BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ......

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi Regional Komplek akresi – kolisi Kapur dalam paparan Sunda merupakan kumpulan batuan yang disrupted secara tektonik dimana pembentukannya dihasilkan oleh berbagai macam proses geologi yang kompleks. Salah satunya tersebar di kompleks Lok Ulo, Jawa Tengah (Hamilton, 1989; Parkinson, dkk., 1998; Wakita, 2000). Penelitian kompleks melange Lok Ulo, daerah ini telah dilakukan oleh Asikin (1974) membahas evolusi Lok Ulo dengan konsep tektonik baru (plate tektonik); Suparka (1987) membahas petrologi dan geokimia ofiolit Lok Ulo; Handoyo, dkk (1995) mendalami karakteristik melange dan olisostrom; Miyazaki, dkk (1998) membahas batuan glaukofan – kuarsa – jadeit dari Karangsambung Jawa Tengah; Parkinson, dkk., (1998) membahas tentang tektonik batuan metamorfik derajat tinggi berumur Pra Tersier dan asosiasi batuan Jawa, Kalimantan dan Sulawesi; Wakita (2000) tentang kompleks akresi dan kolisi Kapur di Indonesia Tengah; Permana, dkk (2005 & 2006) tentang penelitian batuan metamorf derajat tinggi di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan. Komplek ofiolit Karangsambung Utara menurut Suparka (1987) disusun oleh batuan ultramafik (harsburgit terserpentinisasi, serpentinit, lersolit hornblende) dan batuan mafik (gabro, basalt, serta diabas). Mineral penyusun batuan mafik terdiri dari plagioklas, dan piroksen sebagai komponen utama. Gabro, basalt dan diabas umumnya aphyric, dapat digolongkan ke dalam toleit. Batuan ultramafik bertekstur kumulat, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh pengendapan gravitasi dari magma primer (gambar 2.1). Umur kompleks melange Lok Ulo adalah Kapur Bawah sampai Paleosen (Asikin,1974). Sementara berdasarkan pentarikhan umur dari salah satu bongkah porfir kuarsa di dalam melange (Kenter,dkk;1976, dalam disertasi Suparka, 1987) menunjukkan umur 65 juta tahun atau batas antara Kapur Akhir dan Paleosen; pentarikhan umur dilakukan dengan menggunakan metode jejak belah (fission track) terhadap mineral zirkon dari batuan porfir kuarsa. Selain itu, pentarikhan umur dilakukan pada sekis dari komplek yang sama, berdasarkan metode K-Ar didapatkan umur 117 ± 1,1 juta tahun dan filit dengan metode Tinjauan Pustaka 5

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ......

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stratigrafi Regional

Komplek akresi – kolisi Kapur dalam paparan Sunda merupakan kumpulan batuan yang

disrupted secara tektonik dimana pembentukannya dihasilkan oleh berbagai macam

proses geologi yang kompleks. Salah satunya tersebar di kompleks Lok Ulo, Jawa

Tengah (Hamilton, 1989; Parkinson, dkk., 1998; Wakita, 2000).

Penelitian kompleks melange Lok Ulo, daerah ini telah dilakukan oleh Asikin (1974)

membahas evolusi Lok Ulo dengan konsep tektonik baru (plate tektonik); Suparka (1987)

membahas petrologi dan geokimia ofiolit Lok Ulo; Handoyo, dkk (1995) mendalami

karakteristik melange dan olisostrom; Miyazaki, dkk (1998) membahas batuan glaukofan

– kuarsa – jadeit dari Karangsambung Jawa Tengah; Parkinson, dkk., (1998) membahas

tentang tektonik batuan metamorfik derajat tinggi berumur Pra Tersier dan asosiasi

batuan Jawa, Kalimantan dan Sulawesi; Wakita (2000) tentang kompleks akresi dan

kolisi Kapur di Indonesia Tengah; Permana, dkk (2005 & 2006) tentang penelitian batuan

metamorf derajat tinggi di Jawa, Sulawesi dan Kalimantan.

Komplek ofiolit Karangsambung Utara menurut Suparka (1987) disusun oleh batuan

ultramafik (harsburgit terserpentinisasi, serpentinit, lersolit hornblende) dan batuan mafik

(gabro, basalt, serta diabas). Mineral penyusun batuan mafik terdiri dari plagioklas, dan

piroksen sebagai komponen utama. Gabro, basalt dan diabas umumnya aphyric, dapat

digolongkan ke dalam toleit. Batuan ultramafik bertekstur kumulat, dimana

pembentukannya dipengaruhi oleh pengendapan gravitasi dari magma primer (gambar

2.1).

Umur kompleks melange Lok Ulo adalah Kapur Bawah sampai Paleosen (Asikin,1974).

Sementara berdasarkan pentarikhan umur dari salah satu bongkah porfir kuarsa di dalam

melange (Kenter,dkk;1976, dalam disertasi Suparka, 1987) menunjukkan umur 65 juta

tahun atau batas antara Kapur Akhir dan Paleosen; pentarikhan umur dilakukan dengan

menggunakan metode jejak belah (fission track) terhadap mineral zirkon dari batuan

porfir kuarsa. Selain itu, pentarikhan umur dilakukan pada sekis dari komplek yang sama,

berdasarkan metode K-Ar didapatkan umur 117 ± 1,1 juta tahun dan filit dengan metode

Tinjauan Pustaka 5

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

6

Rb-Sr berumur 85 juta tahun. Suparka (1987) melakukan pentarikhan umur kelompok

ofiolit menggunakan penarikan radiometri K-Ar, yaitu pada basalt dan diabas yang

mewakili kelompok ofiolit serta sekis mika (batuan metamorf) didapatkan umur batuan

berturut-turut adalah 81 ± 4,06 juta tahun dan 85,03 ± 4,25 juta tahun; batuan sekis mika

diperoleh umur 101,71 ± 5,15 juta tahun. Peneliti lainnya, yaitu Wakita, dkk (1994b,

dikutip dari Parkinson dkk., 1998) mengatakan bahwa komplek Lok Ulo berumur Kapur

Awal – Kapur Akhir berdasarkan analisa pada batuan sedimen (kumpulan radiolaria) dari

shale sampai chert.

Pola umum struktur kompleks melange Lok Ulo berarah Timur – Barat dimana blok

tektonik tersusun atas sekis kristalin, filit, marmer, riolit, dasit, batuan mafik dan ultra

mafik, gamping, rijang, serpih silikaan, serpih, batupasir dan konglomerat, terdapat

sebagai keratan tektonik dan sebagai blok fault-bounded. Kompleks ini ditutupi secara

tidak selaras oleh Formasi Karangsambung yang berumur Eosen (gambar 2.2).

2.2 Kerangka Tektonik Jawa

Perkembangan tektonik pulau Jawa telah diuraikan oleh para peneliti terdahulu seperti

Asikin (1974), Hamilton (1989), Parkinson dkk., (1998), Wakita (2000) dan Sribudiyani,

dkk (2003).

Perkembangan tektonik pulau Jawa dimulai pada waktu Kapur Awal sejak terpisahnya

lempeng Hindia – Australia dari lempeng Antartika, yaitu pada saat kerak samudera

Hindia bergerak ke utara mendekati kerak benua Eurasia (Asikin, 1974; Hamilton, 1989;

Wakita, 2000; dan Sribudiyani, dkk., 2003) (gambar 2.3).

Subduksi antara kerak samudera Hindia dengan kerak tepian benua Eurasia terjadi pada

kala Kapur Akhir - Tersier Awal dengan lajur tunjaman berbentuk melengkung. Di

Sumatera, Jawa dan Kalimantan arah lajur tunjaman membentuk sudut yang miring

terhadap gaya utama (Hamilton, 1979). Kecepatan penunjaman kerak samudera Hindia

terhadap kerak benua Eurasia 5 – 10 cm/tahun (Hamilton,1979). Selama proses

penunjaman, terjadi aktivitas volkanomagmatik yang berumur Kapur Akhir – Tersier

Awal. Bersamaan dengan berjalannya proses penunjaman, terbentuk satuan batuan

komplek akresi berupa komplek melange yang merupakan kumpulan batuan asal kerak

samudera dan kerak benua. Proses akresi menurut Wakita (2000) berkembang sepanjang

Tinjauan Pustaka

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

7

tepian paparan Sunda dimana bagian kompleks Lok Ulo merupakan tipikal accretionary

wedge yang terbentuk dari proses akresi kerak samudera pada umur Kapur. Sementara

itu, Sribudiyani, dkk (2003) mengatakan bahwa terdapat keterlibatan mikrokontinen

Gondwana selain terjadi subduksi. Proses subduksi pada Tersier Awal berpengaruh pada

bagian bawah Formasi Karangsambung, yakni pada kala Eosen (Asikin, 1974). Pada kala

Eosen Awal sampai Oligosen Awal kecepatan penunjaman kerak samudera Hindia

terhadap kerak tepian benua Eurasia berkurang menjadi 2,16 cm/tahun (Hamilton, 1979)

sehingga akibat pengurangan kecepatan ini, terjadi gaya kompresi pada bagian cekungan

belakang busur, cekungan muka busur dan komplek akresi yang disertai dengan gerakan

vertikal mengakibatkan sebagian dari komplek akresi mengalami pengangkatan.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Batuan Metamorf

Bates dan Jackson (1980) mendefinisikan metamorfisme sebagai perubahan mineralogi,

struktur kristal batuan dalam kondisi padat yang terjadi pada kedalaman dibawah zona

pelapukan dan sementasi. Batuan metamorfik berbeda secara mineralogi dari kondisi

batuan asalnya.

Proses metamorfisme bersifat tidak statis (Spear, 1993), dikarakteristikkan oleh

perubahan kondisi tekanan, temperatur, dan strain. Temperatur merupakan faktor penting

dalam proses metamorfik karena banyak reaksi metamorfik ditentukan oleh perubahan

dalam temperatur. Terjadinya perubahan temperatur pada batuan memerlukan adanya

penambahan panas. Sumber panas bisa dari intrusi (metamorfisme kontak) atau

bersumber dari zona subduksi (metamorfisme regional). Tekanan dalam metamorfisme

regional bergantung pada kedalaman. Semakin dalam, semakin meningkat perubahan

tekanannya. Sedangkan dalam metamorfisme kontak hanya temperatur yang memegang

peranan.

Menurut Barker (1990), proses metamorfisme dikontrol oleh antara lain: perubahan

temperatur dan tekanan, kimia fluida, perubahan fluida, rata-rata tekanan dan lain-lain.

Tekanan merupakan fungsi penentuan kedalaman dalam kerak, sementara temperatur

berfungsi untuk mengetahui gradien geothermal dan geothermal suatu wilayah.

Pemahaman tentang proses metamorfisme penting karena batuan ini dapat memberikan

informasi tentang evolusi geologi suatu daerah.

Tinjauan Pustaka

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

8

2.3.2 Konsep Fasies metamorf

Konsep fasies pertama kali diusulkan oleh Eskola (1920, 1939), Korzhinskii (1959),

Coombs, dkk (1960, 1961), Winkler (1974) dan Miyashiro (1973, 1974). Menurut

Miyashiro, fasies metamorf yaitu batuan yang terekristalisasi pada temperatur, tekanan

dan potensial kimia H2O tertentu. Tiap individu zona dibatasi oleh perubahan mineral

mayor. Miyashiro menghindari kesukaran dalam mengadopsi luasnya data P – T individu

fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

metamorf. Oleh karena itu, Miyashiro membagi fasies metamorf terbagi ke dalam 10

fasies, yaitu ;

1. Fasies sekis hijau terdiri atas kumpulan mineral aktinolit + klorit + epidot + albit.

2. Fasies amfibolit epidot dikarakteristikkan oleh kumpulan mineral albit + epidot +

hornblende. Amfibolit epidot dibedakan dari sekis hijau yaitu oleh adanya hornblende

selain aktinolit.

3. Fasies amfibolit ditandai oleh asosiasi mineral plagioklas intermedier (Na – Ca plag) –

plagioklas basa (Ca – plag) dan hornblende.

4. Fasies granulit terdiri atas kumpulan mineral orto & klinopiroksen + garnet almandin

– pirop.

5. Fasies sekis glaukofan dikarakteristikkan oleh kumpulan mineral glaukofan + lawsonit

+ kuarsa.

6. Fasies eklogit terdiri atas kumpulan mineral klinopiroksen (omphacite) + Mg garnet +

kuarsa (atau kianit).

7. Fasies piroksen – hornfels dikarakteristikkan oleh kumpulan mineral orto &

klinopiroksen dan tidak adanya garnet almandin dan pirop.

8. Fasies sanidinit mewakili temperatur paling tinggi kombinasi dengan batuan tekanan

rendah. Fasies ini terdiri atas kumpulan mineral klinopiroksen + labradorit + kuarsa.

9. Fasies prehnit – pumpelit dikarakteristikkan oleh hadirnya mineral prehnit dan

pumpelit.

10. Fasies zeolit ditandai oleh hadirnya mineral stilbit + heulandit + laumontit + wairakit

dengan meningkatnya temperatur.

Namun, dalam hal ini penulis memakai klasifikasi Barker (1990) karena merupakan hasil

gabungan dari para peneliti sebelumnya serta mengambil perhitungan empiris observasi

dan pertimbangan teori yang diperlukan.

Tinjauan Pustaka

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

9

Konsep fasies metamorfik menurut Barker (1990) didasarkan pada proses metamorfisme

dan pemahaman sejarah P dan T dari fasies metamorfik serta analisis paragenesa batuan

protolithnya.

Barker (1990) membuat klasifikasi fasies metamorfik yang berasal dari batuan beku

mafik (gambar 2.4);

1. Mineral kelompok zeolit (zeo) merupakan indikator yang baik untuk temperatur

metamorfisme tingkat paling rendah. Zona analsim-heulandit pada fasies zeolit

terbentuk pada temperatur 100oC – 200oC. Kemudian zona ini diganti oleh zona

laumontit yang terbentuk pada temperatur 200oC – 275oC.

2. Metamorfisme metabasit zona laumontit secara langsung masuk kedalam fasies

prehnit – pumpelit (PP) atau fasies prehnit – aktinolit (PrA). Antara suhu 300oC –

400oC, prehnit merupakan fase kunci dalam metabasit tingkat rendah dan berguna

dalam indikator kondisi P dan T. Umumnya ubahannya langsung dari Ca-plagioklas

atau sebagai pengganti zeolit yang terbentuk lebih awal.

3. Dalam fasies prehnit – pumpelit (PP) dan fasies prehnit – aktinolit (PrA), piroksen

terubah menghasilkan klorit, aktinolit, dan pumpelit (PA). Dengan meningkatnya

temperatur, prehnit dan pumpelit menjadi tidak stabil dan diganti oleh mineral

kelompok epidot.

4. Karakteristik fasies sekishijau (greenschist/GS) yaitu aktinolit (act) + klorit (chl) +

kuarsa (qtz) + albit (ab) + epidot (ep)+ sfen (spn).

5. Transisi dari sekishijau ke fasies amfibolit adalah fasies epidot amfibolit ditandai

dengan perubahan aktinolit ke hornblende dan albit ke oligoklas. Perubahan

temperatur dan mineralogi dipengaruhi oleh tekanan dan kimia batuan, juga adanya

miscibility gap dalam Ca-amfibol dan plagioklas (peristerit gap). Peristerit gap

dalam batuan metabasit terbentuk pada tekanan rendah (2 kbar) (Maruyama, et al

(1982). Mereka menemukan bahwa zona transisi terdiri atas ‘peristerit pairs’ +

Epidot (ep) + klorit (chl) + Ca-amfibol (biasanya aktinolit + hornblende) + kuarsa

(qtz) + sfen (spn) terbentuk pada temperatur 370oC – 420oC.

6. Pada temperatur yang lebih tinggi dari sekishijau, kumpulan mineral ini diganti oleh

zona amfibolit (AM) terdiri atas plagioklas (An20-An50) + hornblende (hrb) + klorit

(chl) + sfen (spn)+ ilmenit (ilm). Di bawah kondisi tekanan lebih tinggi, amfibolit

dikarakteristikkan oleh oligoklas (olg) + hornblende (hrb) + epidot (ep) + rutil (±

kuarsa ± garnet).

Tinjauan Pustaka

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

10

7. Jika metabasit termetamorfisme di bawah fasies granulit atau piroksen hornsfel,

dicirikan oleh kehadiran struktur granoblastik, dengan mineralogi terdiri atas : Opx

(hipersten) + anortit (an) + plagioklas (plg) + Cpx + spinel (spl) + garnet (gnt). Dalam

beberapa granulit, Piroksen hornblende hadir pada temperatur 700oC – 750oC.

8. Di bawah kondisi fasies granulit tekanan tinggi, anortit plagioklas menjadi meningkat

tidak stabil dan akhirnya mineral tersebut keluar. Garnet umumnya jarang teramati

pada fasies piroksen hornfels sementara pada fasies granulit (GR) umumnya dapat

teramati. Perubahan dari piroksenit pembawa spinel – garnet dan lerzolit terjadi

dalam fasies granulit sampai fasies eklogit (EC).

9. Dalam fasies eklogit, kumpulan mineralnya adalah Cpx (omfasit) + garnet dalam

jumlah yang sama. Fase asesorisnya adalah kuarsa, rutil dan kianit. Metabasit dari

lingkungan sekisbiru didominasi oleh mineral Na-amfibol seperti glaukofan dan

krosit.

10. Kumpulan mineral dari sekisbiru (BS) mengindikasikan kondisi metamorfisme pada

temperatur rendah dengan tekanan tinggi. Pada tekanan lebih rendah dari fasies

eklogit, fasies sekisbiru terbentuk pada tekanan 5 - 8 kbar dan pada temperatur 200oC

– 350oC. Mineralogi metabasitnya adalah galena + epidot (lawsonit) + sfen + albit +

kuarsa + klorit + mika putih + Stp + kalsit). Sekis biru pada tekanan lebih tinggi

mengandung sedikit jadeit piroksen ke glaukofan. Banyak fasies sekisbiru merupakan

transisi ke fasies sekishijau dan fasies epidot amfibolit. Dalam penambahan ke Na –

amfibol (glaukofan – krosit), fasies sekisbiru bertemperatur lebih tinggi umumnya

mengandung garnet dan amfibol sekunder seperti aktinolit atau Na-ca amfibol

diketahui sebagai baroisit fasies metamorf.

Untuk fasies metamorfik pelit dan psammit berdasarkan pada klasifikasi Barker (1990)

(gambar 2.5). Ilit merupakan fase silikat berlembar yang dominan dalam pelit, terbentuk

pada temperatur 215oC – 280oC. Ilit digantikan oleh muskovit pada temperatur 270oC –

280oC. Selama low grade metamorphism , klorit berubah strukturnya dari tipe 1b menjadi

II b. ini terjadi pada temperatur 150oC – 200oC. Di atas 300oC batuan tersebut masuk ke

dalam bagian bawah fasies sekis hijau. Pelit mempunyai komposisi Chl + Ms + Qtz + Ab

(±cal). Kumpuan mineral tersebut terbentuk pada temperatur 300oC – 425oC. Peningkatan

temperatur dari low sekis hijau – upper sekis hijau ditandai dengan hadirnya biotit, yaitu

pada temperatur 425oC – 450oC. Pada beberapa tempat garnet spesartin memungkinkan

terdapat dalam batuan tersebut, tetapi porfiroblast garnet spesartin hanya terbentuk pada

Tinjauan Pustaka

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

11

temperatur 450oC – 500oC. Meskipun garnet spesartin mungkin terjadi pada sekis hijau,

adanya garnet almandin merupakan indikasi kondisi fasies epidot amfibolit atau lebih

tinggi. Karakteristik mineral lain pada kondisi fasies sekis hijau – epidot amfibolit adalah

kloritoid. Pemunculan kloritoid mulai terbentuk pada temperatur 525oC – 560oC. pada

temperatur lebih dari 525oC – 560oC, kloritoid keluar membentuk staurolit. Pemunculan

staurolit dan kyanit dalam pelit (mid – amphibolite facies) menunjukkan kondisi P dan T

minimum, yaitu pada temperatur > 550oC dengan tekanan P > 5 kbar. Pada kondisi mid –

amphibolite facies (P = 6 – 8 kbar; T = 600oC – 670oC) kianit merupakan polimorf

dominan, tipikal kumpulan pelit menjadi Ky + Grt + Bt + Olg + Qtz (±Ms). Lebih atas

dari amphibolite facies, masuk ke dalam fasies granulit (P = 7 – 9 kbar; T = 670oC –

800oC), muskovit keluar membentuk k – felspar). Pada temperatur di atas 640oC terjadi

partial melting atau anateksis biasanya terjadi pada pelit dan memberikan pemunculan

granitoid. Masuknya metamorfik kontak, yaitu hadirnya biotit mengindikasikan

temperatur 425oC atau lebih besar. Pada temperatur ini, porfiroblast andalusit umum

dalam litologi pelitik. Andalusit merupakan indikator sangat baik pada kondisi tekanan

rendah. Andalusit tidak stabil di atas P = 4,5 kbar dan merupakan tipikal P < 4 kbar. Di

atas 515oC – 550oC, porfiroblast kordierit terbentuk dan kumpulannya adalah And + Crd

+ Bt. Dalam kasus lain, staurolit berkembang memberikan asosiasi And + St + Bt. Pada P

= 3 kbar, reaksi andalusit – silimanit terbentuk pada temperatur 590oC. Silimanit

prismatik terbentuk pada temperatur lebih tinggi, muskovit pecah dan membentuk k –

felspar. Dalam wilayah fasies sekis biru (tekanan tinggi temperatur rendah) pelit

menunjukkan sedikit reaksi. Pada tekanan menengah mereka dikarakteristikkan oleh

kumpulan fase yang sama dengan fasies sekis hijau. Kumpulan fase pelit fasies sekis biru

adalah Chl + mika putih + Ab + Qtz (±Stp, Cal, Ep + opak (Ilm atau Py).

Tinjauan Pustaka

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

12

Kog Gabro

KTl

KTs

Tomt

Km

Kose

Tmwt

Teol

KTm Batuan Terbreksikan

Grewake

Komplek Lok Ulo

Batugamping Terumbu

Formasi Totogan

Anggota Tuf Formasi Waturanda

Sekis dan Filit

Serpentinit

Keterangan :

Skala 1 : 1.000.000

(Mod. Asikin,dkk 1992 & Condon, dkk 1996)

Gambar 2.1 Geologi Regional Daerah penelitian yang terletak di kawasan Karangsambung dan Banjarnegara, kabupaten Kebumen, provinsi Jawa Tengah.

Tinjauan Pustaka

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

13

Gambar 2.2 Stratigrafi regional daerah kompleks melange Lok Ulo, Jawa Tengah (Asikin; 1974

dan Prasetyadi; 2006).

Tinjauan Pustaka

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

14

Gambar 2.3 komponen utama pada komplek akresi – kolisi Kapur (Wakita, 2000). Kompleks ini

terdistribusi antara sebuah kontinen (Sundaland) dan mikrokontinen (Paternoster, Buton, dll).

Komplek akresi Kapur Akhir terdistribusi di (1) Ciletuh, (2) Karangsambung, (3) Jiwo Hill, (4)

Bantimala, (5) Barru, (6) Latimojong, (7) Pompangea, (8) Meratus, (9) Pulau Laut.

Tinjauan Pustaka

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

15

Gambar 2.4 Klasifikasi fasies metamorfik menurut Barker (1990). Zeo (fasies zeolit), PP (fasies

prehnit-pumpelit), PrA (fasies prehnit-aktinolit), PA (fasies pumpelit-aktinolit), GS

(fasies sekishijau), EA (fasies epidot amfibolit), AM (fasies amfibolit), BS (fasies

sekis biru), GR (fasies granulit), EC (fasies eklogit).

Tinjauan Pustaka

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

16

Gambar 2.5 Klasifikasi fasies metamorfik pelitik dan psammitik menurut Barker (1990)

Tinjauan Pustaka

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi · PDF file2.3.1 Batuan Metamorf Bates dan Jackson ... fasies metamorfik dan konsentrasi deskripsi urutan metamorfik progresif dalam batuan

Sekis dan Filit

Serpentinit

Formasi Waturanda

Formasi Totogan

Komplek Lok Ulo

Grewake

Batuan Terbreksikan Teol

Tomt

Gabro

Kose

Km

Kog

Skala 1 : 1.000.000

Keterangan :

Tmwt

Batugamping Terumbu KTm

KTs

KTl

Skala 1 : 10.000.000

(Mod. Asikin,dkk 1992 & Condon, dkk 1996)

Gambar 2.1 Geologi Regional Daerah penelitian yang terletak di kawasan Karangsambung dan Banjarnegara, kabupaten Kebumen, i i h