Bab II Tinjauan Pustaka

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada masa sekarang bahan bakar menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan pemakaiannya cenderung meningkat setiap tahunnya sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi (Retno et al, 2011). Salah satu aspek yang dapat dimanfaatkan adalah limbah biomassa yang berasal dari sektor kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Potensi limbah biomassa terbesar adalah dari limbah kayu hutan, kemudian diikuti oleh limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang penting, selain gandum dan padi. Selain di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga sebagai sumber pangan alternatif di Amerika Serikat. Demikian pula di beberapa daerah di Indonesia antara lain di Jawa Timur (nasi ampok dan nasi jagung), Bali (pencok), Nusa Tenggara (jagung bose), Jambi (nasi kemunak), Sulawesi Utara (binte biluhuta, bubur Manado), Sulawesi Selatan (beras jagung campur beras, bassang, barobbo), Sulawesi 1

Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka

Page 1: Bab II Tinjauan Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada masa sekarang bahan bakar menjadi kebutuhan pokok masyarakat dan

pemakaiannya cenderung meningkat setiap tahunnya sedangkan sumber bahan bakar

minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu bahan

alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi (Retno et al, 2011).

Salah satu aspek yang dapat dimanfaatkan adalah limbah biomassa yang berasal dari

sektor kehutanan, perkebunan, dan pertanian. Potensi limbah biomassa terbesar

adalah dari limbah kayu hutan, kemudian diikuti oleh limbah padi, jagung, ubi kayu,

kelapa, kelapa sawit dan tebu.

Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang

penting, selain gandum dan padi. Selain di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga

sebagai sumber pangan alternatif di Amerika Serikat. Demikian pula di beberapa

daerah di Indonesia antara lain di Jawa Timur (nasi ampok dan nasi jagung), Bali

(pencok), Nusa Tenggara (jagung bose), Jambi (nasi kemunak), Sulawesi Utara (binte

biluhuta, bubur Manado), Sulawesi Selatan (beras jagung campur beras, bassang,

barobbo), Sulawesi Tengah (beras jagung campur beras), Gorontalo (binte biluhuta

dan beras jagung campur beras), Sulawesi Tenggara (beras jagung campur beras) dan

di Jawa Tengah, jagung masih dikonsumsi masyarakat baik sebagai makanan pokok

atau bahan campuran beras (Krisnamurthi, 2010).

Tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang

penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih 30

persen tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji. Tongkol jagung

merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ketersediaan tongkol jagung di Indonesia

pada tahun 2006 adalah sebesar 3.482.839 ton, pada tahun 2007 sebesar 3.986.258

1

Page 2: Bab II Tinjauan Pustaka

ton, dan berdasarkan perkiraan, pada tahun 2008 tongkol jagung ada sekitar

4.456.215 ton. Namun, tongkol jagung tersebut belum dimanfaatkan secara optimal

terutama bagi keperluan industri. Tongkol jagung mengandung selulosa 40%,

hemiselulosa 36%, lignin 16% dan 8% bahan lainnya. Kandungan hemiselulosa yang

tinggi merupakan potensi tongkol jagung untuk dikembangkan menjadi bahan baku

industri pemanis seperti xilosa dan xilitol yang dihasilkan dari hidrolisis

xilan/hemiselulosa (Darliah, 2008).

Biomassa tongkol jagung merupakan sampah yang sejauh ini masih belum

banyak dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai tambah (added value).

Tongkol jagung yang termasuk biomassa mengandung lignoselulosa sangat

dimungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi bioetanol karena memiliki kandungan

selulosa yang cukup banyak (Susilowati, 2011).

1.2. Tujuan

Tujuan dari percobaan fraksionasi biomassa adalah:

1. Menjelaskan pengaruh variabel terhadap produk fraksionasi biomassa

2. Menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa

3. Menghitung yield pada sistem fraksionasi biomassa

4. Menghitung persentase recovery komponen-komponen utama biomassa

2

Page 3: Bab II Tinjauan Pustaka

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 Biomassa

Lignoselulosa yang berasal dari bahan seperti kayu keras, kayu lunak, dan

limbah pertanian merupakan bahan utama yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber

energi terbarukan yang kaya akan unsur karbon (Kam, 2008).

Biomassa merupakan bahan alternatif yang menarik untuk dikembangkan di

industri kimia, baik menjadi bahan baku maupun bahan bakar. Namun pemanfaatan

biomassa menjadi sangat berdaya guna jika dalam metode pengolahannya mampu

mencukupi standar kualitas dan kuantitas bahan baku ataupun bahan bakar, dan juga

mampu meminimalkan pencemaran lingkungan.

Biomassa yang dapat dijadikan bahan baku alternatif untuk pembuatan pulp

adalah bahan bukan kayu (non-wood) yang berasal dari limbah pertanian dan

perkebunan (Rionaldo et al., 2008).Komponen-komponen utama penyusun biomassa

adalah:

a. Selulosa

Selulosa merupakan suatu polimer dengan komponen kimia biomassa yang

terbesar, yang jumlahnya mencapai hampir setengah bagian biomassa. Selulosa

adalah komponen dasar pada dinding sel dan serat. Selulosa terdapat pada semua

tanaman tingkat tinggi hingga organisme tumbuhan yang primitif (Ronggur et al,

2012).

Selulosa merupakan komponen penyusun utama tumbuhan, struktur selulosa

dapat dilihat pada Gambar 2.1. Bentuk polimer glukosa memungkinkan selulosa

saling menumpuk atau terikat menjadi bentuk serat yang sangat kuat. Panjang

molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit glucan di dalam polimer, disebut

dengan derajat polimerisasi.

3

Page 4: Bab II Tinjauan Pustaka

Rumus molekul selulosa ialah (C6H10O5)n. Sangat sukar untuk mengukur

massa molekul nisbah selulosa, karena tidak banyak pelarut untuk selulosa. Selulosa

dibangun oleh rangkaian glukosa yang tersambung melalui ikatan - β – 1.

Gambar 2.1 Struktur Selulosa (Kumar, 2009)

Selulosa dapat larut dalam asam pekat yang mengakibatkan terjadinya

pemecahan rantai selulosa secara hidrolisis. Hidrolisis selulosa ini dapat terhalang

oleh lignin dan hemiselulosa yang ada di sekitar selulosa. Namun laju hidrolisis

selulosa akan meningkat seiring kenaikan temperatur dan tekanan (Fatmawati et al,

2008).

b. Hemiselulosa

Komponen penyusun kayu selain selulosa yang jumlahnya cukup banyak ialah

hemiselulosa. Hemiselulosa bersifat nonkristalin dan tidak bersifat serat, mudah

mengembang karena itu hemiselulosa sangat berpengaruh terhadap terbentuknya

jalinan antara serat pada saat pembentukan lembaran, lebih mudah larut dalam pelarut

alkali dan lebih mudah dihidrolisis dengan asam menjadi komponen monomernya

yang terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-silosa dan L-arabinosa

(Sitorus, 2010).

Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu, hemiselulosa mudah larut

dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya.

Selulosa merupakan serat-serat panjang, sedangkan hemiselulosa bukan merupakan

serat-serat panjang. Hasil hidrolisis selulosa akan menghasilkan D-glukosa,

4

O

OOO O

CH2OH

CH2OH

CH2OH

CH2OH

OH

OH

O

OH

OH OH

O OO O

OH

OH OH

Page 5: Bab II Tinjauan Pustaka

sedangkan hasil hidrolisis hemiselulosa menghasilkan D-xilosis dan monosakarida.

Hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan antara serat, karena

hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat tunggal.

c. Lignin

Lignin merupakan unsur pokok penyusun lignoselulosa biomassa (Huijgen et

al, 2013). Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis,

maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relatif tinggi dibanding dengan

dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi.

Selain terdapat di dalam tanaman, lignin juga ditemukan dalam limbah cair sisa

proses pemasakan pulp yang dikenal dengan black liquor.

Lignin yang melindungi selulosa, bersifat tahan terhadap hidrolisa disebabkan

karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter. Pada suhu tinggi lignin dapat

mengalami perubahan struktur dengan membentuk asam format, metanol, asam

asetat, aseton, vanillin dan lain-lain, sedangkan bagian lainnya mengalami kondensasi

(Judoamidjojo, 1989).

Lignin ialah polimer berunit fenilpropana dan merupakan polimer terbanyak

kedua setelah selulosa didalam tumbuhan. Lignin berfungsi sebagai bahan yang

memberi dukungan terhadap kekuatan mekanik tumbuhan. Struktur penyusun lignin

dapat dilihat pada Gambar 2.2. Secara umum, lignin terbentuk daripada monomer P-

kumaril, alkohol sinapil dan alkohol koniferil.Fungsi lignin yaitu:

1. Mengikat serat secara bersama-sama dengan penahan air atau disebut pengikat

tahan air yang memberikan kekuatan pada kayu, yang bisa dipandang sebagai

pengikat

2. Memberikan kekerasan struktural kepada serat-serat kayu yang terpisah yang

sangat struktur dengan memerankan bersama-sama dengan hemiselulosa

sebagai bahan matriks (isian) untuk mikrofibril selulosa.

5

Page 6: Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 2.2 Satuan Penyusun Lignin (Huijgen et al,2013)

2.1.1 Karakteristik Berbagai Biomassa

Sifat fisika kimia biomassa sangat mempengaruhi hasil konversi selulosa,

hemiselulosa dan lignin yang terbentuk. Komponen lignoselulosa di dalam biomassa

akan terhidrolisis secara bertahap. Proses akan berhenti dengan berkurangnya tekanan

udara. Sementara itu, proses yang menyebabkan degradasi hemiselulosa dan lignin

karena adanya suhu yang tinggi. Suhu yang tinggi akan memudahkan selulosa

terhidrolisis (Kumar, 2009). Karakteristik lignoselulosa yang terdapat pada tongkol

jagung (corn cobs) dan biomassa lainnya terdapat pada Tabel 2.1.

6

OH OHOH

OMe OMeOMe

CH2OHCH2OHCH2OH

Koumaril Koniferil Sinapil

Page 7: Bab II Tinjauan Pustaka

Tabel 2.1 Komponen Selulosa, Hemiselulosa, dan Lignin Berbagai Limbah

Agrikultur

Bahan

Lignoselulosa

Selulosa

(%)

Hemiselulosa

(%)

Lignin

(%)

Kayu Keras 40-45 24-40 18-25

Kayu Lunak 45-50 25-35 25-35

Tongkol Jagung 45 35 15

Rumput 25-40 35-50 10-30

Jerami Padi 30 50 15

Sumber: Kumar P et al, 2009

2.1.2 Kadar air tongkol jagung

Proses kelarutan lignoselulosa di dalam cairan pemasak sangat dipengaruhi

oleh keberadaan air/natural biomass moisture yang mengikat biomassa tersebut.

Kadar air tongkol jagung menjadi tantangan dalam proses penyimpanan dan

konversi energi. Tongkol jagung umumnya dipanen dengan kadar air berkisar antara

20-50% yang tergantung pada karakteristik kultivasi jagung dan kodisi panen

(misalnya iklim setempat dan waktu pemanenan. Table 2.2 menunjukan komposisi-

komponen dari tongkol jagung.

Tabel 2.2 Komposisi kimia tongkol jagung

Komponen Jumlah (%)

Kadar air 15

Kadar abu 17

Heating value 13,4

Sumber: Saputro, 2009

7

Page 8: Bab II Tinjauan Pustaka

2.2 Biomass Refinery

Biomass refinery merupakan cara yang digunakan untuk mengubah biomassa

menjadiproduk berdaya guna seperti minyak, bahan bakar, dan bahan kimia dari

bahan biomassa. Konsep biorefinery dianalogikan pada proses kilang minyak yang

memproduksi berbagai jenis minyak dan turunannya seperti yang ditunjukan pada

Gambar 2.5.

Gambar 2.3 Lignocellulose Biorefinery (Huijgen, 2010)

Konsentrasi asam sulfat dan asam klorida telah digunakan sebagai katalis dalam

degradasi bahan lignoselulosa. Penambahan (hidrolisis) asam dapat meningkatkan

hidrolisis enzimatik biomassa terhadap penguraian dan fermentasi gugus karbohidrat

di dalam bahan. Hasil dari pemisahan masing-masing komponen dapat diproses lebih

lanjut. Misalnya, selulosa yang diproses secara hidrolisis enzimatis dapat dilanjutkan

dengan proses fermentasi/sintetis yang bila diolah lebih lanjut menghasilkan produk

seperti etanol, butanol, propanol, asam asetat, dan surfaktan.

8

Page 9: Bab II Tinjauan Pustaka

2.3 Fraksionasi biomassa

Fraksionasi biomassa merupakan proses pemilahan biomassa menjadi

komponen utama penyusun biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, dengan

tanpa banyak merusak ataupun mengubah ketiga komponen tersebut menjadi

senyawa lain. Selanjutnya hasil pemilahan tersebut dapat diolah dengan berbagai

proses menjadi senyawa ataupun produk yang bernilai jual (Myerly et al, 1981).

Fraksionasi biomassa menggunakan pelarut organik banyak dikembangkan, karena

lebih murah dan relatif ramah lingkungan. Pelarutnya bisa diumpan balik serta cocok

untuk proses skala tengah. Secara umum skema fraksionasi biomassa menggunakan

pelarut organik seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Proses Fraksionasi Biomassa dengan metode organosolv

(Huijgen et al, 2010)

Pada Gambar 2.4 lignoselulosa dimasak dengan menggunakan pelarut organik dan

katalis. Proses tersebut dinamakan proses organosolv, hasil dari fraksionasi dari

proses tersebut berupa selulosa dalam bentuk pulp dan lignin-hemiselulosa dalam

bentuk cair. Kelarutan lignin di dalam hemiselulosa dapat dipisahkan dengan

sentifuse. Untuk menghitung perolehan pulp dan lignin yang dihasilkan dari

fraksionasi tersebut dapat menggunakan persamaan (1) dan (2).

9

Lignoselulosa

Pelarut

organik

Pemisahan Lignin

Pemisahan Pelarut

Hemiselulosa

Lignin Selulosa

Umpan

Organosolv

Page 10: Bab II Tinjauan Pustaka

Perolehan Pulp=Berat Pulp KeringBerat Biomassa

x 100% ...........................................................(1)

Perolehan Lignin ¿

(Berat Lignin Sampel ) x (Volume Black LiquorVolume Sampel )

Berat Lignin Dalam Bahan Baku x 100%

.......(2)

2.3.1 Pengaruh Kondisi Proses

Interaksi spesifik antara biomassa dan pelarut organik sangat dipengaruhi oleh

beberapa kondisi proses seperti temperature, waktu, jenis dan ukuruan biomassa

nisbah padatan dan cairan, serta tingkat kelembaban biomassa tersebut (Lopes, 2009).

a. Ukuran Partikel

Ukuran partikel sampel biomassa merupakan salah satu hal penting terhadap

fraksionasi lignoselulosa karena parameter tersebut secara langsung mempengaruhi

kontak antara sampel biomassa (padatan) dan pelarut organik (cairan) berdasarkan

luas permukaannya dan kemampuan difusi larutan terhadap sampel lignoselulosa

(Lopes, 2009).

b. Pengaruh Temperatur

Pada umumnya temperature meningkatkan akselerasi, kecepatan dan difusi

larutan organik terhadap sampel biomassa, dengan menurunkan temperature maka

laju reaksi suatu proses akan menurun. Sehingga membutuuhkan waktu yang lebih

lama agar kelarutan dan difusi padatan/cairan lebih efisien. Sehingga pemilihan

temperature terhadap kondisi proses harus dipertimbangkan dan dioptimalkan

berdasarkan biomassa dan pelarutnya.

c. Pengaruh Waktu Reaksi

Lamanya waktu reaksi berbanding terbalik terhadap temperature yang

digunakan. Artinya semakin tinggi temperature yang digunakan, maka reaksi akan

berjalan lebih cepat. Namun demikian, waktu reaksi yang lebih lama dapat

10

Page 11: Bab II Tinjauan Pustaka

menyebabkan reaksi delignifikasi terhambat, lignin yang telah larut dalam media

pemasak bisa terpolimerisasi kembali (Amrainiet al, 2010).

2.3.2 Proses Organosolv

Proses pembuatan pulp secara komersial (kraft dan teknologi sulfit)

menghasilkan pulp berkualitas tinggi, tetapi fraksi seperti lignin dan hemiselulosa

(berat sekitar 50% dari berat kering kayu) sering terbuang atau pemanfaatannya

belum optimal seperti sebagai sumber energi.

Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan

kimia organik seperti metanol, etanol, aseton, asam asetat, asam formiat dan lain-lain.

Proses ini telah terbukti sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan dan

tidak merugikan lingkungan dibandingkan dengan proses sulfit dan kraft yang

memberikan masalah bagi lingkungan yaitu bau yang disebabkan oleh senyawa

belerang. Oleh karena itu, permasalahan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas

dapat diatasi oleh proses organosolv. Selain itu proses organosolv memberikan

beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, daur

ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah, tidak menggunakan unsur sulfur

sehingga lebih aman terhadap lingkungan, dapat menghasilkan by-products (hasil

sampingan) berupa lignin dan hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi.

Pembuatan pulp dengan organosolv (berdasarkan pemanfaatan pelarut organik

sebagai media delignifikasi) dapat digunakan sebagai teknologi pemurnian biomassa,

karena produk yang dihasilkan terdiri dari selulosa serta liquor yang terdiri dari

hemiselulosa dan lignin yang bebas dari belerang. Asam hidrolisis dapat digunakan

untuk menghidrolisis hemiselulosa menjadi monomer pembentuk hemiselulosa.

Ada berbagai macam jenis proses organosolv, namun yang telah berkembang

pesat pada saat ini adalah proses alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pulping

dengan menggunakan bahan kimia pemasak alkohol, proses acetocell (menggunakan

asam asetat), dan proses organocell (menggunakan metanol).

11

Page 12: Bab II Tinjauan Pustaka

Organosolv ekstraksi diakui sebagai metode alternatif yang efektif untuk

delignifikasi. Lignin yang dihilangkan dari matriks padat dapat dicapai dengan

menggantikan senyawa sulfur oleh pelarut organik. Senyawa organik menghasilkan

delignifikasi dari bahan baku yang lebih baik daripada proses kraft. Proses

organosolv dapat dirancang sebagai metode fraksionasi lebih dari metode pulping.

Artinya, proses fraksionasi organosolv dapat dioperasikan pada hampir semua bahan

baku untuk menghasilkan komponen utama dari jaringan tumbuhan (selulosa,

hemiselulosa dan lignin) dalam bentuk yang lebih baik.

2.3.3 Proses Acetosolv

Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses

acetosolv. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pulp pada proses acetosolv

adalah konsentrasi asam asetat, jenis dan konsentrasi katalis, nisbah cairan terhadap

padatan, dan waktu pemasakan (Amraini et al, 2010). Proses acetosolv dalam

pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur,

daur ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan dengan tingkat

kemurnian yang cukup tinggi, dan hasil daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding

dengan hasil daur ulang limbah kraft. Keuntungan dari proses acetosolv adalah bahan

pemasak yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran

bahan bekas pemasak. Selain itu proses tersebut dapat dilakukan tanpa menggunakan

bahan-bahan organik. Proses ini menghasilkan by-product berupa furfuraI, levulinic

acid, hydroxyl methyl furfural, metanol, dan methyl acetat.

2.3.4 Proses Formacell

Pada umumnya asam organik seperti asam asetat dan asam formiat sangat

banyak digunakan sebagai pelarut biomassa karena kelebihannya masing-masing,

asam formiat menunjukkan potensi sebagai agen kimia untuk fraksionasi biomassa.

Selama terjadi proses pembentukan pulp dengan pelarut asam formiat, lignin larut ke

dalam cairan hitam karena terjadi pembelahan lignin o-4 obligasi, sementara

12

Page 13: Bab II Tinjauan Pustaka

hemiselulosa terdegradasi menjadi mono-dan oligosakarida, meninggalkan padatan

selulosa dalam residu. Ketika air ditambahkan ke cairan, lignin mengendap

danmemisahkan dari cairanhitam. Setelah menghasilkan pulp, asam formiat dapat

direcycle dengan proses distilasi untuk digunakan kembali.

Fraksionasi dengan asam formiat dapat dilakukan dengan konsentrasi 60-90%,

dan suhu 80-120oC. Tekanan 1-1,7 atm. Pada temperatur 80oC asam formiat kurang

reaktif terhadap lignin dan hidrolisis hemiselulosa, sedangkan pada temperatur 107-

110oC asam formiat sangat reaktif terhadap lignin sehingga proses delignifikasi

berjalan dengan cepat, akan tetapi hidrolisis terhadap polisakarida juga terjadi

terutama terhadap hemiselulosa dan selulosa. Asam formiat sebagai pelarutmemiliki

beberapa kelebihan, antara lain:

a. Proses fraksionasi dapat dilakukan pada temperatur dan tekanan yang relatif

rendah.

b. Cocok untuk banyak sumber biomassa.

c. Mempunyai selektivitas yang tinggi terhadap proses delignifikasi dan

mempertahankan selulosa.

2.4 Delignifikasi

Proses delignifikasi tongkol jagung dengan proses organosolv merupakan

metode alternatif untuk memperoleh pulp yang lebih ramah lingkungan. Delignifikasi

merupakan proses penyisihan lignin dari biomassa. Proses delignifikasi ini terjadi

karena putusnya ikatan ester dalam makromolekul lignin. Keberhasilan proses

delignifikasi ditentukan dengan derajat delignifikasi dan selektivitas fraksionasi yang

terjadi.

Derajat delignifikasi adalah banyaknya lignin yang berhasil disisihkan dari

biomassa. Sedangkan selektivitas fraksionasi adalah perbandingan banyaknya kadar

selulosa terhadap banyak lignin dalam produk padatan (pulp). Derajat delignifikasi

dan selektivitas yang tinggi menunjukkan maksimalnya lignin yang dapat tersisihkan

dari biomassa dan minimalnya degradasi selulosa pada produk pulp.

13

Page 14: Bab II Tinjauan Pustaka

Pengendapan lignin dalam larutan sisa pemasak terjadi sebagai akibat

terjadinya reaksi kondensasi pada unit-unit penyusun lignin (para-koumaril alkohol,

koniferil alkohol, dan sinapil alkohol) yang semula larut akan terpolimerisasi dan

membentuk molekul yang lebih besar. Menurut Kim et al (1987) penggunaan H2SO4

dalam isolasi lignin lebih baik dibandingkan dengan menggunakan HCL karena

lignin yang dihasilkan mengandung kation logam seperti Na yang lebih rendah

dibandingkan isolasi dengan menggunakan HCl. Sehingga untuk mengisolasi lignin

dari sisa larutan pemasak sebaiknya menggunakan asam sulfat (H2SO4) karena selain

kandungan kation logam Na lebih rendah juga dari sisi ekonomis lebih murah.

2.5 Hidrolisis Hemiselulosa

Selama proses fraksionasi berlangsung, hidrolisis polisakarida juga terjadi

secara bersamaan dengan proses delignifikasi. Hidrolisis terhadap polisakarida

diharapkan hanya terjadi pada hemiselulosa, sehingga menghasilkan produk padatan

yang kaya selulosa. Produk hidrolisis hemisselulosa biomassa adalah monomer gula

pembentuk hemiselulosa, sepreti pentosa. Namun demikian, produk lanjutan dari

dekomposisi monomer gula mungkin juga terbentuk, seperti furfural. Produk

hidrolisis hemiselulosa terdapat dalam cairan pemasak, dan dapat digunakan kembali

setelah dipisahkan dari larutan organik dan lignin yang berhasil disisihkan dari

biomassa.

14

Page 15: Bab II Tinjauan Pustaka

BAB III

METODE

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1Alat

Sebagai wadah untuk pemasakan digunakan erlenmeyer 2000ml yang

dilengkapi dengan kondensor sebagai pendingin. Electric hot plate digunakan sebagai

sumber pemanas. Pada percobaan recovery lignin digunakan alat sentrifugasi.

Peralatan lain adalah gelas ukur berukuran 5 ml dan 100 ml, pipet tetes, kertas saring,

kain kasa, dan gelas piala berukuran 50 ml dan 1000 ml.

3.1.2 Bahan

Pada proses pemasakan bahan baku yang digunakan chip tongkol jagung

sebanyak 25 gram pada recovery lignin digunakan black liquor hasil penyaringan

pada proses pemasakan bahan baku. Bahan kimia yang digunakan adalah pelarut

asam asetat 85%-berat, katalis HCl 0,1%-berat. Cairan untuk pencuci digunakan

aquades.

3.2 Variabel Percobaan

Pada percobaan fraksionasi biomassa pada run 1, 2 dan 3 menggunakan asam

asetat 85%-berat, HCl 0,1%-berat, black liquor : aquadest 1:10 dengan menggunakan

variasi waktu secara berturut-turut 15, 30, 60 menit.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Persiapan Bahan Baku

15

Page 16: Bab II Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan percobaan, tongkol jagung dipotongdengan ukuran 3

cm. Selanjutnya potongan batang jagung dikeringkan dengan bantuan cahaya

matahari dan ditimbang sebanyak 150 gram

3.3.2 Pemasakan

Pemasakan bahan baku menggunakan cairan pemasak asam asetat. Pemasakan

dilakukan selama 15, 30 dan 60 menit. Biomassa sebanyak 25 gr dan asam asetat

sebanyak 202,4 ml yang telah ditambahkan dengan aquades sebanyak dimasukkan

kedalam erlenmeyer. Kondensor dipasang sebagai penutup reactor dan sirkulasi air

pendingin dialirkan. Kemudian pemanas dihidupkan dan setelah cairan mulai

mendidih (menghasilkan refluks), katalis HCl dimasukkan melalui bagian atas

kondensor menggunakan corong dan waktu dicatat sebagai awal proses fraksionasi

terjadi. Setelah waktu operasi yang ditentukan tercapai, pemanas dimatikan dan

reactor didinginkan. Setelah reactor dingin, kondensor dilepaskan dan sirkulasi air

pendingin dimatikan. Hasil pemasakan bahan baku disaring menggunakan kain kasa,

diusahakan semua cairan pemasak turun. Cairan (black liquor) ditampung sedangkan

padatan dicuci dengan asam asetat sebanyak 100 ml dan dilanjutkan dengan

pencucian menggunakan air sampai bersih. Air bekas cucuian dapat dibuang. Padatan

yang telah dicuci bersih, kemudian dibentuk di atas aluminium foil dan dioven.

Dikeringkan diudara terbuka selama 24 jam. Setelah run pertama selesai, dilanjutkan

dengan run kedua dan run ketiga menggunakan cairan pemasak sama pada run

pertama dengan waktu pemasakan selama 30 menit dan 60 menit. Prosedur yang

dilakukan sama dengan prosedur pada run pertama. Setelah ketiga hasil percobaan

dikeringkan selama 24 jam, sampel dioven sampai berat ketiganya konstan dan

padatan yang telah kering ditimbang sebagai berat pulp.

Perhitungan perolehan pulp (selulosa) dapat menggunakan persamaan (1):

16

Page 17: Bab II Tinjauan Pustaka

perolehan pulp=berat pulp keringberat biomassa

x 100%

........................................................................(1)

3.3.3 RecorveryLignin

Pada proses recovery lignin, black liquor dimasukkan kedalam kuvet sesuai

perbandingan black liquor dan air yang ditentukan yaitu 1:10 Kemudian

disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 45 menit. Setelah selesai,

supernatant yang terbentuk dipisahkan dengan cara disaring dengan kertas saring.

Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam oven sampai beratnya konstan, dan

diperoleh berat lignin yang direcovery dari sampel black liquor.

Perhitungan perolehan lignin dapat menggunakan persamaan (2):

perolehan lignin=berat lignin sampel x

volume black liquorvolume sampel

berat lignin dalam bahan baku x 100%

......................................... ...(2)

3.3.4 Blok Diagram percobaan

17

Katalis (HCl 0.1%)

25 gram Tongkol Jagung

Proses Acetosolv Selama 15, 30, dan 60 Menit

Penyaringan dan pencucian dengan asam

asetat

Pencucian dengan air

Pengeringan

Pulp

AsamAsetat Black Liquor

Recovery Lignin

Lignin

Page 18: Bab II Tinjauan Pustaka

Gambar 3.1 Blok Diagram Proses Fraksionasi

Gambar 3.1 Blok Diagram Percobaan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Tongkol Jagung

4.1.1 Komposisis Kimiawi

Sifat fisika kimia biomassa sangat mempengaruhi hasil konversi selulosa,

hemiselulosa dan lignin yang terbentuk. Komponen lignoselulosa di dalam biomassa

akan terhidrolisis secara bertahap. Proses akan berhenti dengan berkurangnya tekanan

udara. Sementara itu, proses yang menyebabkan degradasi hemiselulosa dan lignin

karena adanya suhu yang tinggi. Suhu yang tinggi akan memudahkan selulosa

terhidrolisis (Kumar, 2009). Karakteristik lignoselulosa yang terdapat pada tongkol

jagung (corn cobs) dan biomassa lainnya terdapat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Komposisi Lignoselulosa Residu dan Limbah Pertanian

BahanSelulosa

(%)

Hemiselulosa

(%)

Lignin

(%)

Batang kayu keras 40-55 24-40 18-25

Batang kayu lunak 45-50 25-35 25-35

Kulit kacang 25-30 25-30 30-40

Tongkol jagung 45 35 15

18

Page 19: Bab II Tinjauan Pustaka

Rumput 25-40 35-50 10-30

Jerami gandum 30 50 15

Daun 15-20 80-85 0

Kertas 85-99 0 0-15

Sumber: Kumar P et al, 2009

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar lignoselulosa terbesar tongkol

jagung adalah selulosa, sekitar 45%, kadar lignin dan hemiselulosa secara berurutan

adalah 15% dan 35%.

4.1.2 Kadar Air

Kadar air tongkol jagung menjadi tantangan dalam proses penyimpanan dan

konversi energi. Tongkol jagung umumnya dipanen dengan kadar air berkisar antara

20-50% yang tergantung pada karakteristik kultivasi jagung dan kondisi panen

(misalnya iklim setempat dan waktu pemanenan). Tabel 4.2 menyajikan komposisi

kadar air pada tongkol jagung (Saputro, 2009).

Tabel 4.2 Komposisi Kimia Tongkol Jagung

Komponen Jumlah (%)

Kadar air 15

Kadar abu 17

Heating value 13,4

Sumber: Saputro, 2009

4.2 Neraca Massa

Sebelum melakukan proses delignifikasi, terlebih dahulu dihitung volume

cairan pemasak (asam asetat), katalis (HCl), dan aquades yang akan ditambahkan

pada proses fraksionasi biomassa.

Nisbah cairan-padatan (C/P) sebanyak 10:1 dengan berat bahan baku berupa

chip tongkol jagung sebanyak 25 gr. Sehingga berat cairannya adalah sebanyak 250

19

Page 20: Bab II Tinjauan Pustaka

gr yang terdiri dari cairan pemasak, katalis, dan aquades. Konsentrasi asam asetat

yang akan digunakan adalah 85%-berat cairan, HCl sebanyak 0,1%-berat cairan.

Dengan menggunakan neraca massa. Maka banyaknya aquades yang digunakan

adalah sebanyak 14,9%-berat cairan. Sehingga diperoleh berat asam asetat yang akan

ditambahkan adalah 212,5 gr, berat HCl 0,25 gr, dan berat aquades 37,25 gr. Gunakan

hubungan volume, massa, dan massa jenis ()

Massa jenis asam asetat, HCl, dan aquades secara berturut-turut adalah1,05

gr/ml; 1,84 gr/ml; dan 1 gr/ml. Volume tiap cairan yang akan ditambahkan dihitung

dan didapat asam asetat yang ditambahkan sebanyak 202,4 ml, volume HCl sebanyak

2,12 ml, dan volume aquades sebanyak 37,25 ml.

4.3 Pengamatan Fisik

Percobaan fraksionasi biomassa tongkol jagung dilakukan dengan proses

acetosolv dengan tahapan berupa pemasakan, penyaringan, pencucian, pengeringan

padatan, dan lignin recovery. Perlakuan pendahuluan pada bahan baku dilakukan

menggunakan perlakuan fisik dengan cara pemotongan bahan baku tongkol jagung

menjadi berukuran 3cm. Perlakuan pendahuluan tersebut dilakukan untuk

memperkecil ukuran bahan dan memperluas permukaan bahan sehingga penetrasi

larutan pemasak kedalam serpih lebih cepat karena delignifikasi memiliki banyak

hambatan yang disebabkan adanya struktur kristalin selulosa yang bersifat sangat

rigid (kaku) dan adanya asosiasi yang kuat antara selulosa dan molekul lignin serta

hemiselulosa. Oleh karena itu diperlukan perlakuan pendahuluan untuk mengurangi

hambatan tersebut.

Variabel proses yang dipelajari adalah waktu pemasakan 15, 30, dan 60 menit.

Variabel yang dijaga tetap adalah konsentrasi katalis HCl 0,1%-berat, konsentrasi

asam asetat 85%-berat dan nisbah cairan-padatan 10/1. Chip tongkol jagung yang

telah berukuran 3cm kemudian dikeringkan dengan panas sinar matahari lalu

ditimbang sebanyak 25 gram dan dimasukkan ke dalam erlemeyer 2000 ml. Warna

tongkol jagung berwarna putih kecoklatan. Cairan pemasak berupa asam asetat

ditambahkan sebanyak 202,4 ml dan aquades sebanyak 37,25 ml.

20

Page 21: Bab II Tinjauan Pustaka

Tongkol jagung dalam erlenmeyer terendam secara merata dengan cairan

pemasak. Penggunaan pelarut organik dimaksudkan untuk mengurangi tegangan

permukaan larutan pemasak pada suhu tinggi, mempercepat penetrasi ke dalam chip

tongkol jagung dan difusi dari hasil pemutusan lignin dalam tongkol jagung ke dalam

larutan pemasak (Heradewi, 2007). Warna larutan pemasak bening.

Proses pemasakan dimulai. Sekitar 15-20 menit, cairan mulai mendidih,

warna cairan berubah menjadi kuning keemasan. Kemudian katalis (HCl)

ditambahkan sebanyak 2,12 ml. Fungsi katalis dalam hal ini selain berfungsi untuk

mempercepat proses delignifikasi, juga berfungsi untuk mengembangkan struktur

bahan (tongkol jagung) sehingga memudahkan penetrasi larutan pemasak ke dalam

bahan (Heradewi, 2007).

Waktu pemasakan mulai dihitung saat cairan mulai mendidih dan HCl

ditambahkan. Hal ini dilakukan untuk memastikan seluruh cairan pemasak telah

masuk ke dalam bahan (penetrasi larutan pemasak telah sempurna). Setelah

pemasakan selama 5 menit, warna cairan berubah menjadi kuning kecoklatan.Run

pertama, pemanasan dihentikan saat pemasakan berjalan selama 15 menit. Warna

cairan berubah menjadi coklat, dan tongkol jagung berubah warna menjadi coklat

kekuningan.

Run kedua dengan waktu pemasakan 30 menit memiliki keadaan yang sama

sampai pada waktu 15 menit. Pada pemasakan selama 18 menit, cairan berwarna

coklat dan warna tongkol jagung berwarna kekuningan. Pemanasan selama 27 menit

warna cairan menjadi coklat dan warna tongkol jagung menjadi berwarna coklat.

Pemanasan dihentikan pada menit ke 30.

Run ketiga, dengan pemanasan selama 30 menit memiliki kondisi yang sama

dengan run kedua hingga pada pemanasan selama 30 menit. Pada pemanasan selama

26 menit, warna cairan menjadi coklat dan warna tongkol jagung menjadi coklat.

Saat pemanasan berlangsung 52 menit, cairan berwarna coklat kehitaman, dan

21

Page 22: Bab II Tinjauan Pustaka

tongkol jagung menjadi semakin kecoklatan. Pada saat pemanasan dihentikan, yaitu

pada menit ke 60 dan warna cairan menjadi hitam

Perubahan warna cairan dan tongkol jagung selama proses pemasakan

menandakan terjadinya reaksi. Perubahan yang terjadi disebabkan adanya pemutusan

ikatan-ikatan ester dalam makromolekul lignin. Untuk memutuskan ikatan diperlukan

energi sehingga diperlukan pemanasan untuk dapat memutuskan ikatan-ikatan

tersebut.

4.4 Perolehan Pulp

Biomassa yang digunakan pada percobaan fraksionasi biomassa adalah

tongkol jagung. Selulosa pada tongkol jagung adalah 45% berat, hemiselulosa 35%

dan berat lignin sebesar 15% (Kumar et al, 2009) Pada percobaan pertama, 25 gr

tongkol jagung dimasak dengan 202,4 ml asam asetat yang telah dicampur 37,25 ml

aquades.

Run pertama dengan waktu pemasakan 15 menit memiliki perolehan pulp

sebesar 15,55 gram (62,2%). Run kedua dan ketiga dilakukan kembali dengan cara

yang sama pada percobaan pertama dengan variasi waktu pemasakan 30 menit dan 60

menit. Pulp yang diperoleh dari percobaan kedua adalah 55,24% berat biomassa

(13,81gr) dan 78,72% berat biomassa (19,68 gr). Perolehan Pulp dapat dicari dengan

menggunakan persamaan (1) dan Persentase perolehan pulp disajikan pada Gambar

4.1

Perolehan Pulp =Berat Pulp KeringBerat Biomassa

x 100% ..........................................................(1)

22

Page 23: Bab II Tinjauan Pustaka

15 30 600

10

20

30

40

50

60

70

80

90

waktu pemasakan (menit)

per

sen

tase

per

oleh

an p

ulp

Gambar 4.1 Perolehan Pulp pada Variasi Waktu Pemasakan

Pada Gambar 4.1 dapat dilihat perolehan pulp pada pemasakan selama 60

menit merupakan persentase terbesar dan pemasakan selama 30 menit menghasilkan

persentase pulp yang paling kecil. Yield yang didapat cenderung meningkat dengan

peningkatan waktu pemasakan. Hasil yang didapat berbeda dengan penelitian lain.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan (Amraini et al., 2010) pada

pembuatan pulp sawit dengan proses acetosolv menggunakan variasi waktu 15, 30,

60, 90, 120, dan 150 menit.

Percobaan dilakukan dengan menggunakan larutan asam asetat sebagai cairan

pemasak. Tahapan yang dilakukan sama dengan percobaan yang dilakukan (Amraini

et al., 2010) meliputi pemasakan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan padatan.

23

Page 24: Bab II Tinjauan Pustaka

Perlakuan awal bahan baku meliputi pembersihan sabut sawit kemudian dilanjutkan

dengan pengeringan di bawah sinar matahari. Yield yang dihasilkan sekitar 75,1%-

85,3% dengan kadar lignin pulp 26-43,66%. Pada variasi waktu didapat hasil bahwa

peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit cenderung menurunkan Yield.

Bertambahnya waktu reaksi akan menyempurnakan reaksi yang terjadi.

Namun, waktu reaksi yang lebih lama dapat menghambat reaksi delignifikasi. Lignin

yang telah larut dalam media pemasak bisa terpolimerisasi kembali (Amraini et al.,

2010).

4.5 Persen Lignin Recovery

Lignin relatif lebih tinggi kandungan atom C dan H-nya, namun kandungan

O-nya lebih rendah dibandingkan selulosa dan hemiselulosa. Lignin dapat

dimanfaatkan sebagai bahan bakar jika dibuat dalam jumlah besar dan dalam keadaan

benar-benar kering. Lignin sebagai bahan bakar lebih bernilai dibanding selulosa dan

hemiselulosa karena nilai panas pembakarannya lebih besar (Lubis, 2007).

Lubis (2007) juga menyatakan bahwa lignin selain dapat digunakan sebagai

bahan bakar, juga dapat digunakan sebagai produk polimer dan sumber bahan-bahan

kimia berberat molekul rendah. Bahan-bahan kimia berberat molekul rendah yang

dapat dihasilkan dari lignin adalah vanilin, aldehida, asam vanilat, fenol, asam

karbonat, benzena dan sebagainya. Lignin juga merupakan bahan mentah yang sangat

baik untuk pembuatan serat sintetik seperti nilon, bahan farmasi dan pewarna yang

baik.

Lignin diperoleh dari proses recovery lignin Black liquor yang dihasilkan

pada proses delignifikasi. Black liquor ditambahkan air dengan perbandingan 1:10

kemudian dimasukkan ke dalam kuvet sentrifugal. Warna black liquor berubah dari

hitam menjadi kuning keruh karena terjadi pengenceran. Kekeruhan dan warna pada

tiap run percobaan berbeda. Semakin lama waktu pemasakan, warna black liquor

yang diperoleh semakin pekat. Campuran cairan disentrifugasi dengan kecepatan

1500 rpm selama 45 menit. Cairan disentrifugasi untuk memisahkan lignin dengan

24

Page 25: Bab II Tinjauan Pustaka

cara mengendapkannya. Kemudian lignin dipisahkan dari cairan dengan kertas saring

yang telah diketahui beratnya.

Lignin yang diperoleh dioven sampai beratnya konstan dan dihitung berat

lignin yang didapat. Perolehan lignin dapat dilihat pada Gambar 4.2. Untuk

menghitung perolehan lignin yang dihasilkan dari fraksionasi tersebut, dapat

menggunakan persamaan (2).

Perolehan Lignin=[Berat Lignin Sampel x

( volume black liquor )volume sampel ]

Berat Lignin Dalam Bahan Bakux 100%

................................. (2)

15 30 600

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

waktu pemasakan (menit)

per

sen

tase

per

oleh

an li

gnin

Gambar 4.2 Perolehan Lignin dari black liquor

Komponen black liquor terdiri dari lignin dan senyawa hasil hidrolisis

hemiselulosa. Gambar 4.2 dapat dilihat perolehan lignin terbesar pada pemasakan 15

menit dan yang terkecil adalah pemasakan selama 60 menit. Perolehan lignin yang

rendah dikarenakan volume black liquour yang kurang dari jumlah cairan total. Hal

ini dikarenakan adanya cairan yang menguap selama proses pemasakan (sambungan

25

Page 26: Bab II Tinjauan Pustaka

alat yang tidak ditutup aluminium) sehingga menurunkan jumlah volume black liquor

yang didapat.

Penurunan kadar lignin dengan bertambahnya waktu pemasakan selama

percobaan memiliki kesamaan jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Amraini et al., (2010). Pada peningkatan waktu reaksi dari 15 menjadi 60 menit

cenderung menurunkan kadar lignin. Penurunan perolehan lignin dengan peningkatan

waktu 15 menjadi 60 menit, menunjukkan bahwa reaksi delignifikasi berlangsung

baik. Waktu reaksi yang bertambah akan menyempurnakan reaksi yang terjadi

(Amraini et al., 2010).

4.6 Perbandingan Hasil Percobaan

Hasil percobaan delignifikasi tongkol jagung dalam media asam asetat

menghasilkan Yield (perolehan pulp) dan lignin yang bervariasi. Yield pulp terendah

yaitu 55,24% yang diperoleh pada waktu reaksi 30 menit. Sedangkan Yield pulp

tertinggi didapat pada waktu reaksi 60 menit dengan perolehan sebesar 78,72%. Serta

perolehan lignin cenderung menurun dengan bertambahnya waktu pemasakan.

Perolehan lignin terbesar didapat pada waktu pemasakan 15 menit yaitu sebesar 0,3%

dan yang terkecil diperoleh sebesar pada pemasakan 60 menit 0,054%.

Proses di dalam media pelarut yang sama, Yield pulp tongkol jagung yang

didapat lebih rendah dibandingkan dengan Yield pulp hasil penelitian Amraini et al.,

(2010) dimana Yield pulp yang dihasilkan adalah 75,1-85,3% menggunakan sabut

sawit. Sedangkan penggunaan bahan baku berupa batang jagung dengan cairan

pemasak berupa asam formiat, Yield pulp yang didapat lebih tinggi dibanding Yield

pulp sebesar 31,88-47,01% dari penelitian Puspita sari et al., (2013). Hasil

perolehan lignin yang didapat lebih kecil jika dibandingkan dengan perolehan lignin

hasil penelitian Amraini et al., (2010) yaitu sebesar 26-43% dan penelitian Puspita

sari et al., (2013) sebesar 10-14,31%,

Pengaruh waktu reaksi terhadap Yield dan perolehan lignin pulp pada

penelitian yang dilakukan Amraini et al., (2010) menunjukkam peningkatan waktu

26

Page 27: Bab II Tinjauan Pustaka

reaksi dari 15 menjadi 60 menit cenderung menurunkan Yield dan kadar lignin pulp.

Sedangkan peningkatan waktu reaksi dari 60 menjadi 150 menit cenderung

meningkatkan Yield dan kadar lignin pulp. Yield terendah dihasilkan pada waktu

reaksi 150 menit, dan kadar lignin pulp terkecil pada kondisi waktu pemasakan 60

menit. Kadar lignin tertinggi diperoleh pada kondisi pemasakan diatas 120 menit,

yang persentasenya melebihi kadar lignin pada kondisi waktu reaksi 30 menit. Kadar

lignin pulp cenderung meningkat sampai waktu reaksi mencapai 120 menit,

sedangkan Yield pulp cenderung tetap pada kondisi yang sama. Hasil ini menguatkan

kembali dugaan bahwa naiknya kadar lignin pulp pada waktu reaksi yang lebih lama

disebabkan oleh reaksi polimerisasi kembali lignin. Pembuatan pulp sabut sawit

dalam media asam asetat akan memberikan hasil yang relatif baik, kadar lignin

rendah dan Yield memadai, pada waktu pemasakan 60 sampai 90 menit.

Hasil penelitian delignifikasi batang jagung dalam media asam formiat yang

dilakukan oleh Puspitasari et al., (2013) menghasilkan Yield (perolehan pulp) yang

bervariasi menurut kondisi percobaan. Yield pulp terendah yaitu 31,88% yang

diperoleh pada waktu reaksi 180 menit dan konsentrasi asam formiat 90%-berat.

Sedangkan Yield pulp tertinggi didapat pada waktu reaksi 60 menit dan konsentrasi

asam formiat 70%-berat, yaitu 47,01%.

Pada rentang variabel yang dipilih, yaitu waktu reaksi 60, 120 dan 180 menit

untuk berbagai variasi konsentrasi asam formiat. Perolehan pulp (Yield) cenderung

menurun seiring meningkatnya waktu reaksi dan konsentrasi asam formiat. Dari segi

waktu reaksi, percobaan yang dilakukan dengan waktu reaksi 60 menit hingga 180

menit memberikan Yield pulp yang cenderung menurun. Penurunan Yield pulp relatif

lebih besar pada waktu reaksi dari 60 ke 120 menit.

Perolehan lignin akan semakin menurun seiring dengan lamanya waktu

pemasakan berlangsung. Penurunan kadar lignin pulp relatif lebih besar ketika waktu

reaksi naik dari 120 menit ke 180 menit. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

lamanya waktu reaksi membuat asam formiat bereaksi lebih lambat dengan lignin

karena semakin banyak pemutusan ikatan lignin sehingga memperbesar jumlah lignin

27

Page 28: Bab II Tinjauan Pustaka

tersisihkan. Perbedaan kadar perolehan pulp dan lignin dari ketiga percobaan

dikarenakan berbedanya variabel operasi dan bahan baku yang digunakan.

BAB V

KESIMPULAN

1. Nisbah cairan-padatan 10/1 dengan konsentrasi asam asetat 85% dan HCl

0,1%-berat akan membutuhkan volume asam asetat sebanyak202,4 ml, yang

ditambah aquades sebanyak 45,48 ml serta volume HCl sebanyak 2,12 ml.

2. Yield dan kadar lignin pulp dipengaruhi waktu pemasakan dimana perolehan

pulp pada pemasakan selama 15, 30, dan 60 menit masing-masing adalah 62,2

% berat biomassa (15,55 gr), 55,24% berat biomassa (13,81 gr) dan 78,72%

berat biomassa (19,68 gr). Perolehan lignin dengan perbandingan black liquor

dan aquades 1:10 masing-masing sebesar 0,3%, 0,153%, dan 0,054%.

28

Page 29: Bab II Tinjauan Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Amraini, S.Z., Zulfansyah, H. Rionaldo, A. Mukhtar, V.D. Wati. 2010. Pembuatan

Pulp Sabut Sawit Dengan Proses Actosolv. Pekanbaru: Jurusan Teknik

Kimia Dan Jurusan Kimia FMIPA Universitas Riau.

Cole, BJW and Fort, RCC (2007). Http: Chemistry_umeche_maine.edu/Fort/cole-

Fort.html. Diakses Tanggal 28 September 2013.

Darliah, 2008. Produksi Xilosa dari Tongkol Jagung (Zea Mays L.) dengan Hidrolisis

Asam Klorida. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Fatmawati, A., N. Soeseno, N. Chptadi, S. Natalia. Hidrolisis Batang Padi Dengan

Menggunakan Asam Sulfat Encer. Vol.3, No. 1. Surabaya: Jurusan Teknik

Kimia. Fakultas Teknik Surabaya.

Heradewi. 2007. Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam Proses Pemasakan Organosolv

Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (Tkks). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Huijgen, W., P.D, Wild., H, Reith. 2010. Lignin Production by organosolv

Fractionation Of Lignocellulosic Biomas. Amsterdam: Energi Research

Centre Of Netherlands.

Johansson, A., O. Aaltonen, P. Ylinen. 1987. Organosolv pulping: Method and

pulping properties. Biomass. 13: 45-46.

Kamm B, Kamm M, Gruber PR, Kromus S: Biorefinery systems – an overview,

Biorefineries-industrial processes and products. Wiley-VCH Verlag GmbH;

Weinheim, Germany. 2008:1–40.

29

Page 30: Bab II Tinjauan Pustaka

Krisnamurthi, B. 2010. Manfaat Jagung dan Peran Produk Bioteknologi Serealia

dalam Menghadapi Krisis Pangan, Pakan dan Energi di Indonesia (978-979-

8940-29-3). Prosiding.

Kumar, P., D. M. Barret., M. J. Delwiche., P. Stroeve. 2009. Methods And

Pretreatment Of Lignocellulsic Biomass For Efficient Hydrolysis And Biofuel

Production. Industrial And Engineering Chemistry Research.

Lopes, A. M. D. C., Joao, K. G., Morais, A. R. C., Lukasik, E. B., Lukasik, R. B.

2013. Ionic Liquids As A Tool For Lignocellulosic Biomass Fractionation.

Sustainable Chemical Processes 2013 1:3.

Lubis, A. A. 2007. Isolasi Lignin Dari Lindi Hitam (Black Liquor) Proses Pemasakan

Pulp Soda Dan Pulp Sulfat (Kraft). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Myerly, R.C., M.D. Nicholson, R. Katzen, and J.M. Taylor. 1981. The forest refinery.

Chemtech March: 186-192.

Retno, D dan Wasir, N. 2011. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang (1693 – 4393).

Prosiding.

Rionaldo, H., S.H, Puspitasari, Zulfansyah. 2013. Delignifikasi Batang Jagung

Dengan Proses Organosolv Menggunakan Pelarut Asam Formiat.Pekanbaru:

Jurusan Teknik Kimia Universitas Riau.

Saputro, D.D. 2009. Karakteristik Pembakaran Briket Arang Tongkol Jagung.

Semarang: Jurusan Teknik Mesin, Universitas Negeri Semarang

Sitorus, R.S., 2011. Pretreatment Dan Hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKS)

Dengan Metode Steaming Dan Enzimatik. Depok: Fakultas Teknik

Departemen Teknik Kimia.

Susanto, H. 1998. Utilization of Biomass for Chemical Resources: Pretiminary

Experiment on Acetosolv Processing of Oil Palm Empty Fruit Bunch, paper

presented on HEDS-SST 97. Padang.

Susilowati. 2011. Pemanfaatan Tongkol Jagung sebagai Bahan Baku Bioetanol

dengan Proses Hirolisis H2SO4 dan Fermentasi Saccharomyces Cereviceae.

Skripsi. Universitas Diponegoro.

30

Page 31: Bab II Tinjauan Pustaka

Lampiran A

Data Perhitungan

A.1 Pemprosesan Bahan Baku

Perolehan pulp (selulosa) dengan menggunakan pelarut asam asetat

Berat PulpKering: 15 menit = 15,55 gr

30 menit = 13,81 gr

60 menit = 19,68 gr

Berat Biomassa (kering) = 25 gr

Perolehan Pulp =Berat Pulp KeringBerat Biomassa

x 100

Tabel A.1 Berat pulp setelah dioven

Run

Waktu Pengeringan

(menit)

Berat Kering Batang

Jagung (gram)

1 (15 menit)

10 menit 30,88

20 menit 28,53

30 menit 26,84

40 menit 24,22

50 menit 22,24

31

Page 32: Bab II Tinjauan Pustaka

60 menit 15,82

70 menit 15,55

80 menit 14,97

90 menit 13,69

2 (30 menit)

10 menit 28,65

20 menit 26,51

30 menit 25,15

40 menit 22,3

50 menit 19,76

60 menit 14,21

70 menit 13,81

80 menit 13,11

90 menit 11,78

3 (60 menit)

10 menit 37,09

20 menit 34,38

30 menit 32,51

40 menit 29,01

50 menit 27,21

60 menit 19,87

32

Page 33: Bab II Tinjauan Pustaka

70 menit 19,68

80 menit 18,86

90 menit 17,04

Perolehan Pulp (15 menit) =15,55 gr25 gr

x 100% = 62,2%

Perolehan Pulp (30 menit) =13,81 gr25 gr

x 100% = 55,24%

Perolehan Pulp (60 menit) =19,68 gr25 gr

x 100% = 78,72%

A.2 Recovery Lignin

Perolehan lignin dengan menggunakan pelarut asam asetat

Perbandingan black liqour dengan aquades 1:10

Volume black liqour :

a. 15 menit = 145 ml

b. 30 menit = 185 ml

c. 60 menit = 130 ml

Berat lignin dalam bahan baku = 15

100 x 25 gr

= 3,75gr

Tabel A.2 Berat Lignin setelah dioven

Waktu

(menit)

Black Liquor

(ml)

Lignin:Aquadest

1:10 (gr)

Berat Lignin

rerata(gr)

15 145 0,024 0,116 0,07

30 185 0,018 0,038 0,028

60 130 0,015 0,016 0,0155

33

Page 34: Bab II Tinjauan Pustaka

Perolehan Lignin=berat lignin sampel x

volume black liqourvolume sampel

berat lignin dalam bahan baku x 100%

1. Run 1 (15 menit)

Perolehan Lignin = 0,07 gr x

145 ml9 ml

15 %100

x 25 x 100%

= 0,3%

2. Run 2 (30 menit)

Perolehan Lignin = 0,028 gr x

185 ml9 ml

15%100

x 25 x 100%

=0,153%

3. Run 3 (60 menit)

Perolehan Lignin= 0,0155 gr x

130 ml9 ml

15 %100

x 25 x 100%

=0,054%

34

Page 35: Bab II Tinjauan Pustaka

35