Bab II Tinjauan Pustaka
-
Upload
marten-tamtam -
Category
Documents
-
view
71 -
download
1
Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa ekosistem hutan yang ada di darat antara lain:
Padang Rumput/Savana
Padang rumput di daerah tropika dan subtropika biasanya terdapat dalam bentuk
savana, yang terdiri dari pepohonan terbesar berjauhan di atas padang rumput itu. Dengan
demikian, savana tropik berbeda dari padang rumput daerah iklim sedang yang sering tidak
berpohon kecuali di sepanjang batang air.
Padang rumput savana tropika ditemukan di banyak daerah tropika di seluruh dunia.
savana ini terdapat di Hindia Barat Amerika Tengah dan Selatan ke arah utara dan selatan
hutan Amazon dan di barat daya Amerika Utara. Savana itu juga terdapat di banyak bagian
Afrika seperti daerah Sudan dan Zaire, Madagaskar tengah, India dan Asia, dan Australia
bagian tengah dan utara.
Tipe savana di Taman Nasional Baluran dibedakan menjadi dua, yaitu flat savana
(savana datar) dan undulting savan (savana bergelombang). Flat savana tumbuh pada tanah
aluvial berbatu-batu. sub tipe ini terdapat dibagian tenggara kawasan, yaitu daerah Pialangan
dan Bekol dengan luasan sekitar 1500-2000 ha. Sebagian besar dari populasi Banteng, Rusa
maupun kerbau liar mempergunakan daerah ini untuk merumput. Jenis-jenis rumput yang
dominan di daerah ini adalah Lamuran Putih (Dichantium caricosum), rumput merakan
(Heteropogon concortus), dan padi-padian (Sorgum nitidus). Beberapa pohon yang menghuni
savana antara lain Pilang (Acacia leucophloea) dan Kesambi (Schleichera oleosa).
Undulating savana tumbuh pada tanah hitam berbatu-batu. Sub tipe savana ini membujur dari
sebelah utara hingga timur laut dengan luas ± 8000 ha. Daerah ini kurang disukai oleh
binatang-binatang yang ada. jenis-jenis rumput yang dominan adalah Lamuran Putih, jenis
gajah-gajahan (Scherachne punctata) lebih sedikit dan padi-padian lebih banyak. Pohon yang
ada yaitu Kesambi, Pilang dan Bidara (Zizypus rotundiflora).
Pada rumput savana menerima lebih banyak curah hujan dan karenanya tidak terlalu
kering dibandingkan dengan lahan hutan duri. Tanahnya juga kurang berpasir dan kurang
lulus pasir daripada yang biasa ditemukan di lahan hutan duri. karena rerumputan merupakan
tumbuhan yang dapat tumbuh lebih baik, maka savana merupakan habitat ideal untuk
herbivora.
Hutan Evergreen
Hutan evergreen atau hutan hujan tropika merupakan jenis nabatah yang paling subur.
Hutan jenis ini terdapat di wilayah tropika di bumi ini, yang menerima curah hujan berlimpah
sekitar 2000-4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi (sekitar 25-27 % 0C) dan seragam, dengan
kelembaban rata-rata sekitar 80%. Komponen dasar hutan evergreen itu adalah pohon tinggi
dengan tinggi maksimum rata-rata sekitar 30 m. Pepohonan itu tergabung dengan tumbuhan
terna, perambat, epifit, pencekik, saprofit dan parasit. berbunga, bebuah, dan luruhnya daun
serta bergantinya daun sering berlangsung berkesinambungan sepanjang tahun dengan
spesies berlainan yang terlibat pada waktu yang berbeda-beda. Tajuk pepohonan itu sering
dapat dikenali karena terdiri dari tiga jenis lapis yaitu:
1. Lapis paling atas (tingkat A)
Terdiri dari pepohonan setinggi 30-45 m, Pepohonan yang muncul keluar ini mencuat
tinggi di atas subur hutan, bertajuk lebar dan umumnya tersebar sedemikian rupa sehingga
tidak saling bersentuhan membentuk lapisan yang bersinambung. Bentuk khas tajuknya
sering dipakai untuk mengenali spesies suatu wilayah. Pepohonan yang mencuat itu kering
berakar agak dangkal dan berbanir.
2. Lapisan Pepohonan kedua (tingkat B)
Berada di bawah tingkat atas, adakalanya disebut juga sebagai tingkat atas. Terdiri dari
pepohonan yang tumbuh sampai ketinggian sekitar 18-27 m.
3. Lapisan Pepohonan ketiga (tingkat C)
Dinamakan tingkat bawah, terdiri dari pepohonan yang tumbuh sampai ketinggian sekitar
8-14 m. Ketiga lapisan pohon itu juga bergabung dengan berbagai populasi epifit,
perambat, dan parasit, terutama bergantung pada kebutuhan cahaya dari tumbuhan yang
bersangkutan.
4. Lapisan Belukar
Terdiri dari spesies dengan ketinggian kurang dari 10 m. Tampaknya terdapat dua bentuk
belukar yaitu yang mempunyai percabangan dekat ke tanah dan karenanya tak mempunyai
sumbu utama dan yang menyerupai pohon kecil karena mempunyai sumbu utama yang
jelas, yang sering dinamakan pohon kecil dan mencangkup pohon muda dari spesies pohon
yang lebih besar.
5. Lapisan Terna
Terdiri dari tumbuhan yang lebih kecil yang merupakan kecambah pepohonan yang lebih
besar dari lapisan yang lebih atas atau spesies terna.
Iklim hutan hujan tropis (evergreen) ditandai oleh suhu yang tinggi dan sangat rata.
Rataan suhu tahunan berkisar antara 20-28 0C, dengan suhu terendah pada musim hujan dan
tertinggi pada musim kering. Di daerah tropika, rataan suhu itu berkurang sekitar 0,4-0,70C
setiap kita naik 100 m pegunungan. Kecepatan angin tahunan di daerah hutan pada umumnya
kurang dari 5 km/jam dan jarang melampaui 12 km/jam. Sinar matahari harian rata-rata 5,5
jam. Rata-rata untuk bulan paling cerah (September, musim kering) 6,3 jam, sedangkan rata-
rata selama bulan tidak cerah (Juni, musim hujan) 4,4 jam.
Hutan musim
Hutan musim adalah hutan yang sifat-sifatnya mengikuti perubahan 2musim yaitu
musim penghujan dan musim kemarau. Hutan musim yang terdapat di Baluran dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu hutan musim dataran rendah dan hutan musim dataran
tinggi. Daerah transisi kedua hutan ini terletak pada ketinggian 250-400 mdpl. Pohon-pohon
yang ada di hutan musim umumnya tahan dari kekeringan dan termasuk tumbuhan tropofit
artinya mempu beradaptasi dengan keadaan kering dan keadaan basah. Pada saat musim
hujan daunnya lebat. Hutan musim kadang-kadang diberi nama sesuai dengan tumbuhan yang
dominan, misalnya hutam jati, hutan angsana dll. Tumbuhan yang banyak ditemukan di hutan
musim, meliputi : pohon bungur (Lagerstonia sp.), Saga (Adenathera sp.), Kihivang (Albizzia
prosera), Pilang (Acacia leucophloea), Asam (Tamarina indica), Kesambi (Schleichera
aleosa), dan Walikukun (Schauntenia ovota). Lantai hutan tertutup oleh vegetasi rerumputan.
Jumlah epifit dan tumbuhan yang merambat jauh lebih kecil daripada pada hutan tropis.
Pada musim panas, energi radiasi matahari yang diterima cukup tinggi sehingga suhu
juga tinggi sedangkan presipitasi (curah hujan) dan kelembaban rendah. Sedangkan pada
musim hujan, sebaliknya suhu rendah, sedangkan presipitasi dan kelembaban tinggi. Hutan
musim biasanya memiliki tanah yang sedikit berkerikil yang banyak mengandung bahan
organik, yang menyebabkan lantai bawah tertutupi rerumputan.
Ecotone
Suatu econtone adalah suatu zona (daerah) peralihan (transisi) atau pertemuan antara
du komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas. Daerah transisi antara
komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan antara dua komunitas besar seperti
komunitas akuatik dan komunitas teresterial merupakan ecotone. Daerah ini adalah daerah
pertemuan atau “jalur ketegangan” yang dapat terbentang luas tetapi lebih sempit daripada
komunitas disekitarnya itu sendiri.
Jadi ecotone merupakan pagar komunitas (batas komunita), seperti diketahui biasanya
berubah secara perlahan-lahan atau secara gradient. Komunitas dapat berubah secara tiba-tiba
sebagai akibat lingkungan yang tiba-tiba terputus atau karena interaksi tanaman terutama
kompetisi. Pada keadaan yang pertama (tiba-tiba terputus) ecotone merupakan daerah
peralihan yang merupakan campuran dari dua tipe komunitas yang bersebelahan. Pada
keadaan yang kedua (kompetisi) ecotone dapat dikenal jelas. Komunitas ecotone biasanya
banyak mengandung organisme dari masing-masing komunitas yang saling tumpang tindih
dan sebagai tambahan organisme-organisme yang khas dan seringkali tersebar hanya pada
ecotone. Ecotone dapat mempunyai jenis khas (tumbuhan spesifik) yang tidak dijumpai
dalam komunitas-komunitas yang membentuk ecotone, contohnya pada Ecotone Gebang
yang ada di Taman Nasional Baluran.
Seringkali jumlah jenis dan kepadatan populasi dari beberapa jenis lebih besar di
ecotone daripada di komunitas yang mengapitnya. Kecenderungan untuk meningkatnya
keanekaragaman dan kepadatan pada pertemuan komunitas dikenal sebagai pengaruh tepi
(edge effect).
Hutan Pantai
Hutan pantai merupakan hutan yang letaknya hanya beberapa meter dari pantai. Hutan
pantai di kawasan Taman Nasional Baluran tersebar sebagian besar terdapat di Kalikepuh
bagian tenggara dan pada luasan yang lebih kecil terdapat di Popongan, Kelor, bagian timur
Bama serta barat laut Gatel. Jenis-jenis pohon yang selalu hijau sepanjang tahun pada hutan
ini dijumpai jenis-jenis pohon antara lain Malengan (Excoecaria agallocha), Manting
(Syzigium polyanthum) dan pohon Rengas (Buchacania arborescens).
Hutan Bakau (Mangrove)
Hutan Mangrove merupakan ekosistem pasir yang mempunyai produktivitas hayati
yang tinggi. Mangrove hidup di daerah antara level pasang-naik tertinggi (maksimum spring
tide) sampai level sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Komunitas
hutan mangrove hidup di daerah pantai terlindung di daerah tropis dan sub tropis. Menurut
Mc Gill (1958) hampir 75% tumbuhan mangrove hidup di antara 35º LU - 35º LS, dan
terbanyak terdapat di kawasan Asia Tenggara. Tinggi rendahnya produktivitas mangrove di
pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. transpor oksigen system perakaran
2. air tanah dan jumlah pertukaran air yang digunakan untuk menghalau zat racun sulfit
3. arus pasang-surut dan pengaruhnya terhadap deposisi dan erosi substrat dasar
4. fluktasi air yang berkaitan dengan keberadaan unsur hara di daerah hutan mangrove
5. kandungan garam (salinitas) pada substrat dasar dan kemampuan daun-daun bertahan
6. kandungan unsur hara makro dalam tanah
7. jumlah aliran permukaan yang membawa unsur hara makro dari tanah
Walaupun produktifitasnya tinggi, namun menurut Heald (1969) dari total produksi
daun tersebut hanya sekitar 5% yang dikonsumsi langsung oleh hewan-hewan yang ada di
sana sedangkan sisanya 95% masuk ke lingkungan perairan sebagau debris dan serasah.
Karena itulah hutan mangrove punya kandungan bahan organic yang tinggi. Mangrove
merupakan tempat pemijahan, pengasuhan dan pembesaran atau mencari makan dari
beberapa ikan atau hewan-hewan air tertentu.
Mangrove diketahui mempunyai daya adaptasi fisiologis yang sangat tinggi. Mereka
tahan terhadap lingkungan dengan suhu perairan yang tinggi, fluktasi salinitas yang luas dan
tanah yang anaerob. Salah satu faktor yang penting adalah system pengudaraan di akar-
akarnya (Odum dan Johannes,1975).
Di Taman Nasional Baluran terdapat dua jenis hutan bakau yaitu yang dominan
dengan Bruguiera sp dan Rhizopora.
Taman Nasional Baluran memiliki luas 25.000 ha wilayah daratan dan 3.750 ha
wilayah perairan terletak di antara 114º18’ - 114º27’ bujur timur dan 7º45’ - 7º57’ lintang
selatan. Daerah ini terletak di ujung timur pulau Jawa. Sebelah utara berbatasn dengan selat
Madura, sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah selatan berbatasan dengan
sungai Bajulmati dan sebelah barat berbatasan dengan sungai Kelokoran. Iklimnya bertipe
monsoon yang dipengaruhi oleh angin timur yang kering. Curah hujan berkisar antara 900 –
1600 mm/tahun, dengan bulan kering per tahun rata-rata 9 bulan, antara bulan Agustus s/d
Desember bertiup angin cukup kencang dari arah selatan.
Pada bagian tengah dari kawasan ini terdapat Gunung Baluran yang sudah aktif lagi.
Tinggi dinding kawahnya bervariasi antara 900 – 1.247 m, dan membatasi kaldera yang
cukup luas. Kawasan perairan memiliki keanekaragaman hayati dan ekosistem perairan yang
perlu dilestarikan guna mendukung strategi konservasi yaitu:
- Perlindungan sistem penyangga kehidupan
- Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya
- Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
Daerah perairan Taman Nasional Baluran sangat berpotensi guna dikembangkan
untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang bududaya, pariwisata, dan
rekreasi. Taman Nasional Baluran merupakan satu-satunya kawasan di pulau Jawa yang
memiliki padang savana alamiah. Kawasan Baluran mempunyai ekosistem yang lengkap
yaitu hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim (dataran tinggi dan dataran rendah), savana,
ecotone, serta evergreen.
DAFTAR PUSTAKA
Barmes, Burton, V dan Spurr, Steohen, H. 1980. Forest Ecology. Florida : Krieger Publishing
Company Malabar
Ewuise, J. Y .1990. Ekologi Tropika. Bandung: ITB.
Setiadi, D. I. Muhadiono, dan A yusron. 1989. Ekologi. Bogor: Depdikbud Ditjen dikti PAU
IPB.
Sugianto, A.1994. Ekologi Kuantitatif, Metode Analisis Populasi, dan Komunitas. Surabaya:
Usaha Nasional
Sudarmadji. 2005. Ekologi Ekosistem (Ekosistem, Aliran Energi, Siklus Biogeokemis dan
Bioma). Jember : F. MIPA UNEJ.
Wolf , L. L dan S. J Mcnauhton. 1990. Ecology. Ed.II (terjemahan). Jogjakarta.