BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pembedahan 1. …repository.poltekkes-tjk.ac.id/1554/6/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pembedahan 1. …repository.poltekkes-tjk.ac.id/1554/6/BAB...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Pembedahan
1. Pengertian Pembedahan
Pembedahan merupakan suatu proses invasif karena terdapat insisi
dilakukan pada tubuh atau ketika bagian tubuh diangkat (Rosdahl, 2017).
Pembedahan merupakan suatu pengalaman unik karena adanya perubahan
terencana pada bagian tubuh, dan pembedahan terdiri dari tiga fase:
praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. Adapun fase secara
bersamaan disebut perioperative, menurut (Kozier, erb, 2011) sebagai
berikut:
a. Pra Operatif
Dimulai saat keputusan untuk melakukan pembedahan dibuat dan
berakhir ketika klien dipindahkan ke meja operasi.
b. Intra Operatif
Dimulai saat dipindahkan kemeja operasi dan berakhir ketika klien
masuk ke unit perawatan pascanastesi PACU (postanasthesia care
unit), yang juga disebut ruang paska anastesi atau ruang pemulihan
c. Post Operatif
Fase paska operatif dimulai saat klien masuk ke ruang paska anaestesi
dan berakhir ketika luka telah benar-benar sembuh selama paska
operatif , tindakan keperawatan antara lain mengkaji respon klien
(fisiologik dan psikologik) terhahap pembedahan melakukan intervensi
untuk memfasilitasi proses penyembuhan dan mencegah komplikasi,
memberi penyuluhan memberi dukungan kepada klien dan orang
terdekat dan merencanakan perawatan dirumah. Tujuannya adalah
membantu klien mencapai status kesehatan yang paling optimal.
Masalah yang sering ditemukan pada pasca operatif adalah masalah
sirkulasi, masalah urinarius, masalah gastroistestinal, dan masalah rasa
aman nyaman.
9
2. Jenis Pembedahan
Menurut (Rosdahl, 2017)tingkat pilihan klien dalam pembedahan:
a. Pembedahan pilihan/elektif; kondisi tidak mengancam jiwa. bedah
Contohnya, bedah plastik penghilangan tanda lahir non maligna (tidak
ganas).
b. Diperlukan/non elektif pembedahan diperlukan pada saat tertentu
contohnya perbaikan hernia, prolaps uterus.
c. Urgent (mendesak)/non elektif, pembedahan harus dilakukan dalam
waktu segera, untuk mencegah kerusakan lebih lanjut klien. Contohnya
pengangkatan keganasan (kanker).
d. Darurat, pembedahan harus dilakukan dengan segera untuk
menyelamatkan jiwa klien. Contohnya hemoragi internal yang buruk,
ruptur apendik.
B. Konsep Nyeri
1. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk ketidaknyamanan yang dirasakan klien,
yang didefinisikan dalam berbagai perspektif (Andarmoyo, 2013). Nyeri
adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan
terjadi kapan saja ketika seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri,
dan merupakan sensasi tidak menyenangkan yang terlokalisasi pada suatu
bagian tubuh (Potter & Perry, 2006).
2. Sifat Nyeri
Nyeri merupakan segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri
tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa
nyeri (Andarmoyo, 2013). Nyeri bersifat subyektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana
terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2006). Adapun empat atribut pasti
menurut (Andarmoyo, 2013) untuk pengalaman nyeri, antara lain:
10
a. Nyeri bersifat individu
b. Tidak menyenangkan
c. Merupakan suatu kekuatan yang mendominasi
d. Bersifat tidak berkesudahan
3. Teori Pengontrolan Nyeri
Teori gate control menyatakan bahwa impuls nyeri dapat di atur atau
dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Teori ini mengatakan bahwa implus nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup.
Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan
nyeri (Afroh, F., Judha, M., 2012).
Suatu keseimbangan dari otak mengatur proses pertahanan. Reseptor
jaringan kulit yang memiliki dua serabut yaitu serabut delta-A dan C.
Serabut delta A dan C melepaskan substansi P untuk mentransmisi impuls
melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor
neuron transmitor penghambat. Apabila masukan yanag dominan berasal
dari serabut beta-A yang lebih tebal dan lebih cepat yang melepaskan
neurotranmiter penghambat (Afroh, F., Judha, M., 2012).
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, akan
menutup mekanisme pertahanan. Mekanisme penutupan ini diyakini dapat
terlihat saat seseorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut.
Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila
masukan yang dominan yang berasal dari serabut delta-A dan serabut-
serabut C maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien akan
mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan, jika impuls nyeri dihantarkan ke
otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang akan
memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen ,
seperti endorphin dn dinorphin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal
dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi. Teknik distraksi, konseling dan
11
pemberian placebo merupakan upaya untuk melepaskan endorphin (Potter
& Perry, 2006).
4. Klasifikasi Nyeri Menurut Lokasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasinya menurut (Potter & Perry, 2006)
dibedakan sebagai berikut:
a. Superficial atau Kuntaneus
Nyeri adalah nyeri yang disebabkan stimulasi kulit. Karakteristik
dari nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa
sebagai sensasi yang tajam. Contohnya tertusuk jarum suntik, luka
potong atau laserasi.
b. Visceral dalam
Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ
internal. Karakteristik nyeri bersifat difusi dan dapat menyebar ke
beberapa arah. Durasinya bervariasi tetapi biasanya berlangsung lebih
lama dari pada nyeri superficial. Pada nyeri ini menimbulkan rasa tidak
menyenangkan, dan berkaitan dengan mual dan gejala-gejala otonom.
Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang
terlibat. Contoh sensasi pukul (crushing) seperti angina pectoris dan
sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung.
c. Nyeri Alih (Referred Pain)
Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri visceral karena
banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori
dari organ yang terkena stessor ke dalam segmen medulla spinalis
sebagai neuron dari tempat asal nyeri, kemudian persepsi nyeri dapat
terasa dibagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa
dengan berbagai karakteristik.
d. Radiasi
Nyeri radiasi merupakan sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal
cedera kebagian tubuh lain. Karakteristiknya nyeri terasa seakan
12
menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri
dapat menjadi intermiten atau konstan.
5. Nyeri Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, nyeri dapat dikategorikan sebagai berikut
menurut (Potter & Perry, 2006):
a. Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang
b. Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam
waktu yang lama
c. Proximal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali.
6. Nyeri Berdasarkan Waktu dan Lamanya Serangan
Berdasarkan waktu dan lamanya serangan, nyeri dibagi menjadi dua
jenis menurut (Afroh, F., Judha, M., 2012) yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir kurang
dari 6 bulan, sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas. Nyeri ini
biasanya datang secara tiba-tiba, seperti pasca trauma atau pembedahan
dan mungkin menyertai kecemasan atau distress emosional.
b. Nyeri Kronik
Nyeri yang dirasakan lebih dari 6 bulan, nyeri kronis ini polanya
beragam dan berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Nyeri
kronis dapat berlangsung lebih lama dibandingkan dengan nyeri akut
dan resisten terhadap pengobatan.
7. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri menurut adalah
sebagai berikut:
13
a. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan diantara kelompok usia dapat mempengaruhi bagaimana
anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry, 2006). Adapun
kelompok usia yang digunakan dengan pengelompokan menurut
(Depkes ,2009) sebagai berikut :
1) Masa balita (0-5 tahun)
2) Masa anak-anak (5-11 tahun)
3) Masa remaja awal (12-16 tahun)
4) Masa remaja akhir (17-25 tahun)
5) Masa dewasa awal (26-35 tahun)
6) Masa dewasa akhir (36-45 tahun)
7) Masa lansia awal (46-55 tahun)
8) Masa lansia akhir (56-65 tahun)
b. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam
respon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang
merupakan suatu faktor dalam mengespresikan nyeri. Laki-laki
memiliki sensitifitas yang lebih rendah (kurang mengekspresikan nyeri
yang dirasakan secara berlebihan) dibandingkan wanita atau kurang
merasakan nyeri (Smeltzer, 2010).
c. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. sosialisasi budaya menentukan
perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini dapat
mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiat endogen sehingga terjadilah
persepsi nyeri (Potter & Perry, 2006).
14
d. Makna nyeri
Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal
ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu
tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-
beda apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu
kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang
melahirkan akan mempersepsikan nyeri, akibat cedera karena pukulan
pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersiapkan nyeri klien
berhubungan dengan makna nyeri (Potter & Perry, 2006).
e. Perhatian
Perhatian tingkatan dimana klien memfokuskan perhatiannya
terhadap nyeri. Meningkatnya perhatian berhubungan dengan
meningkatnya nyeri, sebaliknya distraksi berhubungan dengan
kurangnya respon nyeri (Potter & Perry, 2006).
f. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas
seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri dapat menimbulkan
suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonomi adalah sama dalam
nyeri dan ansietas, melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri
mengaktifkan bagian sistem limbik dapat memproses reaksi emosi
seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbik dapat memproses reaksi
emosi seseorang terhadap nyeri, yakni memperburuk atau
menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2006).
g. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang
menderita penyakit dalam jangka waktu lama. Apabila keletihan
disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri terasa lebih berat dan jika
15
mengalami suatu proses periode tidur yang baik maka nyeri berkurang
(Potter & Perry, 2006).
h. Pengalaman sebelumnya
Setiap orang belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya. Adanya
pengalaman sebelumnya bukan berarti seseorang tersebut akan lebih
mudah menerima rasa nyeri dimasa yang akan datang. Frekuensi
terjadinya nyeri dimasa lampau yang cukup sering tanpa adanya nyeri
yang lebih berat dapat menyebabkan kecemasan atau bahkan ketakutan
yang timbul secara berulang. Sebaliknya, apabila seseorang telah
memiliki pengalaman yang berulang akan rasa nyeri yang sejenis
namun nyerinya telah dapat ditangani dengan baik, yang akan
memudahkannya untuk menginterpretasikan sensasi nyeri (Potter &
Perry, 2006).
i. Gaya koping
Gaya Koping adalah upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri. Gaya
koping berpengaruh untuk mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2006).
j. Dukungan keluarga dan sosial
Orang dengan nyeri terkadang bergantung kepada anggota keluarga
yang lain atau teman dekat untuk dukungan, bantuan, atau
perlindungan. Meskipun nyeri masih terasa, tetapi kehadiran keluarga
maupun teman terkadang dapat membuat pengalaman nyeri yang
menyebabkan stress sedikit berkurang. Kehadiran orang tua sangat
penting bagi anak-anak yang mengalami nyeri (Potter & Perry, 2006).
8. Penilaian respon intensitas nyeri
Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan subjektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon
16
fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Tenaga kesehatan memberi
rangsangan pada titik nyeri, kemudian nyeri dinilai dengan respon fisik
yang dikemukakan oleh penderita saat merasakan nyeri. Metode lain
dengan cara menentukan skala nyeri, memberi kesempatan kepada
penderita untuk menentukan skala nyeri yang ia rasakan. Namun,
pengukuran dengan terapi ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti
tentang nyeri itu sendiri (Andarmoyo, 2013).
Ada 3 metode penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan skala
menurut (Potter & Perry, 2006) sebagai berikut :
a. Numerik
Skala Penilaian Numerik (Numerical Rating Scale, NRS), klien
menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
teraupetik.
Gambar 2.1
Skala Penilaian Numeric (Numerical Rating Scale, NRS)
Sumber: (Potter & Perry, 2006)
Keterangan :
0 = tidak nyeri
1-3 = nyeri ringan
4-6 = nyeri sedang
7-9 = nyeri berat
10 =nyeri sangat berat
17
Tabel 2.1
Skala Intensitas Nyeri Numerik 0-10
Skala Karakteristik Nyeri
0 Tidak nyeri
1 Sangat sedikit gangguan, kadang terasa seperti tusukan kecil
2 Gangguan cukup dihilangkan dengan pengalihan perhatian
3 Nyeri dapat diabaikan dengan beraktifitas/melakukan pekerjaan,
masih dapat dilakukan
4 Nyeri dapat diabaikan dengan beraktifitas/melakukan pekerjaan,
masih dapat dialihkan
5 Rasa nyeri tidak bisa diabaikan lebih dari 30 menit
6 Rasa nyeri tidak bisa diabaikan untuk waktu yang lama, tapi masih
bisa bekerja
7 Sulit untuk berkonsentrasi, dengan diselangi istirahat/tidur anda
masih bisa bekerja
8 Beberapa aktifitas fisik terbatas. Anda masih bisa membaca dan
berbicara dengan usaha. Merasakan mual dan pusing kepala/pening.
9 Tidak bisa berbicara, menangis, mengerang dan merintih tak dapat
dikensalikan, penurunan kesadaran, mengigau
10 Tidak sadarkan diri/pingsan
Sumber : (Potter & Perry , 2010)
b. Deskriptif
Skala Deskripsi Verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS), merupakan
sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsian ini
diranking „‟tidak terasa nyeri‟‟ sampai „‟nyeri yang tidak tertahankan‟‟.
Perawat menunjukkan pada klien dengan skala tersebut dan meminta
klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang dirasakan.
Gambar 2.2
Skala Pendeskripsi Verbal (Verbal Descriptor Scale, NRS)
Sumber: (Potter & Perry, 2006)
18
c. Analog Visual
Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS), adalah suatu garis
lurus/horizontal sepanjang 10 cm, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya, pasien
diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri
terjadi sepanjang garis tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan
„‟tidak ada‟‟ atau „‟tidak nyeri‟‟, sedangkan ujung kanan biasanya
menandakan „‟berat‟‟ atau „‟nyeri yang paling buruk‟‟. Untuk menilai
hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang
dibuat pasien padangaris dari „‟tidak nyeri‟‟ diukur dan ditulis dalam
sentimeter (Smeltzer, 2010).
Gambar 2.3
Skala Analog Visual (Visual Analog Scale, VAS)
Sumber: (Potter & Perry, 2006)
d. Skala Faces
Skala wajah untuk mengkaji nyeri pada anak-anak. Skala tersebut
terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan
wajah dari wajah yang sedang tersenyum („‟tidak merasa nyeri‟‟)
kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia,
wajah yang sangat sedih, sampai wajah yang sangat ketakutan („‟nyeri
yang sangat‟‟). Anak-anak berusia tiga tahun dapat menggunakan skala
tersebut. Para peneliti mulai meneliti penggunaan skala wajah ini pada
orang-orang dewasa. Skala nyeri harus dirancang sehingga skala
tersebut mudah digunakan dan tidak mengonsumsi banyak waktu saat
klien melengkapinya.
19
Gambar 2.4
Skala Wajah (Wong & Baker)
Sumber: (Potter & Perry, 2006)
Keterangan:
Raut wajah 0 : tidak ada nyeri yang dirasakan
Raut wajah 2 : sedikit nyeri
Raut wajah 4 : nyeri
Raut wajah 6 : nyeri lumayan parah
Raut wajah 8 : nyeri parah
Raut wajah 10 : nyeri sangat parah.
9. Penilaian Respon Intensitas Nyeri Yang Dipilih
Penulis memilih penilaian respons nyeri dengan menggunakan skala
numeric (Numerical Rating Scale, NRS). Karena dijelaskan oleh (Potter &
Perry, 2006) skala numerik merupakan skala efektif untuk mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan sesudah terapi diberikan. Numeric Rating
Scale (NRS) didasari pada skala angka 0-10 untuk menggambarkan
kualitas nyeri yang dirasakan pasien. Numeric Rating Scale (NRS)
diklaim lebih mudah dipahami, dan lebih sensitive terhadap jenis kelamin,
etnis, dosis.
10. Penatalaksanaan nyeri
Penatalaksanaan nyeri atau tindakan keperawatan untuk mengurangi
nyeri yaitu terdiri dari penatalaksanaan non farmakologi dan farmakologi.
20
a. Penatalaksanaan farmakologi
Keputusan perawat dalam menggunakan obat-obatan dan
penatalaksanaan klien/pasien yang menerima terapi farmakologi
membantu dalam upaya memastikan penanganan nyeri yang mungkin
dilakukan (Potter & Perry, 2006):
1) Analgesik
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi
nyeri. Perawat harus mengetahui obat-obatan yang tersedia untuk
menghilangkan nyeri. Adapun jenis analgesik (Potter & Perry, 2006)
yaitu :
a) Non-narkotik dan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID)
b) Kebanyakan NSAID bekerja pada reseptor saraf perifer untuk
mengurangi tranmisi dan resepsi stimulus nyeri. NSAID non-
narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan sedang
seperti nyeri yang terkait dengan atriris rheumatoid, prosedur
pengobatan gigi, Prosedur bedah minor dan episiotomi.
c) Analgesik narkotik atau opiate
Analgesik narkotik atau opiat umunya diresepkan untuk nyeri
sedang sampai berat, seperti nyeri pascaoperasi dan nyeri
maligna. Obat ini bekerja pada system saraf pusat.
d) Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik
Adjuvant seperti sedative, anticemas dan relaksan otot
meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain yang
terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual. Sedatif seringkali
diresepsikan untuk penderita nyeri kronik.
2) Analgesik Dikontrol Pasien (ADP)
Sistem pemberian obat yang disebut ADP merupakan metode
yang aman untuk penatalaksanaan nyeri kanker, nyeri post operasi
dan nyeri traumatik. Klien/pasien menerima keuntungan apabila ia
mampu mengontrol nyeri (Potter & Perry, 2006).
21
b. Penatalaksanaan Non farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi merupakan tindakan pereda nyeri
yang dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung pada
petugas medis lain dimana dalam pelaksanaannya perawat dengan
pertimbangan dan keputusannya sendiri. Banyak pasien dan angota tim
kesehatan cenderung untuk menhilangkan nyeri. Namun banyak
aktifitas keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu
menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri nonfarmakologi memiliki
resiko yang sangat rendah. Meskipun tindakan tersebut bukan
merupakan pengganti obat-obatan (Smeltzer, 2010).
Salah satu tanggung jawab perawat paling dasar adalah melindungi
klien/pasien dari bahaya. Ada sejumlah terapi non farmakologi yang
mengurangi resepsi dan persepsi nyeri yang dapat digunakan pada
keadaan perawat akut, perawatan tersier dan pada keadaan perawatan
restorasi (Potter & Perry, 2006). Penatalaksanaan non farmakologi
terdiri dari intervensi perilaku kognitif yang meliputi tindakan distraksi,
teknik relaksasi, imajinasi terbimbing, hypnosis dan sentuhan teraupetik
massage (Andarmoyo, 2013). Adapun beberapa tindakan
penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi adalah sebagai berikut:
1) Bimbingan Antisipasi
Bimbingan antisipasi adalah memberikan pemahaman kepada
klien mengenai nyeri yang dirasakan. Pemahaman yang diberikan
oleh perawat ini bertujuan untuk memberikan informasi pada klien ,
dan mencegah salah interpretasi tentang peristiwa nyeri
(Andarmoyo, 2013).
2) Terapi Es Dan Panas/Kompres Panas Dan Dingin
Terapi es (dingin) dan panas diduga bekerja dengan menstimulasi
reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang
sama pada cedera. Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan
22
hanya setempat saja pada bagian tubuh tertentu. Sedangkan terapi es
dapat menurunkan prostatglandin yang memperkuat sensitivitas
reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan
menghambat proses inflamasi (Andarmoyo, 2013).
3) Stimulasi Saraf Elektris Transkutan/Tens (Transcutaneous Electrical
Nerve Stimulation)
TENS adalah suatu alat yang menggunakan aliran listrik, baik
dengan frekuensi rendah maupun tinggi, yang dihubungkan dengan
beberapa elektroda pada kulit untuk menghasilkan sensasi
kesemutan, menggetar, atau mendengung pada area nyeri. TENS
adalah prosedur non-invasif dan menggunakan metode yang aman
untuk mengurangi nyeri, baik akut maupun kronis (Andarmoyo,
2013).
4) Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri, atau dapat diartikan lain bahwa distraksi adalah suatu
tindakan pengalihan perhatian pasien ke hal-hal diluar nyeri. Teknik
ini biasanya tidak efektif diberikan pada pasien yang mengalami
nyeri berat atau nyeri akut. Hal ini disebabkan pada nyeri berat atau
akut, pasien tidak dapat berkonsentrasi dengan baik dan tidak cukup
baik untuk ikut serta dalam aktifitas mental dan fisik yang kompleks
(Andarmoyo, 2013).
5) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbingadalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek
positip tertentu. Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup
(Andarmoyo, 2013).
23
6) Hypnosis
Hypnosis/hipnosa adalah sebuah teknik yang menghasilkan suatu
keadaan yang tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui gagasan-
gagasan yang disampaikan oleh orang yang menghipnotisnya
(Andarmoyo, 2013).
7) Akupuntur
Akupuntur adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
proses memasukkan jarum-jarum tajam pada titik-titik strategis pada
tubuh untuk mencapai efek teraupetik (Andarmoyo, 2013)
8) Masase
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak ,
biasanya otot, tendon, atau ligament, tanpa menyebabkan gerakan
atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan
relaksasi, atau memperbaiki sirkulasi (Andarmoyo, 2013).
9) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan
fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas
napas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (Andarmoyo,
2013). Adapun Relaksasi Benson termasuk dalam relaksasi ,Metode
fisiologis ini dikembangkan untuk melawan ketegangan dan
kecemasan yang disebut relaksasi progresif, yaitu terapi untuk
mengurangi ketengan otot. metode ini merupakan gabungan antara
relaksasi dan suatu faktor keyakinan filosofis atau agama yang
dianut (Solehati, T., Kosasih, 2015).
24
11. Nyeri Pasca Operasi
Nyeri pasca operasi merupakan kondisi yang dialami hampir seluruh
pasien yang telah menjalani operasi. Nyeri merupakan suatu rasa yang
tidak menyenangkan dan bersifat subjektif. Nyeri paska operasi
disebabkan oleh berbagai macam factor seperti usia, jenis kelamin, jumlah
operasi yang telah dijalani, koping, jenis pembedahan, jenis anestesi, dan
sebagainya. Nyeri pasca operasi utamanya disebabkan oleh luka sayatan
yang sengaja dibuat dalam proses operasi. The Amarican Academy Of Pain
Medicine menyatakan, dari 441 pasien post operasi yang di rawat inap,
pasien mengalami nyeri sebanyak 90%, 12% menderita nyeri berat, 42%
mengalami nyeri sedang, 36% nyeri ringan, sementara 10% tidak nyeri
atau terkontrol (Asokumar, et. all, 2015).
Luka adalah sebuah injuri pada kontuinitas kulit, mukosa membran dan
tulang atau organ tubuh lain yang biasanya disertai dengan kehilangan
substansi jaringan (Kozier, erb, 2011) Luka yang dialami setelah menjalani
operasi merangsang tubuh untuk menghasilkan mediator-mediator kimia
nyeri. Mediator kimia yang dihasilkan dapat mengaktivasi nociseptor lebih
sensitif secara langsung maupun tidak langsung sehingga menyebabkan
hiperalgesia.
Nyeri memiliki dampak pada menurunnya kualitas tidur, stress, ansietas
dan menimbulkan rasa takut bagi pasien apabila dilakukan tindakan bedah
kembali padanya (Arora, et. all, 2010). Dampak nyeri menyebabkan
pemulihan luka operasi tidak berjalan secara optimal dikarenakan laju
peredaran darah tidak adekuat. Pasien yang mengalami nyeri rentan
mengalami resiko komplikasi pasca operasi seperti gangguan mobilitas
fisik, mal nutrisi, deficit perawatan diri, infeksi luka operasi, dan lain-lain.
Hal lain yang dapat diakibatkan oleh nyeri adalah meningkatkan
penderitaan pasien serta menambah lama rawat inap klien dirumah sakit,
sehingga biaya rumah sakit (Kusumayanti et all , 2014)
25
C. Konsep Relaksasi
1. Pengertian Relaksasi
Relaksasi adalah terapi untuk mengurangi ketegangan nyeri dengan
merelaksasikan otot. Beberapa penelitian menyatakan bahwa relaksasi
efektif dalam menurunkan nyeri pascaoperasi. Suatu tindakan untuk
“membebaskan” mental dan fisik dari ketegangan dan stress, sehingga
dapat memberikan control diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri
(Potter & Perry, 2006).
2. Tujuan Relaksasi
Relaksasi bertujuan untuk mengatasi atau mengurangi kecemasan,
menurunkan ketegangan otot dan tulang, serta secara tidak langsung dapat
mengurangi nyeri dan menurunkan ketegangan yang berhubungan dengan
fisiologis tubuh (Kozier et all 1996, dalam Solehati, T., Kosasih, 2015).
Pelatihan relaksasi bertujuan untuk melatih pasien agar dapat
mengondisikan dirinya untuk mencapai suatu keadaan rileks (Solehati, T.,
Kosasih, 2015).
3. Macam Macam Relaksasi
Teknik relaksasi banyak jenisnya, karna relaksasi telah dikenal
meringankan rasa nyeri dan kecemasan seseorang. Teknik relaksasi
meliputi Relaksasi Benson, Relaksasi Musik, Relaksasi Aromaterapi,
Relaksasi Modifikasi (Solehati, T., Kosasih, 2015).
D. Konsep Relaksasi Benson
1. Relaksasi Benson
Relaksasi Benson adalah metode relaksasi yang diciptakan oleh Herbert
Benson, Seorang ahli peneliti medis Fakultas Kedokteran Harvard yang
mengkaji beberapa manfaat doa dan meditasi bagi kesehatan. Tekik
Relaksasi Benson ini dikenal dengan nama Relaksasi Benson (Solehati, T.,
Kosasih, 2015).
26
2. Pengertian Relaksasi Benson
Relaksasi ini merupakan relaksasi yang menggabungkan antara respons
relaksasi dan sistem keyakinan individu/faith factor (difokuskan pada
ungkapan tertentu berupa nama-nama tuhan, atau kata yang memiliki
makna menenangkan bagi pasien itu sendiri) yang diucapkan berulang-
ulang dengan ritme teratur disertai sikap pasrah (Solehati, T., Kosasih,
2015). Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respon
relaksasi pernapasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien. Selain
itu kelebihan dari Relaksasi Benson yaitu lebih mudah dilakukan dan tidak
menimbulkan efek samping apapun. Relaksasi Benson dapat dilakukan
selama 10-20 menit dua kali sehari. Seseorang tidak boleh tegang dalam
melaksanaan relaksasi ini, tetapi harus pasrah dan memiliki keyakinan,
bahwa relaksasi ini akan dapat menurunkan beban yang dirasakan atau
dapat meningkatkan kesehatan.
Menurut Benson (2000) dalam (Solehati, T., Kosasih, 2015) setelah
melakukan beberapa penelitian, ia menemukan bahwa formula-formula
tertentu yang dibaca secara berulang-ulang dengan melibatkan unsur
keyakinan dan keimanan akan menimbulkan respon relaksasi yang lebih
kuat dibandingkan dengan sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur
keyakinan terhadap hal tersebut.
3. Empat Elemen Dasar Dalam Relaksasi Benson
Agar Relaksasi Benson ini berhasil, diperlukan empat elemen dasar,
antara lain: lingkungan yang tenang, klien secara sadar dapat
mengendurkan otot-otot tubuhnya, klien dapat memusatkan diri selama 10-
15 menit pada ugkapan yang telah dipilih, dan bersikap pasif pada pikiran-
pikiran yang mengganggu (Benson, 2000 dalam Solehati, T., Kosasih,
2015).
27
4. Panduan Relaksasi Benson
Relaksasi Benson dilakukan setelah kesadaran pasien pulih, serta efek
anastesi hilang. Kemudian, pasien diberi penjelasan tentang
pengertian,fungsi dan cara melakukan teknik relaksasi benson. Sebelum
melakukan Relaksasi Benson, tawarkan terlebih dahulu tentang kata-kata
atau ungkapan bermakna apa yang akan digunakan oleh pasien dalam
terapi relaksasi benson ini. Tentunya, ungkapan-ungkapan tersebut harus
sesuai dengan keyakinan yang dimiliki oleh pasien. Jika pasien tidak
memiliki ungkapan-ungkapan tersebut, maka perawat dapat memberikan
alternatif ungkapan yang biasa dilakukan dalam penelitian yang
menggunakan Relaksasi Benson sebagai intervensi dalam menurunkan
nyeri atau kecemasan pasien, seperti ungkapan Allah, astaghfirullahalazim,
satu ungkapan tersebut yang menurut keyakinan pasien dapat menurunkan
rasa nyeri (Benson, 2000 dalam (Solehati, T., Kosasih, 2015).
Adapun langkah-langkah dalam latihan Relaksasi Benson adalah
sebagai berikut (Benson & Proctor, 2000):
a. Langkah Pertama
1) Siapkan pasien, berikan informasi tentang Relaksasi Benson.
Mintalah persetujuan pasien untuk bersedia melakukan relaksasi
tersebut (inform consent).
2) Pilihlah salah satu kata atau ungkapan singkat yang
mencerminkan keyakinan pasien. Anjurkan pasien untuk memilih
kata atau ungkapan yang memiliki arti khusus bagi pasien
tersebut. Fungsi ungkapan ini dapat mengaktifkan keyakinan
pasien dan meningkatkan keinginan pasien untuk menggunakan
terapi tersebut.
3) Jangan memaksa pasien untuk menggunakan ungkapan-ungkapan
yang dipilih oleh perawat.
28
b. Langkah Kedua
1) Atur posisi senyaman mungkin. Mintalah pasien untuk
menunjukkan posisi mana yang ia inginkan untuk melakukan
terapi Relaksasi Benson.
2) Pengaturan posisi dapat dilakukan dengan cara duduk, berlutut,
ataupun tiduran, selama tidak megganggu pikiran pasien.
3) Pikiran pasien jangan sampai terganggu oleh apapun termasuk
karena adanya salah posisi atau posisi yang tidak nyaman yang
mengakibatkan pasien menjadi tidak focus pada intervensi yang
akan dilakukan.
c. Langkah Ketiga
1) Anjurkan dan bimbing pasien untuk memejamkan kedua mata
sewajarnya.
2) Anjurkan pasien untuk tidak menutup mata kuat-kuat.
3) Tindakan menutup mata dilakukan dengan wajar dan tidak
mengeluarkan banyak tenaga.
d. Langkah Keempat
Anjurkan pasien untuk melemasakan otot-ototnya:
1) Bimbing dan mulailah pasien untuk melemaskan otot-ototnya
mulai dari kaki, betis, paha, sampai dengan perut pasien.
2) Anjurkan pasien untuk mengendurkan semua kelompok otot pada
tubuh pasien.
3) Anjurkan pasien untuk melemaskan kepala, leher, pundak dengan
memutar kepala dan mengangkat pundak perlahan-lahan.
4) Untuk lengan dan tangan, anjurkan pasien untuk mengulurkan
kedua tangannya, kemudian mengendurkan otot-otot tangannya,
dan biarkan terkulai wajar dipangkuan.
5) Anjurkan pasien untuk tidak memegang lutut, kaki, atau
mengaitkan kedua tangannya dengan erat.
29
e. Langkah Kelima
Perhatikan napas dan mulailah menggunakan kata-kata atau
ungkapan focus yang berakar pada keyakinan pasien.
1) Anjurkan pasien untuk napas melalui hidung secara perlahan,
pusatkan kesadaran pasien pada pengembangan perut, tahanlah
napas sebentar sampai hitungan ketiga.
2) Setelah hitungan ketiga, keluarkan napas melalui mulut secara
perlahan-lahan (posisi mulut seperti sedang bersiul) sambil
mengucapkan ungkapan yang telah dipilih pasien dan diulang-
ulang dalam hati selama mengeluarkan napas tersebut.
f. Langkah Keenam
1) Anjurkan pasien untuk mempertahankan sikap positip. Sikap
positip marupakan aspek penting dalam membangkitkan
respons relaksasi. Anjurkan pasien untuk tetap berpikiran
tenang.
2) Saat melakukan relaksasi, kerapkali berbagai macam pikiran
datang mengganggu konsentrasi pasien. Oleh karna itu, anjurkan
pasien untuk tidak mempedulikannya dan bersikap pasif.
g. Langkah Ketujuh
Lanjutkan intervensi Relaksasi Benson untuk jangka waktu tertentu.
Terapi ini cukup dilakukan selama 10-15 menit saja. Tetapi jika
menginginkan waktu yang lebih lama, lakukan tidak lebih dari 20
menit.
h. Langkah Kedelapan
Lakukan terapi ini dengan frekuensi dua kali sehari sampai pasien
mengatakan tidak merasakan nyeri ataupun cemas lagi.
30
E. Penelitian Terkait
Afnijar Wahyu, mengenai Ektifitas Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Nyeri Paien Pasca Sectio Caesarea di RSUD Raja Ahmad Tabib
pada tahun 2018. Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan desain Quasi Eksperimen One Grup Pre Test dan Post Test dengan
jumlah sampel 22 orang. Hasil penelitian menggunakan Analisis Wilcoxon
menunjukkan p value 0.000 p ≤0.05. Simpulan dari penelitian ini ada
pengaruh Relaksasi Benson terhadap penurunan rasa nyaman nyeri pasien
Pasca Section Caesarea di RSUD Raja Ahmad Thabib.
Laras Pratiwi, Yesi Hasneli, Juniar Ernawaty (2015) dengan judul
„‟Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Dan Murottal Al-Qur‟an Terhadap
Tekanan Darah Penderita Hipertensi Primer‟‟. Dari 30 responden dengan
menggunakan teknik sampel purposive sampling yang tediri dari 2 kelompok
yaitu 15 responden kelompok perlakuan dan 15 responden kelompok control.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik dan diastolik,
yang menunjukan bahwa Relaksasi Benson dan murottal Al-qur‟an
mempunyai efek terhadap tekanan darah. Ini dibuktikan dengan didapatkan
hasil p-value (0,000<0,01).
Mareta Ovy Yulia, Anita Istiningtyas , Ratih Dwi Lestari P.U (2016)
dengan judul „‟Pengaruh Kombinasi Teknik Relaksasi Benson Dan
Aromaterapi Lavender Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Primer di RSUD Dr.Soedirman Mangun Sumarso Wonogiri‟‟. Desain
penelitian ini menggunakan pre eksperimental dengan pre and post test
without control. Populasi penelitian adalah pasien hipertensi primer di RSUD
dr. Soediran Mangun Suwarso Wonogiri. Dari 23 sampel responden dengan
teknik sample purposive sampling dengan menggunakan Uji Wilcoxon dan
Paired t-test. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan tekanan darah
sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi primer sebanyak 100%. Ini
dibuktikan dengan didapatkan hasil p-value (0,000<0,05). Artinya ada
perbedaan antara pre dan post dengan perlakuan Relaksasi Benson dan
31
aromaterapi terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi primer pada
kelompok eksperimen.
F. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah visualisasi yang biasanya dalam bentuk bagan, dari
kesimpulan hasil telaah pustaka yang menggambarkan hubungan-hubungan
(yang secara teoritis dapat terjadi) antara variabel satu dengan variabel
lainnya berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan (Notoatmojo, 2010).
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada maka dapat dibuat kerangka teori
sebagai berikut :
Gambar 2.5 : Kerangka Teori
Sumber : (Andarmoyo, 2013 dan Potter & Perry, 2006)
32
G. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau
kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain dari maslah yang ingin diteliti,
(Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan konsep diatas, maka penulis membuat
kerangka konsep sebagai berikut :
Gambar 2.6 : Kerangka Konsep Penelitian
H. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau
dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmojo, 2010).
Ha :Ada pengaruh pemberian Relaksasi Benson terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien post operasi.