BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Akuntabilitas 1 ...eprints.umm.ac.id/49042/3/BAB...

25
25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Akuntabilitas 1. Definisi Akuntabilitas Akuntabilitas publik adalah kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang diberikan amanah oleh masyarakat untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya atas keberhasialan ataupun kegagalan dalam kinerjanya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrument untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikan secara transparan kepada masyarakat. Dengan demikian secara sederhana akuntabilitas dapat dimaknai secara sederhana sebagai suatu langkah pertanggungjawagan. Hal ini sejalan dengan penjelasan dari Subroto yang menyatakan sebagai berikut: “akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki wewenang untuk pertanggungjawaban. Akuntabilitas adalah hal yang penting dalam menjamin nilai-nilai seperti efisiensi, efektifitas, reliabilitas, dan prediktibilitas. Suatu akuntabilitas tidak abstrak tapi kongkrit dan harus ditentukan oleh hukum melalui prosedur yang sangat spesifik mengenai masalah dalam pertanggungjawaban.” 22 Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa secara menyeluruh, akutabilitas bersifat mengikat dan merupakan tindakan yang wajib bagi suatu organisasi atau pihak tertentu yang memiliki wewenang. Lebih lanjut, 22 Lestari, Sri. 2017. Analisis Akuntabilitas Pengelolan Alokasi Dana Desa (ADD) (Studi Kasus di Wilayah Kecamatan Banyudono). Skripsi Jurusan Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Institut Agama Islam Negerin Surakarta. Hal 20

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Akuntabilitas 1 ...eprints.umm.ac.id/49042/3/BAB...

  • 25

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Konsep Akuntabilitas

    1. Definisi Akuntabilitas

    Akuntabilitas publik adalah kewajiban-kewajiban dari individu-individu

    atau penguasa yang diberikan amanah oleh masyarakat untuk mengelola

    sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk

    menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggungjawabannya atas

    keberhasialan ataupun kegagalan dalam kinerjanya. Akuntabilitas terkait erat

    dengan instrument untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil

    pada pelayanan publik dan menyampaikan secara transparan kepada

    masyarakat.

    Dengan demikian secara sederhana akuntabilitas dapat dimaknai secara

    sederhana sebagai suatu langkah pertanggungjawagan. Hal ini sejalan dengan

    penjelasan dari Subroto yang menyatakan sebagai berikut:

    “akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban

    menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada

    pihak yang memiliki wewenang untuk pertanggungjawaban. Akuntabilitas

    adalah hal yang penting dalam menjamin nilai-nilai seperti efisiensi,

    efektifitas, reliabilitas, dan prediktibilitas. Suatu akuntabilitas tidak abstrak

    tapi kongkrit dan harus ditentukan oleh hukum melalui prosedur yang

    sangat spesifik mengenai masalah dalam pertanggungjawaban.”22

    Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa secara menyeluruh,

    akutabilitas bersifat mengikat dan merupakan tindakan yang wajib bagi suatu

    organisasi atau pihak tertentu yang memiliki wewenang. Lebih lanjut,

    22

    Lestari, Sri. 2017. Analisis Akuntabilitas Pengelolan Alokasi Dana Desa (ADD) (Studi Kasus di

    Wilayah Kecamatan Banyudono). Skripsi Jurusan Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis

    Islam. Institut Agama Islam Negerin Surakarta. Hal 20

  • 26

    akuntabilitas memiliki ketertakitan dengan beberapa aspek lain seperti efisiensi,

    efektivitas, reliabilitas, dan prediktibilitas. Sehingga dengan diterapkannya

    penyelenggaraan organisasi yang akuntabel dapat mewujudkan kinerja yang

    optimal dari suatu organisasi.

    Di samping itu, akuntabilitas juga dapat dimaknai dalam konteks cara

    penyampaiannya. Menurut Hulme dan Tunner akuntabilitas adalah sebagai

    berikut:

    “Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban dari seseorang atau

    sekelompok orang yang diberi amanat untuk menjalankan tugas tertentu

    kepada pihak pemberi amanat baik secara vertikal maupun secara

    horizontal.”23

    Mengacu pada penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa

    akuntabilitas pada organisasi, khususnya pada organisasi pemerintah yang

    mendapatkan mandat dari masyarakat setempat tersebut, harus

    bertanggungjawab kepada masyarakat yang diwakilinya. Wakil rakyat juga

    harus mampu memahami anggaran, untuk mewujudkan hal ini harus dilakukan

    berbagai upaya agar masyarakat dapat mengakses transparansi anggaran.

    Akuntabilitas tidak hanya dilaksanakan kepada organisasi atau institusi yang

    secara tingkat atau level berada di atas, namun juga perlu disampaikan kepada

    organisasi di bawahnya termasuk kepada masyarakat.

    2. Tujuan Akuntabilitas

    Tujuan dari pelaksanaan akuntabilitas adalah untuk mencari suatu jawaban

    atas apa yang harus dipertanggungjawabkan berdasarkan mengenai hal apa

    23

    Vikrama, A. A. (2017). Evaluasi Transparansi dan Akuntabilitas Inventarisasi Bmd pada Badan

    Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah Kabupaten Bangli. Citizen Charter, 2(2).

  • 27

    yang sungguh-sungguh terjadi serta membandingkan dengan apa yang

    seharusnya terjadi. Apabila dalam akuntabilitas terjadi penyimpangan atau

    hambatan, maka penyimpangan atau hambatan tersebut segera dikoreksi. Maka

    pelaksanaan suatu kegiatan diharapkan masih bias mencapai tujuan yang

    diharapkan.

    Dari penjelasan tersebut sesuai dengan konsep menurut Hulme dan Turner

    akuntabilitas yang mana merupakan konsep yang kompleks memeliki tujuan

    sebagai berikut:

    “sebagai konsep yang bersifat kompleks, akuntabilitas berusaha

    mewujudkan objektivitas dalam reformasi sektor publik dan berusaha

    untuk mengurangi banyaknya praktik korupsi yang terjadi di dalamnya.

    Konsep akuntabilitas dapat memandu dan memberi tekanan pada aktor-

    aktor yang terlibat dalam organisasi publik untuk lebih bertanggungjawab

    dan mampu menjamin kinerja pelayanan publik yang baik kepada

    masyarakat.”24

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipaparkan bahwa setidaknya ada

    tiga tujuan utama dari penerapan akuntabilitas dalam organisasi publik. Tujuan-

    tujuan tersebut meliputi strategi untuk mencegah praktik korupsi; menekankan

    pertanggungjawaban dari tindakan para aktor yang terlibat dan peningkatan kualitas

    kinerja pelayanan publik yang dilaksanakan oleh organisasi pemerintah. Maka dari

    itu, terwujudnya akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik

    untuk lebih menekankan pertanggungjawaban horizontal (horizontal accountability)

    yaitu pertanggungjawabkan kepada masyarakat luas, bukan hanya sekedar

    24

    Hulme, David dan Mark Turner. 1997. Governance, Administration and Development: Making

    The State Work. London:Macmillan Press. Hal 123

  • 28

    pertanggung jawaban vertical (vertical accountability) yaitu pertanggungjawaban

    atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi.25

    Pelaksanaan akuntabilitas dalam pemerintahan mengacu pada akses oleh

    masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai setiap kegiatan serta

    laporan yang menyangkut pertanggungjawaban bukannya tertutup pada

    lembaga secara internal saja. Dari tujuan akuntabilitas tersebut, dapat

    diinterprestasikan bahwa akuntabilitas harus lebih menekankan

    pertanggungjawaban kepada masyarakat setempat untuk menjawab atas

    pertanggungjawaban seseorang berdasarkan apa yang terjadi sesungguhnya,

    sehingga dapat segera diperbaiki apabila terjadi kesalahan.

    3. Indikator Akuntabilitas

    Indikator adalah keterangan atau petunjuk dari suatu pekerjaan untuk

    menjawab sejauh mana pencapaian yang telah berjalan. Akuntabilitas dapat hidup

    dan berkembang dalam lingkungan dan suasana yang transparan dan demokratis

    serta adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Makna pentingnya

    akuntabilitas sebagai unsur utama good governance antara lain tercermin dari

    berbagai kategori akuntabilitas. Hulme dan Turner mengemukakan bahwa

    akuntabilitas memiliki beberapa indikator sebagai berikut:

    “Akuntabilitas merupakan suatu konsep yang kompleks dan memiliki

    beberapa instrumen untuk mengukurnya, yaitu dengan indikator yang

    meliputi 1) legitimasi para pembuat kebijakan, 2) keberadaan moral yang

    memadai, 3) kepekaan, 4) keterbukaan, 5) pemanfaatan sumberdaya secara

    optimal, 6) upaya peningkatan efisiensi dan evektifitas.”26

    25

    Mardiasmo, 2018, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: CV. ANDI

    OFFSET 26

    Usman, N. N., Usman, J., & Abdi, A. (2017). Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pelayanan

    Publik (Studi Pembuatan SIM di Kantor Satlantas Polerestabes Makassar. Kolaborasi: Jurnal

    Administrasi Publik. Vol 2 No 2.

  • 29

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipaparkan bahwa

    akuntabilitas memiliki enam indikator atau aspek yang perlu diperhatikan

    dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel. Hal

    ini secara lebih rinci dapat merujuk pada penbahasan berikut.

    a. Legitimasi bagi para pembuat kebijakan;

    Legitimasi dianggap penting bagi pemimpin pemerintahan, karena para

    pemimpin pemerintahan dari setiap sistem politik berupaya keras untuk

    mendapatkan atau mempertahankannya. Dengan adanya legitimasi yang

    dimiliki oleh seorang pemimpin dapat menimbulkan kestabilan politik dan

    memungkinkan terjadinya perubahan sosial dan membuka kesempatan yang

    semakin besar bagi pemerintah untuk tidak hanya memperluas bidang-

    bidang kesejahteraan yang hendak ditangani, tetapi juga untuk

    meningkatkan kualitas kesejahteraan. Lebih lanjut Hulme dan Turner dalam

    Raba menyatakan sebagai berikut:

    “Legitimasi juga merupakan konsep yang menimbulkan hubungan antara

    pemimpin dan yang dipimpin. Legitimasi dapat diartikan dalam arti luas

    dan arti sempit, dalam arti luas adalah dukungan masyarakat terhadap

    sistem politik, sedangkan dalam arti sempit merupakan dukungan

    masyarakat terhadap pemerintah yang berwenang. Antara kekuasaan

    normatif dan kualitas pribadi berkaitan erat dengan legitimasi. Legitimasi

    juga merupakan suatu tindakan perbuatan hukum yang berlaku, atau

    peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etnis, adat-istiadat,

    maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah.”27

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa legitimasi

    menyangkut aspek legal atau formal yang menjadi dasar kewenangan

    pemerintah atau pihak tertentu dalam menjalankan praktik organisasi. Lebih

    27

    Raba, Manggaukang. 2006. Akuntabilitas: Konsep dan Implementasi. Malang: UMM Pess. Hal

    116

  • 30

    lanjut, dalam legitimasi kekuasaan, bila seorang pemimpin menduduki

    jabatan dan memiliki kekuasaan secara legitimasi adalah bila yang

    bersangkutan dianggap absah memangku jabatannya dan menjalankan

    kekuasaannya. Maka dari itu, legitimasi dalam hal ini dapat berupa aturan

    atau tegulasi yang dapat menjadi acuan atau panduan penyelenggaraan

    organisasi pemerintahan.

    b. Keberadaan kualitas moral yang memadai;

    Suatu organisasi pemerintahan harus mampu menerapkan nilai-nilai

    moral dalam tiap kegiatan, khususnya dalam konteks pelayanan publik.

    Karena melalui kegiatan pelayanan publik, pemerintah secara langsung

    bertemu dengan masyarakat. Sehingga harus mengedapankan sikap yang

    ramah kepada masyarakat dan mempertimbangkan kebaikan bagi organisasi.

    Hal ini senada dengan penjelasan Hulme dan Turner sebagai berikut ini:

    “Kualitas moral erat kaitannya dengan pelayanan yang ramah kepada

    masyarakat dengan mengacu pada sikap, senyum aparat dalam melayani

    kebutuhan masyarakat dan tidak diskriminatif. Kualitas moral juga harus

    menekankan pada penerapan nilai-nilai kebaikan dalam penyelenggaraan

    pemerintah agar tidak terjadi penyelewengan. Moralitas pegawai dapat

    dikembangkan dengan mengadakan pelatihan dan melakukan pemilihan

    pegawai yang profesional.”28

    Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa kualitas moral

    dari seorang pegawai organisasi pemerintahan sangatlah penting baik dalam

    konteks penyediaan pelayanan publik dan kegiatan lain yang masih dalam

    konteks kepentingan organisasi. Dengan demikian pegawai tidak hanya

    bersikap ramah namun juga tidak melakukan diskrimasi dalam proses

    28

    Ibid Hal 116

  • 31

    pelayanan. Selain itu, pegawai harus dituntut bekerja berdasarkan nilai-nilai

    kebenaran dan kebaikan agar tidak terjadi penyelewengan dalam organisasi.

    Hal ini dapat dikembangkan dengan mengadakan pelatihan ataupun

    pemilihan pegawai yang profesional.

    c. Kepekaan;

    Kepekaan atau responsivitas sangatlah penting dalam penerapan

    akuntabilitas penyelenggaraan organisasi pemerintahan. Karena aspek

    kepekaan pemerintah memiliki kaitan dengan hubungan atau relasi antara

    pemerintah dan masyarakat. aspek kepekaan akan dapat menjamin

    kepedulian pemerintah kepada masyarakat yang dipimpin. Hulme dan

    Turner menjabarakan sebagai berikut:

    “kepekaan merupakan sikap para aparatur pemerintahan, terhadap aspirasi

    masyarakat agar terciptanya kondisi masyarakata yang berpartisipasi

    dalam kegiatan. Kepekaan dalam pelayanan publik berhubungan erat

    dengan kepekaan para aparat dalam menerima saran dan kritik maupun

    aspirasi dari masyarakat ketika meminta pelayanan.”29

    Berdasarkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa kepekaan para

    pegawai atau aparatur pemerintah berupa upaya atau tindakan pemerintah

    untuk menyaring atau mengakomodir aspirasi masyarakat. Karena dalam

    konsep akuntabilitas juga sangat ditekankan adanya partisipasi masyarakat.

    Aspek kepekaan menunjukkan sikap pemerintah yang terbuka terhadap

    saran dan kritik dari masyarakat yang mana dapat bermanfaat bagi

    kebagiakan pemerintah kedepannya.

    29

    Ibid

  • 32

    d. Keterbukaan;

    Aspek selanjutnya dalam indikator akuntabilitas yakni aspek

    keterbukaan atau dikenal juga dengan istilah transparansi. Keterbukaan

    aparatur atau pegawai pemerintah menjadi sangat penting, menginggat

    dalam konteks akuntabilitas pihak lain termasuk masyarakat dapat

    mengakses informasi menyangkut penyelenggaraan pemerintahan. Hulme

    dan Turner menyatakan sebagai berikut:

    “Keterbukaan erat kaitannya dengan loyalitas kerja berupa kejujuran

    aparat dalam melakukan pelayan kepada masyarakat. Keterbukaan dalam

    pelayanan dimaksudkan agar proses pelayanan tersebut dapat diketahui

    oleh masyarakat. Keterbukaan dapat diwujudkan dengan adanya pelayanan

    informasi publik dan adanya laporan tahunan kegiatan organisasi

    pemerintahan.”30

    Dengan adanya aspek keterbukaan maka dapat menjamin bahwa

    aparatur pemerintah telah bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku.

    Karena apabila pemerintah tidak ternuka atau transparan maka, dapat

    dikatakan bahwa ada yang telah disembunyikan oleh pemerintah. Oleh

    karena itu, untuk mewujudkan aspek keterbukaan, pemerintah perlu

    menyediakan pelayanan informasi publik dan semacam dokumen laporan

    pertanggungjawaban tahunan yang dapat diakses oleh segala pihak termsuk

    masyarakat.

    e. Pemanfaatan sumber daya secara optimal;

    Indokator selanjutnya dalam penerapan akuntabilitas dalam organisasi

    pemerintahan yakni menyangkut pemanfaatan sumber daya secara optimal.

    Sumber daya yang optimal dapat mempengaruhi keberhasilan penerapan

    30

    Ibid

  • 33

    akuntabilitas pada suatau organiasi. Hulme dan Turner menyakan bahwa

    pemnfataan sumber daya yaitu mendayagunakan seluruh kemampuan aparat,

    budget atau anggaran dan prasarana yang tersedia guna mendukung

    pelayanan kepada masyarakat.31

    f. Upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas

    Indikator terkahir penerapan akuntabilitas yakni upaya peningkatan

    efisiensi dan efektivitas. Suatu kebijakan sudah dilaksanakan dengan efektif

    dan efisien dengan memperhatikan kebijakan dalam pelayanan dan

    penerapannya pada masyarakat. Hulme dan Turner menyatakan sebagai

    berikut:

    “Acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam proses

    penyelenggaraan pelayanan publik. Indikator tersebut mencerminkan

    prinsip orientasi pelayanan yang dikembangkan oleh birokrasi terhadap

    masyarakat pengguna jasa. Aspek efisiensi dan efektivitas dapat

    dilaksanakan dengan merancang kegiatan atau program yang obyektif dan

    sesuai dengan panduan.”32

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa aspek

    efisiensi dan efektivitas berusaha untuk mencapai hasil yang objetif dalam

    tiap kinerja pemerintah. Karena kinerja pemerintah harus didasarkan pada

    standar yang jelas dan sesuai dengan panduan yang berlaku. Sehingga dapat

    berjalan dengan optimal.

    Indikator yang telah ditetapkan ini akan mempermudah dalam

    mengetahui akuntabilitas pemerintah desa dalam pelaksanaan APBDes.

    Adanya pertanggungjawaban tersebut merupakan bentuk transparansi

    31

    Ibid Hal 117 32

    Ibid Hal 118

    http://jamal-alfath.blogspot.com/2017/04/indikator-akuntabilitas.html

  • 34

    kegiatan yang dilakukan maupun segala kebijakan yang dilaksanakan,

    akuntabilitas tidak hanya dilakukan sebatas pertanggungjawakan hasil

    secara tulisan melalui laporan secara periodik, namun pelaksanaannya

    secara nyata. Akuntabilitas merupakan wujud dari tanggungjawab penerima

    amanah kepada pemberi amanah dalam pelaksanaan APBDes apakah

    pemerintah desa sudah transparan sehingga masyarakat terlibat dalam

    pengambilan keputusan.

    B. Pemerintah Desa

    1. Definisi Pemerintah

    Istilah desa berasal dari bahasa India, Swadesi yang berarti tempat asal,

    tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada kesatuan

    hidup dengan suatu norma dan memiliki batas wilayah yang jelas.33

    Namun,

    sering dengan perkembangan waktu, konsepsi mengenai desa di Indonesia

    telah mengalami perkembangan. Berdasarkan kebijakan terbaru di Indonesia

    desa dapat didefinisikan sebagai berikut:

    “Yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang

    memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

    urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

    prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui

    dan dihormati dalam sistem pemerintahan.”34

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipaparkan secara lebih rinci

    bahwa Desa bersifat legal dengan wilayah yang memiliki batas tertentu dengan

    wilayah daerah lain. Desa dengan pemerintahan di dalamnya memiliki peran

    33

    Yulianti, Y dan Mangku Poernomo. 2003. Sosiologi pedesaan Jogyakarta: Lappera Pustaka

    Utama. Hal 23 34

    Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 1

  • 35

    penting dalam meberikan pelayanan kepada masyarakat desa dan mewujudkan

    pembangunan desa demi menciptakan kesejahteraan masyarakat desa.

    Sementara itu, pendapat lain dikemukanakan oleh Widjaja yang

    mendefinisikan desa sebagai berikut:

    “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

    susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan

    pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman,

    partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan upaya pemberdayaan

    masyarakat.”35

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa Desa

    memiliki kearifan lokal yang perlu dijunjung tinggi oleh siapapun. Karena hal

    tersebut telah menjadi karakteristik desa. Selain itu, desa juga memiliki nilai

    demoratis dan menunjung tinggi adanya otonomi desa yang mana dapat

    terwujud dalam kegiatan yang bersifat partisipasi dan pemberdayaan

    masyarakat dalam rangka pembangunan desa.

    2. Kewenangan Pemerintah Desa

    Otonomi desa diatur oleh Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

    serta Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

    Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa, dengan pengertian bahwa

    otonomi desa merupakan desentralisasi kewenangan dari pemerintah ke

    pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian

    pemerintah desa memiliki urusan-urusan yang telah diserahkan oleh

    pemerintah dan menjadi tanggung jawab desa sepenuhnya.36

    35

    Widjaja, HAW. 2003. Pemerintahan Desa/Marga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 3. 36

    Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014

  • 36

    Berdasarkan kebijakan mengenai desa yang mana termaktub dalam UU

    Desa No 6 tahun 2014 menyatakan sebagai berikut:

    “Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan

    kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara

    Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau

    yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur

    penyelenggara Pemerintahan Desa.”37

    Desa dalam urusan penyelenggaran pemerintahan disebut pemerintah desa

    yang mana memiliki tugas dalam menjalankan urusan dan kepentingan

    masyarakat setempat. Hal ini terwujud dengan adanya kepala desa yang mana

    dibantu oleh beberapa perangkat desa baik kepala urusan dan kepala seksi serta

    Badan Permusyawaratan desa yang memiliki peran sebagai wakil dari

    penduduk desa untuk menjamin demokratisasi di desa.

    Lebih lanjut dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan desa, kebijakan UU

    Desa mengatur bahwa pemerintah desa memiliki wewenangan sebagai berikut:

    “Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan

    Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan

    kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan

    prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.”38

    Selain itu, dalam konteks penyelenggaraan pemerintah desa ada beberapa

    wewenang yang menjadi acuan atau panduan dalam mendukung kegiatan desa.

    wewenang tersebut merupakan bidang-bidang yang harus dilaksanakan dan

    diterjemahkan dalam kegiatan pembangunan desa melalui APBDes . Selain itu,

    kewenangan juga harus mengacu pada kearifan lokal desa dan berbasis pada

    aspirasi masyarkat desa. Agar kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah

    Desa menunjukkan responsivitas dari aparatur pemerintah desa.

    37

    Ibid Pasal 1 38

    Ibid Pasal 18

  • 37

    C. Konsep Implementasi Kebijakan

    Implementasi kebijakan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

    pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan

    kebijakan, akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan harus mengkaji

    terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk

    atau tidak bagi masyarakat. Suharno mengemukakan:

    “Implementasi kebijakan publik secara konvensional dilakukan oleh

    negara melalui badan-badan pemerintah. Sebab implementasi

    kebijakan publik pada dasarnya merupakan upaya pemerintah untuk

    melaksanakan salah satu tugas pokoknya, yakni memberikan

    pelayanan publik (publik cervises). Namun, pada kenyataannya

    implementasi kebijakn publik yang beraneka ragam, baik dalam

    bidang, sasaran, dan bahkan kepentingan, memaksa pemerintah

    menggunakan kewenangan diskResi untuk menentukan apa yang

    harus dilakukan mereka dan apa yang mereka tidak lakukan.”39

    Kemudian dari implementasi kebijakan yang telah dilakukan melalui

    tahap rekomendasi merupakan prosedur yang relatif komplek, sehingga tidak

    selalu ada jaminan bahwa kebijakan tersebut akan berhasil dalam

    penerapannya. Keberhasilan implementasi kebijakan sangat terkait dengan

    beberapa aspek diantaranya pertimbangan para pembuat kebijakan, komitmen

    dengan konsistensi tinggi para pelaksana kebijakan, dan prilaku sasaran.

    Implementasi sebuah kebijakan secara konseptual bisa dikatakan sebagai

    sebuah proses pengumpulan sumber daya (alam, manusia maupun biaya) dan

    diikuti dengan penentuan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk

    mencapai tujuan kebijakan. Rangkaian tindakan yang diambil tersebut

    merupakan bentuk transformasi rumusan-rumusan yang diputuskan dalam

    kebijakan menjadi pola-pola operasional yang pada akhirnya akan

    39

    Suharno. 2008. Prinsip-Prinsip Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press, hal 187

  • 38

    menimbulkan perubahan sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan yang

    telah diambil sebelumnya. Hakikat utama implementasi adalah pemahaman

    atas apa yang harus dilakukan setelah sebuah kebijakan diputuskan.

    Selanjutnya, pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Van Meter

    dan Van Horn, sesuai dengan dengan penjelasan berikut ini:

    “Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau

    pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang

    diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

    keputusan kebijaksanaan.” 40

    Definisi tersebut, menyakatakan bahwa implementasi atau pelaksanaan

    kebijakan publik tidak hanya dilaksanakan oleh pihak pemerintah saja, namun juga

    beberapa stakeholder dari swasta atau bahkan masyarakat. Pendapat ini sangat

    sesuai dengan konteks pemerintahaan yang modern, dimana tidak hanya

    bergantung pada peran pemerintah, melainkan harus bersinergi antara pemerintah,

    swasta dan masyarakat untuk tujuan-tujuan yang ditentukan dalam suatu kebijakan.

    Dengan demikian sebagai salah satu tahapan yang sangat penting dalam

    kebijakan publik, implementasi kebijakan harus mampu menjadi pedoman

    dalam pelaksanaan program atau pelayanan publik. Hal ini senada dengan

    pendapat Ripley dan Franklin yang menyatakan bahwa “apa yang terjadi

    setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,

    kebijakan, keuntungan (benefit), atau sejenis keluaran yang nyata (tangible

    output).” 41

    Dengan demikian implementasi kebijakan berupaya untuk

    mencapai tujuan yang menjadi target dari pemerintah.

    40

    Leo Agustino. 2014. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Hlm.139. 41

    Budi Winarno. Op. Cit. Hlm.148.

  • 39

    D. Konsep Tata Kelola Keuangan Desa

    Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntutan bagi

    masyarakat yang wajib dipenuhi, salah satu pilar tata kelola pemerintahan

    yang baik adalah akuntabilitas.42

    Tatakelola keuangan desa merupakan upaya

    negara dalam pengelolaan desa agar dapat berjalan dengan optimal sesuai

    dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dalam konteks tata kelola

    keuangan desa di Indonesia dinyatakan dalam kebijakan UU Desa sebagai

    berikut:

    “keuangan desa adalah hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai

    dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang

    berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.”

    Selanjutnya pada ayat (2) nya dinyatakan bahwa adanya hak dan

    kewajiban akan menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan

    pengelolaan keuangan desa.”43

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa keuangan

    desa harus diidentifikasi mana yang menyangkut hak dan kewajiban dari desa.

    Selain itu, keuangan desa juga memuat beberapa aspek terkait pendapatan,

    belanja, pembiayaan yang menjadi keseluruhan bagian yang terkait dengan

    pengelolaan keuangan desa.

    Lebih lanjut, tata kelola keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang

    meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung

    jawaban keuangan desa. Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa

    yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang

    berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Kepala desa

    42

    Wiratna Sujarweni V. 2015. Akuntansi Desa, Panduan Tata Kelola Keuangan Desa.

    Yogyakarta: Pustaka Baru Press, hal 28 43

    Loc.Cit Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014. Pasal 71

  • 40

    merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili

    pemerintah desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan.44

    Kepala desa dalam mengelola keuangan desa dibantu oleh Pelaksana

    Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah (PTPKD) yang terdiri dari sekretaris

    desa, kepala seksi, dan bendahara. Sekretaris desa bertindak selaku

    koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa. Kepala seksi

    bertindak sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya. Bendahara

    bertugas menerima, menyimpan, menyetorkan atau membayar,

    menatausahakan, dan mempertanggugjawabkan penerimaan pendapatan desa

    dan pengeluaran pendapatan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.

    Bendahara dijabat oleh staf pada urusan keuangan.45

    Tata kelola keuangan desa juga sangat erat kaitannya dengan instrumen

    yang disebut APBDes. APBDes sendiri dapat didefinisikan sebagai berikut:

    “APBDes adalah bentuk pertanggungjawaban dari pemegang

    manajemen desa untuk memberikan informasi tentang segala aktivitas

    dan kegiatan desa kepada masyarakat dan pemerintah atas pengelolaan

    dana desa dan pelaksanaan berupa rencana-rencana program dan

    kegiatan yang dibiayai dengan uang desa. APBDesa terdiri dari

    pendapatan, belanja dan pembiayaan desa.”46

    Berdasarkan penjelesan di tas, APBDes telah bersifat teknis, karena telah

    memuat beberapa program atau kegiatan yang mendapat alokasi dari

    keuangan desa. APBDes meliputi pendapatan, belanja, dan pembiayaan ang

    dimiliki oleh desa tiap tahunnya. Lebih lanjut, berdasarkan pada Permendagri

    No.113 Tahun 2014 Pasal 2 menyebutkan bahwa:

    44

    Loc.cit, hal 17 45

    Ibid, hal 30 46

    Ibid, hal 33

  • 41

    “keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel,

    partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Dengan

    adanya asas-asas tersebut, maka pemerintah desa dalam pengelolaan

    keuangannya diharapkan akan transparan dalam pelaporan anggaran,

    bertanggung jawab dengan laporan keuangannya, melibatkan

    masyarakat dalam pembentukan laporan keuangan, serta tertib dan

    disiplin dalam penggunaan anggaran. ”47

    Mengacu pada pendapat di atas, maka dapat dipaparkan bahwa tata

    kelola keunagan desa dalam praktiknya harus mampu memenuhi nilai-nilai

    yang mendasar yang meliputi transpran, akuntabel, dan partisipastif. Dengan

    demikian tata kelola keuangan desa tidak hanya harus

    dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan tertentu, melainkan harus

    terbuka akses informasinya kepada pihak selain pemerintah desa dan harus

    pula memberikan ruang keterlibatan masyarakat baik dalam proses

    perencanaan dan pelaksanaan atau penggunaan keuangan desa. Ketiga hal

    tersebut secara lebih rincinya dapat mengacu pada penjelesan berikut:

    1. Transparan

    Transparan menjadi aspek pertama dalam asas-asas tata kelola

    keuangan desa. aspek transparan menuntut adanya keterbukan informasi

    menyangkuta tat kelola keuangan desa. Hal ini sesuai dengan penjelasan

    berikut:

    “Transparan berarti keterbukaan pemerintah dalam memberikan informasi

    yang terkait dengan keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat,

    bahwa masyarakat juga hak untuk mengetahui secara terbuka dan

    menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam mengelola

    sumber daya.48

    47

    Yuliansyah dan Rusmianto. 2016. Akuntansi Desa. Jakarta: Salemba Empat, hal 47 48

    Arifin Tahir. 2015. Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggara Pemerintah Daerah.

    Bandung: Alfabeta, hal 109

  • 42

    Dengan penerapan tata kelola keuangan desa yang tranparan akan

    menuntut tindakan yang terbuka dan jujur dari aparatur pemerintah desa.

    Disamping itu, aspek tarnasparan merupakan untuk menjamin kebebasan bagi

    setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggara keuangan

    pemerintah desa.

    2. Akuntabel

    Akuntabel yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan

    pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang

    dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini

    sesuai dengan penjelasan berikut ini:

    “Asas akuntabel yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil

    akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa dimana harus dapat

    dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan

    ketentuan yang terdapat pada peraturan perundang-undangan.49

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bajwa aspek

    akuntabel merupakan bentuk pertanggungjawaban dalam tata kelola keuangan

    desa. Adanya suatu pertanggungjawaban mencegah terjadi praktik

    penyelewengan keuangan desa yang dapat dilakukan oleh aparat desa. Selain

    itu, aspek pertanggungjawaban juga akan menjamin penerapan aturan atau

    regulasi yang menjadi panduan dalam tata kelola keuangan desa.

    3. Partisipatif

    Dalam pengelolaan keuangan desa, tentu perlu adanya partisipasi

    masyarakat. Partispasi masyarakat merupakan suatu keharusan dalam tata

    49

    R.B. Bely Dj. Widodo., Remon Musikal., Adrian Puspawijaya., dan Julia Dwi Nuritha Siregar.

    2015. Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Jakarta:

    Badan Pengawasan Keuamgamn dan Pembangunan, hal 35

  • 43

    kelola keuangan desa, karena penggunaan keuangan desa harus bersifat

    responsif atau mampung mengkomodir aspirasi masyarakat. Selain itu,

    partisipasi masyarakat merupakan upaya demokratisasi dalam pengelolaan

    keuangan desa.

    “Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan

    baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga

    perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut

    dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta

    berpartisipasi secara konstruktif.50

    Maka dari itu, partisipasi masyarkat dalam tata kelola keuangan desa

    bertujuan agar masyarakat ikut berperan aktif dalam pengelolaan keuangan dan

    karena masyarakatlah yang paling mengerti mengenai permasalahan yang

    terjadi di lingkungannya.

    E. Penelitian Terdahulu

    Penelitian terdahulu di gunakan sebagai acuhan atau referensi dalam

    melanjutkan penelitian selanjutnya. Manfaat dari penelitian terdahulu adalah

    untuk mengetahui permasalahan yang pernah di teliti dan mengetahui solusi

    yang dipecahkan oleh penelitian lain, diantaranya:

    Penelitian yang dilakukan pada Desa Sareng Kecamatan Geger

    Kabupaten Madiun menyebutkan bahwa Akuntabilitas Pemerintah Desa Dalam

    Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Menurut

    peneliti menunjukkan bahwa Pemerintah Desa Sareng Kecamatan Geger

    Kabupaten Madiun sudah melaksanakan penerapan prinsip-prinsip

    50

    Mardiasmo. 2004. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Offset, hal 24

  • 44

    akuntabilitas pada pengelolaan APBDes tahun anggaran 2011. Secara umum

    akuntabilitas di pemerintahan Desa Sareng Kecamatan Geger Kabupaten

    Madiun sudah berjalan dengan baik, walaupun masih ada beberapa kelemahan

    yang harus dibenahi. Menurut hasil analisis berdasarkan tahapan pengelolaan

    ADD, yaitu pada tahap pelaksanaan, pelaksanaan program Posyandu Lansia

    hanya berjalan selama enam bulan dan selanjutnya program ini tidak berjalan.

    Namun demikian, sisa dana Posyandu Lansia yang tidak berjalan tersebut

    dialihkan untuk kegiatan lain tanpa menyertakan bukti penggunaan yaitu

    kuitansi sesuai dengan ketetapan yaitu Peraturan Bupati Madiun Nomor 8

    Tahun 2011.51

    Hasil yang hampir sama juga ditunjukkan oleh penelitian dilakukan di

    Desa Bendosari Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung Hasil penelitian

    menunjukkan Pemerintah Desa Bendosari, Kecamatan Ngantru, Kabupaten

    Tulungagungtelah menerapkan prinsip- prinsip akuntabilitas pada pengelolaan

    APBDes tahun anggaran 2015. Akuntabilitas ini secara umum di pemerintahan

    Desa Bendosari Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung sudah berjalan

    dengan baik, walaupun masih ada beberapa kelemahan yang harus dibenahi.

    Menurut hasil analisis berdasarkan tahapan pengelolaan DD, yaitu pada

    tahapan pelaksanaan, pelaksanaan kegiatan pembangunan infrastuktur

    pedesaanyaitu pembangunan jalan paving belum berjalan sesuai dengan

    harapan karena pelaksana dari kegiatan pembangunan ini tidak dikelola

    langsung oleh Tim Pelaksanan Kegiatan yang dibentuk oleh Pemerintah Desa,

    51

    Elgia Astuty. 2013. Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan

    dan Belanja Desa (APBDES) (Studi pada Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2011 di Desa

    Sareng Kecamatan Geger Kabupaten Madiun). Publika¸1(2): 1-19

  • 45

    namun kenyataannya seluruh pengadaan barang dan jasa masih dilaksanakan

    oleh bendahara desa.52

    Hal yang senada juga dibuktikan penelitian di Desa Kerepkidul

    Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk sudah melaksanakan penerapan prinsip-

    prinsip akuntabilitas pada pengelolaan APBDes tahun anggaran 2015.

    Pemerintah Desa Kerepkidul telah membuktikan komitmennya atau

    tanggungjawabnya dengan cara mematuhi dan mengikuti tahapan serta

    ketentuan yang berlaku sesuai dengan Peraturan yang telah dikeluarkan oleh

    Bupati Nganjuk. Namun dalam penerapannya masih ditemukan permasalahan

    yakni pada besar jumlah persentase yang sedikit melebihi dari yang

    ditetapkan.53

    Sama seperti penelitian sebelumnya peneliti mengungkapkan bahwa

    akuntabilitas hukum dan kejujuran Desa Garon telah berpedoman pada

    Undang-Undang RI No.06 Tahun 2014, Peraturan Menteri dalam Negeri No.83,

    113 dan 114, Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2014, dan Peraturan Bupati

    Magetan No.12 Tahun 2015. Akuntabilitas manajerial pemerintah Desa Garon

    telah melibatkan masyarakat, seluruh perangkat desa, tim pelaksana, BPD,

    LPM dan Karang Taruna. Akuntabilitas program Desa Garon dengan

    mengikutsertakan masyarakat dalam menyusun program desa. Akuntabilitas

    finansial pemerintah Desa Garon terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja

    52

    Retno Murni Sari. 2015. Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa

    (APBDes) di Desa Bendosari Kecamatan Ngantru Kabupaten Tulungagung. Jurnal Kompilek,

    7(2): 139-148 53

    Indrian Supheni. 2016. Akuntabilitas Penyelenggaraan Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) (Studi Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran

    2015 Di Desa Kerepkidul Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk). Eksis, 11(2): 190-199

  • 46

    Desa Garon dapat dikatakan cukup ekonomis, tidak efesien, namun

    memberikan kontribusi pembangunan yang dapat dikatakan cukup efektif bagi

    perekonomian masyarakat Desa Garon.54

    Pada penelitian ini peneliti mengungkapkanbahwa prinsip akuntabilitas

    dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun

    2015 di desa Argorejo dan desa Argodadi Kecamatan Sedayu Kabupaten

    Bantul secara bertahap mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,

    penatausahaan sampai pada tahap pelaporan dan pertanggung jawaban

    APBDes telah sesuai dengan Permendagri No.113 tahun 2014, namun dari sisi

    administrasi masih diperlukan adanya pembinaan lanjutan, karena belum

    sepenuhnya sesuai dengan ketentuan serta masih ada keterlambatan pada

    pelaporan akhir. Kendala utamanya adalah belum efektifnya pembinaan aparat

    pemerintahan desa dan kompetensi sumber daya manusia, sehingga

    memerlukan pendampingan dari Pemerintah Daerah secara berkelanjutan.55

    Berbeda dengan peneliti ini menunjukkan bahwa berdasarkan Peraturan

    Bupati Nomor 33 Tahun 2015 tentang pengelolan Keuangan Desa secara garis

    besar pengelolaan Keuangan Desa telah mencapai akuntabilitas. Selain itu

    masih diperlukan adanya pendampingan desa dari pemerintah daerah yang

    intensif dalam membantu desa untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan

    54

    Pipit Juliana dan Purweni Widhianningrum. 2017. Akuntabilitas Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Desa Garon Kecamatan Kawedanan Kabupaten Magetan. ASSETS: Jurnal Akuntansi dan

    Pendidikan, 6(2): 169-183 55

    Efra Daud Soeharso. 2017. Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Tahun 2015 Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun

    2014 di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul Yogyakarta. Journal of Governance and Public

    Policy, 4(3): 422-442

  • 47

    keuangan Desa.56

    Hal senada juga diungkapkan peneliti menemukan bahwa

    tingkat kredibilitas aparatur desa Mandesan dapat dinilai melalui

    pertanggungjawaban dalam mengelola keuangan secara optimal. Dengan

    diterapkannya asas pengelolaan keuangan yang mengacu pada Peraturan

    Menteri Dalam Negeri No.113 Tahun 2014, dan adanya kejelasan sasaran

    anggaran yang berorientasi pada masyarakat dengan ketercapaian realisasi

    yang mendekati nilai anggarannya. Serta terjadi upaya melakukan peningkatan

    kualitas aparatur desa melalui pemantapan administrasi keuangan secara

    konsisten, akuntabel dan transparan.57

    Penelitian yang berbeda juga menunjukkan bahwa tidak adanya

    keterbukaan/tranparansi mengenai anggaran yang dikelola pemerintah desa

    dalam hal ini pelaksanaa anggaran, sehingga masyarakat pada umumnya tidak

    mengetahui secara terperinci tentang APBDes. Masyarakat hanya mengetahui

    jumlah keseluruhan APBDes tahun 2016 yaitu Alokasi Dana Desa berjumlah

    Rp. 390.342.144 dan Dana Desa yang dari Pusat berjumlah Rp. 557.039.956.

    Bahkan proses transparansi ini tidak membawa dampak positif kepada tata

    pemerintahan yang ada di Desa Tandu, serta keterbukaan pemerintah dalam

    membuat kebijakan-kebijakan tidak diketahui oleh masyarakat. Pelaksanaan

    Program APBDes di Desa Tandu tidak menerapkan prinsip akuntabilitas,

    walaupun penerapan prinsip akuntabilitas pada tahap ini pertanggung jawaban

    hanya diberkan kepada pemerintah daerah. Sedangkan kepada masyarakat

    56

    Lina Nasehatun Nafidah dan Nur Anisa. 2017. Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Desa di

    Kabupaten Jombang. Akuntabilitas: Jurnal Ilmu Akuntansi, 10(2): 273-288 57

    Henny Indarriyanti dan Vivi Eka Setyawati. 2017. Akuntabilitas APBdes sebagai Penentu

    Tingkat Kredibilitas Aparatur Desa. Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper Ekonomi

    dan Bisnis, hal 22-34

  • 48

    proses pertanggung jwaban tidak dilakukan sampai sekarang sehingga sampai

    saat ini respon dari masyarakat untuk menunjang program pemerintah kurang.

    Masyarakat hanya menginginkan laporan pertanggung dari pemerintah kepada

    masyarakat sebelum melaksanakan program pemerintah selanjutnya.58

    Pada peneliti ini menunjukkan bahwa problematika kepolisian sebagai

    penyidik tindak pidana korupsi dalam penetapan tersangka tindak pidana

    korupsi dana kampung/desa, yaitu: Pertama, saksi tidak kooperatif dalam

    kesediaan hadir meskipun telah dipanggil secara patut dan resmi, Kedua,

    penyidik tindak pidana korupsi terlebih dahulu harus memiliki bukti nilai

    kerugian negara dari Inspektorat Kabupaten Aceh Tengah dan Badan

    Pemeriksaan Keuangan (BPK), yang memerlukan waktu sangat lama hingga

    lebih dari 2 (dua) bulan.59

    Hal yang sama juga ditemukan peneliti menunjukkan

    bahwa Kepala Desa Tunjungori Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik diputus

    bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun serta

    dendaRp.50.000.000 juga mengembalikan uang negara sebesar Rp.239.396.815.

    Dalam mekanisme persetujuan APBDes diketahui bahwa BPD sebagai

    lembaga kemasyarakatan desa tidak diundang untuk melakukan musyawarah

    terkait perencanaan APBDes Tanjungori, adapun tanda tangan persetujuan oleh

    BPD juga telah ditanda tangani sendiri oleh terdakwa.60

    58

    Adianto Asdi Sangki., Ronny Gosal., dan Josef Kairupan. 2017. Penerapan Prinsip Transparansi

    dan Akuntabilitas dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Jurnal Eksekutif,

    1(1): 1-12 59

    Achmad Surya. 2018. Problematika Penyidik Dalam Penetapan Tersangka Tindak Pidana

    Korupsi Dana Desa di Kabupaten Aceh Tengah. RESAM Jurnal Hukum, 4(1): 1-16 60

    Okta Alfahni Ardiansa dan Tamsil. 2018. Analisis Yuridis Pelanggaran Prosedur Pengadaan

    Barang/Jasa Desa Dengan Sumber Dana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa di Desa

    Tanjungori Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik (Studi Kasus Putusan Nomor 239/Pid. Sus-

    TPK/2017/Pn. Sby). Jurnal Novum, 3(1): 1-9

  • 49

    Berdasarkan penelitian terdahulu diatas, terlihat adanya penyelewengan

    mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa oleh karena itu posisi

    penelitian ini adalah lebih kepada melengkapi penelitian diatas yang berkaitan

    tentang Akuntabilitas Pemerintah Desa Dalam Pelaksanaan Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Desa, jadi bisa dikatakan bahwa penelitian ini

    merupakan penelitian terbaru di Kabupaten Bojonegoro.