BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Hak › bitstream › 123456789 › 16552 › 2 › T2_… · BAB...

72
24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Hak Berdasarkan Pasal 504 KUHPer, benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 Pasal 518 KUHPer. Menurut Prof. Subekti suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (onroerend) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh Undang-undang. 1 Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan 1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003, h.61.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Hak › bitstream › 123456789 › 16552 › 2 › T2_… · BAB...

  • 24

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Teori Hak

    Berdasarkan Pasal 504 KUHPer, benda dibedakan

    menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak

    bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur

    dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan

    untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518

    KUHPer. Menurut Prof. Subekti suatu benda dapat

    tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak

    (onroerend) pertama karena sifatnya, kedua karena tujuan

    pemakaiannya, dan ketiga karena memang

    demikian ditentukan oleh Undang-undang.1

    Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa

    adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah

    tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau

    tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan

    manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan

    1Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2003,

    h.61.

  • 25

    tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta

    dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala

    apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang

    ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon

    yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan

    pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak

    secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau

    bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau

    bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya

    mesin-mesin dalam suatu pabrik. Selanjutnya, ialah tidak

    bergerak karena memang demikian ditentukan oleh

    Undang-undang, segala hak atau penagihan yang

    mengenai suatu benda yang tidak bergerak.2

    Manusia menurut paham hukum kodrat adalah

    bagian dari alam, jagat seluruhnya, sebagai bagian dari

    alam, yaitu hukum yang menetapkan apa yang harus

    dilakukan oleh setiap bagian alam. Hukum alam atau

    hukum kodrat menggariskan cara dan interaksi dengan

    yang lain serta dengan keseluruhan alam.

    2Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata,,Op.Cit.,h.62.

  • 26

    Pendapat Cicero, tujuan utama semua manusia

    adalah “ untuk membuat kepentingan setiap individu dan

    kepentingan seluruh masyarakat. Ini berarti, seorang tidak

    perlu mengorbankan kepentingannya dan menyerahkan

    kepentingannya kepada orang lain apa sesunguhnya

    dibutuhkannya diri sendiri. Sebaliknya, setiap orang harus

    mengejar kepentingannya sendiri sedemikian rupa tanpa

    merugikan kepentingan orang lain. Alam menghendaki

    agar setiap orang mengejar kepentingannya, alam telah

    menganugerahkan kepada setiap jenis makhluk hidup

    untuk mempertahankan hidupnya.

    Dipihak lain, Groutius mengakui bahwa manusia

    mempunyai dambaan yang kuat akan masyarakat, yaitu

    kehidupan sosial. Karena itu ia menolak anggapan bahwa

    manusia hanya mencari kepentingan diri sendiri. Justru

    sebaliknya, dengan hukum kodrat Tuhan berusaha

    mengendalikan kecenderungan manusia terhadap dirinya

    untuk memungkinkan suatu harmoni sosial. Setiap orang

  • 27

    diperkenankan memperoleh untuk dirinya, dan untuk

    menguasai, hal – hal yang berguna bagi hidupnya.3

    Dengan ini Jhon Locke mengakui bahwa

    kecenderungan manusia untuk hidup bersama dengan

    orang lain dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip

    dasar hukum kodrat. Masyarakat merupakan hal yang

    niscaya bagi kelangsungan hidup manusia. Ini tidak berarti

    masyarakat hanya mempunyai arti pargmatis demi

    kepentingan kelangsungan hidup setiap orang. Karena

    hukum kodrat menuntut manusia untuk mempertahankan

    hidupnya dan pada akhirnya hidup sesamanya, atau paling

    kurang menuntut adanya keselarasan antara hidup pribadi

    dan hidup orang lain. Sebaliknya masyarakat merupakan

    bagian hakikat manusia.dan Negara (sebagai organisasi

    masyarakat) menjamin kepastian hukum tiap–tiap

    individunya dan semua orang mempunyai kedudukan

    sama di depan hukum.4

    3A Sonny Keraf, Hukum Kodrat Dan Teori Hak Milik Pribadi,

    Kanisius, Jakarta, 1996,h.20. 4 Op.Cit.,h.41.

  • 28

    Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan

    hukum itu sendiri dari. Ikatan–ikatan antara individu dan

    masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan – ikatan

    itu cermin pada hak dan kewajiban. Dalam mengatur

    hubungan – hubungan hukum itu caranya beragam. Dalam

    usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan

    perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan

    sebaik–baiknya: berusaha mencari keseimbangan antara

    memberi kebebasan kepada individu dan melindungi

    masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat

    bahwa masyarakat itu sendiri dari individu–individu yang

    menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu

    terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan

    perorangan dan antara kepentingan perorangan dengan

    kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung

    ketegangan atau konflik ini sebaik–baiknya.5

    Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat

    semua manusia itu sama. Maka, teori hak pun cocok

    5Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,

    Liberty Yogyakarta,Yogyakarta, 1985,h.40.

  • 29

    diterapkan dengan suasana demokratis. Dalam arti, semua

    manusia dari berbagai lapisan kehidupan harus mendapat

    perlakuan yang sama. Seperti yang diungkapkan

    Immanuel Kant, bahwa manusia merupakan suatu tujuan

    pada dirinya. Hak – hak pribadi adalah hak – hak yang

    dinyatakan sebagai milik pribadi tertentu. Hak – hak

    publik adalah hak yang dikmati kelompok tertentu dan hak

    – hak bersama adalah hak – hak yang merupakan milik

    bersama semua umat manusia.6

    Semua hukum kodrat mengakui bahwa aturan –

    aturan keadilan diturunkan dari perintah yang terkandung

    dalam hukum kodrat. Dan karena hak milik pribadi

    merupakan salah satu unsur penting dalam keadilan. atau

    lebih tepat karena keadilan berkaitan juga dengan jaminan

    hak milik pribadi, maka hak milik pribadi. Jhon Locke

    misalnya, mengatakan bahwa disamping menjaga agar

    orang tidak saling merugikan, fungsi kedua dari keadilan

    adalah mengarahkan manusia untuk menggunakan hak

    6A Sonny Keraf,…Op.Cit ,h. 54.

  • 30

    milik bersama demi kepentingan bersama, dan hak milik

    pribadi demi kepentingan masing – masing.7

    Jhon Locke mengenai hak milik pribadi dan

    pembatasannya hukum kodrat manusia mempunyai hak

    untuk mempertahankan hidupnya sendiri, dan hak untuk

    mempertahankan hidupnya sendiri, dan hak untuk

    mempertahankan hidup umat manusia seluruhnya. Ini

    mencangkup hak mempertahankan hidup sendiri dan

    hidup orang lain serta hak terhadap semua sarana yang

    menunjang kelangsungan hidup manusia. Ini berarti,

    kelangsungan hidup manusia tidak hanya merupakan suatu

    kewajiban, tetapi bukan merupakan suatu hak. Semua

    manusia berhak untuk hidup dan mempertahankan

    hidupnya. Untuk itu manusia berhak atas semua sarana

    yang memungkinkannya untuk hidup secara layak sebagai

    manusia.8

    Sebagai makhluk sosial yang merdeka, setiap orang

    mempunyai berbagai macam hak untuk menjamin dan

    7A Sonny Keraf.,Op.Cit, h.44.

    8 Ibid.,h.45.

  • 31

    mempertahankan kehidupannya di tengah-tengah

    masyarakat salah satunya adalah hak atas tanah. Hak atas

    tanah merupakan hak yang dipunyai seseorang yang

    menurut sifatnya termasuk hak yang secara wajar boleh

    dimiliki oleh suatu pihak karena hubungannya yang

    khusus dengan orang atau pihak lain pada suatu tempat

    dan waktu tertentu serta situasi dan kondisi yang dianggap

    tepat. Hak ini masih dapat dikesampingkan dari kehidupan

    seseorang karena adanya suatu atau beberapa kepentingan

    yang memaksa Artinya hak atas tanah dapat diperoleh

    berdasarkan hukum tetapi masih dapat diganggu gugat

    melalui hukum itu sendiri bila ada satu atau beberapa

    kepentingan sebagai sebabnya yang lebih memaksa, yang

    antara lain adalah kepentingan umum.9

    Hak didasarkan atas dasar martabat manusia dan

    martabat manusia semua itu sama. Oleh karena itu teori

    hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.

    Teori hak begitu popular karena dinilai cocok dengan

    9Sunarjati Hartono, Beberapa Pemikiran kearah Pembaharuan

    Hukum Tanah, Alumni, Bandung,1978,h.17.

  • 32

    penghargaan terhadap individu yang memiliki harkat

    tersendiri. Oleh karena itu, manusia individual siapapun

    tidak boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan

    yang lain. Penentuan dan pengaturan hak bagi subjek

    hukum menjadi penting dalam hubungannya dengan

    subjek hukum lainnya karena menyangkut persoalan

    hukum dan kepastian hukum.

    Hak dalam hukum benda dikategorikan sebagai

    benda yang tidak berwujud, mempunyai nilai kegunaan

    dan karena dapat menjadi objek dalam hubungan hukum.

    Dengan kata lain bahwa hak merupakan bagian dari objek

    hukum. Hak tidak dapat dipisahkan dari kewajiban, setiap

    hak lahir selalu menimbulkan kewajian yang tidak saja

    melekat bagi pemegang hak tetapi juga kewajiban bagi

    pihak lain, antara lain kewajiban menghormati atas hak

    yang melekat pada seseorang. Dengan demikian, tidak ada

    hak tanpa kewajiaban dan tidak ada kewajiban tanpa

    hak.10

    10

    Muhammad Ilham Arisaputra, Reforma Agraria di Indonesia,

    Sinar Grafika, Jakarta,2015,h.279.

  • 33

    Thomas Hobbes memandang bahwa setiap orang

    dalam kondisi alamiah (state of nature, yakni sebelum ada

    masyarakat dan Negara) memiliki hak untuk hidup, bahwa

    hak ini selalu terancam oleh kekacauan yang selalu terjadi

    dalam kondisi alamiah itu, dan orang bersepakat untuk

    tunduk pada penguasa absolute Hobbes mengemukakan

    pandangan bahwa kekuasaan mutlak diperlukan untuk

    masalah ini. Rakyat jelata ini harus diambil hatinya

    melaliu kepentingan pribadi masing – masing. Hak – hak

    pribadi mereka. Seperti hak untuk hidup, hak untuk bebas

    dari rasa lapar, harus diperhatikan. Para rakyat jelata inilah

    yang menjadi “ Subjek Hak “ dalam pandangan Hobbes

    saat itu.11

    Subtansi hak dalam pandangan Hobbes tidak lepas

    dari pandangannya tentang “kontra sosial” yang ia

    kemukakan. Bagi Hobbes, dalam kondisi alamiah tidak

    ada pembatasan apa yang menjadi hak orang (dalam hal

    tak ada sistem kekuasaan semua orang berhak atas

    segalanya melawan orang lain), tetapi setelah ada kontrak,

    11

    Ibid ,h,280.

  • 34

    setiap orang berhak atas apa yang diizinkan oleh hukum.

    Bahkan hak milik pribadi diperlukan sebagai hak pasca -

    kontrak yang diberikan oleh Negara atau kelas yang

    berkuasa. Sementara terkait landasan hak.12

    Menurut Jhon Locke, setiap orang dilahirkan dengan

    dua hak sekaligus, yakni pertama, hak kebebasan bagi

    dirinya sendiri. Tak seorang pun berkuasa atasnya hanya

    dia yang bebas menggunakannya. Kedua hak mewarisi

    harta milik ayahnya bersama sanak saudaranya sebelum

    orang lain. Setiap orang memiliki hak untuk hidup,

    kebebasan dan memiliki harta. Dan dalam kondisi alamiah

    ia juga memiliki hak untuk menegakkan hukum alam demi

    menghukum, mencegah dan mendapatkan ganti rugi atas

    kerugian yang menimpanya. Dan meskipun hak untuk

    menegakan ini dilepas ketika masuk ke dalam masyarakat

    sipil, hak–hak pribadi yang lain dikelompokan kedalam

    hak milik pribadi.13

    12

    Ibid .,h,281. 13

    Muhammad Ilham Arisaputra, A.P ,Loc.cit,h.281.

  • 35

    B. Politik Hukum Pertanahan Menurut UUPA

    Dari masa sebelum dan sesudah diberlakukannya

    UUPA Pemerintah Indonesia berusaha untuk

    mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur seiring

    dengan cita–cita berdirinya Negara Republik Indonesia.

    Sehingga hal ini memerlukan peran aktif semua lapisan

    masyarakat dalam semua bidang kehidupan, seperti

    ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum. Hukum

    Agraria Nasional sebagai salah satu bidang hukum

    merupakan alat untuk mewujudkan tujuan cita–cita

    tersebut. Tujuan Hukum Agraria Nasional berbeda

    dengan tujuan Hukum Agraria Kolonial. Hal ini

    disebabkan perbedaan dari tujuan politik hukumnya. Jika

    tujuan politik Hukum Agraria Kolonial jelas berorientasi

    pada kepentingan penguasa kolonial itu sendiri,

    sedangkan politik Hukum Agraria Nasional merupakan

    alat bagi pembangunan masyarakat Indonesia yang

    sejahtera, adil, dan makmur.

    Dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ini

    menunjukan sifat imperatif, karena mengandung perintah

  • 36

    kepada Negara agar bumi,air, dan kekayaan yang

    terkandung didalamnya, yang diletakkan dalam

    penguasaan Negara itu dipergunakan sebesar–besarnya

    untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

    Indonesia. Dengan demikian, tujuan dari penguasaan oleh

    Negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang

    terkandung didalamnya adalah untuk mewujudkan

    kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai

    pisau analisis penulis mau menjabarkan beberapa asas–

    asas ketentuan UUPA seperti : hubungan individu dan

    tanah, hubungan Negara dan tanah.14

    1. Hubungan Individu dan Tanah.

    Dalam hal Negara memerlukan tanah untuk

    kepentingan umum. maka Negara diberikan wewenang

    untuk mengambil tanah perseorangan, meskipun telah

    dikuasai dan/atau dimiliki oleh individu dengan suatu

    hak-hak privat, dengan catatan Negara wajib

    memberikan ganti rugi yang layak. Keberlangsungan

    14

    Iman Soetikno, Proses Terjadinya UUPA, Gadja Mada University

    Press, Yogjakarta,1987,h.24.

  • 37

    pembangunan untuk kepentinagn umum tidak harus

    terkendala dengan penyediaan wewenang untuk

    melakukan pengadaan tanah. Penggunaan wewenang

    tersebut agar tidak menjadi sewenang-wenang maka

    perlu pengaturan dengan level Undang – undang

    sebagai Lex Specialist dari UUPA. Pengadaan tanah

    wajib menghormati hak – hak privat sebagai

    personifikasi pengakuan hak asasi manusia khususnya

    jaminan kebebasan untuk memiliki.15

    Dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yang

    menyatakan: “Atas dasar hak menguasai dari Negara

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUPA,

    ditentukan adanya macam-macam hak atas

    permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat

    diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik

    sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain

    serta badan hukum.”

    15

    Guna Negara, Rakyat dan Negara Dalam Pengadaan Tanah

    Untuk Pembangunan, Tatanusa, Jakarta, 2008,h.18.

  • 38

    Penguasaan tanah adalah suatu hak. Suatu hak

    hanya dimungkinkan diperoleh apabila orang atau

    badan yang akan memiliki hak tersebut cakap secara

    hukum untuk menghaki objek yang menjadi haknya.

    Pengertian yang termasuk pada hak meliputi, hak

    dalam arti sempit yang dikorelasikan dengan

    kewajiban, kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas.

    Negara adalah salah satu subjek hukum. Dalam hal ini

    organisasi Negara dipandang sebagai badan hukum

    publik yang memiliki otoritas mengatur warganya

    maupun menyelenggarakan seluruh kedaulatan yang

    melekat pada dirinya sesuai mandat yang diberikan

    oleh konstitusi atau perundang-undangan.

    Penyelenggaraan kedaulatan yang dimilikioleh Negara

    adalah sempurna dalam arti kedaulatan tersebut

    bersumber dari dirinya sendiri, tidak dapat dipecah-

    pecah, asli dan sempurna. Kedaulatan yang melekat

    pada Negara, terbatas pada yurisdiksi hukum

  • 39

    kekuasaannya, dan kekuasaan itu berakhir manakala

    ada Negara lain yang memulai kekuasaan atasnya.16

    Subjek hukum adalah sesuatu yang disebut

    sebagai pembawa hak, yaitu yang mampu mendukung

    hak dan kewajiban. Negara dipandang sebagai subjek

    hukum, dalam konsep hukum adalah karena Negara

    tersebut dipersonifikasi serta dianggap sebagai

    pembawa hak, yang disebut rechts persoon, dan secara

    khusus lagi publik, yakni pendukung hak dan

    kewajiban publik yang padanya melekat kewenangan

    untuk menyelenggarakan kepentingan publik.17

    Subjek hukum adalah sesuatu yang menurut

    hukum berhak/ berwenang untuk melakukan perbuatan

    hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap

    untuk bertindak dalam hukum. Subjek hukum adalah

    sesuatu pendukung hak yang menurut hukum

    berwenang/berkuasa bertindak menjadi pendukung

    16

    Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam

    Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta,

    2007,h.15. 17

    R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006,

    h. 228.

  • 40

    hak. Subjek hukum adalah segala sesuatu yang

    menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban. Pada

    prinsipnya setiap orang adalah subjek hukum

    (natuurljik persoon). Dikaitkan dengan kemampuan

    menjunjung hak dan kewajiban, orang akan menjadi

    subjek hukum apabila perorangan tersebut mampu

    mendukung hak dan kewajibannya. Dalam pengertian

    ini, maka orang-orang yang belum dewasa, orang yang

    dibawah perwalian dan orang yang dicabut hak-hak

    keperdataanya tidak dapat digolongkan sebagai subjek

    hukum dalam konteks kemampuan menjunjung hak

    dan kewajiban.18

    2. Hubungan Negara dan Tanah

    Tanah dalam wilayah Negara Republik

    Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam

    yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi

    rakyat Indonesia. Di atas tanahlah manusia atau suatu

    bangsa berpijak, bertempat tinggal, serta melakukan

    aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan

    18

    Ibid. h 229.

  • 41

    hidupnya. Tanah juga memiliki fungsi yang sangat

    strategis dalam memenuhi kebutuhan Negara dan

    rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada

    tingkat nasional maupun dalam hubungannya dengan

    dunia Internasional.19

    Peran tanah yang sangat penting tersebut

    menimbulkan suatu hubungan antara manusia dan

    tanah. Selain kegunaannya sebagai tempat bagi

    manusia untuk menjalankan kehidupan, tanah juga

    merupakan salah satu sumber daya alam yang

    memiliki nilai ekonomis dan nilai sosial yang sangat

    tinggi. Namun, di sisi lain ruang darat atau tanah

    merupakan sumber daya alam yang ketersediaannya

    tidak tak terbatas. Hal inilah yang membedakan tanah

    dengan sumber daya alam lainnya yang sifatnya dapat

    tergantikan, seperti minyak bumi, batu bara, dan

    sebagainya. Ketersediaan tanah tidak dapat dikreasi

    atau diproduksi oleh manusia. Oleh karena itu,

    19

    Syaiful Bahari, Landreform di Indonesia: Tantangan dan

    Prospeknya ke Depan, Sinar Grafika, Bandung, 2004, h.14.

  • 42

    mengingat pentingnya arti tanah bagi umat manusia,

    maka kebijakan pembangunan pertanahan merupakan

    bagian yang tidak boleh terpisahkan dari kebijakan

    pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal

    tersebut, maka diperlukan suatu pengaturan secara

    khusus terhadap pemanfaatan ruang darat atau tanah

    agar dapat memberikan efek positif, baik bagi

    kepentingan umum maupun bagi kepentingan

    pribadi.20

    Kebijakan di bidang pertanahan sudah ada

    sejak zaman penjajahan kolonial Belanda. Setelah

    Indonesia merdeka, pada tanggal 24 September 1960

    mulai berlaku Hukum Tanah Nasional dengan

    dibentuknya Undang-undang yang mengatur mengenai

    tanah berdasarkan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu

    Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

    Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (selanjutnya

    disebut UUPA) yang sumber utamanya adalah hukum

    adat yang tidak tertulis.

    20

    Ibid.,h.14.

  • 43

    Hal ini memiliki arti bahwa Hukum Tanah

    Nasional menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga-

    lembaga hukum, dan sistem hukum adat. Konsepsi

    Hukum Tanah Nasional oleh Prof. Boedi Harsono

    disebut komunalistik religius, yang memungkinkan

    penguasaan tanah secara individual dengan hak-hak

    atas tanah yang sifatnya pribadi, seperti dengan Hak

    Milik, yang sekaligus mengandung fungsi sosial

    sebagai unsur kebersamaan sebagaimana dapat

    disimpulkan dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUPA

    yang mengatur tanah Hak Bangsa Indonesia,

    dihubungkan dengan ketentuan Pasal 4, Pasal 6, dan

    Pasal 16 ayat (1) UUPA yang mengatur hak-hak atas

    tanah.21

    Hukum tanah di Indonesia, di mana tanah

    memiliki fungsi sosial, sesungguhnya merupakan

    antitesa hukum tanah barat. Implikasinya, tanah tidak

    dapat dimiliki secara bebas oleh individu tanpa

    intervensi Negara. Karena apabila individu diberi

    21

    Syaiful Bahari, Loc. Cit, h.14.

  • 44

    kebebasan dalam pemilikan dan penguasaan tanah

    tanpa ada intervensi Negara, akan terjadi praktik

    akumulasi tanah tanpa batas yang berkembang

    menjadi monopoli penguasaan tanah pada segelintir

    orang serta ketidakmerataan penguasaan dan

    pemanfaatan tanah.

    Adanya unsur sosial dalam konsep hukum

    pertanahan tersebut bertujuan supaya tidak terjadi

    akumulasi dan monopoli tanah oleh segelintir orang

    atau kelompok yang caranya antara lain adalah dengan

    dimasukannya unsur kemasyarakatan atau

    kebersamaan dalam penggunaan tanah. Kebebasan

    individu dikurangi dan dimasukkan unsur

    kebersamaan ke dalam hak individu. Jadi, inti dari

    konsep tanah mempunyai fungsi sosial adalah bahwa

    di dalam hak individu juga terdapat hak kebersamaan

    dalam kaitannya dengan hak individu dan hak

    penguasaan oleh Negara atas sumber alam (tanah),

    diperlukan penciptaan dan rakyat. Penciptaan dan

    penataaan sistim yang dimaksud dengan

  • 45

    mengembalikan dan melaksanakan berbagai dasar

    yang telah ada baik bersifat falsafah, Ideologi maupun

    konstitusional.22

    Sejarah terbentuknya Pasal 33 ayat (3) UUD

    1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945), berawal pada

    saat R Soepomo melontarkan didepan sidang BPUPKI

    (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan

    Indonesia) pada tanggal 31 Mei 1945 yang diakhir

    pidatonya tentang Negara integralistik. Dinyatakan

    bahwa dalam Negara yang berdasar integralistik

    berdasar persatuan, maka dalam lapangan ekonomi

    akan dipakai sistem “Sosialisme Negara” (Staats

    Socialisme). Perusahaan-perusahaan yang penting

    akan diurus oleh Negara sendiri. Pada hakekatnya

    Negara yang akan menentukan dimana, dimasa apa,

    perusahaan apa yang akan diselenggarakan oleh

    pemerintah pusat atau oleh pemerintah daerah atau

    yang akan diserahkan pada suatu badan hukum privat

    22

    Sunarjati Hartono, Beberapa Pemikiran Kearah Pembaharuan

    Hukum Tanah, Op.Cit, h.28.

  • 46

    atau kepada seseorang, itu semua tergantung dari pada

    kepentingan Negara atau kepentingan rakyat

    seluruhnya.23

    Pengadaan tanah untuk kepentingan umum

    menghadirkan konsepsi nyata mengenai hubungan

    Negara dan rakyat. Di satu sisi, Negara harus mampu

    menyediakan tanah untuk kepentingan publik guna

    memenuhi hak–hak dasar rakyat atas Public goods

    serta kepentingan bangsa dan Negara lebih besar.

    Secara formal, kewenangan pemerintah untuk

    mengatur bidang pertanahan tumbuh dan mengakar

    dari Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945

    yang menegaskan bahwa :“bumi, air, dan kekayaan

    alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh

    Negara untuk pergunakan bagi sebesar-besar

    kemakmuran rakyat”.

    Sebelum amandemen UUD 1945, Pasal 33

    ayat (3) tersebut dijelaskan dalam penjelasan Pasal 33

    23

    Ardiwilaga, Roesta di, Hukum Agraria Indonesia, Masa Baru,

    Bandung, 1999, h.19.

  • 47

    alinea 4 yang berbunyi : “Bumi dan air dan kekayaan

    alam yang terkandung didalamnya adalah pokok-

    pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai

    oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

    kemakmuran rakyat”. Kemudian dituntaskan secara

    kokoh didalam UUP.24

    Hukum tanah Indonesia

    berdasarkan UUPA tersebut mengisyaratkan bagi

    pembuat Undang-undang dalam membentuk hukum

    tanah nasional jangan sampai mengabaikan, melainkan

    harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada

    hukum agama.25

    Begitupun tentang hal tanah, pada hakekatnya

    Negara (sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat)

    yang menguasai tanah seluruhnya bukan untuk

    dimiliki. Melainkan demi kemakmuran rakyat

    Indonesia.26

    24

    Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran

    Tanah, Mandar Maju ,Jakarta, 2008, h.19. 25

    Friedman, Lawrence M, Sistem HukumPerspektif Ilmu Sosial,

    Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011,h.17. 26

    Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah OLeh

    Negara.,Paradigma Baru Untuk Reformasi Agraria, Yogyakarta, 2007, h.

    35.

  • 48

    Menurut apa yang telah dirumuskan dalam Pasal 1

    UUPA:27

    a. Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah, air dari seluruh rakyat Indonesia, yang

    bersatu sebagai bangsa Indonesia dan seluruh

    bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

    kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

    sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan

    merupakan kekayaan nasional Indonesia.

    b. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

    dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai

    karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air

    dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan

    merupakan kekayaan nasional.

    c. Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat

    (2) Pasal ini adalah hubungan yang bersifat

    abadi.

    d. Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya

    serta yang berada dibawah air.

    e. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia.

    f. Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4)

    dan (5) Pasal ini.

    Bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah

    Republik Indonesia yang kemerdekaannya

    27

    Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis. Loc.Cit, h.19.

  • 49

    diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan,

    menjadi hak pula dari bangsa Indonesia, jadi tidak

    semata-mata menjadi hak dari para pemiliknya

    saja.Dengan pengertian demikian maka hubungan

    bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa

    Indonesia merupakan semacam hubungan hak ulayat

    yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu

    pada tingkatan yang mengenai seluruh wilayah

    Negara.

    Dari penjelasan UUPA tersebut nampak bahwa hak

    menguasai dari Negara tidak menghapuskan atau

    memperlemah hak milik yang dipunyai oleh orang

    (yang dalam hal ini warga Negara Indonesia ). Hak

    milik tetap merupakan hak terkuat dan terpenuh, tetapi

    tidak juga bersifat mutlak, artinya hak milik tidak

    memberi wewenang kepada yang empunya hak untuk

    melakukan apa saja semaunya sendiri atas tanah yang

    dimilikinya. Sebagai pemegang hak menguasai, yang

    dipersamakan dengan hak ulayat dari seluruh rakyat

  • 50

    Indonesia, Negara Indonesia mempunyai kewenangan-

    kewenangan tertentu atas tanah yang dihaki oleh orang

    maupun badan hukum, termasuk hak milik.28

    Asas tingkatan yang tertinggi, Bumi, Air, Ruang

    Angkasa dan Kekayaan Alam yang Terkandung di

    dalamnya dikuasai oleh Negara, Pasal 2 UUPA yang

    merupakan aturan pelaksanaan Pasal 33 ayat (3)UUD

    1945 dijelaskan pengertian hak menguasai Sumber

    daya alam oleh Negara sebagai berikut:29

    1. Hak menguasai Negara tersebut dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) memberikan wewenang

    untuk :30

    a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan

    bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

    b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan

    bumi, air, dan ruang angkasa.

    c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan

    perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

    bumi, air, dan ruang angkasa.

    28

    Sofyan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Perdata : Hukum Benda,

    Liberty, Yogyakarta, 1981, h.13. 29

    Komaruddin, Menelusuri Pembanguanan Perumahan dan

    Pemukiman, Yayasan REI – Rakasindo, Jakarta, h, 17. 30

    Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis,Hukum Pendaftaran

    Tanah, Op.Cit, h.41.

  • 51

    2. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada

    daerah-daerah, swasta dan masyarakat-

    masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan

    tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,

    menurut ketentuan-ketentuan Peraturan yang

    berlaku.

    Berdasarkan Pasal 2 UUPA dan penjelasannya

    tersebut, menurut konsep UUPA, pengertian

    “dikuasai” oleh Negara bukan berarti “dimiliki”,

    melainkan hak yang memberi wewenang kepada

    Negara untuk menguasai seperti hal tersebut diatas.31

    Wewenang Negara yang bersumber pada hak

    menguasai sumber daya alam oleh Negara tersebut

    semata-mata bersifat publik yaitu, wewenang untuk

    mengatur (wewenang regulasi) dan bukan menguasai

    tanah secara fisik dan menggunakan tanahnya

    sebagaimana wewenang pemegang hak atas tanah

    yang “bersifat pribadi”.

    Hal ini dipertegas dalam Pasal 9 ayat (2)” tiap-tiap

    warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita

    31

    Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan

    Undang-Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaanya, Djambatan,

    Jakarta, 2011, h.234.

  • 52

    mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh

    sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat

    dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun

    keluarganya”.32

    Wewenang Negara untuk mengatur hubungan

    hukum antara orang-orang termasuk masyarakat

    hukum adat dengan tanah terkait erat hubungan hukum

    antara tanah dengan Negara. Hukum yang mengatur

    pengakuan dan perlindungan tersebut sangat

    diperlukan untuk memberi jaminan kepastian hukum

    kepada masyarakat agar hak-hak atas tanahnya tidak

    dilanggar oleh siapapun. Oleh Karena itu, sangat tidak

    tepat jika melihat hubungan Negara dengan tanah

    terlepas dengan hubungan antara masyarakat hukum

    adat dengan tanah ulayatnya dan hubungan antara

    perorangan dengan tanahnya. Ketiga hubungan ini

    merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

    satu dengan yang lain, dan merupakan hubungan yang

    32

    Komaruddin…,Loc.Cit,h.17.

  • 53

    bersifat “tritunggal”. Hubungan hukum antara Negara

    dengan tanah melahirkan hak menguasai tanah oleh

    Negara.33

    C. Sejarah Perkembangan Hukum Tanah di Indonesia

    Tujuan yang dikandung oleh hukum tidak terlepas dari

    siapa yang membuat hukum tersebut. Jika sebelum bangsa

    Indonesia merdeka, sebagaian besar hukum Agraria dibuat

    oleh penjajah terutama pada masa penjajah Belanda, maka

    jelas tujuan dibuatnya adalah semata–mata untuk kepentingan

    dan keuntungan penjajah.Hukum Agraria berlaku sebelum

    diundangkannya UUPA adalah hukum Agraria yang sebagian

    besar tersusun berdasarkan tujuan dan keinginan sendiri -

    sendiri dari pemerintah jajahan dan sebagian dipengaruhi

    olehnya.Sehingga ketentuan hukum Agraria yang ada dan

    berlaku di Indonesia sebelum UUPA dihasilkan oleh bangsa

    sendiri masih bersifat hukum Agraria kolonial yang sangat

    merugikan bagi kepentingan bangsa Indonesia.

    33

    Budi Harsono..Loc. Cit, h. 234 .

  • 54

    Dari penjelasan ini penulis memfokuskan pada masa

    Hindia Belanda, sebelum berlakunya UUPA serta sesudah

    berlakunya UUPA.34

    1. Pada Massa Hindia Belanda.

    Di mana ada masyarakat, di situ ada

    hukum. Ubi cocietas, ibi ius. Di manapun di dunia ini

    selama di situ ada masyarakat, maka di situ ada aturan

    hukum. Sejalan dengan hal itu, hukum itu tumbuh dan

    berkembang bersama masyarakatnya. Hukum itu

    tumbuh dan berkembang dari refleksi kebutuhan-

    kebutuhan yang terungkap dalam jalinan-jalinan hidup

    masyarakat di mana hukum itu hidup. Apapun corak

    hukum itu dipengaruhi oleh jalinan kebutuhan-

    kebutuhan masyarakat itu yang merupakan

    kebudayaan dari masyarakat bersangkutan.

    Friedrich Karl von Savigny mengatakan

    bahwa masyarakat manusia di dunia ini terbagi ke

    34

    H.Muchsin, Imam Koeswahyono dan Soimin, Hukum Agraria

    Indonesia Dalam Prespektif Sejarah, Refika Aditama, Bandung, 2010,

    h.37.

  • 55

    dalam banyak masyrakat bangsa. Tiap masyarakat

    bangsa itu mempunyai Volksgeist (jiwa bangsa)-nya

    sendiri yang berbeda menurut tempat dan

    zaman. Volksgeist itu dinyatakan dalam bahasa, adat

    istiadat, dan organisasi sosial rakyat yang tentunya

    berbeda-beda menurut tempat dan zaman pula. Yang

    dimaksudkan dengan Volksgeist adalah filasafat hidup

    suatu bangsa atau pola kebudayaan atau kepribadian

    yang tumbuh akibat pengalaman dan tradisi di masa

    lampau.35

    Sebelum Indonesia memproklamasikan

    kemerdekaannya, didalam masyarakat adat telah

    terdapat penguasaan dan pemilikan tanah yang diatur

    sesuai dengan ketentuan hukum adat yang berlaku

    dalam masyarakat tersebut. Setelah Belanda menjajah

    bangsa Indonesia, Belanda mendatangkan peraturan

    hukum pertanahan yang berlaku di Negaranya ke

    Indonesia, yang kemudian diberlakukan terhadap

    35

    John Gilissen, Frits Gorle dan Freddy Tengker, Sejarah Hukum :

    Suatu Pengantar, Refika Aditama, Bandung, 2005, h. 14.

  • 56

    masyarakat Indonesia. Pembahasan mengenai hukum

    tanah zaman penjajahan Belanda, tidak terlepas dari

    kebijakan sistem hukum pertanahan yang terdapat di

    Negara Belanda itu sendiri. Hukum pertanahan yang

    berlaku di Indonesia pada masa penjajahan tetap

    mengacu pada ketentuan peraturan hukum tanah, yaitu

    Agrarische wet 1870.36

    Fase monopoli pemerintah Hindia Belanda

    dibidang Pertanahan, sangat merugikan kaum

    pengusaha, pengusaha tidak biasa mengunakan sewah

    untuk usaha di bidang perkebunan Atas protes kaum

    pengusaha maka diambil kebijakan pemerintah

    Hindia-Belanda yakni, boleh menyewah tanah dari

    pemerintah. Kebijakan ini paling dirasa tidak

    memberikan keuntungan bagi pengusah. Walau

    diberikan kebijakan bahwa pengusaha boleh menyewa

    tanah rakyat. Kebijakan inipun tidak biasa

    dilaksanakan dengan baik pengusaha memberi protes

    untuk mengubah politik pemerintah menjadi

    36

    Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, h.41.

  • 57

    persaingan bebas Yang melatar belakangi lahirnya

    Agrarische wet dengan satu yang popular adalah

    Domain Verklaring Pengusaha boleh menyewa tanah

    perkebunan kebijakan selanjutnya pengusaha boleh

    mengadakan perjanjian dengan masyarakat harus

    menanam paksa lahirlah sistem hukum monopoli yang

    mempelopori Agrarische wet munculah tanah

    pengusaha.37

    Pada tahun 1870 lahirlah Agrarische Wet yang

    merupakan pokok penting dari hukum Agraria dan

    semua peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan

    pemerintah masa itu sebagai permulaan hukum

    Agraria barat. Ide awal dikeluarkanya Agrarische Wet

    (AW) ini adalah sebagai respon terhadap keinginan

    perusahaan-perusahaan asing yang bergerak dalam

    bidang pertanian untuk berkembang di Indonesia,

    namun hak-hak rakyat atas tanahnya harus dijamin.

    Tujuan dikeluarkannya Agrarische Wet adalah untuk

    membuka kemungkinan dan memberikan jaminan

    37

    Iman Soetikno, Proses Terjadinya UUPA, Op.Cit, h, 25.

  • 58

    hukum kepada para pengusaha swasta agar dapat

    berkembang di Hindia Belanda.38

    Tujuan utama diberlakunya Agrarische wet

    (AW) ini adalah untuk membuka kemungkinan dan

    memberikan jaminan hukum kepada para pengusaha

    swasta untuk dapat berkembang di Hindia – Belanda.

    Bentuk hak yang diberikan oleh pemerintah Hindia –

    Belanda. kepada pengusaha adalah dengan hak

    Erfpacht. Dalam Pasal 720 dan 721 KUHperdata

    diyatakan bahwa Erfpacht merupakan hak kebendaan

    yang memberikan kewenangan yang paling luas

    kepada pemegang haknya untuk menikmati

    sepenuhnya akan kegunaan tanah kepunyaan pihak

    lain. Pemegang hak erfpacht boleh menggunakan

    semua kewenangan yang terkandung dalam Eigendom

    atas tanah. Dengan diberikannya hak erfpacht kepada

    pengusaha oleh Pemerintah Belanda, menurut Statisch

    Jaaroverzicht, pada tahun 1940 luas tanah yang

    38

    Aslan Noor, Konsepsi Hak Milik atas Tanah bagi Bangsa

    Indonesia di Tinjau dari Hak Asasi Manusia, Gramedia Pustaka Utama,

    Jakarta, 2003, h.100.

  • 59

    diberikan dengan hak erfpacht adalah lebih dari

    1.100.000 hektar kepada lebih dari 2.200 pengusaha.

    Tanah yang disewakan kepada pengusaha perkebunan

    di Jawa (termasuk tanah swapraja ) seluas 15.000

    kepada 200 pengusaha.39

    Politik hukum dari berlakunya Agrarische Wet

    di Hindia – Belanda adalah untuk membuka

    kemungkinan dan membuka jaminan hukum kepada

    para pengusaha swasta agar dapat berkembang di

    Hindia Belanda. Agrarische wet membuka peluang

    bagi para pengusaha swasta untuk mendapatkan tanah

    yang masih merupakan hutan dari pemerintah. Tanah

    tersebut kemudian dijadikan perkebunan dengan hak

    Erfpacth yang jangka waktunya biasa mencapai 75

    tahun. Dengan dijadikan perkebunan hak Erfpacth,

    Agrarische wet juga membuka peluang untuk

    pengunaan tanah milik rakyat dengan sistem sewa.

    Dengan ditetapkannya Agrarische wet, maka pemilik

    modal besar asing bangsa Belanda maupun Eropa

    39

    Supriadi, Hukum Agraria, Op.Cit, h.18.

  • 60

    lainnya mendapatkan kesempatan luas untuk berusaha

    di perkebunan– perkebunan Indonesia. Sejak itu pula

    keuntungan yang besar dari expor tanaman

    perkebunan dinikmati modal asing, sebaliknya bagi

    rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang dalam.40

    Masa Agrarische Wet konflik pendekatan

    antara golongan Liberal dan Golongan Konservatif di

    Belanda mengakibatkan raja mengeluarkan intruksi

    pada Gubernur Jendral utuk malakukan suatu survey di

    Jawa, pada tahun 1870 (hasil survey tanah di Jawa

    belum disusun), pemerintah Belanda mengeluarkan

    Agrarische Wet yang isinya menekankan pada dua hal:

    yang pertama dimungkinkannya peusahaan-

    perusahaan perkebunan swasta dan diakuinya

    eksistensi tanah-tanah pribumi atas hak adat mereka.

    Sedangkan yang kedua, Sebagai reaksi atas kebijakan

    pemerintah Hindia Belanda di Jawa yang dipelopori

    kaum liberal. Latar belakang Agraria (Agrarische

    Wet) antara lain karena kesewenangan pemerintah

    40

    Supriadi, Hukum Agraria, Op.Cit., h.19.

  • 61

    mengambil alih tanah rakyat politikus liberal yang saat

    itu berkuasa di Belanda tidak setuju tanam paksa di

    Jawa sambil sekaligus meraup keuntungan ekonomi

    dari tanah jajahan dengan mengizinkan sejumlah

    perusahaan swasta.41

    Agrarische wet hanya berlaku di Jawa dan

    Madura, maka apa yang dinyatakan dalam Pasal 1

    yang berbunyi” dengan tidak mengurangi berlakunya

    ketenyuan dalam Pasal 2 dan 3 Agrarische wet, tetap

    diperahankan asas semua tanah yang pihak lain tidak

    dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah

    Domein (milik) Negara.” ini dikenal dengan sebagai

    Domein varklaring (pernyataan domein) semula juga

    berlaku untuk Jawa dan Madura saja, tetapi kemudian

    pernyataan domein tersebut diberlakukan juga untuk

    daerah pemerintahan langsung diluar jawa dan

    41

    Winahyu Herwiningsih, Perubahan politik dan Agenda

    Perbaharuan Agararia Di Indonesia, FE UI, Jakarta, 1997, h .21.

  • 62

    madura, dengan suatu ordonansi yang

    diundanglah dalam S.1875-119.42

    Ketentuan Agrariasche wet pelaksanaanya

    diatur lebih lanjut dalam berbagai peraturan dan

    keputusan, diantara yang perlu dibahas adalah

    suatu yang dikenal dengan sebutan Agrarische wet. Ini

    diundangkan dalam S.1870-118. Telah ketahui

    bersama bagaimana sejarah lahirnya landasan hukum

    Agraria nasional termasuk sejarah dari terbentuknya

    UUPA. Salah satu point penting dari UUPA adalah

    mencabut “Domein Verklaring” yang merupakan

    pelaksanan dari hukum Agraria pada masa penjajahan

    Belanda yang biasa disebut “Agrarische wet”

    (Staatsblad 1870 No. 55).43

    Teori Domein ini menciptakan hak-hak barat

    tertentu, seperti hak eigendom, hak Opstal dan hak

    Erfpacht, namun juga membiarkan hak-hak adat terus

    42

    Winahyu Herwiningsih,Perubahan politik dan Agenda

    Perbaharuan Agararia Di Indonesia, Op.Cit, h.42. 43

    Judohusodo, Siswono, Rumah Untuk Seluruh Rakyat,

    Baharakerta, Jakarta, 1991, h.18.

  • 63

    berlanjut sehingga di Jawa khususnya terdapat

    bermacam-macam hak yaitu hak milik adat, hak milik

    individu, hak milik yang didasarkan pada Agrarische

    eigendom, hak milik yang diberikan oleh

    pemerintahan Belanda pada pribumi, hak milik

    kerajaan hak milik sewa, membangun mengusahakan

    hak-hak milik orang lain serta hak-hak atas tanah

    pemerintah yang dikuasai oleh orang-orang asing Asia

    (China yang berlokasi di Jakarta, Karawang dan

    Bekasi) Dalam praktek pelaksanaan Perundang-

    undangan pertanahan Domein verklaring, yang

    berfungsi:44

    Sebagai landasan hukum begi pemerintah yang

    diwakili Negara sebagai memilik tanah, untuk

    memberikan tanah dengan hak-hak barat yang

    diatur dalam KUHperdata, seperti hak Efparth,

    hak Opstal dan lain-lainya. Dalam rangka

    Domein verklaring, pemberian tanah dengan

    hak Eigendom dilakukan dengan cara pemindahan

    hak milik Negara kepada penerima tanah.

    Dibidang pembuktian pemilikan.

    44

    R Soepartono, Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,

    UI Pres, Jakarta, 1986, h.23.

  • 64

    Dengan adanya Domein verklaring, kedudukan

    rakyat Indonesia yang memiliki tanah berada pada

    pihak yang lemah karena hampir semua tanah tersebut

    tidak memiliki tanda bukti kepemilikan sertifikat,

    sehingga secara yuridis formal tanah–tanah tersebut

    menjadi Domein (milik) Negara. Rakyat Indonesia

    (Pribumi) yang memiliki tanah dianggap sebagai

    penyewa atau penggarap saja dengan membayar pajak

    atas tanah.

    Hukum dan kebijakan pertanahan yang

    ditetapkan oleh penjajah senantiasa diorentasikan pada

    kepentingan dan keuntungan mereka sebagai penjajah,

    yang pada awalnya melalui politik dagang merangkap

    sebagai pengusaha menciptakan kepentingan–

    kepentingan atas segala sumber–sumber kehidupan di

    bumi Indonesia yang menguntungkan mereka sendiri

    sesuai sengan tujuan mereka dengan mengorbankan

    banyak kepentingan rakyat Indonesia.45

    45

    R Soepartono, Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,

    Op.Cit.,h.86.

  • 65

    Pengaturan masalah pengambilan tanah untuk

    kepantingan umum di Indonesia sudah ada sejak

    zaman kolonial Belanda. Pada zaman ini dikenal

    adanya prosedur pencabutan hak prosedur

    (pembebasan hak atas tanah diatur dalam dua

    peraturan). Peraturan pertama yang termuat didalam

    Gouvernements besluit (Keputusan

    Gubermen/Pemerintah) tanggal 1 Juli 1927 Nomor 7

    (Bijblad Nomor 11372 ), dan yang termuat di dalam

    Gouvernements besluit (Keputusan

    Gubernemen/Pemerintah) tanggal 8 Januari 1332

    Nomor 23 ( Bijblad Nomor 12746 ),46

    sedangkan

    peraturan kedua adalah Onteignings Ordonnantie yang

    termasuk didalam Staatsblaad 47

    Nomor 574 1920.48

    Peraturan perundang–undangan yang pertama,

    mengatur tentang pembebasan tanah yakni mengatur

    46

    Ibid, h.87 47

    Staatsblad adalah tempat mewartakan Undang – Undang zaman

    Penjajahan Belanda di Indonesia. Sering disingkat „ Stb ‟ selepas

    Indonesia merdeka dan menggubal perundangannya sendiri stb ini dikenal

    dengan Lembaran Negara ( LN ) yang berfungsi sebagai tempat

    mewartakan Undang – undang. 48

    R Soepartono,Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,

    Op.Cit, h.88.

  • 66

    tentang perolehan hak atas tanah secara dua pihak

    artinya dilakukan pertemuan kehendak kedua belah

    pihak (musyawarah) yaitu pihak yang menghendaki

    tanah dan pihak lain adalah pemilik tanah tersebut.

    Apabila persetujuan kedua belah pihak tidak

    menghasilkan kata sepakat atau karena adanya suatu

    keberatan besar yang tidak dapat diatasi dalam

    persetujuan tersebut, maka digunakan peraturan yang

    kedua yaitu Onteigenings Ordonnantie (ordonisasi

    pencabutan Hak atas Tanah) yaitu pengambilan hak

    atas benda (tanah) secara paksa oleh pemerintah.

    Pemerintah tidak mempunyai kewenangan untuk

    memaksa warganya melepaskan haknya itu adalah

    sesuai dengan ajaran bahwa pengambilan hak–hak

    privat orang harus dilakukan berdasarkan ordonisasi

    (Undang–undang) didalam prateknya teryata

    Onteignings Ordonnantie ini dapat diterapkan secara

  • 67

    langsung tanpa memerlukan peraturan lain sebagai

    pelaksananya.49

    Masa pendudukan Jepang sebagai kosukuensi

    dari menyerahnya Belanda kepada Jepang, 9 Maret

    1942, maka segala kekuasaan pemerintah diatur dan

    dikendalikan oleh tentara Jepang. Di dalam

    pelaksanaan pemerintahnya di Jawa dan Madura,

    tentara Jepang berpedoman kepada Gunserei melalui

    “Onsamu Seirei” mengatur segala sesuatu yang

    diperlukan untuk menjalankan pemerintahannya

    melalui peraturan pelaksa yang disebut “ Onsamo

    Karei “ peraturan “ Onsamo Seirei “ dilaknakan

    secara umum. Agar tidak terjadi kekosongan hukum

    (Vacuum of law ), di pulau Jawa dan Madura

    diberlakukan “ Onsamo Seirei “ Nomor 1 Tahun 1942

    (2602) didalam Pasal 3 Onsamo Seirei disebutkan “

    semua hukum dan Undang–undang, pemerintah dan

    kekuasaan pemerintah yang terdahulu, selagi tidak

    49

    R Soepartono, Undang – undang Pokok Agraria Dalam Praktek,

    Op.Cit., h.89.

  • 68

    bertentangan dengan aturan pemerintah tentara

    Jepang, Untuk sementara waktu tetap berlaku“.50

    Politik Agraria yang dijalankan oleh tentara

    pendudukan Jepang tidak berbeda tujuannya dengan

    politik Agraria yang dijalankan pemerintah kolonial

    Belanda. Kebijaksaan Agraria pada masa

    pemerintahan Jepang ini hanya meneruskan asas

    pemerintahan Belanda. Segala sesuatu yang diterapkan

    dalam pemerintahan Jepang ini semata–mata hanya

    untuk kepentingan mereka saja, meskipun berdalih

    demi untuk kemerdekaan Indonesia dikemudian hari.

    Kehadiran pemerintah Jepang justru semakin

    mempersulit dan menimbulkan penderitaan yang

    dalam bagi pemerintah Indonesia.51

    2. Pada Massa Sebelum UUPA

    Setelah Indonesia merdeka, hingga tahun 1955

    urusan Agraria berada di lingkungan Kementerian

    Dalam Negeri. Bedasarkan keputusan Presiden No.55

    50

    Sudikno Mertakusumo, Hukum dan Politik, Universitas Terbuka

    Karunika, Jakarta , 1988, h.35. 51

    Ibid, h.35.

  • 69

    Tahun 1955 (Selanjutnya disebut Kepres No 55 1995)

    dibentuk Kementerian Agraria yang berdiri sendiri

    terpisah dari Kementerian Dalam Negeri. Dalam

    Keputusan Presiden No. 190 Tahun 1957 ditetapkan

    bahwa jawatan Pendaftaran Tanah semula masuk

    dalam Kementerian Kehakiman dialihkan dalam tugas

    Kementerian Agraria. Keadaan Hukum Agraria di

    Indonesia sebelum di undangkannya UUPA

    merupakan keadaan peralihan, keadaan sementara

    waktu oleh karena peraturan–peraturan yang sekarang

    berlaku bedasarkan pada peraturan– peraturan

    peralihan yang terdapat dalam Pasal 124 Undang–

    undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, Pasal 192

    Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS), dan

    Pasal 2 UUD 1945, yang semua itu bersama–sama

    menentukan garis besarnya bahwa peraturan–peraturan

    hukum yang berlaku pada zaman Hindia–Belanda

    memegang kekuasaan, masih berlaku untuk

    sementara.52

    52

    Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di

  • 70

    Hukum Agraria kolonial mempunyai sifat

    dualisme hukum. Dualisme hukum ini dapat meliputi,

    subjek maupun objeknya. Menurut hukumnya, yaitu

    di satu pihak berlaku Hukum Agraria Barat yang

    diatur dalam KUH Perdata maupun Agrarische wet,

    dipihak lain berlaku Hukum Agraria Adat yang diatur

    dalam Hukum Adat tentang tanah masing– masing.

    Menurut subjeknya, Hukum Agraria Barat berlaku

    bagi orang–orang yang tunduk pada Hukum Barat,

    dipihak lain Hukum Agraria adat berlaku bagi orang–

    orang yang tunduk pada Hukum Adat. Menurut

    objeknya, di satu pihak ada hak - hak atas tanah yang

    diperuntukkan bagi orang–orang yang tunduk pada

    Hukum Barat, dipihak lain ada hak–hak atas tanah

    yang diperuntukkan bagi orang–orang yang tunduk

    pada Hukum Adat. Adanya sifat dualisme hukum ini

    membawa konsekuensi baik dari sistem hukum

    maupun segi hak dan kewajiban bagi subjek

    hukumnya. Sifat dualisme hukum ini menimbulkan

    Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1984,h.32.

  • 71

    persoalan dan kesulitan yang tidak dapat dibiarkan

    terus menerus.53

    Hukum Agraria lama bersifat dualistik hukum

    Agraria Kolonial terbagi menjadi 3 ciri yang dimuat

    dalam Konsideran UUPA dibawah Perkataan

    “menimbang” huruf b, c. dan d serta dimuat dalam

    Penjelasan Umum Angka I UUPA.54

    Hukum Agraria tersebut memiliki sifat

    dualisme, dengan berlakunya hukum adat (hukum

    yang sudah lama melekat di masyarakat Indonesia), di

    samping Hukum Agraria yang didasarkan atas hukum

    barat (hukum pemerintahan Kolonial Belanda).

    Masyarakat pribumi tunduk pada hukum barat dan

    hukum adat sedangkan pemerintah Kolonial Belanda

    tidak memperdulikan hukum adat yang sudah turun

    temurun di masyarakat Indonesia. Bagi rakyat Pribumi

    Hukum Agraria penjajahan itu tidak menjamin

    kepastian hukum. Beberapa ketentuan yang

    53

    Ibid, h.32. 54

    Soedirman Kartohadiprojo, Pengantar Tatahukum Indonesia, PT

    Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, h.25.

  • 72

    menunjukan bahwa hukum dan kebijaksanaan Agraria

    yang berlaku sebelum Indonesia merdeka disusun

    berdasarkan tujuan dan sendi-sendi Pemerintahan

    Hindia Belanda, dapat dijelaskan beberapa ketentuan

    hukum Agraria pada masa kolonial beserta ciri dan

    sifatnya dapat diuraikan Pada zaman kolonial terdapat

    tanah-tanah yang merupakan hak barat seperti tanah

    eigendom, tanah Erfpacht, tanah Opstal. Sedangkan

    tanah-tanah yang merupakan hak bangsa Indonesia

    seperti tanah ulayat, tanah milik, tanah usaha, tanah

    gogolan, tanah bengkok, tanah Agraricsh eigendom

    dan lain-lain.55

    Sebagai contoh tanah Indonesia adalah tanah-

    tanah dengan hak-hak Indonesia, tanah Indonesia

    hampir semuanya belum terdaftar, kecuali tanah-tanah

    Agrarische eigendom, seperti tanah milik di dalam

    kota Yogyakarta dan Surakarta. Tanah Indonesia

    tunduk pada ketentuan hukum adat Indonesia. Namun

    55

    Ruchhiyat,Eddy, Politik Pertanahan Sebelum dan Sesudah

    Berlakunya UUPA, Penerbit Alumni, Bandung,1986, h.6.

  • 73

    tidak seluruh tanah Indonesia memiliki status sebagai

    hak-hak asli adat, ada juga yang bukan merupakan hak

    asli adat seperti tanah Agrarische eigendom yang

    merupakan ciptaan pemerintah Hindia Belanda. Selain

    dua macam tanah diatas terdapat juga tanah lain,

    seperti tanah Tionghoa. Tanah Tionghoa adalah tanah-

    tanah yang dimiliki dengan landerijenbezitrecht.

    Landerijenbezitrecht adalah hak yang dengan

    sendirinya diperoleh seorang timur asing pemegang

    hak usaha di tanah partikelir, yang sewaktu-waktu

    tanah partikelir bisa dibeli kembali oleh pemerintah.

    Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah tersebut pada

    asasnya adalah hak milik Indonesia namun subjeknya

    terbatas pada golongan timur asing.56

    Hukum Agraria Barat berjiwa liberal

    individual dianutnya asas konkordansi di dalam

    penyusunan perundang-undangan Hindia Belanda dari

    hukum perdata Prancis, maka secara tidak langsung

    56

    Soedirman Kartohadiprojo, Pengantar Tata Hukum Indonesia,

    Op.Cit, h,26.

  • 74

    KUH-Perdata Indonesia mengkorkondasi hukum

    perdata Prancis, dikarenakan KUH-Perdata

    (Selanjutnya disebut KUHPer) Indonesia merupakan

    konkordansi dari Burgerlijk Wetbook. Asas-asas

    hukum Code Civil Prancis yang berjiwa liberal

    individualistis di konkordansi oleh hukum Agraria

    barat. Hal itu dapat dilihat pada Pasal 570 KUH-

    Perdata, “Hak Eigendom itu adalah hak yang memberi

    wewenang penuh untuk menikmati kegunaan sesuatu

    benda untuk berbuat bebas terhadap benda sepanjang

    tidak bertentangan dengan Undang-undang dan

    peraturan-peraturan lain yang ditetapkan oleh badan

    penguasa dan tidak mengganggu hak-hak orang

    lain”.57

    Hak Erfpacht merupakan hak kebendaan yang

    memberikan kewenangan yang paling luas kepada

    pemegang haknya untuk menikmati sepenuhnya akan

    kegunaan tanah kepunyaan pihak lain. Pemegang

    57

    Parlindungan. A.P, Komentar Atas Undang-Undang Pokok

    Agraria, CV. Mandar Maju, Bandung, 1998,h.18.

  • 75

    Hak Erfpacht boleh menggunakan kewenangan yang

    terkandung dalam Hak Eigendom, Hak Erfpacht yang

    bersumber dari hukum Agraria barat yang benar-benar

    memberikan wewenang penuh terhadap pengusaha

    untuk berbuat bebas terhadap benda yang dimilikinya.

    Konsepesi Eigendom berpangkal pada kebebasan

    individu, kebebasan untuk berusaha dan kebebasan

    untuk bersaing. Tetapi kemudian terjadilah sedikit

    perubahan pemikiran manusia barat. Masyarakat yang

    berkonsepsi liberialisme dan individualisme

    mengalami pengaruh masyarakat sosialisme.

    Masyarakat sosialisme beranggapan bahwa untuk

    mencapai masyarakat yang adil dan sejahtera

    diperlukan pengaturan dari Negara dan pembatasan

    terhadap kebebasan individu. Konsepsi ini

    berpengaruh pada isi hak Eigendom yang pada

    kenyataannya membatasi luasnya kebebasan dan

    wewenang yang ada pada seorang eigenaar. Hak

    eigendom tidak lagi bersifat mutlak, seorang Eigenaar

    tidak lagi memiliki kebebasan penuh untuk berbuat

  • 76

    pada benda yang dimilikinya. Kepentingan masyarakat

    lebih mendapat perhatian di dalam melaksanakan hak-

    hak individu. Namun bagaimanapun pada asasnya

    konsepsi barat tetap berjiwa individualis yang

    bertentangan dengan konsepsi Pancasila dan UUD

    1945 Pasal 33 ayat (1) yang berjiwa gotong royong

    dan kekeluargaan. Oleh karena itu hukum Agraria

    barat tidak dapat terus dipertahankan.58

    3. Pada Masa Berlakunya UUPA

    Hukum Agraria yang diatur dalam UUPA

    ditetapkan pada tanggal 24 September 1960 oleh

    Presiden Republik Indonesia Soekarno dan

    diundangkan dalam Lembaran Negara Republik

    Indonesia No.104 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

    UUPA. Hingga saat ini pada tanggal tersebut

    diperingati sebagai hari Tani Nasional. Kepres tanggal

    26 Agustus 1963 No.169/1963 menyatakan tanggal 24

    September ditetapkan sebagai hari Tani, yang tiap

    tahun perlu diperingati secara khidmad dan diadakan

    58

    Ruchhiyat,Eddy, Op.Cit., h.48.

  • 77

    kegiatan-kegiatan serta penyusunan rencana kerja

    kearah mempertinggi produksi untuk meningkatkan

    taraf hidup rakyat tani menuju masyarakat adil dan

    makmur. Sejak tahun 1973 dan seterusnya peringatan

    tersebut tidak diadakan lagi, tapi setiap tanggal 24

    September diperingati secara nasional sebagai hari

    ulang tahun UUPA. Perubahan tersebut bersifat

    mendasar atau fundamental karena berubahnya

    struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari

    dan isinya dinyatakan UUPA harus sesuai

    dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi

    pula keperluannya menurut permintaan zaman.

    Sebelum UUPA berlaku bersamaan berbagai

    perangkat hukum Agraria. Ada yang bersumber pada

    Hukum adat (konsepsi komunalistik religius), Hukum

    Perdata barat (konsepsi individualistik-liberal), Bekas

    pemerintahan Swapraja (konsepsi Feodal). Hukum

    Agraria tersebut diatas hampir seluruhnya terdiri atas

    Peraturan Perundang-Undangan yang memberikan

    landasan hukum bagi pemerintah jajahan dalam

  • 78

    melaksanakan politik Agrarianya Agrarische wet

    1870.59

    Dengan mulai berlakunya UUPA terjadi

    perubahan fundamental pada hukum Agraria di

    Indonesia, terutama hukum di bidang pertanahan, yang

    sebut hukum tanah, yang dikalangan pemerintah dan

    umum juga dikenal sebagai hukum Agraria. Peraturan

    yang di unifikasi inilah menjadi penting untuk dibahas,

    ketika melihat sejarah pembentukannya. Sejauh mana

    Undang-undang ini telah memberikan kepastian

    hukum dan memakmurkan rakyat, dan bagaimana

    pengaturan tentang Agraria sebelum terbentuknya

    UUPA ini. Salah satu hasil karya anak bangsa terbaik,

    paling monumental, sekaligus revolusioner, yakni

    Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

    Peraturan UUPA merupakan Undang-undang yang

    pertama kalinya memperkenalkan konsep Hak

    Menguasai Negara. Perumusan Pasal 33 ayat (3)

    59

    Achmad Rubaie. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan

    Umum, Bayumedia Publishing, Malang,2007, h. 39.

  • 79

    dalam UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam

    yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara

    dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran

    rakyat”.60

    Didalam Pasal 2 ayat (1) UUPA dijelaskan :

    „‟Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD

    1945 dan hal–hal seperti dimaksudkan dalam Pasal 1,

    bumi, air termasuk kekayaan alam yang terkandung

    didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh

    Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat Indonesia.

    Sedangkan Pasal 2 ayat ( 1 ) UUPA Pasal ini memberi

    kekuasaaan Hak menguasai dari Negara termaksud

    dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang untuk :61

    a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan

    bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

    b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan

    bumi, air dan ruang angkasa,

    c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang dan

    60

    Ibid. h,.41 61

    Soejono,Abdurrahman, Prosedur Pendaftaran Tanah Tentang

    Hak Milik, Sewa Guna dan Hak Guna Bangunan, Rineka Cipta,

    Jakarta,2014,h.89.

  • 80

    perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

    bumi, air dan ruang angkasa.

    Dari sinilah mulanya UUPA terbentuk, ada

    perintah Undang-undang Dasar yang menyebutkan

    “dikuasai Negara”, tetapi UUD 1945 Pasal 3 ayat (3)

    tidak merumuskan secara khusus hak mengusai yang

    bagaimana. UUPA merumuskan apa konsep “dikuasai

    Negara” dalam Penjelasan Umumnya, dinyatakan

    dengan jelas bahwa tujuan diberlakukannya UUPA

    sebagai hukum Agraria adalah :62

    a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agraria Nasional yang akan

    merupakan alat untuk membawa

    kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi

    Negara dan rakyat tani, dalam rangka

    masyarakat yang adil dan makmur;

    b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum

    Agraria;

    c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum Agraria mengenai hak-hak

    atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Salah satu

    konsep penting juga didalam UUPA adalah

    Hak Menguasai Negara dan fungsi sosial hak

    atas tanah. Bahwa selain mengkonsep

    perintah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, UUPA

    sebagai hukum Agraria mengeksplorasi

    62

    Ibid.h.42.

  • 81

    fungsi sosial yang secara umum dirumuskan

    sebagai berikut:63

    1) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

    pemeliharaan bumi, air dan ruang

    angkasa;

    2) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

    dengan bumi, air dan ruang angkasa;

    3) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

    perbuatan-perbuatan hukum yang

    mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

    Dengan lahirnya UUPA tersebut kebijakan-

    kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial

    Belanda mulai ditinggalkan. Undang-undang yang

    disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini

    menggantikan Agrarische wet 1870 yang terkenal

    dengan prinsip Domeinverklaringnya (semua tanah

    jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya

    berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah

    tersebut dinyatakan sebagai tanah milik Negara/ milik

    penjajah Belanda). Agrariche wet adalah peraturan

    pertanahan yang dikeluarkan oleh pemerintahan

    63

    Ibid.h,43.

  • 82

    Belanda seperti Eigendom recht, Erfacht recht, Postal

    recht dan lain-lain peraturan yang kesemuanya

    bertujuan untuk lebih menguatkan bangunan hukum

    Agraria pada masa itu, sehingga jelas perbedaan antara

    hak-hak atas tanah yang berdasarkan hukum adat dan

    dilain pihak berdasarkan hukum barat. Artinya hukum

    UUPA dibentuk dalam rangka melakukan perubahan,

    pembaharuan, dan terpenting adalah supremasi hukum.

    Agar hak-hak rakyat lebih terjamin dan seperti yang

    dijelaskan dalam perintah Undang–Undang dasar 1945

    untuk semata-mata kemakmuran rakyat bagi seluruh

    rakyat Indonesia.64

    Dengan berlakunya UUPA, bangsa Indonesia

    telah mempunyai Hukum Tanah yang bersifat

    nasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

    berlakunya UUPA dapat menghilangkan sifat

    dualisme, didasarkan pada hukum adat, menempatkan

    Negara bukan sebagai pemilik sumber daya Agraria

    64

    Muhadar,Ratnaningsih, Viktimasi Kejahatan dibidang

    Pertanahan, Laksbang Pressindo, Yogjakarta, 2006, h.61.

  • 83

    melainkan Negara sebagai organisasi kekuasaan

    seluruh rakyat Indonesia hanya berwenang menguasai

    sumber daya Agraria, konsepsi tanah mempunyai

    fungsi sosial, serta berupaya memberikan kepastian

    hukum terhadap hak-hak atas tanah.65

    4. Fungsi Sosial Hak Atas Tanah

    Pembangunan merupakan faktor penting untuk

    memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi salah

    satu indikator pertumbuhan ekonomi. Ketika

    membicarakan pembangunan maka harus

    memperhatikan pula ketersediaan lahan

    pengembangan. Tanah yang dimiliki maupun dikelola

    oleh seseorang tentunya akan dilekati suatu hak yang

    diakui dan dijamin statusnya oleh Negara. Namun

    dalam hukum nasional juga mengakui bahwa hak atas

    tanah bukanlah hak yang sebebas-bebasnya, melainkan

    hak yang akan dibatasi oleh kepentingan umum.

    65

    Ibid. h.62.

  • 84

    Dalam hal ini yang dapat membatasi hak tersebut

    adalah negara sebagaimana diberikan kekuasaan.66

    Hak atas tanah adalah hak yang memberi

    wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak

    untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas

    tanah tersebut.Hak atas tanah berbeda dengan hak

    penggunaan atas tanah. Ciri khas dari hak atas tanah

    adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah

    berwenang untuk mempergunakan atau mengambil

    manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak–hak

    atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 16

    jo Pasal 53 UUPA,antara lain:67

    UUPA, antara lain:

    a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; c. Hak Guna Bangunan; d. Hak Pakai; e. Hak Sewa; f. Hak Membuka Tanah; g. Hak Memungut Hasil Hutan; h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam

    hak-hak tersebut di atas yang

    66

    Mariam Darus Baldruzaman, Bab-bab Tentang Hipotek, Citra

    Aditya Bakti, Bandung, 1991, h.61. 67

    Mulyadi, Kartini, Gunawan Wijaya, Seri Hukum Perikatan,

    Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Liberty, Yogyakarta, 1981, h.15.

  • 85

    ditetapkan.oleh Undang-undang serta hak-

    hak yang sifatnya sementara sebagaimana

    disebutkan dalam Pasal 53 UUPA.

    Disamping sistematika sebagaimana tersebut

    diatas, Boedi Harsono, mengelompokan hak atas

    tanah menjadi 2 (dua), yakni hak atas tanah primer dan

    hak atas tanah sekunder. Dimaksud hak – hak atas

    tanah primer adalah hak–hak atas tanah yang diberikan

    oleh Negara, termasuk hak–hak atas primer adalah hak

    milik, hak guna usaha, hak bangunan, dan hak pakai

    yang diberikan oleh Neadar. Dimaksud hak sekunder

    adalah hak– hak atas tanah yang bersumber pada pihak

    lain. Termasuk hak sekunder adalah hak guna

    bangunan yang dibebankan diatas hak milik, hak pakai

    yang dibebankan diatas hak milik, hak gadai, HGU

    bagi hasil, hak menumpang, hak sewa untuk

    bangunan.68

    68

    Christina Tri Budhayati, Hak Atas Tanah Peralihan dan

    Pendaftaran, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana,

    Salatiga, 2017, h. 9.

  • 86

    Selanjutnya beliau menjelaskan hak atas tanah

    apapun semua memberi kewenangan untuk memakai

    suatu tanah tertentu dalam rangka memenuhi suatu

    kebutuhan tertentu. Pada hakekatnya pemakaian

    tersebut untuk diusahakan dan untuk tempat

    membangun. Pemakaian tersebut untuk diusahakan

    misalnya untuk usaha pertanian, pertenakan,

    perkebunan dan perikanan. Sedangkan pemakaian

    tanah untuk membangun sesuatu, misalnya

    membangun bangunan gedung, bangunan jalan,

    bangunan air. Lebih lanjut dijelaskan bahwa karena

    semua hak atas tanah itu adalah hak untuk memakai

    tanah, maka semua disebut sebagai hak pakai (dengan

    sebutan HGU dan hak guna bangunan).69

    Kewenangan negara tersebut menguatkan

    penerapan asas fungsi sosial atas pemanfaatan dan

    peruntukan tanah tidak mutlak menjadi hak pemegang

    haknya saja, melainkan ada peran negara secara

    langsung untuk menjamin tepenuhinya kebutuhan bagi

    69

    Ibid h.10.

  • 87

    kepentingan umum. Penafsiran hak atas tanah

    berfungsi sosial sangat luas, yakni dengan

    menggunakan “standar kebutuhan umum” (public

    necessity),“kebaikan untuk umum” (public good) atau

    “berfaedah untuk umum” (public utility).70

    Terpenting dari kandungan hak atas tanah

    berfungsi sosial tesebut adalah kesimbangan,

    keadilan, kemanfaatan dan bercorak kebenaran.

    Sehingga akan menunjukkan fungsi pribadi dalam

    bingkai kemasyarakatan yang memberikan berbagai

    hubungan keselarasan yang harmonis dan saling

    memenuhi guna meminimalisir kompleksitasnya

    berbagai permasalahan yang mungkin dan akan

    timbul dalam kehidupan sosial kemasyarakatan,

    bangsa dan negara.71

    70

    Sukirman Azis, Hak Milik Berfungsi Sosial,

    http://sukirman.weebly.com/1/post/2011/02/hak-milikberfungsi-

    sosial.html, (diakses 17 juli 2017). 71

    Adrian Sutedi, Loc.Cit, h. 17.

  • 88

    Hubungan fungsi sosial hak atas tanah ditetapkan

    secara tegas dalam ketentuan hukum tanah nasional

    UUP menyatakan bahwa :72

    Pasal 6, Semua hak atas tanah memiliki fungsi

    sosial, dan Pasal 18 Untuk kepentingan umum,

    temasuk kepentingan bangsa dan negara serta

    kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas

    tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti

    kerugian yang layak dan menurut cara yang

    diatur dengan Undang-undang.

    Fungsi sosial hak atas tanah sebagaimana

    dimaksud Pasal 6 UUPA mengandung beberapa

    prinsip keutamaan antara lain :73

    a. Merupakan suatu pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah yang

    merumuskan secara singkat sifat

    kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak

    atas tanah menurut prinsip Hukum Tanah

    Nasional. Dalam Konsep Hukum Tanah

    Nasional memiliki sifat komunalistik

    religius, yang mengatakan bahwa seluruh

    bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk

    kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

    dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai

    karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi,

    72

    Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam

    Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Op.Cit.,h.16. 73

    Parlindungan A.P, Komentar Atas Undang-Undang Pokok

    Agraria, Op.Cit, h.20.

  • 89

    air dan ruang angkasa, bangsa Indonesia dan

    merupakan kekayaan nasional.

    b. Tanah yang dihaki seseorang tidak hanya mempunyai fungsi bagi yang mempunyai hak

    itu saja tetapi juga bagi bangsa Indonesia

    seluruhnya. Sebagai konsekuensinya, dalam

    mempergunakan tanah yang bersangkutan

    tidak hanya kepentingan individu saja yang

    dijadikan pedoman, tetapi juga harus diingat

    dan diperhatikan kepentingan masyarakat.

    Harus diusahakan adanya keseimbangan

    antara kepentingan pribadi dan kepentingan

    masyarakat.

    c. Fungsi sosial hak-hak atas tanah mewajibkan pada yang mempunyai hak untuk

    mempergunakan tanah yang bersangkutan

    sesuai dengan keadaannya, artinya keadaan

    tanah, sifatnya dan tujuan pemberian haknya.

    Hal tersebut dimaksudkan agar tanah harus

    dapat dipelihara dengan baik dan dijaga

    kualitas kesuburan serta kondisi tanah

    sehingga kemanfaatan tanahnya dinikmati

    tidak hanya oleh pemilik hak atas tanah saja

    tetapi juga masyarakat lainya. Oleh karena

    itu kewajiban memelihara tanah

    itu tidak saja dibebankan kepada pemiliknya

    atau pemegang haknya yang bersangkutan,

    melainkan juga menjadi beban bagi setiap

    orang, badan hukum atau instansi yang

    mempunyai suatu hubungan hukum dengan

    tanah.

    5. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah

    Pendaftaran tanah bertujuan untuk mewujudkan

    adanya kepastian hukumterhadap pemegang hak atas

    tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia

  • 90

    sebagaimana yang dicita-citakan oleh UUPA yaitu

    pada Pasal 19. Dengan adanya Pasal ini membawa

    akibat hukum dari pendaftaran tanah/pendaftaran

    hak atas tanah dengan diberikannya surat tanda bukti

    yang lazim disebut sertifikat tanah yang berlaku

    sebagai alat pembuktian yang kuat terhadap pemegang

    hak atas tanah.74

    Menurut Peraturan Pemerintah No 24 Tahun

    1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut

    PP No 24 Tahun 1997) sertifikat adalah surat tanda

    bukti hak sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 19

    ayat (2) huruf c yang memuat data yuridis maupun

    data fisik obyek yang didaftarkan untuk hak atas tanah

    hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan ru

    mah susun dan hak tanggungan yang masing-masing

    sudah dibukukan dalam buku tanah. Data yuridis

    74

    Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia suatu telaah

    suatu sudut pandang paraktisi hukum, Rajawali,Jakarta,1994, h.18.

  • 91

    diambil dalam buku tanah sedangkan data fisik

    diambil dari surat ukur.75

    Sehubungan dengan hal tersebut dapat diketahui

    bahwa sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang

    kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat

    di dalamnya. Sehingga data fisik dan data yuridis

    tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur

    dan buku tanah yang bersangkutan.76

    Sertifikat

    sebagai tanda bukti yang kuat mengandung arti bahwa

    selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik

    dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus

    diterima sebagai data yang benar, sebagaimana juga

    dapat dibuktikan dari data yang tercantum dalam buku

    tanah dan surat ukurnya.77

    Menurut Pasal 19 UUPA ayat (2) huruf c,

    meyatakan bahwa : “Pemberian surat-surat tanda bukti

    hak, yang berlaku alat pembuktian yang kuat” Kata

    75

    Ibid. h, 19. 76

    R Hermanses, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Gunung Agung ,

    Jakarta, 1980, h.28. 77

    Ibid. h,29.

  • 92

    “kuat” dalam Pasal 19 UUPA berarti bahwa selama

    tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh keputusan

    pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum

    tetap, data fisik dan data yuridis yang tercantum di

    dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang

    benar, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut

    sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan

    buku tanah hak yang bersangkutan.

    Sehubungan dengan sistemnegatif adalah berarti

    “tidak mutlak” yaitu sertifikat tanah masih

    dimungkinkan digugurkan sepanjang ada pembuktian

    sebaliknya yang menyatakan ketidakabsahan sertifikat

    tanah tersebut.78

    Dengan demikian sertifikat tanah

    bukanlah satu-satunya surat

    bukti pemegangan hak atas tanah dan oleh karena itu a

    da masih ada lagi bukti-buktilain tentang pemegangan

    hak atas tanah antara lain surat bukti jual beli

    tanahadat atau Surat Keterangan Hak Milik Adat.

    Misalnya dengan terbitnya dua atau lebih sertifikat

    78

    Ibid. h.30.

  • 93

    tanah di atas sebidang tanah yang sama, hal ini

    disebutdengan “overlapping’’ atau tumpang tindihnya

    sertifikat yang membawa akibat ketidakpastian hukum

    pemegang hak atas tanah yang sangat tidak diharapkan

    dalam pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia.

    Yang berhak untuk membatalkan/mencabut sertifikat

    tanah karena overlapping tersebut adalah instansi yang

    mengeluarkan sertifikat tanah dalam hal ini Badan

    Pertahanan Nasional. Pengadilan Negeri selaku

    instansi penegak hukum berwenang untuk menilai

    melalui pemeriksaan yang teliti untuk selanjutnya

    memutuskan siapakah yang berhak atas tanah yang

    dipersengketakan.79

    Sesuai dengan sistem negatif yang telah dianut

    dalam Pendaftaran Tanah di Indonesia, maka berarti

    sertifikat tanah yang diterbitkan bukanlah merupakan

    alat bukti yang mutlak yang tidak bisa diganggu gugat,

    justru berarti bahwa sertipikat tanah itu bisa dicabut

    atau dibatalkan. Oleh karena itu adalah tidak

    79

    R Hermanses, Pendaftaran Tanah di Indonesia,,Op.Cit, h.41.

  • 94

    benar bila ada anggapan bahwa dengan memegang sert

    ifikat tanah berarti pemegang sertifikat tersebut adalah

    mutlak pemilik tanah dan ia pasti akan menang dalam

    suatu perkara karena sertifikat tanah adalah alat bukti

    satu-satunya yang tidak tergoyahkan.80 Menurut

    Penjelasan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

    Pendaftaran Tanah, Dalam rangka memberikan

    kepastian hukum kepada para pemegang hak atas

    tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan

    penegasan mengenai sejauh mana kekuatan

    pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat

    pembuktian yang kuat oleh UUPA. Untuk itu

    diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan

    yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang

    dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai

    data yang benar, baik dalam pembuatan hukum sehari-

    hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang

    data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam

    surat ukur dan buku

    80

    Ibid, h 42.

  • 95

    tanahyang bersangkutan dan bahwa orang tidak dapat

    menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama

    orang atau badan hukum lain, jika selama 5 ( lima)

    tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu dia tidak

    mengajukan gugatan pada Pengadilan, sedangkan

    tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain

    tersebut dengan itikad baik dan secara fisik nyata

    dikuasai olehnya atau olehorang lain atau badan

    hukum yang mendapatkan persetujuannya.81

    81

    Imam sudiyat, Hukum Adat Sketsa Azas, Liberty, Jogjakarta,

    1992, h.30.