BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Transportasi Makro

32
5 Institut Teknologi Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Transportasi Makro Sistem transportasi adalah suatu bentuk keterkaitan dan keterikatan antara penumpang atau barang, prasarana dan sarana transportasi yang berinteraksi dalam rangkaian perpindahan penumpang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan baik secara alami maupun rekayasa (buatan). Sistem transportasi bertujuan untuk mengoptimumkan proses transportai penumpang dan barang dalam ruang dan waktu tertentu, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti keamanan, kenyamanan, keselamatan, kelancaran, serta efisiensi waktu dan biaya. Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sub- sistem (mikro) halmana masing-masing sistem mikro tersebut akan saling terkait dan saling mempengaruhi. Sistem mikro tersebut adalah sebagai berikut (Tamin, 1994): 1. Sistem Kegiatan (Transport Demand). 2. Sistem Jaringan (Prasarana Transportasi/Transport Supply). 3. Sistem Pergerakan (Lalu Lintas/Traffic). 4. Sistem Kelembagaan. Sistem Kegiatan mempunyai tipe kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan (traffic production) dan akan menarik pergerakan (traffic attraction). Sistem tersebut merupakan suatu sistem pola kegiatan tata guna lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain- lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan adanya pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap harinya yang tidak dapat dipenuhi oleh tata guna tanah tersebut. Besarnya pergerakan yang ditimbulkan tersebut sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan yang dilakukan (Tamin, 2000). Pergerakan tersebut baik berupa pergerakan manusia dan/atau barang jelas membutuhkan suatu moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda transportasi tersebut dapat bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Transportasi Makro

5 Institut Teknologi Nasional

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Transportasi Makro

Sistem transportasi adalah suatu bentuk keterkaitan dan keterikatan antara

penumpang atau barang, prasarana dan sarana transportasi yang berinteraksi dalam

rangkaian perpindahan penumpang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan

baik secara alami maupun rekayasa (buatan). Sistem transportasi bertujuan untuk

mengoptimumkan proses transportai penumpang dan barang dalam ruang dan

waktu tertentu, dengan mempertimbangkan berbagai faktor seperti keamanan,

kenyamanan, keselamatan, kelancaran, serta efisiensi waktu dan biaya. Sistem

transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sub-

sistem (mikro) halmana masing-masing sistem mikro tersebut akan saling terkait

dan saling mempengaruhi. Sistem mikro tersebut adalah sebagai berikut (Tamin,

1994):

1. Sistem Kegiatan (Transport Demand).

2. Sistem Jaringan (Prasarana Transportasi/Transport Supply).

3. Sistem Pergerakan (Lalu Lintas/Traffic).

4. Sistem Kelembagaan.

Sistem Kegiatan mempunyai tipe kegiatan tertentu yang akan

membangkitkan pergerakan (traffic production) dan akan menarik pergerakan

(traffic attraction). Sistem tersebut merupakan suatu sistem pola kegiatan tata guna

lahan yang terdiri dari sistem pola kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-

lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan adanya pergerakan

sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap harinya yang tidak

dapat dipenuhi oleh tata guna tanah tersebut. Besarnya pergerakan yang

ditimbulkan tersebut sangat berkaitan erat dengan jenis dan intensitas kegiatan yang

dilakukan (Tamin, 2000).

Pergerakan tersebut baik berupa pergerakan manusia dan/atau barang jelas

membutuhkan suatu moda transportasi (sarana) dan media (prasarana) tempat moda

transportasi tersebut dapat bergerak. Prasarana transportasi yang diperlukan

6

Institut Teknologi Nasional

tersebut merupakan sistem mikro yang kedua yang biasa dikenal dengan Sistem

Jaringan yang meliputi jaringan jalan raya, kereta api, terminal bus dan kereta api,

bandara, dan pelabuhan laut (Tamin, 2000).

Interaksi antara Sistem Kegiatan dan Sistem Jaringan ini akan menghasilkan

suatu pergerakan manusia dan/atau barang dalam bentuk pergerakan kendaraan

dan/atau orang (pejalan kaki). Suatu Sistem Pergerakan yang aman, cepat, nyaman,

murah, dan sesuai dengan lingkungannya akan dapat tercipta jika pergerakan

tersebut diatur oleh suatu sistem rekayasa dan manajemen lalu-lintas yang baik.

Sistem Kegiatan, Sistem Jaringan, dan Sistem Pergerakan akan saling

mempengaruhi satu dengan lainnya seperti terlihat pada Gambar 2.1 (Tamin, 2000).

Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro

Sumber: Tamin, 2000.

Perubahan pada Sistem Kegiatan jelas akan mempengaruhi Sistem Jaringan

melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu

juga perubahan pada Sistem Jaringan akan dapat mempengaruhi Sistem Kegiatan

melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut.

Selain itu, Sistem Pergerakan memegang peranan yang penting dalam

mengakomodir suatu sistem pergerakan agar tercipta suatu sistem pergerakan yang

lancar yang akhirnya juga pasti akan mempengaruhi kembali Sistem Kegiatan dan

Sistem Jaringan yang ada. Ketiga sistem mikro ini saling berinteraksi satu dengan

yang lainnya yang terkait dalam suatu sistem transportasi makro (Tamin, 2000).

7

Institut Teknologi Nasional

2.2. Jalan dan Sistem Jaringan Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang digunakan sebagai tempat

bergeraknya kendaraan untuk melakukan pergerakan lalu lintas dari suatu tempat

ke tempat lain. Jalan digunakan sebagai prasarana distribusi barang maupun jasa

dalam memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat.

Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan Pasal 6 Ayat

1, jalan menurut peruntukkannya terdiri dari dua yaitu jalan umum dan jalan

khusus. Jalan umum adalah jalan yang dapat digunakan untuk lalu lintas umum

dalam mendistribusikan barang maupun jasa. Sedangkan jalan khusus adalah jalan

yang tidak dapat digunakan untuk lalu lintas umum yang dibangun dan dikelola

oleh orang atau instansi tertentu untuk kepentingan sendiri.

Berdasarkan fungsinya, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang

Jalan Pasal 8 Ayat 1 mengelompokkan jalan umum menjadi 4 (empat) yaitu:

1. Jalan Arteri

Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan

jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan Kolektor

Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan

rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan Lokal

Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan

jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan Lingkungan

Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan

lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata

rendah.

Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling

menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah ynng

8

Institut Teknologi Nasional

terjalin dalam hubungan hierarkis. Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun

2004 tentang Jalan Pasal 7 Ayat 1, sistem jaringan jalan terbagi atas 2 (dua) yaitu:

1. Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua

wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa

distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. Gambar 2.2 menunjukkan

struktur hierarki sistem jaringan jalan primer di perkotaan.

Gambar 2.2 Struktur Hierarki Jaringan Jalan Primer

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004.

2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan

peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam

kawasan perkotaan. Gambar 2.3 menunjukkan struktur hierarki sistem

jaringan jalan sekunder di perkotaan.

9

Institut Teknologi Nasional

Gambar 2.3 Struktur Hierarki Jaringan Jalan Sekunder

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004.

2.3. Kebutuhan untuk Data Jaringan Jalan

Salah satu data yang dibutuhkan dalam pemodelan transportasi adalah data

jaringan jalan. Untuk mendapatkan data jaringan jalan selain pengamatan langsung

juga perlu melakukan perhitungan lebih lanjut. Data jaringan jalan yang diperoleh

adalah data-data yang menyatakan keadaan sesungguhnya di lapangan. Data

jaringan jalan yang dibutuhkan dalam pemodelan transportasi antara lain

karakteristik jalan, arus lalu lintas, kapasitas ruas jalan, dan kecepatan arus bebas

(feee flow speed).

2.3.1. Karakteristik Jalan

Karakteristik jalan adalah sifat fisik dari suatu ruas jalan. Data-data yang

termasuk dalam karakteristik jalan adalah panjang jalan, lebar jalan, dan tipe jalan.

Panjang jalan dan lebar jalan termasuk data geometrik jalan yang dapat diperoleh

melalui pengukuran langsung atau melalui GPS (Global Positioning System).

Untuk lebar jalan biasanya dapat dinyatakan dalam lebar per lajur dengan satuan

10

Institut Teknologi Nasional

meter [m]. Panjang jalan dapat dinyatakan dengan satuan kilometer [km] atau meter

[m]. Tipe jalan dapat diperoleh melalui pengamatan langsung. Tipe jalan

dinyatakan dalam kode angka yang terdiri dari jumlah lajur dan jumlah arah pada

suatu ruas jalan diikuti dengan huruf ‘D’/’T’ atau ‘UD’/’TT’. D merupakan

singkatan dari Divided (Terpisah), artinya jalan antar arah yang berlawanan

dipisahkan dengan median. UD merupakan singkatan dari Un-Divided (Tidak

Terpisah), artinya jalan antar arah yang berlawanan tidak dipisahkan dengan

median melainkan hanya dengan marka saja. Misalnya tipe jalan 2/2 UD artinya

adalah jalan dengan dua lajur dan dua arah tidak terpisah, dan 4/2 D artinya adalah

jalan dengan empat lajur dan dua arah yang dipisahkan oleh median.

2.3.2. Arus Lalu Lintas

Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik

pengamatan dalam satuan waktu dan disimbolkan dalam 𝑄. Menurut Manual

Kinerja Jalan Indonesia (MKJI) 1997 kendaraan yang diperhitungkan sebagai arus

lalu lintas hanya kendaraan bermotor, sedangkan kendaraan tidak bermotor

(kendaraan yang tidak digerakan oleh mesin) tidak diperhitungkan sebagai arus lalu

lintas melainkan diperhitungkan sebagai hambatan samping (side friction).

Arus lalu lintas dapat dinyatakan dalam kendaraan per jam [kend/jam] yang

disimbolkan dengan 𝑄𝑘𝑒𝑛𝑑, satuan mobil penumpang per jam [smp/jam] yang

disimbolkan dengan 𝑄𝑠𝑚𝑝, Lintasan Harian Rata-rata (LHR), atau Lintasan Harian

Rata-rata Tahunan (LHRT). Data arus lalu lintas dapat diperoleh melalui observasi

lapangan dengan cara survei yang dilakukan dalam waktu dan durasi tertentu. Data

arus lalu lintas bersifat tidak tetap, data yang diperoleh hari ini belum tentu sama

dengan data keesokan hari dan seterusnya.

2.3.3. Kapasitas Jalan

Kapasitas adalah jumlah arus lalu lintas yang tetap atau dapat dipertahankan

pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu. Kapasitas dari jalan dipengaruhi

oleh tipe jalan, lebar jalan, hambatan samping, distribusi arah, dan ukuran kota.

Kapasitas disimbolkan dengan 𝐶 yang berasal dari kata capacity. Kapasitas suatu

11

Institut Teknologi Nasional

jalan biasanya dinyatakan dalam satuan kend/jam atau smp/jam (Direktorat

Jenderal Bina Marga, 1997).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan Pasal 12

Ayat 1, kapasitas jalan merupakan jumlah maksimum kendaraan yang dapat

melewati suatu penampang tertentu pada suatu ruas jalan, satuan waktu, keadaan

jalan, dan lalu lintas tertentu.

2.3.4. Kecepatan Arus Bebas

Kecepatan arus bebas (free flow speed) didefinisikan sebagai kecepatan

pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika

mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain

di jalan. Kecepatan arus bebas telah diamati melalui pengumpulan data lapangan,

dimana hubungan antara kecepatan arus bebas dengan kondisi geometrik dan

lingkungan telah ditentukan dengan metode regresi. Kecepatan arus bebas

kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan

pada arus = 0. Kecepatan arus bebas untuk kendaraan berat dan sepeda motor juga

diberikan sebagai referensi. Kecepatan arus bebas untuk mobil penumpang

biasanya 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain (Direktorat Jenderal

Bina Marga, 1997).

2.4. Pemodelan Transportasi

Ada banyak cara untuk membuat model, seperti model yang dibuat fisiknya,

model dalam peta dan diagram, dan model dalam bahasa matematika dan statistik.

Dalam membuat model transportasi, model dalam bentuk bahasa matematika dan

statistik lebih cocok untuk digunakan karena hasil analisisnya dapat terukur dengan

angka secara matematis. Selain itu model transportasi juga dapat disimulasikan

dalam sebauh aplikasi atau perangkat lunak pada komputer untuk mempermudah

analisis dan menghemat waktu. Bagian-bagian yang akan dimodelkan pada aplikasi

adalah daerah kajian sebagai batas pemodelan, pusat dari zona kajian sebagai inti

pergerakan antar zona, dan ruas jalan yang akan membentuk link atau penghubung

zona.

12

Institut Teknologi Nasional

2.4.1. Daerah Kajian

Daerah yang akan dikaji harus ditentukan untuk medefinisikan sistem

kegiatan dan sistem jaringan. Biasanya daerah kajian mencakup wilayah suatu kota,

akan tetapi harus dapat mencakup ruang atau daerah yang cukup untuk

pengembangan kota dimasa mendatang pada tahun rencana. Biasanya survei

kendaraan yang melalui garis kordon (batas daerah kajian) perlu dilakukan agar

batas dapat ditentukan sehingga tidak memotong jalan yang sama lebih dari dua

kali (untuk menghindari perhitungan ganda dua kendaraan yang sama). Batas

tersebut juga bisa berupa batas alami seperti sungai dan rel kereta api (Tamin,

2000).

Aktivitas tata guna lahan (dan zona asal) atau sistem kegiatan diasumsikan

berlokasi pada titik tertentu dalam zona yang disebut pusat zona. Dua dimensi yang

perlu diperhatikan adalah jumlah zona dan ukuran atau luas zona. Keduanya jelas

saling terkait. Semakin banyak jumlah zona, semakin kecil luas daerah yang dapat

diliput oleh zona tersebut. Dalam prakteknya, tingkat resolusi sistem zona sangat

tergantung dari maksud dan tujuan kajian, batasan kondisi waktu, serta biaya kajian.

Penggunaan sistem zona yang berbeda-beda untuk suatu daerah kajian

menimbulkan kesulitan pada saat menggunakan data hasil kajian terdahulu dan

sewaktu membuat perbandingan dari hal yang diakibatkannya. Ini semua

disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat resolusi sistem zona yang digunakan

(Tamin, 2000).

Secara umum, jaringan digunakan untuk menggambarkan sebuah struktur

yang berlainan fisik, seperti jalan dan persimpangan. Tiap-tiap dari jaringan terdiri

dari dua tipe dari tiap elemen-elemen, yaitu sebuah titik-titik dan sebuah segmen-

segmen garis yang menghubungkan titik-titik tersebut. Pengamatan ini mendahului

definisi secara matematis mengenai jaringan, yaitu sebagai sebuah simpul (node)

dan sebuah ruas (link) yang menghubungkan simpul tersebut (Tamin, 2000).

Gambar 2.4 menunjukkan contoh daerah kajian sederhana beserta definisinya.

13

Institut Teknologi Nasional

Gambar 2.4 Daerah Kajian Sederhana dengan Definisinya

Sumber: Tamin, 2000.

2.4.2. Zona Kajian

Daerah kajian adalah suatu daerah geografis yang di dalamnya terletak

semua zona asal dan zona tujuan yang diperhitungkan dalam model kebutuhan akan

transportasi. Zona merupakan suatu satuan ruang dalam tahapan perencanaan

transportasi yang mewakili suatu wilayah tertentu yang memiliki karakteristik

tertentu pula. Salah satu hal yang mendasar pada proses pembagian zona adalah

identifikasi sistem kegiatan (guna lahan) yang signifikan terjadi di wilayah tersebut,

dan identifikasi tingkat keseragaman tata guna lahan yang diwakili oleh masing-

masing zona (Tamin, 2000).

Di dalam batasnya, daerah kajian dibagi menjadi beberapa subdaerah yang

disebut zona, yang masing-masing diwakili oleh pusat zona. Zona dapat juga

dianggap sebagai satu kesatuan atau keseragaman tata guna lahan. Pusat zona

dianggap sebagai tempat atau lokasi awal pergerakan lalu lintas dari zona tersebut

dan akhir pergerakan lalu lintas yang menuju ke zona tersebut. Jika sistem jaringan

jalan dibebankan ke atas daerah kajian, akan terlihat gabungan antara sistem

kegiatan yang diwakili oleh zona beserta pusatnya dengan sistem jaringan jalan

yang diwakili oleh simpul dan ruas jalan. Tipe pergerakan arus lalu lintas pada suatu

wilayah kajain terliaht seperti pada Gambar 2.5.

14

Institut Teknologi Nasional

Gambar 2.5 Tipe Pergerakan Arus Lalu Lintas

Sumber: Tamin, 2000.

Zona internal adalah zona yang berada di dalam daerah kajian, sedangkan

zona eksternal adalah zona yang berada di luar daerah kajian. lSehubungan dengan

adanya definisi zona internal dan zona eksternal sebagai zona asal dan zona tujuan,

maka pergerakan arus lalu lintas dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) tipe

pergerakan yaitu sebagai berikut:

1. Pergerakan eksternal−eksternal

Pergerakan ini mempunyai zona asal dan zona tujuan yang berada di luar

daerah kajian (zona eksternal). Tipe pergerakan ini sangat penting untuk

diketahui karena sebenarnya pelaku pergerakan ini tidak mempunyai tujuan

atau kepentingan sama sekali ke zona internal tetapi terpaksa harus

menggunakan sistem jaringan dalam daerah kajian dalam proses pencapaian

zona tujuannya (mungkin karena tidak ada alternatif rute lainnya).

2. Pergerakan internal−eksternal atau sebaliknya

Pergerakan ini mempunyai salah satu zona (asal atau tujuan) yang berada di

luar daerah kajian (zona eksternal).

3. Pergerakan internal−internal

Pergerakan ini mempunyai zona asal dan tujuan yang berada di dalam

daerah kajian (zona internal). Tipe pergerakan inilah yang paling

15

Institut Teknologi Nasional

diutamakan dalam proses perencanaan transportasi. Tujuan utama dari

berbagai perencanaan transportasi adalah untuk meramalkan pergerakan

tipe ini dan sekaligus menentukan kebijakan yang perlu diambil dalam

menanganinya.

4. Pergerakan intrazona

Pergerakan ini mempunyai zona asal dan tujuan yang berada di dalam satu

zona internal tertentu. Karena definisi pusat zona adalah tempat dimulai atau

diakhirinya pergerakan dari dan ke zona tersebut, dapat dipastikan bahwa

pergerakan intrazona tidak akan pernah terbebankan ke sistem jaringan

(karena pergerakan dimulai dan diakhiri pada titik/lokasi yang sama).

2.4.3. Ruas Jalan

Menurut Tamin (2000), jaringan transportasi dapat dicerminkan dalam

bentuk ruas dan simpul, yang semuanya dihubungkan ke pusat zona. Beberapa ciri

ruas jalan perlu diketahui, seperti panjang, kecepatan, jumlah lajur, jenis gangguan

samping, kapasitas dan hubungan kecepatan–arus di ruas jalan tersebut. Simpul

dapat mencerminkan persimpangan atau kota, sedangkan ruas jalan mencerminkan

ruas jalan antara persimpangan atau ruas jalan antarkota. Ruas jalan dinyatakan

dengan dua buah nomor simpul di ujung-ujungnya. Ruas jalan dua arah selalu

dinyatakan dengan dua ruas jalan satu arah.

Kunci utama dalam merencanakan sistem jaringan jalan adalah penetuan

tingkat hierarki jalan yang akan dianalisis (arteri, kolektor, atau lokal). Jensen and

Bovy (1982) dalam Tamin (2000) menyatakan bahwa untuk meningkatkan

ketepatan pembebanan arus lalu lintas pada ruas jalan di suatu sistem jaringan perlu

ditetapkan sekurang-kurangnya jalan yang mempunyai hierarki satu tingkat lebih

rendah dari yang ingin dianalisis. Misalnya jika ingin menganalisis sistem jalan

arteri, maka harus membuat sistem jaringan yang terdiri dari arteri dan kolektor.

Hal ini sangat tergantung pada jenis dan tujuan kajian. Jika semakin banyak jalan

yang ditetapkan, maka hasilnya akan lebih teliti, tetapi kebutuhan akan sumber daya

juga akan meningkat dan kerumitan perhitungan juga semakin meningkat (Tamin,

2000).

16

Institut Teknologi Nasional

2.5. Konsep Model Perencanaan Transportasi Empat Tahap

Sampai saat ini ada berbagai macam konsep perencanaan transportasi yang

sering digunakan dalam membuat model trasnportasi, salah satu konsep yang paling

terkenal adalah konsep Model Perencanaan Transporrtasi Empat Tahap. Konsep ini

terdiri dari gabungan sub-sub model halmana masing-masing sub model harus

dikerjakan secara terpisah dan berurutan (Tamin, 2000). Sub-sub model yang

tergabung dalam konsep model perencanaan transportasi empat tahap adalah

sebagai berikut:

1. Bangkitan dan tarikan pergerakan (Trip Generation).

2. Sebaran pergerakan (Trip Distribution).

3. Pemilihan moda (Modal Split atau Mode Choice).

4. Pemilihan rute (Trip Assigment).

Bagan alir untuk pemodelan dengan konsep Model Perencanaan

Transporrtasi Empat Tahap ditunjukkan seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Bagan Alir Pemodelan Transportasi Empat Tahap

Sumber: Tamin, 2000.

17

Institut Teknologi Nasional

2.5.1. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan (Trip Generation)

Bangkitan pergerakan adalah tahapan dalam pemodelan transportasi yang

memperkirakan jumlah pergerakan lalu lintas yang dibangkitkan oleh zona asal atau

origin (Oi) dan jumlah pergerakan lalu lintas yang tertarik ke setiap zona tujuan

atau destination (Dd) yang terdapat dalam suatu wilayah kajian. Bangkitan

pergerakan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Jumlah pergerakan lalu lintas dari zona asal disebut Trip Production.

Biasanya Trip Production adalah zona atau tata guna lahan yang berbasis

rumah atau tempat tinggal.

b. Jumlah pergerakan lalu lintas yang menuju zona tujuan disebut Trip

Attraction. Biasanya Trip Attraction adalah zona atau tata guna lahan yang

berbasis bukan tempat tinggal seperti perkantoran, sekolah, tempat

perbelanjaan, dan sebagainya.

Gambar 2.7 menunjukkan ilustrasi pergerakan lalu lintas yang bangkit dari

zona asal dan tertarik ke zona tujuan.

Gambar 2.7 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Sumber: Tamin, 2000.

2.5.2. Sebaran Pergerakan (Trip Distribution)

Sebaram pergerakan adalah tahapan dalam pemodelan transportasi yang

berhubungan dengan pergerakan antar zona (zona asal menuju zona tujuan)

sehingga hasil dari tahap ini adalah Matriks Asal Tujuan (MAT). Tahapan ini

menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan tranportasi, dan arus lalu

lintas (Tamin, 2000). Tujuan dari pemodelan sebaran pergerakan adalah unutk

mengkalibrasi persamaan-persamaan yang akan menghasilkan hasil observasi

18

Institut Teknologi Nasional

lapangan pola pergerakan asal tujuan. Ilustrasi distribusi pergerakan antar dua zona

dapt dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Distribusi Pergerakan Antara Dua Zona

Sumber: Tamin, 2000.

Matriks Asal Tujuan (MAT) adalah matriks yang menyajikan data

pergerakan lalu lintas dari zona asal (origin) menuju zona tujuan (destination).

Baris pada MAT menyatakan zona asal (Oi) dan kolom pada MAT menyatakan

zona tujuan (Dd), sehingga setiap sel-sel pada MAT menunjukkan besarnya

pergerakan dari zona asal ke zona tujuan {Tid). Tabel 2.1 menunjukkan bentuk

umum dari Matriks Asal Tujuan (MAT).

Tabel 2.1

Bentuk Umum dari Matriks Asal Tujuan (MAT)

Zona 1 2 3 N Oi

1 T11 T12 T13 T1N O1

2 T21 T22 T23 T2N O2

3 T31 T32 T33 T3N O3

N TN1 TN2 TN3 TNN ON

Dd D1 D2 D3 DN T

Sumber: Tamin, 2000

Matriks Asal Tujuan (MAT) dapat diperoleh melalui hasil pengamatan

lapangan yang berupa arus lalu lintas, kemudian dijadikan sebuah matriks dengan

menggunakan metode estimasi matriks. MAT tersebut kemudian dikalibrasi dan

divalidasi dengan MAT dasar dari sebuah daerah yang dikaji. Biasanya setiap kota

sudah memiliki Matriks Asal Tujuan (MAT) dasar dengan tahun dasar yang

berbeda-beda untuk keperluan analisis perencanaan transportasi dan peramalan lalu

lintas (traffic forecasting) di masa mendatang.

19

Institut Teknologi Nasional

2.5.3. Pemilihan Moda (Moda Split/Moda Choice)

Moda transportasi terbagi menjadi dua, yaitu moda angkutan pribadi dan

moda angkutan umum. Orang yang hanya dapat memilih satu moda transportasi

saja dapat dikatakan captive terhadap moda transportasi tersebut (Tamin, 2000).

Apabila terdapat lebih dari satu pilihan moda transportasi maka pemilihan moda

umumnya bergantung pada rute yang terpendek, waktu yang tercepat, biaya yang

termurah atau kombinasi dari ketiganya. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi

pemilihan moda adalah kenyamanan dan keselamatan halmaaa faktor ini harus turut

dipertimbangkan. Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda dikelompokkan

menjadi 3 (tiga) bagian (Tamin, 2000), yaitu:

1. Karakteristik pengguna jalan yang melakukan pergerakan, yaitu:

kepemilikan kendaraan pribadi, struktur rumah tangga, dan tingkat

pendapatan.

2. Karakteristik pergerakan, yaitu: tujuan pergerakan, waktu terjadi

pergerakan, dan jarak perjalanan.

3. Karakteristik fasilitas moda transportasi, yaitu:

a. Faktor kuantitatif, antara lain waktu pergerakan, biaya pergerakan,

ketersediaan ruang, dan tarif parkir.

b. Faktor kualitatif, antara lain kenyamanan, keamanan, keandalan, dan

keteraturan.

Gambar 2.9 menunjukkan ilustrasi pemilihan moda transportasi antara

kendaraan pribadi dengan kendaraan umum.

Gambar 2.9 Pemilihan Moda untuk Melakukan Pergerakan

Sumber: Tamin, 2000.

20

Institut Teknologi Nasional

2.5.4. Pemilihan Rute (Route Choice/Trip Assignment)

Menurut Tamin (1994), Trip Assignment adalah pemilihan moda

transportasi untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan rute

antara zona asal dan tujuan. Hal ini diperuntukkan khusus untuk kendaraan pribadi.

Untuk kendaraan pribadi, diasumsikan bahwa orang akan memilih terlebih dahulu

moda transportasinya kemudian rute perjalanannya, sedangkan untuk angkutan

umum, rute sudah ditentukan berdasarkan moda transportasi (contohnya kereta api

dan angkutan kota). Dalam kasus angkutan umum, pemilihan moda dan rute

dilakukan bersama-sama.

Sama halnya dengan pemilihan moda, pemilihan rute tergantung pada

alternatif terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai

jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan)

sehingga mereka dapat menentukan rute yang terbaik (Tamin, 2000). Ilustrasi

pemilihan rute dari zona asal ke zona tujuan terlihat seperti pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Pasangan Zona Asal-Tujuan yang Mempunyai Dua Rute Alternatif

Sumber: Tamin, 2000

Pemodelan Trip Assignment bertujuan untuk memperoleh jumlah

pergerakan (arus lalu lintas) di setiap ruas jalan yang berasal dari zona asal i ke zona

tujuan d dengan menggunakan rute r (𝑇𝑖𝑑𝑟) dari jumlah total pergerakan yang

terjadi antara setiap zona asal i ke zona tujuan d (𝑇𝑖𝑑) pada jaringan jalan yang

ditinjau. Konsep pemodelan pemilihan rute sudut pandang analisis jaringan adalah

analisis kebutuhan-sediaan (demand-supply) sistem transportasi (pembebanan lalu

lintas).

Pembebanan lalu lintas adalah proses pembebanan permintaan perjalanan

yang diperoleh dari tahap sebaran pergerakan pada rute jaringan jalan yang terdiri

dari kumpulan ruas-ruas jalan. Pada tahap pembebanan rute, beberepata prinsip

21

Institut Teknologi Nasional

digunakan untuk membebankan MAT pada jaringan jalan yang akhirnya

menghasilkan informasi arus lalu lintas pada setiap ruas jalan. Tetapi, hal ini

bukanlah satu-satunya informasi. Terdapat beberapa informasi tambahan lainnya

yag bisa dihasilkan sebagaimana diuraikan berikut ini (Tamin, 2000):

1. Primer

a. Ukuran kinerja jaringan seperti arus dan keuntungan pelayanan bus.

b. Taksiran biaya (waktu) peralanan antar zoa untuk tingkat kebutuhan

pergerakan tertentu.

c. Informasi menganai arus lalulintas dan ruas jalan yang macet.

2. Sekunder

d. Taksiran rute yang digunakan oleh antar pasangan zona.

e. Analisis pasangan zona yang menggunakan ruas jalan tertentu.

f. Pola pergerakan pada persimpangan.

Model pemilihan rute dapat di klasifikasikan bedasarkan beberapa faktor

pertimbangan yang didasari pengamatan bahwa setiap pengendara dari zona asal

yang menuju zona tujuan akan memilih rute yang persis sama, khususnya di daerah

perkotaan. Hal ini disebabkan oleh adanya (Tamin, 2000):

1. Perbedaan persepsi pribadi tentang apa yang diartikan dengan biaya

perjalanan karena adanya perbedaan kepentingan atau informasi yang tidak

jelas dan tidak tepat mengenai kondisi lalulintas pada saat itu.

2. Peningkatan biaya karena adanya kemacetan pada suatu ruas jalan yang

menyebabkan kinerja beberapa rute lain menjadi lebih tinggi sehingga

meningkatkan peluang untuk memilih rute tersebut.

Beberapa ciri daerah kajian dapat digunakan untuk mengidentifikasi model

pemilihan rute yang terbaik, yaitu cara pengendara mengantisipasi biaya perjalanan,

tingkat kemacetan, dan informasi mengenai tersedianya jalan alternatif beserta

biaya perjalanannya. Setiap model mempunyai tahapan yang harus dilakukan

secara berurutan dengan fungsi dasar sebagai berikut (Tamin, 2000):

22

Institut Teknologi Nasional

1. Mengidentifikasi beberapa set rute yang akan diperkirakan menarik bagi

pengendara, dan rute ini disimpan dalam struktur data yang disebut pohon.

Oleh karena itu, tahapan ini disebut pembentukan pohon.

2. Membebankan segmen Matriks Asal Tujuan (MAT) ke jaringan jalan yang

menghasilkan volume pergerakan pada setiap ruas jalan.

3. Mencari konvergensi; beberapa teknik mengikuti pola pengulangan dari

pendekatan menuju ke solusi. Sebagai contoh, dalam proses keseimbangan

Wardrop, proses konvergensi harus selalu diamati untuk menentukan saat

penghentian proses pengulangan.

2.6. Metode Pemilihan Rute

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan rute pada saat

pengendara melakukan perjalanan. Beberapa diantaranya adalah waktu tempuh,

jarak, biaya (bahan bakar dan lainnya), kemacetan dan antrian, jenis manuver yang

dibutuhkan, jenis jalan raya (jalan tol, arteri), pemandangan, kelengkapan rambu

dan marka jalan, serta kebiasaan. Tidaklah praktis memodel semua faktor sehingga

harus digunakan beberapa asumsi atau pendekatan (Tamin, 2000). Klasifikasi

model pemilihan rute berdasarkan asumsi yang melatarbelakanginya dapat dilihat

pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Klasifikasi Model Pemilihan Rute

Kriteria Efek stokastik dipertimbangkan?

Tidak Ya

Efek batasan

kapasitas

dipertimbangkan?

Tidak All or Nothing Stokastik Murni

Ya Keseimbangan

Wardrop

Keseimbangan

Pengguna Stokastik

Sumber: Tamin, 2000.

Selain pengelompokan di atas, dikenal pengelompokan lain seperti yang

diusulkan oleh Robillard (1975) (dalam Tamin, 2000), yaitu metode proporsional

dan metode tidak proporsional. Suatu metode termasuk dalam kelompok

proporsional jika:

1. Total arus pada suatu ruas jalan (hasil pembebanan) adalah penjumlahan

dari semua arus jika setiap pasangan zona dibebankan secara terpisah.

23

Institut Teknologi Nasional

2. Semua unsur MAT dikalikan dengan faktor tertentu, dan semua arus (hasil

pembebanan) pada setiap ruas jalan berubah sesuai dengan faktor yang

sama. Sebagai contoh, jika setiap sel MAT dikalikan dua, maka arus hasil

pembebanan pun akan meningkat dua kali lipat.

Proses pemilihan rute lainnya yang tidak mengikuti atau cocok dengan

kedua kondisi tersebut dikelompokkan sebagai metode tidak proporsional. Jadi,

metode all-or-nothing dan metode stokastik dikelompokkan dalam metode

proporsional, sedangkan metode batasan-kapasitas dan metode keseimbangan

adalah metode tidak proporsional.

2.6.1. Pemilihan Rute dengan Metode All-or-Nothing

Pemakai jalan secara rasional memilih rute terpendek yang meminimumkan

hambatan transportasi (jarak, waktu, dan biaya). Semua lalulintas antara zona asal

dan tujuan menggunakan rute yang sama dengan anggapan bahwa pemakai jalan

mengetahui rute yang tercepat tersebut. Dengan kata lain, pemakai jalan

mengetahui rute terpendek yang meminimumkan waktu tempuh dan semuanya

menggunakan rute tersebut, tidak ada yang menggunakan rute lain (Tamin, 2000).

Metode ini menganggap bahwa semua perjalanan dari zona asal i ke zona

tujuan d akan mengikuti rute tercepat. Dalam kasus tertentu, asumsi ini dianggap

cukup realistis, misalnya untuk daerah pinggiran kota yang jaringan jalannya tidak

begitu rapat dan yang tingkat kemacetannya tidak begitu berarti. Tetapi, asumsi ini

menjadi tidak realistis jika digunakan untuk daerah perkotaan yang sering

mengalami kemacetan (Tamin, 2000).

Meskipun demikian, model all-or-nothing masih merupakan model yang

paling sederhana dan efisien sehingga sangat sering digunakan. Dengan mengetahui

rute terbaik antarzona yang setiap pergerakannya dibebankan ke jaringan jalan

melalui rute terbaik tersebut, maka total arus untuk setiap ruas jalan bisa dihitung.

Model ini merupakan model tercepat dan termudah dan sangat berguna

untuk jaringan jalan yang tidak begitu rapat yang hanya mempunyai beberapa rute

alternatif saja. Selain itu, penggunaan metode all-or-nothing menyediakan

24

Institut Teknologi Nasional

informasi yang berharga bagi para perencana transportasi untuk menentukan arah

pembangunan jaringan jalan baru.

2.6.2. Pemilihan Rute dengan Metode User Equilibrium (UE)

Pada tahun 1952, John Glen Wardrop menyatakan prinsip pemilihan rute

yang memformalkan berbagai konsep keseimbangan (equilibrium), dan

memperkenalkan postulat perilaku alternatif dari minimalisasi total biaya

perjalanan, yaitu Keseimbangan Wardrop (Wardrop Equilibrium) atau disebut juga

Keseimbangan Pengguna (User Equilibrium). Dikutip dari (Tamin, 2000), Wardrop

(1952) menyatakan prinsip pertamanya (Prinsip Keseimbangan I Wardrop) bahwa:

“Dalam kondisi keseimbangan, lalu lintas akan mengatur dirinya

sendiri dalam jaringan yang macet sehingga tidak ada satu pun

pengendara dapat mengurangi biaya perjalanannya dengan mengubah

rute”.

Berdasarkan Prinsip Keseimbangan I Wardrop di atas, dalam kondisi

keseimbangan semua rute yang dipilih mempunyai biaya yang sama dan minimum,

sedangkan semua rute yang tidak dipilih mempunyai biaya yang sama atau lebih

besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem tersebut telah mencapai kondisi

keseimbangan menurut pandangan pengguna. Oleh karena itu, kondisi ini disebut

kondisi keseimbangan pengguna (user equilibrium). Model keseimbangan ini

dianggap sebagai salah satu model pemilihan rute yang terbaik untuk kondisi macet.

Asumsi dasar dari pemodelan keseimbangan (equilibrium) adalah masing-

masing pengendara mencoba untuk meminimumkan biaya perjalanannya. Biaya

tersebut menunjukan biaya untuk penggunaan perjalanan, selain itu biaya tersebut

untuk menunjukan generalised cost, yakni kombinasi dari waktu tempuh, jarak dan

biaya perjalanan lainnya seperti biaya parkir, terminal, transit dan lain-lain. Jika

tidak dapat memperkecil biaya tersebut, maka sistem dikatakan telah mencapai

kondisi keseimbangan (Tamin, 2000).

2.7. PTV Visum

PTV Visum merupakan sebuah perangkat lunak komputer (software) atau

aplikasi perencanaan transportasi yang digunakan untuk membuat sebuah model

25

Institut Teknologi Nasional

transportasi, analisis kondisi lalu lintas, dan forecasting yang mendukung data

berbasis GIS (Geographic Information System) dengan daerah kajian dari tingkat

kota sampai nasional. PTV Visum dikembangkan oleh PTV Planung Transport

Verkehr AG atau lebih dikenal dengan PTV Group yang bermarkas di Karlsruhe,

Jerman.

Aplikasi PTV Visum digunakan sebagai alat bantu membuat simulasi lalu

lintas atau pemodelan rekayasa lalu lintas secara makroskopik pada suatu

wilayah (macroscopic simulation).

Versi PTV Visum yang digunakan dalam penelitian ini adalah PTV Visum

2020 (SP 1-9) [153515] versi training atau student version. Pada versi training

terdapat batas waktu membuka aplikasi selama 45 menit, berbeda dengan versi full

yang tidak memiliki batasan waktu penggunaan. Sehingga apabila waktu akan

segera habis akan ada perintah untuk save file terlebih dahulu, setelah buka kembali

aplikasi dari awal dan load file yang sudah di-save untuk melanjutkan pekerjaan

sebelumnya.

2.7.1. Fungsi PTV Visum

Fungsi utama aplikasi PTV Visum ini adalah:

1. Analisis dan peramalan (forecasting) lalu lintas.

2. Pemodelan jaringan jalan.

3. Pembangkitan sub-jaringan.

4. Pemodelan berbagai sistem tranportasi, moda transportasi dan kelas

pengguna.

5. Pemodelan sisi penawaran atau demand dari PrT (Private

Transportation) dan PuT (Public Transportation) dalam jaringan

terpadu.

2.7.2. Kebutuhan Data

1. Data Geometrik Jalan:

a. Data segmen ruas jalan: panjang, lebar, jumlah lajur, tipe jalan, lebar

bahu, median, dan lain-lain.

26

Institut Teknologi Nasional

b. Data simpang: panjang simpang, gradien, dan jumlar lajur dan jalur pada

simpang, panjang kantong tikungan, dan desain kantong tikungan.

2. Data Lalu Lintas (Traffic):

a. Kecepatan arus bebas, jenis pengendalian simpang (beserta marka dan

rambu), lokasi dan renana pengaturan waktu sinyal APILL.

b. Arus atau volume kendaraan per satuan waktu dan kapasitas ruas jalan.

3. Karakteristik Kendaraan:

a. Komposisi kendaraan dan dimensi, temasuk maksimum percepatan dan

perlambatan kendaraan.

b. Pengaturan dasar kendaraan, seperti ukuran mobil penumpang, truk,

trailer, bus, dan lain-lain.

2.7.3. Prinsip Pembebanan MAT dengan Metode User Equiibirum pada

Aplikasi PTV Visum 2020

Dikutip dari PTV Visum 2020 - Manual, metode pembebanan atau

pemilihan rute yang didasarkan pada Prinsip Keseimbangan I Wardrop atau User

Equilibrium (UE) terdapat pada prosedur pembebanan equilibrium assignment.

Perhitungan kondisi kesetimbangan dapat dirumuskan sebagai masalah

optimasi dengan fungsi obyektif konveks dan kondisi sekunder linear sebagai

berikut (PTV Group, 2019):

𝑚𝑖𝑛 ∑ ∫ 𝑅𝑎(𝑥)𝑑𝑥𝑞𝑎

0𝑎∈𝐸 (2.1)

𝑞𝑖𝑗𝑟 > 0, ∀𝑖𝑗𝑟 (2.2)

∑ 𝑞𝑖𝑗𝑟 = 𝑞𝑖𝑗,𝑟 ∀𝑖𝑗 (2.3)

∑ 𝑞𝑖𝑗𝑟 = 𝑞𝑎, ∀𝑎 𝑖𝑗𝑟:𝑎∈𝑃𝑖𝑗𝑟 (2.4)

∑ 𝑞𝑎𝑎∈𝐸+𝑢

− ∑ 𝑞𝑎𝑎∈𝐸−𝑢

= ∑ 𝑞𝑖𝑢𝑖 − ∑ 𝑞𝑢𝑗𝑗 = 𝐷𝑢 − 𝑂𝑢, ∀𝑢 (2.5)

halmana:

𝐸 = himpunan semua edge dalam jaringan, dan 𝑎 salah satu edge ini,

𝑞𝑎 = volume dari objek 𝑎,

𝑅𝑎(𝑥) = impedansi objek 𝑎 dengan volume 𝑥 (meningkat secara monoton dalam

𝑥),

𝑞𝑖𝑗 = total pergerakan dari zona i ke zona j,

27

Institut Teknologi Nasional

𝑞𝑖𝑗𝑟 = volume (arus) pada rute r dari zona i ke zona j,

𝑃𝑖𝑗𝑟 = rute r dari zona i ke zona j,

𝐸+𝑢 = himpunan edge yang masuk di simpul 𝑢,

𝐸−𝑢 = himpunan edge yang keluar di simpul 𝑢,

𝐷𝑢 = lalu lintas tujuan di simpul 𝑢,

𝑂𝑢 = lalu lintas asal di simpul 𝑢.

Dalam PTV Visum, edge adalah seluruh ruas jalan (link), belokan (turn),

dan konektor, sedangkan simpul (node) adalah zona dan simpul jaringan. Karena

fungsi tujuan non-linier, masalah optimasi tidak diselesaikan secara langsung tetapi

secara iteratif. Karena monotonisitas fungsi impedansi, kondisi minimum tercapai,

sehingga dimulai dengan solusi awal antara jalur alternatif, pergerakan i-j

berpindah, sehingga semua jalur memiliki impedansi yang sama (PTV Group,

2019). Selama proses equilibrium assignment, dilakukan langkah-langkah yang

ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Prosedur Equilibrium Assignment

Sumber: PTV Group, 2019

Berdasarkan hasil pembebanan yang dihitung sebelumnya sebagai solusi

awal, kondisi keseimbangan dicapai dengan beberapa langkah iterasi. Langkah

iterasi ini dilakukan untuk semua relasi hingga semua relasi dalam keadaan

28

Institut Teknologi Nasional

seimbang. Setiap perpindahan kendaraan dari satu rute ke rute lainnya memiliki

efek langsung pada impedansi objek jaringan yang dilintasi (PTV Group, 2019).

Prosedur penyeimbangan jaringan digambarkan pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Prosedur Penyeimbangan Jaringan untuk Pasangan Asal-Tujuan Selama

Equilibrium Assignment

Sumber: PTV Group, 2019

PTV Visum mengakhiri proses iterasi untuk menghitung equilibrium, jika

salah satu dari kondisi berikut terpenuhi (PTV Group, 2019):

• Penyeimbangan jaringan telah tercapai;

• jumlah dari iterasi eksternal tertentu yang di-input tercapai tanpa

tercapainya keseimbangan jaringan;

• kriteria konvergensi maximum gap tercapai atau lebih rendah; atau

• untuk penetapan ekuilibrium dengan model blocking back, deviasi

maksimum telah tercapai atau lebih rendah.

2.7.4. Prinsip Kalibrasi MAT dengan Metode Least Square pada Aplikasi

PTV Viusm 2020

Dikutip dari PTV Visum 2020 - Manual, salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mengkalibrasi Matriks Asal Tujuan (MAT) dalam PTV Visum

29

Institut Teknologi Nasional

2020 terdapat pada prosedur matrix correction (matrix estimation), yaitu Metode

Kuadrat Terkecil (Least Square).

Prosedur matrix correction dalam PTV Visum dimaksudkan untuk

menyesuaikan MAT, sehingga hasil pembebanan untuk model benar-benar cocok

dengan keadaan yang sesungguhnya. Matrix correction dapat bermanfaat dalam

beberapa situasi yaitu (PTV Group, 2019):

• MAT berdasarkan data survei empiris yang sudah usang dan hendak

diperbarui tanpa harus melakukan survei (asal-tujuan) baru. Pembaruan

hanya akan didasarkan pada data sensus saja.

• MAT yang dihasilkan dari model jaringan transportasi harus dikalibrasi,

oleh karena itu data arus lalu lintas yang dihitung (traffic count) harus

digunakan.

• MAT yang dihasilkan dari data yang tidak lengkap atau tidak dapat

diandalkan harus ditingkatkan dengan data arus yang lebih

komprehensif/reliabel yang dihitung secara bersamaan.

• Survei berisi distribusi jarak perjalanan, tetapi model tidak mencerminkan

data dengan tingkat akurasi yang diperlukan.

Aliran informasi Matriks Asal Tujuan (MAT) selalu mengikuti urutan yang

diberikan pada Gambar 2.13 dan alur kerja untuk kalibrasi Matriks Asal Tujuan

(MAT) ditunjukkan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.13 Urutan Aliran Informasi MAT

Sumber: PTV Group, 2019.

30

Institut Teknologi Nasional

Gambar 2.14 Alur Kerja untuk Kalibrasi MAT

Sumber: PTV Group, 2019.

Dalam menyediakan prosedur solusi, metode Least Square meminimalkan

jarak kuadrat antara nilai pembebanan model dan nilai traffic count. Struktur dari

MAT asli dipertahankan sejauh mungkin dengan secara simultan meminimalkan

jarak kuadrat antara nilai-nilai MAT lama dan baru. Persamaan optimasi nonlinear

yang digunakan adalah sebagai berikut (PTV Group, 2019):

min �̃�(𝑓) =1

2∑ 𝜔𝑟

2(�̃�𝑟(𝑓) − 𝐶𝑟)2

+1

2∑ 𝛼𝑖𝑗

2(𝑓𝑖𝑗 − 𝑓𝑖𝑗)2

𝑖𝑗𝑟 (2.6)

halmana:

𝑓𝑖𝑗 ≥ 0 = nilai output matriks,

𝑓𝑖𝑗 ≥ 0 = nilai matriks yang dikoreksi,

�̃�𝑟(𝑓) = volume (arus) jaringan jalan r sebagai fungsi dari nilai matriks yang

dikoreksi 𝑓𝑖𝑗,

𝜔𝑟 = faktor pembebanan untuk perbedaan antara arus model dan traffic count,

𝛼𝑖𝑗 = faktor pembebanan untuk perbedaan nilai antara matriks hasil koreksi dan

matriks output,

𝐶𝑟 = nilai traffic count.

�̃�𝑟(𝑓) adalah fungsi multi-linear dan faktor-faktor linear tercantum dalam

arus matriks A, �̃�𝑟(𝑓) = ∑ 𝛼𝑟𝑖𝑗 𝑓𝑖𝑗𝑖𝑗 . Arus matriks A ditentukan sebagai:

𝛼𝑟𝑖𝑗 = ∑ 𝛿𝑟𝑘𝑉𝑘

𝑓𝑖𝑗𝑘∈Ω𝑖𝑗

(2.7)

halmana:

Ω𝑖𝑗 = jumlah jalur yang termasuk dalam relasi asal-tujuan ij,

𝛿𝑟𝑘 = 1, jika jalur k berisi objek jaringan r, jika tidak 0,

31

Institut Teknologi Nasional

𝑉𝑘 = arus pada jalur k.

2.8. Pengujian Statistik dengan Model Analisis Regresi Linear

Metode pengujian statistik yang digunkan untuk mengetahui hubungan dan

pengaruh antara arus lalu lintas eksisting dengan arus lalu lintas pada model adalah

Model Analisis Regresi Linear sesuai dengan metode default prosedur Assignment

Analysis pada PTV Visum 2020. Menurut Tamin (2000), model analisis regresi

linear adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk mempelajari hubungan

antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis regresi linear dapat

memodelkan hubungan antara dua variabel atau lebih. Persamaan umum dari

regresi linier adalah sebagai berikut:

𝑌 = 𝐴 + 𝐵𝑋 (2.8)

halmana:

𝑌 = variabel tidak bebas (variabel dependen),

𝑋 = variabel bebas (variabel independen),

𝐴 = konstanta regresi (intersep),

𝐵 = koefisien regresi.

Parameter 𝐴 dan 𝐵 dapat diperkirakan dengan menggunakan metode

kuadrat terkecil (least square) sebagai berikut:

𝐵 =𝑁 ∑ (𝑋𝑖𝑌𝑖)𝑁

𝑖=1 −∑ (𝑋𝑖)𝑁𝑖=1 ×∑ (𝑌𝑖)𝑁

𝑖=1

𝑁 ∑ (𝑋𝑖2)𝑁

𝑖=1 −[∑ (𝑋𝑖)𝑁𝑖=1 ]

2 (2.9)

𝐴 = �̅� − 𝐵�̅� (2.10)

halmana:

𝑁 = jumlah data,

�̅� = nilai rata-rata dari 𝑌𝑖,

�̅� = nilai rata-rata dari 𝑋𝑖.

Parameter uji statistik pada Model Regresi Linear yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah koefisien determinasi (𝑅2) dengan koefisien korelasi (𝑟)

sebagai pertimbangan tambahan. Koefisien determinasi (𝑅2) adalah koefisien yang

digunakan untuk mengetahui selisih antara variasi, atau untuk mengetahui seberapa

32

Institut Teknologi Nasional

besar pengaruh variabel bebas (𝑋) terhadap variabel tidak bebas (𝑌). Persamaan

yang digunakan untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:

𝑅2 =∑ (�̂�𝑖−�̅�𝑖)2𝑁

𝑖=1

∑ (𝑌𝑖−�̅�𝑖)2𝑁𝑖=1

(2.11)

Koefisien determinasi juga dapat dihitung dengan mengkuadratkan

koefisien korelasi. Koefisien determinasi memiliki rentang nilai antara 0 − 1. Nilai

𝑅2 = 1 artinya variabel 𝑋 sudah bisa memberikan seluruh informasi untuk

memperkirakan variabel 𝑌 (perfect explanation). Sedangkan jika nilai 𝑅2 = 0

artinya variabel 𝑋 tidak bisa memberikan seluruh informasi untuk memperkirakan

dan mempengaruhi variabel 𝑌, atau variabel 𝑌 yang sangat terbatas (no

explanation).

Koefisien korelasi (𝑟) adalah koefisien yang digunakan untuk menetukan

hubungan (korelasi) antara variabel bebas (𝑋) dan variabel tidak bebas (𝑌).

Persamaan yang digunakan untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:

𝑟 =𝑁 ∑ (𝑋𝑖𝑌𝑖)𝑁

𝑖=1 −∑ (𝑋𝑖)𝑁𝑖=1 ×∑ (𝑌𝑖)𝑁

𝑖=1

√[𝑁 ∑ (𝑋𝑖2)𝑁

𝑖=1 −(∑ (𝑋𝑖)𝑁𝑖=1 )

2]×[𝑁 ∑ (𝑌𝑖

2)𝑁𝑖=1 −[∑ (𝑌𝑖)𝑁

𝑖=1 ]2

]

(2.12)

Koefisien korelasi memiliki rentang nilai antara −1 ≤ 0 ≤ 1. Nilai 𝑟 = 1

artinya korelasi antara 𝑋 dan 𝑌 adalah positif, apabila nilai 𝑋 meningkat maka nilai

𝑌 juga ikut meningkat. Sebaliknya, jika nilai 𝑟 = −1 artinya korelasi antara 𝑋 dan 𝑌

adalah negatif, apabila nilai 𝑋 meningkat maka nilai 𝑌 akan menurun. Nilai 𝑟 = 0

artinya antara 𝑋 dan 𝑌 tidak ada korelasi. Guilford (1956), dalam De Muth (2014),

mengklasifikasikan koefisien korelasi secara kasar seperti yang ditunjukkan pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Klasifikasi Koefisien Korelasi Guilford

Koefisien Korelasi Klasifikasi Korelasi

<0,20 Sedikit; hubungan hampir dapat diabaikan

0,21 – 0,40 Korelasi rendah; hubungan jelas namun kecil

0,41 – 0,70 Korelasi sedang/cukup; hubungan substansial

0,71 – 0,90 Korelasi tinggi; hubungan yang ditandai dengan baik

>0,90 Korelasi sangat tinggi; hubungan yang dapat

diandalkan atau dapat dipercaya

Sumber: De Muth, 2014.

33

Institut Teknologi Nasional

2.9. Kajian Terdahulu

Kajian terdahulu yang digunakan sebagai referensi tambahan dalam

penelitian adalah “Kajian Peningkatan Akurasi Matriks Asal-Tujuan yang

Dihasilkan dari Data Arus Lalulintas pada Kondisi Keseimbangan” oleh Ofyar Z.

Tamin dan Rusmadi Suyuti yang diterbitkan pada tahun 2007.

Penelitian ini mengkaji pengaruh model gravity (GR) terhadap akurasi

perkiraan MAT berdasarkan data arus lalulintas dalam kondisi pemilihan rute

keseimbangan (equilibrium assignment). Dalam kondisi tersebut nilai 𝑝𝑖𝑑𝑙

(proporsi pemilihan ruas jalan l untuk pergerakan dari zona i ke zona d) adalah

antara 0 dan 1, serta tergantung dari nilai sel-sel di dalam MAT. Sehingga penelitian

ini bertujuan untuk meninjau tingkat keakurasian MAT yang dihasilkan dari

informasi data arus lalulintas yang dipengaruhi oleh faktor-faktor:

• Metode Sebaran Pergerakan “Gravity”

• Metode Estimasi Kuadrat-Terkecil (KT), Kuadrat-Terkecil-Berbobot

(KTB), Kemiripan-Maksimum (KM), Inferensi-Bayes (IB), dan Entropi-

Maksimum (EM)

• Teknik Pemilihan Rute All-Or-Nothing dan Keseimbangan (Equilibrium

Assignment)

Hasil estimasi menunjukkan bahwa proses estimasi MAT yang mempunyai

tingkat kinerja terbaik adalah menggunakan: model batasan-bangkitan-tarikan,

fungsi hambatan Tanner, metode estimasi KTB dan pemilihan rute keseimbangan.

Hal tersebut didasarkan pada nilai hasil uji statistik dan nilai optimum dari fungsi

tujuan untuk masing-masing metode estimasi.

Metode estimasi Kuadrat Terkecil (KT) dan Kuadrat Terkecil Berbobot

(KTB) memiliki karakteristik yang serupa, demikian juga antara metode estimasi

Kemiripan Maksimum (KM) dan Inferensi Bayes (IB). Hal ini dapat disebabkan

karena pendekatan yang dilakukan dalam metode estimasi KT sama dengan KTB,

yaitu mengkalibrasi parameter yang tidak diketahui dengan meminimumkan

deviasi antara arus lalulintas pengamatan dengan arus lalulintas hasil estimasi.

Sedangkan pendekatan untuk mengkalibrasi parameter yang dilakukan dalam

34

Institut Teknologi Nasional

metode estimasi IB mirip dengan KM, yaitu didasari dengan memaksimumkan

kemiripan antara data pengamatan dengan hasil estimasinya. Kedua metode

tersebut mengasumsikan pergerakan yang terjadi mengikuti distribusi poisson.

Metode estimasi Entropi Maksimum (EM) menghasilkan pola yang berbeda karena

pendekatan yang dilakukan adalah dengan mencari peluang yang paling maksimum

yang terjadi dalam sebaran pergerakan. Tabel 2.3 menunjukkan indikator hasil uji

statistik unutk masing-masing metode estimasi.

Tabel 2.3

Indikator Uji Statistik untuk Masing-masing Metode Estimasi dengan Menggunakan Model GR

Batasan-Bangkitan-Tarikan untuk Tingkat MAT

No Indikator Uji

Statistik

GR

Kuadrat-

Terkecil

(KT)

Kuadrat-

Terkecil-

Berbobot

(KTB)

Kemiripan-

Maksimum

(KM)

Inferensi-

Bayes (IB)

Entropi-

Maksimum

(EM)

1 RMSE 4,332783 4,276519 4,278709 4,336364 4,305590

2 %RMSE [%] 72,823829 71,878158 71,914962 72,884017 72,366775

3 MAE 2,132322 2,107042 2,108776 2,133564 2,122188

4 NMAE [%] 35,839282 35,414382 35,443523 35,860168 35,668964

5 R2 0,753269 0,759635 0,759389 0,752861 0,756356

6 SR2 0,759040 0,759238 0,759388 0,758955 0,759541

Sumber: Tamin, O.Z. dan Suyuti, R., 2007

Berdasarkan tabel di atas untuk indikator uji statistik yang umum dan

sederhana, yaitu indikator koefisien determinasi (R2), dapat dilihat bahwa

keseluruhan metode menunjukkan angka yang mirip atau relatif sama, yaitu

berkisar antara 0,75 dan 0,76. Metode KTB memiliki tingkat akurasi yang lebih

tinggi jika dibandingkan dengan metode lain.

Untuk penelitian disertasi ini, jenis pemilihan rute yang ditinjau adalah

pemilihan rute all-or-nothing dan pemilihan rute keseimbangan. Asumsi dasar yang

digunakan pada pengembangan model estimasi MAT dengan menggunakan data

arus lalu lintas adalah bahwa pergerakan arus lalu lintas dari suatu zona ke zona

lainnya pada dasarnya dapat direpresentasikan pada besarnya arus lalu lintas pada

suatu ruas jalan yang sangat tergantung pada besarnya proporsi pergerakan yang

terjadi antara kedua zona tersebut yang menggunakan ruas tersebut sebagai bagian

dari rute terbaiknya. Besarnya proporsi pergerakan tersebut sangat tergantung pada

35

Institut Teknologi Nasional

jenis model pemilihan rute yang digunakan. Tabel 2.4 menunjukkan indikator hasil

uji statistik unutk masing-masing metode pemilihan rute.

Tabel 2.4

Indikator Uji Statistik untuk Masing-masing Metode Pemilihan Rute

No Indikator Uji

Statistik

GR

Pemilihan Rute

Keseimbangan

Pemilihan Rute

All-Or-Nothing

1 RMSE 4,276519 6,049265

2 %RMSE [%] 71,878158 101,673820

3 MAE 2,107042 2,430328

4 NMAE [%] 35,414382 40,848056

5 R2 0,759635 0,519054

6 SR2 0,759238 0,653679

Sumber: Tamin, O.Z. dan Suyuti, R., 2007

Berdasarkan tabel di atas, pemilihan rute dengan metode keseimbangan

memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan metode all-or-nothing

apabila meninjau pada indikator koefisien determinasi (R2). Perbedaan angkanya

pun cukup jauh, yaitu 0,75 dan 0,51. Metode pemilihan rute keseimbangan

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keakuratan pemodelan transportasi.

Secara grafis, persamaan regresi yang menghubungkan antara arus lalu

lintas hasil pengamatan (𝑉�̂�) dan arus lalu lintas hasil estimasi (𝑉𝑙) untuk masing-

masing metode pemilihan rute adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.15 dan

Gambar 2.16.

Gambar 2.15 Hubungan MAT Hasil Pengamatan dan Hasil Estimasi (Metode Pemilihan Rute

Keseimbangan)

Sumber: Tamin, O.Z. dan Suyuti, R., 2007.

36

Institut Teknologi Nasional

Gambar 2.16 Hubungan MAT Hasil Pengamatan dan Hasil Estimasi (Metode Pemilihan Rute All-

Or-Nothing)

Sumber: Tamin, O.Z. dan Suyuti, R., 2007.

Dari kedua gambar di atas dapat dilihat bahwa penggunaan metode

pemilihan rute keseimbangan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam

meningkatkan tingkat keakurasian dalam estimasi parameter model kebutuhan

transportasi.