BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Keluarga 1....
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dukungan Keluarga
1. Definisi
Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga
juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya dan anggota
keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap
memberikan pertolongan dengan bantuan jika diperlukan.
Kane dalam Friedman (1998) mendefinisikan dukungan keluarga
sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial.
Ketiga dimensi interaksi dukungan sosial keluarga tersebut bersifat
reprokasitas (sifat dan hubungan timbal balik), advis atau umpan balik
(kuantitas dan kualitas komunikasi) dan keterlibatan emosional
(kedalaman intimasi dan kepercayaan) dalam hubungan sosial.
Menurut Gottlieb (1998) dalam Kuncoro (2002) dukungan
keluarga adalah komunikasi verbal dan non verbal, saran, bantuan, yang
nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab
dengan subyek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan
hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh
pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa
memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena diperhatikan,
mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya.
Serason (1983) dalam Kuncoro (2002) mengatakan bahwa
dukungan keluarga adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian, dari orang-
orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangikita. Pandangan
yang sama juga dikemukakan oleh Cobb yang mendefinisikan dukungan
keluarga sebagai adanya kenyamanan, perhatian dan penghargaan atau
menolong dengan sikap menerima kondisinya. Dukungan sosial tersebut
diperoleh dari individu maupun dari kelompok.
Dengan memahami pentingnya dukungan keluarga bagi penderita
DM, kita semua diharapkan mampu untuk memberikan partisipasi dalam
pemberian dukungan sesuai dengan kebutuhan penderita. Mulailah dengan
memberikan dukungan keluarga pada penderita DM yang berada dekat
dengan kita. Dengan pemberian dukungan yang bermakna maka para
penderita DM akan dapat menikmati hari-hari mereka dengan tentram dan
damai yang pada akhirnya akan memberikan banyak manfaat bagi semua
anggota keluarga yang lain (Kuncoro, 2002).
2. Jenis Dukungan Keluarga
Kaplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga
memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :
a. Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator informasi
tentang dunia yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu
masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya
suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan
aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan
ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik,
membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator
identitas anggota keluarga, diantaranya : memberikan support,
pengakuan, penghargaan dan perhatian.
c. Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit diantaranya : bantuan langsung dari orang yang diandalkan
seperti materi, tenaga dan sarana. Manfaat dukungan iniadalah
mendukung pulihnya energi atau stamina dan semangat yang menurun
selain itu individu merasa bahwa masih ada perhatian atau kepedulian
dari lingkungan terhadap seseorang yang sedang mengalami kesusahan
atau penderitaan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Manfaat dari dukungan ini adalah secara emosional menjamin nilai-
nilai individu (baik pria maupun wanita) akan selalu terjaga
kerahasiannya dari keingintahuan orang lain. Aspek-aspek dari
dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam
bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta
didedengarkan.
Penderita diabetes mellitus sangat membutuhkan keempat jenis dukungan
yang berasal dari keluarga sehingga diharapkan dapat mempercepat proses
penyembuhan.
3. Manfaat Dukungan Keluarga
Wills dalam Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek
penyangga (dukungan sosial melindungi individu terhadap efek negatif
dari stess) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung
mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan.
Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial
terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi secara
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang
adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah
sembuh dari sakit dan di kalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik, dan
kesehatan emosi.
Serason (1993) dalam Kuncoro (2002) berpendapat bahwa dukungan
keluarga mencakup 2 hal yaitu :
a. Jumlah sumber dukungan yang tersedia, merupakan persepsi individu
terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu
membutuhkan bantuan.
b. Tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan
persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan
berdasarkan kualitas).
4. Sumber Dukungan Keluarga
Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2
sumber dukungan keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan keluarga
yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam
kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada
disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, kerabat) teman
dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal sedangkan
dukungan keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang kedalam
kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana
alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan keluarga
natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan
dukungan keluarga artifisial. Perbedaan itu terletak pada :
a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya
tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan.
b. Sumber dukungan keluarga yang natural mempunyai kesesuaian
dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
c. Sumber dukungan keluarga natural berakar dari hubungan yang telah
berakar lama.
d. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian
dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata hanya sekedar
menemui seseorang dengan menyampaikan salam.
e. Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari beban dan label
psikologis.
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut Purnawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan
keluarga adalah :
a. Faktor Internal
1) Tahap Perkembangan
Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini
adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap
rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon
terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
2) Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh
variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan
membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk
memehami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan
menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga
kesehatan dirinya.
3) Faktor Emosi
Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya
dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami
respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespon
terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara
mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam
kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang
mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama ia sakit.
Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara
emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal
adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani
pengobatan.
4) Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani
kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan,
hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari
harapan dan arti dalam hidup.
b. Faktor Eksternal
1) Praktik di Keluarga
Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya
mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.
Misalnya: klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan
pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang sama. Misal:
anak yang selalu diajak orang tuanya untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya anak dia akan
melakukan hal yang sama.
2) Faktor Sosioekonomi
Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya
penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan
bereaksi terhadap penyakitnya.
Variabel psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup,
dan lingkungan kerja.
Sesorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari
kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan
kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat
ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap
gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari
pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
3) Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan
kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara
pelaksanaan kesehatan pribadi.
B. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil penginderaan manusia
terhadap objek di luarnya melalui indera-indera yang dimilikinya
(pendengaran, penglihatan, penciuman, dan sebagainya). Dengan
sendirinya pada waktu penginderaan, dalam diri manusia terjadi proses
perhatian, persepsi, penghayatan dan sebagianya terhadap stimulus atau
objek di luar subyek. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
dapat diukur atau diobservasi melalui apa yang diketahui tentang obyek
(masalah kesehatan) misalnya pengethuan tentang imunisasi, pengetahuan
tentang penyakit malaria, pengetahuan tentang sanitasi, dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2002).
Menurut Aristoteles, pengetahuan adalah hasil pencapaian akal manusia
yang dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a. Pengetahuan teoritis (pengetahuan yang diupayakan untuk kepentingan
diri sendir, seperti pengetahuan metafisika, fisika, dan matematika).
b. Pengatahuan praktis (pengetahuan yang diaktualkan seperti
pengetahuan etika dan politik).
c. Pengatahuan produktif (pengetahuan yang dikejar untuk membuat,
menghasilkan, dan menciptakan sesuatu).
Ketiga-tiganya didasarkan pada proses persepsi induktif, intuitif yang
menyingkap kaitan-kaitan niscaya diantara bentuk-bentuk partikular yang
dialami seseorang. Jika memiliki sesuatu deduktif yang teratur,
pengetahuan itu disebut ilmu (Save,1997).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku terbentuk, yang didasari oleh
pengetahuan akan bersifat langgeng daripada pengetahuan yang tidak
didasari pengetahuan (Budioro, 1998).
Pengetahuan yang harus diberikan dan diketahui oleh penderita
diabetes mellitus meliputi pengetahuan penyakit, tanda dan gejala,
komplikasi penyakit dan cara perawatan penyakit (Notoatmodjo, 2002).
Pengetahuan penderita tentang penyakit diabetes akan semakin
meningkat setelah dilakukan intervensi komunikasi therapeutik terhadap
pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya. (Sarwono, 1998). Menurut
American Diabetes Association (2002) penerapan komunikasi therapeutik
merupakan bagian dari pendidikan kesehatan kepada penderita diabetes
yang merupakan komponen penting dimana penderita mempunyai peran
penting dalam menejemen dirinya, selain didukung oleh keluarga, tim
kesehatan, maupun orang sekitarnya. Perubahan perilaku karena
pendidikan kesehatan yaitu tingkat pengetahuan, sikap, keyakinan, status
psikologis, kondisi fisik serta pola hidup sehat.
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2002) pengetahuan yang mencakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprenhension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar orang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan.
c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menyebarkan materi atau
suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu structural organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
d. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
e. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada statu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subyek
penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di diatas.
Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003), sebelum orang
mengadopsi perilaku baru dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan yaitu :
1) Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui lebih dulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus objek tersebut. Disini
sikap objek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimang-nimang), terhadap baik tidaknya stimulus
tersebut baginya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai yang
dikendaki stimulus.
5) Adaption, damana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku baru
melalui proses seperti ini, maka perilaku tersebut bersifat langgeng (long
lasting). Sebaliknya apabila perilaku tidak disadari oleh pengetahuan dan
kesadaran dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2003) adalah :
a. Tingkat pendidikan
Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang
sangat pokok. Sudah barang tentu tingkat pendidikan dapat
menghasilkan sesuatu perubahan dalam pengetahuan orang tua.
b. Informasi
Dengan kurangnya informasi tentang cara mencapai hidup sehat, cara
pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit dan sebagainya
akan menurunkan tingkat pengetahuan orang tua tentang hal terssebut.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang,
karena informasi-informasi baru akan disaring kira-kira sesuai tidak
dengan kebudayaan yang dianut.
d. Pengalaman
Pengalaman disini berkaitan dengan umur, tingkat pendidikan
seseorang maksudnya pendidikan yang tinggi akan mempunyai
pengalaman yang lebih luas, demikian juga dengan umur orang
tersebut pengalamannya juga akan semakin bertambah.
e. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang,
sedangkan ekonomi dikaitkan dengan daya pendidikan yang ditempuh
seseorang sehingga memperluas pengetahuan seseorang.
C. Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2000).
Diabetes merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan
berkembangnya komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neurologis
(Barbara, 1996).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu
suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengendalikan kadar
glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan menyimpannya
(Smeltzer, 2001).
2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut Rubenstein (2007) klasifikasi diabetes mellitus terdiri dari
3 yaitu :
a. Diabetes tipe I (diabetes yang tergantung insulin/IDDM).
Diabetes tipe I adalah gangguan autoimun dimana terjadi
penghancuran sel-sel β pankreas penghasil insulin. Penderita biasanya
berusia di bawah 30 tahun, mengalami onset akut, penyakit ini
tergantung pada terapi insulin dan cenderung labih mudah mengalami
ketosis.
b. Diabetes tipe II (diabetes tidak tergantung insulin/NIDDM).
Diabetes tipe II adalah bentuk yang sering ditemui, yaitu sekitar 90 %
penderita yang menyandang diabetes. Penderita diabetes khasnya
menderita obesitas, dewasa dengan usia lebih tua dengan gejala ringan
sehingga penegakan diagnosis bisa saja baru dilakukan pada stadium
penyakit yang sudah lanjut, seringkali setelah ditemukannya
komplikasi seperti retinopati atau penyakit vaskuler. Intensitas jaringan
terhadap insulin (resistensi insulin) dan tidak adekuatnya respon sel β
pankreas terhadap glukosa plasma yang khas, menyebabkan produksi
glukosa hati berlebihan dan penggunaannya yang terlalu rendah oleh
jaringan.
c. Diabetes Gestasional
Sebagian besar wanita yang mengalami diabetes saat hamil memiliki
homeostatis glukosa yang normal pada paruh pertama kehamilan dan
berkembang menjadi defisiensi insulin relatif selama paruh kedua,
sehingga terjaadi hiperglikemia. Hiperglikemia menghilang pada
sebagian besar wanita setelah melahirkan, namun mereka memiliki
peningkatan resiko menyandang diabetes tipe II.
3. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Menurut Karyadi (2002) secara umum tanda dan gejala yang dapat ditemui
meliputi :
a. Tanda dan gejala awal
1) Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat merupakan
gejala awal yang sering ditemukan. Selain itu rasa lemah dan cepat
capek cepat dirasakan, yang disebabkan karena glukosa darah tidak
dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar
untuk menghasilkan tenaga. Dalam hal ini, sumber tenaga akan
diambil dari cadangan tubuh termasuk lemak dan otot. Lama-
kelamaan penderita akan kehilangan cadangan tubuh termasuk
lemak dan otot, akibatnya berat badan turun dan badan semakin
kurus.
2) Banyak kencing (poliuri)
Gejala yang sering dirasakan penderita adalah sering kencing
dengan volume urine yang banyak. Kencing yang sering pada
malam hari terkadang sangat mengganggu penderita.
3) Banyak minum (polidipsi)
Pada saat glukosa darah melebihi batas ambang ginjal, maka
glukosa yang berlebihan itu akan dikeluarkan melalui urine.
Sedangkan waktu mengeluarkan glukosa melalui ginjal dibutuhkan
banyak air. Sehingga semakin banyak air yang dikeluarkan, tubuh
semakin kekurangan air. Akibatnya timbul rangsangan otak, rasa
haus dan ingin minum terus.
4) Banyak makan
Kadar glukosa yang tidak dapat masuk ke dalam sel, menyebabkan
rangsangan ke otak untuk mengirim pesan rasa lapar pada
penderita. Akibatnya penderita sering makan dan kadar glukosa
darah semakin tinggi, namun tidak dapat seluruhnya damanfaatkan
untuk masuk ke dalam sel.
b. Gejala kronis
1) Gangguan penglihatan
Pada mulanya penderita sering mengeluh penglihatannya kabur,
sehingga sering mangganti kacamata untuk dapat melihat dengan
baik.
2) Gangguan syaraf tepi atau kesemutan
Pada malam hari, penderita sering mengeluh sakit dan rasa
kesemutan pada kaki.
3) Gatal-gatal atau bisul
Keluhan gatal sering dirasakan penderita, biasanya gatal di daerah
kemaluan, atau daerah lipatan kulit seperti ketiak, paha, atau di
bawah payudara. Kadang sering timbul bisul dan luka yang lama
sembuhnya akibat luka lecet terkena sepatu atau tergores jarum.
4) Rasa tebal di kulit
Penderita DM sering mengalami rasa tebal di kulit, terutama bila
berjalan terasa seperti di atas bantal atau kasur.
5) Gangguan fungsi seksual
Gangguan ereksi/disfungsi seksual/impotensi sering dijumpai pada
penderita laki-laki yang terkena DM. Namun pendrita sering
menyembunyikan masalah tersebut karena malu menceritakannya
pada dokter. Impotensi pada penderita terjadi karena gangguan
syaraf, dan bukan karena kekurangan hormon seks pria
(testosteron) yang biasanya masih normal.
6) Keputihan
Keputihan dan gatal merupakan gejala yang sering dikeluhkan,
bahkan merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan. Hal ini
terjadi karena daya tahan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
mudah terkena infeksi antara lain karena jamur.
4. Komplikasi diabetes mellitus
Menurut Mansjoer (2000) komplikasi diabetes dapat muncul secara
akut maupun kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun
sesudah mengidap diabetes mellitus. Komplikasi akut diabetes yaitu koma
hipoglikemia, ketoasidosis, koma hiperosmolar nonketotik. Sedangkan
komplikasi kronik diabetes yaitu makroangiopati (mengenai pembuluh
darah besar, pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh
darah otak), mikroangiopati (mengenai pembuluh darah kecil, retinopati
diabetik, nefropati diabetik), neuropati diabetik, rentan infeksi seperti
tuberkulosis paru, gingivitis dan infeksi saluran kemihdan kaki diabetik
5. Perawatan Diabetes Mellitus
Tujuan utama perawatan diabetes adalah untuk menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
terjadinya komplikasi vaskular dan neuropati. Tujuan terapi dalam setiap
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas penderita
(Smeltzer, 2001).
Tiga modalitas primer perawatan diabetes mellitus yaitu terdiri dari diet,
latihan dan obat hipoglikemik. Pendidikan untuk perawatan diabetes
merupakan bagian integral dari pengobatan (Barbara, 1996).
a. Diet
Diet merupakan landasan perawatan penderita diabetes yang
penting, baik untuk penderita diabetes tipe I maupun penderita diabetes
tipe II. Tentunya, terdapat perbedaan perawatan untuk setiap tipe,
sebab sebagian penderita diabetes tipe II tidak memerlukan suntikan
insulin (Karyadi, 2002).
Rencana diet pada penderita diabetes dimaksudkan untuk mengatur
jumlah disarankan bervariasi, tergantung pada kebutuhan apakah
untuk mempertahankan, menurunkan atau meningkatkan berat tubuh.
Rencana diet harus didapat dengan berkonsultasi dengan ahli gizi yang
terdaftar dan berdasarkan pada riwayat diet penderita, makanan yang
lebih disukai, gaya hidup, latar belakang budaya, dan aktivitas fisik.
Tujuan diet pada penderita diabetes adalah mengendalikan kadar
glukosa darah dan lemak darah, mencapai dan mempertahankan berat
badan yang diharapkan serta menetapkan diet yang cukup dan
seimbang (Price, 2005).
Diet yang baik untuk penderita diabetes adalah diet yang seimbang,
jadwal makan yang teratur serta jenis makanan yang dimakan
bervariasi yang kaya nutrisi dan rendah karbohidrat. Diet perlu
dilakukan dengan mengurangi asupan karbohidrat (berbagai jenis gula
dan tepung termasuk nasi, kentang, ubi, singkong dan lain sebagainya),
mengurangi makanan berlemak (daging berlemak, kuning telur, keju,
dan susu tinggi lemak) serta memperbanyak makan sayur dan buah
sebagai sumber serat, vitamin dan mineral. Sebagai sumber protein
dapat memanfaatkan ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan
tempe (Agustina, 2008).
Menurut Karyadi (2002) dalam melaksanakan diet DM sehari-hari,
sebaiknya memperhatikan pedoman 3 J (jumlah, jadwal dan jenis),
maksudnya adalah :
J1 : Penentuan jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi
penderita. Perhitungan berat badan menurut Brocca yaitu
BB = 90 % x (TB – 100) x 1 kg. Bagi pria dengan tinggi di
bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumusnya adalah
BB ideal (TB dalam cm – 100) x 1 kg.
J2 : Jadwal diet harus diikuti sesuai intervalnya. Jadwal diet yang
dilaksanakan pada dasarnya diberikan dengan 3 kali makanan
utama dan tiga kali makanan antara (snack) dalam jarak waktu
antara 3 jam. Misalnya pukul 06.30 makan pagi, pukul 09.30
snack atau buah.
J3 : Jenis makanan yang manis harus dihindari termasuk buah-buahan
dan makanan lain yang manis. Jenis makanan yang dianjurkan
sebaiknya mengandung zat-zat gizi. Batasi makanan yang
mengandung tinggi kalori. tinggi lemak, tinggi kolesterol, dan
rendah serat. Sebaiknya pilih makanan yang mengandung serat
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan dengan kecukupan zat-zat
gizi yang dianjurkan.
b. Latihan atau Olah Raga.
Latihan atau olah raga merupakan modalitas kedua pada
perawatan diabetes mellitus. Glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel
otot yang aktif tanpa bantuan insulin dan kemudian dioksidasi menjadi
karbondioksida dan air, sehingga olah raga mempunyai aksi
hipoglikemik. Olah raga dapat menurunkan resistensi insulin dan
menurunkan berat badan pada penderita diabetes dengan obesitas
(Barbara, 1996).
Menurut Mansjoer (2000) jenis olah raga yang baik untuk
penderita diabetes adalah olah raga yang dapat memperbaiki semua
komponen kesegaran jasmani yaitu yang memenuhi ketahanan,
kekuatan, kelenturan tubuh (fleksibilitas), keseimbangan, ketangkasan,
tenaga dan kecepatan. Latihan yang dilakukan harus bersifat CRIPE
(Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training)
1. Continous (kontinyu)
Latihan yang diberikan harus berkesinambungan, dilakukan terus-
menerus menit penderita DM jogging tanpa disertai istirahat.
2. Rhytmical (Ritmis)
Latihan yang dipilih harus berirama, karena otot-otot akan
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh latihan ritmis
adalah jalan kaki, jogging, berenang, bersepeda, mendayung dan
tenis.
3. Interval
Latihan yang dilakukan harus selang-seling antara gerak cepat dan
lambat. Dengan latihan yang dilakukan secara bergantian maka
penderita DM dapat bernafas dengan lega tanpa menghentikan
latihan sama sekali.
4. Progressive
Latihan yang dilakukan harus berangsur-angsur dari sedikit ke
latihan yang lebih berat secara bertahap. Jadi beban latihan dapat
dinaikkan sedikit demi sedikit sesuai dengan pencapaian latihan
sebelumnya.
5. Endurance training (latihan daya tahan)
Latihan daya tahan memperbaiki sistim kardiovaskuler. Oleh
karena itu sebelum latihan dimulai penderita harus melakukan
pemeriksaan kardiovaskuler. Agar penderita tidak bosan dalam
melakukan latihan sebaiknya penderita memilih sendiri olah raga
yang disenangi yaitu yang bersifat rekreatif dan dapat dilaksanakan
dimanapun penderita berada.
Menurut Darmono (1993) hal yang perlu diperhatikan oleh penderita
saat melakukan olah raga adalah :
1. Jangan memulai olah raga jika kadar glukosa rendah misalnya olah
raga dilakukan sebelum makan.
2. Sepatu yang dipakai harus pas, karena luka sekecil apapun dapat
menimbulkan komplikasi.
3. Dalam melakukan latihan jasmani harus didampingi oleh orang
yang tahu mengatasi serangan hipoglikemia.
4. Penderita diabetes harus selalu membawa permen, sedikit gula
untuk pertolongan pertama bila terjadi gejala serangan
hipoglikemia.
5. Sebaiknya penderita selalu membawa tanda pengenal bahwa
dirinya adalah penderita diabetes.
6. Lakukan pemeriksaan kaki secermat mungkin selesai latihan, untuk
mengetahui kemungkinan terjadinya perlukaan.
c. Obat Hipoglikemia Oral
Jika penderita diabetes telah melakukan pengaturan makan dan
kegiatan jasmani yang teratur tapi kadar glukosa darahnya belum
normal, maka pemakaian obat hipoglikemia oral perlu
dipertimbangkan. Pada penderita yang menjadi underweight (kurus)
karena diabetes atau karena gejala klinisnya yang hebat, pengobatan
dapat segera dimulai dengan pemberian insulin dan apabila keadaan
sudah dapat dikendalikan, obat hipoglikemia oral dapat segera
diberikan (Hartini, 1993).
Indikasi pemakaian obat hipoglikemia oral adalah :
1. Diabet tipe II atau berat badan normal atau lebih.
2. Diabetes sesudah umur 40 tahun.
3. Diabetes kurang dari 5 tahun.
4. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit/hari.
Menurut karyadi (2002) jenis obat hipoglikemia oral adalah
golongan sulfonilurea, biguanid, thiazolindione, penghambat α-
glukosidase-acarbose, dan insulin sendiri. Cara kerja masing-masing
obat berbeda, yaitu meningkatkan sekresi insulin, menurunkan
produksi glukosa atau meningkatkan sensitivitas insulin. Obat
hipoglikemia oral tidak efektif untuk penderita diabetes tipe I, yang
mutlak membutuhkan injeksi insulin untuk menurunkan glukosa darah.
1. Sulfonilurea
Kelompok ini dimasukkan ke dalam golongan insulin sekretagok
yang mempunyai efek meningkatkan sekresi insulin terutama
bermanfaat pada orang-orang yang belum lama menderita diabetes.
Golongan sulfonilurea bekerja dengan cara :
a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
b. Menurunkan ambang sekresi insulin.
c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
Obat jenis ini dapat meningkatkan insulin dengan cepat, sehingga
harus diminum segera sebelum makan. Apabila obat diminum
tanpa diikuti makan, maka penderita dapat mengalami
hipoglikemia yang lebih berbahaya dari hiperglikemia. Efek
samping sulfonilurea adalah hipoglikemia yang ditandai dengan
penurunan kadar glukosa di bawah normal, keringat dingin, dan
penurunan kesadaran.
2. Biguanid
Obat golongan biguanid (metformin) merupakan salah satu obat
Tertua. Metformin menurunkan produksi glukosa di hati dan dapat
sedikit memperbaiki ambilan glukosa di jeringan perifer.
Metformin juga menurunkan kadar glukosa pada waktu puasa dan
kadar insulin, memperbaiki profil lipid dan membantu menurunkan
berat badan. Oleh karena itu metformin diberikan pada penderitra
diabetes yang gemuk.
Efek kerja biguanid adalah :
a. Menghambat penyerapan glukosa dari saluran pencernaan.
b. Menurunkan glukogenolisis dan glukoneogenesis di hati.
c. Tidak merangsang sel beta untuk menghasilkan insulin.
Obat ini diberikan satu kali sehari yaitu pagi hari. Tetapi untuk
meniru pola sekresi insulin dalam tubuh dan juga untuk mencegah
hipoglikemia.
3. Penghambat Alfa-Glukosidase-Acarbose
Obat ini menurunkan hipoglikemia post prandial dengan cara
memperlambat penyerapan glukosa di usus. Obat ini tidak
mempengaruhi ambilan glukosa atau sekresi insulin dan diminum
sebelum makan. Efek samping obat ini adalah diare, sering buang
angin (flatus), tinja lembek dan kembung.
4. Thiazolindione
Obat jenis ini adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa
mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia. Thiazolindione
tidak boleh dapakai pada penderita dengan penyakit hati atau gagal
jantung kongestif berat.
5. Terapi insulin
Terapi insulin di awal dipertimbangkan pada penderita yang kurus
dengan penurunan berat badan yang banyak, penderita dengan
penyakit ginjal atau hati dan penderita yang dirawat atau sakit
berat.
Indikasi pemberian insulin adalah :
a. Penderita DM tipe I karena produksi insulin oleh sel beta
pankreas hampir tidak ada.
b. Seorang dengan diabetes kehamilan membutuhkan insulin bila
diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
c. Penderita diabetes dengan ketoasidosis.
d. Penderita yang mendapat nutrisi parenteral atau yang
memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi
kebutuhan energinya. Insulin diberikan untuk mempertahankan
kadar glikosa darah mendekati normal selama periode resistensi
insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
e. Insulin sering kali diberikan pada pengobatan sindrom
hiperglikemi non-ketosis hiperosmolar.
f. Penderita DM tipe II bila terapi jenis lain tidak dapat
mengontrol kadar glukosa darah atau sedang mengalami stress
fisiologi seperti pada tindakan pembedahan, trauma, dan
lainnya.
Untuk pencegahan hipoglikemia, penggunaan insulin perlu
memperhatikan hal-hal berikut :
a. Ketetapan dosis insulin.
b. Tekhnik pemberian insulin (menyuntik tidak terlalu dalam dan
suntik di bawah kulit atau subkutan)
c. Dosis insulin dikurangi bila ada perubahan seperti makan agak
kurang, sesudah operasi, melahirkan dan olah raga.
d. Pendidikan
Pendidikan merupakan dasar utama untuk pengobatan dan
pencegahan diabetes. Kurangnya pengetahuan pada penderita diabetes
akan lebih menjerumuskan kearah timbulnya komplikasi dan dapat
menimbulkan beban bagi keluarga (Soegondo, 1993).
Tujuan pendidikan yaitu meningkatkan pengetahuan penderita
tentang penyakit dan perawatannya dengan tujuan penderita dapat
merawat dirinya sendiri, sehingga penderita dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut (PERKENI, 1998).
Upaya pendidikan kesehatan pada penderita diabetes akan
meningkatkan pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya.
Menurut Readhead (1993) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan
yang efektif pada penderita DM merupakan dasar dari kontrol
metabolisme yang baik dimana dapat meningkatkan hasil klinis dengan
jalan meningkatkan pengertian dan kemampuan perawatan penyakit
DM secara mandiri.
Penderita diabetes relatif dapat hidup normal asalkan mereka
mengetahui dengan baik keadaan dan cara perawatan diabetes. Mereka
dapat menyuntikkan sendiri insulin, memantau kadar glukosa darah,
dan memanfaatkan informasi untuk mengatur dosis insulin dan
merencanakan diet serta latihan yang dapat mengurangi hiperglikemia
atau hipoglikemia. Pada penderita diabetes tipe II yang mengalami
obesitas, simtomatik, dan mempunyai kadar glukosa yang cukup
tinggi, pengobatan pilihan adalah pembatasan diet dan penurunan berat
badan (Price, 2005).
D. Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Kerangka Teori
Purnawan, 2008 & Friedman, 1998
E. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang
dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap judul yang dipilih sesuai
dengan identifikasi masalahnya. (Alimul, 2003)
Variabel Independen Variabel Dependen
Pengetahuan keluarga
Dukungan keluarga dalam perawatan DM
Faktor internal Tahap perkembangan. Pendidikan atau tingkat pengetahuan
Faktor emosi Faktor spiritual
Dukungan keluarga dalam perawatan DM : Dukungan informasional Dukungan penilaian Dukungan instrumental Dukungan emosional.
Faktor eksternal Praktik di keluarga Faktor sosioekonomi Faktor Latar belakang budaya
F. Hipotesis
Dari uraian di atas dapat diambil suatu hipotesis :
Ada hubungan antara pengetahuan keluarga dengan dukungan keluarga dalam
perawatan DM di Desa Pamongan Kecamatan Guntur Kabupaten Demak.