BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum 1...
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perlindungan Hukum
1. Perngertian Hukum
Menurut leon Duguit hukum ialah aturan tingkah lamu para
anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat
tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari
kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan reaksi
bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran tersebut.4
Sedangakan menurut, Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto
menyatakan bahwa, hukum ialah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan
masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan
diambilnya tindakan yaitu dengan hukuman tertentu. Phillip. S. James,
menyatakan bahwa: Law is body of rule for the guidance of human
conduct which are imposed upon, and enforced among the members of
a given state.5
Mahmud MD, menyatakan bahwa: hukum adalah produk politik
maka tampaklah fakta didepan kita bahwa begitu politik berubah
hukum juga berubah, politik yang demokratis akan melahirkan hukum
4 Kansil. 1986. Pengantar Ilmu Hukun dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka 5 ibid
13
yang responsif sedangkan politik yang otoriter akan melahirkan hukum
yang ortodoks. Selanjutnya menurut Mahfud MD, menyatakan bahwa
hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk
dilaksanakan untuk mencapai tujuan, dasar, dan cita hukum suatu
Negara. Dalam konteks ini hukum nasional Indonesia adalah kesatuan
hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibangun untuk
mencapai tujuan Negara yang bersumber pada pembukaan dan pasal-
pasal UUD 1945.6
Dari penjelasan yang telah dikemukakan maka dapat diambil
sebuah kesimpulan yaitu hukum adalah seperangkan peraturan
peraturan yang mengatur tingkah laku manusia yang dibuat oleh
lembaga-lembaga yang resmi demi menjadikan manusia yang beradap,
selain itu hukum juga memberikan sanksi terhadap siapa saja yang
melanggar aturan yang sudah disepakati bersama tanpa terkecuali.
2. Perlindungan Hukum
Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang dibetikan oleh hukum. Senada dengan
philipus M. Hadjo, berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah
perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-
6 Mahfud MD. 2012. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali Pers.
14
hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan
ketentuan hukum dari kesewenangan.7
Menurut Kansil, berpendapat perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak
hukum untuk memberikan rasa aman, baik pikiran maupun fisik dari
gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. Lebih lanjut
Sutiono, menyatakan bahwa: perlindungan hukum adalah tindakan
atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-
wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk
mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan
manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia. 8
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 adalah segala
upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban
yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial,
kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara
maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Sedangkan perlindungan
yang tertuang dalam PP No.2 Tahun 2002 adalah suatu bentuk
pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau
aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun
mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan
kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap
7ibid.
8 Setiono. 2004. Rule of law Supremasi hukum. Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program
Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.
15
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang
pengadilan.9
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada
subjek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif
maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis.
B. Pengertian Justice Collaborator
1. Pengertian Saksi dan justice collaborator
Dalam KUHAP pasal 1 ayat 26 saksi adalah orang yang dapat
memberi keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan
peradilan tentang sesuatu perkara pidana yang dia dengar sendiri,dia
lihat sendiri dan dia alami sendiri. Syarat menjadi saksi:
a. Sehat jiwa dan batinya (tidak gila)
b. Baliq (dewasa)
c. Berani di sumpah sesuai dengan agama masing masing
d. Melihat,mendengar dan mengalami perkara pidana tersebut
Kewajibannya saksi dapat dilihat dalam pasal 1 ayat 26 adalah
memberikan keterangan dengan sejujur-jujurnya10
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia saksi adalah orang yang melihat
dan mengetahui sendiri suatu peristiwa, atau orang yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu
9 http://prasko17.blogspot.co.id/definisi-pengertian-perlindungan-hukum.html akses 15-06-
2017 10 KUHAP (kitap undang-undang hukum acara pidana)
16
pidana yang didengarnya, dilihat, atau dialaminya sendiri. Pengertian saksi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban diatur dalam Pasal 1 angka 1 yaitu :
Saksi yaitu orang yang memberikan keterangan guna kepentingan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pengadilan tentang hal-hal yang ia
dengar sendiri, ia alami sendiri atau ia ketahui yang berkenan dengan suatu tindak
pidana.11
Terkait dengan perlindungan saksi dan korban, satu hal prinsipil yang harus
diperhatikan bahwa konstitusi kita telah menegaskan bahwa setiap aturan yang akan
diberlakukan harus sesuai dengan hukum yang berlaku karena seperti disebutkan
dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 bahwa : Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Sejalan dengan itu dalam Pasal 28 huruf g UUD 1945 konstitusi negara kita
juga telah mengamanatkan pentingnya perlindungan saksi dan korban ini seperti
yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya,
serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
b. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
dari negara lain.
11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
17
Perlindungan hak seorang saksi menurut Undang–Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika, dan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Ketentuan mengenai perlindungan saksi dalam undang-undang Psikotropika
diatur dalam Pasal 54 yaitu :
1. Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan
serta dalam membantu mewujudkan upaya pencegahan penyalahgunaan
psikotropika sesuai dengan undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
2. Masyarakat wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang bila
mengetahui tentang psikotropika yang disalahgunakan dan/atau dimiliki
secara tidak sah.
3. Pelapor sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 perlu mendapatkan
jaminan keamanan dan perlindungan dari pihak yang berwenang.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan peraturan pemerintah.12
Ketentuan mengenai perlindungan saksi dalam undang-undang Narkotika
diatur dalam Pasal 57 yaitu :
1. Masyarakat memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan
serta dalam membantu upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
12 Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
18
2. Masyarakat wajib melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila
mengetahui penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
3. Pemerintah wajib memberikan jaminan keamanan dan perlindungan
kepada pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat 2.13
Kemudian lebih lanjut dijelaskan mengenai pemberian jaminan keamanan
dalam Pasal 59 yaitu ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat,
jaminan keamanan dan perlindungan, syarat dan tata cara pemberian penghargaan
ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Penjelasan pada kedua undang-undang
diatas yang dimaksud dengan pelapor adalah masyarakat yang melihat, mendengar
atau mengetahui adanya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dan kemudian
melaporkan kepada penegak hukum.
Hak-hak seorang Saksi juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam
undang-undang ini memberikan pengaturan yang lebih luas tentang saksi, saksi
pelaku, korban dan pelapor dalam tindak pidana.
Adapun ketentuan tentang perlindungan diatur dalam Pasal 5 sampai dengan
Pasal 10 sebagai berikut :
Pasal 5 ayat 1 : Saksi dan korban berhak :
13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
19
a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan
harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan
kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan
c. Memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. Mendapat penerjemah.
e. Bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus
g. Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
h. Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;
i. Identitasnya dirahasiakan ;
j. Mendapat identitas baru
k. Mendapatkan tempat kediaman sementara
l. Mendapat tempat kediaman baru
m. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan
kebutuan
n. Mendapat penasihat hukum; dan/atau
o. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu
perlindungan berakhir.
p. Mendapat pendampingan.14
14 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
20
Pasal 10 A :
a. Saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses
pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.
b. Penanganan secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa
Pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana
antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau
narapidana yang diungkap tindak pidananya;
Pemisahan pemberkasan antara berkas perkara saksi pelaku
dengan berkas tersangka dan terdakwa dalam proses penyidikan,
dan penuntutan atas tindak pidana yang diungkapnya, dan/atau ;
Pemberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan
langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.
Penghargaan atas kesaksian sebagaimana dimaksud dalam ayat
1, berupa : a. keringanan penjatuhan pidana ; atau
b. pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak terpidana
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
bagi saksi pelaku yang berstatus narapidana.15
Namun seiring perkembangan zaman keadaan yang mana seorang saksi
pula dapat menjadi tersangka atau terdakwa dalam suatu perkara pidana, dalam
praktik dimungkinkan dan sering dikenal dengan istilah saksi Justice Collaborator.
Perbedaan saksi terdakwa dengan saksi terpidana dimana saksi tersangka
merupakan saksi yang saat itu masih menjalani proses persidangan dan masih
15 ibid
21
belum diputus atas kesalahannya oleh hakim sedangkan saksi terpidana merupan
saksi yang sudah diputus oleh pengadilan dan sedang menjalani proses penahanan
atau pemidanaan didalam lembaga pemasyarakatan.
Istilah justice collaborator dalam masyarakat umum sering dikaitkan
dengan whistle blower meskipun sama-sama melakukan kerjasama dengan aparat
penegak hukum dalam hal memberikan informasi penting terkait dengan kasus
hukum. Akan tetapi keduanya memiliki status hukum yang berbeda, whistle blower
dapat diterjemahkan sebagai saksi pelapor, sedangkan justice collaborator dapat
diterjemahkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama dengan aparat penegak
hukum.
Istilah ini yang harus diluruskan terlebih dahulu, karena antara justice
collaborator dan whistle blower memiliki status hukum yang berbeda, sehingga
keduanya tidak dapat disamakan. Istilah whistle blower dan justice collaborator
kini kerap muncul dalam kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi, istilah keduanya dikutip dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
Nomor 4 Tahun 2011 tentang perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle
blower) dan saksi pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator) didalam tindak
pidana tertentu.
Istilah justice collaborator berasal dari bahasa Inggris yang diadopsi dari
Amerika yang tidak ditemui dalam KUHAP, namun istilah tersebut sudah dipakai
pada praktik hukum Indonesia dengan menggunakan istilah saksi mahkota. Namun,
saksi mahkota memiliki perbedaan dengan saksi dalam definisi yang dimaksud
dalam Pasal 1 angka 26 KUHAP mengenai definisi saksi sendiri, penulis mengutip
22
alasan pemohon kasasi (kejaksaan) dalam Putusan Mahkamah Agung No.
2437K/Pid.Sus/2011 yang menyebutkan bahwa: “Walaupun tidak diberikan suatu
definisi otentik dalam KUHAP mengenai saksi mahkota (kroongetuide), namun
berdasarkan perspektif empirik maka saksi mahkota didefinisikan sebagai Saksi
yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka atau terdakwa lainnya yang
bersama-sama melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada Saksi
tersebut diberikan mahkota.
Adapun mahkota yang diberikan kepada Saksi yang berstatus terdakwa
tersebut adalah dalam bentuk ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau
diberikannya suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya dilimpahkan ke
Pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang pernah dilakukan. Menurut Loebby
Loqman dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Saksi mahkota adalah kesaksian
sesama Terdakwa, yang biasanya terjadi dalam peristiwa penyertaan.16
Pengertian justice collaborator menurut Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 4 Tahun 2011 adalah seseorang yang merupakan salah satu dari pelaku
tindak pidana, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam
kejahatan tersebut, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses
peradilan yang sangat signifikan sehingga dapat mengungkap tindak pidana
dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran
yang lebih besar dan mengembalikan aset-aset/hasil suatu tindak pidana.
16 Ilman Hadi. 2012.Defenisi Saksi
Mahkota.http://www.hukumonline.com/klinik/detail//definisi-saksi-mahkota. Diaksespada tanggal
12 Maret 2017.
23
Justice collaborator adalah pelaku yang bekerjasama yaitu orang baik
dalam status saksi, pelapor atau informan yang memberikan bantuan kepada
penegak hukum misalnya dalam bentuk pemberian informasi penting, bukti-bukti
yang kuat atau keterangan/kesaksian di bawah sumpah, yang dapat mengungkap
suatu tindak pidana, di mana orang tersebut terlibat di dalam tindak pidana yang
dilaporkannya tersebut atau bahkan suatu tindak pidana lainnya. 17
Istilah justice collaborator dapat disebut juga sebagai pembocor rahasia
atau peniup pluit yang mau bekerjasama dengan aparat penegak hukum atau
partisipant whistle blower. Si pembocor rahasia haruslah orang yang ada didalam
organisasi yang dapat saja terlibat atau tidak terlibat didalam tindak pidana yang
dilaporkan itu.18
Didalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 13Tahun 2003 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
sama sekali tidak disebutkan kata –kata whistle blower dan Justice collaborator.
Akan tetapi berdasarkan pengertian kedua istilah tersebut maka ditemukan
kemiripan dengan pengertian pelapor (whistle blower) dan saksi pelaku (justice
collaborator).19
Dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Pasal 1 angka 4 yang dimaksud dengan pelapor atau istilah lainnya whistle blower
17 Satgas Pemberantasan Mafia Hukum,2011,Perlindungan Terhadap Pelaku
YangBekerjasama (JusticeCollaborator): Usulan Dalam Rangka Revisi UU Perlindungan
Saksi danKorban,Jakarta: Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, Hlm 3. 18 Firman Wijaya,2012,Whistle Blower danJustice Collaborator Dalam Perspektif
Hukum, Jakarta: Pelaku, hlm,11. 19 Firman Wijaya.Op. Cit.Hlm, 14.
24
adalah orang yang memberikan laporan informasi, atau keterangan kepada penegak
hukum mengenai tindak pidana yang akan,sedang, atau telah terjadi. Selanjutnya
dalam Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan saksi pelaku atau istilah lainnya
justice collaborator disebutkan saksi pelaku adalah tersangka, terdakwa, atau
terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu
tindak pidana dalam kasus yang sama.20
C. Tinjauan Umum tentang Lemabaga Permasayarakatan.
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat Lapas) adalah tempat untuk
melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di
Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut
dengan istilah penjara.Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis
di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia (dahulu Departemen Kehakiman).
Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan,
maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum
ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. Pegawai negeri sipil yang menangani
pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut Petugas
Pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal dengan istilah sipir penjara, peraturan
mengenai lapas sendiri diatur melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan.21
20 ibid
21 https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan akses tgl 10-04-2017
25
Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman
Sahardjo pada tahun 1962. Sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12
Tahun1995 tentang Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan itu menguatkan usaha-
usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan
pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan.
Istilah pemasyarakatan untuk pertama kali disampaikan oleh almarhum
Bapak Sahardjo, S.H. (Menteri Kehakiman pada saat itu) pada tanggal 5 juli 1963
dalam pidato penganugerahan gelat Doctor Honoris Causa oleh Universitas
Indonesia.Pemasyarakatan oleh beliau dinyatakan sebagai tujuan dari pidana
penjara. Satu tahunkemudian, pada tanggal 27 april 1964 dalam konfrensi Jawatan
Kepenjaraan yang dilaksanakan di Lembang Bandung, istilah Pemasyarakatan
dibakukan sebagai pengganti Kepenjaraan. Pemasyarakatan dalam konfrensi ini
dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan
sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk reintegrasi social
atau pulihnya kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga
Binaan.22
C.1. Tujuan Pembinaan.
Perkembangan pembinaan bagi narapidana berkaitan erat dengan tujuan
pemidanaan. Pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada awalnya
berangkat dari kentaan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan
perkembangan nilai dan hakekat hidup yang tumbuh di masyarakat. Bagaimanapun
22 https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan akses tgl 10-04-2017
26
narapidana juga manusia yang masih memiliki potensi yang dapat dikembangkan
ke arah perkembangan yang positif, yang mampu merubah sekarang untuk menjadi
lebih produktif, untuk menjadi lebih baik dari sebelum menjalani pidana.Tujuan
perlakuan terhadap narapidana di Indonesia mulai tampak sejak tahun 1964 setelah
Sahardjo mengemukakan dalam konfrensi kepenjaraan di Lembang, bahwa tujuan
pemidanaan adalah pemasyarakatan, jadi mereka yang jadi narapidana bukan lagi
dibuat jera tetapi dibina untuk kemudian dimasyarakatkan kembali. Tujuan
pembinaan adalah pemasyarakatan, dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu :
1. Setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi melakukan
tindak pidana.
2. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam
membangun bangsa dan negaranya.
3. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa dan
mendapatkan kebahagian didunia maupun akhirat.
Sedangkan berdasarkan Konperensi Dinas Direktorat
Pemasyarakatan yang pertama di Lembang (Bandung) pada tanggal 27
April 1964, dirumuskan lebih lanjut tentang maksud dan tujuan pidana
penjara sebagai berikut ini :
a. Orang yang tersesat diayomi juga, dengan memberikan kepaanya
bekal hidup sebagai warga yang baik dan berguna dalam masyarakat.
yakni masyarakat Indonesia yang menuju tata masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan pancasila. Bekal hidup tidak hanya berupa
finansial dan materiil, tetapi yang lebih penting adalah mental, fisik,
27
keahlian, ketrampilan hingga orang mempunyai kemauan dan
kemampuan yang potensial dan efektif untuk menjadi warga negara
yang baik, tidak melanggar hukum agi dan berguna dalam
pembangunan negara.
b. Menjatuhi pidana bukan tindakan balas denam dari negara. Terhadap
narapidana tidak boleh ada penyiksaan baik berupa tindakan,
ucapan, cara perawatan ataupun penempatan. Satu-satunya derita
hanya dihilangkannya kemerdekaan.
c. Tobat tidak dapat dcapai dengan penyiksaan, melainkan dengan
bimbingan kepada narapidana harus ditanamkan pengertian
mengenai norma-norma hidup dan kehidupan, serta diberi
kesempatan untuk merenungkan perbuatannya yang lampau.
Narapiana dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial
untuk menumbuhkan rasa social dalam kehidupan bermasyarakat.23
C.2. Pengertian Narapidana.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum (UU No.12 Tahun
1995). Narapidana yang diterima atau masuk kedalam Lembaga Pemasyarakatan
maupun Rumah Tahanan Negara wajib dilapor yang prosesnya meliputi: Pencatatan
yang terdiri atas:
23 A di Sujatno, Pencerahan Dibalik Penjara dari Sangkar Menuju Sanggar Untuk Menjadi
Manusia Mandiri, Teraju, Jakarta, 2008, hlm 123.
28
1. Putusan pengadilan
2. Jati diri
3. Barang dan uang yang dibawa
4. Pemeriksaan kesehatan
5. Pembuatan pasphoto
6. Pengambilan sidik jari
7. Pembuatan berita acara serah terima terpidana
Pidana yang sering kita kenal dengan hukuman yang berupa sanksi yang
sangat berat karena berlakunya dapat dipaksakan secara langsung kepada setiap
pelanggar hukum. adapun macam-macam hukuman yang berlaku sekarang ini yaitu
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang terdapat dalam pasal 10 yaitu :
Pidana pokok terdiri dari :
1. Pidana penjara
2. Pidana kurungan
3. Pidana denda
Pidana Tambahan terdiri dari :
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim.24
24 Poerwo Darminto WJI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1984 Hlm
215
29
Tujuan adanya hukuman ini timbul karena adanya pandangan yang
beranggapan bahwa orang yang melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan
yang telah ditetapkan serta merugikan masyarakat dianggap sebagai musuh dan
sudah sepantasnya mereka dijatuhkan hukuman yang setimpal dengan
perbuatannya. Dalam usaha untuk melindungi masyarakat dari gangguan yang
ditimbulkan oleh pelanggar hukum, maka diambil tindakan yang paling baik dan
yang berlaku hingga sekarang yaitu dengan menghilangkan kemerdekaan bergerak
si pelanggar hukum tersebut berdasarkan keputusan hakim. 25
Mereka yang diputuskan pidana penjara dan pidana kurungan berdasarkan
vonis dari hakim itulah dinamakan narapidana. Jadi rumusan diatas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksudkan narapidana adalah setiap individu yang telah
melakukan pelanggaran hukum hukum yang berlaku dan kemudian diajukan ke
pengadilan dijatuhi vonis pidana penjara dan kurungan oleh hakim, yang
selanjutnya ditempatkan oleh Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani masa
hukumannya.
C.3. Hak-Hak Narapidana.
Sistem pemasyarakatan disamping bertujuan mengembalikan warga binaan
pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk melindungi
masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan
pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tidak terpisahkan dari
nila-nilai yang terkandung didalam Pancasila. Menurut prinsip-prinsip untuk
25 ibid
30
perlindungan semua orang yang berada di bentuk apapun atau pemenjaraan (body
of principle for the protection of all persons under any form detention of
imprisonment) yang dikeluarkan oleh majelis umum PBB pada tnaggal 9 desember
1988 dengan resolusi 43/173, tidak boleh ada pembatasan atau pelanggaran
terhadap setiap hak-hak asasi manusia dari orang-orang yang berada dibawah
bentuk penahanan atau pemenjaraan, penangkapan, penahanan atau pemenjaraan
harus dilakukan dengan cara yang manusiawi dan dengan menghormati martabat
pribadi manusia yang melekat. Tidak seorang pun yang berada dibawah bentuk
penahanan atau pemenjaraan apapun dapat dijadikan sasaran penganiayaan atau
perlakuan kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan. 26
Seseorang yang ditahan harus berhak mendapat bantuan penasihat hukum.
Seorang yang ditahan atau dipenjara berhak dikunjungi oleh dan surat-menyurat
terutama dengan para anggota keluarganya, dan diberi kesempatan yang memadai
untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Di Indonesia ketentuan yang mengatur
tentang hak-hak warga binaan diatur dalam Pasal 14 ayat 1 nomor 12 tahun 1995
tentang pemasyarakatan yang isinya:
1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
2. Mendapatkan perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani
3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
5. Menyampaikan keluhan
26 http://www.hukumonline.com/klinik/detail /ini-hak-tahanan-dan-narapidana-yang-tak-
boleh-ditelantarkan akses 13/06/2017
31
6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang
tidak dilarang Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
7. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu
lainnya
8. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
9. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga
10. Mendapatkan pembebasan bersyarat
11. Mendapatkan cuti menjelang bebas
12. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.27
Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga binaan yaitu bahwa setiap
narapida wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan
agama dan kepercayaannya. Kewajiban warga binaan ditetapkan pada Undang-
undang tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:
1. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan
kegiatantertentu.
2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
C.4. Pola Pembinaan Pemasyarakatan.
Pola pembinaan narapidana merupakan suatu cara perlakuan terhadap
narapidana yang dikehendaki oleh sistem pemasyarakatan dalam usaha mencapai
27 Undang-undang No. 12 tahun 1995
32
tujuan, yaitu agar sekembalinya narapidana dapat berperilaku sebagai anggota
masyarakat yang baik dan berguna bagi dirinya, masyarakat serta negara. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pembinaan narapidana juga mempunyai arti
memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit
menjadi seseorang yang baik. Maka yang perlu dibina adalah pribadi dan budi
pekerti narapidana agar membangkitkan kembali rasa percaya dirinya dan dapat
mengembangkan fungsi sosialnya dengan rasa tanggung jawab untuk
menyesuaikan diri dalam masyarakat. Jadi pembinaan sangat memerlukan
dukungan dan keikutsertaan dari masyarakat. Bantuan tersebut dapat dilihat dari
sikap positif masyarakat untuk menerima mereka kembali di masyarakat.
Berdasarkan UU No.12 tahun 1995 pembinaan narapidanadengan sistem:
a. Pengayoman
Pengayoman adalah perilaku terhadap warga binaan pemasyrakatan dalam
rangka melingdungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana
oleh warga binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidupnya kepada
warga binaan pemasyarakatan, agar menjadi warga yang berguna di
masyarakat.
b. Persamaan Perlakuan dan Pelayanan
Persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan
pelayanan yang sama kepada warga binaan pemasyarakatan tanpa membeda-
bedakan orang.
c. Pendidikan
33
Pendidikan adalah bahwa penyelenggara pendidikan dan bimbingan
dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa
kekeluargaan, keterampilan,pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk
menunaikan ibadah.
d. Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia
Penghormatan harkat dan martabat manusia adalah bahwa sebagai orang yang
tersesat warga binaan pemasyarakatan harus tetap diperlukan sebagai
manusia.
e. Kehilangan Kemerdekaan
Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan adalah warga
binaan pemasyarakatan harus berada didalam Lembaga Pemasyarakatan
untuk jangka waktu tertentu, sehingga mempunyai kesempatan penuh untuk
memperbaikinya. Selama di Lembaga Pemasyarakatan (warga binaan tetap
memperoleh hak-hakny yang lain seperti layaknya manusia, dengan kata lain
hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan,
kesehatan, makan,
minum, pakaian, tempat tidur, latihan, olah raga, atau rekreasi).
f. Terjaminnya Hak Untuk Tetap Berhubungan Dengan Keluarga atau Orang
tertentu.
Terjaminnya hak unutk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang
tertentu adalah bahwa warga binaan pemasyarakatan berada di Lembaga
Pemasyarakatan, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan kepada
masyarakat dan tidak boleh diasingkan oleh masyarakat, antara lain
34
berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam
Lembaga Pemasyarakatn dari anggota masyarakat yang bebas, dalam
kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti
mengunjungi keluarga.28
D. Penelitian Terdahulu
Di berbagai negara, bentuk perlindungan hukum terhadap justice
collaborator dan westleblower berbeda-beda, perlindugan hukum terhadap
justice collaborator pertama kali dikenal di itali, pada waktu itu seorang
anggota mafia itali joseph valachi bersaksi atas kejahatan yang diperbuat
kelompok nya, lalu menyusul dengan amerika dan australia dengan
perlindungan hukumnya. sementara di indonesia pengaturan mengenai
tindak tanduk seorang justice collaborator maupun westleblower baru
diatur dalam peraturan bersama aparat penegak hukum serta surat edaran
mahkamah agung. Dalam memberikan kesaksian pada umumnya justice
collaborator termotifasi oleh pengurangan masa tahanan ataupun dari
hatinya memang niat ingin bertobat. namun juga dalam kesaksian terkadang
seorang justice collaborator diganggu atau dihalangi oleh teman sesamanya
yang melakukan suatu kejahatan, dan hal inilah yang perlu diatur oleh tiap-
tiap negara didunia agar pembongkaran suatu perkara kejahatan dapat
berjalan maksimal.
28 Petrus iwan panjaitan dan pandapotan.1995.lembaga pemasyarakatan dalam perspektif
sistem peradiln pidana. Jakarta. PT.Midas Surya Grafindo
35
Dalam menyikapi tentang perkara korupsi negaranegara didunia
telah menyikapinya dengan berbagai aturan sehingga dapat menimbulkan
efek jera bagi pelaku kejahatan tersebut, juga mengenai aturan mengenai
westleblower dan justice collaborator telah mereka masukkan dalam
undang-undang negara mereka. Namun kalau di indonesia aturan mengenai
saksi pelaku dan pelapor baru diatur dalam surat edaran mahkamah agung
2011 dan peraturan bersama aparat penegak hukum dan LPSK. Sudah
sepatutnya aturan mengenai perlindungan bagi saksi pelapor dan saksi
pelaku yang bekerjasama dimasukkan dalam undang-undang negara kita,
sehingga mental berani dari para saksi itu dapat berlanjut.29
Pengaturan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator)
Di Amerika Serikat, Jerman Dan Belanda. Hal ini dilatarbelakangi oleh
lemahnya perlindungan para Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice
Collaborator) di Indonesia. Sehingga penulis inginmelakukan kajian
yuridis dan perbandingan di Negara yang memiliki sistem hukum peradilan
tindak pidana yang sudah baik. Dalam hal ini penulis melakukan studi
perbandingan di Negara Amerika Serikat, Jerman dan Belanda. Hal ini
dilakukan untuk menemukan suatu konsep yang dapat dimasukkan ke dalam
sistem hukum pidana di Indonesia. Sehingga diharapkan tercipta suatu
bentuk perlindungan yang baik kepada para Saksi Pelaku yang Bekerjasama
(Justice Collaborator) yang pada akhirnya dapat menjadi suatu langkah
29 River Yohanes Manalu.2015.justice collaborator dalam tindak pidana
korupsi.skripsi
36
yang baik untuk memberikan kesempatan dalam membongkar kejahatan
yang serius dan terorganisir di masa yang akan datang.30
30 M. Ali Murtadho.2013. Pengaturan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator)
Di Amerika Serikat, Jerman Dan Belanda. Hal ini dilatarbelakangi oleh lemahnya perlindungan
para Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di Indonesia. skripsi
37