BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II...

29
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus dan Folkman (1984), coping adalah suatu proses di mana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan menurut Taylor (2006), coping didefinisikan sebagai pikiran dan perilaku yang digunakan individu untuk mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang menekan. Chaplin (2004), menambahkan perilaku coping diartikan sebagai tingkah laku di mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Tingkah laku coping merupakan suatu proses dinamis dari suatu pola tingkah laku maupun pikirin-pikiran yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan- tuntutan dalam situasi yang menekan dan menegangkan. Adapun Folkman dan Lazarus (Ekasari, 2015), lebih lanjut mendefinisikan bahwa strategi coping sebagai upaya kognitif dan perilaku seseorang yang ditujukan untuk mengelola tuntutan eksternal atau internal khusus yang dirasa berat atau melebihi sumber daya yang dimiliki. King (2010), mengemukakan bahwa strategi coping merupakan upaya mengelola keadaan dan mendorong usaha untuk menyelesaikan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Strategi Coping

1. Pengertian Strategi Coping

Menurut Lazarus dan Folkman (1984), coping adalah suatu proses

di mana individu mencoba untuk mengatur kesenjangan persepsi antara

tuntutan situasi yang menekan dengan kemampuan individu dalam

memenuhi tuntutan tersebut. Sedangkan menurut Taylor (2006), coping

didefinisikan sebagai pikiran dan perilaku yang digunakan individu untuk

mengatur tuntutan internal maupun eksternal dari situasi yang menekan.

Chaplin (2004), menambahkan perilaku coping diartikan sebagai tingkah

laku di mana individu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya

dengan tujuan menyelesaikan tugas atau masalah. Tingkah laku coping

merupakan suatu proses dinamis dari suatu pola tingkah laku maupun

pikirin-pikiran yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-

tuntutan dalam situasi yang menekan dan menegangkan.

Adapun Folkman dan Lazarus (Ekasari, 2015), lebih lanjut

mendefinisikan bahwa strategi coping sebagai upaya kognitif dan perilaku

seseorang yang ditujukan untuk mengelola tuntutan eksternal atau internal

khusus yang dirasa berat atau melebihi sumber daya yang dimiliki. King

(2010), mengemukakan bahwa strategi coping merupakan upaya

mengelola keadaan dan mendorong usaha untuk menyelesaikan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

13

permasalahan kehidupan seseorang, dan mencari cara untuk menguasai

dan mengatasi tekanan atau stres. Menurut Mu’tadin (2002), strategi

coping adalah suatu proses di mana individu berusaha untuk menangani

dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang

sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun

perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Aldwin dan

Revenson (Kertamuda & Herdiansyah, 2009), juga menjelaskan bahwa

strategi coping merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan oleh

tiap individu untuk mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah

yang dialami dan dipandang sebagai hambatan, tantangan yang bersifat

menyakitkan, serta yang merupakan ancaman yang bersifat merugikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa strategi

coping merupakan suatu usaha, respon atau cara individu dalam

menghadapi, mengelola, mengatasi situasi yang menekan dan mengancam

yang datang dari dalam maupun dari luar diri individu, yang digunakan

untuk mengatur ketidaksesuaian atau kesenjangan antara tuntutan situasi

yang menekan dengan kemampuan individu dalam memenuhi tuntutan

tersebut.

2. Bentuk-bentuk Srategi Coping

Lazarus dan Folkman (Rahmania, dkk., 2016), memaparkan

terdapat dua bentuk strategi coping yang biasanya digunakan oleh

individu, yaitu coping yang berfokus pada permasalahan (problem focused

coping) dan coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

14

Bila individu merasa mampu menghadapi dan mengatasi situasi, maka

kecenderungannya menggunakan problem focused coping, yaitu

penyelesaian pada pokok permasalahan. Sedangkan bila individu merasa

tidak mampu mengatasi masalah maka kecenderungannya menggunakan

emotion focused coping, yaitu untuk mengatur respon emosi terhadap

tekanan atau stres.

Lebih lanjut Lazarus dan Folkman (Wardani, 2009), menjelaskan

kedua bentuk strategi coping tersebut, sebagai berikut:

a. Problem Focused Coping (PFC)

Adalah strategi yang digunakan untuk mengatasi situasi yang

menimbulkan stres. Atau dengan kata lain problem focused coping

adalah strategi dengan cara menyelesaikan masalah yang dihadapi,

sehingga individu segera terbebas dari masalahnya tersebut. Lazarus

dan Folkman (Wardani, 2009), mengemukakan bentuk strategi coping

dari problem focused coping memiliki beberapa indikator, antara lain:

1) Countiousness (kehati-hatian), individu berpikir dan

mempertimbangkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang

tersedia, meminta pendapat orang lain, berhati-hati dalam

memutuskan masalah serta mengevaluasi strategi yang pernah

dilakukan sebelumnya.

2) Instrumental action, tindakan individu yang diarahkan pada

penyelesaian masalah secara langsung, serta menyusun langkah

yang akan dilakukannya.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

15

3) Negotiation (negosiasi), merupakan beberapa usaha oleh seseorang

yang ditujukan kepada orang lain yang terlibat atau merupakan

penyebab masalahnya untuk ikut menyelesaikan masalah.

Carver (Hanoum, 2014), menyatakan bahwa bentuk problem

focused coping meliputi beberapa indikator, yaitu:

1) Perilaku aktif, perilaku individu untuk mengatasi masalah dengan

melakukan suatu kegiatan yang aktif, yang bertujuan memindahkan

atau menghilangkan sumber tekanan atau stres dan mengurangi

akibatnya.

2) Perencanaan, individu melakukan strategi perencanaan guna

menyelesaikan masalah yaitu memikirkan bagaimana cara untuk

mengatasi masalah, termaksud memikirkan suatu strategi untuk

bertindak, langkah-langkah apa yang harus diambil, dan bagaimana

cara paling baik untuk mengatasi masalah.

3) Penekanan kegiatan lain, individu membatasi aktivitas diri yang

tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi atau

berusaha untuk menghindari agar tidak terganggu oleh peristiwa

lain, bahkan mengesampingkan hal-hal lain agar perhatian individu

sepenuhnya tercurah untuk mengatasi masalah.

4) Penundaan perilaku, individu berlatih untuk mengontrol atau

mengendalikan tindakan yang bersifat langsung dengan cara

menahan diri (tidak terburu-buru dalam mengambil tindakan)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

16

sampai menemukan waktu yang tepat untuk bertindak mengatasi

masalah.

5) Mencari dukungan sosial berupa bantuan, usaha individu mencari

informasi dengan bertanya pada orang lain yang memiliki

pengalaman serupa dan mendiskusikan masalah dengan orang ahli

yang berkompeten terhadap persoalan yang dihadapi.

b. Emotion Focused Coping (EFC)

Adalah strategi coping untuk mengatasi emosi negatif yang

menyertainya. Strategi ini untuk meredakan emosi individu yang

ditimbulkan oleh stressor (sumber stres), tanpa berusaha untuk

mengubah suatu situasi yang menjadi sumber stres secara langsung.

Lazarus dan Folkman (Wardani, 2009), mengemukakan bentuk strategi

coping dari emotion focused coping terdiri atas beberapa indikator, di

antaranya:

1) Escapism (menghindar), perilaku menghindari masalah dengan

cara membayangkan seandainya berada dalam suatu situasi lain

yang lebih menyenangkan, menghindari masalah dengan makan

ataupun tidur, bisa juga dengan merokok ataupun meneguk

minuman keras.

2) Minimization (pengabaian), tindakan menghindari masalah dengan

menganggap seakan-akan masalah yang tengah dihadapi itu jauh

lebih ringan daripada yang sebenarnya.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

17

3) Self blame (menyalahkan diri), merupakan strategi yang bersifat

pasif yang lebih diarahkan ke dalam, daripada usaha untuk keluar

dari masalah.

4) Seeking meaning (berdoa), suatu proses di mana individu mencari

arti kegagalan yang dialami bagi dirinya sendiri dan mencoba

mencari segi-segi yang menurutnya penting dalam hidupnya.

Dalam hal ini individu coba mencari hikmah atau pelajaran yang

bisa dipetik dari masalah yang telah dan sedang dihadapinya.

Carver (Hanoum, 2014), juga menjabarkan strategi coping dari

bentuk emotion focused coping terdiri atas beberapa indikator, yaitu:

1) Mencari dukungan secara emosional, di mana individu berbagi

perasaan dengan seseorang yang berarti baginya seperti keluarga

dan teman melalui dukungan moral, simpati atau pengertian.

2) Mencari makna positif, di mana individu berusaha mencari hikmah

atau makna positif dari setiap kejadian yang dialaminya dengan

terfokus pada pengembangan diri atau biasanya melibatkan hal-hal

yang bersifat religius.

3) Pengingkaran, di mana individu menolak kenyataan sedang

mengalami masalah dengan cara mengingkari dan melupakan

kejadian atau masalah yang dialaminya seakan tidak terjadi apa-

apa atau seakan-akan sedang tidak mempunyai masalah.

4) Penerimaan, di mana individu belajar menerima keadaan dan

pasrah atas apa yang menimpanya karena individu menganggap

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

18

sudah tidak ada yang dapat dilakukan lagi untuk merubah keadaan

serta membuat suasana lebih baik.

5) Kembali kepada agama, di mana individu memilih untuk

menenangkan batin spiritualnya dengan kembali menekuni

agamanya, menenangkan dan menyelesaikan masalahnya secara

agama seperi berdoa, memperbanyak ibadah untuk meminta

bantuan kepada Tuhan.

Berdasarkan penjelasan dari dua ahli Lazarus dan Folkman

(Wardani, 2009), dan Carver (Hanoum, 2014) tersebut di atas, dapat

disimpulkan bahwa strategi coping terbagi atas dua bentuk, yaitu: coping

yang berfokus pada masalah (problem focused coping) di mana individu

melakukan suatu usaha dalam menghadapi dan mengatasi berbagai

masalah dengan berusaha semaksimal mungkin mengoptimalkan

kemampuan dan potensi diri seperti keaktifan dalam merencanakan,

mencari, mengumpulkan, mempertimbangkan dan memilih solusi-solusi

yang dapat dijadikan alternatif yang berguna untuk penyelesaian masalah;

dan coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping) di mana

individu kemudian mengoptimalkan peran lingkungan dengan mencari

dukungan yang bersifat intrumental dan dukungan sosial yang bersifat

emosional, serta usaha yang bersifat religius agar individu dapat

mengalihkan perhatiannya dari kondisi atau situasi yang menekan. Dalam

hal ini peneliti memilih menggunakan bentuk strategi coping menurut ahli

Carver (Hanoum, 2014), karena bentuk strategi coping ini lebih lengkap

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

19

untuk mengungkap gambaran strategi coping pada penyandang tunanetra

yang bekerja.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping

Menurut Mu’tadin (2002), cara individu menangani situasi yang

mengandung tekanan (strategi coping) dipengaruhi oleh sumber daya

individu, meliputi:

a. Kesehatan Fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam

usaha mengatasi tekanan atau stres individu dituntut untuk

mengerahkan tenaga yang cukup besar.

b. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumber psikologis yang sangat penting dalam

mengatasi masalah. Seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus

of control) yang mengerahkan individu pada penilaian

ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan

kemampuan strategi coping pada tipe problem focused coping.

c. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan

menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan

alternatif tersebut dengan baik untuk mengantisipasi kemungkinan

yang terburuk, memilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai,

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

20

dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu

tindakan yang tepat.

d. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan individu untuk

berkomunikasi dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai

dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat.

e. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi

dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua,

anggota keluarga lain, saudara, teman dan lingkungan masyarakat

sekitarnya.

f. Dukungan materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang

penunjang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

Lebih lanjut Folkman dan Lazarus (Pramadi & Lasmono, 2003),

menjelaskan bahwa cara individu dalam menghadapi masalah (strategi

coping) juga dipengaruhi oleh faktor individual dan konteks lingkungan, di

mana situasi yang dihadapi sangat menentukan proses penerimaan

stimulus yang kemudian dapat dirasakan sebagai tekanan atau ancaman.

Faktor-faktor tersebut di antaranya:

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

21

a. Faktor individual

1) Perkembangan usia

Primadi dan Lasmono (2003), menyebutkan bahwa

perkembangan usialah yang menyebabkan perbedaan dalam

pemilihan strategi coping, yaitu sejumlah struktur psikologis

seseorang dan sumber-sumber untuk melakukan coping akan

berubah menurut perkembangan usia dan akan membedakan

seseorang dalam merespon tekanan.

2) Tingkat pendidikan

Menurut Primadi dan Lasmono (2003), seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan yang tinggi memiliki pola pikir

berani dalam mengambil sikap untuk mengatasi masalah dan

tidak menunda-nunda karena kemungkinan masalah tersebut

akan bertambah membebani pikiran. Dapat diartikan juga,

bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan

cenderung untuk menggunakan problem focused coping dalam

menyelesaikan masalahnya.

3) Jenis kelamin

Menurut Seiffge (Wangmuba, 2009), bahwa gadis Jerman dan

Israel dalam melakukan coping cenderung untuk mencari

dukungan sosial dibandingkan laki-laki, gadis Jerman yang

paling condong untuk menarik diri sebagai pelaku untuk

bertahan. Selain itu hasil penelitian Nursasi dan Fitriyani

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

22

(2003), juga menyebutkan bahwa perbedaan jenis kelamin

menunjukkan perbedaan pula dalam pemilihan strategi coping,

yaitu wanita lanjut usia dan jenis coping yang berfokus pada

emosional juga kurang diminati oleh pria lanjut usia.

4) Kepribadian

Menurut Tarnumidjojo (2004), seseorang dengan kepribadian

yang puas dengan diri sendiri, mudah dituntun, namun

memiliki ego yang lemah atau seseorang yang memiliki ego

yang cukup kuat, namun cenderung menghindar dari tekanan,

cenderung menggunakan emotional focused coping.

5) Kematangan emosional

Berdasarkan hasil penelitian Hasan (2005), dapat diketahui

bahwa terdapat pengaruh kematangan emosional terhadap

pemilihan strategi coping pada remaja. Individu dengan tingkat

emosi matang cenderung memilih strategi coping yang

beriorentasi pada pemecahan masalah (direct action), dan

sebaliknya individu yang emosinya kurang matang cenderung

memilih strategi coping yang berorientasi meredakan

ketegangan (palliation).

6) Status sosial ekonomi

Menurut Billings dan Moos (Mu’tadin, 2002), seseorang

dengan status sosial ekonomi yang rendah akan menampilkan

bentuk coping yang kurang aktif, kurang realistis dan lebih

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

23

fatal untuk menampilkan respon menolak, dibandingkan

dengan seseorang dengan status ekonomi yang lebih tinggi.

7) Kesehatan mental

Individu yang memiliki kesehatan mental yang buruk,

umumnya kurang efektif dalam memilih strategi menghadapi

tekanan. Fakta ini diperkuat dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa orang depresi mempunyai coping

menghadapi tekanan yang berbeda dengan non depresi

(Hapsari, 2002).

8) Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan memecahkan masalah meliputi kemampuan

untuk mencari informasi, menganalisis situasi,

mengindetifikasi masalah dengan tujuan menghasilkan

alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif

tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai dan pada

akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu

tindakan yang tepat (Mu’tadin, 2002).

b. Konteks lingkungan

1) Kondisi penyebab stress (tingkat masalah)

Hasil penelitian Tanumidjojo (2004), menunjukkan

bahwa penggunaan emotional focused coping akan lebih

banyak digunakan atau sesuai untuk mengatasi stres yang

diakibatkan kondisi-kondisi yang tidak dapat diubah atau yang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

24

sudah menemui jalan buntu atau kondisi diluar kekuatan

individu yang mampu menimbulkan trauma.

2) Sistem budaya

Berdasarkan penelitian Pramadi dan Lasmono (2003), dapat

diketahui bahwa identitas sosial yang meliputi nilai, minat,

peraturan sosial, sistem agama, dan sistem tingkah laku

mempengaruhi bentuk coping yang ditampilkan, seperti pada

budaya Bali, masyarakat Bali yang terikat dengan sistem adat

dan berkaitan dengan keagamaan Hindu yang sangat kuat,

menjadikan orang Bali cenderung introvert tetapi terbuka akan

informasi dari luar dan lebih menimbulkan problem focused

coping.

3) Dukungan sosial

Menurut Taylor (2006), strategi coping akan lebih efektif

dalam menghadapi konflik apapun bila mendapat dukungan

dari saudara, orangtua, teman, tenaga professional yang akan

lebih mempermudah individu tersebut melakukan coping yang

tepat dalam menghadapi dan memecahkan masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi individu dalam melakukan strategi coping

meliputi: kesehatan fisik, karena individu akan mengerahkan tenaga yang

cukup besar dalam mangatasi berbagai tekanan yang dihadapkan

kepadanya; keyakinan atau pandangan positif, karena menjadi sumber

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

25

psikologis bagi individu menilai kemampuannya dalam mengatasi

masalah; keterampilan memecahkan masalah, karena mempengaruhi

individu dalam menghasilkan alternatif tindakan yang sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai; keterampilan sosial, karena individu

membutuhkan orang lain untuk menjalin hubungan dan komunikasi yang

baik; dukungan sosial, karena mempengaruhi individu secara emosional

dalam mengatasi berbagai tekanan atau masalah, dan dukungan material,

karena akan mempermudah individu dalam memenuhi tuntutan kebutuhan

hidup sehari-hari terutama kebutuhan ekonomi. Selain itu juga karena

dipengaruhi oleh faktor internal (faktor individual) meliputi perkembangan

usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, kepribadian, kematangan

emosional, status sosial ekonomi, kesehatan mental, keterampilan

memecahkan masalah; dan dipengaruhi oleh faktor ekternal (konteks

lingkungan) meliputi tingkat masalah yang dihadapi, sistem budaya dan

dukungan sosial.

B. Tunanetra yang Bekerja

1. Pengertian Tunanetra yang Bekerja

Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Depdiknas, 2008), adalah tidak dapat melihat atau buta. Sementara

menurut Aziz (2015), tunanetra tidak saja identik dengan buta, karena

tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Seseorang

yang mengalami gangguan penglihatan secara umum adalah individu yang

rusak penglihatannya walaupun sudah dibantu dengan perbaikan, namun

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

26

masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi diri individu itu sendiri.

Pengertian ini mencakup seseorang yang masih memiliki sisa penglihatan

dan yang buta. Senada dengan Somantri (2006), yang menjelaskan bahwa

pengertian tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-

duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam

kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Tunanetra tidak saja yang

buta, tetapi mencakup juga seseorang yang mampu melihat tetapi terbatas

sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk untuk kepentingan hidup

sehari-hari. Jadi, seseorang dengan kondisi penglihatan yang termasuk

“setengah melihat”, “low vision”, atau rabun adalah bagian dari kelompok

tunanetra.

Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) lebih lanjut

menguraikan, bahwa tunanetra adalah seseorang yang tidak memiliki

penglihatan sama sekali (buta total), hingga yang masih memiliki sisa

penglihatan tetapi tidak mampu untuk membaca tulisan biasa berukuran 12

point (ukuran huruf standar pada komputer) dalam keadaan cahaya normal

meskipun di bantu dengan kacamata (kurang awas). Hal ini berarti bahwa

seorang tunanetra mungkin tidak mempunyai penglihatan sama sekali,

meskipun hanya untuk membedakan antara terang dan gelap. Orang

dengan kondisi penglihatan seperti ini dikatakan sebagai buta total. Selain

itu, terdapat pula seorang tunanetra yang masih mempunyai sedikit sisa

penglihatan, sehingga mereka masih dapat menggunakan sisa

penglihatannya untuk melakukan berbagai kegiatan sehari-hari termaksud

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

27

untuk membaca tulisan besar (lebih besar dari 12 point) setelah di bantu

dengan kacamata. Orang dengan kondisi seperti ini disebut sebagai orang

kurang awas atau lebih dikenal dengan sebutan low vision (Aziz, 2015).

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian

tunanetra adalah seseorang yang mengalami kondisi di mana tidak

berfungsinya indera penglihatan secara normal atau terjadi kerusakan atau

gangguan pada daya penglihatan berupa kebutaan menyeluruh atau

sebagian, yang mana hal tersebut dimungkinkan menghambat individu

dalam menerima informasi dan melakukan tugas atau aktivitas sehari-hari.

Adapun tunanetra yang diteliti adalah tunanetra yang bekerja.

Bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang melibatkan kesadaran individu

untuk mencapai hasil yang sesuai dengan harapannya. Menurut Brown

(Puspitasari & Asyanti, 2011), bekerja sesungguhnya merupakan bagian

penting bagi kehidupan setiap orang, sebab bekerja merupakan aspek

kehidupan yang memberikan status kepada masyarakat. Menurut Streers

dan Porter (Wahyuni, 2011), terdapat empat alasan yang menyebabkan

seseorang bekerja, yaitu pertama karena bekerja merupakan sarana bagi

manusia untuk saling bertukar ide atau gagasan, yang kedua karena

bekerja secara umum memenuhi beberapa fungsi sosial antara lain tempat

bekerja memberikan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru

dan membina persahabatan. Alasan ketiga adalah dengan bekerja

seseorang mendapatkan status atau kedudukan dalam masyarakat. Serta

alasan yang terakhir dengan bekerja seseorang mendapatkan identitas,

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

28

harga diri, dan aktualisasi diri. Seorang tunanetra yang bekerja bukanlah

orang yang tidak tahu diri dengan keterbatasannya tetapi karena tunanetra

berusaha untuk mencari solusi untuk pemecahan masalah-masalah dalam

hidupnya terutama masalah ekonomi.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan, bahwa pengertian tunanetra

yang bekerja adalah seorang individu yang mengalami keterbatasan

penglihatan (tunanetra) baik secara menyeluruh ataupun sebagian, yang

menjalani aktivitasnya sehari-hari dengan bekerja untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya terutama kebutuhan ekonomi dan untuk memberikan

status kepada masyarakat.

2. Klasifikasi Tunanetra

Menurut Somantri (2006), pada umumnya yang digunakan sebagai

patokan apakah seseorang termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan

tingkat ketajaman penglihatannya. Untuk mengetahui ketunanetraan dapat

digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card. Perlu

ditegaskan bahwa seseorang dikatakan tunanetra bila ketajaman

penglihatannya (visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes

hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas

dapat dibaca pada jarak 21 meter.

Berdasarkan acuan tersebut, tunanetra dapat dikelompokkan

menjadi dua macam, yaitu:

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

29

a. Buta

Individu dikatakan buta jika sama sekali tidak mampu menerima

rangsang cahaya dari luar (visusnya = 0).

b. Low Vision

Dikatakan low vision apabila individu masih mampu menerima

rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau

hanya mampu membaca headline atau judul pada surat kabar.

Sementara menurut Lowenfeld (Aziz, 2015), klasifikasi tunanetra

didasarkan pada dua hal, yaitu:

a. Klasifikasi tunanetra didasarkan pada waktu terjadinya

ketunanetraan

1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni tunanetra yang sama

sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.

2) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; tunanetra telah

memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum

kuat dan mudah terlupakan.

3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; tunanetra

telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh

yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.

4) Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya tunanetra yang

dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan

penyesuaian diri.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

30

5) Tunanetra pada usia lanjut; sebagian besar sudah sulit

mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

b. Klasifikasi tunanetra berdasarkan kemampuan daya penglihatan

1) Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni tunanetra

yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi masih

dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu

melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi

penglihatan.

2) Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni tunanetra

yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan

menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan

biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.

3) Tunanetra berat (totally blind); yakni tunanetra yang sama

sekali tidak dapat melihat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

klasifikasi tunanetra, meliputi: klasifikasi berdasarkan waktu terjadinya

ketunetraan (tunanetra sebelum dan sesudah lahir, tunanetra usia sekolah,

usia dewasa dan usia lanjut); dan klasifikasi berdasarkan kemampuan daya

penglihatan (buta/totally blind, setengah berat/partially sighted dan ringan

atau setengah melihat/low vision).

3. Faktor-Faktor Penyebab Ketunanetraan

Menurut Somantri (2006), ketunanetraan dapat disebabkan oleh

berbagai faktor, antara lain:

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

31

a. Faktor dari dalam (internal)

Faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama

masih dalam kandungan. Kemungkinannya karena faktor gen (sifat

pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi,

keracunan obat dan sebagainya.

b. Faktor dari luar (eksternal)

Faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan.

Misalnya kecelakaan, terkena penyakit syphilis yang mengenai

matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat

melahirkan sehingga sistem persyarafan rusak, kurang gizi atau

vitamin, terkena racun virus trachoma, panas badan yang terlalu

tinggi, serta peradangan mata karena penyakit, bakteri ataupun

virus.

Menurut Soekini dan Suharto (Wahyuni, 2011), faktor-faktor

ketunanetraan tidak jauh berbeda dengan yang telah dikemukakan oleh

Somantri (2006), faktor-faktor tersebut adalah faktor endogen dan faktor

exogen. Faktor endogen yaitu faktor yang erat hubungannya dengan

masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan.

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan ini, dapat dilihat

pada sifat-sifat keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus,

silsilah dan hubungan sedarah. Misalnya pada perkawinan orang

bersaudara. Sedangkan faktor exogen adalah yang berasal dari luar

misalnya disebabkan oleh penyakit seperti katarak, glukoma, dan penyakit

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

32

yang menyebabkan ketunanetraan. Faktor exogen lainnya ialah disebabkan

oleh kecelakaan, yang berlangsung dan tidak langsung mengenai bola

mata misalnya kecelakaan karena kemasukan benda keras, benda tajam

atau cairan yang berbahaya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

berbagai faktor penyebab ketunanetraan antara lain: faktor dari dalam

(internal) dan faktor dari luar (eksternal), yang juga tidak jauh berbeda

dengan faktor endogen dan faktor exogen. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa terjadinya ketunanetraan akan terbentuk jika seseorang

memiliki faktor-faktor pendukung yang berasal dari dalam (yakni faktor

yang erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan

seorang anak dalam kandungan), maupun faktor yang berasal dari luar

(yakni faktor yang terjadi saat sesudah anak dilahirkan seperti faktor yang

disebabkan karena penyakit atau faktor diakibatkan karena kecelakaan).

4. Masalah-masalah pada Tunanetra

Menurut Sunardi (Rahma, 2015), secara garis besar masalah yang

muncul pada penyandang tunanetra dibagi menjadi tiga, yaitu masalah

yang disebabkan oleh kecacatannya, masalah yang disebabkan oleh sikap

dan penerimaan masyarakat, serta masalah yang disebabkan oleh belum

adanya fasilitas di masyarakat yang memungkinkan tunanetra untuk hidup

mandiri. Sementara menurut Somantri (2007), bahwa dibandingkan

individu normal, individu tunanetra lebih banyak menghadapi masalah

dalam perkembangan psikososialnya. Masalah-masalah tersebut terutama

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

33

muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari

ketunanetraan, seperti kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi

lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan rendah diri, malu,

sikap-sikap masyarakat yang seringkali tidak menguntungkan seperti

penolakan, penghinaan, sikap tak acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial,

sehingga mengakibatkan perkembangan sosial individu tunanetra menjadi

terhambat.

Keller (Tarsidi, 2012), bahkan mengamati bahwa hambatan utama

bagi seorang tunanetra bukanlah ketunanetraannya itu sendiri, melainkan

sikap masyarakat terhadap ketunanetraan. Sikap negatif masyarakat

tersebut diakibatkan oleh persepsi yang tidak tepat mengenai

ketunanetraan. Orang yang tunanetra sering digambarkan sebagai tak

berdaya, tidak mandiri dan menyedihkan, sehingga terbentuk persepsi

purbasangka (prejudice) di kalangan masyarakat awas bahwa orang

tunanetra itu patut dikasihani, selalu butuh perlindungan dan bantuan. Hal

yang sama disampaikan oleh Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia

(PERTUNI) Ismail Prawira Kusuma, bahwa ada banyak anggapan-

anggapan negatif yang dihubungkan dengan penyandang tunanetra, seperti

anggapan bahwa tunanetra lemah, tidak berdaya, dan perlu dikasihani.

Dengan kata lain, bahwa tunanetra mendapatkan stigma atau persepsi

negatif yang kurang tepat dari masyarakat mengenai keadaannya.

Penyandang tunanetra juga mengalami diskriminasi oleh masyarakat

terkait keadaannya. Misalnya, ketika bekerja, penyandang tunanetra

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

34

mendapatkan keterbatasan dalam memilih pekerjaan. (Rachmaningtyas,

2013).

Banyak hal yang akhirnya menjadi sulit untuk dilakukan oleh

penyandang tunanetra. Penyandang tunanetra mengalami keterbatasan dan

hambatan dalam kehidupan sehari-hari, seperti untuk makan, mandi,

berjalan, beraktivitas, atau bekerja (Santoso & Erawan, 2016). Irwanto,

dkk. (Brebahama & Listyandini, 2016), menyebutkan bahwa masih

banyak individu dengan disabilitas seperti tunanetra yang terhambat untuk

melakukan aktivitas sosial, melaksanakan pekerjaan rumah tangga,

melakukan aktivitas pekerjaan, maupun menekuni kegiatan sehari-hari

akibat disabilitas yang dimiliki. Mangunsong (Brebahama & Listyandini

2016), menyatakan bahwa penyandang tunanetra sulit untuk menemukan

pekerjaan akibat keterbatasan yang dimilikinya serta pandangan negatif

dari lingkungan masyarakat. Irwanto, dkk. (2010), lebih lanjut

menambahkan bahwa penyandang disabilitas yang dalam kesehariannya

disebut sebagai “orang cacat” sering dianggap sebagai warga masyarakat

yang tidak produktif serta tidak mampu melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya sehingga cenderung diabaikan. Padahal dari aspek psikologis

individu tunanetra mempunyai rasa untuk diakui keberadaannya,

kebutuhan untuk mencapai sesuatu, menjadi bagian dari kelompok, yang

tidak berbeda dengan kebutuhan orang normal pada umumnya (Hamidah

& Anganthi, 2017).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

35

C. Strategi Coping pada Penyandang Tunanetra yang Bekerja

Mata merupakan salah satu indera yang penting bagi manusia.

Melalui mata manusia menyerap informasi visual yang digunakan untuk

melaksanakan berbagai kegiatan (Lubis, dkk., 2016). Terganggunya indera

penglihatan (tunanetra) akan menyebabkan seseorang kehilangan fungsi

kemampuan visualnya untuk merekam objek dan peristiwa fisik yang ada

di lingkungannya (Wahyuni, 2011). Menurut Somantri (2006), tunanetra

adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak

berfungsi sebagai saluran informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti

halnya orang awas. Pengertian tunanetra tidak saja yang buta, tetapi

mencakup juga seseorang yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan

kurang dapat dimanfaatkan untuk untuk kepentingan hidup sehari-hari.

Jadi, seseorang dengan kondisi penglihatan yang termasuk “setengah

melihat”, “low vision”, atau rabun adalah bagian dari kelompok tunanetra.

Sunardi (Rahma, 2015), menjelaskan secara garis besar masalah

yang muncul pada penyandang tunanetra dibagi menjadi tiga, yaitu

masalah yang disebabkan oleh kecacatannya, masalah yang disebabkan

oleh sikap dan penerimaan masyarakat, serta masalah yang disebabkan

oleh belum adanya fasilitas di masyarakat yang memungkinkan mereka

untuk hidup mandiri. Irwanto, dkk. (Brebahama & Listyandini, 2016),

menyebutkan bahwa masih banyak individu dengan disabilitas seperti

tunanetra yang terhambat untuk melakukan aktivitas sosial, melaksanakan

pekerjaan rumah tangga, melakukan aktivitas pekerjaan, maupun

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

36

menekuni kegiatan sehari-hari akibat disabilitas yang dimiliki.

Mangunsong (Brebahama & Listyandini 2016), menambahkan bahwa

penyandang tunanetra sulit untuk menemukan pekerjaan akibat

keterbatasan yang dimilikinya serta pandangan negatif dari lingkungan

masyarakat.

Sama halnya dengan orang normal, penyandang tunanetra juga

memerlukan pekerjaan agar dapat melanjutkan kehidupan walaupun

dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Streers dan Porter (Wahyuni,

2011), berpendapat bahwa terdapat empat alasan yang menyebabkan

seseorang bekerja, yaitu pertama karena bekerja merupakan sarana bagi

manusia untuk saling bertukar ide atau gagasan, yang kedua karena

bekerja secara umum memenuhi beberapa fungsi sosial antara lain tempat

bekerja memberikan kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang baru

dan membina persahabatan. Alasan ketiga adalah dengan bekerja

seseorang mendapatkan status atau kedudukan dalam masyarakat. Serta

alasan yang terakhir dengan bekerja seseorang mendapatkan identitas,

harga diri, dan aktualisasi diri. Seorang tunanetra yang bekerja bukanlah

orang yang tidak tahu diri dengan keterbatasannya, tetapi karena tunanetra

berusaha untuk mencari solusi untuk pemecahan masalah-masalah dalam

hidupnya terutama masalah ekonomi.

Dalam kondisi yang tertekan, individu tunanetra berusaha untuk

menyelesaikan masalahnya dengan berbagai cara. Menurut Cooper, dkk.

(Azmy, 2017), secara alamiah ketika seseorang dihadapkan pada situasi

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

37

yang menimbulkan tekanan akan mencoba untuk mangatasinya baik secara

positif maupun negatif. Perilaku mengatasi permasalahan ini dalam istilah

psikologi disebut strategi coping (Hamidah & Anganthi, 2017). Menurut

Aldwin dan Revenson (Kertamuda & Herdiansyah, 2009), strategi coping

merupakan suatu cara atau metode yang dilakukan oleh tiap individu untuk

mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah yang dialami dan

dipandang sebagai hambatan, tantangan yang bersifat menyakitkan, serta

merupakan ancaman yang bersifat merugikan. Billing dan Moos (Kholidah

& Alsa, 2012), mengatakan bahwa coping dipandang sebagai faktor

penyeimbang usaha individu untuk mempertahankan penyesuaian dirinya

selama menghadapi situasi yang dapat menimbulkan stres.

Lazarus dan Folkman (Rahmania, dkk., 2016), memaparkan

terdapat dua bentuk strategi coping yang biasanya digunakan oleh

individu, yaitu coping yang berfokus pada permasalahan (problem focused

coping) dan coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping).

Bila individu merasa mampu menghadapi dan mengatasi situasi, maka

kecenderungannya menggunakan problem focused coping, yaitu

penyelesaian pada pokok permasalahan. Sedangkan bila individu merasa

tidak mampu mengatasi masalah maka kecenderungannya menggunakan

emotion focused coping, yaitu untuk mengatur respon emosi terhadap

tekanan atau stres. Menurut Carver (Hanoum, 2014), bentuk problem

focused coping meliputi beberapa indikator yaitu: perilaku aktif,

perencanaan, penekanan kegiatan lain, penundaan perilaku, mencari

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

38

dukungan sosial berupa bantuan. Sedangkan bentuk emotion focused

coping terdiri atas beberapa indikator yaitu: mencari dukungan emosional,

mencari makna positif, pengingkaran, penerimaan, kembali kepada agama.

Pemilihan strategi coping tidak didasarkan pada alasan karena

adanya opini umum yang menyatakan bahwa strategi coping yang satu

lebih baik dari strategi coping yang lain. Melainkan karena strategi coping

tertentu dirasakan lebih sesuai dengan diri individu yang bersangkutan dan

memberikan hasil yang lebih baik bagi individu tersebut dibandingkan

dengan strategi coping lainnya (Hanoum, 2014). Mu’tadin (2002),

menyebutkan bahwa strategi coping dipengaruhi oleh berbagai faktor di

antaranya adalah kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan positif,

keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dukungan sosial

dan dukungan material. Begitupula Folkman dan Lazarus (Primadi &

Lasmono, 2003), mengatakan bahwa strategi coping dipengaruhi oleh

faktor internal (faktor individual) meliputi perkembangan usia, status

sosial ekonomi, kesehatan mental, keterampilan memecahkan masalah;

dan faktor eksternal (konteks lingkungan) meliputi tingkat masalah yang

dihadapi, sistem budaya dan dukungan sosial. Yendrawati (2007),

mengatakan bahwa faktor yang mendorong seseorang untuk bekerja

adalah memenuhi kebutuhan ekonomi. Hal ini wajar karena secara

ekonomi seseorang dituntut untuk memenuhi kebutuhan yang beragam

mulai dari kebutuhan primer, kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

39

Kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan tersebut juga beragam

karena kemampuan finansial yang berbeda.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi

coping pada penyandang tunanetra yang bekerja adalah cara yang

dilakukan oleh individu dalam menghadapi dan mengatasi kondisi atau

situasi penuh tekanan baik fisik maupun psikis akibat dari keterbatasan

penglihatan yang dimilikinya, dalam rangka mencari solusi untuk

pemecahan masalah-masalah dalam hidupnya terutama masalah ekonomi.

D. Pertanyaan Penelitian

1. Central Questions

“Bagaimanakah gambaran strategi coping pada penyandang tunanetra

yang bekerja?”

2. Sub Questions

a. Problem Focused Coping

- Apa yang dilakukan subjek dalam rangka menyelesaikan

masalahnya?

- Ketika subjek mempunyai masalah, apakah subjek melakukan

perencanaan guna mengatasi masalahnya?

- Dalam rangka menghadapi masalah, apakah subjek mengurangi

kegiatan lain untuk fokus pada masalah yang dihadapi?

- Bagaimana cara subjek mengendalikan diri ketika menghadapi

masalah, sampai mengetahui saat yang tepat untuk bertindak?

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Copingeprints.mercubuana-yogya.ac.id/4293/3/BAB II.pdf12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Menurut Lazarus

40

- Bagaimana usaha subjek memperoleh bantuan dari orang yang

tepat untuk menyelesaikan masalahnya?

b. Emotion Focused Coping

- Siapa saja yang mendukung subjek dalam berbagai hal? Seperti apa

bentuk dukungan yang diberikan?

- Apakah subjek menceritakan masalahnya kepada orang lain guna

meminta pertimbangan?

- Bagaimana subjek memaknai setiap permasalahan yang dihadapi?

- Apakah subjek berusaha untuk merasa seolah-olah tidak

mempunyai masalah saat sedang mengalami masalah?

- Bagaimana subjek menerima kenyataan-kenyataan yang terjadi

dalam hidupnya, meskipun sesuatu itu berat baginya?

- Apakah agama dapat menjadi solusi bagi subjek untuk

menyelesaikan masalahnya?