Bab II Tinjauan Pustaka

download Bab II Tinjauan Pustaka

of 20

description

konsumsi Fe

Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka

7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kepatuhan Kepatuhan secara umum adalah perilaku positif yang diperlihatkan seseorang saat mengarah ke tujuan terapeutik yang ditentukan bersama.15 Menurut pendapat ahli kepatuhan adalah sejauhmana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau prefentif, jangka panjang atau pendek. Derajat ketidakpatuhan ditentukan oleh beberapa faktor : 161. Kompleksitas prosedur pengobatan2. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan3. Lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi nasehat tersebut4. Apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan5. Apakah pengobatan tersebut terlihat berpotensi menyelamatkan hidup6. Keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan profesional kesehatan.Faktor faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian :1. Pemahaman tentang instruksiTidak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehtan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat pasien.162. Kualitas interaksi

6Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Riset tentang faktor-faktor interpersonal yang mempengaruhi kepatuhan terhadap pengobatan menunjukkan pentingnya sentifitas dokter terhadap komunikasi verbal dan nonverbal pasien, dan empati terhadap perasaan pasien, akan menghasilkan suatu kepatuhan sehingga akan menghasilkan suatu kepuasan. 163. Isolasi sosial dan keluargaKeluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima. 164. Keyakinan, sikap dan kepribadianKeyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan. 16Kegagalan untuk mengikuti program pengobatan jangka panjang, yang bukan dalam kondisi akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk sesuai waktu. Cara meningkatkan kepatuhan diantaranya melalui perilaku sehat dan pengontrolan perilaku dengan faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu dan uang merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan dalam program-program medis, dan dukungan dari profesional kesehatan. 16

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepatuhan 2.2.1. Pengetahuan (Knowledge)Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).17 Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan : 1. Tahu (know)Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah terima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. 172. Memahami (comprehension)Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang begizi. 173. Aplikasi (aplication)Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya hitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 174. Analisis (analysis)Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi di dalam kompenen-kompenen, tetapi masih di dalam satu stuktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 17

5. Sintesis (syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebaginya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 176. Evaluasi (evaluation)Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria - kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya. 17Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita keahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. 17

2.2.2. Sikap (Attitude)Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut : 17An individuals social attitude is a syndrome of response consistency with regard to social object (Campbell,1950)Attitude entails an existing predisposition to response to social objecs which in interaction with situational and other dispositional variables, guides and direct the overt behavior of the individual (Cardno, 1955).Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereakasi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Diagram dibawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut. 17

Reaksi Tingkah laku (terbuka)

Proses StimulusStimulus Rangsangan

Sikap (tertutup)

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan ReaksiSumber : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (2012)

a. Komponen pokok sikapDalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok. 1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio. 17b. Berbagai tingkatan sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan. 1. Menerima (receiving)Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang tehadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 172. Merespons (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. 173. Menghargai (valving)Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 174. Bertanggung jawab (responsible)Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tentangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. 17

2.2.3. MotivasiMotivasi atau motif berasal dari kata latin moreve yang merupakan suatu dorongan dari dalam diri manusia yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif tidak dapat diamati, yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut. 17 Beberapa batasan pengertian tentang motivasi ini antara lain sebagai berikut :a. Pengertian motivasi seperti yang dirumuskan oleh Terry. G (1986) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku. b. Stoner mendefinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tindakan atau perilaku seseorang.c. Knootz (1972) merumuskan bahwa motivasi mengacu kepada dorongan dan usaha untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan.d. Hasibuan (1995) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan yang akhirnya seseorang bertindak atau berprilaku.17Dari berbagai batasan dan dalam konteks yang berbeda seperti yang tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Di dalam diri seseorang terdapat kebutuhan atau keinginan terhadap objek di luar seseorang tersebut, kemudian bagaimana seseorang tersebut menghubungkan antara kebutuhan dengan objek tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dimaksud. Oleh sebab itu, motivasi adalah suatu alasan (reasoning) seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Persyaratan utama untuk masyarakat berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luar hanya menstimulasi saja. Untuk itu maka pendidikan atau promosi kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang tumbuhnya motivasi. 17Banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu merumuskan teori tentang motivasi, yaitu :a. Teori McClellandMenurut teori McClelland yang dikutip dan diterjemahkan oleh Sahlan Asnawi (2002), mengatakan bahwa dalam diri manusia ada dua motivasi, yakni motif primer atau motif yang tidak dipelajari dan motif sekunder atau motif yang dipelajari melalui pengalaman serta interaksi dengan orang lain. Motif sekunder sering disebut juga motif sosial. Motif primer atau motif yang tidak dipelajari ini secara alamiah timbul pada setiap manusia secara biologis. Motif ini mendorong seseorang untuk terpenuhinya kebutuhan biologis misalnya makan, minum, seks, dan lainnya. Sedangkan motif sekunder adalah motif yang ditimbulkan karena dorongan dari luar akibat interaksi dengan orang lain atau interaksi sosial.17b. Teori McGregorBerdasarkan penelitiannya Mcgregor menyimpulkan teori motivasi itu dalam teori X dan Y. Teori ini berdasarkan pandangan konvesional atau klasik (teori X ) dan pandangan baru atau modern (teori Y). 17c. Teori HerzbergFrederick Herzberg adalah seseorang ahli psikologi dari Universitas Cleveland, Amerika Serikat. Pada tahun 1950 telah mengembangkan teori motivasi Dua faktor (Herzbergs Two Factor Motivation Theory). Menurut teori ini, ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang dalam kegiatan, tugas atau pekerjaannya, yaitu faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasional dan faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor higiene. 17d. Teori MaslowMaslow, seorang ahli psikologi telah mengembangkan teori motivasi ini sejak tahun 1943. Maslow melanjutkan teori Eltom Mayo (1880-1949), mendasarkan pada kebutuhan manusia yang dibedakan antara kebutuhan biologis (materil) dan kebutuhan psikologis (nonmateril). 17Motivasi dapat dibagi berdasarkan berbagai pandangan dari para ahli antara lain :a. Pembagian motif berdasarkan kebutuhan manusia, dibedakan menjadi tiga macam, yakni :1. Motif kebutuhan biologis, seperti minum, makan, bernapas, seksual, bekerja, dan beristirahat2. Motif darurat, yang mencakup dorongan-dorongan menyelamatkan diri, berusaha, dan dorongan untuk membalas3. Motif objektif, yang meliputi kebutuhan untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi, dan sebagainya. 17b. Pembagian motif berdasarkan atas terbentuknya motif tersebut mencakup :1. Motif motif pembawaan, yang dibawa sejak lahir, tanpa dipelajari, misalnya dorongan untuk makan, minum, beristirahat, dorongan seksual, dan sebagainya.2. Motif yang dipelajari, yaitu motif-motif yang timbul karena dipelajari, seperti dorongan untuk belajar sesuatu, dorongan untuk mengejar kedudukan, dan sebagainya. 17c. Pembagian motif menurut penyebabnya :1. Motif ekstrinsik, yaitu motif yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya, seorang ibu mau mendatangi penyuluhan gizi, karena menurut kader kesehatan bahwa informasi gizi penting dalam rangka perkembangan anaknya.2. Motif instrinsik, yaitu motif yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar tetapi sudah dengan sendirinya terdorong untuk berbuat sesuatu. 17

2.3. Konsumsi Zat besi2.3.1. Fungsi Zat BesiBesi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh sebagai alat angkutan oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian tepadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. 182.3.2 Komposisi Zat Besi di Dalam TubuhDi dalam tubuh orang dewasa, jumlah seluruh zat besi diperkirakan 3,5 gram. Dari jumlah itu sekitar 70%-nya dijumpai dalam hemoglobin dan 25%-nya merupakan besi cadangan yang terdiri dari feritin dan hemosiderin, dijumpai dalam hati, limfa, dan sumsum tulang. Unsur besi lainnya dalam jumlah yang sangat kecil terdapat dalam jaringan padat, dan bagian lainnya meskipun sangat kecil tetapi memiliki fungsi yang sedemikian penting, dijumpai di dalam berbagai enzim oksidatif, antara lain katalase, mitokondria, sitokrom, dan flavoprotein. 9

2.3.3 Sumber Zat BesiSumber zat besi berasal dari makanan hewani, seperti daging, ayam dan ikan. Sumber zat besi yang baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik (bioavability). 18Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serelia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik yang sedang dan besi didalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah. Kombinasi makanan sehari-hari sebaiknya diperhatikan, makanan terdiri atas sumber zat besi yang berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu sumber absorbsi. 18

2.3.4 Penyerapan (Absorbsi) Zat BesiZat besi diabsorbsi dalam bentuk ion Fe2+ terutama diduodenum dan jejenum, absorbsi akan lebih baik dalam suasana asam. Ada 3 faktor penting yang mempengaruhi absorbsi zat besi :

a. Faktor endogen1. Bila jumlah zat besi yang disimpan dalam depot berkurang, maka absorbsi zat besi akan bertambah dan demikian pula sebaliknya.2. Bila aktivitas eritropoesis naik, maka absorbsi zat besi akan bertambah dan demikian pula sebaliknya3. Bila kadar hemoglobin berkurang, maka absorbsi zat besi akan bertambah dan demikian pula sebaliknya. 9b. Faktor eksogen1. Komposisi zat besi dalam bentuk Fe2+ atau Fe3+ yang didapati dalam sumber makanan.2. Sifat kimiawi makanan yang dapat menghambat atau mempermudah absorbsi zat besi.3. Vitamin C mempermudah absorbsi zat besi karena dapat mereduksi dari bentuk feri ke bentuk fero, Vitamin E menaikkan absorbsi zat besi karena dapat merangsang eritropoesis, sedangkan Ca, Fosfor dan asam fitat menghambat absorbsi zat besi, karena zat tersebut dengan zat besi membentuk satu persenyawan yang tidak dapat larut dalam air. 94. Proses penyerapan zat besi tergantung pada berbagai faktor seperti tanin (catechin dan bioflavonoid) dalam teh mempengaruhi proses penyerapan zat besi non-heme dengan membentuk ikatan larut dengan molekul besi non-heme. Meskipun menghambat penyerapan zat besi non-heme, tanin tidak menghambat proses penyerapan zat besi heme. Saat terdapat tanin, zat besi heme yang bisa diserap berada pada tingkat 10-30%, sedangkan besi non-heme hanya diserap pada tingkat 2-10%. Penelitian juga menunjukkan bahwa mereka yang minum teh di antara waktu makan atau segera setelah makan, biasanya memiliki kadar besi rendah.19c. Faktor usus sendiri1. Sekresi pankreas menghambat absorbsi zat besi2. Asam lambung mempermudah absorbsi zat besi karena dapat mengubah bentuk Fe3+ menjadi bentuk Fe2+, disamping itu asam lambung mencegah terjadinya persenyawaan zat besi dengan fosfat yang dapat larut dalam air, maka pada penderita akhlorhidria dan post gastrektomi selalu dijumpai adanya defisiensi besi.3. Gastroferin, yaitu suatu protein yang berasal dari sekresi lambung dapat mengikat besi. Pada anemia defisiensi besi dan hemokhromatosis kadar gastroferinnya berkurang.4. Sel mukosa usus mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi zat besi dengan teori yang dikenal sebagai mucosal barier, dimana sel mukosa usus dapat mempertahankan kadar ion ferro dalam sel dengan cara menjaga keseimbangan antara oksidasi reduksi. Absorbsi zat besi dalam mukosa usus dilakukan oleh suatu protein yang terdapat didalam dinding usus halus yang disebut apoferitin. Zat besi setelah terikat oleh apoferitin akan menjadi feritin, jika sel mukosa usus telah jenuh feritin maka zat besi tidak dapat diserap lagi oleh mukosa usus, sebaliknya pada keadaan anemia defisiensi besi dimana sel mukosa usus belum jenuh dengan feritin maka akan terjadi peningkatan absorbsi zat besi. 9

2.3.5 Eksresi Zat BesiBerbeda dengan mineral lainnya, tubuh manusia tidak dapat mengatur keseimbangan besi melalui ekskresi. Besi dikeluarkan dari tubuh relatif kecil berkisar antara 0,5-1,0 mg setiap hari. Ekskresi ini relatif kosntan dan tidak dipengaruhi oleh jumlah besi didalam tubuh atau absorbsinya. Zat besi keluar melalui rambut, kuku, keringat, air kemih, dan terbanyak melalui deskuamasi sel epitel saluran pencernaan. Berbeda dengan wanita yang sedang menstruasi dan wanita hamil setiap hari kehilangan zat besi 0,5-1,0 mg atau 40-80 ml darah dan wanita yang sedang menyusui sebanyak 1,0 mg sehari. Wanita yang melahirkan dengan pendarahan normal akan kehilangan besi 500-550mg. 9

2.4 Kebutuhan Zat Besi Pada Ibu Hamil2.4.1 Kebutuhan Zat Besi pada Masa KehamilanIbu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I sampai dengan trimester III.20 Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan akan meningkat, dikarenakan kebutuhan janin dalam pertumbuhan yang memerlukan banyak sekali zat besi, pertumbuhan plasenta, dan peningkatan volume darah ibu (hemodilusi). Jumlah yang diperlukan sekitar 1000 mg selama kehamilan. 10Kebutuhan akan zat besi selama trimester I relatif lebih sedikit, yaitu 0,8 mg/hari hal ini disebabkan karena pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Meningkat pada trimester kedua hingga ketiga untuk memproduksi sel-sel darah merah yang harus mengangkut oksigen lebih banyak untuk janin.20 Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi 300 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil.21 Bila dikaitkan dengan kejadian anemia ibu hamil maka, besarnya angka kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester II sebesar 70%, dan trimester III sebesar 70%.22 Kebutuhan zat besi pada masa kehamilan adalah untuk meningkatkan sel darah ibu sebanyak 500 mg Fe, terdapat dalam plasenta sebanyak 300 mg Fe, untuk janin sebanyak 100 mg Fe maka jumlah keseluruhan kebutuhan Fe adalah 900 mg Fe.9 Kebutuhan zat besi menurut trimester adalah sebagai berikut : 1. Pada usia kehamilan trimester I, zat besi yang di butuhkan adalah 1 mg/hari, yaitu untuk kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambah dengan kebutuhan janin dan red cell mass 30-40 mg.2. Pada usia kehamilan trimester II, zat besi yang dibutuhkan adalah 5 mg/hari, yaitu untuk kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambah dengan kebutuhan janin dan red cell mass 300 mg dan conceptus 115 mg.3. Pada usia kehamilan III zat besi yang dibutuhkan adalah 5 mg/hari yaitu untuk kebutuhan basal 0,8 mg/hari ditambah dengan kebutuhan red cell mass 150 mg dan conseptus 223 mg. 23

2.4.2 Akibat Kekurangan Zat Besi pada Masa KehamilanPengaruh defisiensi Fe terutama melalui kondisi gangguan fungsi hemoglobin yang merupakan alat transport O2 yang diperlukan pada banyak reaksi metabolik tubuh.9 Kurangnya zat besi dapat menimbulkan anemia. Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi, bila tidak dipenuhi masukan zat besi lama kelamaan akan timbul gejala anemia disertai penurunan kadar Hb. Kadar normal Hb dalam darah yaitu pada anak balita 11 gr%, anak usia sekolah 12 gr%, wanita dewasa 12 gr%, ibu hamil 11gr%, laki-laki 13 gr% dan ibu menyusui 12 gr%. 24Anemia defisiensi besi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh wanita diseluruh dunia terutama dinegara berkembang serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan.9 Ciri- ciri gejala anemia tidak khas dan sulit ditemukan tetapi dapat terlihat dari kulit dan konjungtiva yang pucat, tubuh lemah, nafas pendek dan nafsu makan hilang. Penentuan anemia klinis dipengaruhi oleh banyak variabel seperti ketebalan kulit dan pigmentasi yang tidak dapat diandalkan kecuali pada anemia berat. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sebaiknya digunakan untuk mendiagnosis dan menentukan beratnya anemia.24Pada masa kehamilan akan terjadi perubahan fisiologis dari tubuh ibu hamil. Salah satunya adalah perubahan pada sistem hematologi. Volume darah semakin meningkat karena jumlah serum lebih besar daripada darah (hemodilusi). Masa puncak terjadi pada umur kehamilan 32 minggu. Serum darah (volume darah) bertambah 25-30%, sedangkan sel darah bertambah 20%. Curah jantung akan bertambah 30%. Bertambahnya hemodilusi darah mulai tampak pada umur kehamilan 16 minggu. Jumlah sel darah merah semakin meningkat, hal ini untuk mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim. Namun, pertambahan sel darah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang disertai dengan anemia fisiologis. 9Anemia defisiensi besi pada wanita hamil mempunyai dampak buruk, baik pada ibu maupun janinnya. Ibu hamil dengan anemia berat lebih memungkinkan terjadinya partus prematur dan memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah serta dapat meningkatkan kematian perinatal. Menurut WHO 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Hasil persalinan pada wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi adalah 12-28% angka kematian janin, 30% kematian perinatal, dan 7-10% angka kematian neonatal. 9

2.5 Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Kekurangan Zat Besi Pada Ibu HamilUpaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kekurangan zat besi pada ibu hamil adalah :a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama makanan sumber hewani (heme iron) yang mudah diserap seperti hati, daging, dan ikan. Selain itu perlu ditingkatkan juga, makanan yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin A (buah-buahan dan sayuran) untuk membantu penyerapan zat besi dan membatu proses pembentukan Hb. b. Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan zat besi, asam folat, vitamin A dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran. Penambahan zat besi ini umumnya dilakukan pada bahan makanan hasil produksi industri pangan. c. Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu, bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara cepat. Program pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90 tablet selama kehamilannya. Tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 0,25 mg. Program tersebut bertujuan mencegah dan menangani masalah anemia pada ibu hamil.23

2.6 Suplementasi Zat Besi Pada Ibu Hamil2.6.1 Pengertian Suplementasi Tablet Zat BesiTablet besi adalah tablet penambah darah untuk menanggulangi anemia gizi besi yang diberikan kepada ibu hamil.7 Suplementasi tablet zat besi adalah pemberian zat besi folat yang berbentuk tablet. Tiap tablet mengandung 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat, yang diberikan oleh pemerintah pada ibu hamil untuk mengatasi masalah anemia gizi besi. 23 Pemberian tablet zat besi pada ibu hamil terbagi menjadi dua bentuk, yaitu :1. Fe 1 : ibu hamil yang mendapat 30 tablet Fe (suplemen zat besi) selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.2. Fe 3 : ibu hamil yang mendapat 90 tablet Fe (suplemen zat besi) selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.7Suplementasi zat besi ini menguntungkan karena dapat memperbaiki status Hb dalam tubuh dalam waktu relatif singkat. Sampai sekarang cara ini masih merupakan salah satu cara yang dilakukan pada ibu hamil dan kelompok yang beresiko tinggi lainnya. Di Indonesia tablet besi yang digunakan ferrous sulfat senyawa ini tergolong murah dan dapat diabsorbsi sampai 20%.25

2.6.2 Dosis dan Cara Pemberian Tablet Zat Besi Pada Ibu HamilTablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu:1. Dosis pencegahan Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya (K1), yang dimakan selama paruh kedua kehamilan pada saat tersebut kebutuhan zat besi sangat tinggi. 232. Dosis pengobatanDiberikan pada sasaran (Hb ambang batas) yaitu bila kadar Hb 11gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. 233. Cara pemberian Besi dalam bentuk fero lebih mudah di absorbsi maka preparat besi untuk pemberian oral tersedia dalam berbagai bentuk dan berbagai garam fero seperti fero sulfat, fero glukonat, dan fero fumarat. Ketiga preparat ini umumnya efektif dan tidak mahal. 23

2.6.3 Efek Samping Pemberian Suplementasi Zat BesiPemberian zat besi secara oral dapat menimbulkan efek samping pada saluran gastrointestinal pada sebagian orang, seperti rasa tidak enak di epigastrium, mual muntah dan diare. Frekuensi efek samping ini berkaitan langsung dengan dosis zat besi. Tidak tergantung senyawa zat besi yang digunakan, tidak satu pun senyawa yang ditolerir lebih baik dari pada senyawa lain. Zat besi yang dimakan bersama makanan akan ditolerir lebih baik bila ditelan dalam perut kosong meskipun jumlah zat besi yang diserap akan berkurang. Pemberian suplementasi zat besi (Fe) pada sebagian wanita akan menyebabkan sembelit. Penyulit ini dapat diredakan dengan cara memperbanyak minum, menambah konsumsi makanan yang kaya akan serat seperti roti, sereal, dan agar-agar. 26

2.7 Kerangka TeoriBerdasarkan tinjauan pustaka, maka dibuatlah kerangka teori penelitian mengenai hubungan pengetahuan, sikap dan motivasi ibu nifas terhadap perilaku kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi sebagai berikut:

Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)PengetahuanSikap MotivasiKeyakinan Nilai-nilai, dll

Faktor Premungkin (Enabling Factor)Fasilitas / saranaSosiodemografiPekerjaan

Perilaku Kesehatan

Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)Petugas KesehatanTokoh agamaTokoh masyarakatKeluarga

Gambar 2.2 Teori Perilaku Sumber : Lawrence Green (1990), dalam Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (2012)2.8 Kerangka KonsepKerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka yang berhubungan antara konsep yang ingin diamati atau diukur berdasarkan penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kerangka teori, ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengkonsumsi tablet zat besi yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengambil tiga aspek dari faktor predisposisi yang akan dijadikan variabel penelitian. Pengetahuan, sikap, dan motivasi sebagai variabel independen dan kepatuhan ibu nifas mengkonsumsi tablet zat besi sebagai variabel dependen. Pemilihan variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti dilakukan berdasarkan alasan sebagai berikut :a. Alasan pemilihan variabel yang diteliti dari faktor predisposisi karena dari tinjauan pustaka faktor ini merupakan faktor yang paling besar kemungkinannya mempengaruhi ibu dalam mengkonsumsi tablet zat besi.b. Alasan pemilihan variabel yang tidak diteliti yaitu dari faktor premungkin dan faktor pendorong karena dari kedua faktor ini sulit untuk mendapatkan informasinya.

Pengetahuan Ibu

Perilaku Kepatuhan Ibu mengonsumsi Tablet Zat Besi

Sikap Ibu

Motivasi Ibu

Variabel DependenVariabel Independen

Gambar 2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu nifas dalam mengkonsumsi tablet zat besi di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Kopi Kelurahan Thehok Tahun 20132.9 Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :1. Ada hubungan pengetahuan ibu nifas terhadap perilaku kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Kopi Kelurahan Thehok Tahun 20132. Ada hubungan sikap ibu nifas terhadap perilaku kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Kopi Kelurahan Thehok Tahun 20133. Ada hubungan motivasi ibu nifas terhadap perilaku kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Kopi Kelurahan Thehok Tahun 2013