BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Logam...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Logam...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Logam Berat
Logam berat adalah golongan logam yang memiliki pengaruh bila logam ini
masuk kedalam tubuh organisme hidup. Berbeda dengan logam biasa, logam berat
biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Dapat dikatakan bahwa
semua logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh mahluk
hidup. Sebagai contoh logam adalah air raksa (Hg), cadmium (Cd), timah hitam (Pb),
dan cuprum (Cu). Namun demikian meski semua logam berat dapat mengakibatkan
racun atas mahluk hidup, sebagian dari logam-logam tersebut tetap dibutuhkan oleh
mahluk hidup. Kebutuhan tersebut berada dalam jumlah yang sangat sedikit. Tetapi
bila kebutuhan yang jumlahnya sangat kecil tersebut tidak terpenuhi, maka akan
berakibat fatal terhadap kelangsungan, karena tingkat kebutuhan sangat dipentingkan,
maka logam-logam tersebut juga dinamakan dengan logam-logam atau mineral-
mineral essensial tubuh (Heryando Palar, 1994).
Logam atau mineral-mineral essensial adalah suatu logam atau mineral yang tidak
dapat diproduksi oleh tubuh, mineral ini dapat masuk kedalam tubuh melalui bahan
makanan atau minuman yang dikonsumsi. Sebagai contoh dari logam berat essensial
adalah tembaga (Cu), seng (Zn), dan nikel (Ni). Bila logam-logam essensial ini
masuk kedalam tubuh dalam jumlah yang
berlebihan maka akan berubah fungsi menjadi zat racun bagi tubuh. (Heryando Palar,
1994).
Logam berat mempunyai sifat toksik terhadap hewan dan manusia. Manifestasi
toksisitas logam berat terhadap manusia memerlukan waktu yang lama karena proses
akumulasi dalam tubuh sehingga proses pencegahan sebaiknya dilakukan sedini
mungkin. Beberapa jenis logam berat misalnya cadmium (Cd), air raksa (Hg), timah
hitam (Pb), dan cuprum (Cu) bisa juga merupakan bahan pencemaran yang sangat
berbahaya. Pencemaran logam berat ini, kemungkinan terjadi akibat buangan industri
yang tidak terkontrol. Buangan industri yang mengandung logam berat bermuara ke
laut, dengan demikian air laut menjadi tercemar. Logam berat yang masuk ketubuh
hewan laut atau tambak akan terakumulasi, sehingga semakin lama tingkat
pencemarannya semakin tinggi (Heryando Palar, 1994).
B. Cuprum
1. Definisi Tembaga (Cu)
Tembaga (Cu) adalah salah satu logam dari golongan alkali IA dengan
nomor atom 29; berat atom 63,546; diameter 8,92; adalah titik lebur 1083 ºC; titik
didih 2310 ºC; jari-jari atom1,173 Å; sedangkan jari-jari ion 0,96 Å. Cu
merupakan logam transisi yang berwarna jingga kemerahan tidak reaktif terhadap
asam-asam encer seperti HCl dan H2SO4 encer kecuali HNO3 dan H2SO4 pekat
yang dipanaskan. Senyawa Cu(II) lebih stabil dalam larutan. Logam Cu dapat
bersifat racun apabila bereaksi dengan larutan atau zat kimia lain dan
memebentuk ion Cu(II) (M. Natsir Arsyad, 2001).
Logam Cuprum (tembaga) merupakan salah satu logam berat yang
keberadaan dalam lingkungan dapat berasal dari pembuangan air limbah industri
kimia yang berasal dari industri penyamakan kulit, pelapisan logam, tekstil,
maupun industri cat. Dalam air limbah tembaga dapat ditemukan sebagai Cu(I),
Cu(II), dan Cu(III) yang berbentuk padat, namun keberadaan tembaga (III) sangat
jarang ditemukan. Limbah cair Cu(II) terutama berasal dari proses pewarnaan
dengan menggunakan bahan kimia seperti CuSO4 untuk pewarnaan biru, sehingga
Cu(II) potensial mencemari lingkungan. Hampir 15% dari total produksi zat
pewarna pada proses industri hilang ketika proses pewarnaan dan dikeluarkan
sebagai limbah industri. Tembaga merupakan mikronutrien essensial bagi
tanaman, namun pada permukaan air tembaga meracuni tumbuhan air pada
konsentrasi dibawah 1 ppm dan dapat meracuni beberapa ikan (Moore and Rama
moothy, 1980).
2. Sifat-Sifat Logam Tembaga (II) [Cu(II)]
Logam tembaga (II) mempunyai sifat racun terhadap semua jenis
tumbuhan dengan konsentrasi lebih dari 0,1 ppm. Dalam tanah konsentrasi
komponen ini ± 20 ppm, dengan mobilitas sangat lambat di sebabkan oleh adanya
ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan bertindak sebagai produk
hidrofilik. Pada beberapa industri menghasilkan sejumlah senyawa logam sebagai
limbahnya, salah satunya adalah tembaga (Cu). Selain itu logam tembaga (II) juga
mempunyai beberapa sifat sebagai berikut :
a. Garam-garam tembaga umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk hidrat
maupun dalam larutan air, warna ini benar-benar khas.
b. Penghantar listrik yang baik dan juga mempunyai kekuatan tarik yang lebih
besar pada suhu yang rendah oleh karena itu Cu adalah bahan yang baik untuk
tehnik pendingin.
c. Logam yang lunak dan liat serta tahan korosi.
d. Dalam udara kering dan pada temperatur biasa, tidak diubah menjadi
persenyawaan lain. Jika dipanaskan maka terbentuk CuO (hitam).
e. Tidak larut dalam HCl atau H2SO4 encer tetapi dapat larut dalam asam nitrat
dan H2SO4 pekat yang dipanaskan (BSN, 2004)
3. Keberadaan Logam Tembaga (II) [Cu(II)] di Dalam Tubuh
Mineral Cu yang terkandung dalam tubuh diperkirakan sekitar 1,5 sampai
2,5 mg per Kg/berat badan bebas lemak. Pada jaringan tubuh baik dalam hati,
otak, jantung, dan ginjal mengandung Cu yang tinggi dibanding dengan jaringan
lain (BSN, 2004)
Meskipun bersifat racun namun logam tembaga (II) juga mempunyai
beberapa fungsi didalam tubuh yaitu merupakan elemen essensial yang sangat
penting bagi protein, metalo enzim, beberapa pigmen yang ada di alam dan untuk
sintesis hemoglobin serta pembentukan tulang. Tembaga dalam jumlah kecil
diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan sel-sel darah merah (BSN, 2004).
Akibat dari sifat racun yang dimilikinya, maka logam tembaga (II) juga
berdampak buruk bagi tubuh, yaitu dalam jumlah besar dapat menyebabkan rasa
yang tidak enak pada lidah. Kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 0,05-1,5
ppm. Keracunan sistemik dapat meluas terhadap kerusakan serabut-serabut darah
(kapiler), kerusakan ginjal, saraf sentral, dan diikuti pula dengan depresi. Apabila
keracunan dalam jumlah kecil terus-menerus dapat menimbulkan pigmentary
cirrhosis hati (hati mengeras). Dosis letal diperkirakan mendekati 15 gram. (Boyd
L. O Dell, 1988).
4. Degradasi Cu
BAPPEDAL Propinsi Jawa Tengah dalam PERDA No. 10 Tahun 2004
mengatur tentang baku mutu air limbah industri cat dimana kadar maksimum Cu
0,80 mg/L, limbah industri pelapisan logam kadar maksimum Cu 0,6 mg/L. Harga
ambang batas Cu yang relatif sangat rendah mendorong dilakukan pengembangan
metode pengolahan Cu(II) dalam larutan untuk menurunkan (mendegradasi) atau
menghilangkan konsentrasi Cu(II) dari lingkungan. Pada dasarnya Cu(II) dapat
mengalami degradasi secara alamiah oleh adanya cahaya matahari namun berjalan
lebih lambat, sehingga laju akumulasi Cu(II) lebih tinggi daripada degradasinya.
Proses fotodegradasi Cu(II) dapat dipercepat oleh keberadaan fotokatalis seperti
TiO2, CdO, dan Fe2O3 (Abdul Majid, 2000).
C. Fotokatalis Titanium Dioksida (TiO2)
1. Pengertian Fotokatalis
Pada abad yang lalu para peneliti berhasil mendeskripsikan fenomena
fotokatalisis pada permukaan semikonduktor metal-oksida. Pertama kali
dikemukakan oleh Renz tahun 1921. Popularitas semikonduktor fotokatalisis
meningkat setelah publikasi Akira Fujishima di majalah Nature 1972, ia
melaporkan pemecahan air menjadi oksigen dan hidrogen menggunakan kristal
tunggal TiO2 dengan input sinar UV berenergi rendah (Gunlazuar Jarnuzi, 2002).
Fotokatalisis adalah suatu proses yang dibantu oleh adanya cahaya dan
material katalis. Dengan pencahayan sinar UV (λ < 405 nm), maka permukaan
TiO2 mempunyai kemampuan mengionisasi reaksi kimiawi. Dalam media air,
kebanyakan senyawa organik dapat dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air.
Berarti proses tersebut dapat membersihkan air dari pencemaran organik,
senyawa-senyawa anorganik seperti sianida, tembaga dan nitrit yang beracun
dapat diubah menjadi senyawa lain yang relatif tidak beracun (Gunlazuar Jarnuzi,
2002).
Penyinaran permukaan TiO2, (bersifat semikonduktor) menghasilkan
pasangan elektron dan hole positif pada permukaannya juga menjadikan
permukaan tersebut bersifat polar dan atau hidrofilik (suka akan air) dan
kemudian berubah lagi menjadi nonpolar dan atau hidrofobik (tidak suka air)
setelah beberapa lama tidak mendapatkan penyinaran lagi. Sifat hidrofilik dan
hidrofobik salah satunya ditandai dengan ukuran sudut kontak butiran air pada
permukaan lapis tipis TiO2 tersebut, yaitu sedikit lebih besar dari 50 derajat pada
saat sebelum disinari kemudian berubah menjadi mendekati 0 derajat setelah
disinari. Material dengan sudut kontak sekecil itu akan sangat hidrofilik (Super
hidrofilik) (R. Wang, Nature, 1997).
Spesies aktif dari TiO2 dalam larutan berair adalah >TiOH. Keberadaan
>TiOH dari dapat dilihat dari persamaan reaksi berikut:
>TiOH2 pKa1 >TiOH + H + + e - pKa1 = 4,5 (1)
>TiOH pKa2 >TiO - + H+ pKa2 = 8,0 (2)
Dari persamaan reaksi 1 dan 2 terlihat bahwa >TiOH stabil pada pH 4,5 sampai
dengan pH 8 (Hoffmann et al., 1995).
2. Manfaat Fotokatalis
Fotokatalis Titanium Dioksida (TiO2) dapat mempercepat proses
fotodegradasi Cu(II), karena TiO2 mempunyai struktur semikonduktor yang dapat
menyediakan elektron sehingga dapat meningkatkan reaksi fotoreduksi Cu(II)
menjadi Cu(I) yang lebih tidak toksik di lingkungan. Penurunan konsentrasi
tembaga juga dapat dilakukan dengan menggunakan absorben dari cangkang
udang windu (Phenaus mondon) (Abdul Majid, 2000).
Fotoreduksi yang terkatalis yaitu reduksi yang diinduksi oleh energi
cahaya dan dipercepat oleh fotokatalis ZnO telah dilaporkan oleh Selli, et al.,
1996; oleh Santoso , 2001, tentang kajian kinetika reduksi fotoreduksi Cr(IV) oleh
asam humat. Fotokatalisis oleh ZnO dapat terjadi karena ZnO mempunyai
struktur semikonduktor yang dapat menyediakan elektron sehingga meningkatkan
reaksi fotoreduksi. Selain oleh ZnO, fotokatalis yang berstruktur semikonduktor
yang lain adalah TiO2, namun pengujian aktifitas fotokatalitik TiO2 pada
fotoreduksi atau degradasi Cu(II) belum dilakukan, hal ini mendorong untuk
dilakukannya degradasi ion tembaga II [Cu(II)] yang terkatalisis TiO2 (Selli, et al.,
1996).
3. Tahap Reaksi Fotokatalis TiO2
a. Pembentukan pembawa muatan oleh foton (cahaya).
TiO2 + hv [>Ti (IV) OH] + hvb+ + ecb - (3)
b. Trapping pembawa muatan.
hvb+ + [>Ti (IV) OH] [>Ti (IV) OH• ]+ (4)
ecb - + [>Ti (IV) OH] [ >Ti (III) OH] (5)
ecb - + >Ti (IV) >Ti (III) (6)
c. Rekombinasi pembawa muatan
ecb - + [>Ti (IV) OH• ]+ [>Ti (IV) OH] (7)
hvb+ + [>Ti (III) OH] [>Ti (IV) OH] (8)
d. Transfer muatan antar muka
[>Ti (IV) OH•] + + Red [>Ti (IV) OH] + Red•+ (9)
[>Ti (IV) OH•]+ + Cu(II) + 1e [>Ti (IV) OH] + Cu(I) (10)
ecb - + Oks [>Ti (IV) OH] + Oks• (11)
Keterangan :
TiOH = bentuk terhidrat dari TiO2
Red (reduktant) = pendonor elektron
Oks (oksidant) = akseptor elektron
[>Ti (IV) OH•]+ = permukaan dari penjebakan hvb+ (radikal •OH)
(>Ti III OH) = permukaan dari penjebakan ecb-
(Hoffmann et all., 1995)
D. Penetapan Kadar Cu Dengan Metode Spektrofotometri
1. Prinsip Pemeriksaan Kadar Cu dan Perhitungan
Prinsip penetapan kadar Cu adalah ion tembaga (II) [Cu(II)] dalam
suasana basa dengan Natrium diethylditiokarbamat menghasilkan senyawa warna
kuning. Serapan diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 420
nm. Perhitungan Kadar Cu dalam sampel dilakukan menggunakan metode
spektrofotometri, dengan rumus:
a. Konsentrasi Cu(II) sisa (mg/L) =
Cu (ppm) l / mg .... sampel Pbaku x C x baku Abs
sampel Abs=
b. Konsentrasi Cu(II) kontrol (mg/L) =
(ppm) /Lmg .... sampel Pbaku x C x baku Abs
control [Cu(II)] Abs=
c. % Cu(II) terdegradasi =
..% .... % 100 x control [Cu(II)]sampel] [Cu(II) - ntrol[Cu(II)]co
=
2. Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah suatu alat atau instrument untuk mengukur
transmisi atau absorben suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang.
Pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggalpun
dapat dilakukan. Komponen-komponen utama dalam spektrofotometri adalah:
Detector Sampel Monokromator Sumber
Pengganda
Piranti baca
a. Sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah
spektrum.
b. Monokromator, yakni suatu piranti yang menghubungkan dengan pita sempit
panjang gelombang dari spectrum lebar yang dipancarkan oleh sumber
cahaya,untuk memfokuskan berkas sinar dapat berupa celah, lensa, cermin,
dan prisma.
c. Tempat sampel biasa disebut kuvet atau sel.
d. Detektor, yang berupa transuder yang mengubah energi cahaya menjadi suatu
isyarat listrik. Yang dirangkai dengan suatu pembaca (read out) baik meter
atau rekorder.
e. Pengganda (amplifier) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat
listrik yang memadai untuk dibaca.
f. Piranti baca yang diperagakan besarnya isyarat listrik, untuk menampilkan
signal listrik yang ditangkap detector kemudian diperkuat dan direkam oleh
rekorder.
Meskipun secara umum, spektrofotometri mempunyai design dasar,
namun demikian ada tiga jenis spektrofotometri yang telah dikenal, yaitu :
a. Single beam (berkas sinar tunggal) spektrofotometri.
Spektrofotometri jenis ini banyak digunakan karena cukup murah
tetapi memberikan hasil yang memuaskan. Spektrofotometri jenis ini terdiri
hanya satu berkas sinar sehingga dalam praktek pengukuran sampel dan
larutan blangko atau reference (standar) harus dilakukan bergantian dengan
sel yang sama.
b. Double beam (berkas ganda) spektrofotometri.
Spektrofotometri jenis ini biasa ditemui pada spektrofotometri yang
telah memakai automatis absorbansi (A) sebagai fungsi panjang gelombang
(λ). Spektrofotometri jenis ini mempunyai dua buah berkas sinar sehingga
dalam pengukuran absorbansi tidak perlu bergantian antara sampel dan
larutan blangko, tetapi dapat dilakukan secara paralel.
c. Gilford spektrofotometri
Spektrofotometri jenis ini banyak dipakai di laboratorium biokimia
dan mempunyai beberapa keuntungan dibanding spektrofotometri biasa
karena mampu mambaca absorbansi (A) sampai satuan 3 (spektrofotometri
biasa 0,1-1,0). Ini disebabkan karena spektrofotometri ini menggunakan
photomultiplier feed back sirkuit.
Ada tiga teknik yang biasa dipakai dalam analisis secara
spektrofotometri, yaitu :
a. Metode Standart Tunggal
Metode ini sangat praktis karena menggunakan satu larutan standar
yang telah diketahui konsentrasinya, selanjutnya absorbansi larutan standard
dan absorbasi larutan sampel diukur dengan spektrofotometri.
Rumus perhitungan kadar sampel :
(ppm) mg/L .. .... sampel Pbaku x C x baku Absorbansi
sampel Absorbansi=
b. Metode Kurva Kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu seri larutan standar dengan berbagai
konsentrasi selanjutnya absorbansi masing-masing larutan tersebut diukur
dengan spektrofotometri. Kemudian dibuat grafik antara konsentrasi versus
absorbsi yang merupakan garis lurus melewati titik.
Y
Keterangan :
y = bx + a Y = absorbansi
X = konsentrasi Cu
X
c. Metode Adisi standart
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimaliskan
kesalahan yang disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkaran (matriks)
sampel dan standar. Dalam metode ini dua atau lebih sejumlah volume
tertentu dari sampel dipindahkan kedalam labu takar. Satu larutan
diencerkan sampai volume tertentu kemudian diukur absorbansinya tanpa
ditambah dengan zat standar, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur
absorbansinya ditambahkan terlebih dahulu dengan sejumlah tertentu larutan
standar dan diencerkan seperti pada larutan yang pertama.
3. Kesalahan Fotometri
Kesalahan fotometri adalah kesalah yang diakibatkan oleh sel fotolistrik
pada detektor dalam membedakan sinar datang dan sinar ditransmisikan.
Kesalahan ini terjadi pada larutan yang terlampau encer dan terlampau pekat.
Agar diperoleh kesalahan yang minimal dalam analisis perlu dicari range
konsentrasi dimana kesalahan bisa ditoleransi.