BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf ·...

30
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Bendungan adalah sebuah bangunan yang dibangun melintang pada badan sungai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu untuk mendapatkan efek berupa tampungan yang dinamakan waduk. Pada hakikatnya, bendungan merupakan suatu bangunan yang dibangun dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan sumber daya air, baik untuk kebutuhan air irigasi, air baku, industri, kebutuhan rumah tangga serta dapat menjadi pengendalian banjir. Pelaksanaan pengelakan mengacu pada Metode Pengentrolan Sungai Selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan, SNI 03-6456.1.2000 bagian 1, Pengendalian Sungai Selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan dan Bagian 2, Penutupan Alur Sungai dan Pembuatan Bendungan Pengelak. Beberapa jenis pengelak sungai yang lazim adalah sebagai berikut (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi, 2017): a) Pengelakan seluruh lebar sungai dengan kombinasi bendungan pengelak (cofferdam) dan saluran tertutup berupa konduit atau terowongan pengelak/ diversion tunnel. b) Pengelakan dengan saluran terbuka /diversion channel. c) Pengelakan pada sebagian lebar sungai dengan dilindungi dengan bendungan pengelak (cofferdam) dan membiarkan bagian sungai yang lain untuk melewatkan air. Dalam merencanakan konstruksi bendungan pengelak dan saluran pengelak pada Bendungan Ciawi (Cipayung) Bogor, ada beberapa teori yang digunakan sebagai bahan acuan dalam perhitungan. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa teori tersebut, sebagai berikut: Desain Saluran Pengelak Desain Bendungan Pengelak Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf ·...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Bendungan adalah sebuah bangunan yang dibangun melintang pada badan

sungai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu untuk mendapatkan

efek berupa tampungan yang dinamakan waduk. Pada hakikatnya, bendungan

merupakan suatu bangunan yang dibangun dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan manusia akan sumber daya air, baik untuk kebutuhan air irigasi, air

baku, industri, kebutuhan rumah tangga serta dapat menjadi pengendalian banjir.

Pelaksanaan pengelakan mengacu pada Metode Pengentrolan Sungai Selama

Pelaksanaan Konstruksi Bendungan, SNI 03-6456.1.2000 bagian 1, Pengendalian

Sungai Selama Pelaksanaan Konstruksi Bendungan dan Bagian 2, Penutupan Alur

Sungai dan Pembuatan Bendungan Pengelak. Beberapa jenis pengelak sungai

yang lazim adalah sebagai berikut (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya

Air dan Konstruksi, 2017):

a) Pengelakan seluruh lebar sungai dengan kombinasi bendungan pengelak

(cofferdam) dan saluran tertutup berupa konduit atau terowongan pengelak/

diversion tunnel.

b) Pengelakan dengan saluran terbuka /diversion channel.

c) Pengelakan pada sebagian lebar sungai dengan dilindungi dengan bendungan

pengelak (cofferdam) dan membiarkan bagian sungai yang lain untuk

melewatkan air.

Dalam merencanakan konstruksi bendungan pengelak dan saluran pengelak

pada Bendungan Ciawi (Cipayung) Bogor, ada beberapa teori yang digunakan

sebagai bahan acuan dalam perhitungan. Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa

teori tersebut, sebagai berikut:

Desain Saluran Pengelak

Desain Bendungan Pengelak

Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

5

Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut Terzaghi

Bentuk-bentuk Konstruksi Pada Saluran Pengelak

Analisis Struktur Beton Bertulang Saluran Pengelak

2.2 Desain Saluran Pengelak (Konduit)

Konduit merupakan salah satu cara praktis untuk mengalihkan aliran sungai

selama konstruksi berlangsung selain menggunakan terowongan (tunnel).

Terowongan adalah cocok diterapkan pada kondisi lapisan pondasi yang cukup

bagus, sedangkan konduit atau gorong-gorong cocok diterapkan pada pondasi

batuan yang lebih jelek dan pada lembah yang cukup lebar, sehingga mungkin

biaya konstruksinya akan lebih tinggi. Konduit beton sepanjang kira-kira 200 m

diperkirakan memerlukan beton bertulang minimum 20 m3 untuk setiap debit

1m3/det.Pelaksanaan galian pondasi mungkin dapat terganggu, dan mungkin juga

ada masalah pada bidang kontak antara beton dengan zona inti urugan (Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi, 2017).

Dalam kondisi tertentu pada bendungan tipe urugan (earth dam), kadang

untuk saluran pengelak dilakukan metode conduit diversion, yaitu dengan struktur

culvert di bawah kaki bendungan. Biasanya penampang culvert berbentuk

lingkaran/oval yang memperoleh kekuatan lebih. Penggunaan culvert sebagai

saluran pengelak maka perlu dipertimbangkan beberapa hal, yaitu:

Struktur culvert harus dapat melayani dua jenis beban yaitu beban dari luar

berupa beban tanah timbunan dari bendungan, dan yang kedua beban dari

dalam yaitu tekanan air yang ada di dalam culvert.

Perembesan (leakage) yang mungkin terjadi pada daerah hulu, melalui

sepanjang bidang luar culvert yang bersentuhan dengan tanah timbunan dan

bendungan.

Untuk mengatasi masalah pertama, struktur memang harus diperhitungkan

terhadap dua jenis beban tersebut. Terkadang culvert bagian dalam dilapisi dengan

plat baja untuk menahan tekanan air dan untuk menahan tekanan beban tanah,

culvert diberi tulangan secukupnya. Sedangkan, untuk mengatasi masalah kedua

yaitu rembesan pada permukaan luar culvert, sepanjang struktur culvert diberi cut-

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

6

off collars. Cut-off collars adalah berupa tonjolan keliling culvert untuk

menghambat terjadinya rembesan di sepanjang culvert (Asiyanto, 2011).

2.2.1 Desain Hidrolis Pengelak

Untuk analisis hidrolika pada saluran pengelak ini dibahas mengenai kapasitas

pengaliran melalui saluran pengelak, baik melalui terowongan maupun konduit

karena prinsip dasar dari kedua pengelak tersebut adalah sama. Kapasitas

pengaliran saluran ini dibedakan menjadi tiga kondisi yaitu, pada saat aliran bebas

(free flow) yaitu pada saat sifat hidrolik yang terjadi berupa hidrolika saluran

terbuka, kondisi pada saat aliran tertekan yaitu pada saat sifat hidrolik yang terjadi

berupa hidrolika saluran tertutup dan aliran transisi.

Gambar 2.1 Debit yang Lewat di Dalam Terowongan Dalam Kondisi Aliran

Terbuka dan Tertekan

(Sumber: Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi

dan Pelatihan Konstruksi, 2005)

Tipe aliran pada saluran pengelak dibagi menjadi dua kondisi yaitu:

a. Kondisi Aliran Bebas

Pada saat seluruh panjang terowongan belum terisi penuh oleh air sehingga

masih berupa aliran terbuka (open channel flow). Dalam hal ini digunakan rumus

manning yaitu (Ven Te Chow, 1988:98):

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

7

Gambar 2.2 Hidrolika Aliran dalam Pengelak Pada Aliran Bebas (Sumber: Ven Te Chow, 1988: 497)

V = 2/13/21

SRn

(2-1)

Q = A. v (2-2)

Dengan:

v = kecepatan aliran (m/detik)

n = koefisien kecepatan manning (untuk beton n = 0,014)

R = jari-jari hidrolis =A/P (m)

S = kemiringan saluran pengelak

Q = debit yang mengalir lewat saluran pengelak (m3/detik)

A = luas penampang basah (m2)

b. Kondisi Aliran Tekan

Pada saat seluruh panjang saluran penampang alirannya terisi penuh oleh air,

sehingga terjadi aliran tekan. Dalam hal ini kecepatan airnya ditentukan oleh

perbedaan tinggi tekan, sehingga menggunakan rumus sebagai berikut (Badan

Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi

dan Pelatihan Konstruksi, 2005):

Gambar 2.3 Hidrolika Aliran yang Lewat di Dalam Terowongan (Sumber: Ven Te Chow, 1988:497)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

8

V = f

gh

2 (2-3)

Q = A.f

gh

2 (2-4)

∑𝐹 = 𝐹𝑒 + 𝐹𝑏 + 𝐹𝑓 + 𝐹𝑜 (2-5)

Dengan:

Fe = koefisien kehilangan energi yang besarnya tergantung pada bentuk inlet

Fb = kehilangan energi karena belokan

Ff = kehilngan energi karena gesekan

Fo = koefisien kehilangan tekan pada saat keluar (outlet)

Perhitungan Ff dan Fb:

𝐹𝑓 = 𝑓.𝐿

𝐷 (2-6)

𝐹𝑓 = 124,50 .𝑛2

𝐷13

.𝐿

𝐷 (2-7)

Dengan:

L = panjang saluran (m)

D = diameter saluran (m)

n = koefisien kekasaran manning

fb = fb1x fb2 (2-8)

fb1 = 0,131 + 0,1632 .(D

R)

7/2 (2-9)

fb2 = (

90)

1/2 (2-10)

Dengan:

fb1 = koefisien belokan akibat diameter saluran dan jari-jari lengkung belokan

fb2 = koefisien belokan akibat dari sudut lengkung belokan

D = diameter saluran (m)

R = jari-jari belokan saluran (m)

= radius belokan saluran (°)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

9

2.2.3 Penelusuran Banjir Lewat Saluran Pengelak

Penelusuran banjir adalah merupakan perkiraan hidrograf di suatu titik pada

suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik

lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau waduk. Tujuan

penelusuran banjir adalah untuk (Soemarto, 1999):

a. Perkiraan banjir jangka pendek.

b. Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik sepanjang sungai dari

hidrograf satuan di suatu titik di sungai tersebut.

c. Perkiraan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan dalam palung

sungai (misalnya karena adanya pembangunan bendung atau pembuatan

tanggul).

d. Derivasi hidrograf sintetik.

Perhitungan persamaan kontinuitas yang umum digunakan dalam penelusuran

banjir (flood routing) adalah sebagai berikut (Soemarto, 1995: 176):

I-Q = 𝑑𝑠

𝑑𝑡 (2-11)

Bila:

I = 𝐼1+𝐼2

2 (2-12)

Q = 𝑄1+𝑄2

2 (2-13)

ds = 𝑆2 − 𝑆1 (2-14)

Persamaan di atas menjadi:

𝐼1+𝐼2

2 +

𝑄1+𝑄2

2 = 𝑆2 − 𝑆1 (2-15)

𝐼1+𝐼2

2∆𝑡+ (𝑆1 −

𝑄1

2∆𝑡) = (𝑆2 −

𝑄2

2∆𝑡) (2-16)

𝐼1+𝐼2

2 + (

𝑆1

∆𝑡−

𝑄1

2) = (

𝑆2

∆𝑡−

𝑄2

2) (2-17)

Maka,

𝑆1

∆𝑡−

𝑄1

2 = 𝜓1 (2-18)

𝑆2

∆𝑡−

𝑄2

2 = 𝜑1 (2-19)

𝐼1+𝐼2

2+ 𝜓1 = 𝜑1 (2-20)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

10

Dengan:

S = besarnya tampungan (storage) (m3)

I = debit yang masuk (m3/dt)

Q = debit yang keluar (m3/dt)

dt = periode penelusuran (detik, jam atau hari)

2.3 Desain Bendungan Pengelak (Cofferdam)

Bendungan pengelak (cofferdam) adalah bersifat sementara yang digunakan

untuk mengalihkan aliran sungai atau menutup suatu daerah tertentu selama

konstruksi bendungan dilakukan. Tinggi bendungan pengelak ini harus didesain

bersama-sama dengan ukuran bukaan terowongan/konduit, sehinga tercapai

kondisi yang baik ditinjau dari keamanan dan ekonominya. Pada tugas akhir ini

mencakup studi tinggi bendungan pengelak terhadap kapasitas aliran sungai yang

melalui terowongan/konduit, termasuk penelusuran banjir (flood routing) dari

debit banjir yang didesain. Bila bangunan outlet telah ditentukan menggunakan

ukuran bukaan yang besar, maka bendungan pengelak akan menjadi lebih rendah.

Perlu diingat bahwa air banjir yang terkumpul di belakang bendungan pengelak

harus segera dikeluarkan pada waktunya sehingga tidak terjadinya banjir (Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi, 2017).

Bendungan pengelak harus didesain dengan mempertimbangkan terhadap

pengaruh penggalian dan pengeringan (dewatering) serta stabilitasnya. Biasanya,

bendungan pengelak tersebut dikonstruksi dengan menggunakan material-material

yang ada di lokasi. Jenis yang biasa digunakan adalah timbunan tanah dan

timbunan batu yang dilengkapi dengan lapisan kedap air. Desain bendungan

pengelak ini juga mengikuti kriteria dan asumsi yang digunakan untuk bendungan

permanen. Dengan pertimbangan ekonomi, bendungan pengelak tersebut didesain

dan dikonstruksi seperti bendungan permanen dimana bendungan pengelak ini

nantinya juga menyatu dengan bendungan permanennya.

2.3.1 Perhitungan Dimensi Bendungan Pengelak (Cofferdam)

1. Tinggi bendungan pengelak

Tinggi bendungan pengelak menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977:259)

adalah elevasi permukaan air yang terdapat di depan pintu pemasukan saluran

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

11

pengelak ditambah tinggi jagaan yang diperlukan untuk keamanan bendungan

pengelak.

H = HWL + hf (2-21)

Dengan:

H = elevasi puncak bendungan pengelak (m)

HWL = muka air tertinggi di depan saluran pengelak (m)

Hf = tinggi jagaan (m)

Tinggi jagaan menurut (Sosrodarsono dan Takeda, 1977:174):

Hf = hw + he

2 + ha + hi (2-22)

Dengan:

Hf = tinggi jagaan (m)

hw = tinggi ombak akibat tiupan angin (m)

he = tinggi ombak akibat gempa (m)

ha = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk (m)

hi = tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi waduk (m)

2. Lebar mercu bendungan

Dalam memperoleh lebar minimum mercu bendungan, dilakukan perhitungan

dengan rumus sebagai berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1977:174):

B = 3,6. H1/3 – 3 (2-23)

Dengan:

B = lebar mercu bendungan (m)

H = tinggi bendungan (m)

3. Kemiringan bendungan

Kemiringan rata-rata lereng bendungan (lereng udik dan lereng hilir) adalah

perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis

horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut (Sosrodarsono dan

Takeda, 1977:171).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

12

2.4 Analisis Stabilitas Lereng Bendungan Pengelak

Merupakan perhitungan konstruksi untuk menentukan ukuran (dimensi)

bendungan agar mampu menahan muatan-muatan dan gaya-gaya yang bekerja

padanya dalam keadaan apapun (Soedibyo, 1988).

Analisis stabilitas lereng adalah suatu analisis yang menjelaskan tentang

permukaan tanah yang tidak datar atau mempunyai sudut kemiringan maka akan

cenderung mengerakkan massa tanah ke arah permukaan yang lebih rendah.

Tujuan dari analisis ini adalah menentukan faktor keamanan (safety factor) dari

bidang potensial longsor. Faktor keamanan adalah sebagai berikut (Braja M. Das,

1994:165):

Fs = 𝜏f

𝜏d > 1,5 aman (2-24)

Dengan:

Fs = angka keamanan terhadap kekuatan tanah

𝜏𝑓= kekuatan geser rata-rata dari tanah (t/m2)

𝜏𝑑= tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor (t/m2)

Pada umumnya, prosedur analisis stabilitas dapat dibagi menjadi dua

kelompok besar yaitu (Braja M. Das, 1994:176):

a) Prosedur Massa (Mass Procedure)

Dalam hal ini, massa tanah yang berada di atas bidang gelincir diambil

sebagai suatu kesatuan. Prosedur ini berguna bila tanah yang membentuk talud

dianggap homogen, walaupun hal ini jarang dijumpai pada talud sesungguhnya

yang ada di lapangan.

b) Metode Irisan (Method of Slices)

Pada prosedur ini, tanah yang berada di atas bidang gelincir dibagai menjadi

beberapa irisan-irisan paralel tegak. Stabilitas tiap-tiap irisan dihitung secara

terpisah. Metode ini lebih teliti karena tanah yang tidak homogen dan tekanan air

pori dapat juga kita masukkan dalam perhitungan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

13

2.4.1 Analisis Stabilitas Menggunakan Metode Bishop

Pada tahun 1995, Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti

dibandingkan metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya–

gaya pada sisi tepi tiap irisan diperhitungkan.

Gambar 2.4 Metode Irisan Bishop yang Disederhanakan; (a) Gaya – Gaya

yang Bekerja Pada Irisan Nomor n, (b) Poligon Gaya Untuk Keseimbangan (Sumber: Braja M. Das, 1994)

Gaya–gaya yang bekerja pada irisan nomor n, ditunjukkan dalam Gambar 2.4

(a). Gaya-gaya tersebut adalah sebagai berikut (Braja M. Das, 1994):

W𝑛 = 𝛾𝐿𝐻 (2-25)

Dengan:

W𝑛 = berat irisan (t/m)

γ = berat jenis batuan (t/m3)

L = lebar irisan (m)

H = tinggi irisan (m)

Nr = 𝑊𝑛 cos 𝑎𝑛 (2-26)

Dengan:

Nr = gaya normal (gaya tegak lurus) pada bawah irisan (t/m)

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

14

𝑎𝑛 = sudut titik pusat bidang longsor terhadap irisan (º)

Tr = 1

𝐹𝑠 ( c +𝜎tan ∅). ∆𝐿𝑛 (2-27)

Tr = 1

𝐹𝑠 ( c ∆𝐿𝑛 +𝑁𝑟tan ∅)

Dengan:

Tr= gaya geser (gaya sejajar) pada bawah irisan (t/m)

Fs = angka keamanan terhadap kekuatan tanah

c = angka kohesi tanah (t/m2)

𝜎 = tegangan geser tanah (t/m2)

∅ = sudut geser tanah (º)

∆𝐿𝑛 = lebar irisan (m)

Gambar 2.4 (b) menunjukkan poligon gaya untuk keseimbangan dari irisan

nomor n. Jumlah gaya dalam arah vertikal menurut Braja M. Das (1994):

Nr =

s

n

n

n

s

n

n

F

F

LcTW

sintancos

sin

(2-28)

Dengan:

∆𝑇 = Tn- Tn+1 = jumlah gaya geser pada sisi-sisi irisan (t/m)

Untuk keseimbangan blok ABC (Gambar 2.5), ambil momen terhadap O

pn

n

nnrW1

sin =

pn

n

r rT1

(2-29)

Dengan:

W𝑛 = berat irisan (t/m)

r = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)

𝑎𝑛 = sudut titik pusat bidang longsor terhadap irisan (º)

Tr = gaya geser (gaya sejajar) pada bawah irisan (t/m)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

15

Gambar 2.5 Analisis Stabilitas dengan Metode Irisan yang Biasa: (a)

Permukaan Bidang yang Dicoba; (b) Gaya yang Bekerja pada Irisan Nomor

n

(Sumber: Braja M. Das, 1994)

Dengan memasukkan persamaan (2-28) dan (2-27) ke persamaan (2-29), maka

didapatkan:

sF =

n

pn

n

n

pn

n n

nn

W

mTWcb

sin

1)tantan(

1

1 )(

(2-30)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

16

Dengan:

Fs = angka keamanan terhadap kekuatan tanah

c = angka kohesi tanah (t/m2)

b𝑛 = lebar irisan (m)

W𝑛 = berat irisan (t/m)

∅ = sudut geser tanah (º)

∆𝑇 = Tn- Tn+1 = jumlah gaya geser pada sisi-sisi irisan (t/m)

𝑎𝑛 = sudut titik pusat bidang longsor terhadap irisan (º)

)(nm = s

n

nF

sintancos (2-31)

Untuk penyederhanaan, bila kita mengumpamakan ∆T = 0, maka persamaan

berubah menjadi :

Gambar 2.6 Variasi )(nm dengan sF/tan dan n

(Sumber: Braja M. Das, 1994)

sF =

n

pn

n

n

pn

n n

nn

W

mWcb

sin

1)tan(

1

1 )(

(2-32)

Dengan:

Fs = angka keamanan terhadap kekuatan tanah

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

17

c = angka kohesi tanah (t/m2)

b𝑛 = lebar irisan (m)

∅ = sudut geser tanah (º)

W𝑛 = berat irisan (t/m)

𝑎𝑛 = sudut titik pusat bidang longsor terhadap irisan (º)

2.5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak

Terzaghi (1946) mengkombinasikan hasil pembebanan batuan dari

terowongan dengan menghitung faktor pembebanan batuan Head Pressure (Hp)

dengan lebar terowongan (B) dan tinggi terowongan (Ht) dari kelenturan batuan

diatas terowongan. Untuk pembebanan dapat dilihat seperti gambar 2.7 sebagai

berikut (Singh dan Goel, 2006:29):

Gambar 2.7 Diagram Pembebanan Terowongan (Sumber: Singh dan.Goel, 2006: 26)

Pembebanan pada studi ini menggunakan perhitungan pembebanan menurut

Terzaghi :

1) Tekanan batuan vertikal atas saluran

Pv = γ . Hp (2-33)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

18

Dengan :

Pv = tekanan batuan vertikal atas saluran (t/m)

𝛾 = berat jenis batuan (t/m3)

Hp = head pressure/tinggi tekanan (m)

2) Berat sendiri saluran menurut (Braja M. Das, Jilid 1:31):

W = 𝛾 . 𝑉 (2-34)

Dengan :

W = Berat Bangunan (ton)

𝛾 = Berat Jenis Bahan (t/m3)

V = Volume (m3)

3) Tekanan tanah aktif horizontal (Braja M. Das,Jilid 2:50):

Pa = Ka.𝛾.h (2-35)

Dengan :

Pa = tekanan batuan aktif horizontal bagian atas (t/m)

Ka = koefisien tanah aktif

𝛾 = berat jenis batuan (t/m3)

h = tinggi tanah (m)

4) Tekanan grouting

Dalam metode pelaksanaan Bendungan Ciawi (Cipayung) tekanan grouting

adalah 10 t/m2

5) Tekanan air di dalam saluran (Bambang Triatmodjo, 1993)

P = 𝜌 g h (2-36)

Dengan :

P = tekanan air (N/m2)

𝜌 = rapat massa air (kg/m3)

g = gaya gravitasi (m/s3)

h = tinggi bidang (m)

2.6 Bentuk- Bentuk Konstruksi Pada Konduit

Menurut Phillips dan Allen (1968) pada buku Beggs Deformeter Stress

Analysis of Single Barrel Conduits menampilkan pembebanan terhadap bentuk

konduit serta menjelaskan koefisien-koefisien mempunyai hubungan dengan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

19

beban-beban yang bekerja pada penampang konduit. Dijelaskan ada beberapa

bentuk dari konduit yang secara umum digunakan adalah sebagai berikut :

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

20

Gambar 2.8 Bentuk Konduit A,B, dan C (Sumber:Philips&Allen, 1968)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

21

Gambar 2.9 Bentuk Konduit D,E, dan F (Sumber:Philips&Allen, 1968)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

22

Gambar 2.10 Bentuk Konduit Lingkaran, Persengi dan G (Sumber: Philips&Allen, 1968)

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

23

Pada Tabel Beggs Deformeter Stress Analysis of Single Barrel Conduits karya

Phillips dan Allen (1968) untuk menentukan besaran momen, gaya lintang, dan

gaya normal dengan tebal pembetonan menggunakan persamaan :

M = km. W . r2 (2-37)

Dengan:

M = momen persatuan panjang pada segmen dinding konduit (ton/m)

Km = koefisien momen

W = beban yang bekerja (ton/m2)

r = jari- jari konduit (m)

Untuk menentukan besarnya gaya normal menggunakan persamaan:

N = kn.W.r (2-38)

Dengan:

N = gaya normal pada segmen dinding konduit (ton)

Kn = koefisien gaya normal

D = kD.W.r (2-39)

Dengan:

D = gaya lintang pada segmen dinding konduit (ton)

kD = koefisien gaya lintang

Besaran koefisien dapat dilihat dari tabel yang disajikan menurut Phillips dan

Allen (1968), koefisien disetiap bentuk konduit berbeda.

2.6.1 Mekanika Konduit pada Pembebanan Vertikal dan Horizontal

Pada buku Beggs Deformeter Stress Analysis of Single Barrel Conduits karya

Phillips dan Allen (1968) menjelaskan koefisien momen yang disediakan pada

pembebanan vertikal dan horizontal, berikut nilai koefisien beserta gambar :

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

24

Gambar 2.11 Koefisien Pembebanan Vertikal Seragam dan Reaksi Pondasi Seragam Bentuk Lingkaran (Sumber: Philips&Allen, 1968)

Gambar 2.12 Koefisien Pembebanan Batuan Vertikal dan Reaksi Pondasi Seragam Bentuk Lingkaran (Sumber: Philips&Allen, 1968)

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

25

Gambar 2.13 Koefisien Pembebanan Tekanan Segitiga dari Dalam Bentuk Lingkaran (Sumber: Philips&Allen, 1968)

Gambar 2.14 Koefisien Pembebanan Berat Sendiri Bentuk Lingkaran (Sumber: Philips&Allen, 1968)

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

26

Gambar 2.15 Koefisien Pembebanan Horizontal Segitiga di Kedua Sisi Bentuk Lingkaran (Sumber: Philips&Allen, 1968)

Gambar 2.16 Koefisien Pembebanan Horizontal Seragam di Kedua Sisi Bentuk Lingkaran (Sumber: Philips&Allen, 1968)

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

27

2.7 Analisis Struktur Beton Bertulang Saluran Pengelak

2.7.1 Analisis Struktur Beton

Pada perencanaan beton, kekuatan yang dibutuhkan atau disebut kuat perlu

menurut SK SNI T-15-1991-03, dapat diungkapkan sebagai beban rencana

ataupun momen, gaya geser, dan gaya-gaya lain yang berhubungan dengan beban

rencana. Beban rencana atau beban terfaktor didapatkan dengan mengalikan

beban kerja dengan faktor beban dan kemudian digunakan subskrip u sebagai

penunjuknya. Dengan demikian, apabila digunakan kata sifat rencana atau

rancangan menunjukkan bahwa beban sudah terfaktor. Untuk beban mati dan

hidup SKSNI T-15-1991-03 pasal 3.2.2 ayat 1 menetapkan bahwa beban rencana,

gaya geser rencana, dan momen rencana ditetapkan hubungannya dengan beban

kerja atau beban guna melalui persamaan berikut (Dipohusodo, 1994):

U = 1,2D + 1,6L (2-40)

Dengan:

U = kuat rencana (kuat perlu) (t/m2)

D = beban mati (t/m2)

L = beban hidup (t/m2)

Sebagai contoh beban rencana adalah:

Wu = 1,2WDL + 1,6WLL (2-41)

Dengan:

Wu = beban rencana (t/m2)

WDL = beban mati (t/m2)

WLL = beban hidup (t/m2)

Sedangkan momen perlu untuk beban mati dan beban hidup adalah:

Mu = 1,2MDL + 1,6MLL (2-42)

Mu = 1

8Wu. l2 (2-43)

Dengan:

Mu = momen perlu (tm)

MDL= momen beban mati (tm)

MLL = momen beban hidup (tm)

L = panjang beton (m)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

28

2.7.2 Analisis Struktur Beton Menggunakan Software STAAD PRO

STAAD adalah singkatan dari Structural Analysis and Design, yang dirilis

oleh Research Engineering di Amerika. STAAD merupakan salah satu program

analisis dan desain struktur yang akurat dalam merancang pada bidang teknik

sipil. STAAD Pro menggunakan teknologi dengan metode input yang mudah.

Oleh karena itu, program ini layak dipelajari dan dipahami oleh para praktisi

perencana struktur. Fasilitas-fasilitas yang terdapat pada STAAD secara umum

dapat dibagi menjadi 5 bagian yaitu (Setiawan, 2006):

1. Menu Bar

Letaknya adalah di atas tampilan layar, menu ini memberikan akses ke semua

fasilitas yang ada di dalam STAAD Pro.

2. Menu Toolbar

Selain memberikan kemudahan mengakses perintah-perintah yang

paling sering digunakan, Toolbar juga dapat diatur baik tampilan maupun

pilihan ikonnya.

3. Main Window

Merupakan daerah terbesar pada pusat layar, dimana pemodelan dan hasil-

hasilnya disajikan dalam bentuk gambar.

4. Page Control

Serangkaian tombol yang letaknya disebelah kiri dari layar. Dengan tombol-

tombol ini tugas-tugas khusus dapat dilakukan dengan mudah.

5. Data Area

Pada bagian sebelah kanan layar adalah Data Area, dimana tempat berbagai

kotak dialog, tabel, data, dan lain-lain yang tampilanya tergantung dari tipe

operasi yang sedang dilakukan.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

29

Gambar 2.17 STAAD-Modeling (Sumber: Perancangan)

2.7.2.1 Input Data

STAAD Pro menyediakan input data melalui input/command file mengandung

serangkaian perintah bahasa inggris yang berisi instruksi atau data menyangkut

analisa maupun desain struktur. Menurut Setiawan (2006) untuk membuat input

file (geometri, penampang properti, konstanta bahan, dukungan, beban, data

analisis/desain, dan lain-lain) salah satu caranya ialah dengan mengaktifkan

STAAD-Modeling. Dengan cara ini, selain pembuatan input dengan cara

visualisasi hingga verifikasi grafik dapat dilakukan secara berbarengan, susunan

perintah dalam text input dapat dilihat dan diedit pada ikon STAAD Editor.

Perintah pada text input yang biasanya digunakan sebelum melakukan analisis tipe

Menu Bar

Toolbar

Data Area

Main Window

Page Control

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

30

struktur, satuan yang digunakan, Joint Coordinates, Member Incidences, Element

Property, Material, Support, dan pembebanan.

Gambar 2.18 STAAD-Editor (Sumber: Perancangan)

2.7.2.2 Output Data

Setelah proses analisis, STAAD Pro menghasilkan output file. File ini

menyajikan informasi yang akurat apabila analisa dilakukan secara benar.

Misalnya, jika STAAD Pro bertemu masalah tidak stabil selama proses analisis,

apabila itu terjadi maka dilaporkan dalam file output.

Selain dapat diakses langsung melalui kotak dialog STAAD Analysis and

Design, output file dapat diakses juga dengan terlebih dahulu mengakses Go to

Post Processing Mode atau Stay in Modeling Mode. Jika diawali dengan pilihan

dua tersebut maka, pilih menu File-View-Output File-STAAD Output dengan cara

sebagai berikut (Setiawan, 2006):

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

31

Gambar 2.19 Cara Untuk Mengakses Output File (Sumber: Perancangan)

Berikut adalah tampilan test.anl output file sebagai hasil dari eksekusi test.std

input file.

Gambar 2.20 Test.anl Output File (Sumber:Perancangan)

Untuk mencetak output file di atas dapat dilakukan dengan memilih ikon Print.

Selanjutnya tampak kotak dialog Print. Pastikan bahwa komputer telah

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

32

tersambung dengan printer dengan baik. Bila telah siap tekan OK untuk

melakukan pencetakan.

Gambar 2.21 Kotak Dialog Print (Sumber: Perancangan)

2.7.3 Penulangan Saluran Pengelak

Perhitungan penulangan menurut Cahya (1999) sesuai dengan SK SNI 1991

setelah diketahui kekuatan beton (f’c dan fy), momen yang bekerja (Mu), dan

dimensi beton (b dan h) adalah sebagai berikut:

Drenc = h – selimut beton- 1

2 d tulangan (2-44)

Rn = 𝑀𝑢

∅.𝑏.(𝑑𝑟𝑒𝑛𝑐)2 (2-45)

𝜔 = 0,85 – √0,72 − 1,7 𝑅𝑛

𝑓𝑐′ (2-46)

= 𝜔.𝑓′𝑐

𝑓𝑦 (2-47)

min 1,4

𝑓𝑦 (2-48)

maks = 0,75.ρb = 0,75.0.85 𝑓𝑐′

𝑓𝑦 .𝛽1 (

600

600+𝑓𝑦) (2-49)

As = .b.drenc (2-50)

Dengan:

fc’= kuat tekan beton/mutu beton (Mpa)

fy = mutu baja tulangan (Mpa)

Mu = momen yang bekerja (kNm)

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58140/3/BAB II.pdf · Perhitungan Stabilitas Bendungan Pengelak . 5 Analisis Pembebanan Saluran Pengelak menurut

33

b = panjang plat (diambil 1 m)

h = tebal beton (mm)

drenc = tebal efektif beton (mm)

Rn= momen persatuan luas (kNm)

∅ = reduksi kekuatan = 0,80

As = luas tulangan (mm2)

ρ = rasio tulangan yang direncanakan (mm2)

ρmaks = rasio tulangan maks (mm2)

ρmin= rasio tulangan min (mm2)

Perhitungan tulangan susut dengan syarat menurut SK SNI 2013:

Memilih tulangan pokok yang akan dipasang beserta tulangan susut dan suhu

dengan menggunakan tabel.

1) Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit langan memiliki luas tulangan

terhadap bruto penampang beton sebagai berikut, tetapi tidak kurang dari

0,0014 :

a. Pelat yang menggunakan betang tulangan ulir mutu 300……….…..0,0020

b. Pelat yang menggunakan batang tulangan ulir atau jaring kawat las (polos

atau ulir) mutu 400…....0,0018

c. Pelat yang menggunakan tulangan dengan tegangan leleh melebihi 400 Mpa

yang diukur pada regangan leleh sebesar 0,35%.............................0,0018 x

400/fy

2) Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak lebih dari lima kali tebal

pelat atau 450 mm.