BAB II Tinjauan Pustaka

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroekosistem Lahan Basah Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman.Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), payau, dan gambut.Akan tetapi dalam pertanian dibatasi agroekologinya sehingga lahan basah dapat di definisikan sebagai lahan sawah. Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Selain itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase.Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan.Di daerah

description

tipus

Transcript of BAB II Tinjauan Pustaka

16

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Agroekosistem Lahan BasahLahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman.Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal.Digolongkan ke dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), payau, dan gambut.Akan tetapi dalam pertanian dibatasi agroekologinya sehingga lahan basah dapat di definisikan sebagai lahan sawah.Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Selain itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya.Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase.Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan.Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak.Penggenangan selama pertumbuhan padi dan pengolahan tanah pada tanah kering yang disawahkan, dapat menyebabkan berbagai perubahan sifat tanah, baik sifat morfologi, fisika, kimia, mikrobiologi maupun sifat-sifat lain sehingga sifat-sifat tanah dapat sangat berbeda dengan sifat-sifat tanah asalnya. Sebelum tanah digunakan sebagai tanah sawah, secara alamiah tanah telah mengalami proses pembentukan tanah sesuai dengan faktor-faktor pembentuk tanahnya, sehingga terbentuklah jenis-jenis tanah tertentu yang masing-masing mempunyai sifat morfologi tersendiri. Pada waktu tanah mulai disawahkan dengan cara penggenangan air baik waktu pengolahan tanah maupun selama pertumbuhan padi, melalui perataan, pembuatan teras, pembuatan pematang, pelumpuran dan lain-lain maka proses pembentukan tanah alami yang sedang berjalan tersebut terhenti. Semenjak itu terjadilah proses pembentukan tanah baru, dimana air genangan di permukaan tanah dan metode pengelolaan tanah yang diterapkan, memegang peranan penting. Karena itu tanah sawah sering dikatakan sebagai tanah buatan manusia. (Hardjowigno, 2007)2.2 Agroekosistem Lahan Kering Lahan kering didenifisikan secara umum dalam hal iklim sebagai tanah dengan curah hujan terbatas. Ditandai dengan rendahnya curah hujan yang berkisar antara 100-600mm/tahun. Tidak menentu dan sangat tidak konsisten. Ciri utama dari kekeringan adalah rendahnya persediaan antara curah hujan tahunan dan evapotranspirasi. Curah hujan yang rendah tidak dapat diandalkan dan terkonsentrasi selama musim hujan yang pendek dengan waktu yang tersisa cenderung relative kering. Suhu tinggi selama hujan menyebabkan sebagian besar curah hujan akan hilang dalam penguapan (IFAD 2000). Menurut Kadekoh (2010) mendefinisikan lahan kering sebagai lahan dimana pemenuhan kebutuhan air tanaman tergantung sepenuhnya pada air hujan dan tidak pernah tergenang sepanjang tahun. Pada umumnya istilah yang digunakan untuk pertanian lahan kering adalah pertanian tanah darat, tegalan, tadah hujan dan huma. Potensi pemanfaatan lahan kering biasanya untuk komoditas pangan seperti jagung, padi gogo, kedelai, sorghum, dan palawija lainnya. Untuk pengembangan komoditas perkebunan, dapat dikatakan bahwa hamper semua komoditas perkebunan yang produksinya berorientasi ekspor dihasilkan dari usaha tani lahan kering. Menurut Kate (2008) Lahan kering mencakup sekitar 40% permukaan tanah di bumi. Lahan kering rentan terhadap degradasi penggurunan, tanah dan kekeringan. Populasi, pertanian dan ekosistem rentan terhadap perubahan iklim dan variabilitas Lahan kering secara fisik tidak diairi atau tidak mendapatkan pelayanan irigasi sehingga sumber air utama adalah curah hujan dan sebagian kecil yang berasal dari air tanah atau pomponisasi Menurut Muku (2002), Lahan kering tergolong sub optimal karena tanahnya kurang subur, bereaksi masam, mengandung Al, Fe, dan atau Mn dalam jumlah tinggi sehingga dapat meracuni tanaman. Lahan masam pada umumnya miskin bahan organik dan hara makro N, P, K, Ca, dan Mg Pemberian bahan kapur, bahan organik, dan pemupukan N, P, dan K merupakan kunci untuk memperbaiki kesuburan lahan kering masam. Kemudian menurut Notohadiprawiro (2006) lahan kering masam didominasi oleh tanah Ultisol, yang dicirikan oleh kapasitas tukar kation (KTK) dan kemampuan memegang atau menyimpan air yang rendah, tetapi kadar Al dan Mn tinggi. Kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kadar bahan organik pada lapisan atas, dan bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin hara dan bahan organic. Pentingnya pengelolaan lahan kering dapat diartikan sebagai segala upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah pada lahan kering agar usaha pertanaian dapat secara berkelanjutan dilaksanakan tanpa merusak kelestarian lingkungan. Sementara Muku (2002) pada tingkat pengelolaan yang kurang memadai akan menimbulkan gangguan keseimbangan sumber daya alam sehingga degredasi lahan akan dipercepatProspek agroekosistem lahan kering untuk pengembangan peternakan cukup baik (Bamualim,2004). Lahan kering mempunyai potensi besar untuk pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura, maupun tanaman perkebunan. Pengembangan berbagai komoditas pertanian di lahan kering merupakan salah satu pilihan strategis untuk meningkatkan produksi dan mendukung ketahanan pangan nasional (Mulyani dkk, 2006). Namun demikian, tipe lahan ini umumnya memiliki produktivitas rendah, kecuali pada lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman tahunan atau perkebunan. Pada usaha tani lahan kering dengan tanaman semusim, produktivitas relatif rendah serta menghadapi masalah sosial ekonomi seperti tekanan penduduk yang terus meningkat dan masalah biofisik (Syam, 2003). 2.3 Kualitas Tanah dan Kesehatan TanahMenurut Doran & Parkin (1994) kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah. Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus :(1) menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem,(2) memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah,(3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan,(4) peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan(5) apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar tanah.Pengukuran kualitas tanah dibidang pertanian hendaknya tidak hanya terbatas pada tujuan produktivitas, sebab ternyata penekanan pada produktivitas megakibatkan degradasi tanah. Pada umumnya, hasil panen dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak terkait dengan kualitas tanah. Kualitas tanah juga dianggap sebagai unsur kunci pertanian berkelanjutan (Larson and Piece, 1991: hal 4 dalam Waluyaningsih, 2008). 2.4 Hama Dan Penyakit Penting Pada Agroekosistema. Ulat Tanah (Agrotissp.)Menurut Wahyu (1989) ulat yang berwarna cokelat sampai cokelat kehitaman ini menyerang tanaman kecil setelah ditanam di lahan.Serangan biasanya dilakukan pada malam hari, karena prilaku ulat ini takut sinar matahari.Pangkal batang tanaman yang masih sangat sukulen digerek hingga putus, menyebabkan tanaman mati karena sudah tidak memiliki titik tumbuh.Pencegahannya yaitu lakukan sanitasi lahan secara benar, termasuk pada galengan atau parit di sekitar lahan.Pemberantasannya yaitu jika ditemukan gejala awal segera berantas dengan insektisida granul.Taburkan sedikit insektisida tersebut disamping pokok tanaman. Dosisnya 0,30,4 pertanaman atau 6 kg insektisida granul per hektare.KlasifikasiKingdom: AnimaliaFilum: ArthropodaKelas: InsectaOrdo: LepidopteraFamili: NoctuidaeGenus:AgrotisSpesies:Agrotis ipsilon

Gambar 1. Agrotis ipsilonb.Ulat Perusak Daun (Plutella xylostella)Menurut Wahyu (1989) ulat kecil berwarna hijau muda.Panjang tubuhnya sekitar 7-10 mm.Ulat ini suka bergerombol saat menyerang tanaman dan lebih menyukai pucuk tanaman.Akibatnya, daun muda dan pucuk tanaman berlubang.Jika serangan sudah sampai ke titik tumbuh tunas, proses pembentukan krop akan sangat terganggu. Lebih parah lagi, krop tidak terbentuk.Pencegahannya dengan cara melakukan sanitasi (penyiangan) lahan dengan baik.Pemberantasannya yaitu jika serangan hama ini sudah tampak, segera semprot dengan insektisida yang tepat.Insektisida yang bisa dipakai diantaranya March 50 EC, Proclaim 5 SG, Decis 2,5 EC, dan Buldok 25 EC. Gunakan sesuai dosis anjuran di label kemasan.KlasifikasiPlutellaxylostellaL. sebagai berikut: Filum : Arthropoda Kelas : InsektaOrdo : Lepidoptera Famili : Plutellidae Genus :PlutellaSpesies :Plutella xylostellaL.

Gambar 2. Plutella xylostellaL.c.Downy Mildew (Pseudoperonosporasp.)Penyakit ini suka menyerang tanaman sawi putih.Gejala awal, muncul bercak kuning dengan bentuk kotak-kotak mengikuti alur tulang daun.Bercak ini dimulai dari daun tua, semakin lama, daun yang menguning semakin lebar mengarah ke daun yang lebih muda di atasnya.Pencegahannya yaitu hindari menanam sawi putih berdekatan dengan tanaman yang berumur lebih tua dan terserang penyakit ini.Perbaiki drainase lahan, terutama pada musim hujan.Lakukan sanitasi lahan secara rutin.Pemberantasannya yaitu jika tampak gejala awal, segera semprot dengan fungisida yang tepat.Arahkan matasprayke permukaan daun atas atau pun bawah.Fungisida yang dapat digunakanan taralain Anvil 50 SC, Nimrod 250 EC dan Score 250 EC.Gunakan sesuai dosis anjuran di label kemasan. (Wahyu, 1989)d.Penyakit Akar Gada (Plasmodiuphora brassicae)Penyakit ini menyerang perakarant anaman.Gejala penyakit, semula tanaman tampak layu hanya pada siang hari yang cerah dan panas. Sebaliknya, pada pagi hari kondisi segar.Pertumbuhan tanaman terhambat jika tanaman dicabut akan tampak benjolan-benjolan besar seperti kanker di perakaran.Bila tingkat serangannya sudah parah, tanaman sama sekali tidak bisa berproduksi.Pencegahannya,yaitu hindari menanam di lahan bekas sawi putih dan familinya (brokoli, bungakol, kubis dan sebagainya) yang terindikasi serangan penyakit ini.Melakukan pergiliran tanaman, terutama dengan jagung dan kacang-kacangan untuk memutus rantai hidup fungi penyebab penyakit.Pemberantasannya yaitu hingga saat ini belum ditemukan fungisida untuk memberantas penyakit akar gada, khususnya setelah tanaman terserang.Melakukan pengawasan dan pencegahan secara ketat agar usaha tani sawi putih berhasil (Wahyu, 1989).2.5 Pengaruh Populasi Musuh Alami Terhadap Agroekosistem Musuh alami merupakan komponen penyusun keanekaragaman hayati di lahan pertanian. Keanekaragaman hayati di lahan pertanian (agrobiodeversity) meliputi diversitas (keaneka ragaman) jenis tanaman yang di budidayakan, diversitas (keanekaragaman) spesies liar yang berpengaruh dan di pengeruhi oleh kegiatan pertanian, dan diversitas ekosistem yang dibentuk oleh populasi spesies yang berhubungan dengan tipee penggunaan lahan yang berbeda (dari habitat lahan pertanianintensif sampai lahan pertanian alami). Diversitas spesies liar berperan penting dalam banyak hal. Beberapa menggunakan lahan pertanian sebagai habitat ( dari sebagian sampai yang tergantung pada lahan pertanian secara total) atau mengguanan habitat lain tetapi di pengaruhi oleh aktivitas pertanian. Adapun yang berperan sebagai gulma dan spesies hama yang merupakan pendatang maupun yang asli ekosistem sawah tersebut, yang mempengaruhi prosuksi pertanian dan agroekosistem (Channa.et,al. 2004).Dari uraian diatas jelas bahwa terdapat organisme yang berperan positif terhadap tanaman yang dibudidayakan (produksi pertanian), dan ada juga yang berperan negatif terhadap tanaman yang dibudidayakan. Menurut Untung (2006) musuh alami (predator, parasitoid dan patogen) dapat berperan positif dalam pertanian yaitu sebagai berikut:1. Dapat mengendalikan organisme penggangu yang berupa hama dan gulma. Dimana setiap jenis hama dikendalikan oleh kompleks musuh alami yang meliputi predator, parasitoid dan patogen hama. Dibandingkan dengan memakai pestisida yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup.2. Apabila musuh alami mampu berperan sebagai pemangsa secara optimal sejak awal, maka populasi hama dapat berada pada tingkat equilibrium positif atau flukstuasi populasi hama dan musuh lamia menjadi seimbang shingga tidak akan terjadi ledakan hama.3. Pengelolaan ekosistem pertanian dengan perpaduan optimal teknik-teknik pengendalian hama dan meminimalkan penggunaan pestisida sintetis yang berspektrum luas.4. Pembatas dan pengatur populasi hama yang efektif karena sifat pengaturannya bergantung pada kepadatan (density dependent), sehingga mampu mempertahankan populasi hama pada keseimbangan umum (general equilibrium position) dan tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman. Keberadaan musuh alami dapat meningkatkan keanekaragaman hayati, sehingga tercipta keseimbangan ekosistem (ecosystem balance) .5. Musuh alami sebagai salah satu komponen ekosistem berperan penting dalam proses interaksi intra- dan inter-spesies. Karena tingkat pemangsaannya berubah-ubah menurut kepadatan populasi hama, maka musuh alami digolongkan ke dalam faktor ekosistem yang tergantung kepadatan (density dependent factors). Ketika populasi hama meningkat, mortalitas yang disebabkan oleh musuh alami semakin meningkat, demikian pula sebaliknya.6. Lebih ekonomis, karena dapat meminimalisir penggunaan pestisida selama proses budidaya, diman bahwa penggunaan musuh alami bersifat alami, efektif, murah dna tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan hidup serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam meningkatkan kualitas dan kwuantitas produksi hasil panennya.7. Dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dalam agroekosistem, dinyatakan bahwa keanekaragaman dalam agroekosistem dapat berupa variasi dari tanaman, gulma, anthropoda, dan mikroorganisme yang terlibat beserta faktor-faktor lokasi geografi, iklim, edafik, manusia dan sosioekonomi. Menurut Southwood & Way (1970), tingkat keanekaragaman hayati dalam agroekosistem bergantung pada 4 ciri utama, yaitu: Keanekaragaman tanaman di dalam dan sekitar agroekosistem Keragaman tanaman yang sifatnya permanen di dalam agroekosistem Kekuatan atau keutuhan manajemen Perluasan agroekosistem2.6 Dampak Manajemen Agroekosistem Terhadap Kualitas dan Kesehatan Tanah Menurut Widiarto (2008) pengelolaan pertanian secara intensif dengan mengandalkan masukan/input bahan-bahan kimia baik untuk pupuk maupun pestisidanya, contohnya yaitu sistem Revolusi Hijau yang pernah diterapkan di Indonesia. Walaupun Revolusi hijau tersebut membawa Indonesia ke swasembada pangan pada era Orde baru, namun dilihat dari keberlanjutan produktivitas lahannya sangat tidak baik, dengan adanya input-input kimiawi yang berlebihan mengakibatkan kesuburan tanah mulai menurun dan banyak permasalahan lainnya. Diantaranya yaitu: 1. Dari Segi Kimia Tanaha. Bahan Organik TanahBahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Sumber primer bahan organik tanah dapat berasal dari Seresah yang merupakan bagian mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan).Pada sistem pertanian yang diolah secara intensif dengan menerapkan sistem monokultur biasanya jumlah bahan organiknya sedikit karena tidak ada atau minimnya seresah di permukaan lahan, selain itu input bahan organik yang berasal dari pupuk organik baik pupuk kandang atau pupuk hijau minim karena lebih menekankan penggunaan input kimia. Dari hal tersebut dapat diindikasikan pertanian tanpa penerapan tambahan bahan organik pada lahan pertanain intensif merupakan pengelolaan agroekosistem yang tidak sehat.b. pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan Adanya Unsur BeracunpH tanah pada sistem pertanian intensif biasanya agak masam karena seringnya penggunaan pupuk anorganik seperti Urea yang diaplikasikan secara terus-menerus untuk menunjang ketersediaan unsur hara dalam tanah. Tanah bersifat asam dapat pula disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman.pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman.Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu.c.Ketersediaan Unsur HaraUnsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik, mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia.Pada lahan dengan pengolahan secara intensif sumber unsur haranya berasal dari input-input kimiawi berupa pupuk anorganik, petani kurang menerapkan tambahan bahan organik seperti aplikasi pupuk kandang dan seresah dari tanaman yang diusahkan, sehingga petani sangat berketergantungan dengan pupuk kimia, padahal penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat menyebabkan kesuburan tanah menurun. Terkadang nampak gejala defisiensi unsur hara pada tanaman yang diusahakan dan petani mengatasinya dengan aplikasi pupuk kimia yang banyak mengandung unsur hara yang kurang tadi, misalnya tanaman kekurangan unsur N maka petani mengaplikasikan pupuk urea sebagai penunjang ketersediaan unsur N yang kurang tadi, begitupula dengan unsur-unsur lainnya.2. Dari Segi Fisika Tanaha. Kondisi kepadatan tanahWidiarto (2008) menyatakan bahwa Bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 1,8 g / m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak mengalami pemadatan. Bobot isi tanah di lahan dengan pengolahan intensif biasanya memiliki nilai BI tinggi karena tanah telah mengalami pemadatan akibat penggunaan alat-alat berat untuk pengolahan tanahnya. Sedangkan untuk nilai BJ tanah, menurut Wilman Tolaka (2013) menyatakan bahwa, pada tanah secara umum nilainya BJ antara 2,6 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan BO, nilai BJ semakin kecil. Pada lahan dengan pengolahan intensif memiliki BJ bisa lebih dari 2,6 apabila pemadatan tanah yang terjadi amat tinggi. Apabila nilai BJ terlalu tinggi juga berpengaruh terhadap penentuan laju sedimentasi serta pergerakan partikel oleh air dan angin.b. Kedalaman efektif tanah Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah Pada lahan dengan sistem pengolahan intensif terkadang memiliki sebaran perakaran yang cukup tinggi karena tanaman yang diusahakan dalam kurun waktu yang lama hanya satu komoditi saja (Hardjowigeno, 2007).c. Erosi TanahErosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah.Di lahan pertanian dengan pengolahan intensif, khususnya praktek penebangan hutan untuk pembukaan lahan baru memiliki tingkat kerusakan lingkungan yang amat tinggi. Pembukaan hutan tersebut merupakan tindakan eksploitasi lahan yang berlebihan, perluasan tanaman, penggundulan hutan, telah berdampak pada keberlangsungan hidup biota yang berada di bumi ini. Bila kondisi tersebut diatas terus berlangsung dengan cara tidak terkendali, maka dikhawatirkan akan bertambahnya jumlah lahan kritis dan kerusakan dalam suatu wilayah daerah aliran sungai (DAS). Kerusakan ini dapat berupa degradasi lapisan tanah (erosi), kesuburan tanah, longsor dan sedimentasi yang tinggi dalam sungai, bencana banjir, disribusi dan jumlah atau kualitas aliran air sungai akan menurun.Dengan vegetasi yang hanya satu macam pada satu areal lahan menyebabkan tidak adanya tutupan lahan lain sehingga tidak dapat melindungi tanah dari daya pukul air hujan secara langsung ke tanah, hal tersebut mengakibatkan laju erosi cenderung tinggi (Hardjowigeno, 2007).3. Dari Segi Biologi TanahMenurut (Hairiah, 2004) biota tanah memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis tanah. Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase cepat meningkat 1,15 kali).Cacing jenis penggali tanah yang hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. Pada lahan dengan pengolahan intensif, jarang terdapat seresah pada lahan tersebut sehingga keberadaan biota tanah seperti cacing tanah sedikit, padahal aktifitas cacing tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah, seperti meningkatkan kandungan unsur hara, mendekomposisikan bahan organik tanah, merangsang granulasi tanah dan sebagainya.Untuk menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional maka diperlukan sistem penggunaan lahan yang menerapkan kaidah-kaidah konservasi, produktif dan pemanfatan teknologi yang ramah lingkungan. Dengan demikian akan mewujudkan sistem pertanian yang tangguh dan secara menyeluruh menciptakan pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu agroekosistem berkelanjutan.Deskripsi tersebut menggambarkan kerusakan tanah akibat pemakaian bahan kimia yang intensif. Untuk itu perlu suatu manajemen untuk mengelola agroekosistem untuk memperbaiki kualitas tanah. Sehingga bisa mencapai agroekosistem yang berkelanjutan.Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan atau sandang. Karakteristik esensial dari suatu agroekosistem terdiri dari empat sifat utama yaitu produktivitas (productivity), kestabilan (stability), keberlanjutan (sustainability) dan kemerataan (equitability). Dengan menggunakan manajemen agroekosistem.2.7 Kriteria Indikator dalam Pengelolaan Agroekosistem yang Sehat dan Berkelanjutan a. Kimia Tanah Menurut Widiarto (2008) indikator dan pengelolaan Agroekosistem yang sehat serta berkelanjutan menurut sifat kimia nya dalah sebagai berikut: Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Sumber primer bahan organik tanah dapat berasal dari seresah yang merupakan bagian mati tanaman berupa daun, cabang, ranting, bunga dan buah yang gugur dan tinggal di permukaan tanah baik yang masih utuh ataupun telah sebagian mengalami pelapukan. Dalam pengelolaan bahan organik tanah, sumbernya juga bisa berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, serta pupuk hayati (inokulan). Bahan organik tersebut berperan langsung terhadap perbaikan sifat-sifat tanah baik dari segi kimia, fisika maupun biologinya, diantaranya : mempengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam, Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembapan dan tempratur tanah menjadi stabil, Sumber energi dan hara bagi jasad biologis tanah terutama heterotrofik. Tanah yang sehat memiliki kandungan bahan organik tinggi, sekitar 5%. Sedangkan tanah yang tidak sehat memiliki kandungan bahan organik yang rendah. pH Tanah (Kemasaman Tanah) dan adanya Unsur Beracun. Tanah bersifat asam dapat pula disebabkan karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman. pH tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak ditemukan unsur alumunium yang selain bersifat racun juga mengikat phosphor, sehingga tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada tanah asam unsur-unsur mikro menjadi mudah larut sehingga ditemukan unsur mikro seperti Fe, Zn, Mn dan Cu dalam jumlah yang terlalu besar, akibatnya juga menjadi racun bagi tanaman. Tetapi dengan pH yang agak masam belum tentu kebutuhan tanaman terhadap pH tanah tidak cocok karena itu tergantung dari komoditas tanaman budidaya yang dibudidayakan. Untuk pengelolaan pH tanah yang berbeda-beda dalam suatu agroekosistem maka apabila suatu lahan digunakan untuk pertanian maka pemilihan jenis tanamannya disesuaikan dengan pH tanah apakah tanaman yang diusahakan sesuai dan mampu bertahan dengan pH tertentu. Ketersediaan Unsur Hara, Unsur hara yang digunakan tanaman untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya diperoleh dari beberapa sumber antara lain : Bahan organik, mineral alami, unsur hara yang terjerap atau terikat, dan pemberian pupuk kimia. b. Fisika Tanah Kondisi kepadatan tanah, Widiarto (2008) menyatakan bahwa, Bahan organik dapat menurunkan BI dan tanah yang memiliki nilai BI kurang dari satu merupakan tanah yang memiliki bahan organik tanah sedang sampai tinggi. Selain itu, Nilai BI untuk tekstur berpasir antara 1,5 1,8 g / m3, Nilai BI untuk tekstur berlempung antara 1,3 1,6 g / m3 dan Nilai BI untuk tekstur berliat antara 1,1 1,4 g / m3 merupakan nilai BI yang dijumpai pada tanah yang masih alami atau tanah yang tidak mengalami pemadatan. Sedangkan untuk nilai BJ tanah, menurut Wilman Tolaka, (2013) menyatakan bahwa, Pada tanah secara umum nilainya BJ antara 2,6 2,7 g.cm-3, bila semakin banyak kandungan BO, nilai BJ semakin kecil. Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah yang masih dapat ditembus oleh akar tanaman. Pengamatan kedalaman efektif dilakukan dengan mengamati penyebaran akar tanaman. Banyakya perakaran, baik akar halus maupun akar kasar, serta dalamnya akar-akar tersebut dapat menembus tanah, dan bila tidak dijumpai akar tanaman maka kedalaman efektif ditentukan berdasarkan kedalaman solum tanah (Hardjowigeno, 2007). Erosi Tanah adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat lain. Meningkatnya erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah dan kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah. Erosi tersebut umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu erosi mengakibatkan terjadinya kemunduran sifat-sifat fisik dan kimia tanah. c. Biologi Tanah Keanekaragaman biota dan fauna tanah, ditunjukkan dengan adanya kascing Biota tanah memegang peranan penting dalam siklus hara di dalam tanah, sehingga dalam jangka panjang sangat mempengaruhi keberlanjutan produktivitas lahan. Salah satu biota tanah yang paling berperan yaitu cacing tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologis tanah. Kascing (pupuk organik bekas cacing atau campuran bahan organik sisa makanan cacing dan kotoran cacing) mempunyai kadar hara N, P dan K 2,5 kali kadar hara bahan organik semula, serta meningkatkan porositas tanah (pori total dan pori drainase cepat meningkat 1,15 kali). Cacing jenis penggali tanah yang hidup aktif dalam tanah, walaupun makanannya berupa bahan organik di permukaan tanah dan ada pula dari akar-akar yang mati di dalam tanah. Kelompok cacing ini berperanan penting dalam mencampur seresah yang ada di atas tanah dengan tanah lapisan bawah, dan meninggalkan liang dalam tanah. Kelompok cacing ini membuang kotorannya dalam tanah, atau di atas permukaan tanah. Kotoran cacing ini lebih kaya akan karbon (C) dan hara lainnya dari pada tanah di sekitarnya. (Hairiah, 2004).