BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian...

19
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabun Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi, terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti, 2009). Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat, C 17 H 35 COO - Na + . Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun (Achmad, 2004). Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

2.1.1 Pengertian Sabun

Sabun adalah bahan yang digunakan untuk mencuci dan mengemulsi,

terdiri dari dua komponen utama yaitu asam lemak dengan rantai karbon C16 dan

sodium atau potasium. Sabun merupakan pembersih yang dibuat dengan reaksi

kimia antara kalium atau natrium dengan asam lemak dari minyak nabati atau

lemak hewani. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras

(hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan sabun

lunak (soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan

proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh produk

sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan memperoleh

gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,

sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali

(Qisti, 2009).

Sabun merupakan senyawa garam dari asam-asam lemak tinggi, seperti

natrium stearat, C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkan

dari kekuatan pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaan

dari air. Konsep ini dapat di pahami dengan mengingat kedua sifat dari anion

sabun (Achmad, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

5

2.1.2 Komposisi Sabun

Sabun konvensional yang dibuat dari lemak dan minyak alami dengan

garam alkali serta sabun deterjen saat ini yang dibuat dari bahan sintetik,

biasanya mengandung surfaktan, pelumas, antioksidan, deodorant, warna,

parfum, pengontrol pH, dan bahan tambahan khusus.

a. Surfaktan

Surfaktan adalah molekul yang memiliki gugus polar yang suka air

(hidrofilik) dan gugus non polar yang suka minyak (lipofilik) sehingga dapat

memperasatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air yang bekerja

menurunkan tegangan permukaan. Surfaktan merupakan bahan terpenting dari

sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa

(asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi.

Penggunaan bahan berbeda menghasilkan sabun yang berbeda, baik secara fisik

maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak

stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil. Jenis bahan surfaktan

pada syndet dewasa ini mencapai angka ribuan (Anonima, 2013; Wasitaatmadja,

1997).

b. Pelumas

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja

meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal:

asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter,

dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak

isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

6

Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi

sebagai peramas (plasticizers) (Wasitaatmadja, 1997).

c. Antioksidan dan Sequestering Agents

Antioksidan adalah senyawa atau zat yang dapat menghambat, menunda,

mencegah, atau memperlambat reaksi oksidasi meskipun dalam konsentrasi yang

kecil. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan

bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan butilhydroxy toluene

(0,02%-0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang

mengkatalis oksidasi EDTA. EHDP (ethanehidroxy-1-diphosphonate) (Anonimb,

2013; Wasitaatmadja, 1997).

d. Deodorant

Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau

mengurangi bau menyengat. Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak

tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi.

Bahan yang digunakan adalah TCC (trichloro carbanilide) dan 2-hidroxy 2,4,4-

trichlodiphenyl ester (Anonimc, 2013; Wasitaatmadja, 1997).

e. Warna

Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem.

Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada,

pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01-

0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

7

menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan

transparan (Wasitaatmadja, 1997).

f. Parfum

Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.

Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik

memilih bau dan warna sabunbergantung pada permintaan pasar atau masyarakat

pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk

membedakan produk masing-masing (Wasitaatmadja, 1997).

g. Pengontrol pH

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat

menurunkan pH sabun (Wasitaatmadja, 1997).

h. Bahan tambahan khusus

Menurut Wasitaatmadja (1997), berbagai bahan tambahan untuk memenuhi

kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam

formula sabun. Dewasa ini dikenal berbagai macam sabun khusus, misalnya:

1. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.

2. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.

3. Deodorant, yang menambahkan triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen,

triklosan, dan sulfur koloidal.

4. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptic,

misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.

5. Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

8

6. Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang

berbeda.

7. Apricot, dengan sabun menambahkan apricot atau monosulfiram.

2.1.3 Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih.

Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu

membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu

zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi

pada butiran kotoran (Keenan, 1980).

Kotoran yang menempel pada kulit umumnya adalah minyak, lemak dan

keringat. Zat-zat ini tidak dapat larut dalam air karena sifatnya yang non polar.

Sabun digunakan untuk melarutkan kotoran-kotoran pada kulit tersebut. Sabun

memiliki gugus non polar yaitu gugus –R yang akan mengikat kotoran, dan gugus

–COONa yang akan mengikat air karena sama-sama gugus polar. Kotoran tidak

dapat lepas karena terikat pada sabun dan sabun terikat pada air (Qisti, 2009).

2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa

kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan

penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit, pembengkakan

dan pengeringan kulit, denaturasi protein dan ionisasi, antimikrobial,

antiperspiral, dan lain sebagainya (Wasitaatmadja, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

9

a. Daya Alkalinisasi Kulit

Daya alkalinisasi sabun dianggap sebagai faktor terpenting dari efek

samping sabun. Reaksi basa yang terjadi pada sabun konvensional yang

melepaskan ion OH sehingga pH larutan sabun ini berada antara 9-12 dianggap

sebagai penyebab iritasi pada kulit. Bila kulit terkena cairan sabun, pH kulit akan

naik beberapa menit setelah pemakaian meskipun kulit telah dibilas dengan air.

Pengasaman kembali terjadi setelah 5-10 menit, dan setelah 30 menit pH kulit

menjadi normal kembali. Alkalinisasi dapat menimbulkan kerusakan kulit bila

kontak berlangsung lama, misalnya pada tukang cuci, dokter, pembilasan tidak

sempurna, atau pH sabun yang sangat tinggi. Efek alkalinisasi pada sabun

sintetik sudah jauh berkurang karena sabun sintetik memakai berbagai bahan

yang tidak alkalis. Berbagai penelitian mengenai daya iritasi sabun pada kulit

akibat pH sabun yang tinggi telah banyak dilakukan. Pada tahun-tahun terakhir

beberapa peneliti membuktikan bahwa sifat iritasi sabun berada di kulit setelah

dibilas dan bagaimana absorpsi kulit terhadap sabun (Wasitaatmadja, 1997).

b. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit

Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk

kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang

mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam

pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih

cepat. Marchionini dan Schade (1928), yang meneliti hal tersebut menyatakan

bahwa kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit dengan

pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Seperti air dan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

10

sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu lapisan lemak permukaan kulit

yang agak asam. Seperti air dan sabun, deterjen sintetik juga dapat mengganggu

lapisan lemak permukaan kulit dalam kapasitas yang lebih kecil. Besarnya

kerusakan lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur,

konsentrasi, waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit

dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga mempermudah benda asing

menembus ke dalamnya. Bergantung pada lama kontak dan intensitas

pembilasan, maka cairan sabun dapat diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga

dapat tetap berada di dalam kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit

dapat menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air.

Pembengkakan kulit inisial akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan

air sehingga kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan

pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit. Kulit tampak kasar dan tidak elastis.

Terjadi pula peningkatan permeabilitas stratum korneum terhadap larutan kimia

yang iritan. Inilah yang sering dirasakan pada kulit oleh mereka yang sering dan

lama berhubungan dengan deterjen (rasa deterjen). Penambahan sabun/deterjen

dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi efek ini

(Wasitaatmadja, 1997).

c. Daya Denaturasi Protein dan Ionisasi

Reaksi kimia sabun dapat mengendapkan ion kalsium (K) dan magnesium

(Mg) di lapisan atas kulit. Pada kulit yang kehilangan lapisan tanduk,

pengendapan K+ dan Mg+ akan mengakibatkan reaksi alergi. Pengendapan K+ dan

Mg+ di atas lapisan epidermis akan menutup folikel rambut dan kelenjar palit

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

11

sehingga menimbulkan infeksi oleh kuman yang larut dalam minyak. Berbeda

dengan sabun, deterjen sintetik tidak menimbulkan pengendapan itu, namun

iritasi kulit dapat terjadi karena adanya gugus SH akibat denaturasi keratin. Pada

keratin normal tidak ada gugus merkapto (SH) bebas, dan adanya deterjen dapat

melepas gugus ini dari sistein dan sistin (Wasitaatmadja, 1997).

d. Daya Antimikrobial

Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya

antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini

terjadi pula akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel

keratin, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja, 1997).

e. Daya Antiperspirasi

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada percobaan

dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat

antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997).

f. Lain-lain

Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak

alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah. Penggunaan

yang lama dan berulang akan menyebabkan iritasi, biasanya mulai di bawah

cincin yang tidak dicuci bersih, dan terjadi di dalam rumah tangga, bartender,

hairdresser, sehingga disebut sebagai soap atau housewife contact dermatitis.

Pembuktian efek iritasi sering kontroversial. Uji tempel konvensional dengan

larutan sabun tidak adekuat sebab menimbulkan reaksi eritema monomorfik

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

12

dengan intensitas yang bervariasi. Reaksi alergi terhadap deterjen sintetik lebih

jarang, lebih mungkin terjadi secara kumulatif akibat penggunaan yang berulang

pada kulit yang sensitif (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.5 Proses Pembuatan Sabun

Sabun dapat dibuat melalui dua proses, yaitu:

1. Saponifikasi

Saponifikasi melibatkan hidrolisis ikatan ester gliserida yang menghasilkan

pembebesan asam lemak dalam bentuk garam dan gliserol. Garam dari asam

lemak berantai panjang adalah sabun (Stephen, 2004).

Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut:

2. Netralisasi

Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak

atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau

pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (Ketaren, 2008).

Reaksi kimia pada proses saponifikasi adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

13

2.2 Sabun Mandi Padat

2.2.1 Pengertian Sabun Mandi Padat

Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan

minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai

dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12

yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan

gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap minyak dan lemak

mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut

menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda. Minyak

dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan

menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan

sabun yang tak larut pada suhu kamar (Andreas, 2009).

Sabun mandi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam

lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa,

dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit (SNI,

1994).

Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam

ketel besi yang besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak

itu terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut penyabunan

(latin, sapo adalah sabun), karena reaksi itu telah digunakan sejak zaman Romawi

kuno untuk mengubah lemak dan minyak menjadi sabun. Persamaan untuk reaksi

itu adalah:

(RCO2)3C3H3 + 3NaOH 3RCO2Na + C3H5(OH)3

Lemak Basa Sabun Gliserol

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

14

Jika lemak/minyak dihidrolisis, akan terbentuk gliserol dan asam lemak

yang dengan adanya Na(NaOH) akan terbentuk sabun karena sabun merupakan

garam Na atau K dari asam lemak. Sabun Na dan K larut dalam air, sedangkan

Ca dan Mg tidak larut. Sabun Na (sabun keras) digunakan untuk mencuci dan

sabun K (sabun lunak) digunakan untuk sabun mandi (Panil, 2008).

2.2.2 Syarat Mutu Sabun Mandi

Syarat mutu sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia 06-3235-

1994 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi

No. U r a i a n Satuan Tipe I Tipe II Superfat

1.

2.

3.

4.

5.

Kadar air

Jumlah asam

lemak

Alkali bebas

- Dihitung

sebagai NaOH

- Dihitung

sebagai KOH

Asam lemak bebas

dan atau lemak

netral

Minyak mineral

%

%

%

%

%

-

maks. 15

> 70

maks. 0,1

maks. 0,14

< 2,5

negatif

maks. 15

64 – 70

maks. 0,1

maks. 0,14

< 2,5

negatif

maks. 15

> 70

maks. 0,1

maks. 0,14

2,5 – 7,5

Negatif

Acuan SNI 06-3235-1994

1. Kadar Air

Kadar air merupakan bahan yang menguap pada suhu dan waktu tertentu.

Maksimal kadar air pada sabun adalah 15%, hal ini disebabkan agar sabun yang

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

15

dihasilkan cukup keras sehingga lebih efisien dalam pemakaian dan sabun tidak

mudah larut dalam air. Kadar air akan mempengaruhi kekerasan dari sabun

(Qisti, 2009).

2. Jumlah Asam Lemak

Jumlah asam lemak merupakan jumlah total seluruh asam lemak pada

sabun yang telah atau pun yang belum bereaksi dengan alkali. Sabun yang

berkualitas baik mempunyai kandungan total asam lemak minimal 70%, hal ini

berarti bahan-bahan yang ditambahkan sebagai bahan pengisi dalam pembuatan

sabun kurang dari 30%. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi proses

pembersihan kotoran berupa minyak atau lemak pada saat sabun digunakan.

Bahan pengisi yang biasa ditambahkan adalah madu, gliserol, waterglass, protein

susu dan lain sebagainya. Tujuan penambahan bahan pengisi untuk memberikan

bentuk yang kompak dan padat, melembabkan, menambahkan zat gizi yang

diperlukan oleh kulit (Qisti, 2009).

3. Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai

senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk

sabun Na, dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang

keras dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun

dapat disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses

penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk

sabun cuci (Qisti, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

16

4. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat

sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya

asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun,

karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam

proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam

lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung

mengurangi kemampuannya untuk membesihkan minyak dari bahan yang

berminyak (Qisti, 2009).

5. Minyak Mineral

Minyak mineral merupakan zat atau bahan tetap sebagai minyak, namun

saat penambahan air akan terjadi emulsi antara air dan minyak yang ditandai

dengan kekeruhan. Minyak mineral adalah minyak hasil penguraian bahan

organik oleh jasad renik yang terjadi berjuta-juta tahun. Minyak mineral sama

dengan minyak bumi beserta turunannya. Contoh minyak mineral adalah: bensin,

minyak tanah, solar, oli, dan sebagainya. Kekeruhan pada pengujian minyak

mineral dapat disebabkan juga oleh molekul hidrokarbon dalam bahan (Qisti,

2009).

2.3 Alkali Bebas

2.3.1 Pengertian Alkali Bebas

Alkali bebas merupakan alkali dalam sabun yang tidak diikat sebagai

senyawa. Kelebihan alkali bebas dalam sabun tidak boleh lebih dari 0,1% untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

17

sabun Na dan 0,14% untuk sabun KOH karena alkali mempunyai sifat yang keras

dan menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihan alkali bebas pada sabun dapat

disebabkan karena konsentrasi alkali yang pekat atau berlebih pada proses

penyabunan. Sabun yang mengandung alkali tinggi biasanya digunakan untuk

sabun cuci (Qisti, 2009).

Mutu sabun sangat ditentukan oleh kadar alkali bebas di dalamnya. Jika

terlalu basa alkali bebas dapat merusak kulit bila dipakai. Oleh karena itu, kadar

alkali bebasnya tidak boleh lebih dari 0,1% untuk sabun Na dan 0,14% untuk

sabun KOH. Kadar alkali bebas juga dapat dipakai sebagai indikator dari tidak

sempurnanya proses penyabunan (Nandawai, 2009).

2.3.2 Efek Samping Alkali pada Kulit

Alkali juga dapat merusak kulit dibandingkan dengan menghilangkan

bahan berminyak dari kulit. Sungguh pun demikian dalam penggunaan sabun

dengan air akan terjadi proses hidrolis sehingga mendapatkan sabun yang baik

maka diukur sifat alkalisnya yakni pH 5,8-10,5. Pada kulit yang normal

kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak. Beberapa penyakit kulit sensitif

terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian cairan sabun merupakan kontra

indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun pH menjadi

9, walaupun kulit cepat bertukar kembali menjadi normal mungkin ini tidak

diinginkan pada penyakit kulit tertentu (Sari, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

18

2.3.3 Kandungan Alkali pada Sabun

Kandungan alkali yang cukup besar menandakan bahwa produk sabun

yang dihasilkan memiliki kualitas yang kurang baik, karena semakin besar

kandungan / kadar alkali dalam produk sabun yang dihasilkan maka kualitas

produk yang dihasilkan pun semakin menurun kualitasnya. Akan tetapi, produk

sabun yang bebas alkali pun tidak berarti bahwa kualitasnya lebih baik. Sabun

yang bebas alkali justru dapat menyebabkan kerusakan kulit (Zaelana, 2011).

2.4 Metode Titrimetri

Titrimetri atau analisis volumetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang

didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk

bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 1995).

2.4.1 Penggolongan Titrimetri

Analisis secara titrimetri (volumetri) dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Berdasarkan reaksi kimia

Berdasarkan reaksi yang terjadi selama titrasi, volumetri dapat

dikelompokkan menjadi 4 jenis:

1. Reaksi asam-basa (asidi-alkalimetri = netralisasi)

Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat

yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam

lingkungan bebas air (TBA = titrasi bebas air).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

19

2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar

senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti

permanganometri, serimetri, iodi-iodometri, iodatometri, serta

bromatometri.

3. Reaksi pengendapan (presipitasi)

Penetapan kadar berdasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut

misalnya pada penetapan kadar secara argentometri.

4. Reaksi pembentukan kompleks

Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi antara zat-zat

pengkompleks organik dengan ion logam menghasilkan senyawa

kompleks yang mantap. Penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini

adalah metode kompleksometri.

b. Berdasarkan cara titrasi

Teknik volumetri berdasarkan cara titrasinya dapat dikelompokkan

menjadi:

1. Titrasi langsung

Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung terhadap zat

yang akan ditetapkan. Cara ini mudah, cepat, dan sederhana.

2. Titrasi kembali

Dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebihan,

kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada cara ini ada 2

sumber kesalahan karena menggunakan 2 titran sehingga kesalahan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

20

menjadi lebih besar. Disamping itu cara ini juga memakan waktu yang

lama.

c. Berdasarkan jumlah sampel

Menurut Rohman (2007), berdasarkan jumlah sampel, teknik volumetri

dibedakan menjadi:

1. Titrasi makro

- Jumlah sampel : 100 – 1000 mg

- Volume titran : 10 – 100 ml

- Ketelitian buret : 0,02 ml

2. Titrasi semi mikro

- Jumlah sampel : 10 – 100 mg

- Volume titran : 1 – 10 ml

- Ketelitian buret : 0,001 ml

3. Titrasi mikro

- Jumlah sampel : 1 – 100 mg

- Volume titran : 0,1 – 1 ml

- Ketelitian buret : 0,001 ml

2.4.2 Asidimetri-Alkalimetri

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara

ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa

untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan

sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa)

(Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

21

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap

senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.

Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat

asam dengan menggunakan baku basa (Rohman, 2007).

Titrasi Langsung Asam-Basa Dalam Larutan Air

1. Titrasi asam kuat/basa kuat

Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai

menjelang titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, nilai pH meningkat secara

drastis. Untuk mengamati titik akhir titrasi dapat digunakan indicator atau

menggunakan metode elektrokimia.

Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna

diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran

penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa-nya. Sebagai contoh

fenolftalein (pp), mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4 – 10,4).

Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena

proton dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH-nya meningkat

akibatnya akan terjadi perubahan warna. Metil orange (MO) mempunyai pKa 3,7

(perubahan warna antara pH 2,7 dan pH 4,7), mengalami hal yang serupa terkait

dengan perubahan warna yang tergantung pada pH. Kedua indikator ini berada

pada kisaran titik balik (titik infeksi) pada titrasi asam kuat dan basa kuat.

2. Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi basa lemah dengan asam kuat

Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat ditambahkan pada

basa lemah atau asam lemah maka nilai pH akan meningkat secara drastis sekitar

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun 2.1.1 Pengertian Sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39219/4/Chapter II.pdf · Menurut Keenan (1980), dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi

22

1 unit pH, di bawah atau di atas nilai pKa. Seringkali pelarut organik yang dapat

campur dengan air, seperti etanol ditambahkan untuk melarutkan analit sebelum

dilakukan titrasi.

3. Titrasi tidak langsung dalam pelarut air

Titrasi tidak langsung ini dapat dilakukan untuk titrasi asam kuat/basa

kuat, titrasi asam lemah dengan basa kuat, ataupun titrasi basa lemah dengan

asam kuat. Contoh yang paling umum dilakukan adalah titrasi asam lemah

dengan basa kuat (Rohman, 2007; Watson, 2009).

Universitas Sumatera Utara