BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Defisit Anggaran · ketidakseimbangan yang terjadi, cakupan...

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Defisit Anggaran Suatu anggaran pemerintah terdiri dari besaran pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dalam kondisi perekonomian tertentu, salah satu kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal yang diterapkan dapat dilihat dalam anggaran pemerintah tersebut, dan defisit anggaran adalah salah satu kebijakan fiskal pemerintah yaitu kebijakan fiskal ekspansif. Anggaran pemerintah memiliki sifat struktural dan siklikal. Anggaran memiliki sifat struktural atau aktif, berarti anggaran tersebut ditentukan oleh kebijakan aktif dan beban (diskresioner) seperti penetapan tingkat pajak, jaminan sosial, dan belanja pemerintah untuk menghitung seberapa besar penerimaan dan pengeluaran pemerintah, serta kemungkinan defisit/surplus bila perekonomian beroperasi pada tingkat produksi potensial. Akan tetapi, sebagian besar dari anggaran bersifat siklikal atau pasif dimana ditentukan oleh keadaan siklus ekonomi, untuk menghitung dampak daripada siklus ekonomi terhadap anggaran atau mengukur perubahan dalam penerimaan, pengeluaran, dan defisit/surplus yang timbul oleh karena perekonomian tidak beroperasi pada output potensialnya. Anggaran yang bersifat siklikal ini merupakan selisih antara anggaran aktual dan anggaran struktural (Samuelson dan Nordhaus, 1997). Konsep atau definisi defisit anggaran bervariasi. Perbedaan definisi yang diaplikasikan oleh berbagai penguasa fiskal maupun oleh para peneliti didasari

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Defisit Anggaran · ketidakseimbangan yang terjadi, cakupan...

10  

  

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Defisit Anggaran

Suatu anggaran pemerintah terdiri dari besaran pengeluaran dan

penerimaan pemerintah. Dalam kondisi perekonomian tertentu, salah satu

kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui kebijakan fiskal.

Kebijakan fiskal yang diterapkan dapat dilihat dalam anggaran pemerintah

tersebut, dan defisit anggaran adalah salah satu kebijakan fiskal pemerintah yaitu

kebijakan fiskal ekspansif. Anggaran pemerintah memiliki sifat struktural dan

siklikal. Anggaran memiliki sifat struktural atau aktif, berarti anggaran tersebut

ditentukan oleh kebijakan aktif dan beban (diskresioner) seperti penetapan tingkat

pajak, jaminan sosial, dan belanja pemerintah untuk menghitung seberapa besar

penerimaan dan pengeluaran pemerintah, serta kemungkinan defisit/surplus bila

perekonomian beroperasi pada tingkat produksi potensial. Akan tetapi, sebagian

besar dari anggaran bersifat siklikal atau pasif dimana ditentukan oleh keadaan

siklus ekonomi, untuk menghitung dampak daripada siklus ekonomi terhadap

anggaran atau mengukur perubahan dalam penerimaan, pengeluaran, dan

defisit/surplus yang timbul oleh karena perekonomian tidak beroperasi pada

output potensialnya. Anggaran yang bersifat siklikal ini merupakan selisih antara

anggaran aktual dan anggaran struktural (Samuelson dan Nordhaus, 1997).

Konsep atau definisi defisit anggaran bervariasi. Perbedaan definisi yang

diaplikasikan oleh berbagai penguasa fiskal maupun oleh para peneliti didasari

11  

  

oleh perbedaan metode pencatatan dan oleh perbedaan tujuan analisis dampak

defisit anggaran terhadap berbagai sektor perekonomian.

Definisi defisit secara konvensional, dapat dihitung berdasarkan selisih

antara total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah. Sementara itu,

pengertian kedua adalah defisit moneter. Defisit moneter adalah selisih antara

total belanja pemerintah (di luar pembayaran pokok utang) dengan total

pendapatan (di luar penerimaan utang). Pengertian ketiga adalah defisit

operasional, yaitu defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai

nominal. Definisi yang terakhir adalah defisit primer. Menurut Dornbusch, et al.

(1989) defisit anggaran dapat dikelompokkan menjadi dua komponen. Kedua

komponen itu adalah defisit primer dan komponen pembayaran bunga utang.

Defisit primer didefinisikan sebagai selisih antara pengeluaran pemerintah (tidak

termasuk pembayaran bunga utang) dengan seluruh penerimaan pemerintah (tidak

termasuk utang baru dan pembayaran cicilan utang). Pengelompokan komponen

defisit anggaran itu dimaksudkan untuk melihat peranan beban utang dalam

anggaran pemerintah. Jika beban utang pemerintah, suku bunga pinjaman, dan

kurs mata uang semakin tinggi maka pembayaran bunga utang juga akan semakin

tinggi, selanjutnya defisit anggaran cenderung semakin tinggi. Pemerintah

terpaksa menjalankan defisit anggaran yang lebih tinggi karena faktor pembayaran

bunga utang.

Selain itu, masih terdapat beberapa definisi dari defisit dan sangat

tergantung pada kriteria yang digunakan serta tujuan analisis. Biasanya pilihan

konsep defisit yang tepat tergantung oleh beberapa faktor, antara lain: jenis

12  

  

ketidakseimbangan yang terjadi, cakupan pemerintah (pemerintah pusat,

konsolidasi pemerintah, dan sektor publik), metode akuntasi (cash dan accrual

basis), dan status dari contingent liabilities (Simanjuntak dalam Waluyo, 2006).

Beberapa konsep ukuran defisit anggaran lainnya terangkum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Ringkasan Metode Pengukuran Defisit Jenis Defisit Metode

Defisit Konvensional dan Defisit Keseluruhan

a. DEF = (R + A) – (G + B) ; atau b. DEF = (R + A + D) – (G + B) ; atau c. DEF = (R – A) – Tx ; atau d. DEF = (R + A) – G

Defisit Fiskal Berjalan dan Konsep Nilai Bersih

DEF = Sg = Rd – Gr

Defisit Domestik DEF = Rd – Gd Defisit Moneter Db = R – (G – (Df + Dnb)) Defisit Primer DEF = (R – A) – (G – B) Augmented Defisit Primer DEF = {(R – A) – (G – B)} – (D – FR) + S

Defisit Operasional a. DEF = ((R – A) – G) – iB ; atau b. DEF = ((R – A) – (G – B)) + iB

Defisit APBN Indonesia Primer : DEF = (R + A) – (G – B) Anggaran : DEF = (R + A) – G

Sumber : Waluyo, 2006.

Keterangan: Jika nilai sisi kiri persamaan negatif (-) maka menunjukkan terjadinya defisit, dan berlaku pula sebaliknya. DEF = Defisit Anggaran. G = Pertumbuhan Ekonomi Sg = Tabungan Pemerintah. i* = Suku Bunga Utang Luar Negeri R = Total Penerimaan Pemerintah. Rd = Penerimaan Dalam Negeri. A = Total Hibah. Gr = Pengeluaran Rutin (DN + LN). G = Total Pengeluaran Pemerintah. B = Pembayaran Bunga Utang. D = Total Utang Pemerintah. Gd = Pengeluaran Dalam Negeri. Df = Utang LN Pemerintah. FR = Cadangan Devisa Luar Negeri. Db = Utang dari Sektor Perbankan. S = Seignorage. Dnb = Utang DN dari Non Perbankan. Tx = Penerimaan Pajak. i = Suku Bunga Riil. π = Tingkat Inflasi. ε = Nilai Tukar.

13  

  

2.2. Teori Money Supply

2.2.1. Definisi Uang Beredar

Uang beredar adalah suatu istilah yang digunakan dalam illmu ekonomi

moneter. Sebelum sampai pada konsep atau pengertian uang beredar perlu

dipahami terlebih dahulu penggunaaan uang dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Menurut Solikin dan Suseno (2002), terdapat tiga jenis uang, yaitu :

1. Uang Kartal, adalah uang yang berada ditangan masyarakat atau di luar

bank umum dan dapat dibelanjakan setiap saat, terutama untuk

pembayaran dengan nilai yang tidak terlalu besar. Di Indonesia, uang

kartal adalah uang kertas dan uang logam yang beredar di masyarakat yang

diedarkan oleh Bank Indonesia atau yang dikenal sebagai uang tunai.

2. Uang Giral, adalah uang simpanan masyarakat yang berada di bank umum

dan dapat dicairkan setiap saat. Uang jenis ini sering disebut sebagai

rekening giro. Masyarakat dapat menggunakan cek untuk mencairkan

simpanan ini.

3. Uang Kuasi, adalah uang yang yang tidak dapat dipakai setiap saat dalam

proses pembayaran karena keterkaitan waktu. Jenis uang ini disimpan

dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka. Pada dasarnya uang kuasi

berbentuk bukan uang namun memiliki fungsi mendekati uang. Tabungan

dan deposito berjangka tersebut harus melalui proses pencairan terlebih

dahulu untuk dapat digunakan sebagai alat pembayaran.

Otoritas moneter (Bank Indonesia) dan bank umum adalah lembaga

memiliki kewenanngan untuk menciptakan dan mengedarkan uang. Bank

14  

  

Indonesia menciptakan dan mengadakan uang kartal sedangkan bank umum

mengeluarkan dan mengedarkan uang giral dan uang kuasi. Kedua lembaga ini

dikenal sebagai lembaga yang termasuk dalam sistem moneter.

2.2.2. Jenis Uang Beredar

Berbagai negara menggunakan uang beredar dengan jenis yang beragam

yang secara resmi didefinisikan berdasarkan komponen yang tercakup

didalamnya. Komponen tersebut adalah tiga jenis uang yang telah dikenal pada

bagian sebelumnya, yaitu uang kartal, uang giral dan uang kuasi. Jenis uang

beredar pun beragam sesuai dengan cakupan definisi uang beredar tersebut.

Menurut Bank Indonesia dalam Hidayat (2004), di Indonesia saat ini hanya

mengenal dua macam uang beredar saja, yaitu :

1. Uang beredar dalam arti sempit (narrow money), yang sering disebut M1,

didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta

domestik yang terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D).

2. Uang beredar dalam arti luas (broad money), yang disimbolkan M2,

didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta

domestik yang terdiri dari uang kartal (C), uang giral (D) dan uang kuasi

(T). Dengan kata lain, M2 adalah M1 ditambah dengan tabungan dan

simpanan berjangka lain yang jaraknya lebih pendek, termasuk rekening

pasar uang dan pinjaman semalam antar bank.

15  

  

2.2.3. Mekanisme Penciptaan Uang Beredar

Berdasarkan peranannya, secara umum terdapat tiga pelaku ekonomi

utama dalam proses penciptaan uang, yaitu otoritas moneter, bank umum, dan

masyarakat atau sektor swasta domestik. Otoritas moneter menciptakan uang

kartal, sedangkan bank umum menciptakan uang giral dan uang kuasi. Uang yang

diciptakan oleh otoritas moneter dan bank umum ini yang digunakan masyarakat

untuk melakukan kegiatan ekonomi.

Bank Indonesia sebagai Bank Sentral adalah pelaksana fungsi moneter

yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal.

Selain menciptakan uang giral, dalam prakteknya Bank Indonesia juga menerima

simpanan giro bank umum. Uang kartal ditambah dengan simpanan bank umum

di Bank Indonesia inilah yang disebut dengan uang primer (base money) dan

disimbolkan dengan M0. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

M0, maka perlu diketahui terlebih dahulu Neraca Otoritas Moneter di Indonesia

yang disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Neraca Otoritas Moneter di Indonesia Aktiva Pasiva

Aktiva Luar Negeri Bersih (ALNB)

Aktiva Dalam Negeri Bersih (ADNB)

• Tagihan bersih pada pemerintah pusat

• Tagihan pada sektor swasta domestic

• Tagihan pada bank umum

Aktiva Lainnya Bersih _______

M0

Uang Kartal

• Di masyarakat (C)

• Di bank umum (R)

Saldo giro

• Milik bank umum

• Milik masyarakat _____

M0

Sumber : Solikin dan Suseno, 2002

16  

  

2.2.4. Hubungan Uang Primer dengan Uang Beredar

Hubungan antara uang primer (M0) dengan uang beredar (M1 dan M2)

dapat dijelaskan dengan konsep pengganda uang (money multiplier). Konsep ini

muncul ketika kondisi menciptakan uang giral dan uang kuasi, bank tidak harus

menjamin sepenuhnya uang tersebut dengan uang tunai yang ada di kas.

Berdasarkan Neraca Otoritas Moneter, diketahui bahwa secara umum uang

primer (M0) terdiri dari uang kartal (C) dan saldo giro bank umum di Bank

Sentral (R). Sedangkan jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) terdiri dari

uang kartal (C) dan uang giral (D), dan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2)

terdiri dari M1 ditambah dengan uang kuasi (T). Sehingga konsep tersebut dapat

diformulasikan sebagai berikut (Solikin dan Suseno, 2002) :

M0 = C + R (2.1)

M1 = C + D (2.2)

M2 = C + D + T (2.3)

Dengan mendefinisikan C/D = c (currency ratio), T/D = t (time and

saving deposit ratio), dan R/(D+T) = r (reserve ratio), maka didapat angak

pengganda uang untuk masing-masing M1 dan M2 (yang disimbolkan dengan

mm1 dan mm2) yang dapat menggambarkan interaksi antara otoritas moneter,

bank umum, dan masyarakat, yaitu :

mm1 = M1/M0 =

………….………………….…………..(2.4)

mm2 = M2/M0 =

…………..…………………………….(2.5)

17  

  

Berdasarkan persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa naik turunnya angka

pengganda uang dipengaruhi oleh ketiga determinan angka pengganda uang, yaitu

currency ratio, time and savings deposits ratio dan reserve ratio.

Currency ratio (c) dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam memilih

memegang uang kartal atau giral. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku masyarakat, yaitu biaya penggunaan uang giral (biaya transportasi dan

biaya administrasi simpanan) dan kenyamanan serta keamanan (uang giral lebih

aman dan nyaman dalam penyelesaian transaksi yang relatif besar). Untuk time

and savings deposits ratio (t) juga memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi

masyarakat menentukan t, yaitu opportunity cost (t berubah searah dengan suku

bunga uang kuasi dan berlawanan arah dengan suku bunga uang giral),

pendapatan masyarakat (t berubah searah dengan perubahan tingkat pendapatan),

dan kemajuan layanan sektor perbankan (t meningkat bila layanan sektor

perbankan semakin maju). Reserve ratio (r) yang berada di bank umum dibagi

dua, yaitu legal reserve ratio dan excess reserve. Legal reserve ratio adalah rasio

cadangan resmi terhadap simpanan masyarakat yang dipengaruhi oleh ketentuan

bank sentral. Sedangkan excess reserve ratio adalah rasio cadangan terhadap

simpanan masyarakat yang dipengaruhi oleh keperluan bank akan terhadap

likuiditas jangka pendek yaitu simpanan giro atau simpanan tabungan.

18  

  

2.3. Teori Inflasi

2.3.1. Definisi Inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga-harga komoditi secara umum yang

disebabkan oleh tidak sinkronnya antara program pengadaan komoditi (produksi,

penentuan harga, pencetakan uang, dan sebagainya) dengan tingkat pendapatan

yang dimiliki oleh masyarakat. Pada dasarnya, terjadinya inflasi bukanlah

masalah yang terlalu berarti apabila keadaan tersebut diiringi oleh tersedianya

komoditi yang diperlukan secara cukup dan diikuti dengan naiknya persentase

pendapatan yang lebih besar dari persentase inflasi tersebut (Putong, 2003).

Friedman dalam Mishkin (2001) menyatakan bahwa pergerakan ke atas

pada tingkat harga adalah sebuah fenomena moneter yang hanya akan terjadi

apabila pergeseran tersebut adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Mayoritas

pakar ekonomi, baik monetaris maupun Keynesian, menyatakan persetujuannya

terhadap pernyataan Friedman (1963) bahwa inflasi adalah fenomena moneter.

Friedman (1963) juga berpendapat bahwa sumber dari segala inflasi adalah

pertumbuhan money supply yang tinggi. Mengurangi pertumbuhan money supply

sampai ke tingkat yang rendah akan dapat menahan inflasi. Berikut adalah

pernyataan Friedman (1963) secara langsung tentang hubungan uang dan inflasi :

“Whenever a country’s inflation rate is extremely high for a sustained period of time, it’s rate of money supply growth is also extremely high.”

Para pakar ekonomi menggunakan dua konsep dalam mempelajari inflasi.

Konsep pertama adalah tingkat harga, yang berarti tingkat rata-rata semua harga

dalam sistem ekonomi dan dinyatakan dalam simbol P. Konsep kedua adalah laju

inflasi yang berarti laju kenaikan tingkat harga secara umum. Pada umumnya,

19  

  

untuk mengukur tingkat haga rata-rata, para ekonom menyusun suatu indeks

harga yang merata-rata harga komoditi yang berbeda menurut seberapa penting

komoditi tersebut. Indeks tersebut dikenal sebagai Consumer Price Index (CPI)

atau Indeks Harga Konsumen (IHK) (Lipsey et al., 1995).

2.3.2. Disagregasi Inflasi

Disagregasi inflasi yang sering terjadi dalam perekonomian suatu negara

dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Core Inflation (inflasi karena faktor moneter)

Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental

moneter dan pada umumnya dapat dikendalikan bank sentral melalui kebijakan

moneter (base money, money supply, interest rate dan exchange rate). Contohnya

: interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga

komoditi internasional dan inflasi mitra dagang), dan ekspektasi inflasi dari

pedagang dan konsumen.

b. Non Core Inflation (inflasi karena faktor non moneter)

Inflasi non inti adalah inflasi yang terjadi selain faktor fundamental

moneter dan sulit sekali dikendalikan oleh bank sentral. Inflasi non inti dibagi

menjadi dua, yaitu:

1) Inflasi Volatile Food

Inflasi yang dipengaruhi oleh shock dalam kelompok bahan pangan atau

makanan, seperti gagal panen, gangguan alam dan iklim, dan gangguan

penyakit.

20  

  

2) Inflasi Administered Price

Inflasi yang dipengaruhi shock berupa kebijakan harga pemerintah, seperti

harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL), tarif angkutan, dan

lain-lain.

2.3.3. Sumber Inflasi

2.3.3.1. Demand Pull Inflation

Inflasi yang terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana

biasa dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan

yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat

tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa

mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi

tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi kemudian akan

menyebabkan harga faktor produksi meningkat sehingga inflasi terjadi karena

suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan

dalam situasi full employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan

volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga

disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank

sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank

sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

21  

  

2.3.3.2. Cost Push Inflation

Inflasi yang terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan termasuk

adanya kelangkaan distribusi, walaupun permintaan secara umum tidak ada

perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran

distribusi atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan

normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum demand

and supply, atau juga karena terbentuknya posisi equilibrium baru produk tersebut

akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi dapat terjadi

akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik,

perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk

menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga

memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal

yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur

memainkan peranan yang sangat penting.

2.4. Hubungan Defisit Anggaran, Pertumbuhan Uang, dan Inflasi

2.4.1. Government Budget Constrain

Dampak defisit anggaran terhadap variabel makroekonomi sering diteliti

dalam kerangka kerja analisis yang berpusat pada kendala anggaran pemerintah.

Ketika pendapatan turun secara terus menerus dan untuk membayar modal,

pemerintah akan mengalami defisit yang kemudian dapat dibiayai dengan sumber

moneter dan non-moneter. Kendala anggaran pemerintah merupakan cara untuk

22  

  

membuktikan hubungan antara kebijakan moneter, fiskal dan makroekonomi

akibat adanya defisit anggaran.

Defisit anggaran pemerintah dapat didefinisikan dan dihubungkan dnegan

perubahan government net debt yang dapat dirumuskan :

Dg – Dg-1 = (G + Ig – T) + r Dg-1 (2.6)

dimana (Dg – Dg-1) adalah perubahan government net debt periode sekarang

dengan periode sebelumnya; G adalah pengeluaran pemerintah; Ig merupakan

investasi pemerintah; T merupakan taxes net of transfers; dan r adalah nominal

interest rate. Sisi sebelah kanan persamaan di atas adalah untuk mengukur defisit

anggaran dan persamaan memperlihatkan perubahan dalam government net debt

setara dengan defisit anggaran.

Ketika anggaran pemerintah dalam keadaan defisit, surat utang diperlukan

untuk membiayai defisit tersebut untuk menambah dana melalui penerbitan

obligasi. Pembeli dari obligasi dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori

yaitu perusahaan dan rumah tangga domestik, sistem perbankan umum domestik,

bank sentral negara tersebut, dan pihak asing (swasta maupun publik). Contoh

pada negara berkembang, bank sentral sering membeli surat utang obligasi dalam

jumlah besar yang diterbitkan untuk membiayai defisit karena permintaan yang

terbatas dari pembeli yang lain. Pemerintah mungkin juga enggan untuk menjual

dalam jumlah besar surat utang obligasi kepada publik karena akan mewajibkan

untuk membayar bunga pada periode yang akan datang. Berdasarkan fakta

tersebut, bank sentral seringkali menjadi bagian penting untuk pemerintah,

23  

  

mungkin tidak ada pilihan untuk membeli surat utang obligasi atau monetized the

deficit.

Kecuali seperti situasi khusus, surat utang dipegang oleh publik dan bank

sentral. Oleh karena itu, perubahan dalam utang dipegang oleh bank sentral (Dgc –

Dgc-1) setara dengan keseluruhan perubahan dalam utang (Dg – Dg-1) dikurangi

perubahan dalam utang yang dipegang oleh publik (Dgp – Dgp-1) :

Dgc – Dgc-1 = (Dg – Dg-1) – (Dgp – Dgp-1) (2.7)

Efek dari defisit anggaran pada money supply dapat ditunjukkan dari persamaan

berikut untuk perubahan monetary base (MB) :

MB – MB-1 = (Dgc – Dgc-1) + e (Rc – Rc-1) + (Lcb – Lcb-1) (2.8)

dimana Rc adalah cadangan devisa di bank sentral; e adalah nominal exchange

rate yang dihitung dari mata uang domestik per unit mata uang asing; dan Lcb

adalah persediaan kredit dari bank umum melalui discount window. Jika

komponen discount window merupakan perubah monetary base (MB) dapat

diabaikan, persamaannya dapat ditulis :

MB – MB-1 = (Dgc – Dgc-1) + e (Rc – Rc-1) (2.8a)

Kemudian sustitusi persamaan (2.7) dengan (2.8a) untuk menyusun

kembali hasil persamaan :

(Dg – Dg-1) = (MB – MB-1) + (Dgc – Dgc-1) – e (Rc – Rc-1) (2.9)

atau

(G + Ig – T) + r Dg-1 = (MB – MB-1) + (Dgc – Dgc-1) – e (Rc – Rc-1) (2.9a)

Persamaan di atas dapat disebut sebagai persamaan fundamental untuk

membiayai defisit anggaran. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa tiga

24  

  

cara untuk membiayai defisit, yang mana setara dengan perubahan dalam

government net debt (Dg – Dg-1) :

1. Meningkatkan monetary base, MB – MB-1

2. Meningkatkan surat utang yang dipegang oleh publik, Dgc – Dgc-1 atau

3. Menurunkan cadangan devisa di bank sentral, e (Rc – Rc-1)

Untuk lebih mudahnya, untuk membiayai defisit anggaran pemerintah

dapat menciptakan uang, meminjam dari publik, atau mengurangi cadangan

devisa. Menurut Easterly, et al. dalam Hossain dan Chowdhury (1998), ketiga

sumber pembiayaan defisit tersebut dapat menyebabkan berbagai macam

permasalahan makroekonomi :

“the consequences of deficit depend on how they are financed. As a first approximation each major type of financing, if used excessively, brings about a macroeconomic imbalance. Money creation to finance the deficit often leads to inflation. Domestic borrowing leads to a credit squeeze – through higher interest rate or, when interest rates are fixed, through credit allocation and ever more stringent financial repression – and the crowding out of private investment and consumption. External borrowing leads to a current account deficit and real exchange rate appreciation and sometimes to a balance of payment crisis (if foreign reserve are run down) or an external debt crisis (if debt is too high).”

2.4.2. The Dornbush-Reynoso Model

Peran penting defisit anggaran dalam inflasi yang tinggi membuat para

ekonom besar mencoba untuk membangun sebuah model inflasi yang dipengaruhi

oleh defisit anggaran untuk negara-negara berkembang. Seperti contohnya

Dornbusch dan Reynoso dalam Hossain dan Chowdhury (1998) membuktikan

bahwa inflasi di negara ekonomi berkembang menunjukkan interaksi dengan

empat faktor, yaitu :

25  

  

1. Pembiayaan defisit, yang memengaruhi pertumbuhan money supply

2. Institusi keuangan, yang menetapkan permintaan uang

3. Shock pada anggaran pemerintah, dan

4. Kemampuan untuk bertindak terhadap shock tersebut dengan kebijakan

fiskal yang baik.

Inflasi yang tinggi memiliki dua karakteristik, yaitu pertama, sebagian besar

defisit anggaran dibiayai oleh money creation. Kedua, ada petunjuk dimana inflasi

periode sekarang berhubungan dengan inflasi periode sebelumnya.

Menurut Mundell dalam Hossain and Chowdury (1998), defisit anggaran

merupakan bagian (α) dari income riil dan fungsi permintaan untuk high powered

money merupakan fungsi linier inflasi yang meningkat. Bagian (β) adalah defisit

yang dibiayai oleh menciptakan uang dan dengan beberapa asumsi, Dornbusch

dan Reynoso (1993) membangun model melalui hubungan pertumbuhan dari high

powered money (μ) dan defisit anggaran, yaitu :

μ = αβ(ρ + γπ) (2.10)

dimana ρ dan γ adalah parameter dari fungsi kecepatan. Saat kondisi steady-state,

dengan tingkat pertumbuhan output riil (gy) dan elastisitas pendapatan terhadap

uang yang bersifat unitary, tingkat inflasi (π) dapat ditunjukkan dengan :

π = (βρα – gy) / (1 – βΔα) (2.11)

Berdasarkan model di atas maka dapat diambil tiga poin penting, yaitu

Pertama, hubungan antara inflasi dan defisit anggaran yang dibiayai oleh money

creation adalah tidak linier. Kenaikan yang rendah dari defisit dimana kondisi

defisit telah tinggi, signifikan menaikkan tingkat inflasi yang dibutuhkan untuk

26  

  

membiayai anggaran. Kedua, struktur keuangan memengaruhi inflasi karena

pembiayaan defisit. Semakin maju struktur keuangan maka koefisien ρ dan γ akan

semakin besar, oleh karena itu, inflasi yang tinggi terhubung dengan defisit

tertentu. Ketiga, pertumbuhan ekonomi mengurangi inflasi yang disebabkan

pembiayaan defisit. Tingkat persentase penurunan pertumbuhan pendapatan akan

menaikkan inflasi berkali lipat ketika kondisi defisit yang tinggi dan juga

kecepatan lebih peka terhadap inflasi. Pergerakan besar yang menurun

pertumbuhan pendapatan riil dapat menjadi faktor penting yang memperbesar

inflasi.

2.5. Kontroversi Defisit Anggaran Pemerintah

2.5.1. Kaum Monetaris

Teori yang berdasar pada teori kuantitas uang dan menganggap aktivitas

ekonomi riil memerlukan tingkat real money balances (JUB) tertentu yang dapat

dikendalikan dan tingkat harga yang dapat dikendalikan oleh money supply.

Penjelasannya yaitu dengan jumlah money supply tertentu (bersifat eksogen dan

ditetapkan oleh kewenangan moneter) tingkat harga ditetapkan sebagai tingkat

harga yang unik dimana akan membuat daya beli money supply setara dengan

tingkat jumlah uang beredar yang diinginkan, artinya bank sentral mencoba untuk

memastikan jumlah uang dari pelaku yang diperlukan untuk transaksi. Dalam

tingkat harga tertentu, jika money supply nominal berbeda dengan jumlah uang

beredar yang diinginkan maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai perubahan

27  

  

pada tingkat harga. Oleh karena itu, tingkat harga bersifat sangat fleksibel dan

hanya ditetapkan oleh jumlah nominal money supply.

Mengenai kebijakan fiskal, jumlah nominal money supply dapat berubah

karena digunakannya seigniorage sebagai sumber utama pembiayaan untuk

pengeluaran publik atau sebagai hasil dari operasi pasar terbuka (OPT) dari bank

sentral yang membeli utang pemerintah yang berbunga. Berdasarkan dua

mekanisme ekspansi uang tersebut mungkin memiliki akibat yang berbeda yaitu

terhadap pajak dan jumlah utang pemerintah yang juga akan berdampak berbeda

terhadap tingkat harga atau suku bunga. Kaum monetaris mengomentari dalam

mekanisme pertama (seigniorage), sedangkan mekanisme kedua (monetized the

debt) dijelaskan oleh FTPL.

Defisit anggaran dan proses pembiayaan melalui seigniorage (penciptaan

uang) dianggap sebagai exogenous terhadap kewenangan moneter. Pertumbuhan

uang akan sangat dipengaruhi oleh keperluan pembiayaan pemerintah dan tingkat

harga akan naik sebagai akibat ekspansi moneter. Dilihat dari pembahasan

empiris, dengan sistem defisit anggaran, pertumbuhan uang, dan inflasi, berarti

defisit anggaran dalam sistem persamaan jangka panjang pertumbuhan uang

bersifat weak-exogeneity. Sehingga kaum monetaris beranggapan inflasi sebagai

fenomena moneter karena terjadi karena pertumbuhan dari money supply semata.

2.5.2. The Fiscal Theory of the Price Level (FTPL)

Teori ini menghubungkan kebijakan fiskal dan moneter melalui kendala

anggaran pemerintah (GBC) antarwaktu atau dapat dipahami sebagai kondisi

28  

  

kesanggupan pemerintah dalam membayar utang atas sektor keuangan publik

dalam jangka panjang. Kendala anggaran pemerintah dapat dipenuhi ketika

discounted value dari surplus primer pemerintah pada periode mendatang lebih

besar (atau sama dengan) nilai nominal utang publik pada periode sekarang.

Penting untuk diketahui bahwa seigniorage termasuk dalam surplus primer

pemerintah sebagai sumber pendapatan, sedangkan utang publik nominal masuk

dalam catatan atau perhitungan monetary base (M0) karena hal tersebut mengapa

sektor publik berhubungan dengan pemerintah dan bank sentral. Kendala

anggaran pemerintah (GBC) seringkali dilihat dengan persentase nominal gross

domestic product (GDP), dimana discount rate ditentukan oleh ratio antara tingkat

suku bunga terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi.

Sesuai dengan FTPL, maka GBC diasumsikan dalam kondisi

keseimbangan (ekuilibrium) lalu pendapatan periode mendatang dan pengeluaran

primer bersifat exogenous terhadap kewenangan fiskal. Oleh karena itu, dalam

discount rate tertentu, jika discount value dari surplus primer lebih rendah

daripada tingkat nominal utang sebelum ditentukan (keduanya dalam persentase

terhadap GDP nominal), tingkat harga akan mengalami kenaikan untuk

menyesuaikan kondisi GBC, dengan kata lain tingkat harga menjadi satu-satunya

variabel penyesuaian untuk mempertahankan kondisi keseimbangan.

Penelitian Woodford (1995) yang menunjukkan bagaimana tingkat harga

dapat dipengaruhi oleh aksi fiskal dan menganjurkan untuk mempertimbangkan

shock harga yang positif dan bersifat eksogen yang akan menurunkan nilai riil dari

kewajiban pemerintah (utang) dan juga mengarah pada penurunan secara paralel

29  

  

dari nilai riil dari portofolio swasta yang diinvestasikan dalam surat berharga

pemerintah. Penurunan nilai riil dari aset swasta tersebut menyebabkan efek yang

negatif terhadap tingkat kekayaan yang juga direfleksikan sebagai penurunan pada

permintaan barang (output). Berdasarkan FTPL, ekspektasi dari pelaku (agen)

mengenai kebijakan fiskal yang berkelanjutan akan menghasilkan efek yang sama

pada tingkat kekayaan.

Dalam kondisi pasar yang memiliki persepsi negatif terhadap ketahanan

keuangan publik seperti jika discounted value dari surplus primer pemerintah

tidak dapat menutupi nilai nominal dari kewajibannya, persepsi tersebut akan

mendorong naiknya tingkat harga yang diperlukan untuk mengembalikan kondisi

keseimbangan GBC. Tingkat harga yang tinggi akan menurunkan nilai riil dari

portofolio swasta dan akan berdampak negatif terhadap kekayaan yang akhirnya

akan mencerminkan permintaan barang dan jasa yang menurun. Kewajiban

pemerintah nominal (utang nominal) yang tinggi membutuhkan penyesuaian yang

besar terhadap tingkat harga sehingga FTPL dikenal juga sebagai teori kuantitas

dari utang publik. Sebagai hasilnya, persamaan jangka panjang inflasi disebabkan

adannya defisit anggaran dimana pertumbuhan uang tidak berperan mungkin

merupakan hal yang kuat mendukung FTPL.

2.5.3. Kelompok Keynesian

Kelompok Keynesian memiliki tiga ciri yang berbeda dengan aliran yang

lain. Pertama, kelompok Keynesian mengasumsikan bahwa ada kemungkinan

sumber daya tidak digunakan secara penuh. Kedua, pelaku ekonomi mempunyai

30  

  

pandangan yang bersifat myopic. Sifat ini menggambarkan adanya hubungan antar

generasi yang erat. Ketiga, aliran Keynesian lebih memfokuskan diri pada efek

defisit anggaran temporer yang disebabkan oleh fluktuasi perekonomian.

Pengeluaran pemerintah yang meningkat secara berkelanjutan merupakan

kebijakan yang tidak mungkin dilakukan, ada suatu batas jumlah total yang

mungkin dikeluarkan pemerintah yaitu tidak bisa mengeluarkan lebih dari 100

persen dari gross domestic product (GDP). Faktanya, sebelum batas tersebut

dicapai, proses politik akan menghentikan pengeluaran pemerintah yang

meningkat tersebut. Seperti saat terjadinya penyusunan anggaran pemerintah,

dimana antara publik, politikus dan pemerintah pasti akan berdebat tentang

keseimbangan anggaran dan belanja pemerintah agar memiliki target yang tepat

bagi perekonomian. Tentu saja persepsi publik dan politikus sedikit banyak

menentukan batas yang wajar untuk pengeluaran pemerintah dapat naik. Sehingga

kelompok Keynesian menganggap bahwa inflasi yang tinggi tidak disebabkan

oleh kebijakan fiskal semata.

2.5.4. Teori Ricardian Equivalence (RE)

Berdasarkan teori Ricardian Equivalence (RE) yang berpendapat bahwa

defisit anggaran tidak akan berpengaruh terhadap perekonomiaan. Teori yang

berasal dari David Ricardo’s Funding System dan dikemukakan kembali oleh

Robbert Barro (1974) sehingga dapat dikenal juga sebagai Ricardo-Barro

Preposition. Ricardo-Barro Preposition berlandaskan pada asumsi:

intergenerational altruism atau immortality, perfect capital markets, lump sum

31  

  

taxation, dan kondisi bahwa tingkat utang lebih rendah daripada pertumbuhan

ekonomi. RE mengajukan hipotesis bahwa kebijakan pemerintah yang diterapkan

tidak selalu akan membawa dampak yang penting bagi perekonomiaan (neutrality

preposition). RE menggabungkan dua pendekatan fundamental, yaitu kendala

anggaran pemerintah (GBC) dan Permanent Income Hypothesis (PIH). Kendala

anggaran pemerintah menyatakan jika pengeluaran pemerintah tidak mengalami

perubahan maka tingkat pajak yang rendah pada periode sekarang akan diimbangi

oleh kenaikan tingkat pajak pada periode mendatang. Sedangkan PIH menyatakan

bahwa rumah tangga akan merespon melalui keputusan konsumsi berdasarkan

pada permanent income yang besarnya sangat tergantung oleh nilai pendapatan

setelah pajak pada periode sekarang. Pembiayaan defisit anggaran dengan

memotong pajak sekarang akan berpengaruh pada beban pajak periode

mendatang, tetapi tidak dalam nilai periode sekarang sehingga pemotongan pajak

tidak akan mengubah permanent income atau konsumsi (Waluyo, 2006).

Neutrality preposition harus di tanggapi dengan sangat hati-hati, walaupun suku

bunga tak berubah karena penerbitan obligasi negara, tetapi suku bunga dapat

mengalami perubahan karena adanya tambahan pengeluaran pemerintah.

Menurut Barro (1974), pembiayaan defisit anggaran dengan penerbitan

obligasi negara akan diimbangi oleh kenaikan pajak pada periode mendatang.

Kenaikan tingkat pajak tidak perlu membuat masyarakat takut terhadap

kemakmurannya (wealth) karena kenaikan pajak pada periode mendatang akan

diantisipasi dengan meningkatkan tabungan dan mengurangi konsumsi pada

periode sekarang. Implikasinya, individu tidak menggunakan semua pendapatan

32  

  

untuk meningkatkan konsumsi karena penerbitan obligasi negara. Individu akan

menyimpan untuk mengantisipasi kenaikan beban pajak periode mendatang

sehingga hal itu tidak akan menaikkan permintaan terhadap barang dan jasa.

Jika pemerintah meningkatkan pajak hari ini untuk membayar utang

obligasi negara maka individu akan memandang kebijakan ini sama dengan

menggantikan pajak saat ini untuk pajak yang akan datang (pada present value

yang sama). Kebijakan ini akan menggeser titik endowment tetapi nilai aliran

pendapatan sekarang secara keseluruhan tidak mengalami perubahan. Individu

akan memilih berkonsumsi dan akan lebih banyak meminjam sekarang sampai

terjadi kenaikan dalam present value pajak.

RE juga berpendapat bahwa perubahan dalam pajak dan pembiayaan

defisit anggaran mempunyai dampak yang sama bagi variabel makro (terutama

konsumsi swasta). RE dibangun dari premis bahwa penerbitan obligasi Negara

pada saat ini selalu disertai dengan rencana kenaikan pajak di masa mendatang.

Pembiayaan utang pemerintah diasumsikan hanya mengalami perubahan sesuai

dengan perubahan perpajakan sehingga konsumsi agregat akan tetap. Dalam

kerangka pemikiran RE individu mengasumsikan pajak yang akan datang sama

dengan besarnya beban utang pemerintah (Barro, 1989).

2.6. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai hubungan defisit anggaran dengan variabel moneter

maupun makroekonomi telah diteliti secara luas di negara sedang berkembang

maupun negara maju dengan berbagai hasil yang berbeda. Berikut ini akan

33  

  

dipaparkan penelitian terdahulu yang menganalisis dmapak defisit anggaran

terhadap perekonomian.

Penelitian Cevdet Akcay, et al. (1996), menggunakan data tahunan

(periode 1948 hingga 1994) dan data kuartalan (periode 1987Q1 hingga 1995Q4)

Turki. Cevdet Akcay, et al. (1996) menggunakan VAR dan VEC. Mereka

meneliti adanya hubungan jangka panjang yang stabil antara defisit anggaran,

pertumbuhan uang dan inflasi. Penelitian ini menemukan vektor kointegrasi yang

menyimpulkan bahwa pengaruh yang signifikan defisit anggaran terhadap inflasi

tidak dapat ditolak setelah kesesuaian data kuartalan menggambarkan periode

pembiayaan surat obligasi sebagai acuan. Hasil tersebut memberi kesan bahwa

variabel lain mempunyai hubungan lemah terhadap inflasi. Lebih lanjut dengan

menggunakan pendekatan ARIMA bahwa hasil tersebut sesuai dan

menggambarkan kelembaman dalam proses inflasi terus meningkat. Adanya

pembiayaan dengan surat obligasi sesudah 1986 mungkin menjadi catatan untuk

hubungan yang lemah defisit anggaran terhadap inflasi sampai pada tingkat

tertentu.

Tekin-Koru dan Ozmen (2003) meneliti hubungan jangka panjang antara

defisit anggaran, inflasi dan pertumbuhan uang di Turki dengan menggunakan dua

alternatif sistem trivariat secara bersamaan dan data kuartalan (1983 hingga 1999).

Dimana definisi money supply yang digunakan adalah dalam arti sempit (currency

in circulation, CC) dan arti luas (M2Y). Mereka menemukan bahwa pada studi

kasus di Turki, uang dan inflasi bersifat endogenous sehingga menolak pandangan

kaum monetaris. Hubungan langsung yang lemah antara inflasi dan defisit

34  

  

anggaran juga menyebabkan teori fiskal (FTPL) ditolak. Defisit anggaran yang

ditetapkan bersifat eksogen terhadap pertumbuhan uang sesuai dengan pendapat

Sargent dan Wallace (1981). Meski demikian, agregat moneter yang tumbuh

karena pembiayaan defisit bukanlah di luar uang seperti yang diteliti oleh SW,

akan tetapi oleh agregat yang lainnya, sebagian besar dapat dijelaskan seperti di

dalam uang atau uang berjangka atau uang kuasi (M2Y). Mengacu pada kebijakan

pembiayaan dengan utang domestik (publik) di luar sistem bank komersial, defisit

anggaran di Turki menyebabkan tumbuhnya uang dalam arti luas dan bukan

penciptaan mata uang.

Penelitian Lozano (2008) menganalisis fakta tentang hubungan sebab-

akibat jangka panjang antara defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi di

Colombia. Data yang dipakai adalah data tahunan selama 53 tahun dan data

kuartalan selama 25 tahun (periode 1982Q1 hingga 2007Q4) yaitu defisit

anggaran, CPI dan pertumbuhan uang (dimana definisi money supply yang dipakai

adalah standar (M1), sempit (M0-primer) dan luas (M3)). Menggunakan VECM

untuk pengujian beberapa hipotesis (Monetarist Hypotheses (MH), The Fiscal

Theory of the Price Level (FTPL), New Keynesian (NK), dan Sarget and Wallace

Hypothesis (SW-H). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Sargent and

Wallace Hypothesis (SW-H) merupakan hipotesis yang sesuai untuk

menggambarkan hubungan ketiga variabel di Kolombia, yaitu defisit angaran,

pertumbuhan uang dan inflasi. Pendapat tersebut menyimpulkan bahwa terdapat

hubungan jangka panjang antara inflasi dan pertumbuhan uang di satu sisi dan

antara pertumbuhan uang dan defisit anggaran di sisi yang lain.

35  

  

Saad dan Kalacech (2009) menguji pengaruh dari defisit anggaran

terhadap permintaan uang di Lebanon. Variabel makroekonomi yang lainnya

(PDB riil, IHK, pengeluaran pemerintah dan tingkat suku bunga) juga digunakan

di dalam penelitian tersebut untuk menganalisis pengaruhnya terhadap permintaan

uang riil (M1) saat defisit anggaran terjadi secara terus-menerus. Menggunakan

kointegrasi ECM dan data tahunan dari tahun 1973 hingga 2007, mereka

menemukan bahwa terdapat hubungan jangka panjang yang terjadi antara

permintaan uang (dalam arti sempit) riil dan PDB, pengeluaran pemerintah,

tingkat suku bunga, dan IHK. Walaupun defisit anggaran tidak berpengaruh pada

permintaan uang di jangka panjang atau seperti pandangan Ricardian, VECM

menggambarkan bahwa 52 persen ketidakseimbangan selalu disesuaikan setiap

tahun. Koefisien defisit anggaran yang secara statistik signifikan dan positif di

jangka pendek sesuai dengan pandangan Keynesian-Neoklasik. Kemudian hasil

penelitian juga menggambarkan bahwa IHK tidak signifikan terhadap M1 di

jangka pendek dan PDB riil berdampak negatif terhadap permintaan uang riil

selama periode tersebut atau sering disebut crowding-out effect. Analisis yang lain

memperlihatkan defisit anggaran memiliki efek positif terhadap permintaan uang

di jangka pendek, namun tidak berpengaruh terhadap M1 di jangka panjang.

Penelitian Adji (1995) menggunakan model persamaan tunggal dan data

tahun 1971-92. Aplikasi Error Correction Model (ECM) digunakan untuk melihat

proses keseimbangan jangka panjang dan jangka pendek antara tingkat inflasi dan

defisit anggaran. Hasil penelitian membuktikan bahwa Ricardian Equivalence

berlaku di dalam perekonomian Indonesia. Dalam jangka panjang, pembiayaan

36  

  

anggaran pemerintah dengan utang publik tidak mempengaruhi tingkat konsumsi

masyarakat.

Maryatmo (2004) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengamati

dampak dari kebijakan defisit anggaran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap

variabel makro ekonomi secara umum dan khususnya variabel moneter dalam

jangka panjang dan jangka pendek di Indonesia. Penelitian ini menggunakan

spesifikasi model asa nalar (Rational Expectation) yang memungkinkan

pengambil keputusan untuk mencegah efek-efek yang lain. Model tersebut

mengkonstruksi delapan persamaan jangka panjang, delapan persamaan jangka

pendek dan 12 persamaan identitas. Pengestimasian menggunakan metode Two

Stage Least Square (2SLS) dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit

anggaran mempengaruhi tingkat suku bunga dalam jangka panjang dan jangka

pendek. Defisit anggaran juga berpengaruh terhadap nilai tukar dan tingkat harga

dalam jangka panjang hasil uji kausalitas memperlihatkan bahwa nilai tukar dan

tingkat harga mempunyai efek yang berkebalikan dengan defisit anggaran.

Penelitian Waluyo (2006) mengenai dampak pembiayaan defisit anggaran

dengan utang luar negeri terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

tahun 1970-2003. Penelitian ini menggunakan persamaan simultan dan metode

Two Stage Least Squares (2SLS). Model dari penelitian ini terdiri dari 17

persamaan perilaku dan 18 persamaan identitas dengan 6 blok. Berdasarkan

penelitian Waluyo (2005) dapat diambil kesimpulan bahwa pembiayaan defisit

anggaran dengan menggunakan utang luar negeri akan berdampak meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan bersifat inflationary. Kesimpulan ini didukung pula

37  

  

dengan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa setiap adanya kenaikan

penarikan utang luar negeri baru maka menambah cadangan devisa. Penambahan

cadangan devisa akan menyebabkan terjadinya peningkatan uang primer. Setelah

uang primer dengan angka pengganda uang maka akan berdampak terhadap

peningkatan tingkat harga. Tambahan capital inflow dari utang luar negeri akan

meningkatkan pengeluaran pemerintah sehingga investasi pemerintah juga ikut

mengalami kenaikan. Selanjutnya peningkatan investasi pemerintah akan

berdampak terhadap peningkatan kapital stok pemerintah, sehingga pertumbuhan

ekonomi akan mengalami peningkatan pula.

2.7. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis hubungan defisit anggaran

terhadap pertumbuhan uang dan inflasi (kebijakan moneter) di Indonesia, dengan

menggunakan pendekatan sistem trivariabel antara inflasi, pertumbuhan uang dan

defisit anggaran. Estimasi persamaan jangka panjang inflasi dan pertumbuhan

uang akan dilakukan untuk mengetahui dampak defisit anggaran terhadap

persamaan tersebut.

Hasil dari analisis data kemudian nantinya dibandingkan dengan hipotesis

yang telah dibuat. Pada akhirnya akan ditarik kesimpulan apakah defisit anggaran

(kebijakan fiskal) mempengaruhi pertumbuhan uang dan inflasi (kebijakan

moneter) di Indonesia. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan dalam

Gambar 2.1.

38  

  

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Kebijakan Fiskal Kebijakan Moneter

Kebijakan Anggaran

Inflasi Pertumbuhan Uang (M0, M1 & M2)

Data dan Pembentukan Sistem (INF, M0GRW, DEFY) (INF, M1GRW, DEFY) (INF, M2GRW, DEFY)

Estimasi Persamaan Jangka Panjang Inflasi dan Pertumbuhan Uang

(VEC model yang dilengkapi dengan uji exclusion dan weak

exogeneity)

Apakah Defisit Anggaran Berpengaruh? Teori Apa yang

Berlaku di Indonesia?

Kesimpulan dan Saran

Variabel Moneter

Defisit Anggaran

39  

  

2.8. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu,

hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Defisit anggaran memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan uang (M0,

M1 dan M2).

2. Pertumbuhan uang berhubungan positif dengan inflasi. (Teori Monetaris dan

Keynesian)

3. Defisit anggaran memiliki hubungan positif dengan inflasi. (FTPL)

4. Defisit anggaran tidak memiliki hubungan antara pertumbuhan uang dan

inflasi. (Teori Ricardian Equivalance (RE))