BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan...

33
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan membina, mengendalikan dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan. Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 2009 Tentang PLP2B, merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mengendalikan laju alih fungsi lahan pertanian, khususnya sawah di Indonesia. Pasal 3 PLP2B mempunyai tujuan untuk (1) melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, (2) menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, (3) mewujudkan kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan, (4) melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani, (5) meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat, (6) meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, (7) meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, (8) mempertahankan keseimbangan ekologis dan (9) mewujudkan revitalisasi pertanian. Menurut Salikin (2011), sistem pertanian berkelanjutan memiliki 5 dimensi yaitu nuansa ekologis, kelayakan ekonomi, kepantasan budaya, kesadaran sosial dan pendekatan holistik. Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan ketahanan pangan, meningkatkan mutu sumberdaya manusia, meningkatkan kualitas hidup, dan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B)

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) adalah sistem dan

proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan dan

membina, mengendalikan dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya

secara berkelanjutan. Berdasarkan UU Nomor 41 Tahun 2009 Tentang PLP2B,

merupakan salah satu kebijakan pemerintah dalam mengendalikan laju alih fungsi

lahan pertanian, khususnya sawah di Indonesia. Pasal 3 PLP2B mempunyai tujuan

untuk (1) melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, (2)

menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan, (3) mewujudkan

kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan, (4) melindungi kepemilikan lahan

pertanian pangan milik petani, (5) meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan

petani dan masyarakat, (6) meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani, (7)

meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak, (8)

mempertahankan keseimbangan ekologis dan (9) mewujudkan revitalisasi pertanian.

Menurut Salikin (2011), sistem pertanian berkelanjutan memiliki 5 dimensi

yaitu nuansa ekologis, kelayakan ekonomi, kepantasan budaya, kesadaran sosial dan

pendekatan holistik. Adapun tujuannya adalah untuk mewujudkan ketahanan

pangan, meningkatkan mutu sumberdaya manusia, meningkatkan kualitas hidup, dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

11

menjaga kelestarian sumberdaya, melalui strategi kerja keras proaktif, pengalaman

nyata, partisipatif, dan dinamis.

Menurut Parr (1990) bahwa sasaran akhir dari masyarakat tani dalam

pertanian berkelanjutan adalah (a) memelihara dan memperbaiki sumberdaya alam

dasar, (b) melindungi lingkungan, (c) menjamin profitabilitas, (d) konservasi energi,

(e) meningkatkan produktivitas, (f) memperbaiki kualitas pangan dan keamanan

pangan, (gi) menciptakan infrastruktur sosial-ekonomi yang viabel bagi usahatani dan

komunitas pedesaan. Pertanian Pangan Berkelanjutan (PPB) yang perlu dilindungi di

Bali adalah Subak. Subak merupakan aktivitas pertanian yang memiliki kelembagaan

adat, yang meliputi pelemahan (lahan subak), pawongan (petani/tenaga kerja

pertanian) dan parahyangan, yang terkandung dalam keharmonisan dalam

mengimplemantasikan filosofi Tri Hita Karana. Kehilangan pelemahan subak

berdampak pada terganggunya ketahanan pangan. Salah satu kabupaten/ kota yang

mengalami kondisi seperti ini adalah pada wilayah Badung dan wilayah Denpasar.

Hilangnya palemahan akan berdampak pada hilangnya pawongan dan pada akhirnya

berdampak pada tidak terurusnya parahyangan (Subadiyasa et al. 2010).

Menurut Wardi, et al., (2015) bahwa subak merupakan organisasi tradisional

dibidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat

adat di Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis dan secara historis terus

tumbuh dan berkembang. Subak mempunyai hubungan yang sangat erat dengan

keberadaan desa pekraman (desa adat) terutama dalam hal ritual dan sosial. Fungsi

subak sebagai kekuatan memusatkan air tidak hanya terbatas pada aspek fisik (sistem

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

12

irigasi) dan organisasi sosial tetapi juga terekspresi pada aspek spiritual (pura) dalam

fungsinya mengatur sistem irigasi dan ekosistem sawah.

As-Syakur (2011) mengatakan bahwa tipe penggunaan lahan pemukiman dan

sawah irigasi merupakan daerah terluas yang mengalami perubahan. Penambahan

luas lahan pemukiman dan pengurangan sawah irigasi merupakan terluas di Kota

Denpasar yaitu 907,89 ha. Kabupaten Badung merupakan wilayah terluas yang

mengalami perubahan lahan dari lahan bukan pemukiman menjadi lahan pemukiman

yaitu seluas 1.054,29 ha. Lahan bukan pemukiman berubah akibat bertambahnya

lahan pemukiman di Kabupaten Badung yang menyebabkan berkurangnya sawah

irigasi seluas 743,66 ha.

Terkonversinya lahan sawah subak menjadi lahan bukan pertanian tidak dapat

dihindari akibat dari pembangunan sektor lain terutama pemukiman, industri

pariwisata, dan pertokoan. Hal ini berimplikasi tidak saja terhadap penyusutan lahan

pertanian sawah, tetapi juga berdampak sosial terhadap hilangnya keindahan alam,

kurang keseimbangan ekosistem, melunturnya budaya agraris. Empat belas tahun

terakhir (1999-2013) alih fungsi lahan sawah di Kabupaten Badung rata-rata 672 ha,

dan Kota Denpasar rata-rata 659 ha, sedangkan Kota Denpasar sudah kehilangan 5

subak (Lanya, 2007).

Proyeksi alih fungsi lahan subak untuk 10 tahun dan 20 tahun mendatang

diperkirakan lebih dari 10.000 ha dan lebih dari 15.000 ha. Hal ini paling banyak

terjadi di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Dalam segi pawongan, bila fungsi

lahan telah berubah dan penguasaan lahan beralih kepada orang lain, maka lambat

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

13

laun keberadaan subak akan menjadi punah. Oleh karena itu keberadaan subak harus

dipertahankan, dilindungi dan dilestarikan agar ketahanan pangan dapat

dipertahankan.

Menurut BPS Provinsi Bali (2013) dalam jangka waktu 14 tahun (1999-2013),

telah terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi bukan pertanian/alih

fungsi lahan sawah di Provinsi Bali seluas 4.906 ha. Bila di rata-ratakan alih fungsi

lahan sawah per tahun terjadi di Bali sekitar 350 ha (0,41 %). Alih fungsi lahan

sawah tertinggi selama kurun waktu empat belas tahun terdapat di Kabupaten

Tabanan seluas 1.230 ha, kemudian berturut-turut diikuti oleh Kabupaten Jembrana

sebesar 1.078 ha, Kabupaten Buleleng seluas 677 ha, Kabupaten Badung seluas 672

ha, Kota Denpasar seluas 659 ha, Kabupaten Gianyar seluas 497 ha dan Kabupaten

Klungkung seluas 173 ha. Akan tetapi penambahan luas lahan sawah terjadi di

Kabupaten Karangasem seluas 58 ha dan Kabupaten Bangli (Desa Mengani

Kecamatan Kintamani seluas 22 ha). Data luas lahan sawah di masing-masing

kabupaten/kota di Bali dari tahun 1999 sampai 2013 disajikan pada Tabel 2.1. dan

Gambar 2.1. Kesembilan kabupaten/kota di Bali saat ini, belum memiliki Perda

tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang diamanatkan oleh

Undang-undang 41 Tahun 2009. Hal ini akan berdampak pada ketahanan pangan

daerah, dan subak sebagai warisan budaya dunia akan kehilangan keberadaannya

sebagai sistem organisasi pengairan di Bali.

Ditinjau dari segi konservasi tanah dan air, subak sudah diterasering sejak

abad ke - 7 dengan sistem irigasi setengah teknis dan sederhana. Lahan subak juga

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

14

berfungsi sebagai pengendalian banjir, penangkap curah hujan, terutama yang

berlokasi di hulu sungai. Tanaman padi sebagai penyumbang oksigen (O2) pada skala

mikro maupun makro (Lanya et al. 2014). Berbagai persyaratan yang ditetapkan

dalam UU No. 41 Tahun 2009, maka seyogyanya seluruh lahan subak di Bali perlu

mendapat perhatian khusus tentang keberadaannya. Adanya kebutuhan akan

pembangunan bukan pertanian, seperti perumahan, pariwisata, pertokoan, industri

dan sarana prasarananya, maka diperlukan konversi lahan secara terbatas, terutama di

daerah sekitar perkotaan, pusat-pusat pemerintahan dan pariwisata.

Tabel 2.1

Luas Lahan Sawah Subak di Provinsi Bali Tahun 1999 - 2013 (ha)*)

Tahun Luas Lahan Sawah

Tabanan Gianyar Buleleng Badung Karang- Jem- Den- Klung- Bangli Bali

asem berana pasar kung

1999 23.414 15.203 11.581 10.816 7.099 7.889 3.165 4.016 2.888 86.071

2000 23.358 15.169 11.560 10.705 7.066 7.871 3.147 4.013 2.888 85.777

2001 23.154 14.966 11.472 10.619 7.059 7.685 3.031 3.985 2.844 84.815

2002 22.842 14.945 11.245 10.413 7.042 7.339 2.882 3.965 2.888 83.561

2003 22,639 14.937 11.011 10.334 7.034 7.013 2.856 3.932 2.888 82.644

2004 22.626 14.878 10.867 10.299 7.027 6.793 2.814 3.903 2.888 82.095

2005 22.490 14.894 10.618 10.118 7.022 6.559 2.768 3.888 2.888 81.207

2006 22.413 14.945 10.580 10.109 7.011 6.510 2.717 3.873 2.890 80.997

2007 22.479 14.787 10.741 10.125 7.036 6.485 2.717 3.884 2.890 81.144

2008 22.562 14.747 10.913 10.230 7.070 6.477 2.717 3.876 2.890 81.482

2009 22.465 14.743 11.067 10.237 7.140 6.820 2.693 3.876 2.890 81.931

2010 22.455 14.790 11.042 10.227 7.140 6.836 2.632 3.876 2.910 81.908

2011 22.435 14.732 10.992 10.243 7.154 6.836 2.597 3.845 2.910 81.744

2012 22.388 14.729 11.039 10.195 7.166 6.836 2.519 3.843 2.910 81.625

2013 22.184 14.706 10.904 10.144 7.157 6.811 2.506 3.843 2.910 81.165

Sumber : *) BPS Provinsi Bali Tahun 2013

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

15

Gambar 2.1

Grafik batang luas lahan sawah di Provinsi Bali Tahun 1999-2013

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa luas lahan sawah subak di Provinsi Bali

tahun 1999 untuk masing-masing Kabupaten/Kota tertinggi di Kabupaten Tabanan

(23.414 ha) kemudian berturut-turut diikuti oleh Kabupaten Gianyar (15.203 ha),

Kabupaten Buleleng (11.581 ha), Kabupaten Badung (10.816 ha), Kabupaten

Karangasem (7.099 ha), Kabupaten Jembrana (7.889 ha), Kota Denpasar (3.165 ha),

Kabupaten Klungkung (4.016 ha), dan Kabupaten Bangli (2.888 ha). Perubahan

jumlah lahan sawah subak dari tahun 1999 sampai tahun 2013 sebanyak 4.906 ha.

Pada tiap-tiap kabupaten/kota yang paling tertinggi terjadi perubahan penggunaan

lahan sawah menjadi bukan sawah adalah Kabupaten Tabanan.

78.00

79.00

80.00

81.00

82.00

83.00

84.00

85.00

86.00

87.00

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Luas

lah

an(x

100

ha)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

16

2.2 Zonasi Kawasan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Berdasarkan hasil penelitian Ishak, et al., (2012), zonasi adalah tahapan dari

hasil kegiatan evaluasi lahan. Penzonasian tanaman sorgum merupakan salah satu

langkah strategis guna memberikan kepastian penggunaan lahan pengembangan

tanaman sorgum. Penzonasian juga akan memberi makna bagi mempertahankan

lahan pertanian, terutama bagi pengembangan tanaman sorgum secara berkelanjutan

melihat alih fungsi lahan pertanian. Penilaian untuk penzonasian tanaman sorgum

dilakukan dengan menilai kriteria fisik wilayah. Kriteria fisik adalah persyaratan

mutlak dalam proses penilaian evaluasi lahan. Selanjutnya UU No. 41 Tahun 2009

tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam pasal 9 memuat

kesesuaian lahan, ketersediaan infrastruktur, penggunaan lahan, potensi teknis lahan

dan luasan kesatuan hamparan lahan. Subadiyasa, et al., (2010), dan Lanya, at al.,

(2014) mengatakan kondisi fisik wilayah teridiri dari: posisi lokasi terhadap daerah

aliran sungai (DAS), sarana irigasi, curah hujan, bentuk wilayah/relief/kemiringan

lereng, ketinggian tempat, curah hujan, kesesuaian lahan agroekosistem, kesesuaian

terhadap RTRW dan penggunaan lahan, terkait dengan kawasan yang perlu

dilindungi dalam pertanian pangan berkelanjutan.

Dalam Perda No. 16 Tahun 2009 Provinsi Bali tentang RTRW, telah

mengakomodir lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tertuang dalam pasal 60

ayat (3) butir h yaitu penetapan pencapaian target luas lahan pertanian pangan

berkelanjutan sekurang-kurangnya 90 % dari luas lahan yang ada, berlaku sejak

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

17

ditetapkannya peraturan ini. Pasal 60 ayat (3) butir f memuat tentang pencegahan dan

pembatasan alih fungsi lahan sawah beririgasi. Selanjutnya pasal 61 ayat (2) butir d

tentang pencegahan dan pelarangan alih fungsi lahan sawah beririgasi dan butir e

yang memuat tentang penetapan luas lahan pertanian pangan berkelanjutan sekurang-

kurangnya 90 % dari luas lahan tanaman pangan yang ada di luar kebutuhan alih

fungsi lahan pertanian pangan untuk fasilitas umum. Alih fungsi lahan pertanian

walaupun sudah tertuang dalam RTRW Provinsi Bali, tetapi saat ini masih banyak

yang melanggar perda tersebut karena perda ini belum disosialisasikan kepada

masyarakat dan investor. Dalam melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan

(LP2B), diperlukan peraturan perundang-undangan terutama perda tentang PLP2B di

kabupaten/kota. Dalam pembuatan perda tentang LP2B, diharapkan pemerintah

dapat mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi bukan pertanian yang

tertuang dalam PP No. 1 Tahun 2011 tentang penetapan alih fungsi lahan pertanian

pangan berkelanjutan (LP2B). Alih fungsi lahan pertanian ditinjau dari aspek fisik

lahan, konversi lahan dipengaruhi oleh aspek kepemilikan lahan dan aspek penataan

ruang. Aspek kepemilikan terkait dengan hak atas tanah yang absolut, kemudian

kepemilikan lahan terpecah- pecah menjadi lebih sedikit. Kepemilikan lahan yang

sedikit ini menyebabkan rawan untuk terjadinya alih fungsi lahan pertanian karena

kesulitan dalam pengendalian tata ruangnya (Apriyana, 2011). Aspek penataan

ruang, terutama rencana tata ruang yang merupakan satu-satunya instrumen

pengendalian terhadap pemanfaatan ruang di daerah. Amanah UU No. 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang yang tujuannya adalah untuk menjaga agar

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

18

pemanfaatan ruang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. UU 41 Tahun 2009

tentang PLP2B mewajibkan untuk menetapkan kawasan pertanian dalam RTRW,

sehingga palemahan dan pawongan dapat berkelanjutan keberadaannya.

Pemetaan zonasi KP2B, LP2B dan LCP2B (persediaan lahan pertanian)

yang tercantum dalam UU 41 Tahun 2009 dalam pasal 9 meliputi : (1) kesuburan

tanah dan kesesuaian lahan agroekosistem, (2) fungsi agroklimatologi, hidrologi dan

ekosistem, (3) sosial budaya dan kearifan lokal, (4) pertumbuhan penduduk dan

kebutuhan konsumsi penduduk di tingkat kabupaten dan provinsi, (5) pertumbuhan

produktivitas, (6) kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian, (7) penggunaan lahan,

potensi teknis alam, (8) luasan kesatuan hamparan, (9) ketersediaan infrastruktur, dan

ketersediaan sarana dan prasarana, (10) pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, dan (11) musyawarah petani. Pemetaan dan zonasi KP2B, LP2B dan

LCP2B sampai saat ini belum ditemukan teknologi spasial yang berbasis teknologi

informasi di kabupaten/ kota di Bali. Oleh karena itu penelitian tentang model

klasifikasi numerik spasial kawasan LP2B Kabupaten Badung dan wilayah Kota

Denpasar perlu dilakukan.

Menurut RTRW Kota Denpasar (2011-2031), RTHK adalah area

memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,

tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam.

Tujuan diadakannya RTHK adalah sebagai daerah resapan air, menjaga

keseimbangan antara lingkungan dengan kepentingan masyarakat, dan meningkatkan

keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

19

yang aman dan damai. RTHK pada kawasan perkotaan adalah minimal 30 % dari luas

wilayah kota. Subak yang berada dalam RTHK Provinsi Bali maupun di Kota

Denpasar ditetapkan sebagai kawasan lindung. Hal ini selanjutnya ditetapkan sebagai

subak lestari, secara regulasi subak ditetapkan sebagai kawasan perlindungan lahan

pertanian pangan berkelanjutan yang dimuat dalam UU 41 Tahun 2009.

2.3 Kriteria Perencanaan dan Penetapan Kawasan, Lahan, dan Lahan

Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Berdasarkan hasil penelitian Chairuddin et al. (2015), menggunakan kriteria

dan ruang lingkup komponen utama analisis, terdiri dari aspek biofisik lahan

(altitude, besar retakan lahan, panjang bentangan lahan sawah dalam satuan lereng,

proporsi luasan hamparan lahan sawah, ketebalan topsoil); aspek sosial ekonomi

(kepadatan penduduk, laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan lahan sawah,

produktivitas lahan sawah, neraca lahan sawah); dan aspek kebijakan (status

peraturan daerah, status rencana rinci tata ruang wilayah, jenis dan tipe jaringan

irigasi).

Penetapan kriteria perencanaan dan penetapan kawasan, lahan, dan lahan

cadangan pertanian pangan berkelanjutan, yang tercantum dalam UU No. 41 Tahun

2009, Pasal 9 ayat (3) dan (5) tentang kriteria perencanaan penetapan kawasan lahan

pertanian berkelanjutan sesuai dengan kondisi fisik dan lingkungan Kabupaten

Badung dan Kota Denpasar, meliputi : (1) pertumbuhan penduduk dan kebutuhan

konsumsi pangan penduduk, (2) kebutuhan pangan Indonesia dan Bali, (3)

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, (4) musyawarah petani, (5)

kesesuaian lahan, (6) ketersediaan infrastruktur, dan (7) penggunaan lahan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

20

Berdasarkan hasil penelitian Barus, et al., (2012), menetapkan lahan

pertanian pangan di kedua studi (Garut dan Bogor) diawali dengan penentuan

prioritas lahan yang akan dilindungi dengan melihat (a) keberadaan sawah, (b)

produktivitas (IP, produksi), (c) kemampuan/kesesuaian lahan, dan (d) tipe irigasi.

2.3.1 Pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk

Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk Kabupaten Badung sebanyak

543.681 jiwa (BPS Provinsi Bali, 2010). Kebutuhan pangan sesuai dengan standar

nasional rata-rata 147 kg beras/jiwa/th, ini berarti Kabupaten Badung memerlukan

beras 79.921.107 kg (± 79.921,107 ton/th) atau setara dengan 158.842,214 ton gabah

kering panen (GKP)/th. Jumlah penduduk Kota Denpasar berdasarkan hasil sensus

penduduk tahun 2010 sebanyak 788.445 jiwa. Kebutuhan pangan dengan standar

nasional yaitu rata-rata 147 kg beras/jiwa/tahun, hal ini berarti memerlukan beras

115.901.415 kg (115.901,415 ton/tahun) setara dengan 231.802,83 ton gabah kering

panen (GKP) per tahun.

Persediaan pangan tahun 2010 di Kabupaten Badung adalah 506.300 ton

gabah (253.150 ton beras) dari luas sawah 10.230 ha dan luas panen 19.954 ha (BPS

Provinsi Bali, 2012). IP padi sawah mempunyai 1,84, ini berarti tahun 2010

Kabupaten Badung mengalami defisit 32.267,214 ton gabah/th atau 16.133.607 kg

beras (16.134 ton beras/th). Berdasarkan sensus penduduk (2010) laju pertumbuhan

penduduk Kabupaten Badung sebesar 4,63 %, Sensus penduduk tahun 2000 sejumlah

345.863 jiwa, dan tahun 2010 jumlah penduduk 543.681 jiwa (BPS Provinsi Bali,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

21

2010). Pada tahun 2020, proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Badung mencapai

741.501 jiwa, sehingga dibutuhkan pangan sebanyak 109.000.647 kg beras

(218.001.294 kg GKP) per tahun. Kota Denpasar laju pertumbuhan penduduk 4 %,

dengan data sensus penduduk tahun 2000 sebanyak 532.440 jiwa dan tahun 2010

jumlah penduduk sebanyak 788.445 jiwa, sehingga proyeksi jumlah penduduk tahun

2020 mencapai 1.044.450 jiwa. Dibutuhkan pangan sebesar 153.534.150 kg beras

(307.068.300 kg gabah kering panen). Hasil perhitungan proyeksi produksi dan beras

daerah Badung periode 2010-2020, menunjukkan bahwa di Kabupaten Badung

terjadi defisit produksi beras mulai tahun 2010, artinya produksi beras lebih sedikit

dari pada kebutuhan akan beras.

2.3.2 Kebutuhan pangan Indonesia dan Bali

Berdasarkan BPS 2010, luas lahan sawah di Indonesia diperkirakan

9.295.385 ha., dan jumlah penduduk sebanyak ± 240 juta jiwa, memerlukan

persediaan pangan sebanyak ± 36.000.000 ton beras/th setara dengan ± 72 juta ton

GKP per tahun. Rata-rata produksi padi nasional ± 4 ton/ha/panen, maka diperlukan

luas lahan sawah ± 18 juta ha. Sementara lahan sawah hanya ± 9.295.385 ha.

Proyeksi 40 tahun ke depan luas lahan sawah di Indonesia hanya 6.703 juta ha

(produksi ± 30 juta ton gabah atau 19,69 juta ton beras). Sementara penduduk

Indonesia mencapai 440 juta jiwa memerlukan 59,4 juta ton beras. Kondisi ini

berarti, defisit pangan akan terus terjadi dan semakin meningkat, bila konversi lahan

pertanian pangan terus terjadi.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

22

Kebutuhan pangan nasional akan mencukupi bila IP 2 (2 x tanam/th) dapat

dicapai, produksi dan intensitas tanam per tahun ditingkatkan, serta tidak terjadi

konversi lahan, tetapi kenyataannya konversi lahan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini memerlukan usaha konservasi lahan sawah

secara hukum melalui perlindungan lahan sawah berkelanjutan. Bila konversi lahan

terus meningkat, maka diperlukan inovasi teknologi, berupa : bibit padi sawah,

sarana air irigasi, peningkatan kesuburan tanah melalui teknologi pemupukan

lengkap berimbang yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, serta pemberantasan

hama penyakit tanaman terpadu. Program-program penelitian khusus (Litsus), pola

pendampingan masyarakat tani diperlukan, serta pembangunan dan pemeliharaan

sarana irigasi tetap diperlukan, agar dapat meningkatkan IP >2, dan produksi > 6

ton/panen.

Tahun 2010 kebutuhan pangan Provinsi Bali dengan mengalikan jumlah

penduduk pada tahun yang bersangkutan dengan kebutuhan pangan per kapita.

Berdasarkan hasil penelitian dari IPDP (1993, dalam BPN, 2008), kebutuhan

pangan per kapita diperkirakan 147 kg beras/kapita/tahun. Untuk itu jumlah sensus

penduduk Bali tahun 2010 adalah 3.891.428 jiwa (BPS, Prov. Bali, 2010), perlu

menyediakan pangan sebanyak 572.039.916 kg beras per tahun, setara dengan

1.144.079.832 kg GKP atau setara dengan 880.061.409,2 kg gabah kering giling

(GKG) (rendemen 65 % dari GKG ke beras). Sementara produksi GKP Bali hanya

840.465 ton GKG/tahun. Hal ini berarti pada tahun 2010 telah mengalami defisit

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

23

pangan sebesar 264.018.422,8 kg GKG/tahun (± 264.018 ton gabah/tahun = 132.009

ton beras/tahun).

2.3.3 Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi

Produktivitas lahan sawah rendah perlu ditingkatkan, melalui pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam pemenuhan kebutuhan akan unsur hara bagi

tanaman. Kebutuhan unsur hara akan tanaman bisa diketahui melalui analisis tanah

di laboratorium. Tanaman padi memerlukan unsur hara P dominan pada saat

bunting karena unsur Posfat (P) sebagai bahan dalam proses pembentukan biji dan

buah (Arsyad, 2010). Berdasarkan hasil penelitian Subadiyasa et al. (2010),

mengatakan hasil uji produktivitas menunjukkan bahwa tanaman padi sawah

membutuhkan pupuk lengkap, bukan saja pupuk organik tetapi kebutuhan akan

unsur hara makro dan mikro. Teknologi yang tepat dari hasil penelitian adalah

dengan menggunakan pupuk lengkap (kimia + organik + mineral) dalam bentuk

pelet

Dalam rangka meningkatkan hasil atau produksi padi, dibutuhkan ilmu

pengetahuan dan teknologi (Iptek) dalam bidang peningkatan produksi padi baik

bibit maupun teknik budidaya. Disamping itu kemampuan pupuk kimia yang

berimbang dalam waktu relatif singkat dapat meningkatkan produktivitas tanah,

maka pupuk kimia secara langsung dapat meningkatkan produksi dan dapat

mengurangi kerawanan pangan (Sutanto, 2006). Selanjutnya Kasniari dan Supadma

(2007) mengatakan bahwa pemupukan dengan NPK pada dosis 250 kg Urea, 50 kg

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

24

SP.36, 25 kg KCl per hektar dengan pupuk alternatif, meningkatkan gabah kering giling

sebesar 65,69 % jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

2.3.4 Musyawarah Petani

Peran serta masyarakat petani dalam perlindungan lahan pertanian pangan

berkelanjutan yang tertuang dalam UU 41/2009, pasal 67, 68 dan 69, dalam

penetapan perlindungan petani, maka diperlukan musyawarah petani. Di Kabupaten

Badung dan Kota Denpasar belum menetapkan kawasan pertanian sebagai subak

yang dilindungi. Pada masa yang akan datang dikuatirkan akan banyak lahan sawah

dikonversi menjadi bukan pertanian oleh pemiliknya, sehingga jumlah lahan

pertanian akan berkurang. Dalam hal ini menyebabkan pemerintah harus segera

menetapkan pertanian sebagai subak untuk dilestarikan, walaupun ada dalam UU

no. 41 Tahun 2009 yang diamanatkan sebagai perlindungan lahan pertanian pangan

berkelanjutan, namun sepenuhnya belum diberlakukan oleh pemegang kebijakan.

Indonesia sebagai negara agraris, tidak bisa lepas dari pertanian karena

sumber pangan sebagian besar berasal dari pertanian. Di Bali, infrastruktur

pertanian banyak mengalami kerusakan, akibat adanya konversi lahan menjadi

pemukiman, pembangunan pertokoan dan sarana pariwisata. Pemerintah perlu

mengatur sarana irigasi, memberi insentif, subsidi pupuk dan akses pemasaran yang

dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Petani menyetujui adanya peraturan yang

lebih tinggi, berupa Perda, agar konversi lahan sawah dapat dikendalikan, sesuai

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

25

dengan peraturan yang berlaku. Begitu pula pengawasan dan sanksi harus

dilaksanakan bagi yang melanggar aturan tersebut.

2.3.5 Kesesuaian lahan lokasi penelitian

Menurut Arsyad (2010), kesesuaian lahan adalah penilaian dan

pengelompokan atau proses penilaian dan proses pengelompokan lahan dalam arti

kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu. Selanjutnya Djaenudin et al.

(2003), dan Ritung et al. (2011), menyatakan evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat

fisik lingkungan, suatu wilayah yang dirinci ke dalam kualitas lahan dan setiap

kualitas lahan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Berdasarkan

UU No 41 Tahun 2009, kesesuaian lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah

perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan lahan cadangan pertanian

pangan berkelanjutan yang dilakukan kepada lahan yang secara biofisik terutama dari

aspek kemiringan lereng, iklim, sifat fisik, kimia dan biologi cocok untuk

dikembangkan pertanian pangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan.

Ruang lingkup dari metode ini terdiri dari jenis penggunaan lahan, karakteristik dan

kualitas lahan serta perbaikan lahan. Dalam penentuan kesesuaian lahan ada beberapa

cara yang digunakan yaitu perkalian parameter, penjumlahan atau menggunakan

hukum minimum yaitu memperbandingkan antara kualitas lahan dengan karakterisasi

lahan sebagai parameter sesuai kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun

berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman yang

dievaluasi.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

26

Analisis kesesuaian lahan pada dasarnya adalah membandingkan antara

persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan yang ada. Kriteria klasifikasi

kesesuaian lahan yang digunakan adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang

disusun oleh Ritung dkk., (2011). Secara hirarki klasifikasi kesesuaian lahan ini

dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan, yaitu order, kelas, subkelas, dan unit. Order

adalah keadaan kesesuaian lahan secara umum, yang terdiri dari ordo sesuai dan ordo

tidak sesuai. Kelas adalah kesesuaian lahan yang dibedakan pada tingkat ordo.

Dalam tingkat kelas lahan yang tergolong ordo sesuai dibedakan menjadi kelas sangat

sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3), tetapi lahan yang tergolong

ordo tidak sesuai tidak dibedakan lagi. Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam

kelas kesesuaian lahan yang dibedakan berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan

yang menjadi faktor pembatas yang terberat, sedangkan unit adalah keadaan tingkatan

dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang

berpengaruh dalam pengelolaannya. Tingkatan analisis kesesuaian lahan yang akan

digunakan pada penelitian ini adalah klasifikasi tingkat unit.

Bappeda Provinsi Bali (2006), menginformasikan bahwa sebagian besar

lahan sawah di Kabupaten Badung pada Kecamatan Abiansemal secara potensial

tanaman padi sangat sesuai, tetapi untuk Kecamatan Petang tergolong S3 (sesuai tapi

ada faktor pembatas). Kecamatan Abiansemal, Kecamatan Mengwi, dan Kecamatan

Kuta Utara (Canggu, Munggu, Kerobokan dan Dalung) tergolong sangat sesuai.

Pada daerah yang ketinggiannya di atas 500 m dpl untuk lahan sawah tergolong kelas

agak sesuai. Seluruh lahan sawah di teras bangku, oleh karena itu faktor lereng

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

27

bukan merupakan faktor pembatas. Air tergolong faktor pembatas, bila tidak

mendapatkan air irigasi di musim kemarau. Air tergolong pembatas, bila tidak

mendapatkan air irigasi di musim kemarau.

Kesesuaian lahan Kota Denpasar secara potensial, tergolong sangat sesuai

(S1), terdapat pada wilayah bagian Utara, Timur, Selatan dan Barat yaitu di

Kelurahan Peguyangan, Penatih, Sanur, Kesiman dan Pedungan, apabila air irigasi

terpenuhi dan dilakukan pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman. Demikian

pula kelas agak sesuai yang terdapat di daerah ketinggian tempat lebih dari 40 m dari

permukaan laut (dpl). Hal ini disebabkan adanya irigasi subak, dan teras bangku yang

lestari sejak adanya sawah di Bali. Kota Denpasar akan tetap mempertahankan sektor

pertanian dalam batas-batas tertentu dan dipadukan dengan program penghijauan kota

serta dipadukan dengan penetapan wilayah peresapan dan limpasan air hujan yang

wilayah pengembangannya diutamakan kearah wilayah-wilayah pengembangan (WP)

seperti : (1) WP Utara bagian utara (Desa Ubung Kaja), (2) WP Timur (Desa

Peguyangan, Peguyangan Kaja, Peguyangan Kangin, Penatih, Penatih Dangin Puri,

Kesiman Kertalangu, Kesiman Petilan, Kesiman), (3) WP Selatan (Sanur Kaja, Sanur

Kauh, Sidakarya, Pedungan, Pemogan), (4) WP Barat bagian Selatan

(Padangsambian Kelod, Pemecutan Kelod).

Perubahan pengembangan pertanian lahan sawah pada wilayah-wilayah yang

sistem irigasinya sudah terganggu, akan lebih cocok dialihkan ke tanaman pangan

lahan kering (hortikultura) karena selain lebih intensif juga akan dapat berlangsung

sepanjang tahun tanpa tergantung pada sistem pengairan yang terus menerus. Kota

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

28

Denpasar memiliki luas lahan sawah tahun 2006 sebesar 2.717 ha (Dinas Pertanian

dan Kelautan Kota Denpasar, 2006) dan pada tahun 2012 jumlah lahan sawah di

Kota Denpasar seluas 2.597 ha (BPS Provinsi Bali, 2012). Dalam kurun waktu enam

tahun terjadi pengurangan luas lahan sawah sebesar 120 ha (20 ha per tahun).

Pengembangan pertanian tanaman pangan di Kota Denpasar mengalami gangguan

dengan adanya kemajuan pembangunan di sektor pariwisata, industri, perdagangan,

dan sektor lain di luar pertanian. Permasalahan utama yang ditemukan pada

keberadaan sawah di Kota Denpasar adalah terdesaknya lahan pertanian sawah untuk

fungsi bukan pertanian.

Kesesuaian lahan

Kesesuaian lahan merupakan salah satu faktor pertama yang harus dikaji

dalam mempersiapkan budidaya tanaman. Potensi suatu wilayah untuk suatu

pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara fisik

lingkungan yang mencakup iklim, tanah, topografi/bentuk wilayah, batuan di

permukaan dan singkapan batuan, hidrologi, dan persyaratan penggunaan lahan atau

persyaratan tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu

wilayah dengan persyaratan penggunaan lahan atau komoditas yang dievaluasi

memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan

untuk komoditas tersebut (Djaenudin et al. 2003).

Menurut Ritung et al. (2011), mengatakan bahwa karakteristik lahan

merupakan sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

29

lahan. Setiap kualitas lahan memiliki keragaman (performance) yang berpengaruh

terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri dari satu atau

lebih karakteristik lahan.

Kesesuaian Lahan Aktual

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) kesesuaian lahan aktual

merupakan kesesuaian lahan saat ini (current suitibility) yang mempertimbangkan

usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi

kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Berdasarkan

hasil matching antara kualitas/karakteristik lahan dengan komoditas tanaman yang

dievaluasi, maka didapatkan kelas kesesuaian lahan suatu komoditas.

Kesesuaian Lahan Potensial

Berdasarkan atas asumsi jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan

terhadap kualitas/karakteristik lahan yang bersifat sebagai faktor penghambat, kelas

kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan potensial untuk tanaman padi sawah

dengan perbaikan-perbaikan faktor pembatas dapat ditingkatkan menjadi tergolong

sangat sesuai (S1).

Berdasarkan pada asumsi tingkat perbaikan dan jenis usaha perbaikan

terhadap kualitas/karakteristik lahan aktual menjadi potensial menurut tingkat

pengelolaannya. Kesesuaian lahan potensial untuk komoditas yang dievaluasi

tanaman padi sawah irigasi.

2.3.6 Ketersediaan Infrastruktur

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

30

Infrastruktur di wilayah Kabupaten Badung tergolong baik, karena sarana

jalan yang menuju lahan pertanian sudah mendapat perhatian dari pemerintah,

termasuk jalan ke pelosok-pelosok, sehingga petani mudah dalam pengangkutan hasil

panennya. Hal ini juga terjadi di Kota Denpasar yaitu persawahan di Kota Denpasar

hampir seluruhnya terletak di pinggir jalan raya, sehingga memudahkan untuk

pengangkutan hasil panennya.

Jalan usahatani di seluruh wilayah subak pada umumnya tergolong baik.

Pemeliharaan dan perbaikan jalan tetap diperlukan khususnya lahan sawah yang

berada di pedalaman (Petang dan Pelaga). Ketersediaan infrastruktur ini tidak

ditetapkan sebagai parameter dalam penentuan tingkat kelestarian subak. Hal ini

disebabkan kondisi infrastruktur di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar tergolong

sangat baik. Namun demikian infrastruktur jaringan irigasi teknis, semi teknis dan

sederhana yang berupa irigasi sistem subak merupakan nilai sosial budaya yang perlu

dilindungi dan dilestarikan keberadaannya.

2.3.7 Penggunaan Lahan

Menurut Arsyad (2010), penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur

tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik.

Penggunaan lahan berkaitan dengan aktivitas manusia yang secara langsung

berhubungan dengan lahan, dengan penggunaan dan pemanfaatan lahan dan

sumberdaya yang ada serta menyebabkan dampak pada lahan (Baja, 2012).

Penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu penggunaan lahan

pertanian, penggunaan lahan bukan sawah dan penggunaan bukan pertanian.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

31

Penggunaan lahan pertanian terluas terdapat pada Kecamatan Petang seluas 10.112

ha, kemudian berturut-turut diikuti oleh Kecamatan Mengwi seluas 6.767 ha,

Kecamatan Abiansemal 5.965 ha, Kecamatan Kuta Selatan seluas 3.544 ha (tidak ada

sawah), Kecamatan Kuta Utara seluas 1.665 ha dan yang terendah adalah Kecamatan

Kuta yaitu 191 ha. Penggunaan lahan berhubungan dengan ketersediaan lahan dan

air. Ketersediaan lahan dan air akan menentukan produktivitas sumberdaya yang

diproduksi. Penggunaan lahan juga mampu memberikan informasi tentang potensi

produksi dan merencanakan tata ruang di masa yang akan datang. Luas tanah

menurut penggunaan lahan di Kabupaten Badung per Kecamatan tahun 2014

selengkapnya disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Luas Tanah Menurut Penggunaan Lahan di Kabupaten Badung

Per Kecamatan Tahun 2015

Penggunaan Lahan Kecamatan

Kutsel Kuta Kuta

Utara

Mengwi Abiansemal Petang

Lahan Pertanian 3.544 191 1.665 6.767 5.965 10.112

Lahan Bukan

Pertanian 6.390 1.588 1.873 1.433 936 1.388

Sumber : Badan Statistik Badung, 2015

Penggunaan lahan untuk Kabupaten Badung sangat bervariasi yaitu bagian

hulu terdapat hutan lindung (Pucak Mangu dan Utara Kecamatan Petang) yang

merupakan daerah resapan air yang patut dilindungi. Di bagian hulu Badung juga

terdapat perkebunan seperti kopi, cengkeh, panili, jambu mete, kapok dan coklat.

Penggunaan lahan sawah irigasi tertinggi di Kabupaten Badung, terdapat di

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

32

Kecamatan Mengwi seluas 4.564 ha, kemudian berturut-turut diikuti oleh Kecamatan

Abiansemal (2.913 ha), Kecamatan Kuta Utara (1.307 ha), Kecamatan Petang seluas

(1.173 ha), Kecamatan Kuta seluas (27 ha) dan Kuta Selatan tidak ada sawah

(Badung dalam Angka, 2015).

Berdasarkan Denpasar Dalam Angka (2015), penggunaan lahan Kota

Denpasar meliputi lahan sawah 2.509 ha dan lahan bukan sawah luasnya 505 ha dan

lahan bukan pertanian luasnya 9.764 ha, yang terdiri dari jalan, pemukiman,

perkantoran, bangunan dan pertokoan. luas wilayah Kota Denpasar secara rinci per

kecamatan disajikan pada Tabel 2.3

Tabel 2.3

Luas Wilayah Kota Denpasar Dirinci per Kecamatan (hektar)

No Kecamatan Tanah sawah Tanah Kering Jumlah

(ha) (ha) (ha)

1 Denpasar Barat 299 10 309

2 Denpasar Timur 586 23 609

3 Denpasar Selatan 754 2.018 2.772

4 Denpasar Utara 955 4.038 4.993

Jumlah 2.594 6.089 8.683 Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan Kota Denpasar (2011)

Tabel 2.3 menunjukkan bahwa luas lahan sawah Kota Denpasar sebesar 2.594

ha, dengan rincian masing-masing kecamatan yaitu Kecamatan Denpasar Utara

mendominasi jumlah sawah tertinggi yaitu 955 ha, kemudian disusul Kecamatan

Denpasar Selatan 754 ha, Denpasar Timur 586 ha dan terendah di Denpasar Barat

yaitu 299 ha. Jumlah lahan kering di Kota Denpasar tertinggi terdapat di Denpasar

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

33

Utara dengan luas 4038 ha, Denpasar Selatan 2018 ha, Denpasar Timur 23 ha dan

terendah terdapat pada Kecamatan Denpasar Barat yaitu 10 ha.

2.4 Kriteria Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Berdasarkan hasil penelitian Subadiyasa, et al., (2010) dapat ditetapkan 9

parameter kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Tabanan,

data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.4. Parameter penelitian Subadiyasa, et al.,

(2010), dimodifikasi dengan karakteristik wilayah untuk Kabupaten Badung dan

Kota Denpasar.

Pada Kabupaten Badung ditetapkan 11 parameter dan Kota Denpasar 9

parameter kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Adapun 9 parameter

untuk Kabupaten Tabanan yang ditetapkan sebagai acuan dalam penelitian ini

meliputi :

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

34

Tabel 2.4

Kriteria Pembobotan dan Penskoran masing-masing

Parameter untuk Klasifikasi Subak

No. Parameter Penilaian

Bobot Skor Nilai

1

Posisi dan atau lokasi subak pada daerah aliran sungai

(DAS) dan satuan administrasinya:

- Hulu

- Tengah

- Hilir

Nilai

11

3

2

1

33

22

11

66

2 Pengairan :

- Irigasi teknis-semi teknis

- Irigasi sederhana

- Tadah hujan

Nilai

10

3

2

1

30

20

10

60

3 Bentuk wilayah :

- Berbukit s/d bergunung/kemiringan lereng > 40 % - Bergelombang s/d berombak/kemiringan lereng 25-40% - Datar s/d landai/kemiringan lereng < 25 %

Nilai

9

3

2

1

27

18

9

54

4 Curah hujan :

- > 2500 mm/th

- 2000 – 2500 mm/th

- < 2000 mm/th

Nilai

8

3

2

1

24

16

8

48

5 Tinggi tempat :

- >500m dpl

- 100 – 500 m dpl

- <100 m dpl

Nilai

7

3

2

1

21

14

7

42

6

Kesesuaian lokasi sawah dengan RTRW :

- Kawasan lindung dan lindung strategis

- Kawasan Budidaya Pertanian

- Kawasan budidaya non pertanian

Nilai

6

3

2

1

18

12

6

36

7 Kesesuaian lahan agroekosistem untuk padi sawah :

- Sangat sesuai

- Sesuai

- Agak sesuai

Nilai

5

3

2

1

15

10

5

30

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

35

8 Produktivitas lahan :

- >5 ton/ha/panen

- 2,5 - 5 ton/ha/panen

- < 2,5 ton/ha/panen

Nilai

4

3

2

1

12

8

4

24

9 Jarak dari pusat kota :

- > 5km

- 2,5 – 5 km

- < 2,5 km

Nilai

3

3

2

1

9

6

3

18 Sumber : Subadiyasa, et al., (2010)

(1) Posisi dan atau lokasi subak dalam daerah aliran sungai (DAS) dan atau bagian

hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu merupakan daerah tangkapan dan atau resapan

air hujan yang dapat mengatur persediaan air di daerah tengah dan hilir.

(2) Sumber air

Sumber air dibedakan atas sistem irigasi, yaitu irigasi teknis, setengah teknis,

sederhana dan tradisional. Sistem irigasi di Bali yang dinamakan subak dibangun

sejak abad ke 7 dan sekarang menjadi Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh

UNESCO tahun 2012. Sistem pengairan dari tradisional ke pengairan setengah

teknis, karena menggunakan mata air.

(3) Bentuk wilayah dan atau relief atau kemiringan lereng asal dibedakan atas :

bergunung, berbukit, bergelombang, berombak, landai dan datar. Bentuk wilayah

ini sangat berpengaruh terhadap kelestarian sumberdaya lahan. Relief semakin

kasar, maka semakin rentan terjadi degradasi lahan. Kemiringan lereng asal

dibedakan menjadi : lereng > 40%, 25 – 40 % dan < 25 %. Lahan sawah di Bali

seluruhnya berupa teras bangku. Kemiringan lereng asal tidak berpengaruh

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

36

terhadap erosi tanah, karena telah diteras bangku, tetapi berpengaruh terhadap

tinggi dan lebar teras yang berpengaruh terhadap sistem pengairan.

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh

punggung bukit atau topografi, yang aliran airnya menuju sungai utama dan

dialirkan ke danau dan ke laut. Posisi sawah pada DAS sangat mempengaruhi

produktivitas lahan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap produksi. Posisi

sawah subak pada DAS dikelompokkan dalam 3 bagian yaitu: bagian hulu DAS,

tengah dan hilir DAS.

DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk

mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara

lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,

kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Disamping itu DAS juga

merupakan daerah tangkapan dan resapan air yang dapat mengatur persediaan air,

wilayah ini harus dilindungi karena sebagai reservoar air yang nantinya

bermanfaat pada saat musim kemarau. DAS bagian tengah didasarkan pada

fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat

memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, antara lain dapat

diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan

ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti

pengelolaan sungai, waduk, dan danau. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi

pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi

kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

37

kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait

untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.

(4) Curah hujan

Bagi sawah-sawah yang pengairannya sederhana dapat berubah menjadi sawah

tadah hujan, karena hanya dapat bercocok tanam padi pada musim penghujan,

akibat dari debit air irigasi sangat kecil. Hal ini terjadi akibat dari persaingan

pemakaian sumber air yang digunakan untuk kebutuhan air bersih rumah tangga,

swasta (air kemasan) dan penunjang pariwisata seperti kebutuhan hotel dan

restoran. Curah hujan dikelompokkan menjadi > 2500 mm/th, 2000 – 2500

mm/th, dan < 2000 mm/th. Curah hujan > 2500 mm/th dianggap dapat

melakukan penanaman dua kali setahun dan curah hujan <1000 mm/th dianggap

sawah tadah hujan.

(5) Ketinggian tempat

Ketinggian tempat berpengaruh terhadap produksi dan fungsi lingkungan,

semakin tinggi tempat, maka subak tersebut semakin di daerah hulu sungai dan

semakin strategis sebagai daerah tangkapan hujan. Tinggi tempat dikelaskan ke

dalam > 500 m dpl, 100 – 500 m dpl, dan < 100 mm dpl. Ketinggian tersebut

berturut-turut menunjukkan daerah hulu, tengah dan hilir DAS. Demikian pula

sawah yang berada diketinggian lebih dari 500 m dpl lebih baik ditanam padi

lokal, sedangkan pada ketinggian < 100 m dpl sesuai untuk padi unggul.

Ketinggian tempat > 500 m dpl lebih sesuai untuk padi lokal. Ketinggian tempat

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

38

di daerah vulkanis terkait dengan posisi daerah tangkapan hujan, dan iklim

(curah hujan, dan kelembaban).

(6) Kesesuaian lahan sawah dengan RTRW. Tingkat kelestarian dan konversi lahan

sawah sangat tergantung dari alokasi ruang dalam RTRW. Sawah-sawah yang

ditetapkan sebagai kawasan budidaya bukan pertanian akan mengalamimkonversi

lahan. Dalam hal ini berbeda dengan sawah yang dialokasikan sebagai kawasan

lindung, maka akan dilestarikan. Sawah-sawah yang ditetapkan sebagai kawasan

budidaya pertanian akan mengalami konversi terbatas, dengan dalih kebutuhan

penunjang pertanian termasuk pendirian rumah petani.

(7) Kesesuaian lahan agroekosistem untuk padi sawah

Tujuannya untuk mencocokkan antara potensi sumberdaya fisik dan lingkungan

dengan persyaratan kebutuhan tanaman. Sawah yang sangat sesuai perlu

dilestarikan, karena mempunyai potensi produksi yang tinggi untuk menunjang

kebutuhan pangan dan persediaan pangan. Sawah yang agak sesuai memerlukan

input teknologi, artinya dapat dijadikan lahan penyangga, dan sawah yang

kurang sesuai, merupakan lahan yang dapat dikonversi.

(8) Produktivitas lahan

Sawah yang berproduksi tinggi sebaiknya dikonservasi atau dilestarikan.

Produksi rata-rata mencapai 5,38 ton/ha/panen. Kriteria > 5 ton/ha/panen, 2,5 –

5 ton/ha/panen. Sawah di Bali perlu dilestarikan, selain produksinya di atas rata-

rata nasional (4 ton/ha/panen), juga sebagai warisan sosial budaya agraris dengan

sistem subaknya. Sawah di daerah vulkanis dengan teras bangku dan sistem

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

39

pengairan sebagai hasil cipta karya, mampu berproduksi secara

berkesinambungan dan dapat melestarikan alam dan budaya serta tameng ajeg

Bali.

(9) Jarak dari pusat pemukiman dan atau perkotaan.

Pesediaan lahan untuk pembangunan, baik untuk pemukiman, dan kegiatan non

pertanian lainnya ditetapkan pada radius : < 2 km, 2 - 5 km,dan > 5 km. Hal ini

memberikan peluang persediaan lahan untuk pembangunan non pertanian

diutamakan pada radius < 2 km dari pusat kota.

2.5 Penetapan Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Berbasis

Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi (SIG)

SIG adalah sistem perangkat keras, perangkat lunak dan prosedur yang

dirancang untuk menyimpan, memanajemen, mengolah, menganalisis, memodelkan

dan menampilkan data dan informasi dari suatu objek yang berkaitan dengan letak

keberadaannya di permukaan bumi. GIS juga mengacu pada data spasial untuk

menyelesaikan masalah-masalah perencanaan dan manajemen, juga merupakan

perangkat untuk menangani pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan dan

penataan kota, perencanaan pertanian dan penggunaan lahan (Sumardijono, 1993).

Menurut Suwandana dan Turmudi (2008), sistem informasi merupakan sistem yang

didesain untuk memadukan data referensi spasial atau koordinat geografi yang

berbeda waktu dan bentuk (format). Tujuan penggunaan GIS adalah untuk

mempermudah mendapatkan informasi, baik yang telah tersimpan maupun olahan

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

40

dan dapat menentukan lokasi obyek. Ciri utama data yang dimanfaatkan dalan GIS

yaitu data harus terikat oleh lokasi. Pengelolaan data dapat dilakukan dengan baik,

bila dibuat dalam bentuk basis data. Data yang dikelola untuk membuat basis data

tersebut terdiri dari dua kelompok yaitu data grafis dan data atribut. Data grafis

adalah data spasial atau data yang berbentuk peta yang menggambarkan suatu daerah

atau wilayah yang mengacu pada lokasi geografi. Data atribut berupa data bukan

spasial dapat berupa data statistik (data produksi) atau dapat berupa data kualitatif.

Analisis yang dilakukan pada dasarnya merupakan kegiatan untuk memperoleh hasil

dari penggabungan dari data tersebut, sehingga diperoleh data baru (Sutanto, 2006).

Dalam era globalisasi dan teknologi saat ini sangat diperlukan untuk

mendapatkan informasi yang cepat dan akurat serta dapat diakses dalam berbagai

kalangan. Oleh karena itu dibutuhkan teknologi penginderaan jauh (remote sensing)

yang merupakan ilmu dan seni yang mampu merekam data dan informasi secara

akurat dilengkapi dengan SIG. SIG telah dikenal secara luas sebagai alat bantu

untuk proses pengambilan keputusan. Sebagian besar institusi (pemerintah, swasta,

baik bidang akademis maupun non-akademis) dan individu yang memerlukan

informasi yang berbasiskan data spasial telah mengenal dan menggunakan sistem ini.

Beberapa contoh aplikasi-aplikasi SIG di beberapa bidang sebagai ilustrasi (Prahasta,

2002) seperti di sumberdaya alam, perencanaan, kependudukan atau demografi,

lingkungan. manajemen utilitas.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

41

Penyusunan data dasar subak dibangun menggunakan teknologi citra satelit

yang diproses melalui teknologi SIG. Keterbatasan data dasar yang diperoleh di

lapangan, memerlukan inventarisasi dan deskripsi datab subak terlebih dahulu. Pada

saat ini Bali belum memiliki peta subak berbasis geospasial, baik dalam bentuk peta

konvensional maupun dalam bentuk peta digital tematik. Database subak meliputi :

luas wilayah subak, nama pekaseh, jumlah petani, status kepemilikan lahan,

ketersediaan air irigasi, pola pergiliran tanaman dan produksi komoditas andalan dan

unggulan di masing-masing subak. Dalam PP No. 25 Tahun 2012 tentang sistem

informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan, paling sedikit memuat informasi

tentang: (a) fisik alamiah, (b) fisik buatan, (c) kondisi sumber daya manusia dan

sosial ekonomi, (d) status kepemilikan dan/atau penguasaan tanah.

Menurut Subadiyasa et al. (2010), data dasar subak di Kabupaten Tabanan

telah diteliti, peta-peta tematik sebagai peta penunjang seperti : peta DAS, bentuk

wilayah, ketinggian tempat, jarak dari kota, penggunaan lahan bersumber dari analisis

peta topografi/rupa bumi dan citra satelit. Peta-peta tersebut berupa : curah

hujan/isohyet, kesesuaian lahan agroekosistem, produktivitas, kesesuain lahan sawah

dengan RTRW bersumber dari data sekunder. Prosedur pengelolaan data berbasis

GIS menggunakan perangkat lunak ArcGIS dipilih dalam penelitian ini, karena lebih

mampu mengelola data yang besar.

Proses GIS berupa peta-peta, baik peta digital yang digunakan sebagai

parameter yang telah dilakukan pembobotan dan pensekoran, juga peta hasil analisis.

Peta kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan dapat dihasilkan dari analisis

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan …...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

42

berbagai peta penunjang tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya

ketidaksesuaian, terutama pada daerah hilir, dimana sempadan sungai merupakan

lahan yang dapat dikonversi. Hal ini disebabkan oleh adanya parameter kesesuaian

lahan sawah dengan RTRW.

Sistem informasi geografis mempunyai kelebihan yang dapat menunjang

atau membantu proses pemetaan di suatu ruang, atau wilayah tertentu. Disamping itu

SIG juga mempunyai kelebihan untuk membantu pengguna dalam menggabungkan

dua atau lebih data dengan konteks atau tema yang berbeda menjadi satu buah data

dalam konteks atau tema yang baru.

Menurut Hutauruk et al. (2016), data dan informasi yang diambil dari SIG

didapat dari teknologi penginderaan jauh dan survei lapang. Penginderaan jarak jauh

adalah suatu ilmu atau teknik dan seni untuk mendapatkan informasi tentang objek,

wilayah, atau gejala dengan cara menganalisis data-data yang diperoleh dengan suatu

alat, tanpa berhubungan langsung dengan objek, wilayah atau gejala yang sedang

dikaji