BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi...

41
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa merupakan bencana yang bukan mematikan, tetapi bangunan yang buruk atau gagallah yang membunuh manusia. Dalam data-data yang berhasil dikumpulkan menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun ada beberapa gempa bumi yang mengakibatkan kematian pada manusia, dan kerusakan bangunan yang cukup besar di Indonesia. Sebagian besar terjadi di bagian daerah lepas pantai dan sebagian terjadi di daerah pemukiman yang cukup padat. Pada daerah pemukiman yang cukup padat perlu adanya sesuatu perlindungan atau mengurangi jumlah kematian penduduk dan kerusakan bangunan yang cukup berat akibat terjadinya goncangan gempa. Dengan menggunakan prinsip teknik yang tepat, detail konstruksi yang baik dan praktis maka kerugian harta benda dan kematian jiwa manusia dapat dikurangi. Hal ini dapat dilihat pada berbagai kejadian gempa dalam beberapa tahun terakhir yang melanda bebrapa daerah Indonesia dan menyebabkan kerusakan bergabagai sarana dan prasarana di daerah-daerah yang terkena dampak berncana tersebut. Kondisi alam ini menyebabkan perlunya pemunhan terhadap kaidah- kaidah perencanaan atau pelaksanaan sistem struktur tahan gempa pada setiap struktur bangunan yang akan didirikan di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah dengan kerawanan atau resiko gempa yang cukup tinggi. Hal ini bertujuan agar pada saat terjadinya gempa struktur bangunan dapat bertahan dan melindungi penghuni dari resiko bahaya gempa. Kiadah-kaidah dalam perencanaan atau pelaksanaan struktur bangunan tahan gempa tersebut belum dapat sepenuhnya diterapkan pada pelaksanaan struktur bangunan di daerah berbagai wilaya di Indonesia, khususnya pada pelaksanaan struktur bangunan beton bertulang. Gedung FISIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang terletak di Jl. Raya Candi No.666B, Sidoarjo, Jawa Timur ini termasuk wilayah 3 pada katagori wilayah kegempaan, wilayah yang mempunyai potensi sedang untuk mengalami

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Gempa merupakan bencana yang bukan mematikan, tetapi bangunan yang

buruk atau gagallah yang membunuh manusia. Dalam data-data yang berhasil

dikumpulkan menunjukkan bahwa rata-rata setiap tahun ada beberapa gempa bumi

yang mengakibatkan kematian pada manusia, dan kerusakan bangunan yang cukup

besar di Indonesia. Sebagian besar terjadi di bagian daerah lepas pantai dan

sebagian terjadi di daerah pemukiman yang cukup padat. Pada daerah pemukiman

yang cukup padat perlu adanya sesuatu perlindungan atau mengurangi jumlah

kematian penduduk dan kerusakan bangunan yang cukup berat akibat terjadinya

goncangan gempa. Dengan menggunakan prinsip teknik yang tepat, detail

konstruksi yang baik dan praktis maka kerugian harta benda dan kematian jiwa

manusia dapat dikurangi.

Hal ini dapat dilihat pada berbagai kejadian gempa dalam beberapa tahun

terakhir yang melanda bebrapa daerah Indonesia dan menyebabkan kerusakan

bergabagai sarana dan prasarana di daerah-daerah yang terkena dampak berncana

tersebut. Kondisi alam ini menyebabkan perlunya pemunhan terhadap kaidah-

kaidah perencanaan atau pelaksanaan sistem struktur tahan gempa pada setiap

struktur bangunan yang akan didirikan di wilayah Indonesia, khususnya di wilayah

dengan kerawanan atau resiko gempa yang cukup tinggi. Hal ini bertujuan agar

pada saat terjadinya gempa struktur bangunan dapat bertahan dan melindungi

penghuni dari resiko bahaya gempa. Kiadah-kaidah dalam perencanaan atau

pelaksanaan struktur bangunan tahan gempa tersebut belum dapat sepenuhnya

diterapkan pada pelaksanaan struktur bangunan di daerah berbagai wilaya di

Indonesia, khususnya pada pelaksanaan struktur bangunan beton bertulang.

Gedung FISIP Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang terletak di Jl.

Raya Candi No.666B, Sidoarjo, Jawa Timur ini termasuk wilayah 3 pada katagori

wilayah kegempaan, wilayah yang mempunyai potensi sedang untuk mengalami

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

5

gempa. Gedung ini dirancang dengan kekuatan yang terbilang cukup aman, namun

belum dirancang untuk bangunan tahan gempa. Maka dari itu, saya akan melakukan

analisa untuk perencanaan struktur gedung tahan gempa dengan menggunakan

sistem rangka pemikul momen meliputi struktur yang ada pada gedung ini

diantaranya kolom, balok dan plat yang akan menjadikan gedung ini semakin kuat

untuk resiko tahan gempa.

2.2 Pembebanan

Pembebanan pada struktur bangunan sangatlah penting dalam perencanaan

sebuah gedung. Kesalahan dalam perencanaan beban atau penerapan beban dapat

mengakibatkan kesalahan fatal pada hasil perencanaan bangunan tersebut. Maka

dari itu struktur sebuah gedung merencanakan kekuatannya terhadap beban vertikal

dan beban horizontal. Beban vertikal dapat berupa beban mati dan beban hidup,

sedangkan beban horizontal dapat berupa beban gempa dan beban angin.

2.3.1 Beban Mati (DL)

Menurut SNI 1727-2013 beban mati merupakan berat seluruh bahan

konstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon,

tangga dan komponen arsitektural dan struktural lainnya.

Menurut PPIUG 1983 berat material bangunan tergnatung dari jenis

bangunan yang digunakan pada konstruksi bangunan tersebut, berikut contoh berat

sendiri bahan bangunan dan komponen gedungnya :

1. Baja = 7850 kg/m3

2. Batu alam = 2600 kg/m3

3. Beton bertulang = 2400 kg/m3

4. Pasangan batu merah = 1700 kg/m3

Beban mati tambahan, beban yang berasal dari finishing seperti beban dari

lantai, beban dari dinding, dan beban tambahan lainnya. Berikut berat dari beban

tambahan menurut PPIUG 1983 :

1. Beban keramik = 24 kg/m2

2. Plesteran 2,5 cm = 53 kg/m2

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

6

3. Beban plafond dan penggantung = 18 kg/m2

4. Beban dinding = 250 kg/m2

2.3.2 Beban Hidup (LL)

Menurut SNI 1727-2013 beban hidup merupakan beban yang diakibatkan

oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak

termasuk beban kosntruksi dan beban lingkungan seperti beban angin, beban hujan,

beban gempa, beban banjir, atau beban mati.

Menurut SNI 1727-2013, pembebanan telah ditetapkan bahwa fungsi

sebuah bangunan atau ruangan di dalam gedung dapat membuat beban tersebut

berbeda. Berikut beban hidup berdasarkan dari fungsinya :

Tabel 2.1 Beban hidup distribusi merata minimun dan beban terpusat

minimum menurut SNI 1727-2013.

Hunian atau penggunaan Merata psf (kN/m2) Terpusat lb

(kN)

Apartemen (rumah ringgal)

Sistem lantai akses

Ruang kantor

Ruang komputer

50 (2,4)

100 (4,79)

2 000 (8,9)

2 000 (8,9)

Gudang dan ruang latihan 150 (7,18)a

Ruang pertemuan

Kuat tetap (terikat di lantai)

Lobi

Kursi dapat dipindahkan

Panggung pertemuan

Lantai podium

100 (4,79)a

100 (4,79)a

100 (4,79)a

100 (4,79)a

150 (7,18)a

Balkon dan dek

1,5 kali beban hidup

untuk daerah yang

dilayani. Tidak perlu

melebihi 100 psf (4,79

kN/m2)

Jalur akses pemeliharaan 40 (1,92) 300 (1,33)

Koridor

Lantai pertama

Lantai lain

100 (4,79)

Sama seperti pelayanan

hunian kecuali

disebutkan lain

Ruang makan dan restoran 100 (4,79)a

Hunian

Ruang mesin elevator 300 (1,33)

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

7

Konstruksi pelat lain 200 (0,89)

Jalur penyelamatan terhadap kebakaran

Hunian satu keluarga

100 (4,79)

40 (1,92)

Tangga permanen Lihat pasal 4.5

Garasi/parkir

Mobil penumpang saja

Truk dan bus

40 (1,92)a,b,c

Susuran tangga, rel pengaman dan batang pegangan Lihat pasal 4.5

Helipad 60 (2,78)

Rumah sakit

Ruang operasi, laboratorium

Ruang pasien

Koridor diatas lantai pertama

60 (2,78)

40 (1,92)

80 (3,83)

1 000 (4,45)

1 000 (4,45)

1 000 (4,45)

Hotel (rumah tinggal)

Perpustakaan

Ruang baca

Ruang penyimpanan

Korudor di atas lantai pertama

60 (2,78)

150 (7,18)

80 (3,83)

1 000 (4,45)

1 000 (4,45)

1 000 (4,45)

Pabrik

Ringan

Berat

125 (6,00)

250 (11,97

2 000 (8,90)

3 000

(13,40)

Gedung perkantoran

Ruang arsip dan komputer

Lobi dan koridor lantai pertama

Kantor

Koridor di atas lantai pertama

100 (4,79)

50 (2,40)

80 (4,79)

2 000 (8,90)

2 000 (8,90)

2 000 (8,90)

Lembaga hukum

Blok sel

Koridor

40 ( 1,92)

100 (4,79)

Tempat rekreasi

Tempat bwoling, kolam renang

Bangsal dansa dan ruang dansa

Gimnasum

Tempat menonton baik terbuka atau tertutup

Stadium dan tribun/arena dengan tempat duduk

tetap (terikat pada lantai)

75 (3,59)

100 (4,79)

100 (4,79)

100 (4,79)

60 (2,87)

Rumah tinggal

Hunian (satu keluarga dan dua keluarga)

Loteng yang tidak dapat didiami tanpa gudang

Loteng yang tidak dapat didiami dengan

gudang

Loteng yang dapat didiami dan ruang tidur

Semua hunian rumah tinggal lainnya

Ruang pribadi dan koridor

Ruang

Ruang publik dan koridor

10 (0,48)

20 (0,96)

30 (1,44)

40 (1,92)

40 (1,92)

100 (4,79)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

8

Atap

Atap datar, bubungan, dan lengkung

Atap digunakan untuk atap taman

Atap digunakan untuk tujuan lain

Atap yang digunakan untuk hunian lainnya

Awning dan kanopi

Konstruksi pabrik yang didukung oleh struktur

rangka kaku ringan

Rangka tumpu layar penutup

Semua konstruksi lainnya

Komponen struktur atap utama

Titik panel tunggal dari batang bawah rangka

atap atau setiap titik sepanjang komponen struktur

utama mendukung atap diatas pabrik, gudang, dan

perbaikan garasi

Semua komponen struktur atap lainnya

Semua permukaan atap dengan beban pekerja

pemeliharaan

20 (0,96)

100 (4,79)

Sama seperti hunian

dilayani

5 (0,24) tidak boleh

direduksi

5 (0,24) tidak boleh

direduksi

20 (0,96)

200 (0,89)

2 000 (8,9)

300 (1,33)

300 (1,33)

Sekolah

Ruang kelas

Koridor di atas lantai pertama

Koridor lantai pertama

40 (1,92)

80 (3,83)

100 (4,79)

1 000 (4,5)

1 000 (4,5)

1 000 (4,5)

Bak-bak, rusuk untuk atap kaca dan langit-langit

yang dapat diakses

200 (0,89)

Pinggir jalan untuk pejalan kaki, jalan lintas

kendaraan, dan lahan/jalan untuk truk-truk

250 (11,97) 8 000 (35,6)

Tangga dan jalan keluar

Rumah tinggal untuk satu dan dua keluarga

100 (4,79)

40 (1,92)

300

300

Gudang diatas langit-langit

Gudnag menyimpan barang sebelum disalurkan ke

pengecer

Ringan

Berat

20 (0,96)

125 (6,00)

250 (11,97)

Toko

Eceran

Lantai pertama

Lantai dasar

Grosir, di semua lantai

100 (4,79)

75 (3,59)

125 (6,00)

1 000 (4,45)

1 000 (4,45)

1 000 (4,45)

Penghalang kendaraan Lihat pasal 4.5

Susuran jalan dan panggung yang ditinggikan 60 (2,87)

Perkarangan dan teras, jalur pejalan kaki 100 (4,79)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

9

2.3.3 Beban Gempa

Beban gempa merupakan beban yang timbul akibat percepatan getaran

tanah pada saat gempa terjadi. Untuk merencanakan struktur bangunan tahan

gempa, perlu diiketahui percepatan yang terjadi pada batuan dasar. Berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan, wilayah Indonesia dapat dibagi ke dalam 6

wilayah zona gempa.

Struktur yang direncanakan terletak di kota Sidoarjo. Dalam katagori SNI

1726-2002 daerah Sidoarjo terletak pada wilayah zona gempa 3. Pengaruh gempa

pada gedung ini dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa statik ekivalen

sehingga dapat menggunakan analisis statik ekivalen.

Mencangkup semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau

bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa tersebut.

Beban geser statik ekivalen yang terjadi di tekanan dasar dapat dihiyung dengan

persamaan :

V = 𝐶 . 𝐼

𝑅 . Wt ........................................................................................................ (2.1)

Dimana :

C = nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respon

gempa rencana.

Wt = berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai.

Beban geser nominal V dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung tersebut

dan menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen Fi, yang menangkap pada

pust massa lantai tingkat ke-i menurut persamaan :

Fi = Wi . Zi

∑ Wi ni=1 . Zi

. Vi ............................................................................................... (2.2)

Dimana :

Wi = berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai.

Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i.

n = nomer lantai tingkat paling atas.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

10

Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah

masing-masing sumbu utama menggunakan rumus sebagai berikut :

Ti = 6,3 . √∑ Wi

ni=1 . di

2

g.∑ Fini=1 . di

........................................................................................ (2.3)

Dimana :

di = simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dinyatakan dalam mm

g = percepatan gravitasi = 9,8 m/det2.

2.3.3.1 Percepatan Spektral Desain

Menurut SNI 1726-2012 percepatan spektral desain untuk perioda pendek,

SDS dan pada perioda 1 detik SD1 harus menggunakan persamaan sebagai berikut :

SDS = 2

3 SMS .......................................................................................................... (2.4)

SD1 = 2

3 SM1 ........................................................................................................... (2.5)

2.3.3.2 Spektrum Respon Desain

Untuk periode yang lebih kecil dari T0 spektrum respons percepatan desain

Sa1 harus diambil dari persamaan :

Sa = SDS (0,4 + 0,6 𝑇

𝑇0) ......................................................................................... (2.6)

Untuk periode lebih besar Ts spektrum respons percepatan desain Sa diambil

berdasarkan persamaan :

Sa = 𝑆𝐷1

𝑇 ............................................................................................................... (2.7)

Dengan :

SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek

SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik

T = periode getar fundamental struktur

T0 = 0,2 𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

11

Ts = 𝑆𝐷1

𝑆𝐷𝑆

Gambar 2.1 Spektrum Respons Desain

2.3.3.3 Katagori resiko gempa menurut SNI 1726-2002

Tabel 2.2 Katagori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Untuk Beban

Gempa.

Jenis pemanfaatan Katagori resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada

saat terjadi kegagalan, termasuk, tapitidak dibatasi untuk, antara lain :

- Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, perikanan

- Fasilitas sementara

- Fudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resi I, II, IV

termasuk taoi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor

- Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen / rumah susun

- Pusat Perbelanjaan

- Bangunan industri

II

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

12

- Fasilitas manufaktur

- Pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada

saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Bioskop

- Gedung pertemuan

- Stadion

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

- Fasilitas penitipan anak

- Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan non gedung tidak termasuk dalam kategori resiko IV yang memiliki

potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar atau gangguan masal

terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari apabila terjadi kegagalan, termasuk, tap

tidak dibatasi untuk :

- Pusat pembangkit listrik biasa

- Fasilitas penanganan air

- Fasilitas penanganan limbah

- Pusat telekomunikasi

Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori IV, (termasuk tetapi

tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,

pengguanaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia

berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung

bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai

batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan

bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.

III

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk,

tetapi tidak dibatsi untuk :

- Bangunan-bangunan monumental

- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah

dan unit gawat darurat

- Fasiltas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi

kendaraan darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat

berlindung darurat lainnya

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya

untuk tanggap darurat

- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada

saat keadaan darurat

- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan

bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam

kebakaran atau struktur rumah atau strukur pendukung air atau material atau

perlatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat

keadaan darurat.

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur

bangunan lainnya yang masuk ke dalam akategori resiko IV.

IV

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

13

2.3.3.4 Faktor kutamaan gempa menurut SNI 1726-2002

Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa.

Kategori resiko Faktor keutamaan gempa Ie

I atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

2.3.3.5 Koefisien Situs

Tabel 2.4 Koefisien Situs Fa.

Kelas

Situs

Parameter respons spektral percepatan gempa MCERterpetakan pada

operioda pendek, T=0,2 detik Ss

Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,0 Ss ≥ 1,25

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF SSb

Tabel 2.5 Koefisien Situs Fv.

Kelas

Situs

Parameter respons spektral percepatan gempa MCERterpetakan pada

perioda 1 detik, S1

S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF SSb

2.3.3.6 Kategori Desain Seismik

Tabel 2.6 Katagori Desain Seismik untuk Periode Pendek.

Nilai SDS Kategori Desain

I atau II atau III IV

SDS < 0,167 A A

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

14

0,167 ≤ SDS < 0,33 B C

0,33 ≤ SDS < 0,50 C D

0,50 ≤ SDS D D

Tabel 2.7 Katagori Desain Seismik untuk Periode 1 detik.

Nilai SD1 Kategori Desain

I atau II atau III IV

SD1 < 0,167 A A

0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C

0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D

0,20 ≤ SD1 D D

2.3.3.7 Pengaruh Beban Gempa Vertikal

Menurut SNI 1726-2012 pengaruh beban vertikal Ev harus ditentukan

dengan persamaan :

Ev = 0,2 SDS D .................................................................................................... (2.8)

Dengan :

SDS = parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek

D = pengaruh beban mati

2.3.3.8 Pengaruh Beban Gempa Horisontal

Menurut SNI 1726-2012 pengaruh beban hotisontal Eh harus ditentukan

dengan persamaan :

Eh = 𝜌𝑄𝐸 ............................................................................................................. (2.9)

Dengan :

𝑄𝐸 = pengaruh gaya beban horisontal dari V atau Fp

𝜌 = faktor redundansi

2.3.4 Beban Angin

Menurut PPIUG 1983, beban angin ditentukan dengan adanya tekanan

positif dan tekanan negatif yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang

ditinjau. Besarnya tekakan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

15

2.3.5 Beban Kombinasi

Dalam SNI 1726-2012 stuktur bangunan dan non bangunan harus dirancang

menggunakan kombinasi pembebanan berdasarkan kombinasi beban metode

tegangan ijin dan metode ultimit.

Tabel 2.8 Kombinasi Beban untuk Metode Ultimit dan Metode Tegangan Ijin

Beban Metode Ultimit Metode Tegangan Ijin

Beban Mati 1,4 D D

Beban Hidup 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R)

D + L

D + (Lr atau R)

D + 0,75 L + 0,75 (Lr atau R)

Beban Angin

1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5

W)

1,2 D + 1,0 W + L +0,5 (Lr atau R)

0,9 D + 1,0 W

0,6 D + 0,6 W

0,6 D + 0,7 E

D + (0,6W atau 0,7 E)

D + 0,75 (0,6 W atau 0,7 E)

D + 0,75 (0,6 W atau 0,7 E) + 0,75

L + 0,75 (Lr atau R) Beban Gempa 1,2 D + 1,0 E + L

0,9 D + 1,0 E

2.3 Beton Bertulang

Menurut Dipohusodo (1994) beton bertulang adalah brton yang diperkuat

dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu

membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan

demikian tersusun pembagian tugas, di mana batang tulangan baja bertugas

memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk

menahan gaya tekan.

Menurut SNI-03-2847-2002 beton bertulang adalah beton yang ditulangi

dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum, yang

disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi

bahwa kesua material bekerja bersamam-sama dalam menahan gaya yang bekerja.

2.3.1 Kuat Beton Terhadap Gaya Tekan

Menurut Dipohusodo (1994) kuat Beton Terhadap Gaya Tekan Perilaku

komponen struktur beton bertulang pada waktu menahan beban diantaranya ialah

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

16

gaya aksial, gaya geser, puntiran ataupun merupakan gabungan dari gaya-gaya

tersebut. Secara umum dapat dipahami bahwa perilaku tersebut tergantung pada

hubungan tegangan – regangan yang terjadi didalam beton dan juga jenis tegangan

yang ditahan.

Gambar 2.2 Regangan Tegangan pada Beton

2.3.2 Kuat Beton Terhadap Gaya Tarik

Menurut Dipohusodo (1994) Nilai kuat tekan dan tarik beton tidak

berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai

peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa

nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat

tekannya. Kuat tarik bahan beton dapat ditentukan melalui pengujian split cylinder

yang umumnya memberikan hasil yang lebih baik dan lebih mencerminkan kuat

tarik yang sebenernya. Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah

disebut sebagai split cylinder strength, diperhitungakan sebagai berikut:

𝑓𝑡 = 2

π

𝑃

LD .......................................................................................................... (2.10)

Dengan :

ft = kuat tarik belah (N/m2)

P = beban pada waktu belah (N)

L = panjang benda uji silinder (m)

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

17

D = diameter benda uji silinder (m)

2.4 Perencanaan Struktur

2.4.1 Perencanaan Plat

Pelat merupakan komponen srtuktur bangunan yang secara khusus terbuat

dari material monolit yang tingginya lebih kecil dibandingkan dengan dimensi-

dimensi lainnya. Pelat juga merupakan suatu struktur yang menahan beban hidup

secara langsung. Pelat dibagi menjadi 2 yaitu :

2.4.1.1 Pelat satu arah

Menurut Rusdianto (2005), apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi

pendek yang saling tegak lurus lebih besar dari, maka pelat dapat dianggap hanya

bekerja sebagai pelat satu arah. Pada pelat dengan penulangan satu arah beban luar

yang bekerja pada pelat akan didistribusikan kearah sisi bentang pendek sehingga

didalam perencanaan pelat dapat dianggap sebagai balok tunggal atau balok

menerus searah dengan sisi bentang pendek pelat.

Tebal minimum balok dan pelat satu arah non prategang bila lendutan tidak

dihitung dapat direncanakn berdasarkan SNI T-15-03-1993 pasal 3.2.5 sebagai

berikut :

Tabel 2.9 Minimum Balok atau Pelat Satu Arah Bila Lendutan Tidak

Tiperhitungkan

Tebal minimum h

Komponen

struktur

Dua tumpuan Satu ujung menerus Kedua ujung

menerus Kantilever

Komponen tidak mendukung atau menyatu dengan partisi atau konstruksi lain

yang akan rusak karena lendutan besar.

Pelat solid atau

arah

𝐿𝑛

20

𝐿𝑛

24

𝐿𝑛

28

𝐿𝑛

10

Balok atau pelat

lajur satu arah

𝐿𝑛

16

𝐿𝑛

18,5

𝐿𝑛

21

𝐿𝑛

8

Pelat yang menerus adalah bersifat statis tak tentu sehingga dalam

perhitungannya harus menggunakan sifat-sifat mekanika tak tentu. Banyak metode

yang digunakan untuk menghitung momen dan gaya lintang pada struktur statis tak

tentu. Pada kondisi tertentu dimana pelat harus mempunyai bentang, beban, dan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

18

dimensi yang sama atau hampir sama. Dengan demikian maka ringkasan langkah-

langkah atau perencanaan plat terlentur satu arah adalah sebagai berikut :

• Hitung tebal plat.

• Hitung beban mati beban berat sendiri plat, kemudian itung beban

rencana total.

• Hitung momen rencana Mu.

• Perkirakan atau hitung tinggi efektif plat d.

• Hitung k perlu :

k = 𝑀𝑢

∅ 𝑏𝑑2.................................................................................... (2.11)

• Tentukan rasio penulangan p dan yang tidak melampaui Pmaks

apabila p > P maks maka plat dibuat lebih tebal lagi.

• Hitung As yang diperlukan :

As = p.b.d ................................................................................. (2.12)

• Dengan menggunakan tabel A-3 pilihlah tulangan baja pokok yang

akan dipasang. Periksalah jarak maksimum antara tulangan dari

pusat ke pusat 3h atau 500 mm.

• Sesuai SK SNI T-15-1991-03 pilih tulangan untuk susut dan suhu

As = 0,0020 bh (400

𝑓𝑦) untuk baja mutu 30 ................................. (2.13)

As = 0,0018 bh (400

𝑓𝑦) untuk baja mutu 40 ................................. (2.14)

• Jumlah luas penampang tulangan baja pokok tidak boleh kurang dari

jumlah luas penulangan susut dan suhu.

2.4.1.2 Pelat dua arah

Menurut Rusdianto (2005), apabila pelat didukung sepanjang keempat

sisinya dan bersifat statis tak tertentu. Momen-momen yang timbul pada pelat dua

arah ini meliputi momen tumpuan arah x dan y (Mtx dan Mty) serta momen

lapangan arah x dan y (Mlx dan Mly).

Menurut SNI 2847-2013 untuk menghitung momen pada pelat dua arah

dipakai rumus :

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

19

Mo = qu x l x ln

8

Tabel 2.10 Distribusi Pelat 2 Arah

Gambar 2.3 Distribusi Momen pada Pelat

Dengan demikian maka ringkasan langkah-langkah atau perencanaan plat

terlentur satu arah adalah sebagai berikut :

• Hitung tebal plat.

• Hitung beban mati beban berat sendiri plat, kemudian itung beban

rencana total.

• Hitung momen rencana Mu dengan persamaan tabel 2.10.

• Direncanakan, h dan b Hitung k perlu :

k = 𝑀𝑢

∅ 𝑏𝑑2.................................................................................... (2.15)

• Tentukan rasio penulangan p dan yang tidak melampaui P maks

apabila p > P maks maka plat dibuat lebih tebal lagi.

• Hitung As yang diperlukan :

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

20

As = p.b.d ................................................................................. (2.16)

• Dengan menggunakan tabel A-3 pilihlah tulangan baja pokok yang

akan dipasang. Periksalah jarak maksimum antara tulangan dari

pusat ke pusat 3h atau 500 mm.

• Hitung a = ( 𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑦

0,85 𝑥 𝑓𝑐 𝑥 𝑏) ........................................................... (2.17)

• Kemudian hitung Mn = (As x fy) (d-a/2) ................................ (2.18)

• MR = ∅ 𝑀𝑛 ............................................................................... (2.19)

• Mn > Mu (Aman)

2.4.2 Perencanaan Balok Beton Bertulang

2.4.2.1 Perencanaan Balok Bertulangan Tunggal

Suatu balok dinyatakan bertulangan tunggal jika pada penampang beton

bertulang tersebut hanya diperhitungkan terpasang baja tulangan pada satu sisi saja

yaitu pada bagian serat yang menerima gaya tarik. Pada lapangan, kita lihat bahwa

suatu balok yang bertulangan tunggal jarang dijumpai dilapangan. Hal ini

disebabkan karena pada perencanaan suatu bangunan, gaya gempa yang arahnya

bolak-balik juga diperhitungkan. Sehingga bidang momen pada suatu bentang

kadang bias bernilai positif maupun negatif. Telah dijelaskan juga bahwa kondisi

seimbang tercapai apabila tulangan baja luluh pada saat beton mencapai regangan

ultimitnya sebesar 3.10-3, artinya pada saat tulangan baja mencapai regangan

luluhnya, 𝜀𝑦 = 𝑓𝑦

𝐸𝑠.

Apabila harus direncanakan tulangan tunggal menggunakan perbandingan

segitiga akan diperoleh perbandingan sebagai berikut :

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

21

Gambar 2.4 Balok Tulangan Tunggal

• 𝑐𝑏

𝑑.=

0,003

0,003+𝑓𝑦/𝐸𝑠 ............................................................................. (2.20)

• Jika nilai Es diambil sebesar 200.00 MPa, maka

Cb = 600

600 +𝑓𝑦 d ..................................................................................(3.21)

• 0,85 fc’ ab b = Asb fy atau ab = 𝐴𝑠𝑏 𝑥 𝑓𝑦

0,85 𝑓𝑐′𝑏 ........................................... (3.22)

• 𝜌𝑏 = 𝐴𝑠𝑏

𝑏 𝑥 𝑑 .......................................................................................... (3.23)

• Subsitusikan nilai Cb untuk mendapatkan persamaan umum rasio tulangan

seimbang

𝜌𝑏 = 0,85 x 𝛽1 𝑓𝑐′

𝑓𝑦 (

600

600+ 𝑓𝑦) ............................................................... (3.24)

• Momen suatu balok persegi bertulangan tunggal dapat dihitung dengan

mengalikan nilai C atau T dengan jarak kedua gaya tersebut dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut :

Mn = 0,85 x fc’ x a x b (d 𝑎

2)= As x fy x (d

𝑎

2) ....................................... (3.25)

• Untuk mendapatkan besarnya kuat rencana ∅𝑀𝑛 maka kuat momen

nominal harus reduksi dengan cara dikalikan dengan faktor reduksi ∅

∅𝑀𝑛 = ∅ As x fy x (d 𝑎

2)= ∅ As x fy x (d

𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑦

1,7 𝑓𝑐 𝑥 𝑏) ................................ (3.26)

• Selanjutnya kontrol Mr > Mu (AMAN)

• Gambar sketsa rancangan

2.4.2.2 Perencanaan Balok Bertulangan Rangkap

Pada lapangan, kita lihat bahwa suatu balok yang bertulangan tunggal jarang

dijumpai dilapangan. Hal ini disebabkan karena pada perencanaan suatu bangunan,

gaya gempa yang arahnya bolak-balik juga diperhitungkan. Sehingga bidang

momen pada suatu bentang kadang bias bernilai positif maupun negatif. Sehingga

balok bertulangan rangkap.

Menurut Dipohusodo (1994) penulangan rangkap juga dapat memperbesar

momen tahanan pada balok. Apabila suatu penampang dikehendaki untuk

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

22

menopang beban yang lebih besar dari kapasitasnya, sedangkan dilain pihak sering

kali pertimbangan teknis pelaksanaan dan arsitektural membatasi penampang balok

yang sudah tertentu dimensinya disebut. Hal ini dapat dilakukan dengan

penambahan tulangan tarik hingga melebihi batas nilai ρ maksimum bersamaan

dengan penambahan bahan baja didaerah tekan penampang balok. Hasilnya adalah

balok dengan penulangan rangkap dimana tulangan baja tarik dipasang didaerah

tarik dan tulangan tekan didaerah tekan.

Pada keadaan demikian berarti tulangan baja tekan bermanfaat untuk

memperbesar kekuatan balok. Akan tetapi dari berbagai penggunaan tulangan tekan

dengan tujuan peningkatan kuat lentur suatu penampang terbukti merupakan cara

yang kurang efisien terutama dari segi ekonomi baja tulangan dan pelaksanaannya

dibandingkan dengan manfaat yang dicapai. Dengan usaha mempertahankan

dimensi balok tetap kecil pada umumnya akan mengundang masalah lendutan dan

perlunya menambah jumalah tulangan geser pada daerah tumpuan, sehingga akan

memperumit pelaksanaan pemasangannya. Penambahan penulangan tekan dengan

tujuan utama untuk memperbesar kuat lentur penampang umumnya jarang

dilakukan kecuali apabila sangat terpaksa.

Dalam analisis balok bertulangan rangkap akan dijumpai dua jenis kondisi

yang umum. Yang pertama yaitu bahwa tulangan tekan luluh bersamaan dengan

luluhnya tulangan tarik saat beton mencapai regangan maksimum 0,003. Sedangkan

kondisi kedua yaitu dimana tualngan tekan masih belum luluh saat tulangan tarik

telah luluh bersama dengan tercapainya regangan 0,003 oleh beton. Jika regangan

tekan baja tekan ( ’s) sama atau lebih besar dari regangan luluhnya ( y), maka

sebagai batas maksimum tegangan tekan baja tekan diambil sama dengan tegangan

luluhnya (fy). Sedangkan apabila regangan tekan baja yang terjadi kurang dari

regangan luluhnya, maka tegangan tekan baja adalah f’s = ’s.Es, dimana Es

adalah modulus elastisitas baja. Tercapainya masing-masing keadaan (kondisi)

tersebut tergantung dari posisi garis netral penampang.

Dengan demikian ringkasan langkah-langkah perencanaan balok

bertulangan rangkap menurut adalah sebagai berikut :

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

23

• Ukuran penampang sudah direncanakan

• d = h – 100 mm .................................................................................. (2.27)

• K = 𝑀𝑢

∅ 𝑏𝑑2

MR maks = ∅ 𝑏𝑑2𝑘 ................................................................................(2.28)

• Apabila MR < Mu rencanakan balok sebagai tulangan rangkap dan apabila

sebaliknya maka rencanakan sebagai balok bertulangan tarik saja.

Apabila harus direncanakan tulangan rangkap maka yang harus direncanakan

adalah :

• Menghitung rasio penulangan pasangan kopel gaya beton tekan dan

tulangan baja tarik

𝜌 = 0,90 (𝜌𝑚𝑎𝑘𝑠) = 0,90 (0,75 𝜌𝑏) ............................................... (2.29)

• Menentukan kapasitas momen dari pasangan kopel gaya beton tekan dan

tulangan baja tarik

MR1 = ∅ 𝑏𝑑2𝑘 .................................................................................... (2.30)

Menghitung tulangan bajatarik yang diperlukan untuk pasangan kopel

gaya beton dan tulangan baja tarik adalah

As1 perlu = 𝜌𝑏𝑑 .................................................................................. (2.31)

• Menghitung selisih momen atau momen yang harus ditahan oleh pasangan

gaya tulangan baja tekan dan tarik tambahan yaitu

MR = Mu – MR1 ................................................................................... (2.32)

• Berdasarkan pada pasnagan kopel gaya tulangan baja tekan dan tarik

tambahan, hitung gaya tekanpada tulangan yang diperlukan (contoh bahwa

d 70 mm)

ND2 = 𝑀𝑅2

∅ (𝑑−𝑑1) .................................................................................... (2.33)

• Dengan ND2 = As’ . fs

’ hitung fs’ sedemikian hingga As

’ dapat ditentukan.

Hal tesebut dapat dilakukan dengan menggunakan letak garis netral dari

pasangan gaya beton tekan dan tulangan baja tarik kemudian memeriksa

regangan 𝜀𝑠 pada tulangan tekan, sedangkan untuk nilai 𝜀𝑦 sebgaai berikut:

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

24

a = 𝐴𝑠1 𝑓𝑦

(0,85 𝑓𝑐′)𝑏

........................................................................................ (2.34)

c = 𝑎

𝛽1 .................................................................................................. (2.35)

𝜀𝑠 = 𝑐−𝑑′

𝑐 (0,003) ................................................................................. (2.36)

Apabila 𝜀𝑠 ≥ 𝜀𝑦 tulangan baja tekan telah meluluh pada momen ultimit

dan fs’ = fy

’ sedangkan apabila 𝜀𝑠 < 𝜀𝑦 hitunglah fs’ = 𝜀𝑠

′ 𝐸𝑠 dan gunakan

tegangan tersebut untuk melanjutkanke langkah berikutnya.

• Karena ND2 = As’ fs’

Maka As perlu 𝑁𝐷2

𝑓𝑠′ ............................................................................. (2.37)

• Menghitung As2 perlu,

As2 = 𝑓𝑠′ 𝐴𝑠′

𝑓𝑦 .......................................................................................... (2.38)

• Menghitung jumlah luas tulangan bajatarik total yang diperlukan,

As = As1 + As2 ..................................................................................... (2.39)

• Memilih batang tulangan baja tekan As’

• Memilih batang tulangan baja tarik (As), dan periksa lebar balok dengan

mengusahakan agar tulangan dapat dipasang dalam satu lapis saja.

• Memeriksa d aktual dan bandingkan dengan d teoretis. Apabila d aktual

sidikit lebih besar, berarti rancangan agak konservatif (lebih aman).

Apabila d aktual lebih kecil berarti perencanaan kurang aman, dan harus

dilakukan perencanaan ulang.

• Gambar sketsa rancangan

2.4.3 Perencanaan Kolom

Menurut Rusdianto (2005), kolom merupakan elemen vertikal dari

bangunan rangka yang memikul beban yang berasal dari balok. Elemen kolom

merupakan batang tekan sehingga keruntuhan yang terjadi pada suatu kolom dapat

menyebabkan runtuhnya lantai diatasnya dan runtuhnya bangunan secara

keseluruhan. Untuk memberikan keamanan yang cukup pada perencanaan kolom

maka peraturan beton Indonesia SK SNI-T_15-03-1993 menyaratkan faktor reduksi

kekuatan yang lebih kecil dibandingkan elemen lainnya.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

25

Sebagai bagian dari suatu kerangka bangunan dengan fungsi dan peran

seperti tersebut, kolom menempati posisi penting di dalam system struktur

bangunan. Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen

struktur lain yang berhubungan dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh

total keseluruhan struktur bangunan. Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan

komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas, bersifat

mendadak.

Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom harus

memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih

tinggi daripada untuk komponen sturuktur lainnya. Selanjutnya, karena penggunaan

di dalam praktek umumnya kolom tidak selalu bertugas menahan beban aksial

vertikal, defenisi kolom memperluas dengan mencakup juga tugas menahan

kombinasi beban aksial dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom harus

diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.

Jenis kolom berdasarkan bentuk dan macam penulangannya dapat dibagi menjadi

tiga, yaitu :

1. Kolom segi empat atau bujur sangkar dengan tulangan memanjang dan

sengkang. Kolom menggunakan pengikat dengan sengkang lateral. Kolom

ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan

memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

26

sengkang kearah lateral, sedemikian rupa hingga pengulangan keseluruhan

membentuk kerangka.

Gambar 2.5 Kolom Persegi

2. Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan sengkang berbentuk spiral.

Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang

pertama hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah

tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di

sepanjang kolom.

Gambar 2.6 Kolom Bundar

3. Kolom komposit, gabungan antara beton dan profit baja sebagai pengganti

tulangan didalamnya. Struktur kolom komposit, merupakan komponen

struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

27

profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang tulangan pokok

memanjang.

Gambar 2.7 Kolom Komposit

Kolom bersengkang merupakan jenis kolom yang paling banyak digunakan

karena pengerjaan yang mudah dan murah. Akan tetapi kolom segiempat dengan

penulangan memanjang kadang-kadang digunakan juga, terutama untuk kolom

yang memerlukan daktilitas tinggi untuk daerah rawan gempa.

Dalam analisa penampang kolom harus mengetahui gaya-gaya dalam yang

bekerja pada penampang tersebut, maka dapat diketahui penampang yang

merupaka penjumlahan gaya-gaya dalam yang berasal dari beton dan tulangan baja

sedangkan momen kapasitas penampang merupakan kopel momen gaya-gaya

dalam tersebut terhadap pusat plastic penampang. Berikut tahapan analisa

penampang kolom :

• Data-data yang diketahui b, h, fc’, dan fy

• Regangan tekan beton :

𝜀𝑏 = 0,003 .............................................................................................. (2.40)

• Regangan tarik dan tekan baja :

𝜀𝑠 = 𝜀𝑠′ = 𝜀𝑦 ....................................................................................... (2.41)

• Gaya tarik baja :

Ts = As1 x fy ........................................................................................... (2.42)

• Gaya tekan beton :

Cc = 0,85 x fc’ x a x b ............................................................................. (2.43)

• Gaya baja di daerah tekan :

Cs = As’ x fy = As’ (fy – 0,85 fc’) ........................................................... (2.44)

• Garis netral penampang :

𝐶𝑏

𝑑 =

𝜀𝑏

𝜀𝑠+𝜀𝑏

𝐶𝑏

𝑑 =

0,003𝑓𝑦

𝜀𝑠+0,003

....................................................................................... (2.45)

Dengan 𝜀𝑠 = 2,0 x 105 Mpa

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

28

• Garis netral

Cb = 600

600 + 𝑓𝑦 ........................................................................................ (2.46)

• Kapasitas desak aksial

Pnb = Cc + Cs – Ts

Pn = 0,85 x fc’ x a x b + As’ x (fy - 0,85 fc’) – As x fy ........................... (2.47)

• Cek penampang

𝜙 𝑃𝑛 ≤ 𝑃𝑢 dan

𝜙 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 ........................................................................................... (2.48)

Dimana nilai

𝜙 = 0,65 untuk kolom bertulang sengkang

𝜙 = 0,70 untuk kolom bertulang spiral

𝜙 = 0,80 untuk kolom dengan beban simetris

Gambar 2.8 Diagram Regangan pada Kolom

Berdasarkan beban yang diterima, kolom dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Kolom sentries yaitu bila :

a. Pada setiap ujung kolom bertumpuan sendi (pendek)

b. Pada beban yang bekerja pada kolom hanya beban aksial (gaya normal)

saja.

2. Kolom eksentris yaitu bila :

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

29

Pada kolom bagian atas maupun bawah berhubungan kaku dengan

komponen horizontal (balok). Ditinjau dari kelangsingan kolom dibedakan

atas :

a. Kolom pendek, keruntuhan akibat gaya tekan

b. Kolom panjang (langsing), keruntuhan diakibatkan oleh faktor tekuk kolom

tersebut.

Menurut SNI (2847-2013), peraturan tidak memberikan definisi batas

panjang maksimum kolom pendek, tetapi menetapkan kegunaannya suatu proses

evaluasi kelangsingan pada batas nilai rasio kelangsingan tertentu. SNI (2847-

2013) menetapkan, pengaruh kelangsingan boleh diabaikan dalam kasus-kasus

berikut :

a. Untuk komponen struktur tekan yang tidak dibreising terhadap goyangan

menyamping :

𝑘 . 𝑙𝑢

𝑟 ≤ 22 ............................................................................................. (2.49)

b. Untuk komponen struktur tekan yang dibreising terhadap goyangan

menyamping :

𝑘 . 𝑙𝑢

𝑟 ≤ 34 – 12 [ M1 / M 2 ] ≤ 40 ........................................................... (2.50)

Dimana :

K = Factor panjang efektif kolom

lu = panjang kolom yang ditopang

r = jari-jari potongan lintang kolom = √𝐼/𝐴

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

30

Dimana M1/M2 adalah positif jika kolom dibengkokan dalam kurva

tunggal, dan negatif jika komponen struktur dibengkokkan dalam kurva ganda.

Gambar 2.9 Faktor Panjang Efektif Kolom

Menurut SNI (2847-2013), factor panjang efektif tahanan ujung k, dalam

berbagai kondisi dapat dilihat dalam grafik di bawah ini :

Dengan :

𝜓 = rasio 𝛴(𝐸𝑙

𝑙𝑐) komponen struktur tekan terhadap 𝛴(

𝐸𝑙

𝑙) komponen struktur

lentur dalam suatu bidang di salah satu ujung komponen struktur tekan.

𝑙 = panjang batang komponen lenturyang diukur pusat ke pusat pertemuan.

2.4.3.1 Kuat Beban Aksial Maksimum

Ketentuan rumus kuat beban aksial maksimum SNI 28472013 pasal 10.3.6

adalah sebagai berikut :

1. Kolom dengan penulangan spiral :

ϕPn (maks) = 0.85 ϕ (0.85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast) ............................... (2.51)

2. Kolom dengan penulangan sengkang :

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

31

ϕPn (maks) = 0.85 ϕ (0.85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast) ............................... (2.52)

Pu ≤ ϕPn

Dimana :

Ag = luas kotor penampang lintang kolom (mm2)

Ast = luas total tulangan memanjang (mm)

Pn = kuat beban aksial nominal atau teoritis dengan eksentrisitas tertentu

Pu = beban aksial terfaktor dengan eksentrisitas

2.5 Sistem Rangka Pemikul Momen

Menurut SNI 1726:2012 sistem struktur yang pada dasarnya memiliki

rangka pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang

diakibatkan oleh gempa dipikul oleh rangka pemikul momen melalui mekanisme

lentur. Sistem rangka pemikul momen ini dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu :

2.5.1 Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)

Suatu sistem rangka yang memenuhi ketentuan-ketentuan pasal 3 hingga

pasal 20 SNI 03-2847-2002. Sistem rangka ini pada dasarnya memiliki tingkat

daktiltas terbatas dan hanya cocok digunakan di daerah dengan resiko gempa yang

rendah.

2.5.2 Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)

Suatu sistem rangka yang selain memenuhi ketentuan-ketentuan untuk

rangka pemikul momen biasa juga memenuhi ketentuan-ketentuan detailing.

Sistem ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas sedang.

2.5.3 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Sistem rangka pemikul momen khusus dimana struktur rangka beton

bertulang direncanakan berperilaku daktail penuh artinya semua kapasitas daktilitas

strukturnya dikerahkan secara maksimal.

2.5.3.1 Persyaratan Detailing Komponen Struktur Lentur

1. Persyaratan Geometri

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

32

Komponen struktur didefinisikan sebagai komponen struktur

diaman gaya aksial tekan terfaktor yang bekerja pada penampangnya tidak

melebihi 0,1 Agfc’ dengan Ag adlah luas penampang komponen struktur.

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk komponen lentur,

yaitu :

• Bentang komponen struktur tidak boleh kurang dari empat kali

tinggi efektifnya.

• Perbandingan lebar terhadap tinggi komponen struktur tidak

boleh kurang dari 0,3.

• Lebar penampang haruslah

a) ≥ 250 mm

b) ≤ lebar kolom ditambah jarak pada sisi kolom yang tidak

melebihi tiga per empat tinggi komponen struktur lentur.

Persyaratan ini terkait dengan transfer momen akibat gempa

dari elemen struktur balok ke kolom.

Gambar 2.10 Ketentuan Dimensi Balok

2. Persyaratan Tulangan Lentur

Ada beberapa persyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan

pada perencanaan komponen lentur SRPMK, diantaranya yaitu :

• Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar

dari luas tulangan minimum yang disyaratkan yaitu

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

33

(0,25bwd√fc)/fy atau (1,4bwd)fy dengan bw dan d masing-masing

adalah lebar dan tinggi efektif penampang komponen lentur.

Rasio tulangan lentur maksimum ρmaks 0,025.

• Kuat lentur positif balok pada kolom harus lebih besar atau sama

sengan setengah kuat lentur negatifnya. Kuat lentur negatif dan

positif setiap penampang di sepanjang bentang harus tidak

kurang dari seperempat kuat lentur pada bentang.

• Sambungan untuk penyambung tulangan lentur harus diberi

tulangan sengkang di sepanjang sambungan, pemasangan

tulangan sengkang ini penting untuk mengekang beton di daerah

sambungan.

• Sambungan tidak boleh ditempatkan pada :

a) Daerah hubungan balok-kolom.

b) Daerah hingga jark dua kali tinggi balok h dari muka kolom.

c) Lokasi yang berdasarkan hasil analisis memperlihatkan

kemungkinan terjadinya lelh lentur akibat perpindahan

lateral inelastis struktur portal bangunan.

Gambar 2.11 Persyaratan Sambungan Lewatan

3. Persyaratan Tulangan Transversal

Tulangan transversal pada komponen lentur dibutuhkan terutama

untuk menahan geser, mengekang daerah inti penampang beton dan

menyediakan tahan lateral bag batang-batang tulangan lentur di mana

tegangan leleh dapat terbentuk. Karena pengelupasan selimut beton dapat

terjadi saat gempa kuat, maka semua tulangan transversal pada elemen

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

34

SRPMK harus dibentuk tulangan sengkang tertutup. Beberapa persyaratan

harus dipenuhi untuk pemasangan tulangan sengkang tertutup, yaitu :

• Sengkang tertutup harus dipasang :

a) Pada daerah dua kali tinggi balok dari muka tumpuan.

b) Di sepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi

dari suatu penampang yang berpotensi membentuk sendi

plastis.

• Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50

mm dari muka tumpuan.

a) d/4 dengan d adalah tinggi efektif penampang komponen

lrntur.

b) Delapan kali diameter terkecil tulangan lentur.

c) 24 kali diameter batang tulangan sengkan tertutup.

d) 300 mm.

Gambar 2.12 Persyaratan Tulangan Tranversal

2.5.3.2 Persyaratan Kuat Geser untuk Komponen Stuktur Lentur

Kuat geser perlu Ve untuk perencanaan geser bagi komponen

struktur lentur SRPMK harus ditentukan dari peninjjauan gaya statik pada

komponen struktur antara dua muka tumpuan.

Ve = 𝑀𝑝𝑟1+𝑀𝑝𝑟2

𝐿 ±

𝑊𝑢 𝐿

2 ......................................................................... (2.53)

Dimana :

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

35

Ve = kuat geser diujung balok

Mpr1 = kuat lentur maksimum

Mpr2 = kuat lentur maksimum

Wu = pengaruh beban gravitasi

L = panjang bentang bersih balok

Momen ujung Mpr dihitung berdasarkan nilai kuat tarik baja

tulangan yang telah diperbesar dengan menerapkan faktor kuat lebih bahan

yaitu sebesar 1,25 fy.

2.5.3.3 Persyatan Detailing Komponen Struktur yang Menerima

Kombinasi Lentur dan Beban Aksial

1. Persyaratan Geometri

Komponen struktur yang diabhas dalam pasal ini adalah komponen

struktur kolom, yang menerima kombinasi lentur dan beban aksial.

Besarnya beban aksial terfaktor yang bekerja pada komponen struktur

kolom tidak kurang dari 0,1 Agfc’. Beberapa persyaratan geometri juga

harus dipenuhi oleh komponen struktur kolom SRPMK, diantaranya :

• Ukuran penampang tidak kurang dari 300 mm.

• Perbandingan ukuran kecil penampang terhadap ukuran dlaam

arah tegak lurusnya tidak kurang dari 0,4.

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

36

Gambar 2.13 Persyaratan Geometri Kolom

2. Perencanaan Lentur

Berdasarkan SNI Beton, kuat lentur kolom SRMPK harus

memenuhi ketentuan kolom kuat balok lemah.

ΣMe ≥(6/5) ΣMg ................................................................................... (2.54)

Dengan :

ΣMe = jumlah Mn kolom yang merangka pdaa hubungan balok kolom.

Mn harus dihitung untuk gaya aksial, terfaktor sesuai dengan arah

gaya lateral yang ditinjau dan yang menghasilkan Mn terkecil.

ΣMg = jumlah Mn balok yang merangka pada hubungan balok kolom.

Pada konstruksi balok T, di mana pelat dalam keadaan tertarik pada

muka kolom. Tulangan pelat yang berada dalam daerah lebar efektif

pelat harus diperhitungkan dalam menentukan Mn balok bila

tulangan tersebut terangkur dengan baik pada penampang kritis

lentur.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

37

Untuk perhitungan Mn pada balok T, berdasarkan SNI Beton lebar

efektif pelat pada konstruksi balok T tidak boleh melebihi seperempat

bentang balok, selain itu, lebar efektif dari masing-masing sisi badan balok

T tidak boleh melebihi :

• 8 kali tebal pelat.

• ½ jarak bersi anta balok-balok yang bersebelahan.

Untuk balok tepi, lebar efektif sayap dai sisi badan tidak boleh lebih dari :

• 1/12 dari bentang balok.

• 6 kali lebih tebal pelat.

• ½ jarak bersih antara balok-balok yang bersebelahan.

3. Persyaratan Tulangan Transversal

Tulangan transversal pada kolom utama berfungsi unttuk

mengekang daerah inti kolom, pada saat kolom menerima gaya aksial tekan,

inti kolom cenderung mengembang karena adanya pengaruh rasio Poisson

dan sifat dilatasi material beton (Imran dan Pantazopoulou, 2001).

Gambar 2.14 Sambungan Lewatan pada Kolom

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

38

Richart Dkk. (1928) memberikan persamaan untuk mengestimasi

nilai kuat tekan aksial beton yang terkekang oleh tegangan lateral fl :

flcc = f

ic +4,1 fl ........................................................................................ (2.55)

dengan flcc adalah nilai kuat tekan beton yang terkekang.

Menurut SNI Beton (BSN, 2002b) mesyaratkan bahwa jumlah

tulangan spiral atau sengkang tertutup yang dipsanag di daerah-daerah

tertentu kolom yang berpotensi membentuk sendi plastis harus memenuhi

ketentuan-ketentuan berikut :

• Rasio tulangan sengkang ρsi tidak boleh kurang dari

ρs = 0,12 𝑓𝑐′

𝑓𝑦ℎ ...................................................................... (2.56)

ρs* = 0,45 (

𝐴𝑔

𝐴𝑐 – 1)

𝑓𝑐′

𝑓𝑦ℎ ........................................................ (2.57)

• Kuas penampang sengkangtidak boleh kurang dari persamaan-

persamaan berikut :

a) Untuk potongan penampang yang arah normalnya x

Ashx* = 0,3 (shcx 𝑓𝑐′

𝑓𝑦ℎ) (

𝐴𝑔

𝐴𝑐ℎ -1) ............................................. (2.58)

Ashx = 0,09 (shcx 𝑓𝑐′

𝑓𝑦ℎ) .......................................................... (2.59)

b) Untuk potongan penampang yang arah normalnya y

Ashy* = 0,3 (shcy 𝑓𝑐′

𝑓𝑦ℎ) (

𝐴𝑔

𝐴𝑐ℎ -1) ............................................. (2.60)

Ashx = 0,09 (shcy 𝑓𝑐′

𝑓𝑦ℎ) .......................................................... (2.61)

Dimana :

Ashx = luas tulangan transversal dalam rentang spasi s dan tegak

lurus terhadap dimensi hcx

Ashy = luas tulangan transversal dalam rentang spasi s dan tegak

lurus terhadap dimensi hcy

s = spasi tulangan transversal

hcx = dimensi penampang kolom yang arahnya sejajar dengan

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

39

sumbu x

hcy = dimensi penampang kolom yang arahnya sejajar dengan

sumbu y

Ag = luas bruto penampang kolom

Ach = luas penampang inti kolom dari sisi luar tulangan

sengkang

Ac = luas penampang inti kolom dari sisi luar tulangan spiral

fyh = kuat leleh tulangan trasnversal

4. Perencanaan Geser

Gaya geser rencana, Ve untuk perencanaan geser kolom harus

ditentukan berdasarkan gaya lentur maksimum yang dapat terjadi pada

muka hubungan balok-kolom pada setiap ujung komponen struktur. Momen

Mpr kolom yang digunakan untuk perhitungan Ve tidak perlu besar daripada

Mpr balok yang merangka pada hubungan balok-kolom yang sama.

Perencanaan tulangan transversal yang dipasang di sepanjang

daerah l0 untuk menahan gaya geser Ve harus dilakukan dengan mengnggap

Vc = 0 bila :

• Gaya geser akibat gempa yang dihitung sesuai dengan Mpr

mewakili 50% atau lebih kuat geser perlu maksimum pada

bagian di sepanjang l0.

• Gaya tekan aksial terfaktor termasuk akibat pengaruh gempa

tidak melampaui Agfc’/20.

Gambar 2.15 Perencanaan Geser Rencana untuk Kolom

2.5.3.4 Persyaratan Detailing Hubungan Balok-Kolom SRPMK

1. Persyaratan Gaya dan Geometri

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

40

Pada perencanaan hubungan balok-kolom gaya pada tulangan lentur

di muka hubungan balok-kolom dapat ditentukn berdasarkan tegangan 1,25

fy. Faktor reduksi untuk perencanaan join dapat diambil sebesar 0,8.

Beberapa persyaratan geometri harus dipenuhi untuk join SRPMK,

diantaranya :

• Untuk beton normal, dimensi kolom pada hubungan balok

kolom dalam arah paralel tulangan longitudional balok minimal

harus 20 kali diameter tulangan longitudional pada balok.

• Untuk beton ringan, dimensi minimumnya adlah 26 kali

diameter.

2. Persyaratan tulangan Transversal

Tulangan transversal seperti sengkang yang dipasang pada daerah

sendi plastis kolom harus dipasang juga di daerah hubungan balok-kolom,

kecuali bila hubungan tersebut dikekeang oleh komponen-komponen

struktur balok yang merangka padanya.

Gambar 2.16 Jenis Hubungan Balok Kolom

3. Perencanaan Geser Diafragma Struktural

Kuat geser nominal, Vn diafragma struktural tidak boleh melampaui

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

41

Vn = Acv (√fc′

6 + ρn fy) ............................................................................ (2.62)

Kuat geser nominal, Vn pelat penutup komposit atau pelat penutup

pelat tak komposit yang dicor di atas lantai atau atap pracetak tidak boleh

melampaui

Vn = Acv ρn fy ........................................................................................ (2.63)

Tulangan geser yang diperlukan harus tersebar merata di kedua arah

pelat doafragma. Perlu diperhatikan bahwa kuat geser nomonal diafragma

struktural Vnl tidak boleh melampaui 2/3 Acv √fc’.

Gambar 2.17 Prilaku Lantai Diafragma

2.7 Klasifikasi Situs

Menurut SNI 1726-2012 klasifikasi situs ini memberi penjelasan mngenai

prosedur untuk klasifikasi suatu situs untuk memberikan kriteria desain seismik

berupa faktor-faktor emplifikasi pada banunan. Dalam perumusan kriterisa desain

seismik suatu bnagunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran

percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs,

maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Profil tanah di situs harus

dikalsifikasikan sesuai dengan tabel 2.11.

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

42

Berdasarkan profil tanah lapisan 30 m paling atas. Peneapan kelas situs

harus melalui penyelidikan tanah di lapagan dan di laboratorium, yang dilakukan

oleh otoritas yang berwewenang atau ahli desain geoteknik bersetifikat, dengan

minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang tercantum

dalam tabel 2.6, apabila tidak tersedia data tanah yang spesifik pada situs sampai

kedalaman 30m, maka sifat-sifat tanah harus diestimasi oleh seorang geoteknik

yang memilik sertifikat keahlian yang menyiapkan laporan penyelidikantanah

berdsarakan kondisi geoteknik. Penetapan situs SA dan kelas situs SB tidak

diperkenankan jika terdapat lebih dari 3 m lapisan tanah anatar dasar telapak atau

rakit fondasi dan permukaan batuan dasar.

2.7.1 Klasifikasi Situs

Tabel 2.11 Klasifikasi Situs

Kelas situs �̅�s (m/detik) �̅� 𝐚𝐭𝐚𝐮 �̅� ch �̅�u (kPa)

SA (batuan keras) >1500

SB (batuan) 750 sampai 1500

SC (tanah keras, sangat

padat dan batuan lunak)

350 sampai 750

SD (tanah sedang) 175 sampai 350

SE (tanah lunak) < 175 <15 <50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah

dengan karakteristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas PI > 20

2. Kadar air, w ≥ 40 %

3. Kuat geser niralir �̅�u < 25 kPa

SF (tanah khusus yang

membutuhkan investasi

geoteknik spesifik dan

analisis respons spesifik situ

yang mengikuti 6.10.1)

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari

karakteristik berikut :

- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban

gempa seperti mudah likuitasi, lempung sangat sensitif,

tanah tersementasi le,ah

- Lempung sangat organik atau gambut (ketebalan H > 3

m)

- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5

m dengan Indeks Plastisitas PI >75)

Lapisan lempung lunak / setengah teguh dengan H > 35 m dengan

�̅�u < 50 kPa

2.13 Kecepatan Rata-rata Gelombang Geser

Menurut SNI 1726-2012 nilai �̅�s harus ditentukan sesuai dengan rumusan

berikut :

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

43

�̅�s = ∑ 𝒅𝒊𝒏

𝒊=𝟏

∑𝒅𝒊

𝒗𝒔𝒊

𝒏𝒊=𝟏

........................................................................................................ (2.64)

Dimana :

di = tebal setiap lapisan anatar kedalaman 0 sampai 30 meter.

vsi = kecepatan gelombang geser lapisan i dinyatajan meter per detik.

∑ 𝑑𝑖𝑛𝑖=1 = 30 meter.

2.14 Nilai-nilai R, Cd, dan 𝜴0 Untuk Kombinasi Horisontal

Perencanaan ulang pada gedung FISIP Universitas Muhammadiyah

Sidoarjo ini menggunakan sistem ragka beton bertulang dengan pemikul momen

khusus, maka kombinasi sistem perangkai dalam arah yang berbeda. Seperti

berdasarkan pada SNI 1726-2012, jika kombinasi sistem struktur berbeda

dimanfaatkan untuk menahan gaya lateral dalam arah yang sama, maka nilai R yang

digunakan untuk desain dalam arah itu tidak boleh lebih besar daripada nilai R

terkecil dari semua sistem yang dimanfaatkan dalam arah itu.

Faktor amplifikasi defleksi Cd dan faktor kuat lebih sistem 𝛺0 dalam arah

yang ditinjau semua tingkat tidak boleh kurang dari nilai terbesar faktor ini untuk

koefisien yang digunakan dalam arah sama dengan yang ditinjau.

Menurut SNI 1726-2012 untuk nilai R, Cd, dan 𝛺0 Untuk Sistem Penahan

Gaya Gempa sebagai berikut :

Tabel 2.12 Nilai R, Cd, dan Ω0 Untuk Sistem Rangka Pemikul Momen

Sistem penahan gaya

seismik

Koefisien

modifikasi

respons (R)

Faktor

kuat lebih

sistem (𝜴0)

Faktor

pembesaran

defleksi (Cd)

Batasan sistem struktur

dan batasan tinggi

struktur, hn (m)

Katagori desain seismik

B C Dd Ed Fe

C. Sistem rangka pemikul

momen

1. Rangka baja pemikul

momen khusus 8 3 5 ½ TB TB TB TB TB

2. Rangka batang baja

pemikul momen khusus 7 3 5 ½ TB TB 48 30 TI

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/51265/3/BAB II.pdfkonstruksi bangunan gedung yang terpasang termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan

44

3. Rangka baja pemikul

momen menengah 4 ½ 3 4 TB TB 10 TI TI

4. Rangka baja pemikul

momen biasa 3 ½ 3 3 TB TB TI TI TI

5. Rangka beton bertulang

pemikul momen khusus 8 3 5 ½ TB TB TB TB TB

6. Rangka beton bertulang

pemikul momen

menengah

5 3 4 ½ TB TB TI TI TI

7. Rangka beton bertulang

pemikul momen biasa 3 3 2 ½ TB TI TI TI TI

8. Rangka baja dan beton

komposit pemikul

momen khusus

8 3 5 ½ TB TB TB TB TB

9. Rangka baja danbeton

komposit pemikul

momen menengah

5 3 4 ½ TB TB TI TI TI

10. Rangka baja dan beton

komposit terkekang

parsial pemikul momen

6 3 5 ½ 48 48 30 TI TI

11. Rangka baja dan beton

komposit pemikul

momen biasa

3 3 2 ½ TB TB TI TI TI

12. Rangka baja canai

dingin pemikul momen

khusus dengan

pembautan

3 ½ 3 3 ½ 10 10 10 10 10