama, dari sisi visi inisiatif
datangnya perkara, atau tidaknya, gugatan bergantung pada pihak
yang berkepentingan yang merasa ataupun dirasa bahwa haknya
telah dilanggar orang lain. Apabila tidak diajukannya gugatan oleh
para pihak maka tidak ada hakim yang mengadili perkara tersebut
(Nemo judex sine actore). Kedua, dari sisi visi luas pokok sengketa,
hanya para pihak yang berhak menentukan sehingga hakim hanya
bertitik tolak pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak yang
bersangkutan (secundum allegat iudicare).
Jika dilihat dalam Pasal 130 HIR atau 154 RBg, para pihak
dapat dengan bebas mencabut perkara yang telah diajukan ke
pengadilan dan hakim tidak dapat menghalangi. Namun dalam
praktiknya, penerapan asas “hakim bersifat pasif” telah mengalami
pergeseran, khususnya terhadap ketentuan Pasal 178 HIR atau 189
RBg. Eksistensi dari Ketentuan Pasal 178 HIR atau 189 RBg ini
merubah pandangan agar hakim dalam mumutus perkara perdata
bersifat lebih aktif . Dengan ini dapat diketahui bahwa hakim hanya
akan mengadili perkara jika ada pihak yang mengajukan gugatan
ke pengadilan, akan tetapi dengan bergesernya asas tersebut
hakim juga dituntut untuk bersifat lebih aktif dan berhak
memberikan nasehat serta solusi kepada masing-masing pihak
yang berperkara.
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
18
Asas hakim pasif memberikan batasan kepada hakim untuk
tidak dapat mencegah apabila gugatan tersebut dicabut atau para
pihak akan melakukan perdamaian (Pasal 130 HIR) atau hakim
hanya mengadili luas pokok sengketa yang diajukan para pihak dan
dilarang mengabulkan atau menjatuhkan putusan melebihi dari
apa yang dituntut (Pasal 178 ayat (2) dan ayat (3) HIR) (Lilik
Mulyadi, 2002 : 18 dalam Prastiwi ,Anggrarani Intan, 2017 : 11).
3) Mendengarkan kedua belah pihak yang berperkara (Audiet Alteram
Partem)
Setiap pihak-pihak yang berperkara harus didengar atau
diperlakukan sama serta diberikan kesempatan yang sama untuk
membela kepentingan mereka. Hal ini berarti dalam pengajuan alat
bukti baik berupa surat, saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah
harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah
pihak yang bersengketa (Mertokusumo,Sudikno, 2009 : 14- 15).
Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa :
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang”
Hal ini dapat diartikan bahwa hakim dalam mengadili perkara
perdata haruslah bertindak adil dengan memberlakukan kedua
belah pihak yang berperkara dengan kapasitas yang sama dan tidak
berat sebelah terhadap salah satu pihak baik pada saat memeriksa,
mengadili hingga memutus perkara. Hakim tidak boleh
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
19
memberikan kesimpulan dasar dengan menyatakan salah satu
pihak benar tanpa memberi kesempatan kepada pihak lainnya
untuk mengemukakan pendapatnya di muka persidangan. Asas ini
juga berlaku dalam penerapan beban pembuktian kepada para
pihak. Dengan asas Audiet Alteram Partem, hakim haruslah adil
dalam membebankan pembuktian agar kesempatan untuk kalah atau
menang kedua belah pihak tetap sama tidak pincang
(Muljono,Wahju, 2012 : 37).
4) Beracara dikenakan biaya (Nietkosteloze rechtspraak)
Pada asasnya biaya proses untuk peradilan tingkat pertama
ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam
ketentuan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (3) PERMA nomor 2
Tahun 2009 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan
Pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan badan peradilan
dibawahnya (Lilik, Mulyadi, Mohammad dan Muhammad, Saleh,
2012 : 2 dalam Arrafi, Alfi Yudhistra, 2016 : 16) . Asas ini diatur
juga dalam Pasal 121 ayat (4), Pasal 182, Pasal 183 HIR atau
Pasal 145 ayat (4), Pasal 192 sampai dengan 194 RBg. Dimana
biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan, pemanggilan para pihak
dan biaya materai. Berbeda dengan para pihak yang tidak
mampu membayar biaya perkara mereka memilimki keistimewaan
atau kekhususan yang diberikan oleh Undang-undang yaitu dengan
cara mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
20
setempat dengan berperkara secara cuma-cuma (prodeo)
sebagaimana diatur dalam Pasal 237 HIR atau Pasal 273 RBg yang
berbunyi :
“Barang siapa yang hendak berperkara, baik sebagai
penggugat maupun tergugat tidak mampu menanggung
biayanya, dapat memperoleh izin secara cuma-cuma” .
Namun, hal tersebut berbeda dalam praktiknya dilapangan,
yang mana apabila seseorang akan berperkara secara cuma-Cuma
(prodeo), para pihak yang bersangkutan harus benar-benar dalam
keadaan tidak mampu dengan melampirkan surat keterangan
tidak mampu yang dibuat oleh Kepala Desa/Lurah serta diketahui
oleh Camat tempat para pihak yang bersangkutan tinggal.
Selanjutnya pendanaan bantuan hukum ini dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (Soeroso,R,
2010 : 209 dalam Arrafi, Alfi Yudhistra, 2016 : 15).
5) Putusan Hakim Harus disertai Alasan-alasan
Semua putusan pengadilan haruslah memuat alasan-alasan
putusan tersebut secara keseluruhan sebagai dasar pertimbangan
untuk mengadili, Pasal 184 HIR ayat (1) atau Pasal 195 ayat (1)
RBg. Argumentasai ini dipergunakan oleh hakim sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada masyarakat, dan juga untuk
menunjukkan bahwa dalam pemeriksaannya dilakukan secara
obyektif dan fair sehingga putusannya berwibawa bukan karena
semata-mata diputuskan oleh hakim tertentu, melainkan karena
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
21
argumentasi dari putusannya yang berdasarkan hukum (ratio legis)
(muljono, wahju, 2012 : 38 dalam Arrafi, Alfi Yudhistra, 2016 : 16).
6) Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada
orang lain, sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara
langsung terhadap para pihak yang berkepentingan. Akan tetapi,
dalam prakteknya banyak para pihak menginginkan diwakili oleh
kuasa atau pengacara dalam hukum acara perdata maka hal
tersebut dibolehkan. Dengan demikian hakim tetap wajib
memeriksa sengketa yang diajukan kepadanya, meskipun para
pihak tidak mewakilkan kepada seorang kuasa (Mertokusumo,
Sudikno, 2009 : 18).
7) Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya ringan
Asas ini tertuang dalam Pasal 2 ayat 4 Undang-undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman yang
berbunyi:
“Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya
ringan”.
Maksud dari asas peradilan cepat, sederhana dan biaya
ringan ini adalah dalam setiap perkara yang masuk sejak saat
pemeriksaan hingga turunnya putusan prosedurnya dilakukan
secara sederhana tidak berbelit-belit sehingga berpengaruh
terhadap jangka waktu selesainya perkara. Cepat, merepresentasikan
bahwa peradilan harusnya dilaksanakan dalam durasi
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
22
pemeriksaan yang cepat dengan memperhatikan efisiensi waktu yang
digunakan sehingga tidak berimbas pada penumpukan perkara yang
masuk akibat terlalu lamanya proses pemeriksaan. Biaya ringan
berarti dalam pelaksanaan hukum acara biaya ditekan seminimal
mungkin sehingga terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat yang
hendak mencari keadilan.
B. Tinjauan Umum tentang Gugatan Sederhana
1. Definisi Gugatan Serhana (Small Claim Court)
Small Claim Court adalah untuk pengadilan yang menyediakan
formalitas bagi masyarakat yang ingin menuntut sejumlah uang tanpa
harus menyewa seorang pengacara dan materi gugatannya tidak besar,
selain itu pemeriksaan perkaranya yang tidak rumit dan bersifat
sederhana yang tidak membutuhkan uang yang banyak seperti
mengajukan perkara ke pengadilan umum (Local Courts Act 2007
s35(2), New South Wales Consolidated Acts dalam Tim peneliti pusat
Studi Hukum Ekonomi dan Kebijakan Publik).
Menurut Financial, Wikipedia Dictionary, small claims court ;
“a special court, semetimes called concillation court, that provides
expeditious, informal and a inexpensive adjudication” artinya Gugatan
Sederhana adalah peradilan khusus, yang juga disebut peradilan
konsolidasi dengan penyelesaian sederhana, diluar pengadilan
semestinya dengan biaya murah (Gerald N. Hill dan Kathleen T. Hill,
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
23
Dictionary.Thefreedictionary.com tersedia dalam a
href=”http://legaldictionary.thefreedictionary.com/Small+Claims+Court”
>Small Calaim Court</a> diakses 13 Januari 2018).
Berdasarkan Black’s Law Dictionary, small claims court
diartikan sebagai suatu pengadilan yang bersifat informal di luar
mekanisme pengadilan pada umumnya dengan pemeriksaan yang
cepat untuk mengambil keputusan atas tuntutan ganti kerugian atau
utang piutang yang nilai gugatannya kecil (Gardner, A. Bryan, 2004).
Penyelesaian perkara ini mengharapkan para pihak yang berperkara
dapat mengajukan kasusnya sendiri tanpa bantuan dari seorang
pengacara. Untuk menunjangnya, hakim didorong melakukan
pendekatan yang lebih intensif dalam mengadili dan memutus perkara
dengan gugatan kecil (Baldwin, Jhon, 2003 : 20).
Menurut I. P. M. Ranuhandoko (2013 : 501) , "Small Claim
Court" adalah Pengadilan perdata yang menangani urusan kecil, Di
Amerika Serikat perkara yang kurang dari $ 100,- (seratus dollar) (Nilai
minimun dalam pembatasan gugatan perdata yang dapat diperiksa
dengan prosedur gugatan sederhana oleh tiap-tiap negara diberi
ambang batas minimum yang berbeda-beda.
Menurut Efa Laela Fakhriah (2013 : 11) penyelesaian gugatan
sederhana adalah suatu mekanisme pengadilan yang bersifat informal (di
dalam pengadilan tetapi mekanismenya di luar mekanisme pengadilan
pada umumnya) dengan pemeriksaan perkara yang cepat untuk
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
24
mengambil keputusan atas tuntutan ganti kerugian atau utang piutang
yang nilai gugatannya kecil .
Dalam Pasal 1 angka 1 PERMA Nomor 2 tahun 2015
disebutkan Penyelesaian Gugatan Sederhana diartikan sebagai tata
cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan
nilai gugatan materiil paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya
sederhana (Wasis Priyanto, pemeriksaan gugatan sederhana (Small
Claim Court) tersedia di http://pn-
sukadana.go.id/webnew/upload/SMALL_CLAIM_COURT_di_Indonesi
a.pdf).
Sehingga dari pengertian-pengertian mengenai gugatan
sederhana tersebut dapat ditarik suatu gambaran bahwa gugatan
sederhana merupakan gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) yang
diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian yang sederhana
dengan disertai kekuatan hukum didalamnya, yang mana Small
Claim Court memiliki beberapa sifat diantaranya: (a) Informal yang
dapat berarti merupakan mekanisme di luar mekanisme peradilan
pada umumnya; (b) dilakukan dengan cepat dan efisien (expeditiously);
dan (c) tuntutan ganti rugi dengan hitungan yang spesifik (specific
monetary amount).
2. Sejarah Gugatan Sederhana (Small Claim Court)
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
25
Small Claim Court didirikan oleh Pengadilan Cleveland pada
1913. Latar belakang sejarah Small Claim Court di Cleveland, adalah
ketika gagasan ini muncul sebagai pengadilan pertama yang mengakhiri
eksploitasi pada orang miskin dengan menawarkan keadilan yang
mengutamakan perdamaiaan di Cleveland sejak kota tersebut tidak
memiliki pengadilan itu sendiri, masyarakat Cleveland kemudian
menyetujiu rancangan undang-undang yang menjadikan terciptanya
gagasan Small Claim Court pada tahun 1913 (Fakhriah, Ela Laela ).
Sedangkan dalam sejarah Small Claim Court menurut Anthony
Ross (2007) tentang Small Claim Court, Sejarah Small Claim Court
dapat ditelusuri sampai pada tahun 1960,
“The History of the Movement to establish Small Claim Court dates back
to early 1960’s when the Justice of the Peace courts were increasingly
being seen as obsolete.”
artinya Sejarah pergerakan pembentukan Small Claim Court
dapat ditelusuri sampai pada tahun 1960 ketika Justice of Peace
(Pegawai yang berfungsi seperti Hakim dengan kewenangan yang
terbatas untuk mendengarkan perkara perdata, menjaga perdamaian,
melakukan tindakan yudisial, mendengar keluhan pidana ringan dan
menindak pelanggar hukum lembaga peradilan dilihat semakin
ketinggalan jaman.
“The idea was to create a court system which would allow people to
represent themselves. The concept was that of simple, informal, lawyer
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
26
less court where ordinary people could settle their affairs amicably,
without expense, delay, technicality or contentiousness, assisted by
unified law and simplified procedure that opened the practice of law to
the lay man.”
artinya gagasannya adalah untuk menciptakan sebuah sistem
peradilan yang memungkinkan orang untuk merepresentasikan diri
mereka sendiri. Dengan konsep yang sederhana, informal, peradilan
tanpa pengacara, dimana orang-orang biasa dapat menyelesaikan perkara
mereka dengan damai, tanpa biaya, tanpa penundaan, secara teknis dan
teliti, dibantu dengan peraturan yang terpadu dan prosedur yang
disederhanakan yang memudahkan penerapannya bagi orang awam).
(Anthony Ross Background on small Claim Court, dapat dilihat di
http://legaldictionary. thefreedictionary.com/Justice+of+Peace).
Di berbagai negara-negara maju sudah dikenal suatu mekanisme
penyelesaian sengketa yang dilakukan melaui peradilan (proses litgasi)
tetapi dengan menerapkan hukum acara yang singkat dan sederhana,
beda dengan prosedur beracara di pengadilan (penerapan hukum acara)
pada umumnya dalam menangani sengketa perdata biasa. Sehingga
proses penyelesaiaan sengketa dapat dilakukan secara sederhana dan
cepat/singkat, sementara hasil penyelesaian yang diperoleh berupa
putusan hakim yang mempunyai daya paksa untuk dilaksanakan
(kekuatan mengikat). Mekanisme penyelesaian sengketa dimaksud
adalah samll claim court.
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
27
Di Indonesia sendiri, hukum acara perdata Indonesia yang
masih berpegang pada HIR maupun Rbg sebagai hukum positif yang
menjadi aturan main penyelesaianan sengketa perdata di pengadilan
tidak mengenal penyelesaian sengketa secara cepat maupun singkat
sebagaimana yang diberlakukan untuk menyelesaikan perkara pidana
dan tata usaha negara, dengan kata lain, HIR maupun Rbg hanya
membedakan perkara menjadi gugatan dan permohonan yang ketika
diselesaikan melalui pengadilan, untuk sengketa jenis apapun para
pihaknya terkait untuk mengikuti prosedur beracara yang sudah
ditetapkan. Dengan dikeluarkannya Yurisprudensi MA No. 813
K/SIP/1976 melalui MA tanggal 17 Februari 1976 dipertegas bahwa
hukum acara perdata Indonesia tidak mengenal pemeriksaan
kilat/singkat (Afrina, Anita :2015 dalam Arrafi, Yudhistira Alfi. 2016 :
28).
Kemudian Hukum Acara Perdata di Indonesia sendiri dalam
perkembangannya masih tidak mengenal adanya gugatan sederhana
yang mana pengaturan asas peradilan sederhana ini tertuang dalam
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
sampai kemudian diterbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
Nomor 2 Tahun 2015 tentang tata cara penyelesaian gugatan sederhana.
Melalui kesederhanaan prosedural tersebut, maka hambatan-hambatan
dalam penerapannya diharapkan akan dapat teratasi, oleh karena
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
28
kedudukan PERMA merupakan produk hukum Mahkamah Agung yang
legal (Pasare, Alni. 2017 : 94).
Asas sederhana, dalam konteks Peratran Mahkamah Agung
Nomor 2 Tahun 2015 berkisar dan berintikan pada gugatannya, yakni
gugatan sederhana itu sendiri. Merujuk pada ketentuan hukum acara
perdata, gugatan sederhana tidak secara jelas diatur, oleh karena
gugatan yang dimaksudkan adalah gugatan yang berlaku terhadap
perkara apapun tanpa dibedakan secara klasifikasinya.
Achmad Fauzan dan Suhartanto (2008 : 78), menerangkan
bahwa tidak ada ketentuan hukum yang mengatur tentang tata
cara menyusun atau membuat gugatan yang baik, akan tetapi,
dengan memperhatikan ketentuan hukum acara perdata, baik yang
diatur dalam HIR/RBg, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA),
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) maupun dalam putusan-
putusan Mahkamah Agung (Yurisprudensi), ditambah dengan
pengalaman praktik, maka setidak-tidaknya akan dapat menghindari
kelemahan formal dari gugatan.
Seperti dilansir dari Hukum Online dalam Urgensi
diterbitkannya PERMA Nomor 2 tahun 2015 tentang tata cara
penyelesaiaan gugatan Sederhana Ketua Mahkamah Agung Hatta
Ali mengungkapkan bahwa di era perdagangan bebas, Indonesia
menjadi sorotan masyarakat ekonomi dunia karena tidak
memiliki small claim court. Karena itu, Mahkamah Agung
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
29
menerbitkan PERMA Small Claim Court ini dalam upaya
mewujudkan negara demokrasi modern dan meningkatkan
pelayanan terbaik bagi masyarakat pencari keadilan. Melalui
berbagai kajian Kelompok Kerja (Pokja) lahirlah PERMA ini untuk
diterapkan semua pengadilan, terbitnya PERMA ini juga salah satu
cara mengurangi volume perkara di MA. Karena, dalam tiga tahun
terakhir MA menerima beban perkara sekitar 12 ribu hingga 13 ribu
perkara per tahun, sehingga perkara perdata kecil yang nilai
gugatan maksimal Rp200 juta tidak perlu diajukan banding atau
kasasi karena putusan pengadilan tingkat pertama sebagai
pengadilan tingkat terakhir
(http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt55d71ac18056b/urgensi-
terbitnya-perma-small-claim-court).
Berkaitan dengan kondisi tersebut, Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan (PSHK) dan Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi
Peradilan (LeIP) pada Februari 2015 melakukan survei non-
probablilistik terhadap 75 responden yang pernah melakukan
penyelesaian sengketa perdata di Pengadilan. Dari survei yang
dilakukan, dapat diketahui hal-hal sebagai berikut:
Tabel 1 : Persepsi Kerumitan Prosedur
Respon Presentase
Rumit 60%
Sangat Rumit 33%
Sederhana 7%
Sangat sederhana 0%
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
30
Sumber : Survei Non-Probabilitas Pokja Gugatan Sederhana MA,
2015.
Tabel 2: faktor Penting untuk dibebani
Respon Presentase
Biaya 66%
Lama waktu Penyelesaian 14%
Efektifitas Putusan 5%
Lainnya 15%
(Sumber : Survei Non-Probabilitas Pokja Gugatan Sederhana MA,
2015).
Dalam pendalaman informasi ditemukan bahwa tingginya
biaya tidak diartikan semata-mata sebagai biaya perkara yang
dibayarkan pada pengadilan. Komponen tertinggi justru terdapat
pada biaya pengacara dan biaya yang dikeluarkan untuk
memenuhi panggilan dari Pengadilan. Kondisi mahalnya biaya
pengacara juga terkonfrmasi dari data Doing Business oleh World
Bank, yang menyebutkan biaya pengacara di Indonesia mencapai
90% dari total biaya yang dikeluarkan. Sementara itu, biaya
pengadilan hanya 3.1% disusul oleh biaya eksekusi sebesar 25%
(http://www.doingbusiness.org/data/exploreeconomies/indonesia#enforci
ng-contracts dalam Taufik, Giri Ahmad, dkk. 2017 : 46). Secara
keseluruhan, biaya gugat wanprestasi terhadap kontrak adalah sebesar
118% dari total nilai gugatan yang diajukan. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa biaya proses tidak sebanding dengan klaim
gugatan yang didapatkan dari proses peradilan.
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
31
Kemudian untuk menjawab tantangan waktu selama proses
penyelesaian perkara di pengadilan, Mahkamah Agung pernah
menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 6
Tahun 1992 tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tinggi dan
Pengadilan Negeri serta SEMA Nomor 3 Tahun 1998 tentang
Penyelesaian Perkara selama paling lama 6 (enam) bulan. Dalam
perkembangannya, waktu 6 (enam) bulan tersebut dianggap masih
terlalu lama untuk menyelesaikan suatu perkara. MA kemudian
menerbitkan kembali SEMA yaitu SEMA Nomor 2 Tahun 2014
tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tingkat Pertama dan
Tingkat Banding pada 4 (empat) Lingkungan Peradilan yang
membatasi waktu penyelesaian perkara pada Pengadilan Tingkat
Pertama paling lambat 5 (lima) bulan dan pada Pengadilan
Tingkat Banding paling lambat 3 (tiga) bulan. Namun demikian,
ketentuan batas waktu tersebut masih dirasakan terlalu lama untuk
menyelesaikan perkara perdata dengan nilai perkara yang kecil
(Taufik, Giri Ahmad, dkk. 2017 : 49).
3. Kriteria Perkara Gugatan Sederhana (Small Claim Court)
PERMA Nomor 2 Tahun 2015 menetapkan kriteria perkara
yang diselesaikan dengan mekanisme small claim court adalah
perkara cidera janji (wanprestasi) dan atau perbuatan melawan hukum
(PMH). PERMA Nomor 2 Tahun 2015 juga mensyaratkan bahwa pihak-
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
32
pihak penggugat dan tergugat tidak boleh lebih dari satu, kecuali
kepentingan hukum yang sama.
Dalam gugatan sederhana baik penggugat maupun tergugat
diwajibkan hadir secara langsung dalam persidangan dengan atau tanpa
kuasa hukum. Small claim court tidak dapat diterapkan untuk perkara
yang tergugatnya tidak diketahui tempat tinggalnya. Persidangan small
claim court dipimpin oleh hakim tunggal.
PERMA menyebut dua jenis perkara yang tidak bisa diselesaikan
dalam small claim court. Pertama, perkara yang penyelesaian
sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, perkara sengketa hak atas
tanah.
Terkait jangka waktu, PERMA Nomor 2 Tahun 2015 menetapkan
bahwa small claim court berlangsung paling lama 25 hari sejak hari
pertama. Dengan jangka waktu yang begitu singkat, PERMA Nomor 2
Tahun 2015 ‘melarang’ para pihak untuk mengajukan tuntutan
provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulan.
Tahapan-tahapannya adalah pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan
berkas, penetapan hakim dan penunjukkan panitera, pemeriksaan
pendahuluan, penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak,
pemeriksaan sidang dan perdamaian, pembuktian, dan putusan.
Merujuk pada isi PERMA Nomor 2 Tahun 2015, maka
pemeriksaan pendahuluan menjadi tahapan paling krusial atau paling
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
33
penting karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan kemudian
menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana.
Apabila hakim berpendapat bahwa perkara bukanlah gugatan
sederhana, maka dikeluarkan penetapan yang artinya small claim court
tidak berlanjut. Atas penetapan hakim ini, tidak dapat dilakukan upaya
hukum apapun kecuali upaya hukum keberatan terhadap putusan tersebut.
Satu hal yang menarik dalam PERMA Nomor 2 Tahun 2015
adalah kewajiban bagi hakim untuk berperan aktif dalam bentuk
memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara
berimbang kepada para pihak; mengupayakan penyelesaian perkara
secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk
melakukan perdamaian di luar persidangan; menuntun para pihak
dalam pembuktian; dan menjelaskan upaya hukum yang dapat
ditempuh para pihak.
Terkait putusan akhir small claim court, PERMA Nomor 2 Tahun
2015 mengatur bahwa para pihak dapat mengajukan keberatan
terhadap putusan hakim tersebut. Upaya keberatan paling lambat tujuh
hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan.
Putusan majelis hakim atas keberatan adalah putusan akhir atau bersifat
final sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau
peninjauan kembali.
4. Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
34
Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim Tunggal
yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan. Adapun tahapan-tahapan dalam
penyelesaian Gugatan sederhana ini meliputi:
1) Pendaftaran;
2) Pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
3) Penetapan hakim dan penunjukan panitera pengganti;
4) Pemeriksaan pendahuluan;
5) Penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
6) Pemeriksaan sidang dan perdamaian;
7) Pembuktian; dan
8) Putusan.
Bagan 1 : Alur Persidangan
9)
10)
Sumber : Arrafi, Alfi Yudhistira. 2016.
Pendaftaran
Gugatan
Pemeriksaan
kelengkapan
Gugatan sederhana
Penetapan
hakim dan
penunjukan
panitera
pengganti
Pemeriksaan
Pendahuluan
Penetapan hari sidang
dan pemanggilan para
pihak
Pemeriksaan
Sidang dan
Perdamaaan
PEMBUKTIAN PUTUSAN
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
35
Hal yang diutamakan dalam PERMA ini adalah penyelesaian
gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang
pertama (Ketentuan Pasal 5 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Tahap pemeriksaan, penggugat mendaftarkan gugatannya di
kepaniteraan pengadilan. Penggugat dapat mendaftarkan gugatan dengan
mengisi blanko gugatan yang disediakan di kepaniteraan. Blanko gugatan
berisi keterangan mengenai (Ketentuan Pasal 6 PERMA No. 2 Tahun
2015)
1) Identitas penggugat dan tergugat;
2) Penjelasan ringkas duduk perkara; dan
3) Tuntutan penggugat.
Penggugat wajib melampirkan bukti surat yang sudah dilegalisasi
pada saat mendaftarkan gugatan sederhana (Ketentuan Pasal 6 PERMA
Nomor 2 Tahun 2015).
Tahap berikutnya adalah penyelesaian kelengkapan gugatan
sederhana. Panitera melakukan pemeriksaan syarat pendaftaran gugatan
sederhana berdasarkan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 peraturan ini.
Panitera mengembalikan gugatan yang tidak memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kemudian, pendaftaran gugatan
sederhana dicatat dalam buku register khusus gugatan sederhana
(Ketentuan Pasal 7 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Setelah itu, Ketua Pengadilan menetapkan panjar biaya perkara.
Penggugat wajib membayar panjar biaya perkara. Penggugat yang tidak
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
36
mampu dapat mengajukan permohonan beracara secara cuma-cuma atau
prodeo (Ketentuan Pasal 8 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Tahap selanjutnya adalah Penetapan Hakim dan Penunjukan
Panitera Pengganti. Ketua pengadilan menetapkan Hakim untuk
memeriksa gugatan sederhana. Panitera menunjuk panitera pengganti
untuk membantu Hakim dalam memeriksa gugatan sederhana
(Ketentuan Pasal 9 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Keseluruhan proses pendaftaran gugatan sederhana, penetapan
Hakim dan penunjukan panitera pengganti dilaksanakan paling lambat 2
(dua) hari (Ketentuan Pasal 10 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Pada Pemeriksaan Pendahuluan, Hakim memeriksa materi gugatan
sederhana berdasarkan syarat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Pasal 3 dan Pasal 4 peraturan ini. Hakim menilai sederhana atau tidaknya
pembuktian. Apabila dalam pemeriksaan, Hakim berpendapat bahwa
gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka Hakim
mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan
gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan
pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat. Terhadap penetapan
yang dimaksud diatas, tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun
(Ketentuan Pasal 11 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Jika Hakim berpendapat bahwa gugatan yang diajukan penggugat
adalah gugatan sederhana, maka Hakim menetapkan hari sidang pertama
(Ketentuan Pasal 12 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
37
Pada Pasal 13, dalam hal penggugat tidak hadir pada hari sidang
pertama tanpa alasan yang sah, maka gugatan dinyatakan gugur. Jika
Tergugat tidak hadir pada sidang pertama, maka dilakukan pemanggilan
kedua secara patut. Dalam hal tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah,
maka gugatan diperiksa dan diputus secara contradictoir. Terhadap
putusan dimana tergugat tidak hadir pada hari sidang kedua, kemudian
Hakim memutus perkara tersebut, tergugat dapat mengajukan keberatan
(Ketentuan Pasal 13 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Hakim yang ditunjuk untuk menyelesaikan gugatan sederhana
wajib berperan aktif dalam melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara
berimbang kepada para pihak;
2) Mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk
menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di
luar persidangan;
3) Menuntun para pihak dalam pembuktian; dan Menjelaskan upaya
hukum yang dapat ditempuh para pihak.
Peran aktif sebagaimana disebutkan diatas harus dilakukan
dalam persidangan yang dihadiri oleh para pihak (Ketentuan Pasal 14
PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Pemeriksaan sidang dan Perdamaian, pada hari sidang pertama
Hakim wajib mengupayakan perdamaian dengan memperhatikan
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) PERMA
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
38
Nomor 2 Tahun 2015. Upaya perdamaian dalam perma ini
mengecualikan ketentuan yang diatur dalam ketentuan Mahkamah
Agung mengenai prosedur mediasi. Dalam hal tercapai perdamaian,
Hakim membuat Putusan Akta Perdamaian yang mengikat para
pihak. Terhadap Putusan Akta Perdamaian tidak dapat diajukan
upaya hukum apapun. Dalam hal tercapai perdamaian di luar
persidangan dan perdamaian tersebut tidak dilaporkan kepada Hakim,
maka Hakim tidak terikat dengan perdamaian tersebut (Ketentuan Pasal
15 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Jika perdamaian tidak tercapai pada hari sidang pertama, maka
persidangan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan dan jawaban
tergugat (Ketentuan Pasal 16 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Proses pemeriksaan gugatan sederhana, tidak dapat diajukan
tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau
kesimpulan (Ketentuan Pasal 17 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan yang berkaitan
dengan kebijakan maupun teknis pelaksanaan ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Umum atau Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama Mahkamah Agung RI (Ketentuan Pasal 17 PERMA
Nomor 2 Tahun 2015).
Proses pembuktian gugatan yang diakui atau tidak dibantah,
tidak perlu dilakukan pembuktian. Terhadap gugatan yang dibantah,
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
39
hakim melakukan pemeriksaan pembuktian berdasarkan hukum acara
yang berlaku (Ketentuan Pasal 18 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Hakim membacakan putusan dalam sidang terbuka untuk umum.
Hakim wajib memberitahukan hak para phak untuk mengajukan
keberatan (Ketentuan Pasal 19 PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
Putusan dalam gugatan sederhana terdiri dari:
1) Kepala putusan dengan irah-irah yang berbunyi “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”;
2) Identitas para pihak;
3) Uraian singkat mengenai duduk perkara;
4) Pertimbangan hukum; dan
5) Amar putusan.
Dalam hal para pihak tidak hadir, jurusita menyampaikan
pemberitahuan putusan paling lambat 2 (dua) hari setelah putusan
diucapkan. Atas permintaan para pihak salinan putusan diberikan paling
lambat 2 (dua) hari setelah putusan diucapkan. Panitera pengganti
mencatat jalannya persidangan dalam Berita Acara Persidangan yang
ditandatangani oleh Hakim dan panitera pengganti (Ketentuan Pasal 20
PERMA Nomor 2 Tahun 2015).
5. Yuridiksi gugatan Sederhana
Gugatan sederhana termasuk dalam kewenangan atau ruang
lingkup Peradilan Umum. Tidak semua perkara dapat diselesaikan
dengan cara mengajukan gugatan sederhana. Pembatasan materi
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
40
gugatan sederhana telah diatur oleh PERMA Nomor 2 Tahun 2015
khususnya Pasal 3 dan Pasal 4 yang sebagai berikut :
Pasal 3 : (1) Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara cidera
janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan
nilai gugatan materil paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
(2) tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah :
a. perkara yang penyelesaiaannya dilakukan
melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undanagn; atau
b. sengketa hak atas tanah.
Pasal 4 : (1) Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari
penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak
boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan
hukum yang sama.
(2)Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat
tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan
sederhana.
(3) Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana
berdomisili di daerah hukum pengadilan yang
sama.
(4) penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara
langsung setiap persidangan dengan atau tanpa
didampingi kuasa hukum.
Namun dalam prakteknya tidak mudah untuk menentukan
perkara tersebut adalah murni perkara dengan obyek materi
sederhana, contoh dalam sengketa hutang piutang ada jaminan tanah
atau gadai tanah. Karena dalam menentukan posisi perkara tiap pihak
pasti beda, bisa jadi pihak penggugat menyatakan ini wanprestasi,
tetapi tergugat menyatakan sengketa tanah.
Hal ini perlu ditinjau lebih lanjut pada saat masa registrasi
perkara agar tidak terjadi kesalahan dalam penentuan materi gugatan
apakah nanti akan bisa diselesaikan melalui penyelesaian gugatan
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
41
sederhana ataukah melalui proses acara pemeriksaan biasa karena
terdapat beberapa kualifikasi agar perkara tersebut masuk dalam kategori
gugatan sederhana sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) PERMA
Nomor 2 Tahun 2015.
6. Manfaat Gugatan Sederhana (Small Claim Court)
a. Meningkatkan aksesibilitas bagi masyarakat untuk mencapai keadilan
1) Terutama aksesibilitas bagi masyarakat yang tidak mampu;
2) Penyelesaiaan kasus-kasus keseharian yang tidak kompleks;
3) Penyerderhanaan prosedur mengntngkan oang awam/hukum;
4) Menekan kemungkinan perkara yang berlart-larut, bahkan
berlanjut;
5) Mendorong kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan
karena sifat peradilan yang efisien dan efektif.
b. Mendorong terwujudnya asas peradilan yang sederhana.
1) Prosedur yang lebih sederhana;
2) Pemeriksaan oleh hakim tunggal;
3) Selaras dengan asas doelmagtigheid (kepatutan) karena
menghindari prosedur yang berbelit-belit.
c. Mendorong terwujudnya asas peradilan yang cepat.
d. Memberi kesempatan untuk memilih mekanisme dan yuridksi yang
tepat
e. Mengurangi kemungknan penumpukan perkara di Mahkamah Agung
dan Peradilan Tinggi
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
42
f. Mewujudkan keadilan restoraktive dan mempertimbangkan ius
contituendum
(http://www.aai.or.id/v3/index.php?option=com_content)
C. Tinjauan Umum tentang Penyelesaian Sengketa
1. Pengertian Sengketa Perdata
Pengerian Sengketa menurut Nurnaningsih Amriani (2012 : 13)
adalah perselisihan yang terjadi antara pihak-pihak dalam perjanjian
karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam
perjanjian. Hal yang sama juga disampaikan oleh Takdir Rahmadi
(2011: 1) yang mengartikan bahwa konflik atau sengketa merupakan
situasi dan kondisi di mana orang-orang saling mengalami perselisihan
yang bersifat faktual maupun perselisihan- perselisihan yang ada pada
persepsi mereka saja (dalam Prastiwi ,Intan Anggrani, 2017 : 8) .
Sedangkan menurut pengertisan sengketa menurut D. Y Witanto
(2012 : 2) adalah pertentangan atau konflik yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat (populasi sosial) yang membentuk oposisi atau pertentangan
antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi
terhadap satu objek permasalahan (dalam Prastiwi, Intan ,Anggrani,
2017 : 8).
Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa
sengketa perdata adalah terjadinya perkara perdata dikarenakan adanya
pelanggaran terhadap hak seseorang, seperti diatur dalam hukum perdata.
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
43
Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi karena perbuatan melawan
hukum (onrechtmatige daad) yang menimbulkan kerugian bagi orang
lain, seperti diatur dalam Undang-undang atau karena wanprestasi, yaitu
tidak memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan kontrak yang
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Kerugian yang timbul itu dapat
berupa kerugian materil, misalnya kerusakan atas barang atau berupa
kerugian imaterial, misalnya kehilangan hak menikmati barang atau
pencemaran nama baik. Pelanggaran hak seseorang itu dapat terjadi
karena kesengajaan atau karena kelalaian. Pada perkara perdata,
inisiatif berperkara datang dari pihak yang dirugikan. Karena itu, pihak
yang yang dirugikan mengajukan perkaranya ke Pengadilan untuk
memperoleh penyelesaian berupa pemulihan, penggantian kerugian, dan
menghentikan perbuatan yang merugikan itu (Abdulkadir, Muhammad.
2008 : 19-20 dalam Prastisi, Intan Anggrarani, 2017 : 8).
2. Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan (Nonlitigasi)
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau nonlitigasi adalah
penyelesaian secara damai antara para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa melalui perdamaian berakar pada budaya
hukum masyarakat kita, di mana di lingkungan masyarakat adat dikenal
adanya runggun adat, kerapatan adat, peradilan adat atau peradilan desa
lembaga musyawarah, mufakat dan tenggang rasa merupakan falsafah
negara yang digali dari hukum adat dan dipraktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
44
Penyelesaian sengketa secara nonlitigasi bersifat tertutup untuk
umum (close door session) dan kerahasiaan para pihak terjamin
(confidentiality), proses beracara lebih cepat dan efisien. Proses
beracara di luar pengadilan ini menghindari kelambatan yang
diakibatkan prosedural dan administratif sebagaimana beracara di
pengadilan umum dan win-win solution. Penyelesaian sengketa ini
dinamakan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) (Winarta,
Frans Hendra, 2011:9).
Penyelesaian sengketa melalui APS diatur oleh Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Berdasarkan Pasal 1 Angka 10 Undang-undang Nomor 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
mendefinisikan sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni
penyelesaian di luar pengadilan. Adapun penyelesaiannya dengan
cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli dan
arbitrase.
1) Konsultasi
Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal”
antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan
pihak konsultan, dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya
kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.
2) Negosiasi
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
45
Negosiasi adalah suatu proses tawar-menawar atau upaya
untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses
interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan
penyelesaian atau jalan keluar atas suatu masalah yang sedang
berlangsung. Berbeda dengan mediasi, komunikasi yang
dilaksanakan dalam proses negosiasi dibangun oleh para pihak
tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah.
3) Mediasi
Mediasi merupakan suatu prosedur dimana seseorang atau
lebih bertindak sebagai mediator yang sifatnya penengah. Mediator
memiliki peran sebagai pihak yang mengawasi jalannya mediasi
seperti mengatur perundingan, menyelenggarakan pertemuan,
mengatur diskusi, menjadi penengah, merumuskan kesepakatan dalam
para pihak, serta membantu para pihak yang bersengketa guna
mencapaikesepakatan bersama.
Proses mediasi dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu tahap
pramediasi, tahap pelaksanaan mediasi, dan tahap akhir
implementasi hasil mediasi. Di dalam pengadilan dikenal juga
prosedur mediasi. Prosedur dan tahapan mediasi diatur dalam
Pasal 3 sampai Pasal 4 PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan yang diubah menjadi PERMA Nomor
1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi di
pengadilan dibagi dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap pra mediasi dan
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
46
tahap pelaksanaan mediasi. PERMA Nomor 2 Tahun 2003
memberikan limit waktu yang berbeda antara mediasi yang
menggunakan mediator yang disediakan pengadilan dengan mediasi
yang menggunakan mediator di luar pengadilan. Mediasi di
pengadilan diberikan waktu penyelenggaraan paling lama 22 (dua
puluh dua) hari kerja sejak penunjukan mediator, sedangkan mediasi
di luar pengadilan berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
(Abbas, Syahrizal, 2011 : 332 dalam Silvia, Rohana Fitri, 2017 : 14).
4) Konsolidasi
Konsiliasi adalah proses penyelesaian sengketa dengan
menyerahkan kepada suatu komisi orang-orang yang bertugas
untuk menguraikan atau menjelaskan fakta-fakta (konsiliator)
dimana konsiliator akan membuatkan usulan-usulan untuk suatu
penyelesaian namun keputusan tersebut tidak mengikat.
5) Penilaian Ahli
Penilaian ahli atau biasa juga disebut pendapat ahli adalah
suatu keterangan yang dimintakan oleh para pihak yang sedang
bersengketa kepada seorang ahli tertentu yang dianggap lebih
memahami tentang suatu materi sengketa yang terjadi.
6) Adjudiksi
Adjudikasi adalah bentuk penyelesaian sengketa, dimana
pihak ketiga bertujuan untuk mengajukan pendapat atau
memberikan keputusan. Penekanan penting dalam proses
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
47
adjudikasi adalah pengajuan fakta dan bukti dari masing-masing
pihak kepada adjudikator, sehingga mampu mempengaruhinya
dalam membuat keputusan.
7) Arbritase
Arbitrase adalah bentuk penyelesaian sengketa, dimana
para pihak yang bersengketa mengangkat pihak ketiga (arbiter)
untuk menyelesaikan sengketa mereka. Keberadaan arbiter
harus melalui persetujuan para pihak yang bersengketa. Dalam
proses arbitrase keputusan akhir yang diberikan oleh arbiter
mengikat para pihak yang bersengketa. Keputusan arbiter yang
diambil arbiter bukan didasarkan pada fakta-fakta hukum seperti
dalam proses peradilan, tetapi didasarkan pada sejumlah
kesepakatan yang terbangun dalam proses arbitrase (Abbas,
Syahrizal, 2011 : 332 dalam Silvia, Rohana Fitri, 2017 : 16).
Dasar hukum penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase
tersebut ditetapkan oleh instansi atau lembaga terkait sesuai dengan
jenis sengketanya, dan cara yang dilakukan untuk menyelesaikan
sengketa tersebut bermacam-macam pula sesuai dengan lembaga itu
sendiri Ketujuh bentuk alternatif penyelesesaian sengketa yang telah
disebut di atas memiliki perbedaan putusan yang dihasilkan.
Berdasarkan Pasal 60 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
arbitrase dan APS menerangkan bahwa putusan arbitrase bersifat
final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak.
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
48
Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua
Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang
bersengketa. Sedangkan putusan yang dihasilkan oleh APS lainnya
bersifat saran yang bisa diterima ataupun ditolak oleh para pihak.
3. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (Litigasi)
Penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan tunduk
terhadap ketentuan hukum acara perdata, yaitu HIR (het Herzienne
Indonesisch Reglement), RBg (Rechtsreglement Buitengeweisten),
serta peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur
mengenai acara perdata. Terdapat 3 (tiga) macam reglemen hukum
acara untuk pemeriksaan perkara di muka pengadilan gubernemen pada
tingkat pertama, yaitu (Marindowati , dan Nargis, Nilla, 2014 : 2).
a. Reglement op de burgelijke Rechtsvordering (Brv) untuk golongan
Eropa yang berperkara di muka Raad van justitie dan residentie
gerecht;
b. Herziene Inlandsch Reglement (HIR) untuk golongan bumi putera dan
timur asing di Jawa dan Madura yang berperkara di muka Landraad;
c. Rechtreglement voor de Buitengenwesten (Rbg) untuk golongan bumi
putera dan timur asing di luar Jawa dan Madura yang berperkara di
muka Landraad.
Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan yang memuat
cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
49
pengadilan, dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu
sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan
hukum perdata (Projodikoro ,Wirjono, 1992 : 13 dalam dalam Silvia,
Rohana Fitri, 2017 : 18). Dengan kata lain Hukum Acara Perdata
adalah sekumpulan peraturan yang mengatur cara bagaimana seseorang
harus bertindak terhadap orang lain, atau bagaimana seseorang dapat
bertindak terhadap Negara atau badan hukum (juga sebaliknya)
seandainya hak dan kepentingan mereka terganggu, melalui suatu
badan yang disebut badan peradilan, sehingga terdapat tertib hukum.
Yang dimaksud dengan peradilan adalah tugas yang dibebankan
kepada pengadilan. Tugas utama pengadilan adalah sebagai tempat
untuk mengadili atau memberikan putusan hukum dalam perkara-
perkara yang diajukan kepadanya (Umar, Said, 2009 : 82).
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman membedakan antara Peradilan Umum dan Peradilan
Khusus. Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya
yang menyangkut perkara-perkara perdata maupun pidana yang
diajukan ke pengadilan. Peradilan Umum juga diperuntukkan bagi
rakyat yang ingin mengajukan perkara-perkara yang ketentuan
hukum acaranya diatur secara khusus, misalnya Pengadilan Niaga,
Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Hubungan Industrial, dan
Pengadilan lainnya yang diatur secara khusus (lex specialis). Adapun
Peradilan Khusus adalah peradilan yang mengadili orang-orang atau
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
50
golongan rakyat tertentu misalnya kasus perceraian bagi yang beragama
islam menjadi kewenangan Peradilan Agama, tindak pidana militer yang
menjadi wewenang Peradilan Militer, sengketa administrasi negara
atau tata usaha negara yang menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha
Negara.
4. Kekuasaan Mengadili
Perkara yang menjadi kompetensi peradilan yang lebih rendah
tidak dapat diajukan langsung kepada peradilan yang lebih tinggi. Perkara
yang harus diselesaikan terlebih dahulu oleh peradilan tingkat pertama
tidak dapat diajukan langsung kepada peradilan banding atau kasasi,
demikian juga sebaliknya. Perkara yang menjadi kompetensi peradilan
yang lebih tinggi tidak dapat diminta penyelesaiannya kepada peradilan
yang lebih rendah.
a. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut adalah wewenang badan pengadilan
dalam memeriksa jenis perkara tertentu secara mutlak tidak dapat
diperiksa oleh badan peradilan lain, baik dalam lingkungan peradilan
yang sama maupun dalam lingkungan peradilan yang berbeda.
Peradilan Umum hanya berwenang mengadili perkara
pidana (pidana umum dan khusus) dan perdata (perdata umum
dan niaga). Peradilan Agama hanya berwenang mengadili perkara
bagi pihak-pihak yang beragama Islam mengenai perkawinan,
kewarisan (meliputi wasiat dan hibah), waqaf, dan shadaqah.
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
51
Peradilan Tata Usaha Negara kewenangannya terbatas dan tertentu
untuk mengadili sengketa Tata Usaha Negara. Sedangkan Peradilan
Militer hanya berwenang mengadili perkara pidana yang
terdakwanya terdiri dari prajurit TNI berdasarkan pangkat tertentu
( Harahap, M.Yahya, 2008 : 181).
b. Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif adalah pembagian kekuasaan
mengadili antara badan pengadilan yang serupa yang didasarkan
pada tempat tinggal tergugat, jadi kompetensi relatif ini berkaitan
dengan wilayah hukum suatu pengadilan. Kompetensi relatif
Pengadilan Negeri hanya terbatas pada daerah hukumnya, di luar
itu tidak berwenang (Harahap, M.Yahya, 2008 :181). Sesuai dengan
ketentuan Pasal 118 HIR, Pasal 142 RBg, Pengadilan Negeri
berwenang memeriksa gugatan yang daerah hukumnya meliputi:
a) Tempat tinggal Tergugat, atau tempat Tergugat sebenarnya
berdiam (jikalau Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya);
b) Tempat tinggal salah satu Tergugat, jika terdapat lebih dari
satu Tergugat, yang tempat tinggalnya tidak berada dalam
satu daerah hukum Pengadilan Negeri menurut pilihan
Penggugat;
c) Tergugat utama bertempat tinggal, jika hubungan antara
Tergugat-Tergugat adalah sebagai yang terhutang dalam
penjaminnya;
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018
52
d) Tempat tinggal Penggugat atau salah satu dari Penggugat, dalam
hal ini: Tergugat tidak mempunyai tempat tinggal dan tidak
diketahui dimana ia berada;
e) Tergugat tidak kenal. (Dalam gugatan disebutkan terlebih dahulu
tempat tinggalnya yang terakhir, baru keterangan bahwa sekarang
tidak diketahui lagi tempat tinggalnya di Indonesia);
f) Dalam hal Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya dan yang
menjadi objek gugatan adalah benda tidak bergerak (tanah), maka
gugatan diajukan di tempat benda yang tidak bergerak itu berada
(Pasal 118 ayat (3) HIR);
g) Untuk daerah yang berlaku RBg, apabila objek gugatan
menyangkut benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan ke
pengadilan yang meliputi wilayah hukum dimana benda tidak
begerak itu berada (Pasal 142 ayat (50) RBg);
h) Jika ada pilihan domisili yang tertulis dalam akta, maka gugatan
diajukan ke tempat domisili yang dipilih itu (Pasal 118 ayat (4)
HIR/Pasal 142 ayat (4) RBg).
Implementasi Peraturan Mahkamah..., Titis Izatin, Fakultas Hukum UMP, 2018