BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/984/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1 ...repository.ub.ac.id/984/3/BAB II.pdf ·...
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
2.1.1. Persaingan Kelompok Kepentingan Taksi Plat Hitam Dengan Taksi
Plat Kuning Di Bandara Juanda
Penelitian terdahulu yang memiliki persamaan dengan fokus
masalah penelitian sekarang adalah permasalahan pada taksi yang terjadi
di Surabaya yang dilakukan oleh Bagus Wiendra Winaya pada tahun 2014
di Universitas Airlangga.
Fokus penelitian yang dilakukan oleh Bagus tentang adanya
persaingan kelompok kepentingan taksi plat hitam dengan taksi plat
kuning di Bandara Juanda yang dilakukan dengan memperjuangkan
aspirasi mereka dalam melihat beberapa kebijakan di Bandara Juanda yang
menurut mereka tidak sesuai dengan yang ada di lapangan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Proses
pengumpulan data menggunakan data primer yang didapatkan melalui
wawancara. Kesimpulan penelitian ini bahwa persaingan antara taksi plat
hitam dengan taksi plat kuning di Bandara Juanda masih terasa sangat
begitu kuat. Hal tersebut terlihat pada para pengemudi taksi plat kuning
yang menilai kebanyakan calon penumpang lebih memilih untuk
menggunakan taksi plat hitam karena harga yang relatif sama dengan taksi
mereka, dan mereka mampu menampung penumpang lebih banyak karena
13
menggunakan mobil mini bus. Adanya kelompok kepentingan yang
memperjuangkan aspirasinya karena kebijakan yang ada di Bandara
Juanda dianggap tidak sesuai.Selain itu peneliti juga menemukan adanya
salah satu armada Taksi yang menyalahi aturan sehingga Taksi tersebut
dibiarkan beroperasi di Bandara Juanda. peneliti disini melihat adanya
unsur politik yang mempengaruhi pola kinerja dari armada Taksi yang ada
di Bandara Juanda. Hal ini mungkin tidak menjadi perhatian bagi
konsumen yang akan menggunakan angkutan Taksi di Bandara Juanda,
namun hal ini juga menyangkut bagaimana keselamatan para konsumen
yang menggunakan angkutan Taksi yang tidak sesuai dengan aturan-aturan
yang ada.
2.1.2. Analisis Yuridis Penetapan Tarif Antara Transportasi Konvensional
Dengan Transportasi Berbasis Aplikasi Online (Studi: Pasal 5
Tentang Larangan Perjanjian Penetapan Harga Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999)
Penelitian lain yang masih memiliki persamaan dengan penelitian
sekarang yaitu permasalahan transportasi yang berkaitan dengan peraturan
yang dibuat oleh pemerintah di Jakarta yang dilakukan oleh R.A.Hefiani
Dwi Putri Pratiwi pada tahun 2016 di Universitas Brawijaya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pelanggaran yang terjadi dalam menetapkan tarif angkutan sebagaimana
adanya kemunculan dari surat keterangan DPD Organda DKI Jakarta
nomor 512.DPD/ORG-DKI/1/2015 yang menetapkan penuruan tarif
14
angkutan turun sekitar Rp.200,- dan membuat taksi konvensional tidak
dapat bersaing dengan taksi berbasis aplikasi online.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan
dua metode pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan kasus. Kesimpulan dari penelitian ini adalah analisis yang
dilakukan oleh peneliti pada penetapan tarif batas bawah yang melanggar
penetapan harga pasal 5 Udang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dengan adanya penelitian Magriani ini, yang mengarah pada
konflik yang terjadi antara angkutan sewa khusus Jakarta dengan taksi
konvensional Jakarta dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang berkaitan
dengan adanya kemunculan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang diberlakukan pada tanggal 1
April 2017 dan tindakan operasi yang sudah dilakukan oleh pihak Dinas
Perhubungan DKI Jakarta membuat pengemudi merasa resah, karena sang
pengemudi menjadi pihak yang dirugikan karena berdampak pada
pendapatan yang diterima oleh pengemudi angkutan sewa khusus ini.
Setelah menelaah penelitian terdahulu di atas, peneliti
beranggapan bahwa melalui penelitian ini, kebaruan dan penegasan akan
dilakukan dengan mengambil fokus baru, yaitu dengan menganalisis
konflik yang terjadi antara angkutan sewa khusus Jakarta, taksi
konvensional Jakarta dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang berkaitan
15
dengan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek yang diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 2016. Peraturan Menteri Perhubungan tersebut dianggap
mengancam dapat merugikan pengemudi dalam hal berkaitan dengan
pemberlakukan KIR. Selain itu, tindakan operasi yang sudah dilakukan
oleh pihak Dinas Perhubungan DKI Jakarta membuat pengemudi merasa
resah, karena jelas sang pengemudi menjadi pihak yang dirugikan karena
berdampak pada pendapatan yang diterima oleh pengemudi taksi berbasis
online. Perbedaan dari ketiga penelitian dapat dijelaskan dalam tabel:
16
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
Nama Bagus Wiendra Winaya, 2014 R.A.Hefiani Dwi Putri Pratiwi, 2016 Rizki Amelia Magriani, 2017
Judul Persaingan Kelompok Kepentingan
Taksi Plat Hitam Dengan Taksi Plat
Kuning Di Bandara Juanda
Analisis Yuridis Penetapan Tarif
Antara Transportasi Konvensional
Dengan Transportasi Berbasis
Aplikasi Online (Studi: Pasal 5
Tentang Larangan Perjanjian
Penetapan Harga Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999)
Konflik Antara Angkutan Sewa
Khusus Jakarta dengan Taksi
Konvensional Jakarta dan Dinas
Perhubungan DKI Jakarta
Teori David B.Truman – Kelompok
Kepentingan (interest group)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Teori Strukturalisme Konflik –
Lewis Coser
Metode Metode kualitatif Pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan kasus
Penelitian Kualitatif pendekatan
studi kasus tipe deskriptif
Hasil
Penelitian
Persaingan antara taksi plat hitam
dengan taksi plat kuning di Bandara
Juanda masih terasa sangat begitu kuat.
Hal tersebut terlihat pada para
pengemudi taksi plat kuning yang
menilai kebanyakan calon penumpang
lebih memilih untuk menggunakan
taksi plat hitam karena harga yang
relatif sama dengan taksi mereka, dan
mereka mampu menampung
Analisis yang dilakukan oleh peneliti
pada penetapan tarif batas bawah
yang melanggar penetapan harga
pasal 5 Udang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
Konflik yang terjadi antara
angkutan sewa khusus Jakarta
dengan taksi konvensional Jakarta
dan Dinas Perhubungan DKI
Jakarta menimbulkan adanya
situasi konflik realistis dan non-
realistis. Pada konflik realistis
terjadi adanya pendapatan yang
berkurang dan menurunnya
peminatan masyarakat
17
penumpang lebih banyak karena
menggunakan mobil mini bus.
menggunakan jasa taksi
konvensional yang disebabkan
adanya kemunculan angkutan
sewa khusus. Pada konflik non-
realistis terjadi adanya penolakan
isi Peraturan Menteri Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2017
dan pembatasan wilayah operasi
yang dialami oleh angkutan sewa
khusus Jakarta. Perusahaan
angkutan sewa khusus memiliki
peran sebagai Katup Penyelamat
(Savety-Valve) pada konflik yang
terjadi antara angkutan sewa
khusus Jakarta dengan taksi
konvensional Jakarta dan Dinas
Perhubungan DKI Jakarta.
Persamaan Persamaan penelitian terdahulu dengan
penelitian sekarang adalah
permasalahan angkutan di Surabaya
berkaitan dengan peraturan yang
dibuat oleh pemerintah.
Persamaan penelitian terdahulu
dengan penelitian sekarang adalah
permasalahan angkutan yang ada di
Jakarta berkaitan dengan peraturan
yang dibuat oleh pemerintah.
Persamaan kedua penelitian
dengan penelitian Magriani
terlihat dari permasalahan
transportasi yang ada di Jakarta.
18
Sumber: Data Olahan Pribadi (2016)
Perbedaan Perbedaan penelitian terdahulu dengan
penelitian sekarang adalah fokus
penelitian ini pada kepentingan-
kepentingan yang mempengaruhi
kinerja dari angkutan umum taksi yang
ada di Bandara Juanda dan tidak sesuai
dengan aturan-aturan yang ada.
Perbedaan penelitian terdahulu
dengan penelitian sekarang adalah
fokus penelitian ini lebih membahas
peraturannya tanpa melihat konflik
yang terjadi antara angkutan sewa
khusus dengan taksi konvensional di
Jakarta.
Perbedaan kedua penelitian
dengan penelitian Magriani
terlihat dari teori yang digunakan
dan fokus penelitian.
19
2.2. Definisi Konseptual
2.2.1 Model Peta Konflik C.R SIPABIO
Peneliti menggunakan peta konflik C.R SIPABIO untuk melakukan
analisis lebih dalam mengenai konflik yang terjadi antara angkutan sewa
khusus Jakarta dengan taksi konvensional Jakarta dan Dinas Perhubungan
DKI Jakarta yang dilatarbelakangi oleh beberapa kepentingan. Pada
pendekatan analisa konflik peta konflik C.R SIPABIO dilakukan dengan
beberapa penyelesaian (Susan, 2009:98), yaitu:
- Source (sumber konflik) menjadi awal dari penyebab sebuah konflik terjadi.
Sumber konflik bisa berasal dari bermacam-macam model hubungan sosial
serta nilai-nilai yang dimiliki oleh antar individu maupun kelompok. Pada
penelitian ini memiliki sumber konflik yaitu kemunculan angkutan sewa
khusus Jakarta yang merugikan taksi konvensional.
- Issues (isu-isu) mengarah pada keterkaitan tujuan-tujuan yang dimiliki oleh
pihak-pihak yang berkonflik. Namun, tujuan-tujuan tersebut tidak sejalan
dengan antar pihak yang berkonflik sehingga isu dapat dikembangkan oleh
pihak lain yang tidak teridentifikasi tentang sumber-sumber konflik. Pada
konflik yang terjadi antara angkutan sewa khusus Jakarta dengan taksi
konvensional Jakarta dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta terdapat isu-isu
yang menyebabkan konflik tersebut, sebagai berikut:
1. adanya kontra terhadap kemunculan angkutan sewa khusus Jakarta
20
2. adanya rasa kesal terhadap pengemudi taksi konvensional Jakarta yang
tidak ikut serta melakukan aksi demo.
3. adanya provokator yang terlibat pada aksi demo yang dilakukan oleh
taksi konvensional Jakarta.
4. adanya penolakan terhadap isi isi Peraturan Menteri Perhubungan
Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 yang merugikan angkutan
sewa khusus Jakarta.
- Parties (pihak) yang terlibat dalam sebuah konflik memiliki beberapa
kategori pihak, seperti pihak konflik utama yang langsung berhubungan
dengan kepentingan, pihak sekunder yang tidak secara langsung terkait
dengan kepentingan dan pihak tersier yang dijadikan pihak netral untuk
mengintervensi konflik.
- Attitudes/feelings (sikap) merupakan perasaan dan persepsi yang
mempengaruhi pola perilaku konflik. Sikap bisa muncul dalam bentuk
positif maupun negatif bagi konflik itu sendiri.
- Behavior (perilaku/tindakan) merupakan aspek tindak sosial dari pihak yang
berkonflik yang muncul baik dalam bentuk coercive action dan
noncoercive action. Pada penelitian ini, perilaku yang ditunjukan oleh taksi
konvensional Jakarta saat kemunculan angkutan sewa khusus Jakarta di
Jalanan seperti tidak ada permusuhan, namun lama kelamaan mereka
melakukan aksi demo untuk menuntut keadilan kepada pemerintah.
Namun, setelah aksi demo tersebut para pengemudi taksi konvensional
21
Jakarta berkumpul dengan para pengemudi angkutan sewa khusus Jakarta
layaknya teman dan bersikap tanpa adanya permusuhan diantara mereka.
- Intervention (campurtangan pihak lain) merupakan tindakan sosial dari
pihak netral yang ditujukan untuk membantu hubungan konflik dalam
menemukan penyelesaian.
- Outcomes (hasil akhir) adalah dampak dari berbagai tindakan yang
dihasilkan oleh pihak-pihak yang berkonflik dalam bentuk situasi.
Outcomes yang dihasilkan dalam konflik yang terjadi antara angkutan sewa
khusus Jakarta dengan taksi konvensional Jakarta dan Dinas Perhubungan
DKI Jakarta mengalami suatu perubahan secara positif.
2.2.2 Konflik
Konflik merupakan suatu kenyataan hidup yang tidak terhindarkan
karena manusia adalah homo conflictus yang dimana makhluk selalu terlihat
dalam perbedaan, pertentangan dan persaingan baik sukarela maupun
terpaksa. Sebuah pertentangan muncul karena adanya aspek tindakan sosial
manusia, selain itu adanya ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan
yang dimiliki oleh individu. Pertentangan ditandai oleh tindakan sosial dari
beberapa pihak dapat menjadi sebuah persinggungan (Susan, 2009: 8).
Konflik dapat dikelola secara arif dan bijaksana karena akan
mendinamisasi proses sosial dan bersifat konstruktif bagi perubahan sosial
masyarakat dan tidak menghadirkan kekerasan (Susan, 2009: 9). Di dalam
22
sosiologi konflik menggunakan perspektif analisis komprehensif mengenai
dimensi konflik sehingga dapat diketahui skala, latar belakang dan arah
perkembangan konflik di dalam masyarakat. Penanganan konflik dalam kajian
konflik kontemporer ditujukan untuk mereduksi tingkat kekerasan dan
mentransformasi konflik yang deduktif menjadi konflik yang konstruktif.
2.2.3 Taksi Konvensional
Taksi konvensional atau yang biasa disebut dengan taksi resmi
merupakan perusahaan taksi yang memiliki leasing serta berada dibawah
naungan pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan jasa
transportasi yang berlaku, seperti pada pasal 122 Peraturan Pemerintah Nomor
74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan dan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Perusahaan taksi
konvensional pun membayar pajak kendaraan kepada pemerintah, mereka
memiliki izin sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh pemerintah seperti
KIR, memiliki pool sendiri agar terorganisir, menggunakan tarif sesuai
dengan penetapan pemerintah, dan menggunakan plat kuning.
2.2.4 Angkutan Sewa Khusus
Taksi adalah angkutan umum yang menggunakan mobil untuk
mengangkut penumpangnya dengan tarif layanan jasa angkutan yang dihitung
dengan 2 cara yaitu penghitungan tarif secara otomatis sesuai jarak yang
ditempuh dengan menggunakan argometer, kemudian dengan cara
23
kesepakatan penumpang dan pengemudi dalam menentukan tarif (Emmanuel,
2014).
Pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek mengatur tentang penyebutan untuk
taksi online menjadi Angkutan Sewa Khusus. Angkutan sewa khusus
merupakan sebuah terobosan yang baru pada zaman berkembang dengan
teknologi saat ini. Angkutan sewa khusus menjadi solusi transportasi baru
yang dapat digunakan oleh masyarakat melalui masyarakat. Selain itu,
angkutan sewa khusus menggunakan metode pembayaran secara tunai
ataupun dengan non-tunai. Angkutan sewa khusus yang tersebar di Jakarta
yaitu, Grabcar, Go-Car dan Uber Car.
2.2.5 Strukturalisme Konflik
Coser termasuk ahli sosiologi yang memiliki komitmen bahwa ada
kemungkinan untuk menyatukan teori fungsionalis struktural dengan teori
konflik. Coser melihat bahwa adanya tekanan pada nilai atau konsensus
normatif, keteraturan, dan keselarasan. Ia mengatakan bahwa proses konflik
dipandang dan diperlakukan sebagai sesuatu yang mengacaukan
keseimbangan sistem secara keseluruhan. Namun, coser ingin memperlihatkan
bahwa konflik tidak harus merusak sistem dimana konflik itu terjadi,
melainkan konflik dapat menguntungkan sistem (Johnson, 1986:195-196).
24
Konflik dalam pembentukan, penyatuan serta pemeliharaannya
memiliki sifat yang instrumental, dimana konflik telah memberikan batasan
antara kelompok yang satu dengan yang lainnya dan konflik juga dapat
memperkuat identitas suatu kelompok. Fungsi positif yang ditimbulkan oleh
konflik terhadap suatu kelompok yaitu terciptanya penguatan yang ada di
dalam suatu kelompok, sebagai contohnya suatu kelompok yang bertikai
dengan kelompok out-group. Sebagai contoh Perang terjadi di Timur Tengah
telah mempererat kelompok in-group, dimana identitas dari kelompoknya
semakin menguat dengan adanya konflik (Poloma, 1987: 108)
Coser mengakui bahwa semua hubungan sosial pasti memiliki tingkat
antagonisme tertentu dan perasaan-perasaan negatif yang dimiliki oleh pihak-
pihak yang sedang berkonflik. Oleh karena itu, Coser membedakan situasi-
situasi konflik pada hubungan sosial, yaitu konflik realistis dan konflik non-
realistis. Konflik realistis berasal dari kekecewaan yang dialami oleh individu
atau kelompok terhadap objek yang dianggap tidak mendatangkan keuntungan
bagi mereka. Konflik non-realistis berasal dari ungkapan permusuhan sebagai
tujuannya sendiri, yang dimana adanya pengkambinghitaman sebagai
penggambaran keadaan yang dialami oleh seseorang yang tidak melepaskan
prasangka mereka melawan kelompok yang benar-benar merupakan lawan.
Selain itu, adanya ideologi-ideologi, pemikiran dan pendapat individu yang
bertentangan dengan individu atau kelompok lain sehingga menghasilkan
ketegangan yang terjadi dalam sebuah konflik.
25
Dalam konflik sendiri juga terdapat istilah katup penyelamat (Savety-
Valve). Coser melihat katup penyelamat memiliki fungsi sebagai jalan keluar
yang dapat meredakan permusuhan. Katup penyelamat menjadi alternatif bagi
seseorang yang terlibat sebuah konflik untuk mengelakkan perasaan
bermusuhan yang ia miliki dan mengembangkan suatu alternatif untuk
mengungkapkan rasa permusuhannya tanpa merusak solidaritas maupun
sistem yang ada.
Konflik memiliki fungsi positif yang dihasilkan pada kelompok in-
group yang sedang mengalami konflik dengan kelompok out-group yang
dimana dapat menguatkan kekompakan internal atau solidaritas kelompok dan
mempertinggi integrasi di dalam kelompok. Namun, konflik juga dapat
bersifat negatif bagi hubungan sosial yang sekunder karena mereka dapat
meluapkan rasa permusuhan yang mereka miliki secara bebas dan dapat
melawan struktur yang ada. dapat jika individu mempertahankan
kelompoknya dan mereka memiliki integrasi yang kuat antara satu sama lain,
tetapi konflik juga bisa bersifat negatif jika individu melawan struktur yang
ada di kelompoknya.
Coser juga mengemukakan bahwa seseorang yang terlibat dalam
konflik realistis bisa bersikap tanpa permusuhan. Sebagai contoh dua sahabat
yang menjadi pengacara terlibat dalam satu kasus dimana mereka membantu
kliennya masing-masing, namun setelah sidang selesai mereka makan
bersama di sebuah restoran seolah tak ada pertikaian yang habis terjadi. Hal
26
tersebut karena konflik yang ada akan meredam seiring dengan semakin
intimnya hubungan seseorang. Akan tetapi, keharmonisan yang yang ada
dibangun atas sikap saling menekan konflik yang ada sehingga pada
klimaksnya akan meledak konflik yang besar. Hal tersebut dapat dikatakan
bahwa konflik yang berkembang pada hubungan-hubungan intim tidak
bersifat parsial atau segmented yang dimana semakin dekat hubungan
seseorang, maka semakin sulit rasa permusuhan tersebut diungkapkan.
Sebaliknya, pada hubungan sosial yang sekunder dapat mengungkapkan rasa
permusuhan yang mereka miliki secara bebas dan dapat menghancurkan
struktur.
Kemunculan angkutan sewa khusus Jakarta menimbulkan kontra pada
taksi konvensional Jakarta karena menurunnya pendapatan mereka dan
bergesernya peminatan masyarakat Jakarta dalam menggunaka transportasi
umum di Jakarta sehingga eksistensi taksi konvensional Jakarta menjadi
terancam. Hal tersebut menyebabkan adanya situasi konflik realistis yang
terjadi antara taksi konvensional Jakarta dengan angkutan sewa khusus
Jakarta. Konflik realistis terjadi karena adanya kekecewaan terhadap objek
yang dianggap tidak menguntungkan bagi pihak yang mengalami konflik.
Dibalik berlangsung aksi demo tersebut menuai situasi konflik non-
realistis yang dimana adanya perbedaan ideologi terhadap pengemudi taksi
konvensional yang mengikuti aksi demo dengan pengemudi taksi
konvensional yang tidak mengikuti aksi demo mengenai solidaritas sesama
27
taksi konvensional. Hal tersebut terlihat saat demo berlangsung banyak
pengemudi taksi konvensional yang tidak ikut melakukan demo dalam
menyuarakan aspirasi mereka sebagai pengemudi taksi konvensional,
sehingga mereka menjadi sasaran kemarahan dari pengemudi taksi yang
sedang melakukan aksi demo. Kejadian tersebut menimbulakan banyaknya
mobil taksi-taksi konvensional yang rusak pada kaca dan spionnya dan
pengrusakan tersebut dilakukan oleh sesama pengemudi taksi konvensional
Dinas Perhubungan DKI Jakarta ini menjadi pihak yang memiliki
wewenang dalam mengatur hal-hal yang berhubungan dengan transportasi di
Jakarta dan salah satunya mengatur angkutan sewa khusus Jakarta. Peraturan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2017 merupakan
kebijakan yang dibuat oleh Menteri Perhubungan atas keluhan yang terjadi di
masyarakat terutama taksi konvensional di Jakarta yang merasa dengan
adanya kehadiran dari angkutan sewa khusus di Jakarta telah berdampak
langsung pada perekonomian mereka. Kewenangan yang dimiliki oleh Dinas
Perhubungan DKI Jakarta dalam melakukan pengawasan terhadap angkutan
sewa khusus menjadi sebuah bentuk dominasi terhadap angkutan sewa khusus
di Jakarta. Tentunya angkutan sewa khusus Jakarta sedang berada dibawah
naungan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, sehingga pengawasan yang
dilakukan oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta di lapangan berdasarkan
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017
pun harus dipatuhi oleh angkutan sewa khusus di Jakarta.
28
Setelah pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 tersebut menuai situasi konflik non-realistis
yang dimana para pengemudi angkutan sewa khusus Jakarta menolak
beberapa isi dari peraturan tersebut karena dianggap dapat merugikan mereka
dalam beberapa hal, seperti pihak asuransi kendaraan tidak mau menerima
kendaraan yang telah di uji KIR disamakan dengan asuransi kendaraan
pribadi.
Pada konflik yang terjadi antara angkutan sewa khusus Jakarta dengan
taksi konvensional Jakarta diperlukan adanya katup penyelamat (Savety-
Valve) yang berperan sebagai pihak yang mampu meredam konflik tanpa
menghancurkan struktur di dalamnya. Pada konflik yang terjadi antara
angkutan sewa khusus Jakarta dengan taksi konvensional Jakarta dan Dinas
Perhubungan Jakarta memiliki katup penyelamat sebagai alternatif dalam
meredakan permusuhan melalui bentuk kerjasama antara Go-Jek Indonesia
dengan Blue Bird Group yang dinamakan Go Bluebird melalui aplikasi Go-
Car dan bentuk kerjasama antara Uber Indonesia dengan Express Group
melalui aplikasi UberX sehingga konflik yang terjadi antara ketiga pihak
tersebut menjadi sebuah sarana bagi keseimbangan dalam mempertahankan
struktur dan membuat kelompok-kelompok kepentingan dapat
mempertahankan sistem atau kelangsungan masyarakat.
29
2.3. Alur Pemikiran
Bagan 3. 1 Kerangka Pemikiran
Sumber:
Data Olahan Pribadi (2017)
Bentuk kerjasama Go-Jek dengan Blue
Bird dan Uber dengan Express Group
Sumber Konflik: kemunculan
angkutan sewa khusus
Angkutan Sewa
Khusus
Taksi
Konvensional
Menteri
Perhubungan
Taksi
Konvensional
Permenhub Nomor 26
Tahun 2017
Attitude: pertentangan,
toleransi permusuhan
Behavior: sungkan
Intervention: kerjasama
dan perubahan sistem bagi
hasil
Outcomes: fungsi
positif dari
konflik
Savety Valve (Katup Penyelamat)
Perusahaan Angkutan Sewa Khusus
Perusahaan Taksi
Konvensional
Dinamika Konflik
Keterangan :
Konflik realistis
Konflik non-realistis
Alur konflik
Permusuhan
30
Asumsi dari peneliti adalah konflik yang terjadi antara angkutan sewa khusus
Jakarta, taksi konvensional Jakarta dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta disebabkan oleh
adanya kecemburuan sosial yang dialami oleh taksi konvensional Jakarta. Taksi
konvensional Jakarta merasa pemerintah tidak adil terhadap mereka yang membiarkan
angkutan sewa khusus bebas mengangkut penumpang dijalan tanpa ada badan hukum
yang jelas. Taksi konvensional merasa dirugikan dengan adanya kehadiran dari angkutan
sewa khusus yang dimana pendapatan mereka menjadi berkurang, masyarakat lebih
memilih angkutan sewa khusus karena dengan alasan tarif murah sehingga membuat
eksistensi mereka sebagai transportasi umum yang telah diminati oleh masyarakat Jakarta
menjadi bergeser. Selain itu, angkutan sewa khusus juga tidak membayar pajak, tidak
membuat KIR, dan tidak mengeluarkan biaya kepada pemerintah sehingga membuat
angkutan sewa khusus dapat memasang tarif yang murah dibandingkan dengan taksi
konvensional yang mengikuti aturan dari Kementerian Perhubungan, seperti membuat
KIR, membayar pajak kepada pemerintah dan membuat surat-surat sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, baik
secara fisik dan izin penyelenggaraan angkutan.
Kemudian dengan adanya permasalahan tersebut membuat Menteri Perhubungan
turun tangan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut dengan membuat Peraturan
Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam
Trayek yang diberlakukan pada tanggal 1 April 2017. Dalam peraturan tersebut mengatur
taksi konvensional dan angkutan sewa khusus yang mengatur secara fisik maupun izin
penyelenggaraan untuk dapat beroperasi di jalan. Namun dengan kemunculan adanya
31
peraturan tersebut malah membuat para pengemudi angkutan sewa khusus merasa
dirugikan. Mereka merasa keberatan dengan kewajiban uji KIR pada mobil mereka dan
mengganti nama kepemilikan pada STNK dengan menggunakan nama badan hukum atau
koperasi. Maka dari itu para pengemudi angkutan sewa khusus dan perusahaan angkutan
sewa khusus meminta kepada pemerintah melakukan negosiasi dengan mereka.
Namun, disisi lain dengan adanya kemunculan dari Peraturan tersebut tidak
membuat konflik antara taksi konvensional dan angkutan sewa khusus mereda. Secara
empiris ketika berada di jalan, angkutan sewa khusus tetap tidak mau mengikuti aturan
dari pemerintah dan membuat adanya tindakan operasi yang dilakukan oleh Dinas
Perhubungan DKI Jakarta terhadap angkutan sewa khusus di jalan. Kemudian taksi
konvensional juga membuat batasan wilayah untuk angkutan sewa khusus. Tetapi hal
tersebut tidak membuat pengemudi angkutan sewa khusus jera, justru mereka tetap
mengambil penumpang sesuai dengan pesanan yang mereka terima meskipun harus
memasuki wilayah yang telah dibatasi oleh taksi konvensional. Dengan kata lain para
pengemudi angkutan sewa khusus harus menyembunyikan keadaan mereka dari taksi
konvensional.
Selain itu, dibalik adanya aksi demo yang dilakukan oleh taksi konvensional pada
tanggal 22 Maret 2016 telah memunculkan adanya konflik non-realistis yang dimana
demo yang dilakukan oleh taksi konvensional yang disebabkan oleh ideologi mengenai
solidaritas sesama taksi konvensional. Hal tersebut terlihat saat demo berlangsung banyak
pengemudi taksi konvensional yang tidak ikut melakukan demo dalam menyuarakan
aspirasi mereka sebagai pengemudi taksi konvensional, sehingga mereka menjadi sasaran
kemarahan dari pengemudi taksi yang sedang melakukan aksi demo. Kejadian tersebut
32
menimbulakan banyaknya mobil taksi-taksi konvensional yang rusak pada kaca dan
spionnya dan pengrusakan tersebut dilakukan oleh sesama pengemudi taksi konvensional
(print.kompas.com, 22 Maret 2016).
Peneliti dalam hal ini berpijak pada paradigma strukturalisme konflik yang
dimana menurut Coser konflik dapat merupakan sarana bagi keseimbangan kekuatan dan
lewat sarana yang demikian kelompok-kelomok kepentingan mempertahankan
kelangsungan masyarakat (Poloma, 1987). Konflik yang terjadi antara Angkutan Sewa
Khusus dengan Taksi Konvensional dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta di Jakarta
memiliki fungsi konflik yang positif dimana dapat memperkuat identitas kelompok dan
dapat mempertinggi integrasi dalam kelompok, seperti yang terjadi pada kelompok
pengemudi taksi konvensional di Jakarta sebagai kelompok in-group yang dapat
memperkuat identitas mereka melalui konflik dengan out-group.
Dalam penelitian ini dianggap unik oleh peneliti karena, pada dasarnya peneliti
ingin mengetahui bagaimana konflik yang terjadi berkaitan dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2017 yang dilatarbelakangi oleh
adanya kemunculan angkutan sewa khusus yang menimbulkan konflik realitas dengan
taksi konvensional Jakarta. Hal tersebut disebabkan karena perubahan nilai pendapatan
taksi konvensional dan kepentingan eksistensi yang dimana peminatan masyarakat dalam
menggunakan layanan taksi konvensional menjadi bergeser kepada angkutan sewa
khusus Jakarta dengan alasan tarif murah. Kemudian angkutan sewa khusus Jakarta
merasa keberatan dengan isi dari Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2017 dan tindakan operasi yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan
DKI Jakarta dapat mengganggu perekonomian mereka sehari-hari.
33
Selain itu, dengan adanya fenomena pada beberapa situasi konflik realitas yang
telah dijelaskan dan kemunculan dari Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2017 tidak membuat konflik mereda, malahan menimbulkan situasi
konflik non-realistis terjadi antara taksi konvensional dengan angkutan sewa khusus yaitu
taksi konvensional membuat batasan wilayah untuk angkutan sewa khusus. Hal tersebut
dapat menjadikan fungsi konflik sebagai sarana untuk memperkuat struktur atau melawan
struktur pada kelompok in-group.