Bab II. Tinjauan Pustaka

16
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Daerah yang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya wilayah 18° Lintang Utara sampai 15° Lintang Selatan (Siregar et al., 2003). Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur 4-5 tahun dan mencapai produksi buah tertinggi pada usia 12 tahun. Tanaman ini dapat berbuah terus menerus sampai berusia 50 tahun, dan dalam setahun dapat dilakukan pemanenan sebanyak dua kali (Nasution, 1985). Tanaman kakao akan tumbuh mencapai ketingian 20-30 kaki dan membutuhkan tanaman pelindung yang lebih besar. Tanaman ini membutuhkan curah hujan rata-rata/tahun antara 1150 – 2500 mm, dan temperatur pertumbuhan maksimum antara 30-32 ºC serta temperatur minimum antara 18-20 ºC. Pertumbuhan dan hasil yang baik juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima dalam jumlah cukup, kondisi tanah yang subur dan jarak tanam yang baik. Tanaman kakao termasuk tanaman biseksual, tidak mempunyai madu, dan serbuk sarinya melekat dengan erat sehingga sulit untuk diserbukkan oleh angin. Namun pada akhirnya diketahui bahwa penyerbukan bunga disebabkan oleh bantuan seranga. Tanaman kakao di golongkan kedalam kelompok tanaman caolifloris, termasuk dalam Genus Theobroma. Famili Sterculiaceae, dan spesies theobroma cacao LINN. Criollo dan trinitario adalah nama fine cacao atau kakao mulia, sedangkan jenis forastero dikenal dengan nama bulk cacao atau kakao lindak (Susanto,1994). Perbedaan yang nyata antara kedua grup di atas terutama adalah warna buah, warna biji dan bau kakao masing-masing. Kakao dengan biji yang tidak berwarna termasuk grup Criollo, sedangkan kakao dengan warna biji berwarna ungu yang khas termasuk grup Forastero. Grup Criollo juga menghasilkan buah yang berwarna merah atau kuning dengan bau dan rasa yang lebih baik daripada bau dan rasa kakao lainnya. Forastero menghasilkan kakao yang berwarna kuning dengan bau yang agak rendah dan rasa yang lebih pahit. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa, tanaman coklat yang tumbuh adalah dari jenis

description

hsjfsdg

Transcript of Bab II. Tinjauan Pustaka

Page 1: Bab II. Tinjauan Pustaka

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO

Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau

cabang. Daerah yang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan

tropis di Amerika Tengah, tepatnya wilayah 18° Lintang Utara sampai 15°

Lintang Selatan (Siregar et al., 2003). Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur

4-5 tahun dan mencapai produksi buah tertinggi pada usia 12 tahun. Tanaman ini

dapat berbuah terus menerus sampai berusia 50 tahun, dan dalam setahun dapat

dilakukan pemanenan sebanyak dua kali (Nasution, 1985).

Tanaman kakao akan tumbuh mencapai ketingian 20-30 kaki dan

membutuhkan tanaman pelindung yang lebih besar. Tanaman ini membutuhkan

curah hujan rata-rata/tahun antara 1150 – 2500 mm, dan temperatur pertumbuhan

maksimum antara 30-32 ºC serta temperatur minimum antara 18-20 ºC.

Pertumbuhan dan hasil yang baik juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya

matahari yang diterima dalam jumlah cukup, kondisi tanah yang subur dan jarak

tanam yang baik. Tanaman kakao termasuk tanaman biseksual, tidak mempunyai

madu, dan serbuk sarinya melekat dengan erat sehingga sulit untuk diserbukkan

oleh angin. Namun pada akhirnya diketahui bahwa penyerbukan bunga

disebabkan oleh bantuan seranga.

Tanaman kakao di golongkan kedalam kelompok tanaman caolifloris,

termasuk dalam Genus Theobroma. Famili Sterculiaceae, dan spesies theobroma

cacao LINN. Criollo dan trinitario adalah nama fine cacao atau kakao mulia,

sedangkan jenis forastero dikenal dengan nama bulk cacao atau kakao lindak

(Susanto,1994). Perbedaan yang nyata antara kedua grup di atas terutama adalah

warna buah, warna biji dan bau kakao masing-masing. Kakao dengan biji yang

tidak berwarna termasuk grup Criollo, sedangkan kakao dengan warna biji

berwarna ungu yang khas termasuk grup Forastero. Grup Criollo juga

menghasilkan buah yang berwarna merah atau kuning dengan bau dan rasa yang

lebih baik daripada bau dan rasa kakao lainnya. Forastero menghasilkan kakao

yang berwarna kuning dengan bau yang agak rendah dan rasa yang lebih pahit. Di

Indonesia khususnya di pulau Jawa, tanaman coklat yang tumbuh adalah dari jenis

Page 2: Bab II. Tinjauan Pustaka

4

Trinitario. Mutu coklat ini hampir sama atau sedikit di bawah grup Criollo dengan

aroma yang segar dan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna biji yang agak muda

(Nasution., 1985).

Tanaman kakao dikonsumsi oleh manusia hanya bagian bijinya saja. Biji

kakao (Gambar 1) terletak di dalam buah atau pod yang tumbuh pada batang dan

dahan-dahannya. Bentuk dan ukuran buah berbeda-beda tergantung jenis kakao

yang ditanam. Pada umumnya sub grup Criollo mempunyai mempunyai kulit

buah yang bertonjolan dengan lekuk-lekuk, sedangkan sub grup Forastero hampir

rata dan licin, serta ukuran biji yang lebih besar dibandingkan dengan Criollo.

Buah kakao yang masak mempunyai kulit yang tebal dan berisi 30 sampai

40 biji yang dikelilingi oleh pulp yang berlendir. Biji terdiri dari dua bagian utama

dan sangat berperan selama proses fermentasi yaitu kulit biji (testa) dan keping

biji. Kedua bahan inilah yang selama proses fermentasi mengalami perubahan dan

menimbulkan aroma pada coklat.

Gambar 1. Biji kakao dengan kulit dan tanpa kulit.

Page 3: Bab II. Tinjauan Pustaka

5

B. PENGOLAHAN KAKAO

1.Pengolahan Primer Kakao Setelah pemanenan, buah kakao tidak dapat dimanfaatkan secara

langsung, harus melalui beberapa proses olahan awal yaitu proses pengupasan

buah, fermentasi, pencucian dan perendaman, pengeringan serta penentuan mutu.

Setelah melewati semua tahapan ini barulah biji kakao siap untuk diolah menjadi

produk setengah jadi dan selanjutnya menjadi produk siap konsumsi. Adapun

tahapan pengolahan primer kakao dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan pengolahan primer buah kakao.

1. Sortasi Buah

Proses sortasi sangat berperan penting dalam menghasilkan biji kakao

dengan kualitas yang baik. Digunakan untuk memisahkan buah kakao yang sehat

dari buah kakao yang rusak karena penyakit, busuk maupun cacat. Hal ini perlu

dilakukan agar buah yang sehat tidak ikut tercemar karena ditimbun di satu

tempat.

PANEN BUIAH

SORTASI BUAH

PENGUPASAN BUAH

FERMENTASI

PENCUCIAN dan PERENDAMAN

PENGERINGAN

PENENTUAN MUTU

PENYIMPANAN

KULIT BUAH

Page 4: Bab II. Tinjauan Pustaka

6

2. Pengupasan Buah

Setelah pemanenan, buah segera dikupas atau dipecahkan baik dengan

pisau, arit maupun pemukul kayu. Dalam menghasilkan biji kakao kering dengan

mutu yang baik, aspek pemecahan buah dan sortasi biji merupakan faktor yang

menentukan. Pemecahan buah harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak

melukai biji yang kemudian didikuti dengan pemisahan biji dari buah yang

sekaligus sortasi bijji agar diperoleh ukuran biji yang seragam (Mulato dan

Widyotomo, 2003a).

3. Fermentasi

Tujuan dari proses fermentasi adalah untuk mematikan biji kakao

tersebut, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di dalam biji yang dapat

mengakibatkan adanya proses pertumbuhan dapat dihindarkan, sedangkan

perubahan yang meningkatkan kualitas kakap ditingkatkan. Perubahan yang harus

ditingkatkan adalah perubahan warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa

serta melunaknya keping biji kakao. Tujuan lainnya adalah untuk melepaskan

pulp dari keping biji, dan mempermudah lepasnya kulit biji dari keping biji pada

proses pengeringan/penyangraian biji kakao (Siregar et al., 2003).

Proses fermentasi merupakan salah satu tahap penting yang berpengaruh

terhadap kualitas biji. Dari beberapa penelitian, diketahui bahwa biji kakao yang

tidak di fermentasi atau setengah fermentasi akan memiliki rasa, aroma, maupun

penampilan yang kurang. Kita ketahui bahwa biji kakao kebanyakan digunakan

untuk bahan baku pangan, sehingga masakah rasa, aroma dan penampilannya

merupakan hal yang sangat diperhatikan (Atmana, 2002).

Perubahan kimia dan biologi yang terjadi selama proses fermentasi

mengakibatkan pulp hancur dan mencair, biji mati dan enzim-enzim tertentu

terbentuk dan memecah tanin serta beberapa zat perangsang lainnya sehingga

mengurangi rasa pahit pada kakao. Bentuk biji kakao selama proses fermentasi

berubah menjadi menggembung bila proses fermentasi berjalan dengan sempurna,

sedangkan bila proses fermentasi tidak berjalan sempurna biji kakao akan tetap

berbentuk pipih. Keping biji yang berwarna putih maupun ungu akan berubah

menjadi coklat. Apabila warna biji masih ungu kecoklatan, maka hal ini

Page 5: Bab II. Tinjauan Pustaka

7

menunjukkan proses fermentasi belum sempurna selesai. Proses fermentasi dapat

berlangsung dengan berbagai macam cara misalnya dengan ditumpuk diatas alas

tertentu, dimasukkan kedalam keranjang, dimasukkan kedalam peti atau bak kayu

yang diletakkan diatas rak-rak.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi berpengaruh

terhadap suhu fermentasi, bobot biji hasil fermentasi, bobot biji hasil pengeringan

(rendemen), kenampakan fisik, warna keping biji, indeks fermentasi, kadar kulit,

pH dan kadar air relatif. Lama fermentasi untuk menghasilkan biji kakao bermutu

baik adalah 3-5 hari. Selisih rendemen antara biji yang tidak difermentasi dengan

yang difermentasi adalah 1.37-3.83 % atau setara dengan penurunan bobot kering

3.10-9.44 % (Yusianto et al., 1995).

4. Perendaman dan Pencucian

Proses pencucian biji kakao setelah proses fermentasi hanya dilakukan

oleh beberapa negara saja salah satunya adalah Indonesia. Selain itu kebijakan

dari masing-mahsing perusahaan perkebunan menjadi salah satu alasan

diadakannya atau tidaknya proses perendaman dan pencucian (Nasution, 1985).

Tujuan utama dari proses pencucian ini antara lain untuk menghilangkan

atau melepaskan pulp dari biji dan juga digunakan untuk menghambat atau

menghentiksn proses fermentasi biji kakao yang sedang berlangsung. Proses

perendaman serta pencucian biasanya dilakukan pada pagi hari. Proses pertama

dilakukan perendaman biji kakao yang telah difermentasi di dalam wadah atau

ember plastik dengan air yang terus mengalir selama 2 jam. Setelah itu

dilanjutkan dengan proses pencucian dengan cara mengaduk-aduk biji kakao yang

direndam dengan tangan. Namun ada pula proses perendaman dan pencucian

dengan cara modern yaitu dengan menggunakan mesin pencuci yang dilengkapi

alat pengaduk yang berputar dengan cepat.

Manfaat dari proses pencucian serta perendaman pada biji kakao ini agar

biji-biji yang dihasilkan akan lebih tahan terhadap hama dan serangan serangga

perusak pada proses penyimpanan. Dengan melihat dari fungsi tersebut maka

industri kecil jarang melakukan proses perendaman serta pencucian ini hal ini

dikarenakan pada industri kecil bahan baku biji coklat yang diolah atau digunakan

Page 6: Bab II. Tinjauan Pustaka

8

dengan jumlah yang terbatas atau kecil sehingga tidak perlu dilakukan proses

penyimpanan dengan waktu yang lama (± dalam 2-3 hari bahan baku biji kakao

telah habis digunakan) .

5. Pengeringan

Kadar air yang tinggi pada akhir proses fermentasi (± k.a 60 %), harus

diturunkan menjadi sekitar 8 % sebelum biji kakao tersebut diolah lebih lanjut.

Hal ini dilakukan agar pada biji kakao tidak mudah tumbuh kapang maupun jamur

sehingga dapat mengurangi kualitas dari biji kakao itu. Namun apabila

pengeringan berlangsung sampai pada kadar air dibawah 8 % maka biji kakao

akan mudah hancur, kalitas rasa dan aroma juga akan menurun. Ada berbagai cara

pengeringan yang dapat dilakukan, yaitu pengeringan secara alami

(penjemuran/sun drying) dan pengeringan secara buatan (menggunakan

alat/artificial drying) (Mulato dan Widyotomo, 2003a).

Pengeringan alami dilakukan bila pada daerah yang memiliki curah hujan

tidak terlalu tinggi intensitasnya dan lama penyinaran matahari cukup panjang

dengan intensitas penyinarannya yang tinggi. Proses pengeringan dilakukan di

atas tikar pandan yang dihamparkan di atas lantai semen. Pengeringan dengan

cara penjemuran ini memberikan hasil yang baik,karena biji coklat yang

dikeringkan tidak langsung kontak dengan suhu yang tinggi. Maksimum suhu

selama pengeringan adalah antara 45 – 60 º C. Apabila pada proses awal

pengeringan digunakan suhu yang tinggi (± > 60º C) maka persentasi biji yang

mengerut dan yang permukaanya mengeras akan meningkat.

Waktu penjemuran biji coklat sangat tergantung pada keadaan cuaca

selama penjenuran tersebut. Bila tidak diselingi dengan hari hujan, maka waktu

penjemuran berkisar antara 6 sampai 9 hari. Pengeringan biji kakao diawali

dengan penjemuran dengan mengunakan panas matahari kemudian dilanjutkan

dengan pengeringan tahap kedua yaitu meletakkan biji pada ruangan pengering

dengan suhu diusahakan tidak lebih dari 45º C. Ruangan tersebut merupakan

suatu lantai yang tinggi yang berlubang-lubang, dimana udara dalam ruangan

tersebut dipanasi dengan menggunakan pipa pemanas yang mengalirkan udara

panas dari tungku.

Page 7: Bab II. Tinjauan Pustaka

9

Pengeringan buatan banyak dilakukan pada negara yang memiliki tingkat

curah hujan yang tinggi. Keuntungan utama dari pengeringan buatan ini adalah

mengurangi waktu dan luas tempat dilakukannya pengeringan, selain itu dengan

dilakukannya pengeringan buatan maka proses pengeringan tidak tergantung

terhadap cuaca tempat pengeringann tersebut berada. Pengeringan buatan yang

dianjurkan adalah dengan menggunakan gabungan alat pengering, dengan suhu

yang berbeda. Mula-mula biji basah dikeringkan dengan menggunakan convorted

gordon dryer pada suhu sekitar 90º C selama 3 – 4 jam, yaitu sampai gejala

melekatnya biji dengan biji hilang. Kadar air biji setelah melalui proses

pengeringan pendahuluan ini adalah sekitar 40 %. Penmgeringan lanjutan

dilakukan dengan meneberkan biji di atas tray dan dimasukkan ke dalam tunnel

dryer dengan type counter current. Ruangan tunnel itu dipanasi dan

dipertahankan suhunya kurang dari 70º C dengan jalan menyalakan burner selama

40 menit setiap jam (Mulato dan Widyotomo, 2003a).

6. Pemisahan dan Penentuan Mutu

Penentuan mutu biji kakao sekarang ini didefinisikan sebagai alokasi

contoh coklat berdasarkan atas penentuan kerusakan biji. Pemisahan biji yang

telah dikeringkan dilaksanakan atas dasar berat biji, kemurnian, warna dan bahan

ikutan, serta jamur. Dalam menetapkan kualitas biji, faktor-faktor seperti kulit ari,

kadar lemak, kadar air turut diperhatikan. Standar minimum persentase

kandungan biji coklat ini berbeda-beda pada setiap negara penghasil coklat.

Misalkan saja biji kakao Ghana yang mempunyai standar kadar kulit ari 11.5-12

%, kadar lemak 57-58 %, dan kelembaban biji 6-7 % digolongkan bermutu baik

(Siregar et al., 2003).

Pemisahan yang dilakukan untuk memisahkan bahan ikutan dan

mengklasifikasikan biji adalah proses pemindahan bahan-bahan asing dan biji

kakao yang berada diluar kategori kelas. Pada perkebunan besar biasanya proses

dilakukan dengan bantuan peralatan khusus yang berupa piring-piring silinder

yang dibagi atas empat bagian, dan setiap bagian terdiri dari ukuran dan bentuk

yang berbeda. Mula-mula biji kering dilewatkan pada bagian yang pertama,

khusus untuk memisahkan debu, bahan-bahan kecil bekas kulit dan sampah.

Page 8: Bab II. Tinjauan Pustaka

10

Pemisah kedua bertujuan untuk memisahkan biji tipis atau gepeng. Bagian ketiga

menghasilkan biji kakao kelas dua, dan sisanya adalah biji kakao kelas pertama.

Pada umumnya penentuan mutu masih dilakukan secara subyektif dengan

berdasarkan penampakan fisik biji tersebut, yaitu bulat, keriput, gepeng, biji pecah

dan warna kulit biji. Menurut Nasution (1985) di Indonesia penetuan mutu biji

dibedakan atas mutu A, B, C, G, dan Z.

Mutu A adalah biji-biji kakao yang berwarna rata dengan bentuk

bulat penuh.

Mutu B adalah biji-biji yang berwarna kurang rata, pada kulitnya

terdapat bercak-bercak, bentuk tidak bulat penuh dan ada

bagian biji yang rusak.

Mutu C adalah biji-biji yang berwarna tidak rata, berbentuk gepeng

dan keriput.

Mutu G adalah campuran biji-biji yang terpecah atau belah.

Mutu Z adalah biji-biji yang berwrna hitam.

7. Penyimpanan

Proses penyimpanan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah

disortasi dalam kondisi yang aman dan terkontrol dengan baik sebelum diolah

lebih lanjut atau diperdagangkan. Penyimpanan biji kakao dilakukan didalam

karung goni yang memiliki kapasitas makasimal 60 kg dan diberi label sesuai

dengan mutu yang telah ditetapkan dan juga menunjukkan identitas produsen dari

biji kakao tersebut. Kemudian karung biji kakao itu ditumpuk dengan jumlah

tumpukan maksimal enam tumpukan. Sebelumnya tumpukan karung diberi

penyangga yang terbuat dari papan kayu setinggi 10 cm dari lantai gudang

penyimpanan, dan diberi jarak 20 sampai 15 cm dari dinding gudang. Selain itu

aerasi di gudang penyimpanan harus diperhatikan secara serius agar biji kakao

tidak menjadi lembab (Siregar et al., 2003).

Dalam proses penyimpanan, dilakukan juga proses fumigasi yang

bertujuan untuk mengatasi infestasi dan kontaminasi hama gudang pada

penyimpanan biji kakao. Karena tiga persyaratan dasar biji kakao agar bisa

Page 9: Bab II. Tinjauan Pustaka

11

diekspor ke negara lain seperti Amerika Serikat, yaitu memenuhi persyaratan

yang berhubungan dengan jamur, serangga dan kotoran, bebas dari pencemaran

bahan kimia dan residu pestisida (Yusianto dan Teguh, 2001).

2. Pengolahan Sekunder Kakao

Setelah melewati proses pengolahan primer maka kakao yang dihasilkan

diolah lebih lanjut dalam pengolahan sekunder kakao (Gambar 3). Pengolahan

sekunder kakao merupakan pengolahan biji kakao menjadi bahan setengah jadi

yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk jadi baik itu bubuk

kakao, lemak kakao, minuman instan, permen dan produk-produk lainnya.

Gambar 3. Tahapan pengolahan sekunder buah kakao

1. Penyangraian

Proses penyangraian merupakan salah satu proses yang menentukan

kualitas dari kakao yang dihasilkan untuk diolah menjadi produk jadi. Proses

BIJI KAKAO

PENYANGRAIAN

PEMISAHAN KULIT

DAGING BIJI

PEMASTAAN KASAR

PASTA KAKAO KASAR

PENGEMPAAN

LEMAK KAKAO BUBUK KAKAO

KULIT BIJI

Page 10: Bab II. Tinjauan Pustaka

12

penyangraian memiliki beberapa tujuan yaitu proses penyangraian yang baik

harus dapat mengembangkan rasa, aroma, warna, memudahkan pelepasan kulit

dari biji, mengurangi kadar air, dan mengendorkan kulit sehingga dengan mudah

dapat dipisahkan kulitnya pada proses pemisahan biji kulit.

Rasa dan aroma yang didapat dari proses penyangraian bergantung atau

ditentukan oleh beberapa factor yaitu suhu dan lama penyangraian, panas spesifik

biji, bentuk biji, asal biji, jenis varietas biji, cara pengolahan serta cara dan lama

proses penyimpanan biji coklat.

Biji yang berbentuk relatif bulat, pada suhu dan lama penyangraian yang

sama akan lebih cepat mengalami perubahan daripada yang berbentuk

hemiellipsoida. Biji berukuran lebih kecil juga akan lebih cepat berubah warna

daripada yang berukuran lebih besar. Jika penyangraian biji-biji yang relative

lebih kecil dicampur dengan yang berukuran lebih besar, maka biji yang

berukuran lebih kecil akan tersangrai lebih gelap warnanya (Mulato dan

Widyotomo, 2000).

Perubahan pertama yang terjadi pada proses penyangraian diantaranya

adalah penurunan kadar air dan pengeringan biji kakao. Perubahan kedua adalah

terjadinya penghilangan rasa asam dengan menguapnya komponen asam organic

volatile, seperti asam aetat yang sangat dominan terbentuk pada proses fermentasi

biji. Selain itu komponen utama seperti tanin yang menyebabakan rasa pahit sepat

dapat teroksidasi selama proses penyangraian. Sedangkan untuk pengembangan

komponen rasa dapat diketahui dari aroma yang terbentuk (Lee, et al. 2001)

Pada prinsipnya terdapat dua tipe mesin penyangraian, yaitu tipe

kontinyu dan tipe batch (Gambar 4). Penyangrai tipe batch biasnya berbentuk

drum berputar dengan pemanas dari luar memakai burner minyak tanah, kayu,

arang, atau LPG (Liquid Petroleum Gas). Penyangraian tipe kontinyu biasanya

menggunakan udara panas yang dialirkan berlawanan arah dengan aliran biji

kakao. Di divisi pasca panen di PUSLIT Jember ini digunakan mesin penyangrai

tipe Batch.

Page 11: Bab II. Tinjauan Pustaka

13

Gambar 4. Mesin sangrai biji kakao tipe Batch

2. Pemisahan Kulit

Proses pemishan kulit dilakukan karena hanya biji kakao (nib) saja yang

digunakan untuk proses pengoalahan selanjutnya. Kulit biji kakao tidak cocok

untuk dikonsumsi oleh manusia karena memiliki kandungan selulosa yang cukup

tinggi yang dapat mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji juga dapat menyebbakan

kapasitas penghancuran biji secara mekanis sangat rendah (Beckett, 2000).

Proses pemisahan nib dari biji dilakukan setelah biji disangrai dan

mengalami proses tempering. Biji coklat ini dimasukkan ke dalam mesin pemecah

kulit yang memiliki kapasiat sekitar 27 kg/jam (Gambar 5). Mesin ini digunakan

untuk proses pemisahan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil

ukuran dari kakao tersebut, proses pemisahannya menggunakan silinder berulir

yang berputar dengan kecepatan tertentu, input mesin tersebut berupa biji kakao

yang telah disangrai yang dimasukkan ke dalam lubang input berupa corong yang

terdapat di bagian atas mesin. Output dari mesin ini yaitu nib yang keluar dari

lubang bagian bawah dari mesin yang ditampung dengan menggunakan wadah,

kemudian output yang lain berupa kulit biji kakao yang keluar dari lubang di

tengah mesin dengan menggunakan sistem blower.

Page 12: Bab II. Tinjauan Pustaka

14

Gambar 5. Mesin pemisah kulit biji kakao

3. Pemastaan

Proses pemastaan merupakan proses penghancuran nib (daging buah

kakao) menjadi ukuran tertentu (<20 mμ). Dengan ukuran seperti itu maka nib

yang dihancurkan akan menjadi pasta cair kental. Hasil jadi penghancuran kakao

tersebut terjadi dikarenakan kandungan yang terdapat pada biji kakao yang terdiri

dari 50 % lemak kakao. Penghancuran tersebut bertujuan juga untuk memperbesar

luas permukaan kakao, sehingga pada saat perlakuan pengempaan dengan bantuan

pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao

yang dapat diekstrak. Kadar kulit dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi

tingkat kesulitan dalam penghancuran nib menjadi pasta kakao (Beckett, 2000).

Mesin pemasta kasar (Gambar 6) merupakan mesin pembuat pasta kakao

kasar yang bahan inputnya adalah nib. Sistemnya menghancurkan nib menjadi

pasta kental dengan memasukan nib dari lubang input yang kemudian digiling

atau dihancurkan oleh silinder yang berputar di dalam mesin dengan kecepatan

yang cukup tinggi (± 800 RPM) sehingga menghancurkan nib. Pasta kasar yang

dihasilkan akan dilanjutkan dengan proses pengempaan, tetapi sebelumnya

dimasukkan ke dalam kantong kain setelah itu disimpan di ruang pemanas agar

lemak yang terdapat pada pasta mengendap dan pasta tersebut tidak beku

sehingga memudahkan proses pengempaannya.

Page 13: Bab II. Tinjauan Pustaka

15

Gambar 6. Mesin pemasta kasar biji kakao.

4. Pengempaan

Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar

yang telah dihasilkan. Banyaknya lemak yang dapat dipisahkan tergantung pada

lamanya pengempaan yang dilakukan, tekanan yang digunakan, dan ukuran

partikel pasta yang diekstrak. Menurut Mulato dan Widyotomo, (2003), rendemen

lemak yang diperoleh dari pengepresan dipengaruhi oleh bebrapa faktor antara

lain suhu pasta, kadar air pasta, ukuran partikel pasta, kadar protein pasta, tekanan

kempa, dan waktu pengepresan.

Alat pengempa/pengepres pasta coklat terdiri dari 2 macam jenis yaitu alat

pengempa tipe mekanis dan alat pengempa tipe hidrolik. Alat pengempa tipe

mekanis merupakan alat pengempa yang menggunakan tenaga manusia dalam

melakukan pengepresan, sistem kerja menggunakan sistem kerja dari dongkrak

hanya bedanya pada alat pengempa ini bagian atas dongkarak dibuat “mati” /

tidak bergerak sehingga timbul tekanan ke bawah, terdapat komponen alat berupa

per yang berfungsi mengembalikan ujung bagian pengempa ke posisi semula atau

atas, silinder / lempengan ujung pengempa yang kontak langsung dengan pasta

dapat lepas untuk mempermudah pemasukan pasta ke dalam ruang pengempa

selain itu berguna untuk mempermudah pembersihannya, bagian penampung

lemak coklat berada di bawah alat pengempa, input adalah pasta kakao yang

dikemas dalam kantong kain, output berupa lemak kakao dan bungkil.

Page 14: Bab II. Tinjauan Pustaka

16

Alat pengempa tipe hidrolik (Gambar 7) merupakan alat pengempa lemak

kakao yang menggunakan tenaga mesin dalam proses pengempaan pasta dalam

hal ini menggunakan prinsip dasar tekanan bahan cair (oli) yang didorong oleh

pompa / motor melalui selang atau pipa bertekanan tinggi, tekanan pengepresan

bisa dilakukan secara optimum yaitu sebesar 200 kg/cm3 agar menghasilkan

lemak secara maksimal, satu kali pengepresan butuh waktu ± 7 – 15 menit.

Gambar 7. Mesin pengempa mekanik type silinder.

Page 15: Bab II. Tinjauan Pustaka

17

C. LEMAK KAKAO

Lemak kakao merupakan lemak alami yang diperoleh dari biji kakao.

Beberapa Negara membatasi pengertian lemak kakao sebagai lemak alami yang

diperoleh dari nib kakao dengan pengepresan hidrolik atau ekspeler. FDA

mendefinisikan lemak kakao sebagai lemak kakao yang dapat dimakan yang

diperoleh dari biji theobroma cacao atau spesies yang sangat dekat, baik sebelum

maupun sesudah penyangraian.

1. Sifat Lemak Kakao

Lemak kakao memiliki sifat yang khas dibandingkan dengan lemak

nabati lainnya, diantara sifat lemak kakao tersebut bersifat plastis, memiliki

kandungan senyawa lemak padat yang relatif tinggi, warnanya putih kekuningan

dan memiliki bau khas dari coklat. Selain itu lemak kakao mengalami proses

penyusutan volume (kontraksi) pada saat dilakukan pendinginan sehingga padatan

lemak yang dihasilkan sangat kompak dan memiliki penampilan fisik yang

menarik. Sifat-sifat inilah yang menjadi unggulan dibandingkan jenis lemak yang

lainnya (Mulato dan Widyotomo, 2003).

2. Manfaat Lemak Kakao

Melihat dari sifat lemak kakao diatas maka lemak kakao dapat

dimanfaatkan dalam berbagai bidang, baik bidang mengenai olahan makanan

maupun bidang mengenai kacantikan dan farmasi (Mulato dan Widyotomo,

2003). Untuk bidang olahan makanan lemak kakao digunakan sebagai bahan

campuran dalam pembuatan permen cokelat yang sebelumnya dicampur dengan

pasta kakao, susu, dan gula. Selain itu lemak kakao bisa juga digunakkan sebagai

minyak untuk menggoreng makanan namun dengan harga kakao yang mahal dan

juga membutuhkan proses lanjutan yang juga membutuhkan biaya tambahan

maka lemak kakao sebagai minyak goreng terasa kurang efisien. Sedangkan

mengenai manfaat lemak kakao di bidang kecantikan digunakan sebagai bahan

pencampur untuk produk pelembab serta pewarna bibir hal ini bisa dilakukan

karena lemak kakao yang bersifat lembut untuk kulit dan mudah mencair pada

suhu tubuh.

Page 16: Bab II. Tinjauan Pustaka

18

3. Cara Mendapatkan Lemak Kakao

Lemak kakao didapatkan dari kakao yang dipress dengan menggunakan

alat pengempa lemak tipe mekanis maupun hidrolik. Pengempaan bertujuan untuk

memisahkan lemak atau minyak dari pasta kasar, pasat halus, maupun biji kakao

(nib). Bahan baku yang masih panas yang berasal dari ruang pemanas dimasukkan

ke dalam alat pengempa. Dinding silinder diberi lubang-lubang sebagai alat

penyaring. Cairan lemak tersebut akan melewati lubang-lubang tersebut dan

bungkil kakao tertahan di dalam silinder. Proses sekali pengempaan lemak kakao

biasanya berlangsung selama 7-15 menit.

4. Kriteria Mutu Lemak Kakao

Lemak kakao yang dihasilkan dari proses pengempaan memiliki nilai

mutu yang tidak sama. Untuk menentukan apakah lemak kakao yang dihasilkan

memiliki nilai mutu yang baik atau tidak maka harus dilihat berdasarkan kriteria-

kriteria mutu lemak kakao yang ada. Kriteria atau dasar dari penilaian mutu lemak

kakao adalah berupa nilai dari tingkat kekerasan, proses kristalisasi pada lemak

kakao, dan juga tingkat titik cair dari lemak kakao tersebut.

Lemak kakao yang baik memiliki tingkat kekerasan serta titik cair yang

cukup tinggi agar lemak kakao tersebut tidak mudah mencair apabila disimpan

pada suhu tertentu dengan waktu yang cukup lama. Lemak kakao berbentuk padat

pada suhu kamar, menurut SNI (Anonim, 1995) lemak kakao yang baik memiliki

rentang titik cair 31-35°C. Sedangkan lemak kakao yang baik harus memiliki

tingkat kristalisasi yang rendah hal ini agar menekan proses blooming atau proses

terdifusinya gula ke permukaan yang menimbulkan bintik-bintik putih pada

permukaan adonan cokelat apabila lemak digunakan untuk campuran pembuatan

permen cokelat (Mulato dan Widyotomo, 2003).