BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanfaatan Pelayanan ...repositori.unsil.ac.id/834/6/12. BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemanfaatan Pelayanan ...repositori.unsil.ac.id/834/6/12. BAB...
-
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
1. Definisi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan fasilitas
pelayanan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap,
kunjungan rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain
dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada
ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat,
dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta
bermutu (Azwar, A., 2010).
Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan
perorangan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat
(Perpres No.71 Tahun 2013). Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) wajib memberikan
pelayanan primer yang komprehensif sebagai gate keeper dengan
kualitas pelayanan kesehatan menjadi prioritas (Davi, M., 2016).
Menurut Lavey dan Loomba (1973) yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit
-
9
serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat (Davi, M., 2016).
Pelayanan kesehatan masyarakat (public health service) adalah
bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah untuk
meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan sasaran
utamanya adalah mayarakat. Pelayanan kesehatan masyarakat ditandai
dengan cara pengorganisasian yang umumnya dilakukan secara
bersam-sama dalam suatu organisasi (Davi, M., 2016). Pelayanan
kesehatan harus meiliki syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud
adalah :
a. Tersedia dan Berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik
adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat
(available) serta bersifat berkesinambungan (continuous). Artinya
semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya di
masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
b. Dapat Diterima dan Wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat
wajar (appropriate), artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan
kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu
pelayanan kesehatan yang baik.
-
10
c. Mudah Dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah
yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian
ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi.
Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan
yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi
sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di
daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah
pedesaan, bukan pelayanan kesehatan yang baik.
d. Mudah Dijangkau
Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik
adalah yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat.
Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan yaitu dari sudut
biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan seperti ini harus dapat
diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
mahal dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang baik.
e. Bermutu
Pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu
(quality). Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang
menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para
pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara
-
11
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang
telah ditetapkan.
2. Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta JKN
Berdasarkan kepesertaan JKN sesuai dengan peta jalan
(roadmap) menuju jaminan kesehatan semesta atau Universal Health
Coverage (UHC) di tahun 2019, bahwa pada tahap awal kepesertaan
JKN. Selama masih ditetapkan sebagai peserta maka masih berhak
mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan dalam JKN (PMK No.28
Tahun 2014). Dalam Perpres No.71 Tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada JKN menjelaskan macam-macam jenis pelayanan
kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu :
a. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan
Pelayanan Kesehatan rawat jalan tingkat pertama adalah
pelayanan kesehatan perseorangan yang bersifat non spesialistik
yang dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk
kepentingan observasi, diagnosis, pengobatan, dan atau pelayanan
kesehatan lainya.
b. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap
Pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama adalah
pelayanan kesehatan perseorangan yang bersifat non spesialistik
dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama untuk
keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan atau
pelayanan medis lainnya, dimana peserta dan atau anggota
keluarganya dirawat inap paling singkat satu hari.
-
12
Fasilitas kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan
kesehatan non spesialistik yang meliputi :
1) Administrasi Kesehatan
2) Pelayanan promotif dan preventif
3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
4) Tindakan medis non spesialistik, baik operatif dan non operatif
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
6) Tranfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
7) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama
8) Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis
3. Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor determinan dalam penggunaan pelayanan kesehatan
didasarkan pada beberapa katagori antara kependudukan, struktur
sosial, psikologi sosial, sumber daya keluarga, sumber daya masyarakat,
organisasi dan model-model sIstem kesehatan. Anderson (1973)
menggambarkan model sistem kesehatan (health model system) yang
berupa model kepercayaan kesehatan.
Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika
memilih dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, diantaranya :
a. Teori Andersen/ Health System Model
Menurut teori Anderson dalam Muzaham (1995), ada tiga faktor
yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan yaitu :
1) Mudahnya menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
(karakteristik predisposisi)
-
13
2) Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan
kesehatan yang ada (karakteristik pendukung)
3) Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan)
Predisposing Enabling Need Health Service Use
Gambar 2.1 Ilustrasi Model Anderson
b. Model Kepercayaan Kesehatan / Health Belief Model
HBM telah berkembang di tahun 1950 oleh para ahli psikologi
sosial. Berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan
dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan
dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Glanz,
2002).
Ada 5 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati
penyakitnya :
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar
seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya,
ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut.
2. Keparahan yang dirasakan (perceived seriousness)
Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan
penyakit dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang
dirasakan misalnya dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau
kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak terhadap
pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial.
-
14
3. Keuntungan yang dirasakan (perceived benefits)
Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat
disebabkan karena keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi penyakit. Faktor lainnya termasuk yang tidak
berhubungan dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat
menghemat uang.
4. Hambatan yang dirasakan (perceived barriers)
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit
akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya
manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan atau
hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan tindakan
tersebut.
5. Isyarat atau tanda-tanda untuk bertindak (cues to action)
Cues to action adalah mempercepat tindakan yang membuat
seseorang merasa butuh mengambil tindakan atau melakukan tindakan
nyata untuk melakukan perilaku sehat. Cues to action juga berarti
dukungan atau dorongan dari ligkungan terhadap individu yang
melakukan perilaku sehat. Saran dokter atau rekomendasi telah
ditemukan juga bisa menjadi cues to action untuk bertindak dalam
konteks memeriksakan penyakit.
6. Keyakinan akan diri sendiri (self efficacy)
Kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam
pengambilan tindakan (Glanz, 2002).
-
15
Terdapat tiga kategori utama dalam pelayanan kesehatan yakni
karakteristik predisposisi, karakteristik pendukung dan karakteristik
kebutuhan (Davi, M., 2016).
a. Karakteristik predisposisi (predisposising characteristics)
Kecenderungan individu untuk mempergunakan pelayanan kesehatan
ditentukan oleh serangkaian variabel-variabel karena adanya ciri-ciri
individu yang digolongkan dalam 3 kelompok :
1) Ciri-ciri demografi:
a) Umur
Menurut Green (2008), umur merupakan salah satu
karakteristik individu yang dapat mempermudah atau
mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Melalui
perjalanan umurnya semakin dewasa, seseorang akan
melakukan adaptasi perilaku hidupnya terhadap lingkungannya
disamping secara alamiah, juga berkembang perilaku yang
sifatnya naluriah. Sedangkan menurut Elizabeth B.Hurlock
(2004), masa dewasa dimulai dari umur 18 tahun. Pada masa
ini seseorang mengalami perubahan dalam menentukan pola
hidup baru, tanggung jawab baru dan komitmen-komitmen
yang baru termasuk menentukan memanfaatkan atau tidak
memanfaatkan pelayanan kesehatan apabila sedang sakit.
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan variabel penting karena distribusi
beberapa penyakit bervariasi menurut jenis kelamin. Alasan
lain bagi penentuan jenis kelamin adalah untuk menentukan
-
16
jenis kelamin pengambil keputusan dalam rumah tangga (F.J
Bennet, 2007). Sedangkan menurut Bar Smet (2009), wanita
lebih banyak melaporkan adanya gejala penyakit dan
berkonsultasi dengan dokter lebih sering dari pada laki-laki.
2) Struktur Sosial
a) Tingkat Pendidikan
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses
perubahan tingkah laku. Pendidikan didefinisikan sebagai
tingkat pendidikan formal tertinggi yang dicapai dan ditunjukkan
dengan bukti ijasah. Berdasarkan undang-undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu pendidikan rendah
(meliputi : tidak sekolah, tamat SD/MI/MTS), pendidikan
menengah (meliputi : tamat SMA/MA/SMK), pendidikan tinggi
(meliputi : tamat Diploma/sarjana/magister/spesialis).
Tingkat pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan yang formal, melalui tingkat pendidikan berpengaruh
terhaap kesadaran individu dalam melakukan tindakan
perencanaan dan pengendalian untuk mengatasi resiko yang
akan timbul dalam kehidupan. Pendidikan mempengaruhi
persepsi risiko dan persepsi terhadap besarnya kerugian
(Handayani dkk, 2013). Semakin tinggi tingkat pendidikan,
semakin bertambah pengetahuan mengenai informasi jaminan
-
17
kesehatan dan kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan.
Ketika seseorang memiliki tingkat pendidikan tinggi maka dapat
lebih memahami dan mengetahui manfaat serta kebutuhan
yang dianggap penting seperti kebutuhan akan pelayanan
kesehatan yang dapat dijamin dengan cara membayar iuran
jaminan kesehatan sehingga tingkat keinginan seseorang
dalam membayar iuran tersebut akan semakin meningkat.
b) Pekerjaan
Masyarakat yang berpenghasilan rendah dan berpendidikan
formal rendah yang menimbulkan sikap masa bodoh dan
pengingkaran serta rasa takut yang tidak mendasar.
3) Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan
kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
a) Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan
karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi
penyakit, dan mempunyai perbedaan pola penggunaan
pelayanan kesehatan.
b) Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial,
mempunyai perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai
perbedaan penggunaan pelayanan kesehatan.
c) Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan
kesehatan.
b. Karakteristik Pendukung (Enabling Characterictic)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai
predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tak akan
-
18
bertindak untuk menggunakannya, kecuali bila mampu
menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada
tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar meliputi:
1) Sumber daya keluarga, seperti penghasilan, asuransi,
kemampuan membeli jasa pelayanan.
Dalam model ini variabel bebas yang dipakai adalah
pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai
anggota keluarga dan pihak yang membiayai pelayanan
kesehatan keluarga. Karakteristik ini untuk mengukur
kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh
pelayanan kesehatan. Model sumber keluarga menekankan
kesanggupan untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi
anggotanya. Dengan demikian model sumber keularga adalah
berdasarkan model ekonomis (Davi, M., 2016). Pelaksanaan
pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat ekonomi di
masyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang, pelayanan
kesehatan akan lebih diperhatikan dan mudah dijangkau,
demikian juga sebaliknya apabila tingkat ekonomi seseorang
rendah, maka sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan
mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan
biaya yang cukup mahal. Keadaan ekonomi ini yang akan dapat
mempengaruhi dalam system pelayanan kesehatan (Hidayat,
2007). Pendapatan merupakan ukuran yang sering digunakan
untuk melihat kondisi status sosial ekonomi pada suatu kelompok
-
19
masyarakat tertentu. Semakin baik kondisi ekonomi masyarakat
semakint tinggi persentase yang menggunakan jasa kesehatan.
2) Sumber daya masyarakat, seperti ketersedian fasilitas
kesehatan, jarak tempuh dan biaya transportasi.
Pada model ini tipe model yang digunakan adalah penyediaan
pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat,
kepercayaan dari pelayanan kesehatan yang tersedia serta
sumber-sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya
masyarakat selanjutnya adalah suplai ekonomi yang berfokus
pada ketersediaan sumber-sumber kesehatan pada masyarakat
setempat. Dengan demikian model ini memindahkan pelayanan
dari tingkat individu atau keluarga ke tingkat masyarakat (Davi,
M., 2016). Pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah
di jangkau dari sudut lokasi (Azwar, A., 2010). Aksesibilitas
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan
pelayanan kesehatan yang dinilai dari jarak, waktu tempuh, dan
ketersediaan transportasi untuk mencapai lokasi pelayanan
kesehatan (Dever, 2008). Akses untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan dibagi dalam tiga kelompok yaitu akses dekat bila
dihitung dalam radius kilometer sejauh kurang dari 1 Km, sedang
bila dihitung dalam radius kilometer sejauh 1-4 Km dan
aksesnya jauh bila dihitung dalam radius kilometer lebih dari 4
Km (Razak, 2005).
-
20
c. Karakteristik Kebutuhan (Need Characterictic)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk
mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu
dirasakan sebagai kebutuhan. Dalam kata lain kebutuhan merupakan
dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan
kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada.
Kebutuhan (need) dibagi menjadi dua katagori :
1) Penilaian individu atau perceived (subject assessment) berupa
persepsi masyarakat.
Model ini merupakan penjabaran dari model
sosiopsikologi yang berdasar pada keyataan bahwa problem
kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakat untuk
menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit
yang diselenggarakan oleh provider (Davi, M., 2016).
Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat
hubunganya dengan perilaku pencarian pengobatan. Pola pikiran
tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya
fasilitas kesehatan yang disediakan (Notoatmodjo, S., 2010).
Persepsi masyarakat yang baik akan mendorong pemanfaatan
layanan kesehatan di Puskesmas serta jika persepsi terhadap
suatu program kurang baik maka akan meningkatkan perilaku
untuk tidak memanfaatkan puskesmas (Rumengan dkk, 2015).
2) Penilaian klinik atau Evaluated (clinical diagnosis) berupa
pemeriksaan gejala dan diagnosa penyakit.
-
21
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah
pencerminan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan
kesehatan (Davi, M., 2016). Berupa :
a) Gaya praktik pengobatan
b) Sifat dari pelayanan
c) Letak dari pelayanan
d) Petugas kesehatan yang pertama kali kontak dengan pasien
Gambar 2.2
Ilustrasi Model Sistem Kesehatan Sumber : Notoatmodjo, S., Ilmu Perilaku Kesehatan 2010
B. Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
1. Pengertian Prolanis
Prolanis merupakan suatu sistem pelayanan kesehatan dan
pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegratif yang
Predisposing Enabling Need Health
Service Use
Demoghrapy Family
Resouce Preceived
Health
Beliefs
Social
Structure
Community
Resource Evaluated
-
22
melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan dalam
rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang
menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal
dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (BPJS
Kesehatan, 2014).
Tujuan Prolanis adalah mendorong peserta penyandang penyakit
kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan indikator
75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Fasilitas Kesehatan (Faskes)
memliki hasil baik pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM tipe
II dan Hipertensi sesuai panduan klinis terkait sehingga mencegah
timbulnya komplikasi penyakit (BPJS Kesehatan, 2014).
2. Bentuk Pelaksanaan
Pelaksanaan Prolanis BPJS Kesehatan meliputi :
a. Konsultasi Medis
Dilakukan dengan cara konsultasi medis antara peserta
Prolanis dengan tim medis, jadwal konsultasi disepakati bersama
antara peserta dengan faskes pengelola.
b. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
Edukasi klub Prolanis adalah kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan
mencegah timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status
kesehatan bagi peserta prolanis.
Sasaran dari metode ini yaitu, terbentuknya kelompok
peserta (Klub) Prolanis minimal 1 faskes pengelola 1 klub.
-
23
Pengelompokan diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan
peserta dan kebutuhan edukasi.
c. Reminder melalui SMS Gateway
Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk
melakukan kunjungan rutin ke faskes pengelola melalui peringatan
jadwal konsultasi ke faskes pengelola tersebut.
Sasaran dari hal ini adalah tersampaikannya reminder
jadwal konsultasi peserta ke masing-masing faskes pengelola.
d. Home Visit
Home visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah
peserta Prolanis untuk pemberian informasi atau edukasi kesehatan
diri dan lingkungan bagi peserta Prolanis dan keluarga. Sasaran
peserta Prolanis dengan kriteria :
1) Peserta baru terdaftar,
2) Peserta tidak hadir terapi di Dokter praktek perorangan/Klinik
/Puskesmas selama 3 bulan berturut-turut,
3) Peserta dengan GDP/GDPP dibawah standar 3 bulan berturut-
turut,
4) Peserta dengan tekanan darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-
turut, dan
5) Peserta pasca opname.
e. Pemantauan Status Kesehatan (Skrinning Kesehatan)
Mengontrol riwayat pemeriksaan kesehatan untuk mencegah
agar tidak terjadi komplikasi atau penyakit berlanjut (BPJS
Kesehatan, 2014).
-
24
C. Hipertensi
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri yang mengangkut
darah dari jantung dan memompa keseluruh jaringan dan organ–organ
tubuh secara terus–menerus lebih dari suatu periode (Irianto, 2014). Hal
ini terjadi bila arteriol–arteriol konstriksi. Konstriksi arteriol membuat
darah sulit mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri.
Hipertensi menambah beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut
dapat menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah (Udjianti,
2010).
Hipertensi dapat didifinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di
atas 90 mmHg (Syamsudin, 2011). Populasi manula, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90 mmHg (Smeltzer dan Bare, 2002). Hipertensi
merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, infak miokard,
diabetes dan gagal ginjal (Corwin, 2009). Hipertensi disebut juga sebagai
“pembunuh diam–diam” karena orang dengan hipertensi sering tidak
menampakan gejala, Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah
memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar
akan kondisinya. Penyakit hipertensi ini diderita, tekanan darah pasien
13 harus dipantau dengan interval teratur karena hipertensi merupakan
kondisi seumur hidup (Smeltzer dan Bare, 2002).
-
25
2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua
golongan menurut Corwin (2009), Irianto (2014), Padila (2013), Price dan
Wilson (2006), Syamsudin (2011), Udjianti (2010) :
a. Hipertensi Primer
Merupakan 90% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi
esensial yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah yang
tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik). Beberapa faktor diduga
berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial seperti berikut
ini:
1) Genetik : Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi, beresiko tinggi untuk mendapatkan penyakit ini.
2) Jenis kelamin dan usia : Laki–laki berusia 35- 50 tahun dan
wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi.
Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini
tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi
dari pada perempuan.
3) Diet : Konsumsi diet tinggi garam atau lemak secara langsung
berhubungan dengan berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa
14 dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya
karena dengan mengkonsumsi banyak garam dapat
meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada beberapa
orang, khususnya dengan pendeita hipertensi, diabetes, serta
orang dengan usia yang tua.
-
26
4) Berat badan : Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga
berat badan dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25%
diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya peningkatan
tekanan darah atau hipertensi.
5) Gaya hidup : Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup
dengan pola hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu
hipertensi itu terjadi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan
dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat
menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah pasien.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan 10% dari seluruh kasus
hipertensi adalah hipertensi sekunder, yang didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada
sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, hipertensi
endokrin, hipertensi renal, kelainan saraf pusat yang dapat
mengakibatkan hipertensi dari penyakit tersebut karena hipertensi
sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal
hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan
tekanan darah tinggi karena adanya penyempitan pada arteri ginjal,
yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke kedua
organ ginjal. Bila pasokan darah menurun maka ginjal akan
memproduksi berbagai zat yang meningkatkan tekanan darah serta
ganguuan yang terjadi pada tiroid juga merangsang aktivitas jantung,
-
27
meningkatkan produksi darah yang mengakibtkan meningkatnya
resistensi pembuluh darah sehingga mengakibatkan hipertensi.
c. Klasifikasi
Menurut WHO (2013), batas normal tekanan darah adalah
tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan darah
diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan hipertensi
bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih dari 90 mmHg. Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya
yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Smeltzer dan Bare,
2002, Udjianti, 2010). Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan
darah yang tidak diketahui penyebabnya. Dari 90% kasus hipertensi
merupakan hipertensi primer. (Udjianti, 2010)
-
28
D. Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Sumber : Modifikasi dari Anderson (1973) dalam Notoatmodjo, S (2010)
Predisposing
Need
Enabling
Persepsi peserta prolanis penderita
hipertensi
-
Pemanfaatan
Prolanis
Jenis Kelamin
Keyakinan terhadap
pelayanan kesehatan
Pekerjaan
Pendidikan
Umur Pendapatan
Asuransi
Kemampuan membeli
jasa
Ketersediaan fasilitas
kesehatan
Aksesibilitas
Pemeriksaan
gejala
-
Diagnosa Penyakit
-
Isyarat atau
tanda-tanda
untuk bertindak