BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Sirih Hijau 2.1.1 ... 2.pdf · Daun sirih hijau mengandung...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Sirih Hijau 2.1.1 ... 2.pdf · Daun sirih hijau mengandung...
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Sirih Hijau
2.1.1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnolipsida
Ordo : Piperales
Keluarga : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
(Dwivadi dan Tripathi, 2014).
-
7
2.1.2 Nama daerah
Ranub (Aceh); base, sedah (Bali); sere (Madura), ganjang, gapura (Bugis); suruh
(Jawa); demban (Batak); sireh, sirih, suruh (Palembang, Minangkabau); uwit
(Dayak); Nahi (Bima); kuta (Sumba); mota (Flores); Irianjaya: reman (Wendebi);
manaw (Makimi) (Depkes RI, 1980).
2.1.3 Deskripsi
Tanaman yang tumbuh memanjat dengan tinggi 5-15 m. Helaian daun
berbentuk bundar telur atau bundar lonjong, pada bagian pangkal berbentuk jantung
atau agak bundar. Tulang daun bagian bawah gandul atau berambut pendek, tebal,
dan berwarna putih. Panjangnya berkisar 5-18 cm dengan lebar 2,5-10,5 cm (Depkes
RI, 1980).
2.1.4 Kandungan kimia
Daun sirih hijau mengandung minyak atsiri sebesar 1-4,2% minyak atsiri, tanin
(Hariana, 2013). Terdapat pula kandungan alkaloid, flavonoid, fenol dan steroid
(Srisadono, 2008). Kandungan lain yang terdapat dalam sirih hijau yaitu: 1-alanine,
-alanine,-amino butyric acid, 1-arginine, asparagine,1-asam aspartat, 1-asam
glutamat, glisin, histidin, 1-leusin, 1-lisin, 1-metionin, fenilalanin,1-prolin, 1-serin, 1-
teronin, 1-triptopan, 1-rirosin, 1-valin, -alanin, sistin, asam oksalat, nhentriakontan,
n-pentatriakontan, sitosterol, terpen, fenil propane, saponin dan vitamin C
(Widyaningtias, 2014).
-
8
2.1.5 Bioaktivitas daun sirih hijau sebagai antibakteri
Daun sirih hijau secara empiris telah digunakan untuk bau mulut, kepala pusing,
demam nifas, obat batuk, asma sedangkan minyak atsiri daun sirih hijau digunakan
untuk radang tenggorokan (Sudarsono dkk., 1996).
Ekstrak etanol daun sirih hijau dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri
terhadap bakteri S. aureus dan E.coli pada konsentrasi 2,5% dan 10% (Hermawan
dkk.,2007). Pada penelitian Putri (2010) disebutkan bahwa kandungan flavonoid
dalam ekstrak etanol daun sirih hijau memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
P. acnes dengan nilai KBM (Kadar Bunuh Minimum) masing-masing sebesar 0,25%
b/v dengan nilai Rf 0,77 dan kandungan minyak atsiri dan saponin menunjukkan
aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dengan nilai Rf masing-masing 0,15
dan 0,92 pada pengujian menggunakan metode KLT-bioautografi.
2.2 Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau
2.2.1 Sifat fisika minyak atsiri daun sirih hijau
Sifat umum dari minyak atsiri antara lain tersusun oleh beberapa macam
komponen senyawa, mudah menguap pada suhu kamar, memiliki bau khas, rasa getir
tegantung jenis komponen penyusunnya, dalam keadaan segar dan murni minyak
atsiri tidak berwarna namun dalam penyimpanan dapat menjadi kuning (Febriyanti,
2010). Minyak atsiri larut dalam kloroform, eter, alkohol dan petroleum eter. Bobot
jenis minyak atsiri daun sirih hijau 0,9313 gram/mL; indek bias 1,4526 dan putaran
-
9
optik 4,259. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh
oksigen udara maupun sinar matahari karena terdiri dari berbagai macam komponen
penyusun (Novalny, 2006).
Minyak atsiri terdiri dari senyawa-senyawa monoterpen dan seskuiterpen,
berupa isoprenoid C10 dan C15 dengan rentang titik didih berbeda yaitu
monoterpen140-180C dan seskuiterpen > 200C (Padmawinata, 1987). Minyak atsiri
selain mengandung terpenoid juga mengandung fenilpropanoid, yaitu senyawa
fenol alam yang mempunyai cincin aromatik dengan rantai samping terdiri atas
tiga karbon. Eugenol merupakan salah satu kandungan senyawa fenol dalam minyak
atsiri yang memiliki titik didih 2530 C (Padmawinata, 1987).
2.2.2 Kandungan kimia minyak atsiri daun sirih hijau
Kandungan minyak atsiri dalam daun sirih hijau sebesar 1- 4,2%. Minyak atsiri
daun sirih hijau sebagian besar terdiri dari eugenol dan derivat eugenol yaitu: kavikol,
kavibetol, allylpyrokatekol, karvakol, eugenol metil eter, eugenol metil eter dan
senyawa golongan terpenoid (Hariana, 2013). Adanya perbedaan komposisi minyak
sirih diduga disebabkan oleh perbedaan jenis daun sirih, tempat tumbuh dan iklim
(Koesmiati, 1966 dalam Novalny, 2006). Pada tabel 2.1 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan kandungan utama minyak atsiri daun sirih hijau berdasarkan daerah
tempat tumbuh tanaman sirih.
-
10
Tabel 2.1 Perbedaan Kandungan Utama Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau dari
Berbagai Daerah (Rimando et al., 1986; Garg dan Jain, 1992 ; Kumar et
al., 2007; Prabodh dan William, 2012; Saxena et al., 2014)
No Daerah Tempat Tumbuh
Tanaman Sirih Hijau
Komposisi Utama Minyak Atsiri
1 Indian Kavicol
2 Vietnam Isoeugenol
3 Philipina dan Nepal Eugenol
4 India Kavibetol
2.2.3 Bioaktivitas Minyak Atsiri Daun Sirih Hijau sebagai Antibakteri
Minyak atsiri daun sirih hijau dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri S. aureus yang merupakan bakteri Gram positif. Pada konsentrasi 20 L, 50
L, 100 L minyak atsiri per disk memberikan daya hambat masing-masing yaitu 20
mm; 27 mm dan 32 mm (Sugumuran, 2011). Aktivitas antibakteri minyak atsiri daun
sirih hijau memiliki daya hambat mencapai 32 mm termasuk dalam katagori
susceptible (Cockerill et al, 2012). Minyak atsiri daun sirih hijau memiliki aktivitas
antibakteri terhadap bakteri S. aureus dengan nilai kadar hambat minimum 100
L/mL (Suppakul et al., 2006).
Carvacrol, eugenol dan kavibetol merupakan isomer eugenol yang dilaporkan
memiliki aktivitas paling kuat terhadap bakteri Gram postif dan Gram negatif.
Mekanisme aksi dari kandungan minyak atsiri dalam menghambat bakteri yaitu
dengan mendestruksi membran sitoplasma dan mengkoagulasi isi sel bakteri
(Dorman and Deans, 2000; Friedman et al., 2002).
-
11
2.3 Kondisi Tempat Tumbuh Tanaman Sirih Hijau
Tanaman sirih termasuk dalam keluarga Piperaceae. Pertumbuhan tanaman sirih
dipengaruhi oleh faktor ekologi seperti iklim, jenis tanah dan ketinggian tempat.
Iklim terdiri dari faktor curah hujan, intensitas cahaya dan lama penyinaran serta
angin. Tanaman sirih tumbuh baik dengan iklim sedang sampai basah. Tanaman sirih
tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian tempat berkisar 200-1000 m dpl, namun
tanaman sirih dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 50 mdpl dengan perbaikan
kondisi tanah. Tanaman sirih dapat tumbuh baik pada tanah subur akan tetapi
tanaman sirih dapat ditanam pada semua jenis tanah (Januati dan Rosita, 1992).
Metabolit sekunder pada tanaman merupakan produk yang dihasilkan tanaman
untuk melindungi diri dari bahaya pada ekosistemnya. Tuteja (2010) menyebutkan
bahwa peninggakatan suhu akan meningkatkan produksi kandungan terpenoid dan
fenol seperti flavonoid dan fenilpropanoid. Phenylalanie ammonia-lyase (PAL)
diduga berperan sebagai enzim pada jalur sintesis fenilpropanoid. Peningkatan
aktivitas PAL terhadap respon panas dipertimbangkan sebagai penyesuaian diri utama
sel terhadap suhu tinggi. Suhu tinggi akan menginduksi biosintesis senyawa fenol.
Pada tanaman yang tumbuh pada daerah dataran rendah dengan suhu tinggi, jumlah
kandungan fenol akan lebih tinggi dibandingkan pada tanaman yang tumbuh pada
daerah dengan suhu rendah.
-
12
Berdasarkan ketinggian tempat, wilayah Indonesia dibedakan menjadi empat
yaitu daerah dataran rendah, dataran sedang, pegunungan dan dataran tinggi. Masing-
masing wilayah memiliki faktor iklim dengan kondisi yang berbeda tergantung
ketinggian tempat. Berikut ini adalah pembagian ketinggian tempat, suhu udara dan
keadaan udara yaitu:
1. Dataran rendah dengan ketinggian tempat 0-200 m diatas permukaan laut,
suhu udara 27-25 C dan keadaan udara panas.
2. Dataran sedang dengan ketinggian tempat 200-1000 m diatas permukaan laut,
suhu udara 24-19 C dan keadaan hangat.
3. Pegunungan dengan ketinggian tempat 1000-2000 m diatas permukaan laut,
suhu udara 18-13 C dan keadaan sejuk.
4. Dataran tinggi dengan ketinggian tempat 2000-4500 m diatas permukaan laut,
suhu udara 12-0 C dan keadaan dingin (Sarpian, 2003).
2.4 Destilasi Air
Penyulingan atau destilasi merupakan pemisahan komponen suatu campuran dari
2 jenis cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat.
Pada penelitian ini digunakan metode penyulingan dengan air (water distillation).
Pada metode ini bahan yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan mengapung diatas air atau terendam sempurna tergantung dari
bobot jenis dan jumlah bahan. Uap yang keluar dari ketel dialirkan dengan pipa yang
dihubungkan dengan kondensor. Uap yang merupakan campuran uap air dan minyak
-
13
akan terkondensasi menjadi cair dan ditampung dalam wadah, selanjutnya cairan
minyak dan air tersebut dipisahkan untuk mendapatkan minyak atsiri. Keuntungan
dari destilasi air adalah alat yang digunakan sederhana dan dibutuhkan waktu yang
singkat untuk mendapatkan minyak atsiri (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.5 Acne vulgaris
Jerawat atau acne vulgaris merupakan peradangan terjadi pada kelenjar
polisebaseum. Gambaran klinis jerawat dapat berupa komedo, papul, pustul hingga
nodus dan jaringan parut. Patogenesis jerawat meliputi empat faktor yaitu
hiperproliferasi epidermis folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi
sebum berlebihan, inflamasi dan aktivitas Propionibacterium acnes (Tahir, 2010;
Titus dan Hodge, 2012).
Hormon androgen merupakan hormon yang berperan penting pada patogenesis
jerawat. Jerawat terjadi saat adrenarke yaitu saat kelenjar adrenal aktif menghasilkan
dehidroepiandrosteron sulfat kemudian dikonversi menjadi hormon testoteron.
Hormon testoteron akan dikonversi menjadi bentuk yang lebih aktif yaitu
dihidrotestoteron (DHT) dengan bantuan enzim 5-alfa reduktase. DHT akan
merangsang proliferasi keratinosit folikel. Keratinisasi saluran folikel yang
meningkat merupakan awal terbentuknya komedo. Seiring dengan menumpuknya
material keratin dinding folikel melebar dan bartambah tipis. Secara bersamaan
kelenjar sebasea menjadi atrofi dan berganti menjadi sel epitel.
-
14
Penderita jerawat memiliki kadar androgen serum lebih tinggi dibandingkan
dengan orang normal. Androgen meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan
merangsang produksi sebum. Di dalam folikel rambut tersebut terjadi akumulasi
keratin, sebum, dan bakteri, dan menyebabkan dilatasi folikel rambut bagian atas,
membentuk mikrokomedo. Mikrokomedo yang berisi keratin, sebum, dan bakteri,
akan membesar dan ruptur. Isi dari mikrokomedo yang keluar akan menimbulkan
respons inflamasi. Faktor lain penyebab terjadinya jerawat adalah P. acnes, bakteri
Gram positif dan anaerob yang merupakan flora normal kelenjar pilosebasea. Peranan
pada patogenesis jerawat adalah memecah trigliserida, salah satu komponen sebum,
menjadi asam lemak bebas sehingga terjadi kolonisasi yang memicu inflamasi. Selain
itu, antibodi terhadap antigen dinding sel meningkatkan respon inflamasi melalui
aktivasi komplemen (Movita, 2013).
2.6 Propionibacterium acnes
Divisi : Actinobacteria
Kelas : Actinobacteridae
Bangsa : Actinomycetales
Suku : Propionibacteriaceae
Marga : Propionibacterium
Jenis : Propionibacterium acnes (Khan et al, 2009).
Propionibacterium acnes adalah organisme yang pada umumnya memberi
kontribusi terhadap terjadinya jerawat (Jawetz et al., 2001). P. acnes termasuk bakteri
-
15
Gram positif dan bersifat anaerob yang toleran terhadap udara. Bakteri P.acnes
merupakan bakteri flora normal pada kulit. Peranan bakteri P. acnes dalam
pembentukan jerawat adalah dengan menghasilkan lipase yang memecah trigliserida
menjadi asam lemak bebas sehingga menyebabkan peradangan. Bakteri P. acnes
berproliferasi dan memperparah peradangan dengan merangsang produksi sitokin
proinflamasi (Damayanti, 2014).
Bakteri P. acnes mempunyai kemampuan untuk menghasilkan katalase. Ciri-
ciri bakteri Propionibacterium acnes adalah berbentuk batang tak teratur yang terlihat
pada pewarnaan Gram positif. Bakteri ini tidak menghasilkan endospora. Bakteri ini
dapat berbentuk filamen bercabang atau campuran antara bentuk batang atau filamen
dengan bentuk 7 kokoid (Putri, 2010). Uji yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi bakteri P. acnes dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Uji identifikasi bakteri P. acnes (Konema et al, 1994).
No. Uji Konfirmasi yang dilakukan Hasil
1 Pengecatan Gram Berwarna ungu
2 Pengamatan mikroskop Campuran berbentuk batang dan
kokus
3 Katalase +
4 H2S -
2.7 Jenis Antibiotik untuk Mengobati Infeksi P. acnes
Pengobatan masalah jerawat yang disebabkan oleh bakteri P. acnes umumnya
menggunakan antibiotika. Antibiotika yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua
golongan yakni oral dan topikal. Salah satu antibiotik yang digunakan dalam
-
16
pengobatan jerawat adalah tetrasiklin. Tetrasiklin memiliki kemampuan menurunkan
konsentrasi asam lemak bebas dan menekan pertumbuhan bakteri P. acnes. Akan
tetapi tetrasiklin tidak banyak digunakan dikarenakan angka resistensi P. acnes yang
cukup tinggi. Turunan tetrasiklin yaitu doksisiklin dan minosiklin digunakan sebagai
pengganti tetrasiklin sebagai antibiotik oral lini pertama untuk jerawat dengan dosis
50 mg-100 mg dua kali sehari (Movita, 2013).
Pada penelitian ini digunakan antibiotika doksisiklin sebagai kontrol postif.
Doksisiklin memiliki aktivitas hampir sama dengan tetrasiklin, namun belum adanya
laporan mengenai kasus resistensi terhadap bakteri P. acnes.
2.8 Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Difusi Disk
Berbagai macam metode untuk mengukur potensi antimikroba dari suatu zat
antimikroba dari suatu zat antimikroba, metode yang umum digunakan yaitu metode
difusi dan metode dilusi (Black, 1999). Metode difusi disk merupakan metode
pengujian aktivitas antibakteri yang sederhana, ekonomis dan reproduksibel (Konema
et al, 1994). Dalam metode difusi disk menggunakan piringan berisi agen
antimikroba yang diletakan pada media agar yang sebelumnya telah ditanami
mikroorganisme sehingga agen antimikroba dapat berdifusi pada media agar tersebut.
Area jernih mengindikasikan adanya adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme
oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi, 2008).
-
17