Bab II Tinjauan Pustaka
-
Upload
nur-asiiyah -
Category
Documents
-
view
117 -
download
3
Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka
![Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada masa sekarang bahan bakar menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan
pemakaiannya cenderung meningkat setiap tahunnya sedangkan sumber bahan bakar
minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu bahan
alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi (Retno et al, 2011).
Salah satu aspek yang dapat dimanfaatkan adalah limbah biomassa yang berasal dari
sektor kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Potensi limbah biomassa terbesar
adalah dari limbah kayu hutan, kemudian diikuti oleh limbah padi, jagung, ubi kayu,
kelapa, kelapa sawit dan tebu.
Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
penting, selain gandum dan padi. Selain di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga
sebagai sumber pangan alternatif di Amerika Serikat. Demikian pula di beberapa
daerah di Indonesia antara lain di Jawa Timur (nasi ampok dan nasi jagung), Bali
(pencok), Nusa Tenggara (jagung bose), Jambi (nasi kemunak), Sulawesi Utara (binte
biluhuta, bubur Manado), Sulawesi Selatan (beras jagung campur beras, bassang,
barobbo), Sulawesi Tengah (beras jagung campur beras), Gorontalo (binte biluhuta
dan beras jagung campur beras), Sulawesi Tenggara (beras jagung campur beras) dan
di Jawa Tengah, jagung masih dikonsumsi masyarakat baik sebagai makanan pokok
atau bahan campuran beras (Krisnamurthi, 2010).
Tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang
penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih 30
persen tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji. Tongkol jagung
merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ketersediaan tongkol jagung di Indonesia
pada tahun 2006 adalah sebesar 3.482.839 ton, pada tahun 2007 sebesar 3.986.258
1
![Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/2.jpg)
ton, dan berdasarkan perkiraan, pada tahun 2008 tongkol jagung ada sekitar
4.456.215 ton. Namun, tongkol jagung tersebut belum dimanfaatkan secara optimal
terutama bagi keperluan industri. Tongkol jagung mengandung selulosa 40%,
hemiselulosa 36%, lignin 16% dan 8% bahan lainnya. Kandungan hemiselulosa yang
tinggi merupakan potensi tongkol jagung untuk dikembangkan menjadi bahan baku
industri pemanis seperti xilosa dan xilitol yang dihasilkan dari hidrolisis
xilan/hemiselulosa (Darliah, 2008).
Biomassa tongkol jagung merupakan sampah yang sejauh ini masih belum
banyak dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah (added value).
Tongkol jagung yang termasuk biomassa mengandung lignoselulosa sangat
dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi bioetanol karena memiliki kandungan
selulosa yang cukup banyak (Susilowati, 2011).
1.2. Tujuan
Tujuan dari percobaan fraksionasi biomassa adalah:
1. Menjelaskan pengaruh variabel terhadap produk fraksionasi biomassa
2. Menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa
3. Menghitung yield pada sistem fraksionasi biomassa
4. Menghitung persentase recovery komponen-komponen utama biomassa
2
![Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB IILANDASAN TEORI
2.1 Biomassa
Lignoselulosa yang berasal dari bahan seperti kayu keras, kayu lunak, dan
limbah pertanian merupakan bahan utama yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi terbarukan yang kaya akan unsur karbon (Kam, 2008).
Biomassa merupakan bahan alternatif yang menarik untuk dikembangkan di
industri kimia, baik menjadi bahan baku maupun bahan bakar. Namun pemanfaatan
biomassa menjadi sangat berdaya guna jika dalam metode pengolahannya mampu
mencukupi standar kualitas dan kuantitas bahan baku ataupun bahan bakar, dan juga
mampu meminimalkan pencemaran lingkungan.
Biomassa yang dapat dijadikan bahan baku alternatif untuk pembuatan pulp
adalah bahan bukan kayu (non-wood) yang berasal dari limbah pertanian dan
perkebunan (Rionaldo et al., 2008).Komponen-komponen utama penyusun biomassa
adalah:
a. Selulosa
Selulosa merupakan suatu polimer dengan komponen kimia biomassa yang
terbesar, yang jumlahnya mencapai hampir setengah bagian biomassa. Selulosa
adalah komponen dasar pada dinding sel dan serat. Selulosa terdapat pada semua
tanaman tingkat tinggi hingga organisme tumbuhan yang primitif (Ronggur et al,
2012).
Selulosa merupakan komponen penyusun utama tumbuhan, struktur selulosa
dapat dilihat pada Gambar 2.1. Bentuk polimer glukosa memungkinkan selulosa
saling menumpuk atau terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang
molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glucan di dalam polimer, disebut
dengan derajat polimerisasi.
3
![Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/4.jpg)
Rumus molekul selulosa ialah (C6H10O5)n. Sangat sukar untuk mengukur
massa molekul nisbah selulosa, karena tidak banyak pelarut untuk selulosa. Selulosa
dibangun oleh rangkaian glukosa yang tersambung melalui ikatan - β – 1.
Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Kumar, 2009)
Selulosa dapat larut dalam asam pekat yang mengakibatkan terjadinya
pemecahan rantai selulosa secara hidrolisis. Hidrolisis selulosa ini dapat terhalang
oleh lignin dan hemiselulosa yang ada di sekitar selulosa. Namun laju hidrolisis
selulosa akan meningkat seiring kenaikan temperatur dan tekanan (Fatmawati et al,
2008).
b. Hemiselulosa
Komponen penyusun kayu selain selulosa yang jumlahnya cukup banyak ialah
hemiselulosa. Hemiselulosa bersifat nonkristalin dan tidak bersifat serat, mudah
mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya
jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut
alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi komponen monomernya
yang terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-silosa dan L-arabinosa
(Sitorus, 2010).
Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu, hemiselulosa mudah larut
dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya.
Selulosa merupakan serat-serat panjang, sedangkan hemiselulosa bukan merupakan
serat-serat panjang. Hasil hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa,
4
O
OOO O
CH2OH
CH2OH
CH2OH
CH2OH
OH
OH
O
OH
OH OH
O OO O
OH
OH OH
![Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/5.jpg)
sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa menghasilkan D-xilosis dan monosakarida.
Hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antara serat, karena
hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal.
c. Lignin
Lignin merupakan unsur pokok penyusun lignoselulosa biomassa (Huijgen et
al, 2013). Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis,
maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relatif tinggi dibanding dengan
dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi.
Selain terdapat di dalam tanaman, lignin juga ditemukan dalam limbah cair sisa
proses pemasakan pulp yang dikenal dengan black liquor.
Lignin yang melindungi selulosa, bersifat tahan terhadap hidrolisa disebabkan
karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter. Pada suhu tinggi lignin dapat
mengalami perubahan struktur dengan membentuk asam format, metanol, asam
asetat, aseton, vanillin dan lain-lain, sedangkan bagian lainnya mengalami kondensasi
(Judoamidjojo, 1989).
Lignin ialah polimer berunit fenilpropana dan merupakan polimer terbanyak
kedua setelah selulosa didalam tumbuhan. Lignin berfungsi sebagai bahan yang
memberi dukungan terhadap kekuatan mekanik tumbuhan. Struktur penyusun lignin
dapat dilihat pada Gambar 2.2. Secara umum, lignin terbentuk daripada monomer P-
kumaril, alkohol sinapil dan alkohol koniferil.Fungsi lignin yaitu:
1. Mengikat serat secara bersama-sama dengan penahan air atau disebut pengikat
tahan air yang memberikan kekuatan pada kayu, yang bisa dipandang sebagai
pengikat
2. Memberikan kekerasan struktural kepada serat-serat kayu yang terpisah yang
sangat struktur dengan memerankan bersama-sama dengan hemiselulosa
sebagai bahan matriks (isian) untuk mikrofibril selulosa.
5
![Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/6.jpg)
Gambar 2.2 Satuan Penyusun Lignin (Huijgen et al,2013)
2.1.1 Karakteristik Berbagai Biomassa
Sifat fisika kimia biomassa sangat mempengaruhi hasil konversi selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang terbentuk. Komponen lignoselulosa di dalam biomassa
akan terhidrolisis secara bertahap. Proses akan berhenti dengan berkurangnya tekanan
udara. Sementara itu, proses yang menyebabkan degradasi hemiselulosa dan lignin
karena adanya suhu yang tinggi. Suhu yang tinggi akan memudahkan selulosa
terhidrolisis (Kumar, 2009). Karakteristik lignoselulosa yang terdapat pada tongkol
jagung (corn cobs) dan biomassa lainnya terdapat pada Tabel 2.1.
6
OH OHOH
OMe OMeOMe
CH2OHCH2OHCH2OH
Koumaril Koniferil Sinapil
![Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/7.jpg)
Tabel 2.1 Komponen Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin Berbagai Limbah
Agrikultur
Bahan
Lignoselulosa
Selulosa
(%)
Hemiselulosa
(%)
Lignin
(%)
Kayu Keras 40-45 24-40 18-25
Kayu Lunak 45-50 25-35 25-35
Tongkol Jagung 45 35 15
Rumput 25-40 35-50 10-30
Jerami Padi 30 50 15
Sumber: Kumar P et al, 2009
2.1.2 Kadar air tongkol jagung
Proses kelarutan lignoselulosa di dalam cairan pemasak sangat dipengaruhi
oleh keberadaan air/natural biomass moisture yang mengikat biomassa tersebut.
Kadar air tongkol jagung menjadi tantangan dalam proses penyimpanan dan
konversi energi. Tongkol jagung umumnya dipanen dengan kadar air berkisar antara
20-50% yang tergantung pada karakteristik kultivasi jagung dan kodisi panen
(misalnya iklim setempat dan waktu pemanenan. Table 2.2 menunjukan komposisi-
komponen dari tongkol jagung.
Tabel 2.2 Komposisi kimia tongkol jagung
Komponen Jumlah (%)
Kadar air 15
Kadar abu 17
Heating value 13,4
Sumber: Saputro, 2009
7
![Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/8.jpg)
2.2 Biomass Refinery
Biomass refinery merupakan cara yang digunakan untuk mengubah biomassa
menjadiproduk berdaya guna seperti minyak, bahan bakar, dan bahan kimia dari
bahan biomassa. Konsep biorefinery dianalogikan pada proses kilang minyak yang
memproduksi berbagai jenis minyak dan turunannya seperti yang ditunjukan pada
Gambar 2.5.
Gambar 2.3 Lignocellulose Biorefinery (Huijgen, 2010)
Konsentrasi asam sulfat dan asam klorida telah digunakan sebagai katalis dalam
degradasi bahan lignoselulosa. Penambahan (hidrolisis) asam dapat meningkatkan
hidrolisis enzimatik biomassa terhadap penguraian dan fermentasi gugus karbohidrat
di dalam bahan. Hasil dari pemisahan masing-masing komponen dapat diproses lebih
lanjut. Misalnya, selulosa yang diproses secara hidrolisis enzimatis dapat dilanjutkan
dengan proses fermentasi/sintetis yang bila diolah lebih lanjut menghasilkan produk
seperti etanol, butanol, propanol, asam asetat, dan surfaktan.
8
![Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/9.jpg)
2.3 Fraksionasi biomassa
Fraksionasi biomassa merupakan proses pemilahan biomassa menjadi
komponen utama penyusun biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, dengan
tanpa banyak merusak ataupun mengubah ketiga komponen tersebut menjadi
senyawa lain. Selanjutnya hasil pemilahan tersebut dapat diolah dengan berbagai
proses menjadi senyawa ataupun produk yang bernilai jual (Myerly et al, 1981).
Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena
lebih murah dan relatif ramah lingkungan. Pelarutnya bisa diumpan balik serta cocok
untuk proses skala tengah. Secara umum skema fraksionasi biomassa menggunakan
pelarut organik seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Proses Fraksionasi Biomassa dengan metode organosolv
(Huijgen et al, 2010)
Pada Gambar 2.4 lignoselulosa dimasak dengan menggunakan pelarut organik dan
katalis. Proses tersebut dinamakan proses organosolv, hasil dari fraksionasi dari
proses tersebut berupa selulosa dalam bentuk pulp dan lignin-hemiselulosa dalam
bentuk cair. Kelarutan lignin di dalam hemiselulosa dapat dipisahkan dengan
sentifuse. Untuk menghitung perolehan pulp dan lignin yang dihasilkan dari
fraksionasi tersebut dapat menggunakan persamaan (1) dan (2).
9
Lignoselulosa
Pelarut
organik
Pemisahan Lignin
Pemisahan Pelarut
Hemiselulosa
Lignin Selulosa
Umpan
Organosolv
![Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/10.jpg)
Perolehan Pulp=Berat Pulp KeringBerat Biomassa
x 100% ...........................................................(1)
Perolehan Lignin ¿
(Berat Lignin Sampel ) x (Volume Black LiquorVolume Sampel )
Berat Lignin Dalam Bahan Baku x 100%
.......(2)
2.3.1 Pengaruh Kondisi Proses
Interaksi spesifik antara biomassa dan pelarut organik sangat dipengaruhi oleh
beberapa kondisi proses seperti temperature, waktu, jenis dan ukuruan biomassa
nisbah padatan dan cairan, serta tingkat kelembaban biomassa tersebut (Lopes, 2009).
a. Ukuran Partikel
Ukuran partikel sampel biomassa merupakan salah satu hal penting terhadap
fraksionasi lignoselulosa karena parameter tersebut secara langsung mempengaruhi
kontak antara sampel biomassa (padatan) dan pelarut organik (cairan) berdasarkan
luas permukaannya dan kemampuan difusi larutan terhadap sampel lignoselulosa
(Lopes, 2009).
b. Pengaruh Temperatur
Pada umumnya temperature meningkatkan akselerasi, kecepatan dan difusi
larutan organik terhadap sampel biomassa, dengan menurunkan temperature maka
laju reaksi suatu proses akan menurun. Sehingga membutuuhkan waktu yang lebih
lama agar kelarutan dan difusi padatan/cairan lebih efisien. Sehingga pemilihan
temperature terhadap kondisi proses harus dipertimbangkan dan dioptimalkan
berdasarkan biomassa dan pelarutnya.
c. Pengaruh Waktu Reaksi
Lamanya waktu reaksi berbanding terbalik terhadap temperature yang
digunakan. Artinya semakin tinggi temperature yang digunakan, maka reaksi akan
berjalan lebih cepat. Namun demikian, waktu reaksi yang lebih lama dapat
10
![Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/11.jpg)
menyebabkan reaksi delignifikasi terhambat, lignin yang telah larut dalam media
pemasak bisa terpolimerisasi kembali (Amrainiet al, 2010).
2.3.2 Proses Organosolv
Proses pembuatan pulp secara komersial (kraft dan teknologi sulfit)
menghasilkan pulp berkualitas tinggi, tetapi fraksi seperti lignin dan hemiselulosa
(berat sekitar 50% dari berat kering kayu) sering terbuang atau pemanfaatannya
belum optimal seperti sebagai sumber energi.
Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan
kimia organik seperti metanol, etanol, aseton, asam asetat, asam formiat dan lain-lain.
Proses ini telah terbukti sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan dan
tidak merugikan lingkungan dibandingkan dengan proses sulfit dan kraft yang
memberikan masalah bagi lingkungan yaitu bau yang disebabkan oleh senyawa
belerang. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas
dapat diatasi oleh proses organosolv. Selain itu proses organosolv memberikan
beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, daur
ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak menggunakan unsur sulfur
sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat menghasilkan by-products (hasil
sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi.
Pembuatan pulp dengan organosolv (berdasarkan pemanfaatan pelarut organik
sebagai media delignifikasi) dapat digunakan sebagai teknologi pemurnian biomassa,
karena produk yang dihasilkan terdiri dari selulosa serta liquor yang terdiri dari
hemiselulosa dan lignin yang bebas dari belerang. Asam hidrolisis dapat digunakan
untuk menghidrolisis hemiselulosa menjadi monomer pembentuk hemiselulosa.
Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang
pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping
dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan
asam asetat), dan proses organocell (menggunakan metanol).
11
![Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/12.jpg)
Organosolv ekstraksi diakui sebagai metode alternatif yang efektif untuk
delignifikasi. Lignin yang dihilangkan dari matriks padat dapat dicapai dengan
menggantikan senyawa sulfur oleh pelarut organik. Senyawa organik menghasilkan
delignifikasi dari bahan baku yang lebih baik daripada proses kraft. Proses
organosolv dapat dirancang sebagai metode fraksionasi lebih dari metode pulping.
Artinya, proses fraksionasi organosolv dapat dioperasikan pada hampir semua bahan
baku untuk menghasilkan komponen utama dari jaringan tumbuhan (selulosa,
hemiselulosa dan lignin) dalam bentuk yang lebih baik.
2.3.3 Proses Acetosolv
Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses
acetosolv. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pulp pada proses acetosolv
adalah konsentrasi asam asetat, jenis dan konsentrasi katalis, nisbah cairan terhadap
padatan, dan waktu pemasakan (Amraini et al, 2010). Proses acetosolv dalam
pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur,
daur ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan dengan tingkat
kemurnian yang cukup tinggi, dan hasil daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding
dengan hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan dari proses acetosolv adalah bahan
pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran
bahan bekas pemasak. Selain itu proses tersebut dapat dilakukan tanpa menggunakan
bahan-bahan organik. Proses ini menghasilkan by-product berupa furfuraI, levulinic
acid, hydroxyl methyl furfural, metanol, dan methyl acetat.
2.3.4 Proses Formacell
Pada umumnya asam organik seperti asam asetat dan asam formiat sangat
banyak digunakan sebagai pelarut biomassa karena kelebihannya masing-masing,
asam formiat menunjukkan potensi sebagai agen kimia untuk fraksionasi biomassa.
Selama terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam formiat, lignin larut ke
dalam cairan hitam karena terjadi pembelahan lignin o-4 obligasi, sementara
12
![Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/13.jpg)
hemiselulosa terdegradasi menjadi mono-dan oligosakarida, meninggalkan padatan
selulosa dalam residu. Ketika air ditambahkan ke cairan, lignin mengendap
danmemisahkan dari cairanhitam. Setelah menghasilkan pulp, asam formiat dapat
direcycle dengan proses distilasi untuk digunakan kembali.
Fraksionasi dengan asam formiat dapat dilakukan dengan konsentrasi 60-90%,
dan suhu 80-120oC. Tekanan 1-1,7 atm. Pada temperatur 80oC asam formiat kurang
reaktif terhadap lignin dan hidrolisis hemiselulosa, sedangkan pada temperatur 107-
110oC asam formiat sangat reaktif terhadap lignin sehingga proses delignifikasi
berjalan dengan cepat, akan tetapi hidrolisis terhadap polisakarida juga terjadi
terutama terhadap hemiselulosa dan selulosa. Asam formiat sebagai pelarutmemiliki
beberapa kelebihan, antara lain:
a. Proses fraksionasi dapat dilakukan pada temperatur dan tekanan yang relatif
rendah.
b. Cocok untuk banyak sumber biomassa.
c. Mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan
mempertahankan selulosa.
2.4 Delignifikasi
Proses delignifikasi tongkol jagung dengan proses organosolv merupakan
metode alternatif untuk memperoleh pulp yang lebih ramah lingkungan. Delignifikasi
merupakan proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses delignifikasi ini terjadi
karena putusnya ikatan ester dalam makromolekul lignin. Keberhasilan proses
delignifikasi ditentukan dengan derajat delignifikasi dan selektivitas fraksionasi yang
terjadi.
Derajat delignifikasi adalah banyaknya lignin yang berhasil disisihkan dari
biomassa. Sedangkan selektivitas fraksionasi adalah perbandingan banyaknya kadar
selulosa terhadap banyak lignin dalam produk padatan (pulp). Derajat delignifikasi
dan selektivitas yang tinggi menunjukkan maksimalnya lignin yang dapat tersisihkan
dari biomassa dan minimalnya degradasi selulosa pada produk pulp.
13
![Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/14.jpg)
Pengendapan lignin dalam larutan sisa pemasak terjadi sebagai akibat
terjadinya reaksi kondensasi pada unit-unit penyusun lignin (para-koumaril alkohol,
koniferil alkohol, dan sinapil alkohol) yang semula larut akan terpolimerisasi dan
membentuk molekul yang lebih besar. Menurut Kim et al (1987) penggunaan H2SO4
dalam isolasi lignin lebih baik dibandingkan dengan menggunakan HCL karena
lignin yang dihasilkan mengandung kation logam seperti Na yang lebih rendah
dibandingkan isolasi dengan menggunakan HCl. Sehingga untuk mengisolasi lignin
dari sisa larutan pemasak sebaiknya menggunakan asam sulfat (H2SO4) karena selain
kandungan kation logam Na lebih rendah juga dari sisi ekonomis lebih murah.
2.5 Hidrolisis Hemiselulosa
Selama proses fraksionasi berlangsung, hidrolisis polisakarida juga terjadi
secara bersamaan dengan proses delignifikasi. Hidrolisis terhadap polisakarida
diharapkan hanya terjadi pada hemiselulosa, sehingga menghasilkan produk padatan
yang kaya selulosa. Produk hidrolisis hemisselulosa biomassa adalah monomer gula
pembentuk hemiselulosa, sepreti pentosa. Namun demikian, produk lanjutan dari
dekomposisi monomer gula mungkin juga terbentuk, seperti furfural. Produk
hidrolisis hemiselulosa terdapat dalam cairan pemasak, dan dapat digunakan kembali
setelah dipisahkan dari larutan organik dan lignin yang berhasil disisihkan dari
biomassa.
14
![Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/15.jpg)
BAB III
METODE
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1Alat
Sebagai wadah untuk pemasakan digunakan erlenmeyer 2000ml yang
dilengkapi dengan kondensor sebagai pendingin. Electric hot plate digunakan sebagai
sumber pemanas. Pada percobaan recovery lignin digunakan alat sentrifugasi.
Peralatan lain adalah gelas ukur berukuran 5 ml dan 100 ml, pipet tetes, kertas saring,
kain kasa, dan gelas piala berukuran 50 ml dan 1000 ml.
3.1.2 Bahan
Pada proses pemasakan bahan baku yang digunakan chip tongkol jagung
sebanyak 25 gram pada recovery lignin digunakan black liquor hasil penyaringan
pada proses pemasakan bahan baku. Bahan kimia yang digunakan adalah pelarut
asam asetat 85%-berat, katalis HCl 0,1%-berat. Cairan untuk pencuci digunakan
aquades.
3.2 Variabel Percobaan
Pada percobaan fraksionasi biomassa pada run 1, 2 dan 3 menggunakan asam
asetat 85%-berat, HCl 0,1%-berat, black liquor : aquadest 1:10 dengan menggunakan
variasi waktu secara berturut-turut 15, 30, 60 menit.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Persiapan Bahan Baku
15
![Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/16.jpg)
Sebelum melakukan percobaan, tongkol jagung dipotongdengan ukuran 3
cm. Selanjutnya potongan batang jagung dikeringkan dengan bantuan cahaya
matahari dan ditimbang sebanyak 150 gram
3.3.2 Pemasakan
Pemasakan bahan baku menggunakan cairan pemasak asam asetat. Pemasakan
dilakukan selama 15, 30 dan 60 menit. Biomassa sebanyak 25 gr dan asam asetat
sebanyak 202,4 ml yang telah ditambahkan dengan aquades sebanyak dimasukkan
kedalam erlenmeyer. Kondensor dipasang sebagai penutup reactor dan sirkulasi air
pendingin dialirkan. Kemudian pemanas dihidupkan dan setelah cairan mulai
mendidih (menghasilkan refluks), katalis HCl dimasukkan melalui bagian atas
kondensor menggunakan corong dan waktu dicatat sebagai awal proses fraksionasi
terjadi. Setelah waktu operasi yang ditentukan tercapai, pemanas dimatikan dan
reactor didinginkan. Setelah reactor dingin, kondensor dilepaskan dan sirkulasi air
pendingin dimatikan. Hasil pemasakan bahan baku disaring menggunakan kain kasa,
diusahakan semua cairan pemasak turun. Cairan (black liquor) ditampung sedangkan
padatan dicuci dengan asam asetat sebanyak 100 ml dan dilanjutkan dengan
pencucian menggunakan air sampai bersih. Air bekas cucuian dapat dibuang. Padatan
yang telah dicuci bersih, kemudian dibentuk di atas aluminium foil dan dioven.
Dikeringkan diudara terbuka selama 24 jam. Setelah run pertama selesai, dilanjutkan
dengan run kedua dan run ketiga menggunakan cairan pemasak sama pada run
pertama dengan waktu pemasakan selama 30 menit dan 60 menit. Prosedur yang
dilakukan sama dengan prosedur pada run pertama. Setelah ketiga hasil percobaan
dikeringkan selama 24 jam, sampel dioven sampai berat ketiganya konstan dan
padatan yang telah kering ditimbang sebagai berat pulp.
Perhitungan perolehan pulp (selulosa) dapat menggunakan persamaan (1):
16
![Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/17.jpg)
perolehan pulp=berat pulp keringberat biomassa
x 100%
........................................................................(1)
3.3.3 RecorveryLignin
Pada proses recovery lignin, black liquor dimasukkan kedalam kuvet sesuai
perbandingan black liquor dan air yang ditentukan yaitu 1:10 Kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 45 menit. Setelah selesai,
supernatant yang terbentuk dipisahkan dengan cara disaring dengan kertas saring.
Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan, dan
diperoleh berat lignin yang direcovery dari sampel black liquor.
Perhitungan perolehan lignin dapat menggunakan persamaan (2):
perolehan lignin=berat lignin sampel x
volume black liquorvolume sampel
berat lignin dalam bahan baku x 100%
......................................... ...(2)
3.3.4 Blok Diagram percobaan
17
Katalis (HCl 0.1%)
25 gram Tongkol Jagung
Proses Acetosolv Selama 15, 30, dan 60 Menit
Penyaringan dan pencucian dengan asam
asetat
Pencucian dengan air
Pengeringan
Pulp
AsamAsetat Black Liquor
Recovery Lignin
Lignin
![Page 18: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/18.jpg)
Gambar 3.1 Blok Diagram Proses Fraksionasi
Gambar 3.1 Blok Diagram Percobaan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Tongkol Jagung
4.1.1 Komposisis Kimiawi
Sifat fisika kimia biomassa sangat mempengaruhi hasil konversi selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang terbentuk. Komponen lignoselulosa di dalam biomassa
akan terhidrolisis secara bertahap. Proses akan berhenti dengan berkurangnya tekanan
udara. Sementara itu, proses yang menyebabkan degradasi hemiselulosa dan lignin
karena adanya suhu yang tinggi. Suhu yang tinggi akan memudahkan selulosa
terhidrolisis (Kumar, 2009). Karakteristik lignoselulosa yang terdapat pada tongkol
jagung (corn cobs) dan biomassa lainnya terdapat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Komposisi Lignoselulosa Residu dan Limbah Pertanian
BahanSelulosa
(%)
Hemiselulosa
(%)
Lignin
(%)
Batang kayu keras 40-55 24-40 18-25
Batang kayu lunak 45-50 25-35 25-35
Kulit kacang 25-30 25-30 30-40
Tongkol jagung 45 35 15
18
![Page 19: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/19.jpg)
Rumput 25-40 35-50 10-30
Jerami gandum 30 50 15
Daun 15-20 80-85 0
Kertas 85-99 0 0-15
Sumber: Kumar P et al, 2009
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar lignoselulosa terbesar tongkol
jagung adalah selulosa, sekitar 45%, kadar lignin dan hemiselulosa secara berurutan
adalah 15% dan 35%.
4.1.2 Kadar Air
Kadar air tongkol jagung menjadi tantangan dalam proses penyimpanan dan
konversi energi. Tongkol jagung umumnya dipanen dengan kadar air berkisar antara
20-50% yang tergantung pada karakteristik kultivasi jagung dan kondisi panen
(misalnya iklim setempat dan waktu pemanenan). Tabel 4.2 menyajikan komposisi
kadar air pada tongkol jagung (Saputro, 2009).
Tabel 4.2 Komposisi Kimia Tongkol Jagung
Komponen Jumlah (%)
Kadar air 15
Kadar abu 17
Heating value 13,4
Sumber: Saputro, 2009
4.2 Neraca Massa
Sebelum melakukan proses delignifikasi, terlebih dahulu dihitung volume
cairan pemasak (asam asetat), katalis (HCl), dan aquades yang akan ditambahkan
pada proses fraksionasi biomassa.
Nisbah cairan-padatan (C/P) sebanyak 10:1 dengan berat bahan baku berupa
chip tongkol jagung sebanyak 25 gr. Sehingga berat cairannya adalah sebanyak 250
19
![Page 20: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/20.jpg)
gr yang terdiri dari cairan pemasak, katalis, dan aquades. Konsentrasi asam asetat
yang akan digunakan adalah 85%-berat cairan, HCl sebanyak 0,1%-berat cairan.
Dengan menggunakan neraca massa. Maka banyaknya aquades yang digunakan
adalah sebanyak 14,9%-berat cairan. Sehingga diperoleh berat asam asetat yang akan
ditambahkan adalah 212,5 gr, berat HCl 0,25 gr, dan berat aquades 37,25 gr. Gunakan
hubungan volume, massa, dan massa jenis ()
Massa jenis asam asetat, HCl, dan aquades secara berturut-turut adalah1,05
gr/ml; 1,84 gr/ml; dan 1 gr/ml. Volume tiap cairan yang akan ditambahkan dihitung
dan didapat asam asetat yang ditambahkan sebanyak 202,4 ml, volume HCl sebanyak
2,12 ml, dan volume aquades sebanyak 37,25 ml.
4.3 Pengamatan Fisik
Percobaan fraksionasi biomassa tongkol jagung dilakukan dengan proses
acetosolv dengan tahapan berupa pemasakan, penyaringan, pencucian, pengeringan
padatan, dan lignin recovery. Perlakuan pendahuluan pada bahan baku dilakukan
menggunakan perlakuan fisik dengan cara pemotongan bahan baku tongkol jagung
menjadi berukuran 3cm. Perlakuan pendahuluan tersebut dilakukan untuk
memperkecil ukuran bahan dan memperluas permukaan bahan sehingga penetrasi
larutan pemasak kedalam serpih lebih cepat karena delignifikasi memiliki banyak
hambatan yang disebabkan adanya struktur kristalin selulosa yang bersifat sangat
rigid (kaku) dan adanya asosiasi yang kuat antara selulosa dan molekul lignin serta
hemiselulosa. Oleh karena itu diperlukan perlakuan pendahuluan untuk mengurangi
hambatan tersebut.
Variabel proses yang dipelajari adalah waktu pemasakan 15, 30, dan 60 menit.
Variabel yang dijaga tetap adalah konsentrasi katalis HCl 0,1%-berat, konsentrasi
asam asetat 85%-berat dan nisbah cairan-padatan 10/1. Chip tongkol jagung yang
telah berukuran 3cm kemudian dikeringkan dengan panas sinar matahari lalu
ditimbang sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam erlemeyer 2000 ml. Warna
tongkol jagung berwarna putih kecoklatan. Cairan pemasak berupa asam asetat
ditambahkan sebanyak 202,4 ml dan aquades sebanyak 37,25 ml.
20
![Page 21: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/21.jpg)
Tongkol jagung dalam erlenmeyer terendam secara merata dengan cairan
pemasak. Penggunaan pelarut organik dimaksudkan untuk mengurangi tegangan
permukaan larutan pemasak pada suhu tinggi, mempercepat penetrasi ke dalam chip
tongkol jagung dan difusi dari hasil pemutusan lignin dalam tongkol jagung ke dalam
larutan pemasak (Heradewi, 2007). Warna larutan pemasak bening.
Proses pemasakan dimulai. Sekitar 15-20 menit, cairan mulai mendidih,
warna cairan berubah menjadi kuning keemasan. Kemudian katalis (HCl)
ditambahkan sebanyak 2,12 ml. Fungsi katalis dalam hal ini selain berfungsi untuk
mempercepat proses delignifikasi, juga berfungsi untuk mengembangkan struktur
bahan (tongkol jagung) sehingga memudahkan penetrasi larutan pemasak ke dalam
bahan (Heradewi, 2007).
Waktu pemasakan mulai dihitung saat cairan mulai mendidih dan HCl
ditambahkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan seluruh cairan pemasak telah
masuk ke dalam bahan (penetrasi larutan pemasak telah sempurna). Setelah
pemasakan selama 5 menit, warna cairan berubah menjadi kuning kecoklatan.Run
pertama, pemanasan dihentikan saat pemasakan berjalan selama 15 menit. Warna
cairan berubah menjadi coklat, dan tongkol jagung berubah warna menjadi coklat
kekuningan.
Run kedua dengan waktu pemasakan 30 menit memiliki keadaan yang sama
sampai pada waktu 15 menit. Pada pemasakan selama 18 menit, cairan berwarna
coklat dan warna tongkol jagung berwarna kekuningan. Pemanasan selama 27 menit
warna cairan menjadi coklat dan warna tongkol jagung menjadi berwarna coklat.
Pemanasan dihentikan pada menit ke 30.
Run ketiga, dengan pemanasan selama 30 menit memiliki kondisi yang sama
dengan run kedua hingga pada pemanasan selama 30 menit. Pada pemanasan selama
26 menit, warna cairan menjadi coklat dan warna tongkol jagung menjadi coklat.
Saat pemanasan berlangsung 52 menit, cairan berwarna coklat kehitaman, dan
21
![Page 22: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/22.jpg)
tongkol jagung menjadi semakin kecoklatan. Pada saat pemanasan dihentikan, yaitu
pada menit ke 60 dan warna cairan menjadi hitam
Perubahan warna cairan dan tongkol jagung selama proses pemasakan
menandakan terjadinya reaksi. Perubahan yang terjadi disebabkan adanya pemutusan
ikatan-ikatan ester dalam makromolekul lignin. Untuk memutuskan ikatan diperlukan
energi sehingga diperlukan pemanasan untuk dapat memutuskan ikatan-ikatan
tersebut.
4.4 Perolehan Pulp
Biomassa yang digunakan pada percobaan fraksionasi biomassa adalah
tongkol jagung. Selulosa pada tongkol jagung adalah 45% berat, hemiselulosa 35%
dan berat lignin sebesar 15% (Kumar et al, 2009) Pada percobaan pertama, 25 gr
tongkol jagung dimasak dengan 202,4 ml asam asetat yang telah dicampur 37,25 ml
aquades.
Run pertama dengan waktu pemasakan 15 menit memiliki perolehan pulp
sebesar 15,55 gram (62,2%). Run kedua dan ketiga dilakukan kembali dengan cara
yang sama pada percobaan pertama dengan variasi waktu pemasakan 30 menit dan 60
menit. Pulp yang diperoleh dari percobaan kedua adalah 55,24% berat biomassa
(13,81gr) dan 78,72% berat biomassa (19,68 gr). Perolehan Pulp dapat dicari dengan
menggunakan persamaan (1) dan Persentase perolehan pulp disajikan pada Gambar
4.1
Perolehan Pulp =Berat Pulp KeringBerat Biomassa
x 100% ..........................................................(1)
22
![Page 23: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/23.jpg)
15 30 600
10
20
30
40
50
60
70
80
90
waktu pemasakan (menit)
per
sen
tase
per
oleh
an p
ulp
Gambar 4.1 Perolehan Pulp pada Variasi Waktu Pemasakan
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat perolehan pulp pada pemasakan selama 60
menit merupakan persentase terbesar dan pemasakan selama 30 menit menghasilkan
persentase pulp yang paling kecil. Yield yang didapat cenderung meningkat dengan
peningkatan waktu pemasakan. Hasil yang didapat berbeda dengan penelitian lain.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan (Amraini et al., 2010) pada
pembuatan pulp sawit dengan proses acetosolv menggunakan variasi waktu 15, 30,
60, 90, 120, dan 150 menit.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat sebagai cairan
pemasak. Tahapan yang dilakukan sama dengan percobaan yang dilakukan (Amraini
et al., 2010) meliputi pemasakan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan padatan.
23
![Page 24: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/24.jpg)
Perlakuan awal bahan baku meliputi pembersihan sabut sawit kemudian dilanjutkan
dengan pengeringan di bawah sinar matahari. Yield yang dihasilkan sekitar 75,1%-
85,3% dengan kadar lignin pulp 26-43,66%. Pada variasi waktu didapat hasil bahwa
peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit cenderung menurunkan Yield.
Bertambahnya waktu reaksi akan menyempurnakan reaksi yang terjadi.
Namun, waktu reaksi yang lebih lama dapat menghambat reaksi delignifikasi. Lignin
yang telah larut dalam media pemasak bisa terpolimerisasi kembali (Amraini et al.,
2010).
4.5 Persen Lignin Recovery
Lignin relatif lebih tinggi kandungan atom C dan H-nya, namun kandungan
O-nya lebih rendah dibandingkan selulosa dan hemiselulosa. Lignin dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar jika dibuat dalam jumlah besar dan dalam keadaan
benar-benar kering. Lignin sebagai bahan bakar lebih bernilai dibanding selulosa dan
hemiselulosa karena nilai panas pembakarannya lebih besar (Lubis, 2007).
Lubis (2007) juga menyatakan bahwa lignin selain dapat digunakan sebagai
bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai produk polimer dan sumber bahan-bahan
kimia berberat molekul rendah. Bahan-bahan kimia berberat molekul rendah yang
dapat dihasilkan dari lignin adalah vanilin, aldehida, asam vanilat, fenol, asam
karbonat, benzena dan sebagainya. Lignin juga merupakan bahan mentah yang sangat
baik untuk pembuatan serat sintetik seperti nilon, bahan farmasi dan pewarna yang
baik.
Lignin diperoleh dari proses recovery lignin Black liquor yang dihasilkan
pada proses delignifikasi. Black liquor ditambahkan air dengan perbandingan 1:10
kemudian dimasukkan ke dalam kuvet sentrifugal. Warna black liquor berubah dari
hitam menjadi kuning keruh karena terjadi pengenceran. Kekeruhan dan warna pada
tiap run percobaan berbeda. Semakin lama waktu pemasakan, warna black liquor
yang diperoleh semakin pekat. Campuran cairan disentrifugasi dengan kecepatan
1500 rpm selama 45 menit. Cairan disentrifugasi untuk memisahkan lignin dengan
24
![Page 25: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/25.jpg)
cara mengendapkannya. Kemudian lignin dipisahkan dari cairan dengan kertas saring
yang telah diketahui beratnya.
Lignin yang diperoleh dioven sampai beratnya konstan dan dihitung berat
lignin yang didapat. Perolehan lignin dapat dilihat pada Gambar 4.2. Untuk
menghitung perolehan lignin yang dihasilkan dari fraksionasi tersebut, dapat
menggunakan persamaan (2).
Perolehan Lignin=[Berat Lignin Sampel x
( volume black liquor )volume sampel ]
Berat Lignin Dalam Bahan Bakux 100%
................................. (2)
15 30 600
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
waktu pemasakan (menit)
per
sen
tase
per
oleh
an li
gnin
Gambar 4.2 Perolehan Lignin dari black liquor
Komponen black liquor terdiri dari lignin dan senyawa hasil hidrolisis
hemiselulosa. Gambar 4.2 dapat dilihat perolehan lignin terbesar pada pemasakan 15
menit dan yang terkecil adalah pemasakan selama 60 menit. Perolehan lignin yang
rendah dikarenakan volume black liquour yang kurang dari jumlah cairan total. Hal
ini dikarenakan adanya cairan yang menguap selama proses pemasakan (sambungan
25
![Page 26: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/26.jpg)
alat yang tidak ditutup aluminium) sehingga menurunkan jumlah volume black liquor
yang didapat.
Penurunan kadar lignin dengan bertambahnya waktu pemasakan selama
percobaan memiliki kesamaan jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Amraini et al., (2010). Pada peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit
cenderung menurunkan kadar lignin. Penurunan perolehan lignin dengan peningkatan
waktu 15 menjadi 60 menit, menunjukkan bahwa reaksi delignifikasi berlangsung
baik. Waktu reaksi yang bertambah akan menyempurnakan reaksi yang terjadi
(Amraini et al., 2010).
4.6 Perbandingan Hasil Percobaan
Hasil percobaan delignifikasi tongkol jagung dalam media asam asetat
menghasilkan Yield (perolehan pulp) dan lignin yang bervariasi. Yield pulp terendah
yaitu 55,24% yang diperoleh pada waktu reaksi 30 menit. Sedangkan Yield pulp
tertinggi didapat pada waktu reaksi 60 menit dengan perolehan sebesar 78,72%. Serta
perolehan lignin cenderung menurun dengan bertambahnya waktu pemasakan.
Perolehan lignin terbesar didapat pada waktu pemasakan 15 menit yaitu sebesar 0,3%
dan yang terkecil diperoleh sebesar pada pemasakan 60 menit 0,054%.
Proses di dalam media pelarut yang sama, Yield pulp tongkol jagung yang
didapat lebih rendah dibandingkan dengan Yield pulp hasil penelitian Amraini et al.,
(2010) dimana Yield pulp yang dihasilkan adalah 75,1-85,3% menggunakan sabut
sawit. Sedangkan penggunaan bahan baku berupa batang jagung dengan cairan
pemasak berupa asam formiat, Yield pulp yang didapat lebih tinggi dibanding Yield
pulp sebesar 31,88-47,01% dari penelitian Puspita sari et al., (2013). Hasil
perolehan lignin yang didapat lebih kecil jika dibandingkan dengan perolehan lignin
hasil penelitian Amraini et al., (2010) yaitu sebesar 26-43% dan penelitian Puspita
sari et al., (2013) sebesar 10-14,31%,
Pengaruh waktu reaksi terhadap Yield dan perolehan lignin pulp pada
penelitian yang dilakukan Amraini et al., (2010) menunjukkam peningkatan waktu
26
![Page 27: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/27.jpg)
reaksi dari 15 menjadi 60 menit cenderung menurunkan Yield dan kadar lignin pulp.
Sedangkan peningkatan waktu reaksi dari 60 menjadi 150 menit cenderung
meningkatkan Yield dan kadar lignin pulp. Yield terendah dihasilkan pada waktu
reaksi 150 menit, dan kadar lignin pulp terkecil pada kondisi waktu pemasakan 60
menit. Kadar lignin tertinggi diperoleh pada kondisi pemasakan diatas 120 menit,
yang persentasenya melebihi kadar lignin pada kondisi waktu reaksi 30 menit. Kadar
lignin pulp cenderung meningkat sampai waktu reaksi mencapai 120 menit,
sedangkan Yield pulp cenderung tetap pada kondisi yang sama. Hasil ini menguatkan
kembali dugaan bahwa naiknya kadar lignin pulp pada waktu reaksi yang lebih lama
disebabkan oleh reaksi polimerisasi kembali lignin. Pembuatan pulp sabut sawit
dalam media asam asetat akan memberikan hasil yang relatif baik, kadar lignin
rendah dan Yield memadai, pada waktu pemasakan 60 sampai 90 menit.
Hasil penelitian delignifikasi batang jagung dalam media asam formiat yang
dilakukan oleh Puspitasari et al., (2013) menghasilkan Yield (perolehan pulp) yang
bervariasi menurut kondisi percobaan. Yield pulp terendah yaitu 31,88% yang
diperoleh pada waktu reaksi 180 menit dan konsentrasi asam formiat 90%-berat.
Sedangkan Yield pulp tertinggi didapat pada waktu reaksi 60 menit dan konsentrasi
asam formiat 70%-berat, yaitu 47,01%.
Pada rentang variabel yang dipilih, yaitu waktu reaksi 60, 120 dan 180 menit
untuk berbagai variasi konsentrasi asam formiat. Perolehan pulp (Yield) cenderung
menurun seiring meningkatnya waktu reaksi dan konsentrasi asam formiat. Dari segi
waktu reaksi, percobaan yang dilakukan dengan waktu reaksi 60 menit hingga 180
menit memberikan Yield pulp yang cenderung menurun. Penurunan Yield pulp relatif
lebih besar pada waktu reaksi dari 60 ke 120 menit.
Perolehan lignin akan semakin menurun seiring dengan lamanya waktu
pemasakan berlangsung. Penurunan kadar lignin pulp relatif lebih besar ketika waktu
reaksi naik dari 120 menit ke 180 menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa
lamanya waktu reaksi membuat asam formiat bereaksi lebih lambat dengan lignin
karena semakin banyak pemutusan ikatan lignin sehingga memperbesar jumlah lignin
27
![Page 28: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/28.jpg)
tersisihkan. Perbedaan kadar perolehan pulp dan lignin dari ketiga percobaan
dikarenakan berbedanya variabel operasi dan bahan baku yang digunakan.
BAB V
KESIMPULAN
1. Nisbah cairan-padatan 10/1 dengan konsentrasi asam asetat 85% dan HCl
0,1%-berat akan membutuhkan volume asam asetat sebanyak202,4 ml, yang
ditambah aquades sebanyak 45,48 ml serta volume HCl sebanyak 2,12 ml.
2. Yield dan kadar lignin pulp dipengaruhi waktu pemasakan dimana perolehan
pulp pada pemasakan selama 15, 30, dan 60 menit masing-masing adalah 62,2
% berat biomassa (15,55 gr), 55,24% berat biomassa (13,81 gr) dan 78,72%
berat biomassa (19,68 gr). Perolehan lignin dengan perbandingan black liquor
dan aquades 1:10 masing-masing sebesar 0,3%, 0,153%, dan 0,054%.
28
![Page 29: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/29.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Amraini, S.Z., Zulfansyah, H. Rionaldo, A. Mukhtar, V.D. Wati. 2010. Pembuatan
Pulp Sabut Sawit Dengan Proses Actosolv. Pekanbaru: Jurusan Teknik
Kimia Dan Jurusan Kimia FMIPA Universitas Riau.
Cole, BJW and Fort, RCC (2007). Http: Chemistry_umeche_maine.edu/Fort/cole-
Fort.html. Diakses Tanggal 28 September 2013.
Darliah, 2008. Produksi Xilosa dari Tongkol Jagung (Zea Mays L.) dengan Hidrolisis
Asam Klorida. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Fatmawati, A., N. Soeseno, N. Chptadi, S. Natalia. Hidrolisis Batang Padi Dengan
Menggunakan Asam Sulfat Encer. Vol.3, No. 1. Surabaya: Jurusan Teknik
Kimia. Fakultas Teknik Surabaya.
Heradewi. 2007. Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv
Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Huijgen, W., P.D, Wild., H, Reith. 2010. Lignin Production by organosolv
Fractionation Of Lignocellulosic Biomas. Amsterdam: Energi Research
Centre Of Netherlands.
Johansson, A., O. Aaltonen, P. Ylinen. 1987. Organosolv pulping: Method and
pulping properties. Biomass. 13: 45-46.
Kamm B, Kamm M, Gruber PR, Kromus S: Biorefinery systems – an overview,
Biorefineries-industrial processes and products. Wiley-VCH Verlag GmbH;
Weinheim, Germany. 2008:1–40.
29
![Page 30: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/30.jpg)
Krisnamurthi, B. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia
dalam Menghadapi Krisis Pangan, Pakan dan Energi di Indonesia (978-979-
8940-29-3). Prosiding.
Kumar, P., D. M. Barret., M. J. Delwiche., P. Stroeve. 2009. Methods And
Pretreatment Of Lignocellulsic Biomass For Efficient Hydrolysis And Biofuel
Production. Industrial And Engineering Chemistry Research.
Lopes, A. M. D. C., Joao, K. G., Morais, A. R. C., Lukasik, E. B., Lukasik, R. B.
2013. Ionic Liquids As A Tool For Lignocellulosic Biomass Fractionation.
Sustainable Chemical Processes 2013 1:3.
Lubis, A. A. 2007. Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam (Black Liquor) Proses Pemasakan
Pulp Soda Dan Pulp Sulfat (Kraft). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Myerly, R.C., M.D. Nicholson, R. Katzen, and J.M. Taylor. 1981. The forest refinery.
Chemtech March: 186-192.
Retno, D dan Wasir, N. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang (1693 – 4393).
Prosiding.
Rionaldo, H., S.H, Puspitasari, Zulfansyah. 2013. Delignifikasi Batang Jagung
Dengan Proses Organosolv Menggunakan Pelarut Asam Formiat.Pekanbaru:
Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau.
Saputro, D.D. 2009. Karakteristik Pembakaran Briket Arang Tongkol Jagung.
Semarang: Jurusan Teknik Mesin, Universitas Negeri Semarang
Sitorus, R.S., 2011. Pretreatment Dan Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS)
Dengan Metode Steaming Dan Enzimatik. Depok: Fakultas Teknik
Departemen Teknik Kimia.
Susanto, H. 1998. Utilization of Biomass for Chemical Resources: Pretiminary
Experiment on Acetosolv Processing of Oil Palm Empty Fruit Bunch, paper
presented on HEDS-SST 97. Padang.
Susilowati. 2011. Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Bahan Baku Bioetanol
dengan Proses Hirolisis H2SO4 dan Fermentasi Saccharomyces Cereviceae.
Skripsi. Universitas Diponegoro.
30
![Page 31: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/31.jpg)
Lampiran A
Data Perhitungan
A.1 Pemprosesan Bahan Baku
Perolehan pulp (selulosa) dengan menggunakan pelarut asam asetat
Berat PulpKering: 15 menit = 15,55 gr
30 menit = 13,81 gr
60 menit = 19,68 gr
Berat Biomassa (kering) = 25 gr
Perolehan Pulp =Berat Pulp KeringBerat Biomassa
x 100
Tabel A.1 Berat pulp setelah dioven
Run
Waktu Pengeringan
(menit)
Berat Kering Batang
Jagung (gram)
1 (15 menit)
10 menit 30,88
20 menit 28,53
30 menit 26,84
40 menit 24,22
50 menit 22,24
31
![Page 32: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/32.jpg)
60 menit 15,82
70 menit 15,55
80 menit 14,97
90 menit 13,69
2 (30 menit)
10 menit 28,65
20 menit 26,51
30 menit 25,15
40 menit 22,3
50 menit 19,76
60 menit 14,21
70 menit 13,81
80 menit 13,11
90 menit 11,78
3 (60 menit)
10 menit 37,09
20 menit 34,38
30 menit 32,51
40 menit 29,01
50 menit 27,21
60 menit 19,87
32
![Page 33: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/33.jpg)
70 menit 19,68
80 menit 18,86
90 menit 17,04
Perolehan Pulp (15 menit) =15,55 gr25 gr
x 100% = 62,2%
Perolehan Pulp (30 menit) =13,81 gr25 gr
x 100% = 55,24%
Perolehan Pulp (60 menit) =19,68 gr25 gr
x 100% = 78,72%
A.2 Recovery Lignin
Perolehan lignin dengan menggunakan pelarut asam asetat
Perbandingan black liqour dengan aquades 1:10
Volume black liqour :
a. 15 menit = 145 ml
b. 30 menit = 185 ml
c. 60 menit = 130 ml
Berat lignin dalam bahan baku = 15
100 x 25 gr
= 3,75gr
Tabel A.2 Berat Lignin setelah dioven
Waktu
(menit)
Black Liquor
(ml)
Lignin:Aquadest
1:10 (gr)
Berat Lignin
rerata(gr)
15 145 0,024 0,116 0,07
30 185 0,018 0,038 0,028
60 130 0,015 0,016 0,0155
33
![Page 34: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/34.jpg)
Perolehan Lignin=berat lignin sampel x
volume black liqourvolume sampel
berat lignin dalam bahan baku x 100%
1. Run 1 (15 menit)
Perolehan Lignin = 0,07 gr x
145 ml9 ml
15 %100
x 25 x 100%
= 0,3%
2. Run 2 (30 menit)
Perolehan Lignin = 0,028 gr x
185 ml9 ml
15%100
x 25 x 100%
=0,153%
3. Run 3 (60 menit)
Perolehan Lignin= 0,0155 gr x
130 ml9 ml
15 %100
x 25 x 100%
=0,054%
34
![Page 35: Bab II Tinjauan Pustaka](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081512/55cf9b02550346d033a461f2/html5/thumbnails/35.jpg)
35